LP Peritonitis
LP Peritonitis
2. Klasifikasi Peritonitis
a. Peritonitis primer
Terjadi biasanya pada anak-anak dengan syndrom nefritis
atau sirosi hati lebih banyak terdapat pada anak-anak perempuan
daripada laki-laki. Pertonitis terjadi tanpa adanya sumber infeksi di
rongga peritonium melalui aliran darah atau pada pasien
perempuan melalui saluran alat genital.
b. Pertonitis sekunder
Peritonitis terjadi bila kuman masuk ke rongga peritonium
dalam jumlah yang cukup banyak. Biasanya dari lumen saluran
cerna. Peritonium biasanya dapat masuknya bakteri melalui saluran
getah bening diafragma tetapi bila banyak kuman masuk secara
terus-menerus akan terjadi peritonitis, apabila ada rangsangan
kimiawi karena masuknya asam lambung, makanan, tinja, hb dan
jaringan nekrotik atau bila imunitas menurun. Biasanya terdapat
campuran jenis kuman yang menyebabkan peritonitis seperti
kuman anaerob dan aerob, peritonitis juga sering terjadi bila ada
sumber intra peritoneal seperti appendixitis, divertikulitis,
salpingitis, kolesistitis, pankreatitis dan sebagainya.
c. Peritonitis terjadi karena pemasangan benda asing ke dalam rongga
peritoneon yang menimbulkan peritonitis adalah :
1) Kateter ventrikulo : peritoneal yang dipasang pada pengobatan
hidrosefalus.
2) Kateter peritoneal : jugular untuk mengurangi asites
3) Continous ambulatory peritoneal dialysis.
3. Etiologi
a. Infeksi bakteri
1) Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal.
2) Appendistis yang meradang dan perforasi.
3) Tukak peptik.
4) Tukak thypoid.
5) Tukak disentri amuba / colitis.
6) Tukak pada tumor.
7) Salpingitis.
8) Divertikulitis.
b. Secara langsung dari luar
1) Operasi tidak steril
2) Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida,
terjadi peritonitis yang disertai pembentukan jaringan
granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut
juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis
lokal.
3) Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut
seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media,
mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah
streptokokus atau pneumokokus.
4) Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis
infeksi (umum) dan abses abdomen. Penyebab peritonitis
adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit
hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intra
abdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi
kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga menjadi
translokasi bakteri mneuju dinding perut atau pembuluh limfe
mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika
terjadi bakterimia dan penyebab penyakit hati kronik. Semakin
rendah kadar protein cairan asites semakin tinggi resiiko
terjadinya peritonitis dan abses, ini terjadi karena ikatan
opsonisasi yang rendah antar molekul. Komponen asites
pathogen yang sering menyebabkan infeksi adalah bakteri
gram negative E.coli 40%, klebsiella pneumonia 7%, spesies
pseudomonas, proteus dan gram lainnya 20% dan abkteri
positif yaitu strepkokus 3%. Selain itu juga terdapat anaerob
dan infeksi campur bakteri.
6. Pathway
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari peritonitis adalah :
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, sesak napas akibat
desakan distensi abdomen ke paru, pembentukan luka dan
pembentukan abses. (Haryono, 2012).
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan
infeksi intra abdomen menunjukan adanya leukosittosis
2) Cairan peritoneal
3) Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran
kemih
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos abdomen memperlihatkan distensi disertai edema
dan pembentukan gas dalam usus
2) USG
3) Foto rontgen abdomen memperlihatkan distensi disertai edema
dan pembentukan gas dalam usus halus dan usus besar atau
pada kasus perforasi organ visceral. Foto tersebut menunjukan
udara bebas dibawah diafragma
4) Foto rontgen toraks dapat memperlihatkan diafragma.
9. Penatalaksanaan
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit
yang hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika
yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik
dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab
radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-
tindakan menghilangkan nyeri.
a. Konservatif
Indikasi terapi konservatif, antara lain:
- Infeksi terlokalisisr, mis: massa appendiks
- Penyebab peritonitis tidak memerlukan pembedahan
(pankreatitis akut)
- Penderita tidak cukup baik untuk dilakukan general anestesi;
pada orang tua dan komorbid
- Fasilitas tidak memungkinkan dilakukannya terapi
pembedahan.
b. Definitif / Pembedahan
1) Tindakan Preoperatif
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus
mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah antara lain :
- Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.
- Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
- Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
- Pemberian terapi cairan melalui I.V
- Pemberian antibiotic
2) Tindakan Operatif
Terapi bedah pada peritonitis antara lain:
- Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi.
Tipe dan luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar
penyakit dan keparahan infeksinya.
- Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement,
suctioning, kain kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian
dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang
nekrosis
- Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin
- Irigasi kontinyu pasca operasi
c. Laparotomi
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan
dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris
tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah
dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas
tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan
kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran
gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus
menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi
viskus yang perforasi. Pemberian antibiotik diteruskan samapai dengan 5
hari post operasi terutama pada peritonitis generalisata.
Re-laparotomi sangat penting terutama pada penderita dengan SP
yang parah yang dengan dilakukan laparotomi pertama terus mengalami
perburukan atau jatuh ke dalam keadaan sepsis.
d. Laparoskopi
Laparoskopi terbukti efektif dalam manajemen appendisitis akut dan
perforasi ulkus duodenal. Dan dapat juga dilakukan pada kasus perforasi
kolon, tetapi lebih sering dilakukan laparotomi. Kontraindikasi pada
penderita dengan syok dan ileus
e. Lavase peritoneum dan Drainase
Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu
dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Pemberian antiseptik
maupun antibiotik (tetrasiklin, povidone iodine) tidak dianjurkan karena
akan menyebabkan terjadinya adesi. Antibioyik diberikan secara parenteral
akan mencapai level bakterisidal dalam cairan peritoneum. Setelah lavase
selsai dilakukan dilakukan aspirasi seluruh cairan dalam rongga abdomen
karena akan menghambat mekanisme defens lokal. Bila peritonitisnya
terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena
tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena
pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum
peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen.
Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-
menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi
yang tidak dapat direseksi.
f. Terapi post-operatif
Tercapainya stabilitas hemodinamik dan perfusi organ yang baik
dalam hal ini perlu diperhatikan pemberian cairan dan suplai darah.
Pemberian antibiotik dilanjutkan 10 – 14 hari post operasi, tergantung
pada tingkat keparahan peritonitis. (LNG) Oral-feeding, diberikan bila
sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan tidak ada
distensi abdomen.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia,
neoplasma) d.d pasien mengeluh nyeri, pasien tampak meringis,
gelisah, sulit tidur, nadi meningkat.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan makan, kurang asupan
makanan d.d penurunan berta badan dengan asupan makanan
adekuat.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
volume cairan aktif d.d haus, kelemahan, kulit kering, membran
mukosa kering, penurunan haluaran urine.
e. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan kedalaman pernafasan
sekunder distensi abdomen dan menghindari nyeri.
3. Rencana Keperawatan
No Tujuan Intrvensi Rasional
dx
1 Setelah dilakukan 1. Kaji keluhan nyeri, 1. Mengindikasikan kebutuhan untuk
asuhan keperawatan perhatikan lokasi, intervensi dan juga tanda-tanda
…x 24 jam intensitas, frekuensi, perkembangan/resolasi
diharapkan nyeri dan waktu. Menandai komplikasi. Catatan : sakit yang
pasien dapat gejala nonverbal kronis tidak menimbulkan
berkurang/hilang misalnya gelisah, perubahan autonomik.
dengan kriteria hasil takikardia, dan
sbb: meringis.
1. Pasien mampu 2. Monitor vital sign 2. Kondisi umum seperti vital sign
mengontrol nyeri. (suhu, nadi, respirasi akan menunjukkan karakteristik
2. Melaporkan nyeri dan tekanan darah) nyeri yang dialami pasien.
berkurang 3. Dorong pengungkapan 3. Dapat mengurangi ansietas dan
dengan perasaan. rasa takut, sehingga mengurangi
menggunakan persepsi akan intansitas rasa sakit.
manajemen nyeri. 4. Berikan aktivitas 4. Memfokuskan kembali perhatian:
3. Mampu hiburan, mis : mungkin dapat meningkatkan
mengenali nyeri membaca, berkunjung, kemampuan untuk
(skala, intensitas, dll. menanggulangi.
frekuensi dan 5. Lakukan tindakan 5. Meningkatkan
tanda-tanda paliatif, mis : relaksasi/menurunkan tegangan
nyeri). pengubahan posisi, otot.
4. Menyatakan rasa massase, rentang gerak
nyaman setelah pada sendi yang sakit.
nyeri berkurang. 6. Instruksikan 6. Meningkatkan relaksasi dan
pasien/dorong untuk perasaan sehat. Dapat menurunkan
menggunakan kebutuhan narkoti analgesik
visualisasi/ bimbingan dimana telah terjadi proses
imajinasi, relaksasi degenerative neuro/motor.
progresif, teknik napas Mungkin tidak berhasil jika
dalam. muncul dimensia, meskipun
minor.
7. Kolaborasi : berikan 7. Kolaborasi : memberikan
analgesik/antipiretik, penurunan nyeri/tidak nyaman:
analgesik narkotik. mengurangi demam. Obat yang
Gunakan ADP dikontrol pasien atau berdasarkan
(analgesik yang waktu 24 jam mempertahankan
dikontrol pasien) kadar analgesia darah tetap stabil,
untuk memberikan mencegah kekurangan ataupun
analgesia 24 jam kelebihan obat-obatan.
dengan dosis pre ro
netra.
2 Setelah dilakukan 1. Pantau suhu dengan 1. Mendeteksi kemungkinan infeksi
asuhan keperawatan teliti dan tanda-tanda
…x 24 jam infeksi lainnya 2. Meminimalkan pajanan pada
diharapkan tidak ada 2. Cuci tangan sebelum organisme infektif
tanda-tanda infeksi dan sesudah seluruh
dengan kriteria hasil kontak perawatan
sbb: diakukan. Instrusikan
1. Klien bebas dari pasien/orang terdekat
tanda dan gejala untuk mencuci tangan
infeksi sesuai indikasi.
2. Menunjukkan 3. Gunakan teknik aseptik 3. Untuk mencegah kontaminasi
kemampuan yang cermat untuk silang/menurunkan resiko infeksi
untuk mencegah semua prosedur
terjadinya infeksi invasive
3. Julmah leukosit 4.Tempatkan pasien 4. meminimalkan terpaparnya pasien
dalam batas dalam ruangan khusus dari sumber infeksi
normal Kolaborasi:
4. Menunjukkan 5. Kolaborasi dalam 5. mencegah terjadinya infeksi
perilaku hidup pemberian antibiotic
sehat
3 Setelah diberikan 1. Kaji ABCD 1. Mengetahui nutrisi pasien
asuhan keperawatan 2. Timbang berat badan 2. Mengkaji pemasukan makanan
selama …x 24 jam setiap hari atau sesuai yang adekuat (termasuk absorbsi
diharapkan kebutuhan indikasi dan utilisasinya) dan mengethaui
nutrisi pasien berat badan pasien.
terpenuhi dengan 3. Berikan makanan cair 3. Pemberian makanan melalui oral
criteria hasil sbb: yang mengandung zat lebih baik jika pasien sadar dan
1. Adanya nutrien dan elektrolit fungsi GI tract baik
peningkatan berat dengan segera jika
badan sesuai pasien sudah dapat
tujuan. mentolirnya melalui
2. Berat badan ideal pemberian cairan
sesuai dengan melalui oral
tinggi badan. 4. Berikan makanan 4. Porsi lebih sedikit dapat
3. Mampu sedikit tapi sering meningkatkan masukan makanan
mengidentifikasi 5. Ajarkan pasien 5. Untuk memudahkan pasien dalam
kebutuhan nutrisi. bagaimana membuat mencukupi kebutuhan nutrisinya
4. Tidak ada tanda- catatan makanan
tanda malnutrisi. harian
5. Menunjukkan 6. Berikan informasi 6. Informasi tentang nutrisi snagat
peningkatan fungsi tentang kebutuhan penting untuk mencegah terjadinya
pengecapan dari nutrisi malnutrisi
menelan. 7. Lakukan konsultasi 7. Sangat bermanfaat dalam
6. Tidak terjadinya dengan ahli gizi perhitungan dan penyesuaian diet
penurunan berat untuk memenuhi kebutuhan
badan yang berarti. pasien.
4 Setelah dilakukan 1. Pantau tanda vital, 1. Membantu dalam evaluasi
asuhan keperawatan catat adanya hipotensi derajat defisit cairan/keefektifan
…x 24 jam (termasuk perubahan penggantian terapi cairan dan
diharapkan kebutuhan postural), takikardia, respons terhadap pengobatan.
cairan pasien takipnea, demam. Ukur
terpenuhi dengan CVP bila ada.
kriteria hasil : 2. Pertahankan intake dan 2. Menunjukkan status hidrasi
1. Haluaran urine output yang adekuat keseluruhan.
adekuat dengan lalu hubungkan dengan
berat jenis normal, berat badan harian. 3. Untuk mencukupi kebutuhan
2. Tanda vital stabil 3. Rehidrasi/ resusitasi cairan dalam tubuh
3. Membran mukosa cairan (homeostatis).
lembab 4. Ukur berat jenis urine 4. Menunjukkan status hidrasi dan
4. Turgor kulit baik perubahan pada fungsi ginjal.
5. Pengisian kapiler 5. Observasi 5. Hipovolemia, perpindahan
meningkat kulit/membran mukosa cairan, dan kekurangan nutrisi
6. Berat badan dalam untuk kekeringan, mempeburuk turgor kulit,
rentang normal. turgor, catat edema menambah edema jarinagan.
perifer/sacral.
6. Hilangkan tanda 6. Menurunkan rangsangan pada
bahaya/bau dari gaster dan respons muntah.
lingkungan. Batasi
pemasukan es batu.
7. Rubah posisi dengan 7. Jaringan edema dan adanya
4. Implementasi
Sesuai dengan intervensi
5. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu yang
ditetapkan dan situasi kondisi klien, maka diharapkan klien:
a. Nyeri akut/kronik klien dapat berkurang/hilang dengan kriteria hasil
sbb:
1) Pasien mampu mengontrol nyeri.
2) Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda-
tanda nyeri).
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
b. Resiko tinggi infeksi dengan kriteria hasil :
1) Klien mampu mengetahui bahwa bebas dari tanda dan gejala
infeksi
2) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah terjadinya infeksi
3) Julmah leukosit dalam batas normal
4) Menunjukkan perilaku hidup sehat
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan
kriteria hasil :
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan.
2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
4) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
5) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan.
6) Tidak terjadinya penurunan berat badan yang berarti.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif d.d haus, kelemahan, kulit kering, membran mukosa
kering, penurunan haluaran urine di harapkan pasien :
1) Haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal,
2) Tanda vital stabil
3) Membran mukosa lembab
4) Turgor kulit baik
5) Pengisian kapiler meningkat
6) Berat badan dalam rentang normal.
c. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan
sekunder distensi abdomen dan menghindari nyeri diharapkan pasien :
1) Pernapasan tetap dalam batas normal
2) Pernapasan tidak sulit
3) Istirahat dan tidur dengan tenang
4) Tidak menggunakan otot bantu napas
DAFTAR PUSTAKA