PENDAHULUAN
Identitas Nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh
suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa
yang lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia
ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri
serta karakter dari bangsa tersebut. Berdasarkan hakikat pengertian identitas
nasional sebagaimana di jelaskan di atas maka Identitas Nasional suatu bangsa
tidak dapat di pisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih populer disebut
dengan kepribadian suatu bangsa.
PEMBAHASAN
Menurut Toyenbee, ciri khas suatu bangsa yang merupakan local genius
dalam menghadapi pengaruh budaya asing akan menghadapi challence dan
response. Jika challence cukup besar sementara response kecil maka bangsa
tersebut akan punah dan hal ini sebagaimana terjadi pada bangsa Aborigin di
Australia dan bangsa Indian di Amerika. Namun demikian jika challance kecil
sementara response besar maka bangsa tersebut tidak akan berkembang menjadi
bangsa yang kreatif.
Oleh karena itu, agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi
globalisasi maka harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang
merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan kreatifitas
budaya globalisasi. Sebagaimana terjadi di berbagai negara di dunia, justru dalam
era globalisasi dengan penuh tantangan yang cenderung menghancurkan
nasionalisme, muncullah kebangkitan kembali kesadaran nasional.
Bendera merupakan salah satu lambang yang menjadi identitas yang dapat
dikenali saat melihat warna serta motif gambar di dalamnya. Setiap negara pasti
memiliki bendera sebagai ciri dari negara tersebut. Seperti Indonesia, bendera
Indonesia berwarna merah dan putih, seperti yang sudah tertera dalam UUD 1945
pasal 35 yang menyebutkan bahwa “Bendera Negara Indonesia adalah Sang
Merah Putih”. Warna merah dan putih yang menjadi warna pilihan yang di pilih
untuk melambangkan Indonesia itu memiliki arti, yaitu merah artinya berani
sedangkan putih artinya suci, yang diharapkan masyarakat Infdonesia bisa
memikili jiwa berani dan suci seperti lambang bendera Indonesia.
Seperti pada Undang – undang Dasar 1945 yang telah di tetapkan bahwa
lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila. Pancasila disini yang
dimaksud adalah burung garuda yang melambangkan kekuatan bangsa Indonesia.
Burung garuda sebagai lambang negara Indonesia memiliki warna emas yang
melambangkan kejayaan Indonesia. Sedangkan perisai di tengah melambangkan
pertahanan bangsa Indonesia.
Pancasila adalah kumpulan nilai atau norma yang meliputi sila-sila Pancasila
sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.Pada hakikatnya
pengertian Pancasila dapat dikembalikan kepada dua pengertian, yakni Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dan Pancasila sebagai dasar Negara
Republik Indonesia. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia sering
disebut juga sebagai pandangangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup,
petunjuk hidup yang dapat di artikan dari segi global atau sekala besar. Dalam hal
ini Pancasila digunakan sebagai pancaran dari sila Pancasila karena Pancasila
sebagai kesatuan tidak bisa dipisah-pisahkan, keseluruhan sila dalam Pancasila
merupakan satu kesatuan organis sehingga berfungsi sebagai cita-cita atau ide
yang menjadi tujuan utama bersama sebagai landasan dasar Negara. Oleh karena
itu, dapat dikemukakan bahwa Pancasila sebagai pegangan hidup yang merupakan
pandangan hidup bangsa, dalam pelaksanaan hidup sehari-hari tidak boleh
bertentangan denagn norma-norma agama, norma-norma sopan santun, dan tidak
bertentangan dengan norma-norma hukum yang sudah ada dan telah ditetapkan
atau saat ini berlaku.
1. Sejarah
2. Suku Bangsa
Suku bangsa adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada
sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di
Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis sehingga
mereka dapat dikenali dari daerah mana asalnya. Etnis Tionghoa hanya berjumlah
2,8% dari populasi Indonesia, tetapi tidak kurang dari 300 dialek bahasa. Populasi
penduduk Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 210 juta. Dari jumlah tersebut
diperkirakan separuhnya beretnis Jawa. Sisanya terdiri dari etnis-etnis yang
mendiami kepulauan diluar Jawa seperti suku Makasar-Bugis (3,68%), Batak
(2,04%), Bali (1,88%), Aceh (1,4%) dan suku-suku lainnya. Mereka mendiami
daerah-daerah tertentu, menyebar ke seluruh kepulauan Indonesia. Mayoritas dari
mereka bermukim di perkotaan.
3. Agama
Dari agama-agama di atas, agama Islam merupakan agama yang dianut oleh
mayoritas bangsa Indonesia. Dalam Islam terdapat banyak golongan dan
kelompok pemahaman misalnya kelompok Islam santri untuk menunjukan
keislaman yang kuat dan Islam Abangan atau Islam Nominal bagi masyarakat
Islam di daerah Jawa. Sedangkan kalangan di kelompok santri sendiri perbedaan
pemahaman dan pengamalan Islam dikenal dengan kelompok modernis dan
tradisionalis. Kelompok pertama lebih berorientasi pada pencaharian tafsir baru
ijtihad atas wahyu Allah. Sedangkan kelompok tradisionalis lebih menyandarkan
pengalaman agamanya pada pendapat-pendapat ulama.
Karena Indonesia merupakan negara yang multi agama, maka Indonesia dapat
dikatakan sebagai negara yang rawan terhadap disintegrasi bangsa. Banyak kasus
disintegrasi bangsa yang terjadi akhir-akhir ini melibatkan agama sebagai faktor
penyebabnya. Misalnya, kasus Ambon yang sering kali diisukan sebagai
pertikaian anatara dua kelompok agama meskipun isu ini belum tentu benar. Akan
tetapi isu agama adalah salah satu isu yang mudah menciptakan konflik. Salah
satu jalan yang dapat mengurangi resiko konflik atar agama, perlunya diciptakan
tradisi saling menghormati antara agama-agama yang ada. Menghormati berarti
mengakui secara positif dalam agama dan kepercayaan orang lain juga mampu
belajar satu sama lain. Sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan
memungkinkan penganut agama-agama yang berbeda bersama-sama berjuang
demi pembanguna yang sesuai dengan martabat yang diterima manusia dari
Tuhan.
4. Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang isinya
adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif
digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami
lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk
bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan
lingkungan yang dihadapi. Intinya adalah kebudayaan merupakam patokan nilai-
nilai etika dan moral, baik yang tergolong sebagai ideal atau yang seharusnya
(world view) maupun yang operasional dan aktual di dalam kehidupan sehari-hari
(ethos).
5. Bahasa
Pada tahun 1928 bahasa Melayu mengalami perkembangan yang luar biasa.
Pada tahun tersebut, melalui peristiwa Sumpah Pemuda Indonesia, para tokoh
pemuda dari berbagai latar belakang suku dan kebudayaan merupakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia.
Kasta adalah pembagian social atas dasar agama. Dalam agama hindu para
penganutnya dikelompokkan kedalam beberapa kasta.kasta yang tertinggi adalah
kasta Brahmana (kelompok rohaniaan) dan kasta yang terendah adalah kasta
Sudra (orang biasa atau masyarakat biasa). Kasta yang rendah tidak bisa kawin
dengan kasta yang lebih tingi dan begitu juga sebaliknya. Kelas menurut Weber
ialah suatu kelompok orang-orang dalam situasi kelas yang sama, yaitu
kesempatan untuk memperoleh barang-barang dan untuk dapat menentukan
sendiri keadaan kehidupan ekstern dan nasib pribadi. Kekuasaan dan milik
merupakan komponen-komponen terpenting: berkat kekuasaan, maka milik
mengakibatkan monopolisasi dan kesempatan-kesempatan.
Menurut sumber lain, disebutkan bahwa Satu jati diri dengan dua identitas:
a. Identitas Primordial
Orang dengan berbagai latar belakang etnik dan budaya: jawab, batak,
dayak, bugis, bali, timo, maluku, dsb. Orang dengan berbagai latar
belakang agama: Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budha, dan sebagainya.
b. Identitas Nasional
Suatu konsep kebangsaan yang tidak pernah ada padanan sebelumnya.
Istilah Identitas Nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh
suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa
lain.
Eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi yang sangat kuat terutama
karena pengaruh kekuasaan internasional. Menurut Berger[2], era globalisasi
dewasa ini, ideology kapitalisme yang akan menguasai dunia. Kapitalisme telah
mengubah masyarakat satu persatu dan menjadi sistem internasional yang
menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia, dan secara
tidak langsung juga nasib, social, politik dan kebudayaan.
Oleh karena itu agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi
globalisasi maka harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang
merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan kreatifitas
budaya globalisasi. Sebagaimana terjadi di berbagai negara di dunia, justru dalam
era globalisasi dengan penuh tantangan yang cenderung menghancurkan
nasionalisme, muncullah kebangkitan kembali kesadaran nasional.
Kelahiran identitas nasional suatu bangsa memiliki sifat, ciri khas, serta keunikan
sendiri-sendiri, yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang mendukung
kelahiran identitas nasional tersebut. Adapun faktor-faktor yang mendukung
kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia, meliputi:
1) Faktor Obyektif
2) Faktor Subyektif
Faktor subyektif meliputi faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang
dimiliki bangsa Indonesia. Faktor historis ini mempengaruhi proses pembentukan
masyarakat dan bangsa Indonesia, beserta identitasnya, melalui interaksi berbagai
faktor yang terlibat di dalamnya. Hasil dari interaksi dari berbagai faktor tersebut
melahirkan proses pembentukan masyarakat, bangsa, dan negara berserta identitas
bangsa Indonesia, yang muncul tatkala nasionalisme berkembang di indonesia
pada awal abad XX.
a) Faktor Primer
b) Faktor Pendorong
c) Faktor Penarik
d) Faktor Reaktif
Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa yang diangkat dari
filsafat hidup bangsa Indonesia, yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu
prinsip dasar filsafat negara yaitu Pancasila. Jadi, filsafat suatu bangsa dan negara
berakar pada pandangan hidup yang bersumber pada kepribadiannya sendiri.
Dapat pula dikatakan pula bahwa pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan
Negara Indonesia pada hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya dan
keagamaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai kepribadian bangsa.
Bagi Bangsa Indonesia, jati diri bangsa dalam bentuk kepribadian nasional ini
telah disepakati sejak Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Kesepakatan itu, telah muncul lewat pernyataan pendiri negara (founding fathers
and mothers) dengan wujud pancasila, yang di dalamnya mengandung lima nilai-
nilai dasar sebagai gambaran berpola Bangsa Indonesia, yang erat dengan jiwa,
moral, dan kepribadian bangsa Pancasila adalah kepribadian bangsa yang digali
dari nilai-nilai yang telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan budaya
Bangsa Indonesia. Sebagai indentitas dan kepribadian Bangsa Indonesia,
Pancasila adalah sumber motivasi, inspirasi, pedoman berperilaku sekaligus
standar pembenarannya. Dengan demikian segala ide, pola aktifitas, perilaku,
serta hasil perilaku Bangsa Indonesia harus bercermin pada Pancasila. Pancasila
memiliki pengertia sebagai moral, jiwa, dan kepribadian Bangsa Indonesia. Hal
ini diwujudkan dalam sikap mental dan tingakah laku serta amal perbuatan yang
mempunyai ciri khas, sehingga menjadi identitas bangsa. Ciri-ciri khas inilah
yang dimaksud kepribadian. Kepribadian Bangsa Indonesia adalah Pancasila.
Jadi dasar filsafat suatu bangsa dan negara berakar pada pandangan hidup yang
bersumber kepada kepribadiannya sendiri. Hal ini menurut Titus dikemukakan
bahwa salah satu fungsi filsafat adalah kedudukannya sebagai suatu pandangan
hidup masyarakat.
Dapat pula dikatakan bahwa pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara
Indonesia pada hakekatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya dan keagamaan
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai kepribadian bangsa. Jadi filsafat
Pancasila ini bukan muncul secara tiba-tiba dan dipaksakan oleh suatu rezim atau
penguasa melainkan suatu fase historis yang cukup panjang. Pancasila sebelum
dirumuskan secara formal yudiris dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai dasar
filsafat Negara Indonesia, nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia, dalam
kehidupan sehari-hari sebagai suatu pandangan hidup, sehingga materi Pancasila
yang berupa nilai-nilai tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri.
Dalam pengertian seperti ini menurut Notonegoro, bangsa Indonesia adalah
sebagai kausa materialis Pancasila. Nilai-nilai tersebut kemudian diangkat dan
dirumuskan secara formal oleh para pendiri negara untuk dijadikan sebagai dasar
Negara Republik Indonesia. Proses perumusan materi Pancasila secara formal
tersebut dilakukan dalam sidang-sidang BPUPKI pertama, sidang “Panitia 9”,
sidang BPUPKI kedua, serta akhirnya disahkan secara formal yudiris sebagai
dasar filsafat Negara Republik Indonesia.
Era Globalisasi sendiri dapat mempengaruhi bangsa ini dari sisi nilai-nilai
budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka
telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah ada sejak dulu.
Nilai-nilai tersebut, ada yang bersifat positif ada pula yang bersifat negatif.
Semua ini merupakan ancaman, tantangan, dan sekaligus sebagai peluang bagi
bangsa Indonesia untuk berkreasi dan berinovasi di segala aspek kehidupan.
Dengan adanya Era Globalisasi ini sisi baiknya kita dapat menumbuhkan serta
menciptakan inovasi kita selama ini dengan lebih muda terutama dalam bidang
bisnis maupun interaksi social, yang bertujuan dapat meningkatkan aspek
kehidupan yang akan datang untuk kelangsungan hidup anak cucu penerus bangsa
ini tercinta.
Di era globalisasi, pergaulan antar bangsa semakin ketat. Batas antar negara
hampir tidak ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Di dalam
pergaulan antar bangsa yang semakin kental itu, akan terjadi proses akulturasi,
saling meniru, dan saling mempengaruhi di antara budaya masing-masing,
menjadikan setiap perbedaan adalah pembelajaran yang wajib di ikuti dan di
lakukan. Bahkan seringkali merasa bahwa perbedaan itu adalah ilmu yang baik
untuk di tiru dan di terapkan. Adapun yang perlu dicermati dari proses akulturasi
tersebut, apakah dapat melunturkan tata nilai yang merupakan jati diri bangsa
Indonesia?
Sebenarnya ada banyak hal dalam mengatasi setiap maslah, karena pada
dasarnya tidak akan ada masalah tanpa jalan keluar. Yang harus kita lakukan
adalah berfikir mencari jalan keluar yang terbaik tanpa adanya kerugian yang di
ambil.
Banyak cara untuk mengatasi masalah Identitas Nasional yang ada di Negara
Indonesia tercinta ini, Salah satunya ialah menerapkan dan membiasakan
mengikuti upacara.
Upacara non wajib seperti kebiasaan atau tradisi upacara setiap hari senin
yang sering di lakukan di sekolah – sekolah, tetapi sayang tradisi upacara hari
senin sangat jarang di lakukan bahkan hamper tidak ada yang melakukanya.
Padahal upacara adalah salah satu cara yang sangat mudah dilakukan untuk
mempertahankan serta menatasi maslah Identitas Nasional Indonesia.
“ Seharusnya bukan orang lain yang membangunkan kita serta menyadarkan kita,
tetapi kitalah sendiri yang harus bangun demi kemajuan bangsa tercinta.”
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Makalah ini masih sangat sederhana untuk itu penyusun berharap sumbang saran
dari para pembaca demi perbaikan makalah ini. Penyusun menyarankan agar
makalah dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
https://ilhamberkuliah.blogspot.co.id/2015/09/makalah-identitas-
nasional.html?m=1
https://dianrasidah.blogspot.co.id/2013/11/makalah-identitas-nasional.html?m=1
https://yentiulfaa12.blogspot.co.id/2015/06/makalah-identitas-nasional.html?m=1