Anda di halaman 1dari 25

Accelerat ing t he world's research.

Jbptitbpp gdl reddygauta 22680 1


2011ta
Andra Saputra

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Lumpurdanhidrolikalumpurpengeboran 150412054856 conversion gat e


Audit Pichopradana

LAPORAN RESMI Pakt ikum Peralat an Pemboran dan Produksi.out put .pdf
Hendri Anur

Proposal Seminar TA
Hendri Anur
OPTIMASI PEMILIHAN BIT PADA PENGEBORAN SUMUR GEOTERMAL “LMB-2”

LAPANGAN GEOTERMAL “LMB”

Laporan Tugas Akhir

Oleh :

REDDY GAUTAMA H PANGGABEAN

NIM 12205003

Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi Mata Kuliah


TM4099 Tugas Akhir
pada Program Studi Teknik Perminyakan

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS ILMU PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2011
OPTIMASI PEMILIHAN BIT PADA PENGEBORAN SUMUR GEOTERMAL “LMB-2”

LAPANGAN GEOTERMAL “LMB”

Laporan Tugas Akhir

Oleh :

REDDY GAUTAMA H PANGGABEAN

NIM 12205003

Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi Mata Kuliah


TM 4099 Tugas Akhir
pada Program Studi Teknik Perminyakan

Diajukan sebagai syarat dalam mata kuliah

TM4099 Tugas Akhir

pada Program Studi Teknik Perminyakan

Fakultas Teknik Perminyakan dan Pertambangan

Institut Teknologi Bandung

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing,

____________________

Dr. Ir. Sudjati Rachmat, DEA.


OPTIMASI PEMILIHAN BIT PADA PENGEBORAN SUMUR GEOTERMAL “LMB-2” LAPANGAN
GEOTERMAL “LMB”
Reddy Gautama HP*
DR. Ir. Sudjati Rachmat, DEA.**

Sari

Operasi pemboran bertujuan untuk membuat koneksi antara permukaan dengan formasi di bawah permukaan
(reservoir). Dalam operasi pemboran diperlukan teknologi yang dipakai untuk membuat koneksi tersebut dan
salah satu teknologi tersebut adalah bit. Bit merupakan alat pemotong yang berfungsi membuat lubang sehingga
tercipta koneksi antara permukaan dengan reservoir. Bila menggunakan teknologi yang ada saat ini, bit
merupakan alat yang harus ada dalam operasi pemboran sehingga perlu diperhitungkan jenis bit dan efisiensi
kerja bit yang dipakai.Saat ini bit yang dipakai untuk sumur geotermal sama dengan bit yang dipakai pada
sumur minyak. Meskipun operasi pemboran sumur geothermal sedikit berbeda dengan sumur minyak, kriteria
bit yang digunakan pada sumur minyak masih bisa digunakan pada sumur geothermal.
Tipe bit yang digunakan sangat berpengaruh dalam operasi pemboran karena suatu bit mempunyai batasan-
batasan terhadap kriteria formasi yang ditembus . Batasan-batasan tersebut antara lain kekerasan formasi yang
ditembus, durability bit, feature bit, dll. Pemilihan bit juga dilihat dari ROP dan umur bit. Saat operasi pemboran
berlangsung, bit akan mengalami keausan sehingga efisiensi pemboran akan turun jauh. Ada beberapa metode
yang dipakai untuk megetahui kapan sebaiknya bit diganti yang popular adalah dengan menggunakan metode
yang menggunakan pendekatan ekonomi yaitu metoda Cost per Foot (CPF).
Pada tugas akhir ini akan disajikan hasil data pemboran yang dilakukan pada sumur geothermal dengan
kedalaman tertentu menggunakan 2 bit dengan IADC dan diameter sama namun berbeda merk. Hasil
perhitungan 2 bit ini dengan metode CPF akan dibandingkan sehingga menghasilkan suatu rekomendasi dari bit
yang dipakai pada sumur geothermal yang memiliki karakteristik yang mirip
Kata kunci : keausan bit, laju pengeboran, drillabilitas formasi, biaya pengeboran per meter, seleksi bit

Abstract

Drilling operation purpose is to make connection between surface and reservoir formation. So we can produce
hydrocarbon or geothermal as the source of our energy need. In this operation we need tools to drill the rocks
and one of them is bit. Bit is rock cutting device that lead the drillstring to the reservoir formation. In present
days, the bit we use in geothermal drilling operation is not different with hydrocarbon drilling operation, even
there’s a slightly different drilling operation between geothermal and hydrocarbon drilling operation. Because
geothermal operation is always in high temperature system.
Drilling bit type that we use in drilling operation is so important, because they have limitation for the hardness
formation, which they will penetrate. Lot of consideration for selecting the bit we want to use. During drilling
operation, the drill bit performance will decline, and drilling efficiency will drop to a point where we must
change the bit. There is lot of method to determine when we must change the drill bit. The popular method is
using economic consideration named Cost Per Foot(CPF).
This final project will show you from a drilling data in geothermal well drilling operation using 2 drill bit, which
is same IADC and diameter type but different manufacture can act differently. The CPF calculation for these 2
bit will make a recommendation how we select drill bit configuration and when we must change the bit.

Keyword : bit dullness, rate of penetration, formation drillability, cost per foot, bit selection.

*) Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung


**) Pembimbing, Dosen Program Studi Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung

Reddy Gautama (12205003) 1


I. PENDAHULUAN dipasang pada substraksi tungsten carbide untuk
menghasilkan cutter seutuhnya.
Bit merupakan alat pemotong (bor) yang dapat
menghasilkan kerusakan berbentuk lubang. 2.1.3 Rolling cutter Bit
Formasi yang ditembus bit akan berbeda-beda Rolling cutter bit adalah pahat yang memiliki
mulai dari jenis batuan sampai tingkat kekerasan sejumlah cone yang dapat dan menggunakan
formasi. Pemilihan bit harus dilakukan agar bantalan yang kuat serta bersih. Cone-cone itulah
penembusan formasi tersebut berjalan dengan baik. yang mengalami kontak langsung dengan batuan.
Pemilihan bit dilihat dari kekerasan formasi, Kemampuan pengeboran dari rolling cutter bit ini
compressive strength,dan feature yang ada di di bit tergantung pada offset dari cones. Offset
tersebut. Penggunaan bit pada operasi pemboran merupakan ukuran berapa besar sudut yang
dilakukan sampai batas efisiensi pemboran baik dibentuk oleh sumbu cones terhadap titik pusat dari
dari segi ekonomi maupun kebutuhan energi. bodi bit. Pada rolling cutter bit terdapat 2 buah
Beberapa metode yang digunakan yaitu CPF dan spesifikasi yang berbeda yaitu
SE. Selain itu dapat juga dilakukan dengan melihat • Milled tooth cutter
fisik dari bit tersebut. Seorang drilling engineer Milled tooth cutter adalah rolling cutter
harus mampu menentukan kapan sebaiknya bit yang gigi-gigi bornya dibuat dengan
diganti. memiling baja sehingga berbentuk
kerucut, biasanya dilapisi dengan tungsten
Hasil produksi bit dari perusahaan yang berbeda
carbide.
• Tungsten carbide insert bit
pada bit yang memiliki tipe sama belum tentu
menunjukan kinerja yang sama. Hal ini akan
Tungsten carbide insert bit adalah rolling
ditinjau lebih lanjut pada tugas akhir ini. Tugas
cutter bit yang gigi bitnya terbuat dari
akhir ini membahas bagaimana mengoptimalkan
tungsten. Tungsten dibuat secara terpisah
bit-bit yang ada untuk mengurangi biaya pemboran
lalu dimasukan ke dalam rolling cutter
dengan menaikkan laju penetrasi sumur sehingga
bit,bit ini biasa disebut juga button bits.
menghemat waktu dan mengurangi biaya sewa bit.
Pada tugas akhir ini, bit yang dipakai adalah rolling
II. BENTUK DAN KARAKTERISTIK BIT
cutter bit dengan tipe tungsten carbide insert bit.
Bentuk bit biasanya dibagi menjadi 3 yaitu
• drag bit
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 1

• polycrystalline diamond bit


• rolling cutter bit.
2.2 Klasifikasi Rolling Cutter Bit berdasarkan
IADC
Setiap perusahaan yang memproduksi bit memiliki
2.1.1 Drag Bit spesifikasi yang berbeda-beda sehingga diperlukan
Drag bit adalah pahat yang digunakan untuk suatu standarisasi klasifikasi bit.
pemboran dangkal dan tidak memiliki bagian yang
bergerak. Proses pembuatan lubang dilakukan Pada rolling cutter bit, terdapat 4 digit angka yang
dengan memotong batuan. memiliki arti masing-masing.
Keuntungan : • Digit 1 :Seri struktur cutting
• tidak memerlukan bantalan yang kuat dan • Digit 2 :Tipe struktur cutting
bersih karena tidak ada bagian yang • Digit 3 :Bearing
berputar seperti rolling cutter bit. • Digit 4:Feature bit
• cocok digunakan untuk formasi-formasi
yang lunak Desain gigi bit dan bearing bergantung pada kelas
bit. ketika kelas dari suatu bit diganti maka
2.1.2 Polycrystalline Diamond Bit parameter seperti panjang gigi dan jumlah gigi juga
Polycrystalline Diamond Compact memiliki cutter ikut berubah sehingga mempengaruhi kapasitas
berbahan PDC sebagai struktur cutter utamanya. bearing maupun gigi bit. Untuk lebih jelasnya
PDC dibuat dengan steel body atau matrix body. terdapat tabel pada lampiran 1.
PDC cutter terdiri dari lapisan diamond yang

Reddy Gautama (12205003) 2


III. MEKANISME KEGAGALAN BATUAN Saat melakukan pemboran,drilling engineer harus
PADA ROLLING CUTTER BIT mengetahui karakteristik dari formasi. Dalam hal
ini, karakteristik formasi dibagi menjadi dua yaitu
drillability dan abrasiveness.
Mekanisme penghancuran dari berbagai macam
tipe rolling cutter bit dapat diwakili oleh suatu Formation drillability adalah ukuran kemudahan
model bit dengan offset cone yang besar untuk penembusan formasi dalam selang kedalaman
formasi lunak. Penjelasan mengenai mekanisme tertentu untuk dibor. Secara garis besar,drillability
penghancuran batuan ini dapat dijelaskan melalui adalah fungsi invers dari compressive strength
diagram Mohr. Kriteria Mohr menyatakan bahwa batuan. Drillability cenderung untuk turun dengan
yielding atau fracturing akan terjadi jika shear naiknya kedalaman suatu area.Abrasiveness adalah
ukuran berapa cepatnya gigi suatu milled tooth bit
stress melebihi jumlah cohesive resistance dari
akan aus ketika membor suatu formasi. Biasanya
material, c dan frictional resistance dari bidang abrasiveness cenderung untuk naik dengan
rekahan atau secara matematis :

τ = ( C +τ n tan θ )
berkurangnya drillability.

V. KLASIFIKASI KEAUSAN ROLLING


CUTTER BIT
Dimana:

τ
IADC memberikan suatu kode numerik untuk
= shear stress mengklasifikasi tingkat keausan bit berdasarkan:

σn
c = cohesive resistance dari material 1. Gigi Bit

θ
= normal stress pada bidang rekahan 2. Bearing
3. Structur Diameter Bit (Gauge Wear)
= sudut internal friction
5.1 Penentuan keausan gigi bit

Pengelompokan gigi bit yang sudah aus


berdasarkan tingkat keausan biasanya dilaporkan
dalam satuan 1/8 terdekat. Satu masalah tercipta
ketika suatu rolling cutter dengan gigi bit yang
banyak dikelompokan oleh 1 angka. Mungkin saja
ada gigi bit yang aus terlebih dahulu dan ausnya
lebih parah daripada gigi bit lainnya.

Pengelompokan gigi bit untuk insert bit agak


berbeda dibandingkan dengan milled-tooth bit.
Struktur cutting elemen insert bit agak susah
Gambar 1. Contoh Mohr Coulomb terabrasif dibandingkan dengan milled-tooth bits
sehingga insert bits biasanya dikelompokan
IV. PEMILIHAN BIT DAN EVALUASI berdasarkan banyaknya tooth inserts yang hilang
atau patah, bukan aus. Pada lampiran 1 dijelaskan
Bit memiliki banyak tipe dan masing-masing tipe singkatan-singkatan untuk klasifikasi keausan bit.
memiliki kelebihan dan kekurangannya. Sampai
saat ini, pemilihan tipe bit sebenarnya
menggunakan metode trial & error. Kriteria yang 5.2 Penentuan keausan bearing bit
paling tepat dan paling sering digunakan untuk
membandingkan kinerja dari suatu bit Bearing merupakan hal yang pokok dalam rolling
menggunakan metoda CPF. cutter bit karena bearing adalah bantalan cone
untuk berputar. Bila terjadi sesuatu masalah seperti
Perbandingan yang dilakukan pun hanya sebatas bearing yang aus, bisa saja cone tidak mau
pada bit dengan tipe yang sama dan menembus berputar. Oleh karena itu, mengklasifikasikan
formasi yang sama. Setelah itu didapatkan suatu keausan bearing merupakan hal yang penting.
korelasi sehingga ketika nanti akan mengebor Memeriksa keausan bearing secara langsung pada
sumur baru akan langsung dapat menggunakan bit suatu bit agak sulit dilakukan karena bit harus
yang tepat. dibuka terlebih dahulu kemudian dievaluasi
seluruhnya. Keausan bearing tidak dapat
diidentifikasi dari luar tapi dapat diestimasi
Reddy Gautama (12205003) 3
berdasarkan jumlah waktu rotasi bit serta sisa 2. Cost per foot dapat naik secara tiba-tiba yang
waktu rotasi bearing yang diperkirakan oleh disebabkan karena pemboran menembus formasi
seorang drilling engineer. yang keras dan dapat turun secara tiba-tiba jika
kembali melewati lapisan yang lunak.
5.3 Mengklasifikasikan Keausan Gauge
(Gauge Wear) 6.2 Metoda Minimum Cost Drilling

Ketika bit mengalami keausan yang parah maka bit Beberapa faktor mempengaruhi laju suatu

• Tipe Bit
dapat mengebor dengan ukuran lubang yang lebih pemboran yakni :

• Weight On Bit (WOB)


kecil. Hal ini akan merusak running bit berikutnya

• Rotary Speed(RPM)
karena bit berikut akan dikorbankan untuk

• Bottom-Hole Cleaning (Fluid Hydraulics)


underreaming lubang tersebut.

VI. METODE ANALISA BIAYA PEMBORAN


Kenaikan dalam WOB dan rotary speed umumnya
akan menaikkan laju pemboran. Namun kenaikan
6.1. Metode Cost Per Foot ini juga akan mempercepat keausan pada bit.
Gambar 2 menunjukkan kenaikan laju pemboran
Kriteria pemilihan pahat yang didasarkan pada cost terhadap WOB sebaliknya Gambar 3 menunjukkan

B + Rt (Tt + tr )
per foot dihitung dengan menggunakan persamaan: kenaikan laju pemboran terhadap rotary speed, rpm
dimana kekerasan formasi juga berpengaruh
CPF =
terhadap optimasi ROP pada metode ini. Baik
,$ / foot untuk optimasi pada WOB dan RPM, kekerasan
F formasi menjadi parameter tambahan yang
berpengaruh pada perhitungan metode ini
dimana ;
B = Harga pahat, $
Rt = Biaya sewa rig per jam, $/jam
Tt = Waktu trip, jam
tr = Waktu rotasi (umur pahat), jam
F = Footage (kedalaman yang ditembus oleh satu
kali run pahat), ft.

Waktu trip (Tt) biasanya tidak mudah ditentukan


meskipun proses keluar (POH) dan masuknya
(RIH) drillstring dilakukan. Tt adalah merupakan
penjumlahan dari waktu POH dan RIH. Jika pahat
diangkat keluar untuk waktu yang terlalu lama, jika
dijumlahkan akan mempengaruhi waktu total trip
yang pada gilirannya akan menaikkan harga cost
per foot. Oleh karena itu, kinerja pahat dapat
dirubah oleh beberapa faktor yang berubah-ubah,
sehingga dalam hal ini waktu rotasi berbanding
langsung dengan cost per foot dengan asumsi
variabel-variabel lain konstan.

Kriteria pemilihan pahat berdasarkan cost per foot


adalah memilih pahat yang tetap menghasilkan
nilai cost per foot yang terendah pada formasi atau
bagian lubang yang telah ditentukan.

Kelemahan penggunaan metoda cost per foot


adalah :
Gambar 2. Hubungan WOB dengan ROP
1. Diperlukan data pengukuran dan peramalan F, t,
dan T yang akurat.

Reddy Gautama (12205003) 4


Laju pemboran untuk suatu tipe rolling cutter bit
dapat dituliskan sebagai:

ROP =
1 + K ' (D )
KWN a

K = konstanta drillability,
W = WOB,
N = Rotary speed,
K' = konstanta drillability fungsi keausan bit dan
D = Normalized Tooth wear.
Sedangkan hubungan antara umur bit dengan umur
bearing dinyatakan dalam L

L=
K ''
NW b
L =umur bit dalam jam,
K" = konstanta tipe fluida pemboran
W = WOB,
N = Rotary speed,
B = eksponen yang merupakan fungsi abrasif
dari tipe fluida yang kontak dengan bearing.

Harga b biasanya ditentukan dengan membuat


suatu plot logaritmik dari umur bit dengan WOB
untuk suatu bit tertentu. Harga b biasanya
bervariasi antara 1.0 hingga 3.0.

Dengan diketahuinya laju pemboran yang dapat


diperoleh dari suatu bit maka dapat diperkirakan
Gambar 3. Hubungan Rotary Speed dengan ROP footage yang dapat dibor oleh suatu bit sehingga
cost suatu pemboran yang minimum dapat
diperoleh dengan melakukan seleksi suatu bit.

Metode Minimum Cost Drilling sudah Kelemahan metode ini menggunakan sistem iteratif
diaplikasikan di dunia pengeboran sekitar tahun dengan banyak parameter yang harus dicari satu
1960. Tetapi penggunaannya sangat jarang karena persatu. Untuk melihat parameter mana yang paling
kompleksitasnya yang relatif tinggi. Dimana berpengaruh terhadap ROP dan durabilitas bit itu
asumsi yang digunakan relatif lebih banyak sendiri.
dibandingkan CPF. Dimana CPF tidak
memperhitungkan pengaruh WOB, RPM, dan Untuk menentukan optimum WOB yang digunakan
hidrolika lumpur sebagai parameter yang dalam menentukan ROP optimum suatu bit dapat
berpengaruh terhadap laju penetrasi pengeboran. dilakukan dengan menggunakan korelasi pada
Selain itu pemrogramannya tidak sesederhana CPF gambar 4 yang menjelaskan pengaruh berat bit
akibat banyaknya parameter yang diperhitungkan dengan umurnya. Dimana semakin berat suatu bit
pada metode ini. makin mudah aus umur gigi atau bearingnya. Jadi
makin berat WOB yang diberikan ada batas dimana
Metoda Minimum Cost Drilling didasarkan atas drillstring akan mengalami buckling akibat tinggi
pemilihan WOB dan rotary speed yang optimum WOB.Contoh gambar ini menggunakan nilai b 1.5
sehingga menghasilkan harga pemboran yang dalam menentukan seberapa kuat bit dengan
paling minimum. Kenaikan laju pemboran karena penambahan WOB.
kenaikan WOB atau rotary speed kemudian
dikombinasikan dengan menurunnya umur bit
digunakan untuk memprediksi batas operasi suatu
bit.

Reddy Gautama (12205003) 5


Beberapa faktor yang mempengaruhi perhitungan

• ROP
optimasi WOB-RPM disini yaitu:

• Ketumpulan gigi bit


• Keausan bearing bit

6.3.1 Faktor Laju Pemboran (ROP)

ROP (Rate of Penetration) atau laju pemboran


merupakan parameter yang penting. Semakin cepat
laju pemboran maka waktu untuk mencapai
kedalaman target menjadi lebih cepat sehingga
mampu menghemat biaya sewa rig berikut awak-
awaknya Galle-Woods membuat korelasi
bagaimana parameter WOB dan RPM berpengaruh
terhadap ROP dengan persamaan berikut:

ROP =
C f W k N r
ap
dimana :
ROP = laju pemboran, ft/jam
Cf = konstanta drillability formasi
k = eksponen yang menghubungkan pengaruh
WOB pada ROP
N = putaran meja putar, rpm
r = eksponen yang mempengaruhi pengaruh
ROP
ap = efek keausan gigi mata bor terhadap ROP.

Dari persamaan diatas, ROP dipengaruhi langsung


oleh kemampuan bit dan keausan gigi bit.
Gambar 4. Bit Life vs Bit Weight Konstanta kemampuan batuan untuk dibor dapat
ditentukan dari persamaan sebagai berikut:
6.3. Metode Perhitungan Optimasi WOB-RPM
Galle Woods

Cf =
Salah satu faktor yang mempengaruhi laju F .i
pemboran dan biayanya adalah RPM – WOB. − −

Teori yang membahas optimasi WOB-RPM adalah mW k N r Z


Galle dan Woods. Metode ini tidak memasukkan
parameter hidrolika dalam perhitungannya seperti dimana:
pada Metode Minimum Cost, tujuan dari F = Selang hasil pemboran, ft
perhitungan menggunakan teori ini yaitu i = fungsi yang menghubungkan pengaruh
menentukan kombinasi dari WOB dan RPM agar RPM terhadap laju keausan gigi mata bor. Dapat
menghasilkan laju pemboran optimum dan biaya dilihat pada tabel 2

yang ekonomis. Asumsi yang dipakai dalam teori m =Fungsi yang menghubungkan pengaruh
ini adalah faktor selain WOB dan RPM yang WOB terhadap laju keausan gigi mata bor. Dapat
mempengaruhi laju pemboran dianggap minimum. dilihat pada tabel 1
Dengan optimasi WOB-RPM diharapkan Rate Of z =parameter yang menyatakan hubungan
Penetration naik dan laju keausan bit berkurang antara ketumpulan gigi mata bor dengan umur mata
sehingga footage yang didapat menghasilkan biaya bor
pemboran yang lebih ekonomis. Selain itu N = putaran meja putar, rpm
konstanta drillability batuan dapat menjadi
parameter perbandingan bit yang satu dengan bit
lainnya.

Reddy Gautama (12205003) 6


6.3.2. Faktor Laju Ketumpulan Gigi Mata Bor dimana:
W= Weight On Bit(x 1000 lbs)
H= diameter mata bor sebelumnya.(inch)
Laju ketumpulan gigi mata bor (D) dapat −

 1  Tr . i
ditentukan secara matematis dengan persamaan : Berdasarkan harga W , tentukan harga L dan

D = 

A  −
m dengan Tabel 1 atau dengan persamaan :
 f  a.m  −

 − 
m= 


1359,1 714,191 log W
dimana :
Af = konstanta abrassiveness formasi
714,191
a = faktor ketumpulan gigi mata bor
= 0,928125 D2 + 6D + 1

m = fungsi yang menghubungkan pengaruh
WOB terhadap laju keausan gigi mata bor

6.3.3 Faktor Laju Keausan Bantalan Mata Bor

Laju keausan bantalan mata bor (Bx) dapat


ditentukan dengan persamaan:

Bx = =
Tr . N Tr . N
S .L Bf .L
dimana:
S = parameter fluida pemboran
L = fungsi yang menghubungkan pengaruh
WOB terhadap laju keausan bantalan mata bor, dari
Tabel 1
Bf = faktor keausan bantalan mata bor, dimana
harganya dapat ditentukan dengan persamaan:

Bf =
Tr N
Bx L
dimana :
Tr = waktu rotasi, jam
Bx = kondisi bantalan (kerusakan bearing)

Dari persamaan yang terdapat di atas, kemudian


ditentukan variabel-variabel berikut sebagai
pertimbangan optimasi WOB dan RPM. Variabel
tersebut adalah:
a. Waktu rotasi
Tabel 1. w versus m dan L
b. Selang yang dibor (footage)
c. Biaya pemboran per kaki 2. Dari harga N yang ada, tentukan nilai dari
Tabel 2 atau dengan persamaan. Dimana
6.3.4. Langkah-Langkah Perhitungan Optimasi semakin tinggi RPM yang diberikan pada
Metode Galle-Woods sebuah sumur dapat juga menyebabkan torsi

i = N + 4,348 x 10 −5 N −3
yang dapat merusak bit itu sendiri
Langkah perhitungan metode Galle-Woods untuk
jenis rolling cutter bit adalah sebagai berikut: :

N = putaran meja putar, rpm
1. Cari Harga W dengan rumus

W = 7,875
W
H

Reddy Gautama (12205003) 7


Tr = waktu lama bit mengebor
i = didapat dari langkah perhitungan no.2

m = didapat dari langkah perhitungan no.1
U = didapat dari langkah perhitungan no.4

6. Berdasarkan jenis batuan yang dibor, tentukan


parameter k dan r dari Tabel 5. Biasanya
diketahui dari IADC bit yang dipakai. Berikut
cara menilainya untuk bit inserted dimana jika
Tabel
IADC awalnya 4 atau 5 maka formasi relatif
2. N versus i
lunak. Sedangkan jika nilai IADC awal 7
3. Berdasarkan pola keausan gigi yang terjadi, sampai 8 berarti formasinya adalah formasi
tentukan harga p dari Tabel 3, dimana jika keras. Untuk nilai IADC awal 6 berarti
pola keausan gigi tidak diketahui bisa diambil formasi yang dibor tingkat kekerasan
harga p = 0,5. Data keausan juga diperoleh formasinya sedang.Tetapi apabila
dari Dull Grading IADC yang dilakukan menggunakan miling bit. Rule of thumb tadi
setelah mengangkat bit. Dimana dari data dull untuk inserted carbide bit. Sedangkan untuk
grading yang pertama dan kedua. Kemudian tipe milling bit caranya baca nilai IADC
nilai tersebut dibagi 8. Maka itulah nilai p. pertama, nilai 1 untuk yang lembut, 2 untuk
yang sedang dan untuk IADC awal bernomor
Pola Keausan P 3 menandakan bahwa formasinya keras.

Ujung gigi aus secara 1.0


mendatar
Mempertajam sendiri 0.5
Tidak ada pengaruh 0.0
keausan gigi
Tabel 3. Keausan Gigi Mata Bor vs p

4. Berdasarkan kondisi keausan gigi mata bor


(D) tentukan parameter U dari Tabel 4 atau
untuk lebih pasti nilainya bisa gunakan tabel 6
Tabel 5. Penentuan Harga k dan r

7. Berdasarkan kondisi keausan gigi mata bor


yang terjadi (D), tentukan nilai z dari Tabel 6
8. Dari data selang kedalaman yang dibor
(footage = F), tentukan faktor drillabillity
dengan persamaan :

Cf =
Fi
− −

Tab m wk z
el 4. D versus U dan z dimana
F = footage (ft)
5. Berdasarkan waktu lama bit mengebor (Tr), i = didapat dari langkah perhitungan no.2
tentukan faktor abrassiveness formasi (Af) −
m = didapat dari langkah perhitungan no.1
dengan persamaan: −

Af =
Tr i w = didapat dari langkah perhitungan no.1
− k = didapat dari langkah perhitungan no.6
mU z = didapat dari langkah perhitungan no.7
dimana

Reddy Gautama (12205003) 8


VII. HOLE GEOMETRY SELECTION

Perencanaan dan pemilihan ukuran casing dan bit


mempunyai maksud supaya pemboran berjalan
dengan baik. Selain itu juga mempertimbangkan
kapasitas produksi sumur geothermal. Dikarenakan
umumnya produksi sumur geothermal langsung
melalui casing. Program geometri lubang bor
didasarkan pada ukuran bit dan casing yang
digunakan.

Perencanaan ukuran casing dan bit harus


mempertimbangkan problem yang akan dihadapi
untuk menentukan karakteristik ukuran casing dan
bit yang dibutuhkan. Karakteristik yang dibutuhkan
untuk menentukan ini adalah :

• Diameter luar dan dalam casing


• Diameter coupling
• Ukuran bit

Gambar di bawah dapat digunakan untuk


menyeleksi ukuran bit dan casing yang dibutuhkan
untuk berbagai macam program.

Tabel 6. U dan z vs D

6.4. Perhitungan Specific Energy

Specific Energy didefinisikan sebagai besarnya


energi yang dibutuhkan untuk memindahkan satu
unit volume batuan.

Persamaan specific energy dapat diperoleh dengan


menganggap energi mekanik (Em) yang
dikeluarkan oleh pahat dalam satu menit-nya

WN in − lb
adalah :

SE = 20 ,
dROP in 3

dimana
W = Weight on bit, lb
N = Kecepatan putar, rpm
d = Diameter pahat, in
ROP = rate of penetration(ft/hr)

Penentuan besar kecilnya harga SE tidak


didasarkan pada sifat batuan saja, tetapi sangat
tergantung dari jenis dan desain bit. Untuk formasi
Gambar 4. Chart Seleksi Ukuran Casing & Bit
yang diketahui kekuatannya, maka bit yang
digunakan pada formasi lunak akan menghasilkan Suatu pemboran membutuhkan beberapa rangkaian
nilai SE yang berbeda dari yang dihasilkan oleh bit casing dalam pelaksanaannya untuk mencapai
pada formasi keras. Bit yang mempunyai harga SE kedalaman total yang diinginkan. Beberapa tipe
terendah adalah pahat yang ekonomis. casing yang ada, yaitu sebagai berikut :

Reddy Gautama (12205003) 9


• Drive atau Structural pipe
• Conductor casing
• Surface casing
• Intermediate Casing
• Production Casing
• Liner
• Tubing

Dari data konfigurasi sumur LMB sudah mengikuti


aturan seleksi casing



Casing 1 : 30” Driven atau Stove Pipe


Casing 2 : 20” ukuran lubang 26”


Casing 3 : 13-3/8” ukuran lubang 20”
Casing 4 : 10-3/4” ukuran lubang 12-
Gambar 5. Kurva F vs CPF untuk bit Reed
• Casing 5
1/4”
: 8-5/8” ukuran lubang 9-7/8”

VIII. HASIL PERHITUNGAN

Pada sumur geothermal LMB ini pengeboran pada


selang kedalaman 1426-2045 meter menggunakan
2 bit dengan tipe IADC 517. Dimana IADC 517
adalah bit tungsten carbide inserted yang
digunakan untuk formasi lunak sampai sedang
dengan bearing tipe journal atau friction. Bit
pertama yang digunakan adalah bit tipe HP 51 HP
dari perusahaan ReedHycalog, sedangkan bit kedua
adalah GX 23 C dari perusahaan Hughes-
Christensen. Dari kedua bit yang digunakan pada Gambar 6. kurva F vs CPF untuk bit Hughes
sumur LMB ini dihitung keekonomisannya dengan
Dari hasil perhitungan CPF didapatkan bahwa bit
Metode CPF(Cost Per Foot). Kedua bit merupakan
Reed yang berharga USD 6,936 CPF optimumnya
bit baru. Sehingga tujuan perbandingan ualitas bit
adalah : USD 313.38/meter dan meteragenya : 276
ini tercapai.
meter. Sedangkan bit Hughes yang harganya
Sebelum dilakukan perhitungan CPF perlu dinilai sedikit lebih murah senilai USD 5635, CPF
kemampuan formasi yang ditembus oleh masing- optimumnya adalah : USD 350.88/meter dan
masing bit dengan data Directional Drilling dan bit meteragenya : 205 meter. Perhitungan terlampir
record dari sumur LMB. Yang dicari adalah nilai pada lampiran 2.
konstanta drillability formasi. Ternyata dari hasil
Dari perhitungan CPF untuk kedua bit tersebut
perhitungan nilai drillability hanya berbeda sedikit.
ternyata walaupun harga bit Reed lebih mahal,
Sehingga desain seleksi bit dapat dilakukan karena
untuk pengeboran diatas 68 meter penggunaan bit
kekuatan formasi yang ditembus masing-masing bit
Reed lebih murah dibandingkan bit Hughes.
relatif sama.Perhitungan metode CPF ini dilakukan
Walaupun bit Hughes lebih murah harganya
dengan asumsi nilai abrassiveness tidak
dibandingkan bit Reed. Performa bit Hughes lebih
mempengaruhi drillability formasi yang ditembus.
baik dibandingkan bit Reed untuk kedalaman
Hasil perhitungan drillability terlampir pada
pengeboran dibawah 68 meter. Terlihat dari
lampiran 2.
gambar 7. Dari kurva bit Reed memotong kurva
Berikut adalah hasil perhitungan CPF untuk tiap bit Hughes setelah meteragenya menyentuh 68
bit: meter.

Reddy Gautama (12205003) 10


Tabel 7.Skenario-skenario seleksi bit

Dari 5 skenario yang ada ini maka dipilih yang


paling ekonomis yaitu konfigurasi Reed – Hughes
– Reed dengan masing-masing kumulatif
meteragenya adalah 276 meter(Reed)-
205meter(Hughes)- 138meter(Reed). Urutan bit
tidak menjadi masalah. Bisa juga (Hughes Reed –
Reed)Dari kelima skenario tersebut dapat
disimpulkan bahwa walaupun bit Reed lebih
ekonomis dibandingkan bit Hughes dari nilai CPF-
nya. Ternyata bit Hughes lebih murah pada
Gambar 7. Komparasi nilai CPF masing-masing bit pemboran dengan kumulatif footage yang kecil.
Dari bit cost record(terlampir)diketahui biaya
Setelah didapatkan CPF yang optimum kemudian kumulatifnya adalah USD. 237,920.93. Dengan
dicari seleksi bit yang lebih ekonomis. Hasil desain konfigurasi ini juga waktu pengeboran dapat
seleksi ini bisa digunakan untuk sidetracking, juga dipercepat. Dari 204 jam menjadi 167.13 jam.
bisa sebagai bahan pertimbangan pengeboran Terdapat penghematan waktu sekitar 36 jam lebih
sumur yang lain di lapangan tersebut. Dengan atau satu setengah hari. Dengan berkurangnya
target pemboran kumulatif footage sebesar 619 aktivitas pengeboran selama satu setengah hari,
meter seperti kedalaman lubang sumur LMB waktu sewa rig dan awak-awaknya berkurang
dengan diameter 9.875 inch. Maka ada 5 buah sehingga penghematan maksimum yang bisa
skenario pemilihan bit dengan pilihan 2 jenis bit dilakukan adalah :
tersebut:
$237,920.93 - $204,790.32 = $33,130.61

IX. KESIMPULAN
No. Konfigurasi Panjang Total Bit
Bit meterage and Rig 1. Drillability formasi yang ditembus kedua bit
masing- Cost relatif sama. Sehingga pengaruh formasi
terhadap perbedaan footage tiap bit ditiadakan.
masing
2. Metode Cost Per Feet menunjukkan bahwa bit
bit(meter) Reed ekonomis jika pengeboran dengan bit
Reed diatas 68 meter.
1 Reed-Reed- 276-276-67 $208,536.18 3. Konfigurasi seleksi bit yang optimal pada
Reed sumur LMB adalah Reed-Hughes-Reed
dengan kedalaman masing masing 276 meter,
205 meter, dan 138 meter.
2 Hughes- 205-205-205 $215,794.20 4. Dengan metode evaluasi CPF dapat
Hughes- mengoptimalkan ROP pada pemboran
Hughes selanjutnya.
5. Dengan konfigurasi ini juga waktu pengeboran
dapat dipercepat. Dari 204 jam menjadi 167.13
jam .
3 Reed-Reed- 276-276-67 $207,472.43 6. Seleksi bit yang tepat guna pada sumur LMB
Hughes dapat menghemat sampai US $33,130.61

4 Reed- 276-205-138 $212,772.75


Hughes-
X. DAFTAR SIMBOL

τ
Hughes
= shear stress

σn
5 Reed-Hughes- 276-205-138 $204,790.32
c = cohesive resistance dari material
Reed
θ
= normal stress pada bidang rekahan
= sudut internal friction

Reddy Gautama (12205003) 11


K = konstanta drillability,
W = WOB, N adalah Rotary speed,
D = Normalized Tooth wear.
ROP = laju pemboran, ft/jam
Cf = konstanta drillability formasi
k =eksponen yang menghubungkan pengaruh
WOB pada ROP
N = putaran meja putar, rpm
R = eksponen yang mempengaruhi pengaruh
ROP
ap = efek keausan gigi mata bor terhadap ROP.
F = Selang hasil pemboran, ft
I =fungsi yang menghubungkan pengaruh
RPM terhadap laju keausan gigi mata bor,
dari Tabel 2

m = fungsi yang menghubungkan pengaruh
RPM terhadap laju keausan gigi mata bor
z = parameter yang menyatakan hubungan
antara ketumpulan gigi mata bor dengan
umur mata bor
Af = konstanta abrassiveness formasi
a = faktor ketumpulan gigi mata bor
= 0,928125 D2 + 6D + 1
S = parameter fluida pemboran
L = fungsi yang menghubungkan pengaruh
WOB terhadap laju keausan bantalan mata
bor, dari Tabel 1
Bf = faktor keausan bantalan mata bor
Tr = waktu rotasi, jam
Bx = kondisi bantalan (kerusakan bearing)

XI. DAFTAR PUSTAKA

1. “Daily Drilling Report TM-1”, Pertamina


Geothermal Energy, Jakarta, 2009.
2. Moore, Preston L. “Drilling Practices
Manual”, The Petroleum Publishing
Company, Tulsa, 1974.
3. Bourgoyne A.T. et.al., "Applied Drilling
Engineering", First Printing Society of
Petroleum Engineers, Richardson TX,
1986.
4. Rubiandini Rudi, “Perancangan Pemboran”,
Penerbit ITB, 2004.
5. Rubiandini Rudi, “Teknik Operasi
Pemboran”, Penerbit ITB, 2004.

Reddy Gautama (12205003) 12


LAMPIRAN 1

Gambar 8. Bagian-bagian Rolling Cutter Bit

Gambar 9. Penampang Friction Bearing

Reddy Gautama (12205003) 13


Tabel 8. Klasifikasi IADC Roliing Cutter Bit

Reddy Gautama (12205003) 14


Tabel 9. Klasifikasi Keausan Bit IADC bagian 1

Cutting structure Example of bit grading : 2, 4, BT, M, E, X, (CT,WO), DTF.

Dull Bearings seals Gauge Other dull char Reason pulled


Inner Outer Char Location
1 2 3 4 5 6 7 8

1- Inner cutting structure (All inner rows.)


2 - Outer cutting structure ( Gauge rows only.)
In columns 1 and 2 a linear scale of 0 ---> 8 is used to describe the condition of the cutting structure according to the
following guidelines for specific bit types.
Steel toothed bits Measure of lost tooth height due to abrasion and / or damage
0 - No loss of tooth height
8 - Total loss of tooth
Measures total cutting structure
reduction of lost, worn, & or broken
Insert bits inserts
0 - No lost worn and / or broken inserts
8 - 0% of inserts and / or cutting structure remaining.
Fixed cutter bits Measure of lost tooth height due to abrasion and / or damage
0 - No lost, worn and / or broken cutting structure
8 - 100% of cutting structure lost, worn and / or broken
3 - Dull characteristics
Note: use only cutting structure related codes
BC - Broken cone * LN - Lost nozzle
BF - Bond failure LT - Lost teeth and cutters
BT - Broken teeth and cutters OC - Off centre wear
BU - Balled up bit PB - Pinched bit
CC - Cracked cone * PN- Plugged nozzle or flow by areas
CD - Cone dragged * RG - Rounded gauge
CI - Cone interference RO - Ring out
CR - Cored SD - Shirttail damage
CT - Chipped Teeth & cutters SS - Shelf sharpening wear
ER - Erosion TR - Cone tracking
FC - Flat crested wear WO - Wash out
HC - Heat checking WT - Worn teeth or cutters
LD - Junk damage NO - No dull characteristics
LC - Lost cone * * Show cone # or #'s under location 4

Reddy Gautama (12205003) 15


Tabel 9. Klasifikasi Keausan Bit IADC bagian 2

4- Location
Roller cone Fixed cutter
N- Nose row G - Gauge row C - Cone S - Shoulder
M - Middle row A - All Rows N - Nose G - Guage
State cone # or #'s I.e. 1, 2, or 3. T - Taper A - All areas

5 - Bearings and seals


Non sealed bearings Sealed bearings
A linear scale estimating bearing life is used E - Seals effective F - Seals failed
0 = No life used ---> 8, 100% bearing life used N - Not able to grade X - Fixed cutter bit

6- Gauge
1/16 - 1/16" out of
I - in gauge gauge 1/8 - 1/8" ut of gauge 3/16-3/16" out of gauge
5/16 - 5/16" out of
1/4 - 1/14" out of gauge gauge 3/8 -3/8" out of gauge 7/16 - 7/16" out of gauge
9/16 - 9/16" out of
1/2 - 1/2" out of gauge gauge 5/8 - 5/8" out of gauge etc.
7- Other dull characteristics
Refer to column 3 codes
8- Reasons bit was pulled or run completed
BHA- Change bottom hole
assembly HR - Hours on bit
DMF - Downhole motor
failure LOG - Run logs
DTF - Downhole tool
failure PP - Pump pressure
DSF - Drill string failure PR - Penetration rate
DST - Drill stem test Rig - Rig repair
TD - Total depth / casing
DP - Drill Plug depth
CM - Condition mud TW - Twist off
CP - Core point TQ – Torque
FM - Formation change WC - Weather conditions
HP - Hole problems
LIH - Left in hole

Reddy Gautama (12205003) 16


Tabel 11. Data pengeboran sumur LMB pada lubang diameter 9.875 “

Date DEPTH MTRG


CUM.M WOB RPM ROP

m m M (lbs) (ft/hr)

9/24/08 1:43 PM 1426 19200 52

9/25/08 1:40 AM 1445.0 19 19 17000 56 5.194663167

9/25/08 1:38 PM 1500.0 55 74 10200 53 7.518591426

9/26/08 1:36 AM 1569.0 69 143 28800 56 6.288276465

9/26/08 1:34 PM 1612.0 43 186 21400 59 2.939085739

9/27/08 1:32 AM 1659.0 47 233 28600 56 2.569991251

9/27/08 1:29 PM 1702.0 43 276 25800 51 1.959390493

9/28/08 1:27 AM 1741.0 39 315 27000 59 1.523247094

9/28/08 1:25 PM 1762.0 21.0 336 25800 51 0.717683727

9/29/08 1:23 AM 1769.0 7.0 343 12600 52.00 0.21264703

9/29/08 1:21 PM 1794.0 25.0 25 11500 49 6.835083115

9/30/08 1:18 AM 1830.0 36.0 61 19500 56 4.921259843

9/30/08 1:16 PM 1874.0 44.0 105 14100 52 4.009915427

10/1/08 1:14 AM 1928.0 54.0 159 20700 56 3.690944882

10/1/08 1:12 PM 1974.0 46.0 205 23000 53 2.515310586

10/2/08 1:10 AM 2010.0 36.0 241 11400 50 1.640419948

10/2/08 1:07 PM 2038.0 28.0 269 19500 51 1.093613298

10/3/08 1:05 AM 2045.0 7.0 276 13600 55 0.239227909

Reddy Gautama (12205003) 17


AVG
Bit No. Mfr Type S/N Size Jets Depth Depth Meterage Hrs. ROP WOB RPM
Inch In Out Drilled min/M (Ton) Motor

1 RRB # 1 SMITH MSS10C STMY8110 26" 1x24, 2x28 0.0 33.5 33.5 34.40 61.61 2-4 40.0
2 RRB # 2 SMITH MGS10C STMY8045 36" 2X20,1X28 0.0 26.5 26.5 24.30 55.02 0.5 - 4 40.0
3 RRB # 3 SMITH MSS10C STMY8110 26" 3 X20,1 X25 17.2 26.1 9.0 4.00 26.73 2-4 40
4 NBR # 4 REED T 43 CW7150 26" 3x11;3x22;1x24 15.5 301.0 285.5 88.00 18.50 2-13 60-110
5 RRB#5 REED T 43 CW7150 26" 3X11;2x22;1x24 34.0 301.0 267.0 168.9 35.50 2-5 0.0
GS 10
6 BR# 6 SMITH BVC MY8293 17½" 3x18,1x25 164.0 600.0 436.0 86.0 13.70 6-8 100
GS 10
7 BR# 7 SMITH BVC MY8278 17½" 18,18,18,25 600.0 752.3 152.3 38.1 19.30 5-11 109
8 BR# 8 REED HP 51 HP JT0830 12¼" 3X22 752.3 1001.0 248.7 54.4 14.07 5-15 94
9 BR# 9 REED HP 51 HP JW5726 12¼" 3x32 1001.0 1426.0 425.0 61.4 8.67 20-30 53
10 BR# 10 REED HP 51 HP KB1002 9⅞" 3 X 32 1426.0 1769.0 343.0 65.9 11.52 10-18 53
11 BR# 11 HUGHES GX23C B22095 9⅞" 3 X 32 1769.0 2045.0 276.0 29.4 6.39 5-15 54

Tabel 12. Data Bit Record sumur LMB

Reddy Gautama (12205003) 18


No. Mfr Type REMARKS Bit Condition

1 SMITH MSS10C Drilled Formation


2 SMITH MGS10C ENLARGE HOLE 0-0-NO-A-E-I-NO-HP(435C)
DOC, TOP OF CEMENT @
3 SMITH MSS10C 17.20 M
Drill Out Cement &
4 REED T 43 Formation
5 REED T 43 WASH DOWN & REAMING
Drill Out Cement &
6 SMITH GS 10 BVC Formation 1/1/WT/A/E/I/NO/HP(435 BVC)
7 SMITH GS 10 BVC Drilled Formation 1/1/WT/A/E/I/NO/TD
8 REED HP 51 HP Drilled Formation 2/8/BT/G/E/5/1/WT/BHA(517)
9 REED HP 51 HP Drilled Formation 1/2/WT/G/3/1/CT/BHA(517)
10 REED HP 51 HP Drilled Formation 2/2/WT/A/3/1 ⅟16/NO/TD(517)
11 HUGHES GX23C Drilled Formation 2/2/WT/A/3/1 ⅟16/NO/TD(517)

Tabel 13. Keterangan pemakaian bit dan juga kondisi keausannya

Reddy Gautama (12205003) 19


LAMPIRAN 2

Analisa Cost Per Foot(CPF)

Hasil perhitungan untuk masing-masing bit dengan diameter 9.875 “

BIT COST RECORDS


No. Bit : 10
Bit Size 9.875 Bit Cost : $ 6.936
Model : REED Rig Cost/hrs : $1,104.20
Type : HP 51 HP TT Factor : 0.05
S/N : KB 1002 Depth in : 1426
IADC : 517 Nozzles : 3x32

OBT DEPTH MTRG CUMM.COST COST/M


CUM.M
hrs m m m US$ US$
0 1426
12 1445.0 19 19 20,241.61 1,065.35
24 1500.0 55 74 33,492.01 452.59
36 1569.0 69 143 46,742.41 326.87
48 1612.0 43 186 59,992.81 322.54
60 1659.0 47 233 73,243.21 314.35
72 1702.0 43 276 86,493.61 313.38
84 1741.0 39 315 99,744.01 316.65
96 1762.0 21 336 112,994.41 336.29
108 1769.0 7 343 126,244.81 368.06
Tabel 14. Analisa CPF pada bit Reed di sumur LMB

BIT COST RECORDS


No. Bit : 11
Bit Size 9.875 inch Bit Cost : $ 5,635
Model HUGHES Rig Cost/hrs : $1,104.02
Type GX 23 C TT Factor : 0.05
S/N B22095 Depth in : 1779
IADC : 517 Nozzles : 3x15
OBT DEPTH MTRG CUM.M CUMM.COST COST/M
Hrs m m m US$ US$
0 1769
12 1794.0 25 25 18,938.44 757.54
24 1830.0 36 61 32,186.68 527.65
36 1874.0 44 105 45,434.92 432.71
48 1928.0 54 159 58,683.16 369.08
60 1974.0 46 205 71,931.40 350.88
72 2010.0 36 241 85,179.64 353.44
84 2038.0 28 269 98,427.88 365.90
96 2045.0 7 276 111,676.12 404.62
Tabel 15. Analisa CPF pada bit Hughes di sumur LMB

Reddy Gautama (12205003) 20


Gambar 11. Kurva CPF bit Reed

Gambar 12. Kurva CPF bit Hughes

Reddy Gautama (12205003) 21


Gambar 13. Kurva Specific Energy bit Reed dan Hughes

Analisa perhitungan konstanta drillability formation pada masing-masing bit

Jenis bit Foota WOB Tr


ge(ft) H(inch) (1000xLBS) RPM (hours) ẁ L m i U D z k R Af Cf
Reed 6712 0.65 19.14 800.4482
1158 12.25 28 53 65.85 18 59 316 2 236 1 0.6
Hughes 9028 0.7 8.09 788.3598
872 9.875 20 54 29.41 15.9 61 316 2 236 1 0.6

Tabel 16. Perbandingan drillability formasi yang ditembus masing-masing bit

Reddy Gautama (12205003) 22

Anda mungkin juga menyukai