Anda di halaman 1dari 4

General Market Risk

BI Bekukan Bank Global


- detikFinance
Senin, 13 Des 2004 20:22 WIB

Jakarta - Bank Indonesia memutuskan membekukan kegiatan usaha PT Bank Global


Internasional Tbk. Pembekuan itu dilakukan karena capital adequation ratio (CAR) atau rasio
kecukupan modal minus 39 persen dan melanggar ketentuan giro wajib minimum. "Pemeriksaan
yang dilakukan BI menunjukan kondisi keuangan bank bersangkutan dari waktu ke waktu terus
memburuk karena bank telah melakukan penempatan dalam surat berharga fiktif dan pemberian
kredit fiktif," kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Gultom saat jumpa pers
mengenai hasil rapat Dewan Gubernur BI di gedung BI, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Senin
(13/12/2004).

Menurut Miranda, sebelum dilakukan pembekuan berbagai langkah penyehatan juga telah
diminta oleh BI kepada pengurus seperti penyetoran tambah modal dari pemegang saham
pengendali dengan batas waktu selambat-lambatnya 13 Desember 2004 yang ternyata tidak dapat
dipenuhi. Bank Global, kata Miranda, juga telah ditempatkan dalam pengawasan khusus sejak 27
Oktober 2004. Pembekuan usaha dilakukan karena direksi juga tidak menunjukan itikad baik
untuk memenuhi yang tercermin dari adanya upaya menghalangi jalannya pemeriksaan polisi,
serta ingkar janji terhadap berbagai pernyataan dan komitmen tertulis yang telah ditandatangani
di hadapan pejabat BI.

Ditambahkan Miranda, direksi dan pejabat ekskutif serta beberapa karyawan bank diduga telah
melakukan tindak pidana di bidang perbankan berupa merusak dan upaya menghilangkan
dokumen atau berkas warkat bank. Keputusan pembekuan usaha dilakukan setidaknya mencakup
empat maksud, yakni melindungi kepentingan nasabah bank, mengamankan aset dan dokumen
bank, memperkecil kemungkinan kerugian negara, menghindari kondisi bank yang semakin
memburuk.
Pembekuan kegiatan usaha tersebut dimulai pada tanggal 14 Desember 2004 dan berlaku selama-
lamanya satu bulan dengan maksud; untuk melengkapi kembali data dan dokumen yang telah
sempat dihilangkan oleh direksi dan pejabat eksekutif serta beberapa karyawan bank. Kedua
untuk memberikan kesempatan kepada unit pelaksana penjaminan pemerintah (UP3) untuk
melakukan langkah-langkah koordinasi dalam rangka pelaksanaan program penjaminan
pemerintah.

Sementara itu, Direktur Pengawasan Bank I, Anton Tarihorang menyebutkan bahwa jumlah
kredit fiktif sebenarnya tidak terlaku besar yakni sekitar Rp 30 miliar. Namun untuk obligasi
fiktif jumlahnya cukup besar karena dari total obligasi yang sebesar Rp 800 miliar berdasarkan
laporan keuangan Desember 2004 versi Bank Global ternyata telah diverifikasi tidak lebih dari
separuhnya yang telah disetor ke kustodian.

BI saat ini telah bekerja sama dengan pihak kepolisan untuk melakukan langkah-langkah
pengamanan yang dilakukan. BI juga telah meminta bantuan kepada pihak berwajib untuk
mencekal para direksi Bank Global bepergian ke luar negeri. BI mengimbau agar karyawan Bank
Global bersikap kooperatif dan membantu kelancaran jalannya pemeriksaan yang saat ini sedang
berlangsung. "Kita juga mengimbau nasabah tetap tenang karena program penjaminan
pemerintah masih berlaku. BI akan berkordinasi dengan UP3 untuk pelaksanaannya," ungkap
Miranda. Berdasarakan data awal setidaknya dana pihak ketiga yang terdapat bukti-buktinya
sekitar Rp 1 triliun. "Angka terakhir penjaminannya perlu dilakukan verifikasi. Jadi bukan
berarti beban pemerintah untuk penjaminan akan sebesar Rp 1 triliun," tandasnya. 
Analisis Risiko di atas :
Dari kasus berita diatas di analisis termasuk ke dalam Risiko Kredit adalah Risiko akibat
kegagalan debitur atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Risiko kredit pada
umumnya terdapat pada seluruh aktivitas Bank yang kinerjanya bergantung pada kinerja pihak
lawan, penerbit, atau kinerja peminjam dana. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai
aktivitas fungsional bank seperti perkreditan (pembiayaan), aktivitas treasuri (membeli obligasi
korporat), aktivitas terkait investasi, pembiayaan perdagangan (trade finance), baik yang tercatat
dalam banking book maupun dalam trading book.
Risiko Kredit juga dapat diakibatkan oleh terkonsentrasinya penyediaan dana pada
debitur, wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan, atau lapangan usaha tertentu. Risiko ini
lazim disebut Risiko Konsentrasi Kredit dan wajib diperhitungkan pula dalam penilaian Risiko
inheren. Risiko Kredit dipandang sebagai risiko terbesar dalam sistem perbankan Indonesia dan
dapat menjadi penyebab utama bagi kegagalan bank. Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko
Kredit, parameter/indikator yang digunakan adalah komposisi portofolio aset dan tingkat
konsentrasi, kualitas penyediaan dana dan kecukupan pencadangan,  strategi penyediaan dana
dan sumber timbulnya penyediaan dana, dan faktor eksternal. Dalam konteks risiko kredit, risiko
Inherent (risiko kredit inherent) didefinisikan sebagai risiko yang melekat pada portofolio asset
tanpa mempertimbangkan kecukupan manajemen risiko atau system pengendalian risiko kredit.
Tinggi rendahnya Risiko kredit inherent dalam suatu aktivitas sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain kompleksitas produk atau aktivitas yang dilakukan Bank, kerentanan
(vulnerability) terhadap perubahan kondisi eksternal dan jenis atau karakteristik counterparty
Bank.
General market risk merupakan risiko yang disebabkan oleh suatu kebijakan yang
dilakukan oleh lembaga terkait yang mana kebijakan tersebut mampu memberi pengaruh bagi
seluruh sektor bisnis. Dikatakan sehat sebuah bank tidak hanya berpatokan pada aset (modal)
semata, tetapi juga harus memperhitungkan faktor manajemen risiko yang meliputi delapan
faktor, yakni risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko
strategi, risiko kepatuhan dan risiko reputasi. Tidak sedikit para bankir yang tidak bisa mengelola
manajemen risiko dengan baik, sehingga terjadi pelanggaran prinsip kehati-hatian bank. Yang
terpenting dari kasus-kasus pembekuan bank adalah pembelajaran bagi pemilik maupun
pengurus bank untuk memberikan yang terbaik dalam pengelolaan keuangan dan manajemen
perbankan agar tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang sudah ada, serta diharuskan
menerapkan prudent banking. Lebih khusus lagi, bagi para nasabah agar tidak gegabah dan
senantiasa berhati-hati jika ingin menempatkan dananya pada lembaga perbankan maupun
lembaga keuangan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai