Anda di halaman 1dari 14

BAB II

DASAR TEORI

2.1. KAJIAN PUSTAKA

Penelitian yang dilakukan Hrucha R. Kharat, Madhuri D. Khetmalis,


Shruti H. Pimpalgaonkar dan Prof. Rameez Shamalik pada tahun 2016 yang
berjudul “Design And Analysis Of Compact U Slot Microstrip Patch Antenna For
Wireless Applications” meneliti tentang perbedaan antena mikrostrip yang
menggunakan U Slot dan tanpa U Slot dengan aplikasi HFSS. Antena mikrostrip
didesain dengan menggunakan frekuensi kerja dari 2,41 GHz hingga 2,47 GHz.
Parameter yang diukur pada penelitian ini, antara lain VSWR, return loss, gain,
directivity dan bandwidth. Pada antena mikrostrip tanpa U Slot frekuensi tengah
berada pada 2,43 GHz dan menghasilkan VSWR sebesar 1,38 dB, return loss
sebesar -16,21 dB, bandwidth sebesar 68 MHz dan directivity sebesar 5 dB.
Sedangkan, Pada antena mikrostrip dengan U Slot frekuensi tengah berada pada
2,44 GHz dan menghasilkan VSWR sebesar 1,25 dB, return loss sebesar -19,01
dB, bandwidth sebesar 51 MHz dan directivity sebesar 5,3 dB. Gain yang
dihasilkan oleh kedua antena mikrostrip ini lebih dari 5 dB. Dengan demikian,
kinerja antena mikrostrip dengan tambahan U Slot lebih baik dari pada antenna
mikrostrip tanpa U Slot. Tetapi pada antena mikrostrip dengan U Slot memiliki
bandwidth yang lebih sempit dari pada antena mikrostrip tanpa U Slot.
Penelitian yang dilakukan oleh S. Sudha dan N. Sasirekha pada tahun 2016
yang berjudul “Design of Smart Antenna Array of 2×2 MIMO for 4G-LTE”
mengenai perancangan antena mikrostrip array 2x2 MIMO untuk aplikasi 4G
LTE dengan menggunakan frekuensi kerja 2,1 GHz. Antena mikrostrip ini
berbentuk patch persegi panjang dengan menggunakan bahan FR-4 Epoxy.
Antena array 2x2 MIMO yang telah dirancang untuk tujuan peningkatan kinerja
komunikasi. Parameter antena yang dianalisis, antara lain gain, directivity, dan
return loss. Dari hasil perancangan, antenna ini memiliki gain sebesar 6,05281
dB dan directivity sebesar 6,33654 dB. Sedangkan, untuk return loss yang

5
dihasilkan dari perancangan sebesar -26 dB. Dengan demikian antena ini sudah
dapat bekerja dengan baik, karena dari hasil perancangan sudah memenuhi target
yang diharapkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Pragyan Jyoti Gogoi, Dhruba Jyoti Gogoi,
dan Nidhi S. Bhattacharyya yang berjudul “Modified Ground Plane Of Patch
Antenna For Broadband Applications In C-Band” mengenai pengaruh modifikasi
ground plane terhadap hasil kinerja antena tersebut. Pada penelitian ini,
modifikasi ground plane dilakukan dengan membuat 2 slot dan 3 slot secara
geometri. Antena ini dirancang dengan menggunakan bahan FR-4, konstanta
dielektrik sebesar 4,3 dan ketebalan 1,6 mm dengan menggunakan frekuensi C-
Band. Pada antena yang belum dimodifikasi ground plane menghasilkan return
loss sebesar -27,35 dB dan bandwidth sebesar 6,33% pada frekuensi 6 GHz. Pada
ground plane yang dimodifikasi dengan satu slot geometri menunjukkan hasil
return loss sebesar -23,42 dB dan penurunan bandwidth sebesar 3,72% pada
frekuensi 5,91 GHz. Pada ground plane yang dimodifikasi dengan dua slot
geometri menunjukkan tiga frekuensi resonansi dengan return loss sebesar -17 dB
dan peningkatan bandwidth sebesar 11,74% pada frekuensi 5,96 GHz. Pada
ground plane yang dimodifikasi dengan tiga slot geometri menunjukan dua
frekuensi resonansi dengan return loss -20 dB dan peningkatan bandwidth sebesar
13,05% pada frekuensi 5,44 GHz.

2.2. DASAR TEORI

Pada dasar teori membahas tentang teknologi LTE, frekuensi 1800 MHz,
Multiple input multiple output (MIMO), antena mikrostrip dan parameter-
parameter dalam antena.

2.2.1. Perkembangan Teknologi 4G LTE

Fourth Generation (4G) mulai muncul pada tahun 2009 yang merupakan
teknologi pengembangan dan lanjutan dari teknologi sebelumnya yaitu 3G.
Sebelum adanya jaringan 4G, sudah terdapat teknologi sebelumnya yang hampir
sama dengan 4G yang dikembangkan di Korea Selatan pada tahun 2006 yaitu
WiMAX. Long Term Evolution (LTE) merupakan salah satu dari teknologi 4G

6
yang diperkenalakan oleh 3GPP dengan menggunakan teknologi Orthogonal
Frekuensi Divison Multiplexing (OFDM). Pada teknologi LTE menggunakan
sistem all-IP pada arsitektur jaringannya. LTE tidak mendukung soft handover
dan juga LTE beroperasi dengan menggunakan Time Division Duplexing (TDD)
dan Frequency Division Duplexing (FDD). Kecepatan akses data pada LTE
mampu mencapai 100 Mbps untuk bagian downlink dan 50 Mbps untuk bagian
uplink.
Generasi keempat (4G) merupakan sistem telepon seluler yang
menawarkan pendekatan baru dan solusi infrastruktur yang mengintegrasikan
teknologi nirkabel yang telah ada sebelumnya termasuk wireless broadband
(WiBro), 802.16e, CDMA, WLAN dan yang lainnya. Teknologi 4G
menggunakan frekuensi 900 MHz, 1800 MHz, 2100 MHz dan 2300 MHz.
Teknologi 4G memberikan pelayanan pengiriman data yang cepat untuk
mengakomodasi berbagai aplikasi yang bersifat online, seperti video
conferencing, video streaming, video call, game online, browsing dan yang
lainnya [1].
Di Indonesia, teknologi LTE pertama kali mucul pada tanggal 14
November 2013 yang diluncurkan oleh PT. Internux dengan merk dagang Bolt
Super 4G LTE dengan menerapkan teknologi Time Division Duplexing (TDD)
pada frekuensi 2300 MHz. Sitra WiMAX adalah salah satu operator 4G pertama
di Indonesia yang meluncurkan layanan 4G wireless broadband pada bulan Juni
2010. Sitra WiMAX merupakan bagian dari Lippo Group dengan merk dagang
terbaru dari PT. Firstmedia Tbk. Kemudian bermunculan operator di Indonesia
yang menggunakan teknologi 4G LTE, antara lain Telkomsel 4G LTE dengan
menggunakan frekuensi 1800 MHz, XL HotRod 4G LTE, Indosat Super 4G-LTE,
Smartfren 4G LTE dan HCPT 3.
Pada arsitektur jaringan 4G LTE ini dirancang dengan tujuan latency yang
rendah, mendukung trafik packet switching dengan mobilitas yang tinggi dan
quality of service (QoS). Pada arsitektur 4G LTE dirancang sangat sederhana
sekali yang hanya terdiri dua node saja, yaitu dari eNodeB dan Mobility
Management Entity/Gateway (MME/GW) [2].

7
2.2.2. Regulasi Frekuensi 1800 MHz

Telekomunikasi merupakan setiap pemancaran, pengiriman atau


penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apapun
melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
Penyelenggaraan jaringan bergerak seluler merupakan penyelenggaraan jaringan
yang melayani telekomunikasi bergerak dengan teknologi seluler di permukaan
bumi. Pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2015 mengatur tentang penataan pita frekuensi radio 1800 MHz
untuk keperluan penyelenggaraan jaringan bergerak seluler.
Penataan pita frekuensi radio 1800 MHz memiliki tujuan untuk
meningkatkan pemanfaatan pita frekuensi radio 1800 MHz melalui realokasi
penggunaan frekuensi radio untuk mendapatkan alokasi frekuensi radio yang
berdampingan dalam satu pita frekuensi radio, sehingga dapat mendukung
pemenuhan sasaran pembangunan rencana pita lebar di Indonesia. Pita frekuensi
radio 1800 MHz sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini berada pada
rentang frekuensi radio 1710-1785 MHz berpasangan dengan 1805-1880 MHz
dengan menggunakan mode FDD. Frequency Division Duplexing (FDD)
merupakan jenis mode telekomunikasi melalui frekuensi radio dimana uplink dan
downlink saling berpasangan pada dimensi frekuensi radio, sehingga uplink dan
downlink menggunakan pita frekuensi radio yang berbeda [3].

2.2.3. Multiple Input Multiple Output (MIMO)

Multiple Input Multiple Output (MIMO) merupakan suatu sistem transmisi


dimana jumlah antena baik pengirim maupun penerima terdiri dari beberapa
elemen antena. MIMO sering digunakan dalam teknologi komunikasi wireless
karena mempunyai kemampuan signifikan dalam meningkatkan kecepatan akses
data tanpa adanya tambahan lebar pita maupun transmit power (daya pemancar).
MIMO juga memiliki fungsi diversity yaitu dengan menggunakan dua atau lebih
antena untuk meningkatkan kualitas dan keandalan link nirkabel [4].

8
Gambar 2.1 Multiple Input Multiple Output (MIMO) [4]

2.2.4. Antena Mikrostrip

Antena merupakan perangkat yang berfungsi untuk mengirim atau


menerima gelombang elektromagnetik. Salah satu jenis antena yang sering
digunakan dalam penelitian adalah antena mikrostrip. Bentuk dari patch antena
mikrostrip sangat beragam. Patch ini dapat berbentuk persegi, persegi panjang,
dipole, lingkaran, segitiga, elips dan lain sebagainya. Akan tetapi patch yang
berbentuk segi empat dan lingkaran merupakan bentuk patch yang paling populer
karena kemudahan dalam analisis, proses fabrikasi yang sederhana dan
karakteristik radiasi yang atraktif. Patch segiempat sejauh ini merupakan
konfigurasi mikrostrip yang paling banyak digunakan. Patch segiempat lebih
mudah dibuat karena bentuknya yang lebih sederhana. Hanya dengan menyisakan
metal yang berbentuk segi empat pada saat proses etching antena ini dapat dibuat.
Bentuk dari antena mikrostrip rectangular patch dapat dilihat pada gambar 2.2
[5].

Gambar 2.2 Struktur antena mikrostrip [5]

Untuk merancang sebuah antena mikrostrip patch segiempat, terlebih


dahulu harus diketahui parameter bahan yang digunakan yaitu ketebalan dielektrik
(h), konstanta dielektrik(εr), dan dielektrik loss tangent (tan δ). Dari nilai tersebut
diperoleh dimensi antena mikrostrip (W dan L). Pendekatan yang digunakan

9
untuk mencari panjang dan lebar antena mikrostrip dapat menggunakan
Persamaan 1 [5]:

𝑐
𝑊= (1)
𝜀
2 × 𝑓𝑜 √ 2𝑟

Dimana :
W = Lebar patch (mm)
εr = Konstanta dielektrik
c = Kecepatan cahaya di ruang bebas (3x108)
fo = Frekuensi kerja antena
Sedangkan untuk menentukan panjang patch (L) diperlukan parameter ΔL
yang merupakan pertambahan panjang dari L akibat adanya fringing effect.
Pertambahan panjang dari L (ΔL) tersebut dapat dicari menggunakan Persamaan 2
dan 3:
𝑊
(𝜀𝑒𝑓𝑓 + 0,3) ( + 0,264)
∆𝐿 = 0,412 × ℎ [ ℎ ] (2)
𝑊
(𝜀𝑒𝑓𝑓 − 0,258) ( + 0,8)

1
𝐿= − 2∆𝐿 (3)
2𝑓𝑜 √𝜀𝑒𝑓𝑓 √𝜇𝑜 𝜀𝑟
Dimana:
∆𝐿 = Pertambahan panjang patch
h = Tebal substrate (mm)
µ0 = Konstanta dielektrik ( 4𝜋 × 10−7 𝑓/𝑚)
εeff = Konstanta dielektrik efektif
L = Panjang patch (mm)
Dimana untuk mengitung panjang patch (L), pertama harus ditentukan nilai
konstanta dielektrik efektif (εeff) yang dirumuskan pada persamaan 4:
1
𝜀𝑟 + 1 𝜀𝑟 − 1 ℎ −2
𝜀𝑒𝑓𝑓 = + [1 + 12 × ] (4)
2 2 𝑊

Untuk catuan ke patch, digunakan metode inset microstrip feed. Metode


insert feed mampu memberikan gain dan bandwidth yang lebih besar dibanding

10
coaxial feed. Untuk menentukan panjang dan lebar dari inset feed dirumuskan
pada persamaan 5 dan 6:
𝜆
𝐿𝑓 = (5)
√𝜀𝑒𝑓𝑓
4
2ℎ 𝜀𝑟 − 1 0,61
𝑊𝑠𝑡 = [𝐵 − 1 − 𝑙𝑛(2𝐵 − 1) + (𝑙𝑛(𝐵 − 1) + 0,39 − )] (6)
𝜋 2 × 𝜀𝑟 𝜋
Dimana:
Lf = Panjang feed (mm)
Wst = Lebar feed (mm)
B = Besarnya impedansi pada saluran pencatu
Di mana variabel B dapat dihitung menggunakan persamaan 7 [5]:
60𝜋 2
𝐵= (7)
𝑍𝑜 √𝜀𝑟

2.2.5. Teknik Pencatuan

Teknik pencatuan merupakan teknik yang digunakan untuk


menghubungkan patch pada antena mikrostrip dengan saluran transmisi atau
stripline. Patch antena mikrostrip dapat dicatu dengan berbagai macam metode.
Metode-metode tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu
metode kontak langsung (contacting method) dan metode kontak tidak langsung
(non-contacting method). Dalam contacting method daya radio frekuensi dicatu
secara langsung ke patch peradiasi dengan menggunakan elemen penghubung
seperti saluran mikrostrip. Sedangkan dalam skema non-contacting method,
kopling medan elektromagnetik dilakukan untuk mentransfer daya antara saluran
transmisi dan patch peradiasi. Terdapat 3 jenis teknik pencatuan yang populer
digunakan yaitu microstrip line feed, coxial feed, dan proximity coupling [6].

2.2.5.1. Microstrip Line Feed

Pada tipe Microstrip line feed, bagian saluran pencatu dihubungkan


secara langsung dengan bagian tepi patch mikrostrip. Lebar saluran transmisi
lebih kecil dari pada elemen peradiasi antena mikrostrip.

11
Gambar 2.3 Mikrostip Line Feed [6]

Pencatuan inset feed merupakan turunan dari pencatuan microstrip line


feed. Bentuk pencatuannya hampir mirip dengan pencatuan microstrip line feed,
perbedaannya hanya dari hubungan antara patch antena dan catuannya terlihat
sedikit menjorok kearah patch antena mikrostrip tersebut. Tujuan dari
pemotongan patch membentuk pencatuan inset feed agar menyamakan impedansi
saluran pencatu dengan patch tanpa perlu penambahan elemen lain [6].

Radiating Slot

Patch
Groundplane

Radiating Slot

Substrate

Gambar 2.4 Inset feed [6]

2.2.5.2. Coaxial Feed

Coaxial feed merupakan teknik yang umum digunakan pada pencatuan


antena mikrostrip. Pada pencatuan ini, konduktor bagian dalam dari kabel coaxial
dihubungkan dengan elemen peradiasi dan konduktor bagian luar dari kabel
coaxial dihubungkan dengan bidang pentanahan (groundplane). Kelebihan dari
pencatuan coaxial feed yaitu pencatuan dapat diletakkan pada setiap lokasi
didalam patch yang diinginkan untuk mendapatkan matching impedace dari
antena mikrostrip. Akan tetapi metode ini memiliki kekurangan yaitu bandwidth
yang sempit dan kesulitan dalam pemodelan [6].

12
Gambar 2.5 Coaxial feed [6]

2.2.5.3. Proximity Coupling

Pada pencatuan proximity coupling, elemen peradiasi dan bagian


pencatu terpisah dengan bidang pentanahan (ground plane). Kopling antara
elemen peradiasi antena (patch) dan saluran pencatu (line feed) dibuat melalui
sebuah slot. Posisi slot biasanya berada ditengah pada bagian bawah patch,
sehingga mengurangi cross-polarization yang disebabkan oleh struktur yang
simetris. Untuk mengoptimalkan radiasi dari patch, biasanya digunakan bahan
dengan konstanta dielektrik yang berbeda untuk substrate bagian atas dan bawah.
Kekurangan dari metode proximity coupling yaitu terletak pada teknik pencatuan
yang sulit difabriksi dikarenakan lapisan ganda (multiple layer) [6].

Patch
Substrate 1

Slot/Aperture
Groundplane

Saluran pencatu Substrate 2

Gambar 2.6 Proximity Coupling [6]

2.2.6. Slot Antena

Mikrostrip slot antena memiliki konsep awal yaitu perancangan slot antena
dengan menggunakan saluran mikrostrip. Bentuk slot antena mempunyai banyak
model dalam perancangannya dan mempunyai kelebihan tersendiri. Slot pada

13
antena mikrostrip dapat mempengaruhi nilai dari return loss, gain, VSWR dan
bandwidth. Pada dasarnya sebuah antena mikrostrip terdiri dari elemen konduktor
dan peradiasi yang pencetakan dilakukan pada substrate. Sedangkan, eksitasinya
dilakukan oleh saluran mikrostrip, saluran transmisi koaksial, maupun kopling
elektromagnetik [7].

2.2.7. Antena Array

Antena array merupakan susunan dari beberapa antena yang identik atau
sama. Dalam antena mikrostrip patch, yang disusun secara array yaitu pada
bagian patch. Untuk membentuk pola yang memiliki keterarahan tertentu,
diperlukan medan dari setiap elemen array berinterferensi secara membangun
pada arah yang diinginkan dan berinterferensi secara merusak pada arah lain [8].

2.2.8. Gain

Gain antena yang absolut dalam arah tertentu dapat didefinisikan sebagai
rasio intensitas. Dengan intensitas radiasi akan diperoleh jika daya yang diterima
oleh antena akan terpancar secara isotropik.
Intensitas radiasi sesuai dengan daya yang terpancar secara isotropik
sama dengan daya yang diterima oleh antena terbagi dengan 4π. Biasanya, gain
mengacu pada nilai maksimum G. Secara matematis, gain dapat dinyatakan
sebagai berikut [8]:

Intensitas radiasi pada arah tertentu


G = 4π (8)
Intensitas radiasi yang diterima

2.2.9. Voltage Standing Wave Ratio (VSWR)

VSWR merupakan perbandingan antara amplitudo gelombang maksimum


(|V|max) dengan minimum (|V|min). Pada saluran transmisi terdapat dua tegangan
yang digunakan, yaitu tegangan yang dikirimkan (Vo+) dan tegangan yang
direfleksikan (Vo-). Perbandingan antara tegangan yang direfleksikan dengan
tegangan yang dikimkan dapat disebut dengan koefisien refleksi tegangan (Γ).
Persamaan koefisien refleksi tegangan adalah sebagai berikut:

14
𝑉𝑜− 𝑍𝐿 − 𝑍𝑜
Γ= = (9)
𝑉𝑜+ 𝑍𝐿 + 𝑍𝑜
Dimana:
ZL = Impedansi beban
Zo = Impedansi saluran
Sedangkan, untuk persamaan VSWR adalah sebagai berikut:
|𝑉|𝑚𝑎𝑥 1 + |Γ|
𝑆= = (10)
|𝑉|𝑚𝑖𝑛 1 − |Γ|
Kondisi VSWR yang bagus yaitu ketika nilainya 1 (S=1) yang berarti
tidak ada refleksi ketika saluran dalam keadaan matching yang sempurna. Namun
pada saat pengaplikasiaanya, nilai tersebut sulit untuk didapatkan. Oleh karena itu,
nilai yang digunakan sebagai standar VSWR pada saat pembuatan antena yaitu ≤
2 [8].

2.2.10. Return Loss

Return Loss merupakan perbandingan antara amplitudo dari gelombang


yang dipantulkan terhadap amplitudo gelombang yang kirimkan. Return loss
dapat disebabkan karena adanya ketidaksamaan antara impedansi saluran dengan
impedansi masukan. Persamaan return loss dapat didefinisikan sebagai berikut:
𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 20 𝑙𝑜𝑔10 |Γ| (11)
Parameter Return Loss menjadi salah satu acuan untuk mengetahui apakah
antena dapat bekerja pada frekuensi yang diharapkan atau tidak [8].

2.2.11. Impedance Matching

Impedance matching merupakan teknik yang digunakan untuk


menghubungkan dua impedansi yang tidak sama, yaitu impedansi
karakteristik saluran (Zo) dengan impedansi beban (ZL). Tranformator ¼ λ
merupakan teknik impedance matching dengan cara memberikan saluran
transmisi dengan impedansi diantara dua saluran transmisi yang tidak
sama. Panjang saluran transfomator ¼ λ yaitu:
1
𝑙= 𝜆 (12)
4 𝑔

15
Dimana λg merupakan panjang gelombang pada bahan dielektrik
yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:
𝜆
𝜆𝑔 = (13)
√𝜀𝑒𝑓𝑓
Dengan λ merupakan panjang gelombang yang berada diudara
bebas yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini [8]:
𝑐
𝜆= (14)
𝑓𝑜
2.2.12. Pola Radiasi

Pola radiasi merupakan gambaran dari pancaran energi antena sebagai


fungsi koordinasi ruang. Pola radiasi terbentuk dari pancaran medan jauh pada
antena. Pancaran energi ini merupakan intensitas medan listrik. Pola radiasi dibagi
menjadi 2 jenis, yaitu [9]:

2.2.12.1. Pola Radiasi Directional

Pola radiasi bidirectional merupakan pola radiasi yang memiliki arah


pancaran sinyal terarah. Kelebihannya yaitu jarak pancaran antena yang lebih
jauh. Contoh penerapan pola radiasi ini yaitu pada antena yagi dan parabola [9].

Gambar 2.7 Pola Radiasi Directional [9]

2.2.12.2. Pola Radiasi Omnidirectional

Pola radiasi omnidirectional merupakan pola radiasi yang sama ke


segala arah. Pola radiasi omnidirectional dihasilkan oleh antena isotropis. Antena
isotropis merupakan antena yang hanya ada secara teori, yaitu sumber titik yang
memancarkan radiasi serba sama ke segala arah. Kekurangan dari bentuk pola

16
radiasi omnidirectional mempunyai jarak pancaran yang pendek sehingga daerah
cakupannya kecil (coverage area) [9].

Gambar 2.8 Pola Radiasi Omnidirectional [9]

2.2.13. T-Junction

T-Junction merupakan teknik pencatuan yang digunakan pada


perancangan antena array. Teknik ini merupakan salah satu teknik yang dapat
mendukung impedance matching pada sebuah saluran transmisi pada sebuah
antena mikrosrtip. Panjang T-Junction pada yang digunakan sebuah antena array
adalah ¼ λ [10].

Gambar 2.9 T-Junction Antena Array [10]

2.2.14. Bandwidth

Bandwidth merupakan rentang kerja frekuensi yang digunakan pada suatu


antena supaya dapat bekerja secara efektif. Pada umumnya antena dirancang
supaya dapat bekerja sesuai dengan rentang frekuensi yang diinginkan.

17
Gambar 2.10 Rentang Kerja Frekuensi [11]

Besarnya bandwidth dapat dihitung melalui persamaan berikut:


𝐵𝑊 = 𝐹𝐻 − 𝐹𝐿 (15)
atau
𝐹𝐻 − 𝐹𝐿
𝐵𝑊 = × 100% (16)
𝐹𝑐
Dimana:
FH = Frekuensi tinggi (Hz)
FL = Frekuensi rendah (Hz)
FC = Frekuensi Tengah atau frekuensi cut-off (Hz) [11].

2.2.15. Koefisien Korelasi

Koefisieen korelasi pada antena mikrostrip MIMO berkaitan dengan


hubungan anata nilai-nilai yang terdapat pada parameter S. Untuk mendapatkan
nilai koefisien korelasi dapat dihitung melalui persamaan berikut :
|𝑆11 × 𝑆12 + 𝑆21 × 𝑆22|2
𝜌= (17)
(1 − (|𝑆11|2 + |𝑆21|2 ))(1 − (|𝑆22|2 + |𝑆12|2 ))
Nilai S11, S12, S21, dan S22 diperoleh pada saat melakukan simulasi dan
pengukuran untuk antena MIMO. Nilai koefisien korelasi yang ideal yaitu 0 [12].

18

Anda mungkin juga menyukai