Anda di halaman 1dari 23

Makalah Kewarganegaraan Identitas Nasional

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Identitas nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa
yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain.Berdasarkan
perngertian yang demikian ini maka setiap bangsa didunia ini akan memiliki identitas sendiri-
sendiri sesuai dengan keunikan,sifat,ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut.Berdasarkan
hakikat pengertian identitas nasional sebagai mana di jelaskan di atas maka identitas nasional
suatu Bangsa tidak dapat di pisahkan dengan jati diri suatu bangsa ataulebih populer disebut
dengan kepribadian suatu bangsa.
Bangsa pada hakikatnya adalah sekelompok besar manusia yang mempunyai persamaan
nasib dalam proses sejarahnya,sehingga mempunyai persamaan watak atau karakter yang kuat
untuk bersatu dan hidup bersama serta mendiami suatu wilayah tertentu sebagai suatu kesatuan
nasional.
Dalam penyusunan makalah ini digunakan untuk mengangkat tema dengan tujuan dapat
memmbantu mengatasi masalah tentang identitas nasional dan dapat di terapkan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Identitas Nasional ?
2. Bagaimana pembentukan Identitas Nasional ?
3. Bagaimana membangun Nasionalisme ?
4. Apa Nasionalisme Indonesia ?
5. Apa pengertian Integrasi Nasional ?

C. TUJUAN
Penulisan Makalah/karya tulis ini bertujuan untuk menggali lebih dalam serta luas tentang
suatu pokok bahasan materi. Selain itu untuk menunjang salah satu studi mata kuliah studi
“Pendidikan Kewarganegaraan”, khususnya untuk semerter I, yang berada dilingkungan
Universitas islam Negeri (UIN) Maulana Malik ibrahim di kota Malang.
Dalam pembahasan ini kami akan mencoba menjelaskan tentang Pengertian Identitas
Nasional , Pembentukan Identitas Nasional , Membangun Nasionalisme , Nasionalisme
indonesia , dan Pengertian Integrasi Nasional.
Pembahasan-pembahasan materi ini, selain memakai bahasa sendiri juga menggunakan
media baca yang ada supaya lebih mendukung pada penyusunan materi dan bisa dimengerti oleh
mahasiswa-mahasiswi khususnya UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Identitas Nasional
Kata “identitas” berasal dari kata identity yang berarti ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri
yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Sedangkan
“Nasional” menunjuk pada sifat khas kelompok yang memiliki ciri-ciri kesamaan, baik fisik
seperti, budaya, agama, bahasa, maupun non-fisik seperti, keinginan, cita-cita, dan tujuan.Jadi,
“Identitas nasional” adalah identitas suatu kelompok masyarakat yang memiliki ciri dan
melahirkan tindakan secara kolektif yang diberi sebutan nasional.
Pengertian Identitas Nasional pada hakikatnya adalah “manifestasi nilai-nilai budaya yang
tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa (nasion) dengan ciri-ciri khas,
dan dengan yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam
kehidupannya”.1[1] Identitas nasional merupakan sesuatu yang terbuka untuk diberi makna baru
agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktuall yang berkembang dalam masyarakat.
Sedangkan Istilah “identitas nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki
oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.
Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki
identitas sendidri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, cirri-ciri serta karakter dari bangsa
tersebut. Jadi Identitas nasional adalah sebuah kesatuan yang terikat dengan wilayah dan selalu
memiliki wilayah (tanah tumpah darah mereka sendiri), kesamaan sejarah, sistim
hukum/perundang undangan, hak dan kewajiban serta pembagian kerja berdasarkan profesi.

Demikian pula hal ini juga sangat ditentukan oleh proses bagaimana bangsa tersebut
terbentuk secara historis. Berdasarkan hakikat pengertian “identitas nasional” sebagaimana
dijelaskan di atas maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri
suatu bangsa atau lebih populer disebut sebagai kepribadian suatu bangsa.

Pengertian kepribadian suatu identitas sebenarnya pertama kali muncul dari pakar
psikologi.Manusia sebagai individu sulit dipahami jika terlepas dari manusia lainnya. Oleh
karena itu manusia dalam melakukan interaksi dengan individu lainnya senantiasa memiliki
suatu sifat kebiasaan, tingkah laku, serta karakter yang khas yang membedakan manusia tersebut
dengan manusia lainnya. Namun demikian pada umumnya pengertian atau istilah kepribadian
sebagai suatu identitas adalah keseluruhan atau totalitas dari faktor-faktor biologis, psikologis
dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu. Tingkah laku tersebut terdidri atas
kebiasaan,sikap, sifat-sifat serta karakter yang berada pada seseorang sehingga seseorang

1[1] Wibisono koenta, 2005:23


tersebut berbeda dengan orang yang lainnya. Oleh karena itu kepribadian adalah tercermin pada
keseluruhan tingkah laku seseorang dalam hubungan dengan manusia lain2[2]

B. PEMBENTUKAN IDENTITAS NASIONAL


Salah satu Identitas bangsa Indonesia adalah dikenal sebagai sebuah bangsa yang
majmuk.Kemajemukan Indonesia dapat dilihat dari sisi sejarah, kebudayaan, suku bangsa,
agama, dan bahasa.
1. Sejarah
Menurut catatan sejarah, sebelum menjadi sebuah Negara, bangsa Indonesia pernah
mengalami masa kejayaan yang gemilang.Dua kerajaan Nusantara, misalnya Majapahit dan
Sriwijaya, yang dikenal sebagai pusat-pusat kerajaan Nusantara yang pengaruhnya menembus
batas-batas teritorial di mana dua kerajaan itu berdiri.
Kebesaran dua kerajaan Nusantara tersebut telah membekas pada semangat perjuangan
bangsa indonesia pada abat-abat berikutnya ketika penjajahan asing menancapkan kuku
imperialismenya. Semangat juang bangsa indonesia dalam mengusir penjajahan, menurut banyak
ahli, telah menjadi ciri khas tersendiri bagi bangsa indonesia yang kemudian menjadi salah satu
unsur pembentuk identitas nasional indonesia.
2. Kebudayaan
Kebudayaan merupakan patokan nilai-nilai etika dan moral, baik yang tergolong sebagai ideal
dan operasional atau aktual di dalam kehidupan sehari-hari. Aspek kebudayaan yang menjadi
unsur pembentuk identitas nasional meliputi 3 unsur, yaitu : akal budi, peradapan, dan
pengetahuan.
Akal budi indonesia dapat dilihat pada sikap ramah dan santun kepada sesama. Sedangkan,
unsur identitas peradapannya tercermin dari keberadaan dasar negarah pancasila sebagai nilai-
nilai bersama bangsa indonesia yang majmuk. Sebagai bangasa maritim, keandalan bangsa
indonesia dalam pembuatan kapal pinisi di masa lalu merupakan identitas pengetahuan bangsa
indonesia lainnya yang tidak dimiliki oleh bangsa lain di dunia. Dan masih ada ratusan bahkan
ribuan kebudayaan yang membentuk identitas masional.

2[2] Ismaun, 1981: 6


3. Suku Bangsa
Suku bangsa bersifat askriptif, yaitu ada sejak lahir, yaitu golongan sosial yang khusus.
Tradisi bangsa indonesia untuk hidup bersama dalam kemajmukan merupakan unsur lain yang
harus terus dikembangkan dan dibudayakan. Kemajemukan alami bangsa indonesia dapat dilihat
pada keberadaan lebih dari ribuan kelompok suku, beragam bahasa, dan ribuan kepulauan. Yang
dimana penduduk indonesia sekitar 220 juta mempunyai 300 dialek bahasa.
4. Agama
Keanekaragaman agama merupakan identitas lain dari kemajemukan alamiah indonesia.
Dengan kata lain, keragaman agama dan kenyakinan di indonesia tidak hanya dijamin oleh
konsititusi negara, tapi juga merupakan suatu rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang harus tetap
dipelihara dan disyukuri bangsa indnesia.
Masyarakat indonesia dikenal dengan masyarakat yang agamis. Di indonesia tumbuh
beberapa agama, di antaranya : Islam, Kristen protestan, katolik, Hindu, budha, kong hyu chu dll.
Indonesia merupakan negara multi agama, ini merupakan satu kekuatan dan satu sisi bisa
menjadi kelemahan. Seperti baru-baru ini indonesia sangat rawan dan rapuh terjadinya
perpecahan dan konflik antar umat beragama di beberapa daerah.
5. Bahasa
Bahasa indonesia adalah salah satu identitas nasional indonesia yang penting. Sekalipun
indonesia memiliki ribuan bahasa daerah, kedudukan bahasa idonesia (bahasa yang digunakan
bangsa melayu) sebagai bahasa penghubung (lingua franca) berbagai kelompok etnis yang
mendiami kepulauan Nusantara memberikan nilai identitas tersendiri bagi bangsa indonesia.
Peristiwa sumpah pemuda 28 Oktober 1928, telah menyatakan bahasa indonesia sebagai
bahasa persatuan bangsa indonesia, telah memberikan nilai tersendiri bagi pembentukan identitas
nasional indonesia. Lebih dari sekedar bahasa nasional, bahasa indonesia memiliki nilai
tersendiri bagi bangsa indonesia ; ia telah memberikan sumbangan besar pada pembenrukan
persatuan dan nasionalisme indonesia3[3].

3[3] Minto Rahayu, 2007: 67


C. MEMBANGUN NASIONALISME
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan
sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas
bersama untuk sekelompok manusia.Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan
beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu
"identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari
kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.
Dengan memudarnya nasionalisme, yang terutama disebabkan oleh begitu tingginya
ketidak-adilan; korupsi yang merajalela dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang tidak
diselesaikan secara tuntas lewat jalur hukum dan lain-lain maka musuh bangsa yang paling
utama sekarang adalah bukan penjajah, bukan sikap ekspansif atau sikap agresor Negara
tetangga, melainkan birokrasi yang korup, ketidak-adilan dan/atau ketidakmerataan ekonomi dan
politik, kemiskinan, kekuasaan yang sewenang-wenang dan sebagainya.
Pemberantasan korupsi yang hanya retorika belaka, pelanggran HAM yang tidak
diselesaikan lewat jalur hukum hingga tuntas, ketidak-adilan antara pusat dan daerah dan
sebagainya harus segera diperhatikan secara serius.
Nasionalisme dengan munculnya gerakan perjuangan fisik melawan Malaysia misalnya,
bila Malaysia nekat menggangu kedaulatan RI dengan mengambil atau merampas pulau
Ambalat, merupakan sesuatu perilaku atau sikap yang sangat terpuji.Kita semua jelas sangat
mendukung setiap usaha TNI dan para sukarelawan yang berusaha menjaga keutuhan kedaulatan
Negara RI.
Tetapi, kita tidak bisa lengah sedikitpun untuk memerangi musuh bangsa kita sendiri yang
korup, menyalah-gunakan kekuasaan dan sebagainya.Karena nasionalisme kita sekarang bukan
berkaitan dengan penjajah, atau terutama terhadap perilaku ekspansif atau agresor Negara
tetangga, melainkan harus dikaitkan dengan keinginan untuk memerangi semua bentuk
penyelewengan, ketidak-adilan, perlakuan yang melanggar HAM dan lai-lain. Artinya
nasionalisme saat ini adalah usaha untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan Negara
dari kehancuran akibat korupsi dan penyalah-gunaan kekuasaan4[4].

4[4]4[4]www.nasionalismeIndonesia.co.id
Perilaku korup, menggelapkan uang negara, memanfaatkan segala fasilitas dalam lingkup
kekuasaannya demi memperkaya diri, perilaku sewenang-wenang dalam menjalankan roda
kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain, gemar menerima dan menyogok
uang pelicin, uang semir, uang kopi dan sebagainya adalah perilaku antinasionalisme yang harus
diberantas.
Dan pahlawan era sekarang bukan saja mereka yang berani menumpas agresor atau
penjajah, tetapi juga mereka yang berkata tidak terhadap korupsi dan berbagai bentuk penyalah-
gunaan wewenang dan/atau kekuasaan itu.Pahlawan seperti ini tidak kalah mulianya dengan
pahlawan yang menang dari sebuah pertarungan fisik melawan siapapun yang mencoba
menggangu kedaulatan bangsa dan negara.

D. NASIONALISME INDONESIA
NASIONALISME merupakan suatu bentuk ideologi5[5],Sebagai suatu ideologi,
nasionalisme membangun kesadaran rakyat sebagai suatu bangsa serta memberi seperangkat
sikap dan program tindakan. Tingkahlaku seorang nasionalis didasarkan pada perasaan menjadi
bagian dari suatu komunitas bangsa.Nasionalisme Indonesia pada awalnya muncul sebagai
jawaban atas kolonialisme.Pengalaman penderitaan bersama sebagai kaum terjajah melahirkan
semangat solidaritassebagai satu komunitas yang mesti bangkit dan hidup menjadi bangsa
merdeka. Semangattersebut oleh para pejuang kemerdekaan dihidupi tidak hanya dalam batas
waktu tertentu,tetapi terus-menerus hingga kini dan masa mendatang.Kebijakan pendidikan
nasional di awal abad XX telah menciptakan inti dari elite baru Indonesia yang terdiri dari para
dokter, guru, dan pegawai sipil pemerintah. Bersamaan dengan itu, kebencian yang laten
terhadap dominasi kolonial timbul di atas ambang kesadaran nasional. Berdirinya Boedi Oetomo
(1908) menjadi tanda kebangkitan nasionalisme Indonesia yang kemudian diikuti organisasi-
organisasi nasional lainnya.
Jiwa nasionalisme kaum elite dari hari ke hari semakin meluas dan menguat di
hatirakyat.Tekanan ekonomi yang teramat berat selama pendudukan Jepang
memperkuatsemangat nasionalisme untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Pada kurun waktu
1945-1950, jiwa nasionalisme diperteguh oleh semangat mempertahankan kemerdekaan,

5[5] G.Kellas, 1998: 4


serta persatuan dan kesatuan Indonesia yang dirongrong oleh perlawanan kedaerahan darinegara-
negara boneka bentukan Belanda.KINI nasionalisme menghadapi tantangan besar dari pusaran
peradaban baru bernamaglobalisasi. Nasionalisme sebagai basic drive serta elan vital dari sebuah
bangsa bernamaIndonesia sedang diuji fleksibilitasnya, dalam arti kemampuan untuk berubah
sehinggaselalu akurat dalam menjawab tantangan zaman. Fleksibilitas tidaklah mengurangi jiwa
nasionalisme, justru sebaliknya, fleksibilitas menunjukkan begitu dalamnya
nasionalismemengakar sehingga dalam waktu bersamaan dia tetap hidup dan terus-
menerus bermetamorfosis.Pusaran ekonomi global menendang nasionalisme jauh ke
pinggiran.Nasionalismemenjadi tidak relevan lagi.Di masa lalu modal terkait erat dengan
rakyat.Dia memilikitanggung jawab sosial untuk menghidupi seluruh anggota komunitas
(bangsa).Namun kini, privatisasi terus-menerus menyeret modal menjauh dari dimensi sosial
ataukomunitasnya. Demi keuntungan yang sebesar-besarnya modal dengan cepat berlari(capital
flight) ke (negara) mana pun yang disukainya.Apakah negara hancur lebur karena krisis ekonomi
atau rakyat mati kelaparan, tidak lagi dipandang sebagai tanggung jawab para pemilik modal.
Banyaknya perusahaan yangmelarikan modalnya ke negara lain pada saat krisis ekonomi di
pertengahan 1997 dantahun-tahun sesudahnya memberi gambaran konkret atas persoalan
tersebut6[6]. Kenyataandemikian memunculkan persoalan, apakah nasionalisme masih relevan
dalam pusaranekonomi global saat ini, sebab modal finansial melepaskan diri dari
keterikatannyadengan nation-state, sehingga bangsa sebagai komunitas solidaritas menjadi
utopia.Globalisasi sebagai proses de-teritorialisasi tidak hanya menimbulkan persoalan di bidang
ekonomi, tetapi juga kebudayaan. Kebudayaan kerap dikaitkan dengan teritoritertentu.Ruang
membentuk identitas budaya. Ini berarti nasionalisme Indonesia pundibangun oleh kebudayaan
Indonesia yang berada dalam batas-batas geografis tertentu.Itu pemahaman kebudayaan di masa
lalu.Globalisasi sebagai proses de-teritorialisasi telah mengubah semua itu. Kebudayaan tidak
lagi terkungkung dalam teritori tertentu.Kini tidak sedikit anak-anak muda Kota Kembang yang
lebih terampil break dance daripada jaipongan; atau lebih mahir bermain band, daripada
menabuh gamelan.Kita juga bisa menyaksikan orang barat yang menjadidalang dan piawai
memetik kecapi.Kita bisa menyaksikan ibu-ibu yang setia berkebayaserta bapak-bapak yang
bersarung atau berpeci, pada waktu bersamaan begitu menikmatifast food bermerek

6[6] G.Kellas, 1998: 5


global.Kebudayaan telah melepaskan diri dari keterikatannya padanation-state. Kenyataan ini
menghadapkan nasionalisme dengan persoalan, manakahkebudayaan yang akan menjadi media
berurat-akarnya nasionalisme?
Bersamaan dengan proses de-teritorialisasi dan mengglobalnya kebudayaan terjadigerak
sebaliknya berupa pencarian identitas lokal yang semakin intensif.Proses mengglobal dan
melokal janganlah dipandang sebagai penyakit atau kelainandalam budaya masyarakat tetapi
mesti diterima sebagai keutamaan hidup manusia;semakin mengglobal semakin rindu akan
identitas lokalnya. Gerak paradoks tersebut tampak jelas dalam bangkit dan menguatnya
gerakan-gerakan etnis serta agama.Nation-state menghadapi ancaman dari berbagai gerakan
partikular sehingga memicu domesticconflicts yang dapat membawa pada runtuhnya nation-state
seperti yang dialami oleh bekas negara Uni Soviet.Pada titik ini nasionalisme pun dipertanyakan
eksistensi dan relevansinya.Globalisasi bidang politik mendatangkan persoalan serupa atas
nasionalisme.Globalisasi telah mereduksi pentingnya lingkup politik dari nation-state yang
merupakan basis bagi pembangunan sosial-politik.Peran nation-state menjadi subordinat
karenadiambilalih oleh lembaga-lembaga ekonomi transnasional. Jika eksistensi nation-
stateterpinggirkan, halnya sama dengan nasionalisme, nasionalisme menjadi ideologi
yangkedaluarsa.Dari perspektif ekonomi, budaya, dan politik global tampak bahwa nasionalis
memenghadapi tantangan yang sangat besar di tengah pusaran globalisasi saat ini. Apakahini
berarti nation-state tidak relevan lagi, yang berarti tidak relevan pula membicarakan
nasionalisme? Fakta menunjukkan bahwa hingga saat ini kewarganegaraan moderndengan
berbagai hak sosial, politik, dan sipilnya tidaklah melampaui batas-batas nasional.Meski kini
berkembang berbagai komunitas transnasional, Uni Eropa misalnya, namun seseorang yang
hendak menjadi anggota terlebih dahulu mesti memperolehkewarganegaraan dari salah satu
negara anggotanya. Ini berarti di tengah arus globalisasi, peran nation-state serta nasionalisme
tetap relevan dan signifikan.Pertanyaan yang segera muncul, nasionalisme yang mana? Jika
ditempatkan dalam ketegangan lokal-global, nasionalisme merupakan pencarian identitas lokal
(nasional) ditengah pusaran globalisasi.Nasionalisme sebagai identitas bukanlah "kata benda"
yang bentuk dan wujudnya sudah jadi dan final. Nasionalisme merupakan "kata kerja", artinya
dia adalah suatu projek yang mesti terus-menerus dikerjakan, dibangun, serta diberi dasar dan
makna baru pada setiap kesempatan. Proses kerjanya dijalani lewat public critical rational
discourse yang melibatkan seluruh bagian anak negeri sebagai yang sederajat tanpa
mengecualikan siapapun.Di tengah pusaran globalisasi, nasionalisme Indonesia bukan lagi
memanggul senjataatau bambu runcing dengan semangat "merdeka atau mati". Nasionalisme
Indonesia bukanlah patriotisme gaya Hitler atau Mussolini, juga melampaui semboyan
termashur dari Perdana Menteri Britania Raya, Disraeli, "benar atau salah, negeriku selalu
benar"7[7].

E. SEJARAH NASIONALISME INDONESIA


1. Ke-islaman
SDI menjadi SI didirikan disolo 1911 ( H.O.S Tjokroaminoto, Agus salim dll ) dan pada tahun
1920-an popularitas SI mengalami pasang surut.
2. Marxisme
Partai Nasional Hindia Belanda lahir pada tahu 1912 (faham kesetaraan ras, keadilan sosial-
ekonomi dan kemerdekaan ) didasarkan pada kerjasama Eropa-Indonesia.
3. Nasionalisme Indonesia
Soekarno mendirikan PNI pada tahun 1927, Partai ini membangun paham nasionalis yang
berdasarkan ideologi / tradisi kebangsaan , mendapatkan dukungan dari Intelektual muda yang
didikan Negara Barat seperti Syaril dan M. Hatta.

F. INTEGRASI NASIONAL
Istilah integrasi nasional berasal dari dua kata yaitu integrasi dan nasional.Istilah
integrasi mempunyai arti pembauran/penyatuan sehingga menjadi kesatuan yang utuh /
bulat. Istilah nasional mempunyai pengertian kebangsaan, bersifat bangsa sendiri, meliputi
suatu bangsa seperti cita-cita nasional, tarian nasional, perusahaan nasional8[8]. Hal-hal
yang menyangkut bangsa dapat berupa adat istiadat, suku, warna kulit, keturunan, agama,
budaya, wilayah/daerah dan sebagainya.
Sehubungan dengan penjelasan kedua istilah di atas maka integritas nasional identik
dengan integritas bangsa yang mempunyai pengertian suatu proses penyatuan atau

7[7] G.Kellas, 1981: 6

8[8] Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989 dalam Suhady 2006: 36


pembauran berbagai aspek sosial budaya ke dalam kesatuan wilayah dan pembentukan
identitas nasional atau bangsa9[9] yang harus dapat menjamin terwujudnya keselarasan, keserasian
dan kesimbangan dalam mencapai tujuan bersama sebagai suatu bangsa. Integritas nasional sebagai
suatu konsep dalam kaitan dengan wawasan kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berlandaskan pada aliran pemikiran/paham integralistik yang dicetuskan oleh G.W.F. Hegl 10[10]
yang berhubungan dengan paham idealisme untuk mengenal dan memahami sesuatu harus dicari
kaitannya dengan yang lain dan untuk mengenal manusia harus dikaitkan dengan masyarakat di
sekitarnya dan untuk mengenal suatu masyarakat harus dicari kaitannya dengan proses sejarah.

DAFTAR PUSTAKA
Rahayu Minto,2007.”Perjuangan Menghidupi Jati Diri Bangsa” Jakarta : PT Grasindo.

9[9] Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989 dalam suhady 2006: 36-37

10[10] Suhady 2006: 38

BAB III
KESIMPULAN

“Identitas Nasional” mengingatkan kita akan ciri khas bangsa indonesia, yang
mempunyai beragam suku bangsa, agama ,bahasa, budaya dan Ras. Dan juga mengingatkan agar
kita tidak mudah terpengaruh dengan budaya luar yang banyak merugikan bangsa ini,Sebagai
antisipasi kita harus meningkatkan kecintaan kita terhadap nilai-nilai yang di anut bangsa
Indonesia. Di suatu sisi kita tidak boleh menutup diri dari globalisasi dengan berbagai macam
dampaknya.

Di sisi lain sebagai bangsa, kita harus mempertahankan karakter atau kepribadian bangsa
sesuai dengan nilai spiritual bangsa Indonesia,yaitu pancasila dan bersikap
mandiri,proaktif/wirausaha.
Sutrisno, Try, 2006. Reformasi dan Globalisasi : Menujuh Indonesia Raya, Jakarta : Yayasan
Taman pustaka.
Sumantri, Gumilang Rusdi, 2006, “pancasila dalam Perubahan Sosial-Politik Indonesia Modern”
dalam Irfan Nasution dan Ronny Agustinus (peny .), Restorasi Pancasila: Mendamaikan
Politik Identitas dan Modernitas, Jakarta: Brighten press.
Smith, Anthony D.,2003. N asionalisme: Teori, Ideologi, Sejarah. Jakarta: Penerbit Erlangga
BAB: III

IDENTITAS NASIONAL

1. KOMPETENSI
Mahasiswa diharapkan mampu menemukenali karakteristik identitas nasional, sehingga dapat
memiliki daya tangkal terhadap berbagai hal yang akan menghilang identitas nasional Indonesia.

2. INDIKATOR

Mahasiswa diharapkan mampu:


 Mengerti tentang Latar Belakang dan Pengertian Identitas Nasional
 Menjelaskan Muatan dan Unsur-Unsur Identitas Nasional
 Menjelaskan keterkaitan Globalisasi dengan Identitas Nasional
 Menjelaskan keterkaitan Integrasi Nasional dengan Identitas Nasional
 Menganalisis tentang Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan sebagai paham yang
mengantarkan pada konsep Identitas Nasional
 Menganalisis tentang Revitalisasi Pancasila sebagai Pemberdayaan Identitas Nasional

C. DAFTAR ISTILAH KUNCI

Identitas Nasional pada hakikatnya merupakan “manifestasi nilai-nilai budaya yang


tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu nation (bangsa) dengan ciri-ciri khas,
dan dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hidup dan
kehidupannya”.(Wibisono Koento:2005)

Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau jaman yang ditandai dengan perubahan
tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, teristimewa teknologi
informasi sehingga interaksi manusia menjadi sempit, dunia tanpa ruang.

Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan adalah sebuah situasi kejiwaan dimana
kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa atas nama sebuah
bangsa. Munculnya nasionalisme terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama
merebut kemerdekaan dari cengkeraman kolonial

Integrasi Nasional adalah penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat
menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang
banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Integrasi nasional tidak lepas dari pengertian integrasi
sosial yang mempunyai arti perpaduan dari kelompok-kelompok masyarakat yang asalnya
berbeda menjadi suatu kelompok besar dengan cara melenyapkan perbedaan dan jatidiri masing-
masing, dalam arti ini integrasi sosial sama artinya dengan asimilasi atau pembauran.

Revitalisasi Pancasila adalah pemberdayaan kembali kedudukan, fungsi dan peranan


Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup, ideologi dan sumber nilai-nilai bangsa
Indonesia. (Koento W, 2005)

C. URAIAN TEORI, KONSEPSI

1. Latar Belakang dan Pengertian Identitas Nasional.


Situasi dan kondisi masyarakat kita dewasa ini menghadapkan kita pada suatu keprihatinan
dan sekaligus juga mengundang kita untuk ikut bertanggung jawab atas mosaik Indonesia yang
retak bukan sebagai ukiran melainkan membelah dan meretas jahitan busana tanah air, tercabik-
cabik dalam kerusakan yang menghilangkan keindahannya. Untaian kata-kata dalam pengantar
sebagaimana tersebut merupakan tamsilan bahwasannya Bangsa Indonesia yang dahulu dikenal
sebagai “het zachste volk ter aarde” dalam pergaulan antar bangsa, kini sedang mengalami tidak
saja krisis identitas melainkan juga krisis dalam berbagai dimensi kehidupan yang melahirkan
instabilitas yang berkepanjangan semenjak reformasi digulirkan pada tahun 1998. (Koento W,
2005)

Krisis moneter yang kemudian disusul krisis ekonomi dan politik yang akar-akarnya
tertanam dalam krisis moral dan menjalar ke dalam krisis budaya, menjadikan masyarakat kita
kehilangan orientasi nilai, hancur dan kasar, gersang dalam kemiskinan budaya dan kekeringan
spritual. “Societal terorism” muncul dan berkembang di sana sini dalam fenomena pergolakan
fisik, pembakaran dan penjarahan disertasi pembunuhan sebagaimana terjadi di Poso, Ambon,
dan bom bunuh diri di berbagai tempat yang disiarkan secara luas baik oleh media massa di
dalam maupun di luar negeri. Semenjak peristiwa pergolakan antar etnis di Kalimantan Barat,
bangsa Indonesia di forum internasional dilecehkan sebagai bangsa yang telah kehilangan
peradabannya.

Kehalusan budi, sopan santun dalam sikap dan perbuatan, kerukunan, toleransi dan
solidaritas sosial, idealisme dan sebagainya telah hilang hanyut dilanda oleh derasnya arus
modernisasi dan globalisasi yang penuh paradoks.Berbagai lembaga kocar-kacir semuanya
dalam malfungsi dan disfungsi. Trust atau kepercayaan antar sesama baik vertikal maupun
horisontal telah lenyap dalam kehidupan bermasyarakat. Identitas nasional kita dilecehkan dan
dipertanyakan eksistensinya.

Krisis multidimensi yang sedang melanda masyarakat kita menyadarkan kita semua
bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk mengembangkan Identitas Nasional kita telah
ditegaskan sebagai komitmen konstitusional sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri negara
kita dalam Pembukaan UUD 1945 yang intinya adalah memajukan kebudayaan
Indonesia.Dengan demikian secara konstitusional pengembangan kebudayaan untuk membina
dan mengembangkan Identitas Nasional kita telah diberi dasar dan arahnya.
b. Identitas Nasional
Kata identitas berasal dari bahasa Inggris Identity yang memiliki pengertian harafiah
ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang
membedakannya dengan yang lain. Dalam term antropologi identitas adalah sifat khas yang
menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok
sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri.Mengacu pada pengertian ini identitas tidak
terbatas pada individu semata tetapi berlaku pula pada suatu kelompok.Sedangkan
kata nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar
yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non
fisik seperti keinginan, cita-cita dan tujuan.Himpunan kelompok-kelompok inilah yang
kemudian disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya
melahirkan tindakan kelompok (colective action) yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau
pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional.Kata nasional sendiri tidak bisa
dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme.

Bila dilihat dalam konteks Indonesia maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi
nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan
suku yang “dihimpun” dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan
acuan Pancasila dan roh “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai dasar dan arah pengembangannya.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hakikat Identitas Nasional kita sebagai bangsa di
dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya
tercermin dalam penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam aturan perundang-
undangan atau hukum, sistem pemerintahan yang diharapkan, nilai-nilai etik dan moral yang
secara normatif diterapkan di dalam pergaulan baik dalam tataran nasional maupun internasional
dan lain sebagainya. Nilai-nilai budaya yang tercermin di dalam Identitas Nasional tersebut
bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan
sesuatu yang “terbuka” yang cenderung terus-menerus bersemi karena hasrat menuju kemajuan
yang dimilki oleh masyarakat pendukungnya. Konsekuensi dan implikasinya adalah bahwa
Identitas Nasional adalah sesuatu yang terbuka untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar
tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.

2. Muatan dan Unsur-Unsur Identitas Nasional

a. Muatan Unsur-Unsur Identitas Nasional

Berbicara mengenai muatan Identitas Nasional maka dapat digambarkan sebagai berikut:
Pandangan Hidup Bangsa
Kepribadian Bangsa
Filsafat Pancasila
Ideologi Negara
Dasar Negara

Norma Peraturan

Rule of Law

Hak dan Kewajiban WN


Demokrasi dan HAM

Etika Politik

Geopolitik Indonesia
Geostrategi Ketahanan Nasional

Dari gambaran tersebut diatas bisa dikatakan bahwa Identitas Nasional adalah merupakan
Pandangan Hidup Bangsa, Kepribadian Bangsa, Filsafat Pancasila dan juga sebagai Ideologi
Negara sehingga mempunyai kedudukan paling tinggi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan
bernegara termasuk disini adalah tatanan hukum yang berlaku di Indonesia, dalam arti lain juga
sebagai dasar negara yang merupakan norma peraturan yang harus dijunjung tinggi oleh semua
warganegara tanpa kecuali “Rule of Law”, yang mengatur mengenai hak dan kewajiban
warganegara, demokrasi serta hak asasi manusia yang berkembang semakin dinamis di
Indonesia. Hal inilah akhirnya menjadi etika Politik yang kemudian dikembangkan menjadi
konsep geopolitik dan geostrategi Ketahanan Nasional di Indonesia.

b. Unsur-Unsur Identitas Nasional


Identitas Nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk.Kemajemukan
itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas yaitu suku bangsa, agama,
kebudayaan dan bahasa.
1) Suku Bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang
sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali
suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa.

2) Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yang tumbuh
dan berkembang di nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Kong
Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi negara
namun sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara
dihapuskan.

3) Kebudayaan, adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-
perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-
pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan
sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda
kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.

4) Bahasa: merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami sebagai
sistem perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan yang
digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.

Dari unsur-unsur Identitas Nasional tersebut diatas dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3
bagian sebagai berikut :

1). Identitas Fundamental; yaitu Pancasila yang merupakan Falsafah Bangsa, Dasar Negara, dan
Ideologi Negara.

2) Identitas Instrumental yang berisi UUD 1945 dan Tata Perundangannya, Bahasa Indonesia,
Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya”.

3) Identitas Alamiah yang meliputi Negara Kepulauan (archipelago) dan pluralisme dalam suku,
bahasa, budaya dan agama serta kepercayaan (agama).

3. Keterkaitan Globalisasi dengan Identitas Nasional

1. Globalisasi
Adanya Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa
Indonesia.Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka atau tidak suka telah datang dan
menggeser nilai-nilai yang telah ada.Nilai-nilai tersebut baik yang bersifat positif maupun yang
bersifat negatif.Ini semua merupakan ancaman, tantangan dan sekaligus sebagai peluang bagi
bangsa Indonesia untuk berkreasi, dan berinovasi di segala aspek kehidupan.
Di Era Globalisasi pergaulan antar bangsa semakin ketat.Batas antar negara hampir tidak
ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Di dalam pergaulan antar bangsa yang
semakin kental itu akan terjadi proses alkulturasi, saling meniru dan saling mempengaruhi antara
budaya masing-masing. Yang perlu kita cermati dari proses akulturasi tersebut apakah dapat
melunturkan tata nilai yang merupakan jati diri bangsa Indoensia. Lunturnya tata nilai tersebut
biasanya ditandai oleh dua faktor yaitu :

1. Semakin menonjolnya sikap individualistis yaitu mengutamakan


kepentingan pribadi diatas kepentingan umum, hal ini bertentangan
dengan azas gotong-royong.
2. Semakin menonjolnya sikap materialistis yang berarti harkat dan martabat
kemanusiaan hanya diukur dari hasil atau keberhasilan seseorang dalam
memperoleh kekayaan. Hal ini bisa berakibat bagaimana cara
memperolehnya menjadi tidak dipersoalkan lagi. Bila hal ini terjadi berarti
etika dan moral telah dikesampingkan.
Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat terhadap nilai-nilai
asing yang negatif semakin besar. Apabila proses ini tidak segera dibendung akan berakibat lebih
serius dimana pada puncaknya mereka tidak bangga kepada bangsa dan negaranya.
Pengaruh negatif akibat proses akulturasi tersebut dapat merongrong nilai-nilai yang telah
ada di dalam masyarakat kita. Jika semua ini tidak dapat dibendung maka akan mengganggu
ketahanan di segala aspek bahkan mengarah kepada kreditabilitas sebuah ideologi. Untuk
membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut kita harus berupaya untuk menciptakan
suatu kondisi (konsepsi) agar ketahanan nasional dapat terjaga. Dengan cara membangun sebuah
konsep nasionalisme kebangsaan yang mengarah kepada konsep Identitas Nasional

2. Keterkaitan Globalisasi dengan Identitas Nasional.


Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan
negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian kecenderungan munculnya kejahatan
yang bersifat transnasional menjadi semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut antara
lain terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang (money laundering), peredaran dokumen
keimigrasian palsu dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai
budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi mulai memudar.Hal ini ditunjukkan dengan
semakin merajalelanya peredaran narkotika dan psikotropika sehingga sangat merusak
kepribadian dan moral bangsa khususnya bagi generasi penerus bangsa. Jika hal tersebut tidak
dapat dibendung maka akan mengganggu terhadap ketahanan nasional di segala aspek kehidupan
bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai identitas nasional.

4. Keterkaitan Integrasi Nasional Indonesia dan Identitas Nasional


Masalah integrasi nasional di Indonesia sangat kompleks dan multidimensional.Untuk
mewujudkannya diperlukan keadilan, kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak
membedakan ras, suku, agama, bahasa dan sebagainya. Sebenarnya upaya membangun keadilan,
kesatuan dan persatuan bangsa merupakan bagian dari upaya membangun dan membina
stabilitas politik disamping upaya lain seperti banyaknya keterlibatan pemerintah dalam
menentukan komposisi dan mekanisme parlemen.
Dengan demikian upaya integrasi nasional dengan strategi yang mantap perlu terus
dilakukan agar terwujud integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya pembangunan dan
pembinaan integrasi nasional ini perlu karena pada hakekatnya integrasi nasional tidak lain
menunjukkan tingkat kuatnya persatuan dan kesatuan bangsa yang diinginkan. Pada akhirnya
persatuan dan kesatuan bangsa inilah yang dapat lebih menjamin terwujudnya negara yang
makmur, aman dan tentram.Jika melihat konflik yang terjadi di Aceh, Ambon, Kalimantan Barat
dan Papua merupakan cermin dan belum terwujudnya Integrasi Nasional yang
diharapkan.Sedangkan kaitannya dengan Identitas Nasional adalah bahwa adanya integrasi
nasional dapat menguatkan akar dari Identitas Nasional yang sedang dibangun.

5. Paham Nasionalisme Kebangsaan

a. Paham Nasionalisme Kebangsaan


Dalam perkembangan peradaban manusia, interaksi sesama manusia berubah menjadi
bentuk yang lebih kompleks dan rumit.Dimulai dari tumbuhnya kesadaran untuk menentukan
nasib sendiri.Di kalangan bangsa-bangsa yang tertindas kolonialisme dunia, seperti Indonesia
salah satunya, hingga melahirkan semangat untuk mandiri dan bebas untuk menentukan masa
depannya sendiri. Dalam situasi perjuangan perebutan kemerdekaan, dibutuhkan suatu konsep
sebagai dasar pembenaran rasional dari tuntutan terhadap penentuan nasib sendiri yang dapat
mengikat keikutsertaan semua orang atas nama sebuah bangsa. Dasar pembenaran tersebut,
selanjutnya mengkristal dalam konsep paham ideologi kebangsaan yang biasa disebut dengan
nasionalisme.Dari sanalah kemudian lahir konsep-konsep turunannya seperti bangsa (nation),
negara (state), dan gabungan keduanya yang menjadi konsep negara-bangsa (nation-state)
sebagai komponen-komponen yang membentuk Identitas Nasional atau Kebangsaan.Sehingga
dapat dikatakan bahwa Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan adalah sebuah situasi
kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa atas
nama sebuah bangsa. Munculnya nasionalisme terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan
bersama merebut kemerdekaan dari cengkeraman kolonial.Semangat nasionalisme diharapkan
secara efektif oleh para penganutnya dan dipakai sebagai metode perlawanan dan alat identifikasi
untuk mengetahui siapa lawan dan kawan.

Secara garis besar terdapat tiga pemikiran besar tentang nasionalisme di Indonesia yang
terjadi pada masa sebelum kemerdekaan yaitu paham ke-Islaman, Marxisme dan Nasionalisme
Indonesia. Sejalan dengan naiknya pamor Soekarno dengan menjadi Presiden Pertama RI,
kecurigaan diantara para tokoh pergerakan yang telah tumbuh di saat-saat menjelang
kemerdekaan berkembang menjadi pola ketegangan politik yang lebih permanen antara negara
melalui figur nasionalis Soekarno di satu sisi dengan para tokoh yang mewakili pemikiran Islam
(sebagai agama terbesar pemeluknya di Indonesia) dan Marxisme di sisi yang lain

b. Paham Nasionalisme Kebangsaan sebagai paham yang mengantarkan pada konsep


Identitas Nasional
Paham Nasionalisme atau paham Kebangsaan terbukti sangat efektif sebagai alat
perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkeraman kolonial.Semangat nasionalisme
dihadapkan secara efektif oleh para penganutnya dan dipakai sebagai metode perlawanan, seperti
yang disampaikan oleh Larry Diamond dan Marc F Plattner, para penganut nasionalisme dunia
ketiga secara khas menggunakan retorika anti kolonialisme dan anti imperalisme.Para pengikut
nasionalisme tersebut berkeyakinan bahwa persamaan cita-cita yang mereka miliki dapat
diwujudkan dalam sebuah identitas politik atau kepentingan bersama dalam bentuk sebuah
wadah yang disebut bangsa (nation). Dengan demikian bangsa atau nation merupakan suatu
badan wadah yang di dalamnya terhimpun orang-orang yang mempunyai persamaan keyakinan
dan persamaan lain yang mereka miliki seperti ras, etnis, agama, bahasa, dan budaya.Unsur
persamaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas politik bersama atau untuk menentukan
tujuan organisasi politik yang dibangun berdasarkan geopolitik yang terdiri atas populasi,
geografis dan pemerintahan yang permanen yang disebut negara atau state.
Nation-state atau negara-bangsa merupakan sebuah bangsa yang memiliki bangunan politik
(political building)seperti ketentuan-ketentuan perbatasan teritorial, pemerintahan yang sah,
pengakuan luar negeri dan sebagainya. Munculnya paham nasionalisme atau paham kebangsaan
Indonesia tidak bisa dilepaskan dari situasi soisal politik dekade pertama abad ke-20.Pada waktu
itu semangat menentang kolonialisme Belanda mulai bermunculan di kalangan pribumi.Cita-cita
bersama untuk merebut kemerdekaan menjadi semangat umum di kalangan tokoh-tokoh
pergerakan nasional untuk memformulasikan bentuk nasionalisme yang sesuai dengan kondisi
masyarakat Indonesia.
Paham Nasionalisme di Indonesia yang disampaikan oleh Soekarno yang disuarakan
adalah bukan nasionalisme yang berwatak sempit, tiruan dari Barat, atau
berwatak chauvinism. Nasionalisme yang dikembangkan Soekarno bersifat toleran, bercorak
ketimuran, dan tidak agresif sebagaimana nasionalisme yang dikembangkan di Eropa. Selain
mengungkapkan keyakinan watak nasionalisme yang penuh nilai-nilai kemanusiaan, juga
meyakinkan pihak-pihak yang berseberangan pandangan bahwa kelompok nasional dapat
bekerja sama dengan kelompok manapun baik golongan Islam maupun Marxis. Sekalipun
Soekarno seorang muslim tetapi tidak sekedar mendasarkan pada perjuangan Islam, menurutnya
kebijakan ini merupakan pilihan terbaik bagi kemerdekaan maupun bagi masa depan seluruh
bangsa Indonesia. Semangat nasionalisme Soekarno tersebut mendapat respon dan dukungan
luas dari kalangan intelektual muda didikan barat semisal Syahrir dan Mohammad Hatta yang
kemudian semakin berkembang paradigmanya sampai sekarang dengan munculnya konsep
Identitas Nasional, sehingga bisa dikatakan bahwa Paham Nasionalisme atau Kebangsaan disini
adalah merupakan refleksi dari Identitas Nasional.
Yang diprihatinkan disini adalah adanya perdebatan panjang tentang paham nasionalisme
kebangsaan dimana mereka mempunyai kesepakatan perlunya paham nasionalisme kebangsaan
namun dalam konteks yang berbeda mengenai masalah nilai atau watak nasionalisme Indonesia.

6. Revitalisasi Pancasila sebagai Pemberdayaan Identitas Nasional

1. Revitalisasi Pancasila

Revitalisasi Pancasila sebagaimana manifestasi Identitas Nasional pada gilirannya harus


diarahkan juga pada pembinaan dan pengembangan moral, sedemikian rupa sehingga moralitas
Pancasila dapat dijadikan dasar dan arah dalam upaya untuk mengatasi krisis dan disintegrasi
yang cenderung sudah menyentuh ke semua segi dan sendi kehidupan, dan harus kita sadari
bahwa moralitas Pancasila akan menjadi tanpa makna, menjadi sebuah “karikatur” apabila tidak
disertai dukungan suasana kehidupan di bidang hukum secara kondusif. Antara moralitas dan
hukum memang terdapat korelasi yang sangat erat, dalam arti bahwa moralitas yang tidak
didukung oleh kehidupan hukum yang kondusif akan menjadi subjektivitas yang satu sama lain
akan saling berbenturan, sebaliknya ketentuan hukum yang disusun tanpa disertai dasar dan
alasan moral akan melahirkan suatu legalisme yang represif, kontra produktif dan bertentangan
dengan nilai- nilai Pancasila itu sendiri.
Dalam merevitalisasi Pancasila sebagai manifestasi Identitas Nasional, penyelenggaraan
MPK hendaknya dikaitkan dengan wawasan:
1. Spiritual, untuk meletakkan landasan etik, moral, religiusitas, sebagai dasar dan arah
pengembangan sesuatu profesi.
2. Akademis, untuk menunjukkan bahwa MPK merupakan aspek being yang tidak kalah
pentingnya bahkan lebih penting daripada aspek having dalam kerangka penyiapan
sumber daya manusia (SDM) yang bukan sekedar instrumen melainkan adalah subjek
pembaharuan dan pencerahan.
3. Kebangsaan, untuk menumbuhkan kesadaran nasionalismenya agar dalam pergaulan
antar bangsa tetap setia kepada kepentingan bangsanya, bangga dan respek kepada jatidiri
bangsanya yang memilki ideologi tersendiri.
4. Mondial, untuk menyadarkan bahwa manusia dan bangsa di masa kini siap menghadapi
dialektikanya perkembangan dalam masyarakat dunia yang “terbuka”. Mampu untuk
segera beradaptasi dengan perubahan yang terus menerus terjadi dengan cepat, dan
mampu pula mencari jalan keluarnya sendiri dalam mengatasi setiap tantangan yang
dihadapi, sebab dampak dan pengaruh perkembangan Iptek yang bukan lagi hanya
sekedar sarana, melainkan telah menjadi sesuatu yang substantif yang dalam kehidupan
umat manusia bukan hanya sebagai tantangan melainkan juga peluang untuk berkarya.

2. Pemberdayaan Identitas Nasional


Dalam rangka pemberdayaan Identitas Nasional kita, perlu ditempuh melalui revitalisasi
Pancasila. Revitalisasi sebagai manifesatsi Identitas Nasional mengandung makna bahwa
Pancasila harus kita letakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan, dieksplorasikan
dimensi-dimensi yang melekat padanya, yang meliputi:
 Realitas: dalam arti bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dikonsentrasikan sebagai
cerminan kondisi objektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat kampus
utamanya, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat sein im sollen dan das sollen im sein.
 Idealitas: dalam arti bahwa idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah sekedar utopi
tanpa makna, melainkan di objektivasikan sebagai “kata kerja” untuk membangkitkan gairah
dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif, menuju
hari esok yang lebih baik, melalui seminar atau gerakan dengan tema “Revitalisasi
Pancasila”.
 Fleksibilitas: dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan
“tertutup”menjadi sesuatu yang sakral, melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru untuk
memenuhi kebutuhan jaman yang terus-menerus berkembang. Dengan demikian tanpa
kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai
tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa dan semangat
“Bhinneka Tunggal Ika”, sebagaimana dikembangkan di Pusat Studi Pancasila (di UGM),
Laboratorium Pancasila (di Universitas Negeri Malang).
Sehingga dengan demikian agar supaya Identitas Nasional dapat difahami oleh masyarakat
sebagai penerus tradisi dengan nilai-nilai diwariskan oleh nenek moyang kita, maka
pemberdayaan nilai-nilai ajarannya harus bermakna dalam arti relevan, dan fungsional bagi
kondisi aktual yang sedang berkembang dalam masyarakat. Perlu kita sadari bahwa umat
manusia masa kini hidup di abad XXI, yaitu jaman baru juga sarat dengan nilai-nilai baru yang
tidak saja berbeda, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai lama sebagaimana diwariskan oleh
nenek moyang dan dikembangkan para pendiri negara kita.Abad XXI sebagai jaman baru
mengandung arti sebagai jaman dimana umat manusia semakin sadar untuk berfikir dan
bertindak secara baru.
Dengan kemampuan refleksinya manusia menjadikan rasio sebagai mitos, sebagai sarana
yang handal dalam bersikap dan bertindak dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
dalam kehidupan. Kesahihan tradisi, juga nilai-nilai spiritual yang dianggap sakral kini dikritisi
dan dipertanyakan berdasarkan visi dan harapan tentang masa depan yang lebih baik. Nilai-nilai
budaya yang diajarkan oleh nenek moyang kita tidak hanya kita warisi sebagai barang sudah
“jadi” yang berhenti dalam kebekuan normatif dan nostalgik, melainkan harus diperjuangkan dan
terus menerus harus kita tumbuhkan dalam dimensi ruang dan waktu yang terus berkembang dan
berubah.
Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang sedang dilanda oleh arus krisis
dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta
pelecehan terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar negara atau pun sebagai manifestasi
Identitas Nasional, namun demikian perlu segera kita sadari bahwa tanpa suatu “platform” dalam
format dasar negara atau ideologi, maka mustahil suatu bangsa akan dapat survive menghadapi
berbagai tantangan dan ancaman yang menyertai derasnya arus globalisasi yang melanda ke
seluruh dunia.
Melalui revitalisasi Pancasila sebagai wujud pemberdayaan Identitas Nasional inilah, maka
Identitas Nasional dalam alur rasional-akademik tidak saja segi tekstual melainkan juga segi
konstekstualnya dieksplorasikan sebagai referensi kritik sosial terhadap berbagai penyimpangan
yang melanda masyarakat kita dewasa ini. Untuk membentuk jati diri maka nilai-nilai yang ada
tersebut harus digali dulu misalnya nilai-nilai agama yang datang dari Tuhan dan nilai-nilai yang
lain misalnya gotong royong, persatuan kesatuan, saling menghargai menghormati, yang hal ini
sangat berarti dalam memperkuat rasa nasionalisme bangsa. Dengan saling mengerti antara satu
dengan yang lain maka secara langsung akan memperlihatkan jati diri bangsa kita yang akhirnya
mewujudkan identitas nasional kita.

Sementara itu untuk mengembangkan jati diri bangsa dimulai dari nilai-nilai yang harus
dikembangkan yaitu nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, berani mengambil resiko, harus
bertanggung jawab terhadap apa yang boleh dilakukan, adanya kesepakatan dan berbagai
terhadap sesama. Untuk itu perlu perjuangan dan ketekunan untuk menyatukan nilai, cipta, rasa
dan karsa itu. (Soemarno, Soedarsono).

Disinilah letak arti pentingnya penyelengaraan MPK dalam kerangka pendidikan tinggi
untuk mengembangkan dialog budaya dan budaya dialog mengantarkan lahirnya generasi
penerus yang sadar dan terdidik dengan wawasan nasional yang menjangkau jauh ke masa
depan. MPK harus kita manfaatkan untuk mengembalikan identitas nasional kita, yang di dalam
pergaulan antar bangsa dahulu kita dikenal sebagai bangsa yang paling “halus” atau sopan di
bumi”het zachste volk ter aarde”.(Wibisono Koento: 2005) Dari nilai-nilai budaya tersebut
mempunyai asumsi dasar bahwa menjadi bangsa Indonesia tidak sekedar masalah kelahiran saja
tetapi juga sebuah pilihan yang rasional dan emosional yang otonom.

D. DATA, FAKTA
Salah satu contoh tentang masalah Identitas Nasional adalah:

Keungulan Pelaksanaan Unsur- Kekurang berhasilan Alasan Kurang berhasilnya


Unsur Identitas Nasional Pelaksanaan Unsur-Unsur Identitas Pelaksanaan Identitas Nasional
Nasional
1.Identitas Fundamental:
-Tetap tercantumdalam UUD  Baru dihayati pada tataran  Para Pemimpin tidakbisa
1945walaupun sudah kognitif menjadi contohyang baik bagi
 Impelementasinya tidak rakyat
diamandemen.
konsisten

2. Identitas Instrumental: - Bangsa Indonesia belum - Primodial yang masih


- Bahasa Indonesiasebagai menggunakan dengan baik dan Tinggi
bahasapersatuanIndonesia benar

3.Identitas Alamiah -Belum bisa mengoptimal- - Kualitas SDM yang


- Kekayaan alamyang melimpah kan kekayaan alam yang rendah
ada

E. KASUS, ILUSTRASI

Di beberapa daerah Indonesia pernah terjadi kasus tentang perbedaan ras/suku/etnik,


agama, bahasa atau budaya yang membahayakan integritas nasional dan menyamarkan Identitas
Nasional, pada masa Orde Lama (ORLA), Orde Baru (ORBA), dan Orde Reformasi, antara lain
adalah:
Nama dan Waktu Tokoh/ Latar Belakang Kasus Akibat dari Kasus Alternatif Pemecahan
Kasus Pimpinan Tersebut agar tidak
terjadi/terulang
1. Masa ORLA - Ir. Soekarno - Perebutanwilayah - Kehilangan - Meningkatkan
- Konfrontasi dengan sebagian kerjasama
Malaysia Kalimantan Bilateral dan
Utara Internasional

2. Masa ORBA - Aidit - Perubahanideologi - Gugurnya - Memperkuat


- PemberontakanPKI Pancasilamenjadi pahlawan nilai-nilai
Komunis revolusi Ideologi

3. Masa Reformasi - BJ Habibi -Tuntutan - Kehilangan -Konflik Dalam


- Terlepasnya wila- Referendum wilayah Prop Negeri jangan
yah Timor Timur Timor Timur diinterfensi o-
leh pihak asing

Anda mungkin juga menyukai