Anda di halaman 1dari 19

Berdasarkan Wikipedia Bahasa Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika 

adalah moto
atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuna dan
seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Jika
diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam" atau
berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti "macam" dan menjadi
pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu".
Kataika berarti "itu". Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan
"Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada
hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini
digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa
daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam  Garuda Pancasila   sebagai Lambang


Negara Republik Indonesia. Lambang negara Indonesia adalah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika  Lambang
negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah
kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang
digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal
Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang
dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II
dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno dan
diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang
Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950. Penggunaan
lambang negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun 2009
tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN
2009 Nomor 109, TLN 5035). Sebelumnya lambang negara diatur dalam
Konstitusi RIS, UUD Sementara 1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43/1958 

Pasal 36 A, yaitu Lambang Negara Ialah Garuda Pancasila dengan semboyan


Bhinneka Tunggal Ika dan Pasal 36 B: Lagu Kebangsaaan ialah Indonesia Raya.
Menurut risalah sidang MPR tahun 2000, bahwa masuknya ketentuan mengenai
lambang negara dan lagu kebangsaan kedalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 yang melengkapi pengaturan mengenai bendera
negara dan bahasa negara yang telah ada sebelumnya merupakan ikhtiar untuk
memperkukuh kedudukan dan makna atribut kenegaraan ditengah kehidupan
global dan hubungan internasional yang terus berubah.Dengan kata lain,
kendatipun atribut itu tampaknya simbolis, hal tersebut tetap penting, karena
menunjukkan identitas dan kedaulatan suatu negara dalam pergaulan
internasional. Atribut kenegaraan itu menjadi simbol pemersatu seluruh bangsa
Indonesia ditengah perubahan dunia yang tidak jarang berpotensi mengancam
keutuhan dan kebersamaan sebuah negara dan bangsa tak terkecuali bangsa
dan negara Indonesia.

Kalimat Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam buku Sutasoma, karangan Mpu
Tantular pada masa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Dalam buku
Sutasoma (Purudasanta), pengertian Bhinneka Tunggal Ika lebih ditekankan
pada perbedaan bidang kepercayaan juga keanekaragam agama dan
kepercayaan di kalangan masyarakat Majapahit

Secara harfiah pengertian Bhinneka Tunggal Ika adalah Berbeda-beda tetapi


Satu Itu.  Adapun makna Bhinneka Tunggal Ika  adalah  meskipun berbeda-
beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan.
Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan
Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka
ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan

Kata Bhineka Tunggal Ika dapat pula dimakna bahwa  meskipun bangsa dan
negara Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki
kebudayaan dan adat-istiadat yang bermacam-macam serta beraneka ragam
kepulauan wilayah negara Indonesia namun keseluruhannya itu merupakan
suatu persatuan yaitu bangsa dan negara Indonesia. Keanekaragaman tersebut
bukanlah merupakan perbedaan yang bertentangan namun justru
keanekaragaman itu bersatu dalam satu sintesa yang pada gilirannya justru
memperkaya sifat dan makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.

Bagi bangsa Indonesia semboyan Bhineka Tunggal Ika merupakan dasar untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia. Perwujudan semboyan Bhineka
Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari dilakukan dengan cara hidup saling
menghargai antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya tanpa
memandang suku bangsa,agama,bahasa,adat istiadat, warna kulit dan lain-lain.
Seperti di ketahui Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari
beribu-ribu pulau dimana setiap daerah memiliki adat
istiadat,bahasa,aturan,kebiasaan dan lain-lain yang berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya tanpa adanya kesadaran sikap untuk menjaga Bhineka
tunggal Ika pastinya akan terjadi berbagai kekacauan di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika kita harus
membuang jauh-jauh sikap mementingkana dirinya sendiri atau daerahnya
sendiri tanpa perduli kepentngan bersama. Bila hal tersebut terjadi pastinya
negara kita ini akan terpecah belah.Oleh sebab itu marilah kita jaga bhineka
tunggal ika dengan sebaik-baiknya agar persatuan bangsa dan negara Indonesia
tetap terjaga.
Pendahuluan

Membaca tema dan subtema dari konferensi ini, menjadi pertanyaan untuk saya secara pribadi.
Apa yang hendak didiskusikan dalam pembicaraan kita kali ini? Bila membaca tema yang
disampaikan: ―Etika Daerah, Dulu dan Masa Kini, serta Pembentukan Jati Diri Bangsa‖ dengan
subtema makalah: ―Etika dalam Budaya, Bahasa, Sastra, dan Seni Daerah sebagai Pembentuk
Jati Diri Bangsa‖, terdapat sebuah makna yang membedakannya, terutama yaitu kata
̳pembentukan‘ pada tema dan kata  ̳pembentuk‘ pada subtema. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia/KBBI (2007: 136),  ̳pembentukan‘ berarti proses, cara, perbuatan membentuk;
sedangkan  ̳pembentuk‘ berarti orang yang membentuk (dalammacam - macam arti); perangkat
atau sesuatu yang digunakan untuk membentuk. Memperhatikan hal itu, berarti terdapat sebuah
wicara dalam tema bahwa perlu melihat etika daerah dalam proses atau cara membentuk Jati Diri
Bangsa masa dulu dan masa kini. Adapun dalam subtema yang perlu diperhatikan adalah bahwa
orang yang membentuk atau perangkat yang digunakan untuk membentuk Jati Diri Bangsa
berkaitan dengan etika dalam budaya, bahasa, sastra, dan seni daerah. Namun mari kita
mendiskusikannya dalam sebuah dialektika yang dapat dilihat dari bermacam-macam aspek yang
melatarbelakangi etika sebagai pembentuk Jati Diri Bangsa itu sendiri. Dalam KBBI (2007: 309)
etika adalah ilmu mengenai apa baik dan apa buruk, dan mengenai hak dan kewajiban moral
(akhlak). Namun kita pun mengetahui bahwa etika adalah istilah yang berasal dari bahasa
Yunani kuno ethos, dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa;
padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam
bentuk jamak (ta etha) maknanya adalah adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi latar
belakang untuk terbentuknya istilah ―etika‖ yang oleh filsuf Yunani besar Aristoteles (384-322
SM) sudah digunakan untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal-
usul kata ini, maka ―etika‖ berarti: ilmu mengenai apa yang biasa dilakukan atau ilmu mengenai
adat kebiasaan.

Selanjutnya Bertens mengungkapkan bahwa kata yang cukup dekat dengan ―etika‖ adalah
―moral‖ yang berasal dari bahasa Latin mos (jamak: mores) yang berarti juga: kebiasaan, adat.
Dalam bahasa Indonesia (pertama kali dimuat dalam KBBI, 1988), kata mores masih digunakan
dalam arti yang sama. Jadi etimologi kata ―etika‖ sama dengan etimologi kata ―moral‖, sebab
keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan 2. Moral dalam KBBI (2007: 754) berarti
1. ajaran mengenai baik jelek yang diterima umum tentang perbuatan, sikap, kewajiban, dan
sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila; 2. kondisi mental yang membuat orang tetap berani,
bersemangat, bergairah, berdisiplin, dan sebagainya; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana
terungkap dalam perbuatan; 3. ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita. Dengan kata
lain, dapat dikatakan bahwa etika adalah ilmu mengenai nilai-nilai moral yang berkaitan dengan
baik dan jelek yang biasa dilakukan ataupun yang sudah menjadi adat kebiasaan. Oleh sebab itu,
etika di sini digunakan sebagai perangkat atau sesuatu untuk membentuk Jati Diri Bangsa. Siapa
yang membentuknya, tentu berkaitan dengan orang yang berada dalam lingkungan bangsa itu.

Bangsa yang dimaksud di sini adalah bangsa Indonesia. Kini kita lihat sejarah perkembangan
mengenai bagaimana terjadinya bangsa Indonesia? Bagaimana seorang proklamator dapat
memproklamirkan Indonesia sebagai bangsa yang diakui oleh bangsa-bangsa lain? Budaya apa
yang dibawa oleh Bung Karno sebagai seorang proklamator? Sejarah perkembangan bangsa
berkaitan dengan jati dirinya yang perlu diperhatikan di sini hingga diproklamirkannya bangsa
Indonesia adalah 1. adanya Bhinneka Tunggal Ika yang disepakati sebagai semboyan dari
lambang Negara RI; 2. Sumpah palapa sebagai pemersatu nusantara; 3. Sumpah pemuda
mewujudkan tanah air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia; 4. Proklamasi
kemerdekaan dengan ―semangat proklamasinya‖ Presiden Sukarno mendengungkan semangat
persatuan Indonesia. Semua itu saling berkaitan erat sebab adalah pembentuk Jati Diri Bangsa
Indonesia yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di antero dunia. Bagaimana pembentukan itu
terjadi, mari kita ikuti paparan di bawah ini.

Pembentukan Jati Diri Bangsa

Sejak Negara Republik Indonesia ini merdeka, para pendiri bangsa mencantumkan kalimat
―Bhinneka Tunggal Ika‖ sebagai semboyan pada lambang negara Garuda Pancasila. Kalimat itu
sendiri diambil dari falsafah Nusantara yang sejak jaman Kerajaan Majapahit juga sudah
digunakan sebagai motto pemersatu Nusantara, yang diikrarkan oleh Patih Gajah Mada dalam
Kakawin Sutasoma, karya Mpu Tantular:
Rwāneka dhātu winuwus wara Buddha Wiśwa, bhinnêki rakwa ring apan kěna parwanosěn,
mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal, bhinnêka tunggal ika tan hana dharmma
mangrwa (Pupuh 139: 5).

Terjemahan: Konon dikatakan bahwa Wujud Buddha dan Siwa itu berbeda. Mereka memang
berbeda. Namun, bagaimana kita bisa mengenali perbedaannya dalam selintas pandang? Karena
kebenaran yang diajarkan Buddha dan Siwa itu sesungguhnya satu jua. Mereka memang
berbeda-beda, namun hakikatnya sama. Karena tidak ada kebenaran yang mendua.

Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Frasa itu berasal dari bahasa Jawa Kuna dan diterjemahkan dengan kalimat ―Berbeda-beda
tetapi tetap satu‖. Kemudian terbentuklah Bhineka Tunggal Ika menjadi jati diri bangsa
Indonesia. Ini artinya, bahwa sudah sejak dulu hingga saat ini kesadaran akan hidup bersama di
dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat bangsa di negeri ini.

Munandar (2004:24) dalam Tjahjopurnomo S.J. mengungkapkan bahwa sumpah palapa secara
esensial, isinya mengandung makna mengenai upaya untuk mempersatukan Nusantara. Sumpah
Palapa Gajah Mada hingga kini tetap menjadi acuan, sebab Sumpah Palapa itu bukan hanya
sehubungan dengan diri seseorang, namun sehubungan dengan kejayaan eksistensi suatu
kerajaan. Oleh sebab itu, sumpah palapa adalah aspek penting dalam pembentukan Jati Diri
Bangsa Indonesia. Menurut Pradipta (2009), pentingnya Sumpah Mpu Tantular. Kakawin
Sutasoma. Penerjemah: Dwi Woro Retno Mastuti dan Hastho Bramantyo. 2009: 504- 505.

Palapa sebab di dalamnya terdapat apa yang dinyatakan suci yang diucapkan oleh Gajah Mada
yang berisi ungkapan “lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa” (kalau sudah
menguasai Nusantara, saya melepaskan puasa/tirakatnya). Naskah Nusantara yang mendukung
cita-cita itu di atas adalah Serat Pararaton. Kitab itu memiliki peran yang strategis, sebab di
dalamnya terdapat teks Sumpah Palapa. Kata  ̳sumpah‘ itu sendiri tidak terdapat di dalam kitab
Pararaton, hanya secara tradisional dan konvensional para ahli Jawa Kuna menyebutnya sebagai
Sumpah Palapa. Bunyi selengkapnya teks Sumpah Palapa menurut Pararaton edisi Brandes
(1897 : 36) adalah seperti berikut ini: Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi tan ayun amuktia
palapa, sira Gajah Mada:

“Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung
Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun
amukti palapa”.

Terjemahan: Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa (nya).
Beliau Gajah Mada: ―Jika sudah mengalahkan nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika
(berhasil) mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru) melepaskan puasa (saya)‖

Kemudian dilanjutkan dengan adanya Sumpah Pemuda yang tidak kalah penting dalam sejarah
perkembangan pembentukan Jati Diri Bangsa ini. Tjahjopurnomo (2004) menyatakan bahwa
Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 secara historis adalah rangkaian
kesinambungan dari Sumpah Palapa yang terkenal itu, sebab pada intinya sehubungan dengan
persatuan, dan hal ini disadari oleh para pemuda yang mengucapkan ikrar itu, yakni terdapatnya
kata sejarah dalam isi putusan Kongres Pemuda Kedua. Sumpah Pemuda adalah peristiwa yang
maha penting untuk bangsa Indonesia, setelah Sumpah Palapa. Para pemuda pada saat itu dengan
tidak memperhatikan latar kesukuannya dan budaya sukunya berkemauan dan berkesungguhan
hati merasa mempunyai bangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ini menandakan bukti mengenai
kearifan para pemuda pada saat itu. Dengan dikumandangkannya Sumpah Pemuda, maka sudah
tidak ada lagi ide kesukuan atau ide kepulauan, atau ide propinsialisme atau ide federaslisme.
Daerah-daerah adalah bagian yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari satu tubuh, yaitu tanah Air
Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda adalah ide kebangsaan
Indonesia yang bulat dan bersatu, serta sudah mengantarkan kita ke alam kemerdekaan, yang
pada intinya disorong oleh kekuatan persatuan Indonesia yang bulat dan bersatu itu.

Pada saat kemerdekaan diproklamirkan, 17 Agustus 1945 yang didengungkan oleh Soekarno-
Hatta, kebutuhan akan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia tampil mengemuka dengan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara RI. Sejak saat itu, Sumpah
Palapa dirasakan eksistensi dan perannya untuk menjaga kesinambungan sejarah bangsa
Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Seandainya tidak ada Sumpah Palapa, NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indonesia) akan dikoyak-koyak sendiri oleh suku-suku bangsa Nusantara
yang merasa dirinya bisa memisahkan diri dengan pemahaman federalisme dan otonomi daerah
yang berlebihan. Gagasan-gagasan memisahkan diri sungguh adalah gagasan dari orang-orang
yang tidak tahu diri dan tidak mengerti sejarah bangsanya, bahkan tidak tahu mengenai
“jantraning alam” (putaran zaman) Indonesia.

Yang wajib kita lakukan adalah, dengan kesadaran baru yang ada pada tingkat kecerdasan,
keintelektualan, serta kemajuan kita sekarang ini, bahwa bangsa ini dibangun dengan pilar
bernama Bhinneka Tunggal Ika yang sudah mengantarkan kita sampai hari ini menjadi sebuah
bangsa yang terus semakin besar di antara bangsa-bangsa lain di atas bumi ini, yaitu bangsa
Indonesia, walaupun berbeda-beda (suku bangsa) tetapi satu (bangsa Indonesia). Dan dikuatkan
dengan pilar Sumpah Palapa diikuti oleh Sumpah Pemuda yang mengikrarkan persatuan dan
kesatuan Nusantara/bangsa Indonesia, serta proklamasi kemerdekaan dalam kesatuan dan
persatuan bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Hal itu tidak terlepas dari pembentukan
jati diri daerah sebagai dasar pembentuk jati dari bangsa.

Pembentukan Jati Diri Daerah

Hingga saat ini, ke-Bhinneka Tunggal Ika-an itu, di beberapa daerah masih terwujud dengan
mempertahankan etika masing-masing kedaerahan, baik budaya, bahasa, sastra, atau seni
daerahnya, yang hidup berdampingan dengan tentram dan damai. Mengapa hal itu tetap dapat
terwujud? Jawaban yang paling mendasar adalah terdapat pada individu manusia yang
mempunyai perilaku budaya sebagai landasan tindakannya. Akan tetapi tidak terlepas dari sifat
dasar manusia itu sendiri, yaitu baik, jujur, cerdas, murah hati, tidak berbahaya, suka menolong,
ramah dan suka damai 8. Sifat dasar itu tercermin di dalam keseharian pergaulan antar manusia
yang mengatur komunikasi, perilaku, dan adat istiadat sebagai etika yang dimiliki oleh suku-
suku bangsa masing-masing. Di bawah ini adalah gambaran dari beberapa etika daerah yang
mewujudkan jati diri daerah setempat di mana bahasa, sastra, budaya, dan seni daerah lainnya
hidup berdampingan dalam kebersamaan dan saling hormat-menghormati.

Etika Bahasa
Provinsi Kepulauan Riau sebagai Provinsi yang berbatasan dengan negara tetangga dan berada
pada jalur perdagangan internasional, sejak zaman dahulu berlangsung asimilasi dan perpaduan
budaya. Provinsi ini dihuni 17 suku, masing-masing Melayu Sumatera dan Kalimantan, Minang,
Jawa, Bugis, Batak, Sunda, Aceh, Bali, Madura, Nias, Flores, Dayak, Papua, Betawi, Ambon,
dan China. Keanekaragaman suku ini membawa kekayaan bahasa daerah. Ada 10 bahasa
dijadikan perangkat komunikasi di sana, masing-masing Bahasa Melayu, Minang, Jawa, Bugis,
Batak, Sunda, aceh, Bali, Madura, minang, dan Nias. (Sosial Budaya Provinsi Kepulauan Riau,
04-01-2008) Provinsi Bengkulu mempunyai empat bahasa daerah yang digunakan oleh
masyarakat Bengkulu, yakni : Bahasa Melayu, Bahasa Rejang, Bahasa Pekal, Bahasa Lembak.
Penduduk Provinsi Bengkulu berasal dari tiga rumpun suku besar terdiri atas Suku Rejang, Suku
Serawai, Suku Melayu. Sedangkan lagu daerah yaitu Lalan Balek. Falsafah hidup masyarakat
setempat, “Sekundang setungguan Seio Sekato”. Bagi masyarakat Bengkulu pembuatan
kebijakan yang menyangkut kepentingan bersama yang sering kita dengar dengan bahasa pantun
yaitu: ”Kebukit Samo Mendaki, Kelurah Samo Menurun, Yang Berat Samo Dipikul, Yang
Ringan Samo Dijinjing”, maknanya dalam membangun, pekerjaan seberat apapun jika sama-
sama dikerjakan bersama akan berasa ringan juga. Selain itu, ada pula ”Bulek Air Kek
Pembukuh, Bulek Kata Rek Sepakat”, maknanya bersatu air dengan bambu, bersatunya pendapat
dengan musyawarah. (Sosial Budaya Provinsi Bengkulu, 04-01-2008)

Provinsi Jawa Tengah hanya mempunyai satu bahasa daerah dan satu suku di Jawa Tengah,
yakni Jawa. Untuk membina budaya lokal sudah diselenggarakan Kongres Bahasa Jawa IV pada
10-14 Oktober 2006. Kongres ini diikuti oleh utusan dari seluruh Indonesia atau utusan luar
negeri. Salah satu tindak lanjut rekomendasi kongres ini adalah penerapan kurikulum Bahasa
Jawa sebagai mata pelajaran muatan lokal pada jenjang SD/sederajat, SLTP/sederajat, dan
SMA/sederajat di Jawa Tengah. (Sosial Budaya Provinsi Jawa Tengah, 04-01-2008)

Etika Sastra

Provinsi Jawa Barat, masyarakatnya mempunyai keunikan dalam menganut falsafah hidup yang
berasal dari sebuah puisi, yaitu: Silih Asah Silih Asih Silih Asuh

Kata-kata puitis ini bukan sembarangan puisi, melainkan sebagai filsafat hidup yang dianut
mayoritas penduduk Jawa Barat. Filosofi ini mengajarkan manusia untuk saling mengasuh
dengan landasan saling mengasihi dan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Sejatinya,
inilah suatu konsep kehidupan demokratis yang berakar pada kesadaran dan keluhuran akal budi,
yang akar filsafatnya menusuk jauh ke dalam bumi dalam pengertian harafiah. Perda
Kebudayaan Jawa Barat bahkan mencantumkan pemeliharaan bahasa, sastra, dan aksara daerah,
(kesenian, kepurbakalaan dan sejarahnya, nilai-nilai tradisional dan juga museum sebagai bagian
dari pengelolaan kebudayaan). Pariwisata berbasis kebudayaan yang menampilkan seni budaya
Jawa Barat, siap ditampilkan dan bernilai ekonomi.(Sosial Budaya Provinsi Jawa Barat, 04-01-
2008)

Etika Budaya

Provinsi Bali mempunyai keunikan dan kekhasan tersendiri. Dalam tata pemerintahannya
terkenal dengan pemerintahan dinas dan adat. Keberadaan lembaga adat diatur dengan Peraturan
Daerah Nomor 3 Tahun 2003 mengenai Desa Pakraman. Jumlah desa Pakraman pada 2005
sebanyak 1.432 buah, terdiri atas 3.945 buah Banjar Adat. Disamping itu terdapat pula 276 situs
bersejarah yang masih terpelihara dengan baik. Jumlah kelompok (sekaha) seni tari di Bali
mencapai 3.738 buah, seni musik/kerawitan 7.944 buah dan kelompok pesantian 1.765 buah.
Kehidupan sosial budaya masyarakat Bali dilandasi filsafah Tri Hita karana, maknanya Tiga
Penyebab Kesejahteraan yang perlu diseimbangkan dan diharmosniskan yaitu hubungan manusia
dengan Tuhan (Parhyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan) dan manusia
dengan lingkungan (Palemahan). Perilaku kehidupan masyarakatnya dilandasi oleh falsafah
―Karmaphala‖, yaitu keyakinan akan adanya hukum sebab sebab-akibat antara perbuatan
dengan hasil perbuatan. Sebagian besar kehidupan masyarakatnya diwarnai dengan bermacam-
macam upacara agama/adat, sehingga kehidupan spiritual mereka tidak dapat dilepaskan dari
bermacam-macam upacara ritual. Karena itu setiap saat di beberapa tempat di Bali terlihat sajian-
sajian upacara. Upacara itu ada yang berkala, insidentil dan setiap hari, dan dikelompokan
menjadi lima jenis yang disebut Panca Yadnya. Salah satu kearifan lokal yang lain adalah
keberadaan Lembaga Subak sebagai lembaga yang mengatur mengenai sistem pengairan
tradisional Bali yang bersifat sosio-religius. Lembaga ini terdiri atas Subak yang mengelola
pertanian lahan basah (sawah) dan Subak Abian yang mengelola pertanian lahan kering
(tegalan). Pada tahun ini terdapat 1.312 subak (Sosial Budaya Provinsi Bali, 04-01-2008).

Etika Seni

Di Banten terdapat peninggalan warisan leluhur yang sangat dihormati, antara lain Mesjid Agung
Banten Lama, Makam keramat Panjang, Masjid Raya AL-A‘zhom dan beberapa peninggalan
historis lainnya yang bernuansa religi. Latar belakang historis ini membuat mayoritas penduduk
Banten mempunyai semangat religius keislaman yang sangat kuat dengan tingkat toleransi
tinggi. Sebagian besar masyarakat memang memeluk Islam, tetapi pemeluk agama lain dapat
hidup berdampingan dengan damai. Dalam ukuran tertentu, Banten bisa menjadi salah satu
contoh laboratorium raksasa pluralisme agama di Indonesia. Kondisi sosial budaya masyarakat
Banten diwarnai oleh potensi dan kekhasan budaya masyarakatnya yang sangat variatif, mulai
dari seni bela diri pencak silat, debus, rudat, umbruk, tari saman, tari topeng, tari cokek, dog-dog,
palingtung, dan lojor. Hampir semua seni tradisionalnya sangat kental diwarnai dengan etika
Islam. Ada juga seni tradisional yang datang dari luar kota Banten, tapi semua itu sudah
mengalami proses akulturasi budaya sehingga terkesan sebagai seni tradisional Banten, misalnya
seni kuda lumping, tayuban, gambang kromong dan tari cokek. Provinsi Banten juga terkenal
dengan masyarakat tradisonalnya yang masih memegang teguh adat tradisi, baik cara berpakaian
atau pola hidup lainnya. Mereka dikenal dengan suku Baduy yang tinggal di desa Kanekes,
kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Perkampungan masyarakat Baduy biasanya terletak
di daerah aliran sungai Ciujung di pegunungan Kendeng.

Meski kesenian di Banten banyak ragamnya, debus adalah kesenian yang paling populer.
Kesenian ini diciptakan pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin
(1532-1570). Agama Islam dikenalkan oleh Sunan Gunung Jati, salah satu pendiri Kesultanan
Cirebon pada 1520, dalam ekspedisi damainya bersamaan dengan penaklukan Sunda Kelapa.
Kemudian, saat kekuatan Banten dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), debus
difokuskan sebagai perangkat untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan
penjajahan Belanda. Apalagi, di masa pemerintahannya tengah terjadi ketegangan dengan kaum
pendatang dari Eropa, terutama para pedagang Belanda yang tergabung dalam Vereenigde Oost
Indische Compagnie (VOC). (Sosial Budaya Provinsi banten, 04-01-2008)

Berdasarkan contoh-contoh etika daerah itu, Provinsi DKI Jakarta Jakarta mempunyai
keragaman etika daerah dari sabang hingga merauke. Provinsi provinsi DKI mempunyai
penduduk lebih dari 300 suku bangsa dengan 200 bahasa. Sebagai Ibukota Negara Republik
Indonesia, Jakarta adalah titik pertemuan budaya nasional dan internasional. Jakarta menjadi
barometer perkembangan budaya bangsa Indonesia. Berbagai atraksi budaya, kuliner, dan seni
ditampilkan secara rutin dalam bermacam-macam event kebudayaan di Pusat Kota Jakarta.
Provinsi DKI Jakarta secara rutin mengadakan pemilihan abang dan none Jakarta. Dalam
bermacam-macam kegiatan itu, selalu ditampilkan ―Ondel-ondel Boneka Khas Betawi
(Penduduk Asli Jakarta).

Kini, dalam perjalanan sejarah perkembangan Indonesia, untuk mewujudkan kesatuan dan
persatuan dalam mengangkat Jati Diri Bangsa, Departemen Pariwisata mencanangkan ―Visit
Indonesian Year‖ agar bangsa Indonesia tetap mempunyai kewibawaan di kancah Internasional.
Demi mempromosikan Indonesia itu, Pemerintah membangun visi misi dan strategi
pembangunan nasional dalam mewujudkan Jati Diri Bangsa kembali. Visi misi dan strategi
pembangunan nasional yang dikeluarkan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika
Sekretariatan Negara Republik Indonesia dari tahun 2004 – 2009 (29-12-2005), masing-masing
berbunyi:

Visi

1. Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara yang aman, bersatu, rukun dan
damai;
2. Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara yang menjunjung tinggi hukum,
kesetaraan dan hak azasi manusia; serta
3. Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan kehidupan
yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh untuk pembangunan yang
berkelanjutan.

Misi

1. Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai;


2. Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis; serta
3. Mewujudkan Indonesia yang sejahtera

Strategi pokok yang ditempuh.

Strategi Penataan Kembali Indonesia yang diarahkan untuk menyelamatkan sistem


ketatanegaraan Republik Indonesia berdasar semangat, jiwa, nilai, dan konsensus dasar yang
melandasi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi Pancasila; Undang-
Undang Dasar 1945 (terutama Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945); tetap tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan tetap berkembangnya pluralisme dan keberagaman dengan
prinsip Bhineka Tunggal Ika.

Strategi Pembangunan Indonesia yang diarahkan untuk membangun Indonesia disegala bidang
adalah perwujudan dari amanat yang tertera jelas dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
terutama dalam pemenuhan hak dasar rakyat dan penciptaan landasan pembangunan yang kokoh.

Dari uraian panjang di atas, sudah terbukti bahwa sesungguhnya suku bangsa di bermacam-
macam daerah di Indonesia sudah mewujudkan jati dirinya masing-masing, sehingga membentuk
Jati Diri Bangsa. Jati Diri Bangsa Indonesia berawal dari Jati Diri Nusantara yang berakar pada
Bhinneka Tunggal Ika sesuai yang tersurat dalam Kakawin Sutasoma. Dan masing-masing
daerah di Indonesia sejak zaman dulu sudah memiliki kesadaran akan Ke- Bhinneka Tunggal
Ika-annya itu, yang secara etika ingin mempersatukan bangsa ini. Dengan kata lain, etika-etika
daerah yang dipaparkan di atas, adalah bagian dari jati diri bangsa Indonesia yang dicakup dalam
semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lalu di mana letak problem dalam pembentukan Jati Diri
Bangsa saat ini? Dan bagaimana kita menjaga jati diri bangsa untuk menindaklanjuti seminar-
seminar semacam ini?

Bila merujuk pada struktur kebangsaan, bangsa terdiri atas berbagai suku bangsa di bermacam-
macam daerah. Daerah terdiri atas masyarakat yang terdapat di dalamnya. Masyarakat terdiri atas
kumpulan kelompok individu. Induvidu-individu terdapat di dalam keluarga. Maka pembentukan
jati diri bangsa tidak terlepas dari pembentuk-pembentuknya itu, yaitu daerah, kelompok
masyarakat, dan individu masing-masing. Oleh sebab itu, marilah kita semua berusaha melihat
kembali jati diri bangsa dimulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga dan diri kita sendiri.

Pembentukan Jati Diri Pribadi

Sokrates menyatakan: ―Ketimbang mempertanyakan dunia, akan lebih baik kalau kita
mempertanyakan diri sendiri‖ dengan ungkapannya ―Kenalilah dirimu sendiri‖ 10. Bertens
(1993: 53) memaparkan bahwa dalam diri kita, ada instansi yang menilai dari segi moral
perbuatan-perbuatan yang kita lakukan, yaitu hati nurani. Hati nurani adalah semacam ―saksi‖
mengenai perbuatan-perbuatan moral kita. Dari pendapat itu dapat dijadikan sebuah pijakan awal
dalam pembentukan jati diri pribadi untuk mengenal diri sendiri dengan hati nurani sebagai
polisi diri yang mengawasi tindakan yang dilakukan setiap individu. Pradipta (2004: 41-43)
berpendapat bahwa saat seseorang sudah mengenal, memahami, dan menghayati secara utuh
mengenai dirinya, maka saat itu dia telah menemukan jati dirinya. Ini membutuhkan latihan yang
terus-menerus tidak ada putus-putusnya. Manusia yang sudah terkondisi seperti itu, sudah tidak
memiliki waktu untuk berbuat yang tidak baik. Selanjutnya Pradipta mengungkapkan bahwa
dalam budaya Jawa—sebagai salah satu bagian dari budaya dunia—yang mempunyai budaya
Ketuhanan Yang Maha Esa dengan laku Memayu Hayuning Bawono, tidak dapat diragukan lagi
juga mempunyai kesanggupan dan kemampuan melengkapkan hidup manusia lahir-batin,
jasmani-rohani, jiwa-raga, materiil-spiritual, individual-sosial, nasional-internasional, dan dunia-
akhirat. Ini berarti bahwa budaya Ketuhanan Yang Maha Esa sanggup dan mampu pula
menjamin kelangsungan hidup selamat, bahagia, sejahtera di dunianya masing-masing. Dalam
konteks ini manusia sebagai makhluk individual dan makhluk sosial tidak dibedakan peranannya.
Maksudnya adalah bahwa seseorang, apa pun kedudukannya—baik sebagai individu atau
sebagai pemimpin keluarga dan masyarakat, bahkan kalau pun dia berkesempatan sebagai
pemimpin pemerintahan, pemimpin Negara, pemimpin bangsa, dan lain-lain—ia mempunyai
peran yang sama yaitu berkewajiban menjalankan laku Memayu Hayuning Bawono sebagai laku
hidup manusia. Dengan kata lain, hal itu dapat terjadi sebagai keberlangsungan dalam kehidupan
sehari-hari untuk manusia yang sudah memiliki kesadaran diri.

Untuk menunjukkan kesadaran itu, Bertens (1993: 52-53) membedakan antara pengenalan dan
kesadaran. Mengenal adalah bila kita melihat, mendengar atau merasakan sesuatu, sedangkan
kesadaran adalah kesanggupan manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan sebab itu berefleksi
mengenai dirinya. Seekor hewan tidak berpikir atau berefleksi mengenai dirinya sendiri.
Misalnya, apakah gajah tahu bahwa dirinya seekor gajah? Oleh sebab itu, hanya manusia yang
memiliki kesadaran itu. Dalam diri manusia bisa berlangsung semacam ―penggandaan‖: dia bisa
kembali kepada dirinya sendiri. Penggandaan yang dimaksud adalah bahwa dalam proses
pengenalan, manusia bukan saja berperan sebagai subjek, namun dia juga sebagai objek. Sambil
melihat, saya sadar akan diri saya sendiri sebagai subjek yang melihat. Seperti sudah dipaparkan
di muka bahwa dalam diri kita ada instansi yang menilai dari segi moral perbuatan-perbuatan
yang kita lakukan. Instansi itu adalah hati nurani. Bagaimana hati nurani dapat bekerja dengan
aktif? Sebagaian besar bergantung pada pendidikan. Jadi dapat dikatakan dibutuhkan suatu
proses belajar dalam kehidupan. Bertens (1993: 64) mengungkapkan bahwa hati nurani yang
dididik dan dibentuk dengan baik, dapat memberikan penyuluhan tepat dalam hidup moral kita.

Dengan demikian, dalam pembentukan jati diri pribadi, masing-masing individu perlu
mengenali, memahami, menghayati dirinya sendiri dengan kesadaran penuh sebagai tindakan
untuk turut membangun jati diri bangsa. Bertolak dari kesadaran diri, yang ditularkan kepada
lingkungan keluarga, lalu terimplementasikan dalam kehidupan kelompok masyarakat dan turut
berperan aktif dalam mewujudkan perkembangan, pertahanan, dan pelestarian jati diri daerahnya
masing-masing. Selanjutnya menjadikan jati diri daerah masing-masing itu sebagai jati diri
bangsa.

Penutup

Memperhatikan paparan di muka, maka kita dapat memetik manfaat bahwa sesungguhnya sejak
zaman dulu jati diri bangsa sudah terbentuk dari etika kesadaran pemilik bangsa yang terletak
dari masing-masing individu atau masyarakatnya. Bangsa ini dibangun dengan pilar bernama
Bhinneka Tunggal Ika yang sudah mengantarkan kita sampai hari ini menjadi sebuah bangsa
yang terus semakin besar di antara bangsa-bangsa lain di atas bumi ini, yaitu bangsa Indonesia,
walaupun berbeda-beda (suku bangsa) tetapi satu (bangsa Indonesia). Dan dikuatkan dengan
pilar Sumpah Palapa diikuti oleh Sumpah Pemuda yang mengikrarkan persatuan dan kesatuan
Nusantara/bangsa Indonesia, serta proklamasi kemerdekaan dalam kesatuan dan persatuan
bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Daerah-daerah adalah bagian yang tidak bisa
dipisah-pisahkan dari satu tubuh, yaitu tanah Air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa
Indonesia. Sumpah Pemuda adalah ide kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu , serta
sudah mengantarkan kita ke alam kemerdekaan, yang pada intinya disorong oleh kekuatan
persatuan Indonesia yang bulat dan bersatu itu. Hal itu tidak terlepas dari pembentukan jati diri
daerah sebagai dasar pembentuk jati dari bangsa.

Strategi Penataan Kembali Indonesia yang diarahkan untuk menyelamatkan sistem


ketatanegaraan Republik Indonesia berdasar semangat, jiwa, nilai, dan konsensus dasar yang
melandasi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi Pancasila; Undang-
Undang Dasar 1945 (terutama Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945); tetap tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan tetap berkembangnya pluralisme dan keberagaman dengan
prinsip Bhineka Tunggal Ika.

PENTINGNYA SEMBOYAN BHINNEKA TUNGGAL IKA


Day 1,191, 18:18 • Published in Indonesia • by Itelat

Arti Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi satu jua yang berasal dari buku atau kitab
sutasoma karangan Mpu Tantular / Empu Tantular. Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika
memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa,
dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air. Dipersatukan
dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama.
Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara Republik Indonesia yaitu
Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram sebuah pita yang
bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika. Kata-kata tersebut dapat pula diartikan : Berbeda-beda tetapi
tetap satu jua.

Makna Bhineka Tunggal Ika dalam Persatuan IndonesiaSebagaimana dijelaskan dimuka bahwa
walaupun bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki kebudayaan
dan adat-istiadat yang beraneka ragam namun keseluruhannya merupakan suatu persatuan.
Penjelmaan persatuan bangsa dan wilayah negara Indonesia tersebut disimpulkan dalam PP. No.
66 tahun 1951, 17 Oktober diundangkan tanggal 28 Nopember 1951, dan termuat dalam
Lembaran Negara No. II tahun 1951.Makna Bhineka Tunggal Ika yaitu meskipun bangsa dan
negara Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-
istiadat yang bermacam-macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah negara Indonesia
namun keseluruhannya itu merupakan suatu persatuan yaitu bangsa dan negara Indonesia.
Keanekaragaman tersebut bukanlah merupakan perbedaan yang bertentangan namun justru
keanekaragaman itu bersatu dalam satu sintesa yang pada gilirannya justru memperkaya sifat dan
makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.Dalam praktek tumbuh dan berkembangnya
persatuan suatu bangsa (nasionalisme) terdapat dua aspek kekuasaan yang mempengaruhi yaitu
kekuasaan pisik (lahir), atau disebut juga kekuasan material yang berupa kekerasan, paksaan dan
kekuasaan idealis (batin) yang berupa nafsu psikis, ide-ide dan kepercayaan-kepercayaan. Proses
nasionalisme (persatuan) yang dikuasai oleh kekuasaan pisik akan tumbuh dan berkembang
menjadi bangsa yang bersifat materialis. Sebaliknya proses nasionalisme (persatuan) yang dalam
pertumbuhannya dikuasai oleh kekuasaan idealis maka akan tumbuh dan berkembang menjadi
negara yang ideal yang jauh dari realitas bangsa dan negara. Oleh karena itu bagi bangsa
Indonesia prinsip-prinsip nasionalisme itu tidak berat sebelah, namun justru merupakan suatu
sintesa yang serasi dan harmonis baik hal-hal yang bersifat lahir maupun hal-hal yang bersifat
batin. Prinsip tersebut adalah yang paling sesuai dengan hakikat manusia yang bersifat
monopluralis yang terkandung dalam Pancasila.Di dalam perkembangan nasionalisme didunia
terdapat berbagai macam teori antara lain Hans Kohn yang menyatakan bahwa :“ Nasionalisme
terbentuk ke persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah negara dan kewarganegaraan “.
Bangsa tumbuh dan berkembang dari analisir-analisir akar-akar yang terbentuk melalui jalannya
sejarah. Dalam masalah ini bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang
memiliki adat-istiadat dan kebudayaan yang beraneka ragam serta wilayah negara Indonesia
yang terdiri atas beribu-ribu kepulauan. Oleh karena itu keadaan yang beraneka ragam itu
bukanlah merupakan suatu perbedaan yang saling bertentangan namun perbedaan itu justru
merupakan daya penarik kearah resultan sehingga seluruh keanekaragaman itu terwujud dalam
suatu kerjasama yang luhur yaitu persatuan dan kesatuan bangsa. Selain dari itu dalam kenyataan
objektif pertumbuhan nasionalisme Indonesia telah dibentuk dalam perjalanan sejarah yang
pokok yang berakar dalam adat-istiadat dan kebudayaan. Prinsip-prinsip nasionalisme Indonesia
(Persatuan Indonesia) tersusun dalam kesatuan majemuk tunggal yaitu :a) Kesatuan sejarah;
yaitu bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dalam suatu proses sejarah. Kesatuan nasib;
yaitu berda dalam satu proses sejarah yang sama dan mengalami nasib yang sama yaitu dalam
penderitaan penjajah dan kebahagiaan bersama.c) Kesatuan kebudayaan; yaitu keanekaragaman
kebudayaan tumbuh menjadi suatu bentuk kebudayaan nasional.d) Kesatuan asas kerohanian;
yaitu adanya ide, cita-cita dan nilai-nilai kerokhanian yang secara keseluruhan tersimpul dalam
Pancasila.Berdasarkan prinsip-prinsip nasionalisme yang tersimpul dalam sila ketiga tersebut
dapat disimpulkan bahwa naionalisme (Persatuan Indonesia) pada masa perjuangan pergerakan
kemerdekaan Indonesia memiliki peranan historis yaitu mampu mewujudkan Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jadi “ Persatuan Indonesia “ sebagai jiwa dan semangat
perjuangan kemerdekaan RI.D. Peran Persatuan Indonesia dalam Perjuangan Kemerdekaan
IndonesiaMenurut Muhammad Yamin bangsa Indonesia dalam merintis terbentuknya suatu
bangsa dalam panggung politik Internasional melalui suatu proses sejarahnya sendiri yang tidak
sama dengan bangsa lain. Dalam proses terbentuknya persatuan tersebut bangsa Indonesia
menginginkan suatu bangsa yang benar-benar merdeka, mandiribebas menentukan nasibnya
sendiri tidak tergantung pada bangsa lain. Menurutnya terwujudnya Persatuan Kebangsaan
Indonesia itu berlangsung melalui tiga fase. Pertama Zaman Kebangsaan Sriwijaya, kedua
Zaman Kebangsaan Majapahit, dan ketiga Zaman Kebangsaan Indonesia Merdeka (yang
diplokamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945). Kebangsaan Indonesia pertama dan kedua itu
disebutnya sebagai nasionalisme lama, sedangkan fase ketiga disebutnya sebagai nasionalisme
Indonesia Modern, yaitu suatu Nationale Staat atau Etat Nationale yaitu suatu negara
Kebangsaan Indonesia Modern menurut susunan kekeluargaan yang berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa serta kemanusiaan.Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, pengertian “
Persatuan Indonesia “ adalah sebagai faktor kunci yaitu sebagai sumber semangat, motivasi dan
penggerak perjuangan Indonesia. Hal itu tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi
sebagai berikut : “ Dan perjuangan pergerakan Indonesia telah sampailah pada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur “.Cita-cita
untuk mencapai Indonesia merdeka dalam bentuk organisasi modern baik berdasarkan agama
Islam, paham kebangsaan ataupun sosialisme itu dipelopori oleh berdirinya Serikat Dagang
Islam (1990), Budi Utomo (1908), kemudian Serikat Islam (1911), Muhammadiyah
(1912),Indiche Partij (1911), Perhimpunan Indonesia (1924), Partai Nasional Indonesia (1929),
Partindo (1933) dan sebagainya. Integrasi pergerakan dalam mencapai cita-cita itu pertama kali
tampak dalam bentuk federasi seluruh organisasi politik/ organisasi masyarakat yang ada yaitu
permufakatan perhimpunan-perhimpunan Politik Kemerdekaan Indonesia (1927).Kebulatan
tekad untuk mewujudkan “ Persatuan Indonesia “ kemudian tercermin dalam ikrar “ Sumpah
Pemuda “ yang dipelopori oleh pemuda perintis kemerdekaan pada tanggal 28 Oktober 1928
diJakarta yang berbunyi :

a. PERTAMA. Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Bertumpah darah Satu Tanah Air
Indonesia.

b. KEDUA. Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Berbangsa Satu Bangsa Indonesia.

c. KETIGA. Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia.

Kalau kita lihat, Sumpah Pemuda yang mengatakan Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa
Indonesia maka ada tiga aspek Persatuan Indonesia yaitu :

1. Aspek Satu Nusa : yaitu aspek wilayah, nusa berarti pulau, jadi wilayah yang dilambangkan
untuk disatukan adalah wilayah pulau-pulau yang tadinya bernama Hindia Belanda yang saat itu
dijajah oleh Belanda. Ini untuk pertama kali secara tegas para pejuang kemerdekaan meng-klaim
wilyah yang akan dijadikan wilayah Indonesia merdeka.

2. Aspek Satu Bangsa : yaitu nama baru dari suku-suku bangsa yang berada da wilayah yang
tadinya bernama Hindia Belanda yang tadinya dijajh oleh Belanda memplokamirkan satu nama
baru sebagai Bangsa Indonesia. Ini adalah awal mula dari rasa nasionalisme sebagai kesatuan
bangsa yang berada di wilayah sabang sampai Merauke.

3. Aspek Satu Bahasa : yaitu agar wilayah dan bangsa baru yang bterdiri dari berbagai suku dan
bahasa bisa berkomunikasi dengan baik maka dipakailah sarana bahasa Indonesia yang ditarik
dari bahasa Melayu dengan pembaharuan yang bernuansakan pergerakan kearah Indonesia yang
Merdaka. Untuk pertama kali para pejuang kemerdekaan memplokamirkan bahasa yang akan
dipakai negara Indonesia merdeka yaitu bahasa Indonesia.

Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 itulah pangkal tumpuan cita-cita menuju
Indonesia merdeka. Memang diakui bahwa persatuan berkali-kali mengalami gangguan dan
kerenggangan. Perjuangan kemerdekaan antara partai politik/ organisasi masyarakat pada waktu
itu dangan segala strategi dan aksinya baik yang kooperatif maupun non kooperatif terhadap
pemerintahan Hindia Belanda mengalami pasang naik federasi maupun fusi dalam gabungan
politik Indonesia (1939) dan fusi terakhir Majelis Rakyat Indonesia.

Indonesia di jajah BELANDA selama 350 tahun atau 3,5 Abad, maka untuk itu Indonesia
memilih semboyan BHINNEKA TUNGGAL IKA, yang bertujuan untuk mempersatukan bangsa
Indonesia agar dapat mengusir penjajah dari bumi ibu pertiwi ini.Tetapi semboyan Bhinneka
Tunggal Ika pada zaman sekarang sudah tidak berguna lagi di masyarakat Indonesia, karena
banyaknya tawuran antar Desa, Antara pelajar, dan lain-lain sudah menjamur di seluruh pelosok
Indonesia.Jadi Pengorbanan masyarakat dulu sudah tidak berarti lagi di zaman sekarang, pada
zaman dahulu banya peristiwa heroik terjadi setelah ataupun sebelum kemerdekaan, contoh saja
peristiwa besar yang terjadi di kota SURABAYA pertempuran antara arek-arek SURABAYA
dan sekitarnya melawan para tentara Sekutu yang ingin menjajah kembali Indonesia, tetapi
dengan gagahnya pemuda-pemuda itu bersatu dan mengusir tentara sekutu.Semua itu di lakukan
agar para anak cucunya di masa depan agar bisa merasakan kehidupan yang lebih baik dari
mereka, maka untuk itu kita harus membangkitkan rasa NASIONALISME kita terhadap bangsa
ini, jangan cuma pada saat Malaysia mengklaim sesuatu milik kita menjadi kepunyaan mereka,
maka kita harus menghargai jasa para pahlawan zaman dulu, karena tanpa jasanya kita tidak bisa
hidup nyaman seperti sekarang ini.

Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia sebagai dasar untuk mewujudkan
persatuan dan kesatuan Indonesia,dimana kita haruslah dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari yaitu hidup saling menghargai antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya
tanpa memandang suku bangsa,agama,bahasa,adat istiadat,warna kulit dan lain-lain.Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau dimana setiap daerah memiliki
adat istiadat,bahasa,aturan,kebiasaan dan lain-lain yang berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya tanpa adanya kesadaran sikap untuk menjaga Bhineka tunggal Ika pastinya akan terjadi
berbagai kekacauan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dimana setiap oarng akan
hanya mementingkana dirinya sendiri atau daerahnya sendiri tanpa perduli kepentngan
bersama.Bila hal tersebut terjadi pastinya negara kita ini akan terpecah belah.Oleh sebab itu
marilah kita jaga bhineka tunggal ika dengan sebai-baiknya agar persatuan bangsa dan negara
Indonesia tetap terjaga dan kita pun haruslah sadar bahwa menyatukan bangsa ini memerlukan
perjuangan yang panjang yang dilakukan oleh para pendahulu kita dalam menyatukan wilayah
republik Indonesia menjadi negara kesatuan.
eniinca07@gmail.com, Anusunu1309

BAB III

PENUTUP

A.    SIMPULAN

Sejarah Bhinneka Tunggal Ika berawal dari kitab Sutasoma karya Mpu Tuntular, yang
artinya berbeda-beda namun satu jua.  Berhasilnya pemimpin bangsa kita untuk menggali kitab
tersebut dan menetapkan sebagai semboyan di dalam bagian lambang negara adalah karya
besar yang tak ternilai. Merujuk kepada keterangan Mohammad Hatta dalam 1979, disebutkan
bahwa semboyan "Bhinneka Tunggal Ika adalah ciptaan Bung Karno, setelah merdeka
semboyan itu diperkuat dengan lambang yang dibuat Sultan Abdul Hamid Pontianak dan
diresmikan pemakaiannya oleh Kabinet RIS tanggal 11 Pebruari 1950.

Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa Kuno dan seringkali diterjemahkan
dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Kata bhinneka berarti "beraneka ragam" atau
berbeda-beda. Kata “nek”a dalam bahasa Sanskerta berarti "macam" dan menjadi pembentuk
kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kata ika berarti "itu".
Fungsi Bhinneka Tunggal Ika ada lima, yaitu : 1) mempersatukan bangsa Indonesia
yang terdiri dari bermacam-macam suku, ras, dan agama ; 2) menghambat semua konflik yang
didasari atas kepentingan pribadi atau kelompok ; 3) mempertahankan kesatuan bangsa
Indonesia ; 4) mewujudkan cita-cita luhur bersama ; 5) mewujudkan masyarakat madani ; 6)
mewujudkan perdamaian Indonesia.

Adapun penetapan Bhineka Tunggal Ika adalah Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun
setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang diungkap oleh Mpu Tantular,
ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia
dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah tersebut menentukan
bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai semboyan yang
terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,”
kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”.

Penerapan bhineka tunggal ika adalah dapat diberikan contoh Matahari dan bulan itu
berbeda akan tetapi saling menerangi bumi, siang dan malam itu berbeda tetapi saling
melengkapi hari, laki-laki dan perempuan beda tapi saling mengisi dalam kehidupan, salah dan
benar, baik dan buruk yang Tuhan ciptakan tentu tidak dapat disangkal, lalu mengapa Tuhan
ciptakan itu semua? Apabila perbedaan itu seharusnya tidak perlu ada, apakah kemudian kita
berpikir bagaimana sebaiknya Tuhan? Mengakui perbedaan terkadang terasa sulit seperti
halnya mengakui kebenaran orang lain daripada melihat sisi salahnya. Tangan dan kaki, telinga
dan mata, yang kanan dan kiri memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda tetapi saling
menyempurnakan bentuk manusia itu secara utuh. Ketika dalam satu keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu dan anak-anaknya masing-masing memiliki perbedaan pendapat apakah itu tidak
boleh? dan apabila si anak memiliki keinginan yang bertentangan dengan orang tuanya apakah
kemudian menjadikan terputusnya hubungan darah? Kemudian apabila alam semesta yang
beraneka ragam ini tercipta karena adanya hubungan Tuhan dengan ciptaan-Nya, apakah akan
menjadikan putusnya hubungan, apabila ciptaan tidak mengakui penciptanya? Perbedaan
adalah kenyataan yang tidak bisa terelakan lagi, mulai dalam diri sendiri, keluarga, masyarakat,
negara atau dunia.

Prinsip-prinsip Bhinneka Tunggal Ika yaitu tidak bersifat sektarian dan eksklusif, bersifat
konvergen tidak divergen, dan tidak bersifat formalistis.

Berdasarkan Prinsip-prinsipnya, Implementasi Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan


berbangsa dan bernegera, yaitu : 1) perilaku inklusif ; 2) mengakomodasi sifat pluralistic ; 3)
tidak mencari menangnya sendiri ; 4) usyawarah untuk mencapai mufakat ; 5) dilandasi rasa
kasih sayang dan rela berkorban. Selain itu iplementasi yang lain, yaitu Implementasi dalam
relasi antar suku bangsa dan Implementasi dalam relasi negara dan agama.

Mengenalkan keBhinekaan pada generasi muda dengan cara menggali potensi diri kita
dengan keberagaman bangsa kita, agar kita bisa menjadi bangsa yang berkarakter mempunyai
chiri khas, mempunyai daya saing dengan bangsa lain marilah kita menjadi generasi yang
membuat bangsa kita menjadi suatu pribadi bangsa yang mandiri, yang bisa memFiler budaya
asing yang masuk, agar kita bisa menjadi generasi bangsa yang menunjukan kepribadian,
keragaman, perbedaan bangsa kita sebagai suatu kesatuan bangsa yang menghasilkan
karyanya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai