Anda di halaman 1dari 14

Binekha tunggal ika

A. LatarBelakangMasalah
Indonesia merupakan negara yang majemuk. Menurut Hardiman (2002:4), Indonesia dalam
membangun atau menyelenggarakan kehidupan nasional selalu mengutamakan persatuan dan
kesatuan dalam satu wadah yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Guna menyatukan
kemajemukan, Bangsa Indonesia memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan tersebut
berasal dari Bahasa Jawa Kuno. Semboyan itu memiliki arti “berbeda-beda tapi tetap satu jua”.
Semboyan ini sangat cocok untuk keadaan bangsa Indonesia yang dihuni oleh beragam suku, ras,
agama, dan kebudayaan. Nilai kesatuan amat dijunjung tinggi oleh leluhur bangsa Indonesia.
Bhinneka Tunggal Ika rupanya juga terkait dengan filsafat, ideologi Pancasila, dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bhinneka Tunggal Ika juga memiliki keterkaitan
dengan simbol pemersatu bangsa Indonesia seperti bendera nasional, lagu kebangsaan, dan
bahasa. Keterkaitan yang dimaksud untuk memperkuat gagasan bahwa Bhinneka Tunggal Ika
telah tertanam dalam kehidupan dan karakter bangsa Indonesia.
Realitanya nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika mulai luntur dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Tindakan yang dilakukan sebagian masyarakat, justru cenderung berlawanan dengan semboyan
tersebut. Di beberapa daerah di Indonesia dapat ditemukan konflik antar suku, ras ataupun
agama. Berita terkait konflik etnis pernah diinformasikan Oke Zone (2016), mengenai perang suku
di
Timika. Dampak perang suku yang terjadi di Iliale Kampung Tunas Matoa Distrik Kwamki Narama
Mimika pada 24 Juli 2016, sempat meluas hingga ratusan warga Jemaat GIDI mengungsi ke
Sentani Kabupaten Jayapura. BBC (2016) juga pernah memberitakan serangan di salah satu gereja
di Medan. Pria yang menyerang tersebut menyamar sebagai jemaat dan ikut misa di Gereja Santo
Yosep Medan pada Minggu (28 Agustus 2016). Pria itu sebelum menyalakan benda mirip bom,
sempat menyerang pastor Albert Pandiangan dengan pisau. Dua peristiwa di atas menjadi bukti
bahwa permasalahan lunturnya nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika, terjadi pada masyarakat
Indonesia
Penelitian Handayani (2015) dan Nisvilyah (2013) memiliki persamaan dan perbedaaan dengan
penelitian yang akan dilakukan peneliti kali ini. Persamaannya terletak pada keberagaman
masyarakat sebagai objek umum penelitian. Perbedaannya dengan Handayani (2015), secara
khusus mengkaji toleransi umat Islam terhadap upacara adat. Sementara perbedaaan dengan
penelitian Nisvilyah (2013), memfokuskan perhatian pada nilai-nilai agama dan nilai budaya.
Penelitian yang akan dilakukan ini berfokus pada implementasi nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika
pada pemuda.
Penelitian Dempsey and all (2016) dalam Journal International, menjelasakan bahwa Bhinneka
Tunggal Ika adalah The textbooks’ explanations of Bhinneka Tunggal Ika are also associated with
(1) philosophy, ideology and the foundation of the state, Pancasila (the Five Principles); (2) the
Constitution of the Republic of Indonesia 1945; (3) Unifying symbols of the nation‐state of
Indonesia such as the national flag, anthem, and language; (4) history of the struggle of Indonesia
for independence; and (5) the Oath of Youth. The explanations are intended to reinforce the idea
that Bhinneka Tunggal Ika has been embedded in the life and the character of the nation‐state of
Indonesia. It represent its soul and its character. Dengan mewujudkan dan mengaktualisasikan
pemahaman nilai- nilai Bhinneka Tunggal Ika, diharapkan segenap komponen bangsa dapat
mengintegrasikan seluruh kehidupan berkebangsaan dengan menjunjung tinggi nasioanalisme
demi mempertahankan NKRI.
Penelitian Rosenthal and Levy (2012) dalam Journal International, menyatakan bahwa
multikulturalisme adalah endorsement of multiculturalism may also take the form of learning to
appreciate and value different groups’ positive contributions to a diverse society. Penelitian
Fraenkel (1977) “A Value is an idea- a concept about- what some thinks is important in life (nilai
adalah ide atau konsep tentang apa yang dipikirkan seseorang atau dianggap penting oleh
seseorang).
Negara merupakan sebuah organisasi besar yang di dalamnya terdapat masyarakat yang
mendiami wilayah tersebut. Negara juga dapat dikatakan sebagai suatu wilayah dipermukaan
bumi yang terdapat pemerintahan untuk mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan,
dan keamanan nasional. Menurut Darmadi (2010:24), negara merupakan organisasi kekuasaan
dari kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu. Suatu komunitas
masyarakat dapat dikatakan sebagai negara apabila telah memenuhi beberapa syarat yang
ditetapkan. Syarat berdirinya negara diantaranya mempunyai wilayah, rakyat, pemerintahan yang
berdaulat, dan pengakuan dari negara lain.
Masyarakat Indonesia yang berbudaya, memiliki sistem-sistem nilai yang terkandung dalam
Bhinneka Tunggal Ika. Cara masyarakat Indonesia dalam berkomunikasi sangat bergantung pada
budaya, bahasa, aturan, dan norma masing-masing. Budaya memiliki tanggung jawab atas
seluruh perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang. Wrenn
(1962)

berpendapat bahwa kegagalan dalam menghargai perbedaan, berkaitan dengan latar belakang
budaya. Menurut Hefner (1987) ide nasionalis pasca kolonial mencerminkan ikatan primordial
kekerabatan, bahasa, etnis, dan agama secara bertahap sehingga memberikan arti lebih
menyeluruh dari komunitas politik nasional.
Mewujudkan Bhinneka Tunggal Ika pada masyarakat Indonesia juga menemui tantangan.
Problem utamanya adalah setiap individu memiliki kecenderungan menganggap bahwa
budayanya sebagai suatu keharusan tanpa perlu dipersoalkan lagi (Mulyana dan Rakhmat,
2003:vii). Setiap orang akan menggunakan budayanya sebagai standarisasi untuk mengukur
budaya-budaya lain. Salah satu bentuk aktivitas komunikasi antar budaya yang nyata di dalam
Bhinneka Tunggal Ika terlihat dalam kehidupan keluarga perkawinan campuran, yang tidak
mempermasalahkan perbedaan agama. Pemerintahan Indonesia yang berdaulat memiliki posisi
yang sangat penting, baik sebagai penentu kebijakan maupun sebagai pelaksana dalam arti
mengkoordinasikan kegiatan pertahanan dan pembelaan terhadap negara.

1. B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang kami jabarkan diatas, maka dapat diambil
beberapa rumusan masalah guna menunjang isi makalah ini, antara lain :
1. Bagaimana perjalanan Sejarah tentang Bhineka Tunggal Ika sebagai bentuk
identitas Bangsa Indonesia. Kapan pertama ditetapkannya, penerapan Bhineka Tunggal
Ika, dan Pengimplementasiaan Lambang Bhineka Tunggal Ika pada saat ini?
2. C.    Tujuan

Tujuan yang dapat diperoleh dari Lambang Bhineka Tunggal Ika, berbeda-
beda tetap satu jua, yang dimana kita sebagai penerus bangsa agar tetap
bersatu di era Globalisasi ini.

1. D.    Manfaat

Dari makalah ini dapat kami peroleh manfaat bagi semua orang dan orang
yang membacanya, bahwasanya dalam hidup berbangsa dan bernegara dapat
memaknai dan melakukan apa yang terkandung dalam Bhineka Tunggal Ika
dan Bisa menjadikan dalam kehidupan untuk lebih mengutamakan
kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi.  Dan juga dapat
Memaknai arti Bhineka Tunggal Ika yang saat ini sudah mulai memudar dan
dapat menjaga persatuan Bangsa Indonesia.

Pembahasan

A. Pengertian bhinneka tunggal ika

Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan bangsa yang patut dijunjung tinggi
kedudukannya. Tanpa bhinneka tunggal ika Indonesia tak akan mudah mendapatkan
kemerdekaannya. Di sinilah arti Bhinneka Tunggal Ika yang sesungguhnya. Mampu
menyatukan perbedaan bangsa tanpa perselisihan di dalamnya hingga benar-benar
merdeka.disebut sebagai ikrar pemersatu bangsa yang menggetarkan jiwa. Ikrar ini
dikutip dari karangan Kakawin Jawa Kuno yang ditulis oleh Mpu Tantular. Kakawin
Sutasoma sebutannya. Dalam kakawin ini ditegaskan bahwa arti Bhinneka Tunggal
Ika bukanlah perpecahan, karena perpecahan akan berujung pada kehancuran.

Arti Bhinneka tunggal ika yang kerap disebutkan adalah berbeda-beda tetapi tetap


satu jua. Indonesia terdiri dari banyak suku, bangsa, ras, agama, dan budaya.
Sementara pemersatunya adalah ikrar bhinneka tunggal ika ini pun sudah tertulis
dengan jelas di kaki lambang negara Indonesia, yakni Burung Garuda.

Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa Kuna dan diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Kalimat tersebut merupakan
kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu : Kakawin Sutasoma, karangan Mpu
Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Dalam Kakawin Sutasoma
(Purudasanta), pengertian Bhinneka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan
bidang kepercayaan juga keanekaragam agama dan kepercayaan di kalangan
masyarakat Majapahit.

Bila diterjemahkan secara per kata, Bhinneka Tunggal Ika adalah :

 Bhinneka artinya beraneka ragam atau berbeda-beda menjadi pembentuk kata


“aneka”  Tunggal artinya satu

 Ika artinya itu

Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang
bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap
adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan
kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka
ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Kutipan ini berasal dari Pupuh 139, bait 5. Bait ini secara lengkap seperti di bawah
ini:

Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa. Bhinnêki rakwa ring apan kena
parwanosen? Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal Bhinnêka tunggal ika
tan hana dharma mangrwa.

Terjemahan :

Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.

Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?

Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal

Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

B. Sejarah Bhineka Tunggal Ika


Bhinneka Tunggal Ika Tanhana Dharmma Mangrva dilontarkan pada masa Majapahit.
Sesungguhnya Bhineka Tunggal Ika telah dimulai sejak masa Wisnuwarddhana, ketika aliran
Tantrayana mencapai puncak tertinggi perkembangannya. Oleh karena itulah Nararyya
Wisnuwarddhana didharmakan pada dua loka di Waleri bersifat Siwa dan di Jajaghu (Candi Jago)
bersifat Buddha. Juga putra mahkota Kertanagara (Nararyya Murddhaja) ditahbiskan sebagai JINA
(Jnyanabajreswara atau Jnyaneswarabajra).
Inilah fakta bahwa Singasari merupakan embrio yang menjiwai keberadaan dan keberlangsungan
kerajaan Majapahit. Narayya Wijaya sebagai pendiri kerajaan tak lain merupakan kerabat
sekaligus menantu Sang Nararyya Murddhaja (Sri Kertanagara : Raja Singasari terakhir).
Sehubungan bahwa semboyan tersebut embrio dari Singasari yakni pada masa Wisnuwarddhana
sang dhinarmmeng Ring Jajaghu (Candi Jago), maka baik semboyan Bhinneka Tunggal Ika maupun
bangunan Candi Jago kemudian disempurnakan pada masa Majapahit. Oleh sebab itu kedua
simbol (wijaksara dan bangunan) tersebut lebih dikenal sebagai hasil peradaban era Majapahit.
Padahal sesungguhnya merupakan hasil proses perjalanan sejarah sejak awal.
Perumusan Bhinneka Tunggal Ika Tanhana Dharmma Mangrva oleh Mpu Tantular pada dasarnya
pernyataan daya kreatif dalam upaya mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan,
sehubungan dengan usaha bina negara kerajaan Majapahit kala itu, telah memberikan nilai-nilai
inspiratif terhadap sistem pemerintahan pada masa kemerdekaan, dimana telah menyadari
bahwa menumbuhkan rasa dan semangat persatuan itulah Bhinneka Tunggal Ika yang akhirnya
diangkat menjadi semboyan yang diabadikan dalam lambang Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Garuda Pancasila.
Dalam lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pengertian Garuda Pancasila diperluas
menjadi tidak terbatas dan diterapkan tidak hanya pada perbedaan kepercayaan dan keagamaan,
melainkan juga terhadap perbedaan suku, bahasa, adat istiadat (budaya) dan beda kepulauan
(antara nusa) dalam kesatuan Republik Indonesia tercinta.
Sesuai makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi pada hakekatnya
satu. Memberi makna secara keseluruhannya memiliki perbedaan tetapi pada hakekatnya satu,
satu bangsa dan satu Negara Republik Indonesia.
Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah nomor 66 Tahun 1951, pada tanggal 17
Oktober dan diundangkan pada tanggal 28 Oktober 1951 tentang Lambang Negara.

Sementara semboyan “Tanhana Dharmma Mangrva” digunakan sebagai semboyan Lambang


Pertahanan Nasional (LemHamNas). Makna kalimat tersebut adalah “Tidak ada kebenaran yang
bermuka dua”.
Kemudian oleh LemHaNas semboyan kalimat tersebut diberi pengertian ringkas dan praktis yakni
“Bertahan karena benar” “Tidak ada kebenaran yang bermuka dua” sesungguhnya memiliki
pengertian agar hendaknya setiap manusia senantiasa berpegang dan berlandaskan pada
kebenaran yang satu.
Sebagai bahan catatan, bahwa realitas kemajemukan bangsa adalah warisan sejarah panjang
perjalanan Indonesia selama berabad-abad sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Dengan luas
wilayah Nusantara yang hampir 2 juta kilometer persegi, terdiri dari sekitar 13.700 pulau besar
dan kecil, lebih dari 300 ragam etnis, dengan adat istiadat, budaya dan keyakinan agama yang
berbeda-beda, menyimpan potensi keretakan yang kapan saja bisa mengemuka apabila tidak ada
alasan atau raison de’etre sebagai bangsa untuk bersatu.
Bahwa raison de’etre untuk menjadi satu bangsa, bukan sekedar perasaan subjektif para pendiri
bangsa menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945, melainkan mendapatkan pijakan sejarah selama
berabad-abad seperti yang telah dibuktikan.
Dan kesadaran sebagai putra-putri dari sebuah bangsa besar yang telah melahirkan Sumpah
Pemuda, 28 Oktober 1928, kiranya menjadi tugas sejarah untuk terus memperjuangkan, menjaga
dan mewujudkan kesatuan bangsa Indonesia dan menjadi obor penyuluh, ketika sebagian anak-
anak bangsa mulai dijangkiti penyakit sektarian sempit, fanatisme agama dan egoisme kelompok
serta golongan yang hanya akan mengorbankan persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam situasi tersebut, kita harus memahami perjalanan sejarah, dengan eksistensi Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai rumah kita bersama dengan mempertaruhkan: Bhinneka
Tunggal
Ika “Berbeda-beda tetapi Tetap Satu Jua”. Merdeka!!!

Nara Sumber : Wikipedia, Bambangnoorsenacenter Penulis : Nunik Sumasni, Tangguh Sutjaksono

C. Fungsi dari bhinneka tunggal ika

Bangsa Indonesia sudah lama hidup di dalam keanekaragaman. Bangsa Indonesia merupakan suatu
bangsa yang besar dan berdaulat.

Adapun beberapa fungsi dari Bhinneka Tunggal Ika dalam berbangsa maupun bermasyarakat, yaitu :

1. Menciptakan dan menjaga kesatuan Republik Indonesia.


2. Membangun kehidupan nasional yang toleran.
3. Sebagai rambu-rambu peraturan dan kebijakan negara.
4. membantu mewujudkan cita-cita leluhur bangsa.
5. Membentengi perdamaian Indonesia.

Itulah mengapa, Bhinneka Tunggal Ika patut dijadikan sebagai landasan untuk mewujudkan persatuan
dan kesatuan di dalam bangsa Indonesia. Kita sebagai generasi selanjutnya yang bisa menikmati
kemerdekaan dengan mudah, harus bersungguh-sungguh untuk menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.

D.Penetapan Lambang Bhineka Tunggal Ika sebagai Pilar Bangsa Indonesia

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh Mpu


Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa
pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti
tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi
“Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, “ yang artinya
“Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada pengabdian yang mendua.” Semboyan
yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam pemerintahan
kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya keaneka-ragaman agama
yang dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka
berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian.

Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka
Tunggal Ika yang diungkap oleh Mpu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia dengan
Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah tersebut
menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan
sebagai seboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia,
“Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu
kata “bhinneka”. Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal
Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang
Negara, dan tercantum dalam pasal 36a UUD 1945 yang
menyebutkan :”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika”. Dengan demikian, Bhinneka Tunggal
Ika merupakan semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa, yang
ditetapkan dalam UUDnya. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan
secara tepat dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal
Ika perlu difahami secara tepat dan benar untuk selanjutnya difahami
bagaimana cara untuk mengimplementasikan secara tepat dan benar pula.

Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam


kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Prinsip pluralistik dan
multikulturalistik adalah asas yang mengakui adanya kemajemukan bangsa
dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan
daerah, dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta 
didudukkan dalam suatu prinsip yang dapat mengikat keanekaragaman
tersebut dalam kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan dikembangkan
dan didorong menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan
yang dimiliki oleh  masing-masing komponen bangsa, untuk selanjutnya
diikat secara sinerjik menjadi kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan
dalam menghadapi segala tantangan dan persoalan bangsa.

E.Penerapan Bhineka Tunggal Ika

Pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an masyarakat


multikultural/majemuk sebagai pilar nasionalisme, sekaligus untuk memberi
wacana dan sumbang saran kepada semua pihak, terutama para pelaksana
dan penentu kebijakan diberbagai instansi tekait, agar dapat dijadikan
tambahan acuan dalam menentukan peraturan berkaitan dengan aktualisasi
pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an oleh masyarakat
multikultural sebagai pilar nasionalisme yang kokoh dan trengginas dalam
menghadapi perubahan globalKalimat yang terpampang pada pita putih yang
tercengkeram oleh kaki burung garuda, lambang negara Indonesia yaitu
BHINNEKA TUNGGAL IKA memiliki makna yang menggambarkan
keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia, meskipun berbeda-beda tetapi
pada hakikatnya merupakan satu kesatuan Indonesia.

Bhinneka tunggal ika yang berarti berbeda tetapi satu, bila ditengok dari asal
usul kalimatnya yang tertuang dalam syair kitab sutasoma adalah
penggambaran dari dua ajaran atau keyakinan yang berbeda kala itu, namun
pada dasarnya memiliki satu kesamaan tujuan.

Empu Tantular sebagai pencetus kalimat yang tertuang itu tentunya


memahami benar arti dan makna yang tersimpan di dalamnya. Walaupun
kalimat itu merupakan bentuk pernyataan beliau dari suatu keadaan yang
sedang dialami, namun kenyataannya dapat diterapkan dan diterima hingga
saat sekarang ini. Dan memang seperti itulah seorang yang populis, berani
menyampaikan sesuatu yang belum pernah diperdengarkan sebelumnya dan
menyampaikan dengan bahasa yang populer, yaitu bahasa yang bisa diterima
saat itu, saat ini dan suatu saat yang akan datang.

Hanya orang bijaklah yang mampu menyampaikan kata-katanya dengan


bahasa yang dapat dipahami atau dimengerti oleh masing-masing pendengar
atau pembacanya sesuai tingkat pemahamannya masing-masing.

Sangat beragam juga bila kita dapat mengartikan bhinneka tunggal ika dalam
perwujudan sehari-hari. Bhinneka tunggal ika dalam kehidupan sehari-hari
seringkali ditemui, namun untuk memahaminya terkadang masih terasa sulit,
apalagi mengakuinya. Ada ungkapan yang menyatakan “perbedaan adalah
rahmat” dan inipun terkadang menjadi bahan perdebatan.

Matahari dan bulan itu berbeda akan tetapi saling menerangi bumi, siang dan
malam itu berbeda tetapi saling melengkapi hari, laki-laki dan perempuan
beda tapi saling mengisi dalam kehidupan, salah dan benar, baik dan buruk
yang Tuhan ciptakan tentu tidak dapat disangkal, lalu mengapa Tuhan
ciptakan itu semua? Apabila perbedaan itu seharusnya tidak perlu ada,
apakah kemudian kita berpikir bagaimana sebaiknya Tuhan? Mengakui
perbedaan terkadang terasa sulit seperti halnya mengakui kebenaran orang
lain daripada melihat sisi salahnya. Tangan dan kaki, telinga dan mata, yang
kanan dan kiri memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda tetapi saling
menyempurnakan bentuk manusia itu secara utuh. Ketika dalam satu
keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya masing-masing
memiliki perbedaan pendapat apakah itu tidak boleh? dan apabila si anak
memiliki keinginan yang bertentangan dengan orang tuanya apakah
kemudian menjadikan terputusnya hubungan darah? Kemudian apabila alam
semesta yang beraneka ragam ini tercipta karena adanya hubungan Tuhan
dengan ciptaan-Nya, apakah akan menjadikan putusnya hubungan, apabila
ciptaan tidak mengakui penciptanya? Perbedaan adalah kenyataan yang tidak
bisa terelakan lagi, mulai dalam diri sendiri, keluarga, masyarakat, negara
atau dunia.

Jika kita perhatikan malam yang digantikan siang, ini berjalan selaras tidak
saling mendahului tentu terasa sempurna hari yang terlewati, oleh karena
keselarasan itu maka dalam pertemuan malam dengan siang terlahir fajar
yang indah, begitu pula siang yang digantikan malam tercipta senja yang
penuh misteri, hal itu terwujud karena adanya keselarasan alam yang berbeda
tetapi bersatu menciptakan hari.Lalu bagaimana dengan perbedaan diantara
kita, apakah bisa berjalan selaras agar tercipta kedamaian?

Para pendiri bangsa Indonesia terdahulu tentu memiliki harapan yang sangat
besar dengan menjadikan kalimat “BHINNEKA TUNGGAL IKA” ini sebagai
simbolis Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan memahami arti dan
makna yang terkandung didalamnya serta dengan mewujudkan dalam
kehidupan sehari-hari mulai dari diri sendiri, berharap bangsa ini berjalan
dengan selaras dan tumbuh menjadi bangsa yang besar.

Bangsa Indonesia menjadikan Pancasila  sebagai landasan ideologi yang


berjiwa persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai serta
menghormati ke-Bhinneka Tunggal Ika-an (persatuan dalam perbedaan)
untuk setiap aspek kehidupan nasional guna mencapai tujuan nasional.
Artinya, sudah menjadi hal yang tidak dapat dinafikan bahwa masyarakat
Indonesia itu jamak, plural, dan daerah yang beragam, terdiri dari berbagai
macam suku, bahasa, adat-istiadat dan kebiasaan, agama, kepercayaan 
kekayaan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu nilai-
nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an harus diwujudkan dan diaktualisasikan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Implementasinya dalam kehidupan nasional adalah, memahami
kemajemukan sosial dan budaya atau multikulturalisme sebagai dasar untuk
membangun kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa.
Pemahaman terhadap nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dimaksud
adalah menerapkan atau melaksanakan nilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-
an dalam kehidupan sehari-hari, baik secara individu, kelompok masyarakat,
dan bahkan secara nasional, mencakup kehidupan politik, ekonomi, sosial
dan budaya, serta pertahanan nasional di seluruh lapisan masyarakat yang
jumlahnya besar (sekitar 230 juta jiwa) dan beragam, sehingga tercipta
stabilitas nasional yang kondusif untuk pembangunan masyarakat sejahtera,
adil-makmur dan merata. Ada beberapa cara untuk menjadikan Bhinneka
Tunggal Ika lebih membumi dalam pribadi masyarakat yang heterogen ini,
salah satunya yaitu dengan identitas sosial mutual differentiation model dari
Brewer & Gaertner (2003) yang diterapkan pada diri setiap Individu dalam
bangsa ini. Mutual differentiation model adalah suatu model dimana
seseorang atau kelompok tertentu yang mempertahankan identitas asal
(kesukuan atau daerah) namun secara bersamaan kesemua kelompok tersebut
juga memiliki suatu tujuan bersama yang pada akhirnya mempersatukan
mereka semua.

Model ini akan memunculkan identitas ganda yang bersifat hirarkis, dengan
artian seseorang tidak akan melepaskan identitas asalnya dan memiliki suatu
identitas bersama yang lebih tinggi nilainya. Sebagai contoh seseorang tidak
melupakan asalnya sebagai orang Minang, namun memiliki suatu kesatuan
bersama yang lebih diutamakan yaitu sebagai rakyat Indonesia. Dengan
demikian identitas kesukuan atau daerah lebih rendah nilai dan

keutamaannya daripada identitas nasional, Sesuai dengan makna Bhinneka


Tunggal Ika itu sendiri, dimana persatuan adalah harga mati.

Pada masa kepemimpinan Ir.Soekarno, beliau pernah melakukan usaha


mempersatukan seluruh bangsa dengan jargon “Ganyang Malaysia”, “Amerika
kita Seterika”, “Jepang kita Panggang”, dan “Inggris kita Linggis” dimana
pada kesempatan tersebut beliau menebar propaganda bahwa setiap warga
negara Indonesia memiliki musuh bersama yaitu Malaysia, Jepang, Amerika
dan Inggris.

Dengan adanya Ultimate Goal maka persatuan akan semakin kuat


dikarenakan tumbuhnya perasaan senasib-sepenanggungan dalam
masyarakat sebangsa dan setanah air. Perasaan, semangat dan tujuan seperti
itulah yang akan membuat masyarakat heterogen menjadi bersatu,
membentuk suatu identitas sosial nasional yang lebih kuat daripada
kepentingan kelompok, golongan dan pribadi.

Dengan mengakui perbedaan dan menghormati perbedaan itu sendiri


ditambah kuatnya mempertahankan ikrar satu nusa, satu bangsa dan satu
bahasa merupakan suatu model identitas sosial yang sangat baik dalam
bangsa ini. Sehingga terjalin kerjasama antar semua golongan tanpa pernah
menyinggung perbedaan karena memiliki suatu tujuan utama dan
kebanggaan bersama atas persatuan bangsa.

Toleransi dalam konteks kehidupan berbangsa adalah sikap menghargai satu


sama lain, melarang adanya dikriminasi dan ketidak-adilan dari kelompok
mayoritas terhadap minoritas, baik secara suku, budaya dan agama dengan
tujuan untuk mewujudkan cita-cita luhur bersama.
Selain masalah kebangsaan, tantangan kedepan pada masa mendatang dari
bangsa ini adalah menghadapi era globalisasi ekonomi, kapitalisme yang
menggurita, imperialis, orientalis, penyusupan paham-paham menyimpang
dari pihak luar, serta dari dalam negeri sendiri seperti pengkhianatan,
fundamentalis dan ‘barisan sakit hati’ yang bertujuan memperkeruh keadaan,
menyulut konflik dan kesenjangan sehingga terjadi aksi-aksi dengan hasil
keadaan yang menjauhkan kita dari jalur pencapaian cita-cita luhur.

F.Implementasi Bhineka Tunggal Ika dan Cita-Cita Luhur Bangsa Indonesia

Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan


berbangsa dan bernegara dipandang perlu untuk memahami secara
mendalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :

1.  Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi


pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang terdapat pada
unsur-unsur atau komponen bangsa. Suatu contoh di negara tercinta ini terdapat begitu
aneka ragam agama dan kepercayaan. Dengan ke-tunggalan Bhinneka Tunggal Ika tidak
dimaksudkan untuk membentuk agama baru. Setiap agama diakui seperti apa adanya,
namun dalam kehidupan beragama di Indonesia dicari common denominator, yakni
prinsip-prinsip yang ditemui dari setiap agama yag memiliki kesamaan, dan common
denominator ini yang kita pegang sebagai ke-tunggalan, untuk kemudian dipergunakan
sebagai acuan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Demikian pula halnya dengan adat
budaya daerah, tetap diakui eksistensinya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berwawasan kebangsaan. Faham Bhinneka Tunggal Ika, yang oleh Ir Sujamto
disebut sebagai faham Tantularisme, bukan faham sinkretisme, yang mencoba untuk
mengembangkan konsep baru dari unsur asli dengan unsur yang datang dari luar.
2.  Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif; hal ini bermakna
bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan merasa dirinya yang
paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui harkat dan martabat pihak lain.
Pandangan sektarian dan eksklusif ini akan memicu terbentuknya keakuan yang
berlebihan dengan tidak atau kurang memperhitungkan pihak lain, memupuk
kecurigaan, kecemburuan, dan persaingan yang tidak sehat. Bhinneka Tunggal Ika
bersifat inklusif. Golongan mayoritas dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak
memaksakan kehendaknya pada golongan minoritas.
3. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan
perilaku semu. Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya mempercayai,
saling hormat menghormati, saling cinta mencintai dan rukun. Hanya dengan cara
demikian maka keanekaragaman ini dapat dipersatukan.
4.  Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna
perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi
dicari titik temu,  dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal ini akan terwujud apabila
dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian, inklusif, akomodatif, dan rukun.
5. Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika
mendukung nilai:

1. inklusif, tidak bersifat eksklusif,


2. terbuka,
3. ko-eksistensi damai dan kebersamaan,
4.  kesetaraan,
5. tidak merasa yang paling benar,
6. toleransi,
7. musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang
berbeda.

Setelah kita fahami beberapa prinsip yang terkandung dalam Bhinneka


Tunggal Ika, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana prinsip-prinsip
Bhinneka Tunggal Ika ini diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.

III

PENUTUP

1. A.    Kesimpulan 

Pemahaman nilai-nilai Bhinneka-Tunggal Ika dalam masyarakat Indonesia


dapat wujud secara integral dengan kerjasama seluruh komponen bangsa,
baik oleh pemerintah selaku penyelenggara negara maupun setiap insan
pribadi warga. Peningkatan sosialisasi aktualisasi pemahaman nilai-nilai ke-
Bhinneka Tunggal Ika-an harus dilakukan melalui tindakan nyata dalam
kehidupan keseharian seluruh kompenen warga dalam rangka memperkuat
integrasi nasional, karena Indonesia dengan keberagaman budaya,
suku/etnik, bahasa, agama, kondisi geografis, dan strata sosial yang berbeda.
Indonesia dengan gambaran masyarakat majemuk yang terdiri dari suku-suku
bangsa yang berada di bawah kekuasaan sebuah sistem nasional, termasuk di
dalamnya pemerintah yang menjalankan proses pembangunan masyarakat
harus bersinergis untuk bersama-sama dengan rakyat tanpa membedakan
keberagaman budaya, bahasa, agama, suku/etnik, dan bahkan strata sosial,
mewujudkan cita-cita bangsa sesuai dengan komitmen bersama,
berlandaskan nilai-nilai yang terkandung dalam ke-Bhinneka Tungal Ika-an
yang termaktub dalam Pancasila.  Ciri kemajemukan masyarakat Indonesia
yang terintegrasi secara nasional adalah sangat penting sebagai kekayaan dan
merupakan potensi yang dapat dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan
dalam sistem komunikasi sebagai acuan utama bagi menunjukkan  jati diri
bangsa Indonesia sebagai nasionalisme

Peningkatan pemahaman terhadap kemajemukan sosial budaya sebagai


pencitraan dari budaya bangsa Indonesia yang semakin dewasa merupakan
upaya membangun citra diri didasarkan aktualisasi pemahaman nilai-nilai ke-
Bhinneka-an yang dimiliki, dapat menjadi investasi yang diandalkan pada
pelaksanaan pembangunan nasional sebagai salah satu pilar demokrasi.
Untuk itu diharapkan tindakan nyata oleh pemerintah agar memaknai 
pentingnya kondisi kemajemukan yang terintegrasi secara nasional melalui
wawasan kebangsaan di era globalisasi saat ini untuk menjaga kedaulatan
NKRI. Untuk merealisasikan harapan ini, masyarakat dan segenap komponen
bangsa harus lebih dewasa dalam mengaktualisasikan pemahaman nila-nilai
ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam mewujudkan integrasi nasional di negara
yang dikenal dengan kemajemukannya berlandaskan Pancasila dan UUD 1945
demi pencapaian tujuan nasional.

Refrensi

Bahan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Panca- sila. 1990. Jakarta:
BP-7 Pusat.

Darmodihardjo, Dardji. 1997. Orientasi Pancasila. Malang: Universitas Brawijaya

https://coretanandrea.wordpress.com/2013/11/03/323/amp/

https://www.researchgate.net/publication/329188939_BHINNEKA_TUNGGAL_IKA

https://m.bola.com/ragam/read/4485949/pengertian-bhinneka-tunggal-ika-sejarah-
fungsi-dan-maknanya-yang-harus-diketahui

Anda mungkin juga menyukai