0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
6 tayangan10 halaman
1. Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang masalah malnutrisi pada balita di Indonesia dan Gorontalo serta faktor-faktor penyebabnya.
2. Faktor-faktor penyebab utama malnutrisi balita adalah kurangnya asupan gizi yang seimbang, infeksi penyakit, dan karakteristik keluarga seperti rendahnya pendidikan dan pendapatan orang tua.
3. Penelitian di Puskesmas Tibawa menemukan b
1. Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang masalah malnutrisi pada balita di Indonesia dan Gorontalo serta faktor-faktor penyebabnya.
2. Faktor-faktor penyebab utama malnutrisi balita adalah kurangnya asupan gizi yang seimbang, infeksi penyakit, dan karakteristik keluarga seperti rendahnya pendidikan dan pendapatan orang tua.
3. Penelitian di Puskesmas Tibawa menemukan b
1. Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang masalah malnutrisi pada balita di Indonesia dan Gorontalo serta faktor-faktor penyebabnya.
2. Faktor-faktor penyebab utama malnutrisi balita adalah kurangnya asupan gizi yang seimbang, infeksi penyakit, dan karakteristik keluarga seperti rendahnya pendidikan dan pendapatan orang tua.
3. Penelitian di Puskesmas Tibawa menemukan b
Malnutrisi merupakan masalah berbagai macam penyakit ketika anak gizi pada balita yang ada di indonesia tumbuh menjadi dewasa atau remaja. atau di negara lain meliputi gizi kurang di antaranya anak akan mengalami dan gizi buruk. Pengertian yang di gangguan pertumbuhan fisik,. gunakan pengertian umum yang mengalami obesitas, penurunan IQ, digunakan oleh WHO malnutrisi anemia, resistensi insulin, memiliki berarti kekurangan gizi. Salah satu tubuh yang pendek, dan sulit bekerja. tanda kurang gizi adalah lambatnya Hingga berakhir pada kematian. pertumbuhan dengan ciri kehilangan Data nasional dari Riskesdas lemak tubuh dalam jumlah yang (2018), balita yang mengalami status berlebihan, baik pada anak-anak gizi kurang-buruk sebesar 17,7%, maupun orang dewasa. pendek-sangat pendek 30,8%, kurus- WHO (2016) 54% kematian sangat kurus 10.2%, dan normal- balita terkait dengan masalah gizi, gemuk 8%. Pada Provinsi Gorontalo Sekitar 50 juta anak di bawah 5 tahun itu sendiri tercatat balita yang yang mengalami gizi kurang dan gizi mengalami gizi buruk dan gizi kurang buruk. Balita merupakan tahap awal sebanyak 29,5%, kurus dan sangat pengenalan dengan suatu lingkungan kurus sebanyak 14,4%, pendek dan sosial di masyarakat umum di luar sangat pendek mecapai 30,8%. keluarga. Seorang anak balita sedang Menurut parivindaraj (2014) mengalami masa tumbuh kembangnya Faktor penyebab langsung terjadinya yang relative pesat. Pada masa ini, malnutrisi adalah ketidakseimbangan proses perubahan fisik, emosi dan gizi dalam makanan yang dikonsumsi sosial anak balita berlangsung cepat. serta terjangkitnya penyakit infeksi Proses ini dipengaruhi berbagai faktor seperti infeksi saluran pernafasan dan dari diri anak itu sendiri dan infeksi saluran pencernaan. Faktor lingkungan Dalam hal konsumsi tidak langsung berkaitan dengan pangan. sehingga pada usia balita anak karakteristik keluarga seperti sangat rentan terhadap berbagai ketersediaan pangan, tingkat masalah kesehatan terutama masalah pendidikan, pengetahuan, pendapatan, gizi. banyaknya anggota keluarga dan Menurut Marimbi, (2010) Secara faktor sosial budaya serta pelayanan garis besar, kebutuhan gizi seseorang kesehatan, dan faktor lain yang erat ditentukan oleh usia, jenis kelamin, kaitannya dengan gizi kurang adalah aktivitas, berat badan dan panjang pola pengasuhan anak dalam keluarga. badan. Maka dari ini kebutuhan nutrisi Menurut Noviana, (2018) harus di penuhi untuk kebutuhan Karakteristik keluarga khususnya ibu perkembangannya. Perkembangan berhubungan dengan tumbuh kembang balita di lihat dari karakteristik balita anak. Ibu sebagai orang yang terdekat meliputi usia, berat badan, frekuensi dengan lingkungan asuhan anak ikut makan, Asi esklusif dan status berperan dalam proses tumbuh imunitas. Malnutrisi pada usia ini kembang anak melalui zat gizi makanan yang diberikan. Faktor ibu badannya sulit naik. Pola pemberian memegang peranan penting dalam makan juga bermasalah, dan ASI yang melakukan pola asuh seperti sudah tidak keluar menjadi penyebab memberikan ASI esklusif selama 6 kurangnya gizi pada anak. bulan menyediakan dan menyajikan 2. Desain Penelitian makanan yang bergizi dalam keluarga, Penelitian descriptive survey sehingga berpengaruh terhadap status menggunakan desain cross sectional gizi anak.) untuk mengetahui Gambaran penelitian yang di lakukan oleh karaktetristik keluarga dan Balita Handono, (2012) menunjukan Malnutrisi di Wilayah Kerja pendidikan orang tua terutama ibu Puskesmas Tibawa. berpengaruh secara signifikan terhadap 3.Hasil Penelitian status gizi balita. UNICEF, (2013) 3.1.Gambaran Karakteristik Penyebab dasar terjadinya gizi kurang Keluarga Balita malnutrisi pada balita adalah status ekonomi, dan diwilayah kerja Puskesmas Tibawa pendidikan yang rendah. Karakteristik keluarga dalam Berdasarkan hasil observasi penelitian adalah : pendidikan, awal yang dilakukan pada tanggal 21 pekerjaan, pendapatan, dan besar februari 2019, Kecamatan Tibawa keluarga. Dengan jumlah responden merupakan salah satu Kecamatan sebanyak 41 responden disajikan dengan prevalensi masalah gizi yang dalam tabel distribusi berikut: cukup tinggi. Menurut data yang Tabel 3.1. Distribusi Responden didapatkan dari Puskesmas Kecamatan Berdasarkan Pendidikan Di Tibawa jumlah balita 1323 anak. Dari Wilayah Kerja Puskesmas Tibawa. jumlah tersebut yang berstatus gizi Responden kurang sebanyak 163 anak, 5 gizi No Pendidikan Jumlah % buruk dan 33 mengalami stunting. 1 SD/Sederajat 23 56,1 Semua balita tersebut tersebar di 11 2 SMP/Sederajat 10 24,4 desa yang ada di kecamatan tibawa. 3 SMA/Sederajat 7 17,1 Hal ini terlihat dari orang tua 4 Diploma 0 0 yang tidak memberikan ASI selama 6 5 Sarjana 1 2,4 bulan di karenakan orang tua yang Total 41 100 terlalu sibuk bekerja begitu juga orang Sumber: Data Primer 2019 tua yang tidak memiliki pekerjaan Berdasarkan data tabel 3.1 pendidikan sehingga mempengaruhi ekonominya responden SD/sederajat sebanyak 23 dalam keluarga akan ketersediaan responden (56,1%), SMP/Sederajat makanan, kurangnya pengetahuan sebanyak 10 responden (24,4%), orang tua tentang pemenuhan nutrisi SMA/Sederajat sebanyak 7 responden dan pengetahaun ini tidak terlepas dari (17,1%) dan Sarjana sebanyak 1 pendidikan orang tua yang rendah, responden (2,4%). bayi yang malas makan sehingga asupan nutrisi menjadi sulit, terdapat bayi yang sering sakit sehingga berat Tabel 3.2. Distribusi Responden Total 41 100 Berdasarkan Pekerjaan Di Wilayah Sumber : Data Primer 2019 Kerja Puskesmas Tibawa Berdasarkan table 3.4 di dapatkan bahwa besar keluarga berada pada No Pekerjaan Responden kategori keluarga kecil sebanyak 16 Jumlah % 1 Tidak Bekerja 40 97.6 orang (39,0%), kategori keluarga 2 Petani 0 0 sedang sebanyak 15 orang (36.6%) dan 3 Swasta 1 2,4 kategori keluarga besar sebanyak 10 4 PNS 0 0 orang (24,4%). Total 41 100 Tabel 3.5. Distribusi Balita Sumber :Data Primer 2019 berdasarkan ASI Esklusif di Berdasarkan tabel 3.2 di dapatkan Wilayah Kerja Puskesmas Tibawa. bahwa responden adalah ibu rumah No. ASI Eksklusif Jumla % tangga yang masuk dalam kategori h tidak bekerja sebanyak 40 responden 1 ASI Eksklusif 3 7,3 2 Tidak ASI Eksklusif 38 92,7 (97,6%), dan Swasta sebanyak 1 Total 41 100 responden (2,4%). Tabel 3.3. Distribusi Berdasarkan Sumber :Data Primer 2019 Pendapatan Per Kapita Di Wilayah Berdasarkan tabel di atas di dapatkan Kerja Puskesmas Tibawa. bahwa balita yang dengan ASI No. Pendapatan Per Kapita (Rp) Jumlah % Esklusif sebanyak 3 balita (7,3 %) dan yang tidak ASI Eksklusif sebanyak 38 1. Miskin (< 314.727) 3 7,3 balita (92,7%). 2. Hampir Miskin (314.727- 23 56,1 4.PEMBAHASAN 629.454) 3. Menengah ke atas (> 629.454) 15 36,6 4.1.Karakteristik Keluarga Balita Total 41 100 Malnutrisi di Wilayah Kerja Puskesmas Tibawa. Sumber : Data Primer 2019 a. Karakteristik Keluarga Berdasarkan tabel 3.3 didapatkan Berdasarkan Pendidikan di Wilayah bahwa pendapatan keluarga masuk Kerja Puskesmas Tibawa. dalam kategori berpendapatan hampir Berdasarkan hasil penelitian miskin sebanyak 23 orang (56,1%) didapatkan bahwa lebih besar berpendapatan miskin 3 orang (7,3%) responden yang memiliki pendidikan dan menengah keatas sebanyak 15 Rendah yakni SD sebanyak 23 orang (36,6%). responden (56,1%) dan SMP sebanyak Tabel 3.4. Distribusi Berdasarkan 10 responden. Tingkat pendidikan Besar Keluarga Di Wilayah Kerja yang rendah di kalangan wanita Puskesmas Tibawa No Besar Keluarga Jumla % merupakan masalah yang dapat . (orang) h berpengruh terhadap status gizi di 1. Kecil <4 16 39,0 dalam keluarga karena salah satu 2. Sedang 5-6 15 36,6 faktor yang dapat mempengaruhi gizi 3. Besar ≥7 10 24,4 anak dalam keluarga yaitu tingkat pendidikan seorang ibu. Tingkat pendidikan turut pula atas 12 bulan sehingga pada usia ini menetukan mudah tidaknya seseorang yang berperan adalah jenis makanan menyerap dan memahami yang di berikan oleh seorang ibu. penegetahuan gizi yang diperoleh, di Di lihat dari pendapatanya lihat dari pekerjaan mayoritas ibu yang mayoritas ibu berpendidikan tinggi tidak bekerja memiliki pendidikan memiliki pendapatan menengah ke yang rendah. Menurut Anik dkk atas atau berpendapatan tinggi untuk (2017), tentang faktor-faktor yang wilayah pedesaan. Sehingga dengan mempengaruhi status gizi anak mudahnya membelanjakan makanan pedesaan dan perkotaan. ibu yang tanpa memperhatikan kadungan gizi di tidak bekerja mempunyai balita gizi dalam makanan tersebut. kurang dapat disebabkan karena Berdasarkan penjelasan di atas sebagian besar pendidikan ibu adalah pendidikan ibu sangat berpengaruh pendidikan menengah kebawah. Di terhadap status gizi balita. baik yang mana Tingkat pendidikan ibu menjadi berpendidikan rendah atau prioritas utama untuk mengurangi berpendidikan tinggi. Hasil penelitian prevalensi gizi kurang dan gizi buruk George di Nigeria (2014) dan terhentinya juga pertumbuhan mengemukakan bahwa Pendidikan ibu pada anak. memainkan peran utama dalam Hal ini diperkuat dengan menentukan status gizi anak. Dengan penelitian yang dilakukan oleh Sen & kebanyakan studi pendidikan ibu Bharati (2011), menunjukkan bahwa rendah adalah faktor penentu utama tingkat pendidikan merupakan satu- dari malnutrition. tetapi pendidikan satunya variabel yang ditemukan yang tinggi seorang ibu juga dapat dapat mempengaruhi gizi anak. mempengaruhi status gizi apa bila di Semakin tinggi pendidikan ibu dasari dengan perilaku ibu yang salah semakin tinggi pula kemampuan ibu dalam merawat anggota keluarganya. untuk menyerap pengetahuan. dan b.Karakteristik Keluarga pendidikan non formal terutama Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah melalui televisi, koran, radio, dan lain- Kerja Puskesmas Tibawa. lain. Berdasarkan hasil penelitian Adapun responden yang didapatkan bahwa mayoritas berpendidikan tinggi yaitu responden adalah ibu rumah tangga SMA/Sederajat sebanyak 7 responden yang masuk dalam kategori tidak (17,1%) dan Sarjana sebanyak 1 bekerja sebanyak 40 responden responden (2,4%). ibu dengan (97,6%). Ibu yang tidak bekerja ini pendidikan tinggi memiliki balita memiliki waktu yang banyak untuk malnutrisi hal ini di sebabkan seorang mengurus anaknya akan tetapi pada ibu kurang memperhatikan jenis penelitian ini di dapatkan ibu yang makanan yang di sajikan. Pada tidak bekerja mempunyai balita penelitian ibu yang berpedidikan tinggi dengan masalah gizi kemungkinan di ini mempunyai balita kisaran umur di sebabkan kurangya perhatian ibu yang di berikan terhadap anaknya misalnya terkait pemberian makanan yang mana polah pengasuhan yang kurang mengadung gizi. seharusnya di lakukan oleh ibu malah di lihat dari faktor pendidikan ibu di lakukan oleh orang lain. yang tidak bekerja ini mayoritas penelitian ini sejalan dengan pendidikan rendah maka saat penelitian yang di lakukan oleh melakukan pengasuhan di dalam Parivindaraj, (2014) Pada umumnya di rumah tidak sebaik mungkin karena daerah pedesaan, anak yang kedua tingkat pendidikan turut pula orang tuanya bekerja akan diasuh oleh menetukan mudah tidaknya seseorang sanak saudaranya sehingga menyerap dan memahami pengawasan terhadap makanan dan penegetahuan gizi yang diperoleh. kesehatan anak tidak sebaik jika orang seperti penjelasan pada point tuanya tidak bekerja. Hal inilah yang sebelumnya bahwa pendidikan ibu akan mempengaruhi kualitas waktu merupakan faktor pentu dari dalam hal perawatan anak sehingga malnutrisi. akan mempengaruhi status gizi anak. Maka peneliti berasumsi bahwa c. Karakteristik Keluarga ibu yang tidak bekerja tetapi Berdasarkan Pendapatan di mempunyai balita malnutrisi karena Wilayah Kerja Puskesmas Tibawa. terkait kurangaya informasi atau Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan terkait makan yang baik didapatkan bahwa pendapatan untuk balita sehingga asupan nutrisi keluarga berada pada kategori hampir yang dikonsumsi kurang kemungkinan miskin sebanyak 23 orang (56,1%) dan besar dapat mempengaruhi status gizi miskin sebanyak 3 orang (7,3%) hal ini balita. dapat mempengaruhi status gizi balita Menurut Andriani M (2014), dalam keluarga karena penghasilan hubungan antara ibu bekerja dengan keluarga yang rendah menyebabkan status gizi dan kesehatan anak bisa daya beli dalam hal konsumsi gizi berdampak positif dan bisa pula terbatas. Pendapatan merupakan suatu berdampka negatif. Dampak positif hasil yang diterima oleh seseorang atau dari ibu yang bekerja adalah terjadi rumah tangga dari berusaha atau peningkatan pendapatan keluarga bekerja. sehingga terjadi peningkatan asupan (Nazir, 2010) Adanya masalah makanan. Sebaliknya jika ibu yang ekonomi ini disebabkan oleh beberapa bekerja perhatian ibu tidak sepenuhnya faktor yakni pendidikan dan pekerjaan. untuk mengurus anak terutama dalam Rendahnya pendidikan dan sulitnya menyiapkan kebutuhan makanan. mendapatkan pekerjaan ini berdampak Di dapatkan responden dengan terhadap masalah ekonomi keluarga. pekerjaan Swasta sebanyak 1 orang Hal ini sejalan dengan penelitian (2,4%). Dengan mempunyai balita Wardani (2016) keluarga dengan malnutrisi hal ini di sebabkan Ibu yang pendapatan rendah berpeluang untuk bekerja memiliki waktu yang lebih memiliki balita dengan gizi tidak baik sedikit untuk mengasuh anaknya. fakta 2,292 atau 2,3 kali lebih besar lain yang di dapatkan oleh peneliti di dibandingkan dengan keluarga dengan antara zat gizi yang diperlukan dengan pendapatan tinggi. zat gizi yang diterima tubuhnya. Dari hasil penelitian ini di Berdasarkan orang tua yang dapatkan pendapatan keluarga memiliki pendidikan rendah, maka menengah keatas sebanyak 15 orang pengetahuan, keterampilan dan (36,6%). pendapatan ini termasuk kemampuannya juga rendah. Dengan dalam pendapatan yang dapat demikian otomatis peluang kerja akan menjamin daya beli keluarga untuk lebih sedikit dan pendapatan juga keperluan keluargnya terjamin. rendah sehingga untuk memenuhi gizi terutama dalam hal konsumsi makan anaknya akan sulit terpenuhi. Maka yang mengadung gizi untuk balita, dari itu pendidikan orang tua, akan tetapi pada penelitian ini di pekerjaan orang tua serta pendapatan dapatakan bahwa masi ada keluarga orang tua merupakan suatu hal dengan pendapatan menengah ke atas berkesinambungan yang masi mempunyai balita dengan mempengaruhi baik buruknya status masalah gizi, hal ini tidak terlepas dari gizi anak. Pekerjaan orang tua pengetahuan orang tua akan kebutuhan berkaitan dengan pendapatan keluarga, gizi yang baik untuk anak mereka. sehingga bisa dikatakan bahwa jenis meskipun pendapatan keluarga tinggi pekerjaan juga bisa menentukan tetapi pengetahuan keluarga kurang seseorang untuk memenuhi kebutuhan terkait keperluan gizi yang baik untuk gizi keluarga (Khasanah & balita, maka akan menyebabkan ,balita Sulistyawati, 2018). mengalami masalah gizi. d. Karakteristik Keluarga Keluarga yang memiliki Berdasarkan Besar Keluaga di pendapatan yang tinggi kurang Wilayah Kerja Puskesmas Tibawa. efisien dalam membelajakan makanan. Berdasarkan hasil penelitian Kemudian ada juga ibu-ibu yang didapatkan bahwa besar keluarga lebih membeli pangan dengan jumlah yang banyak pada balita dengan kategori sedikit sehingga berdampak pada keluarga kecil yakni sebanyak 16 kurangnya asupan makanan pada orang (39,0%). Namun hasil ini tidak balitanya. Hal ini sesuai pendapat jauh berbe da dangan kategori keluarga Apriaji (2010) bahwa walaupun sedang sebanyak 15 orang (36.6%) penghasilan seseorang berlebihan, maka dari hasil tersebut di dapatakan tetapi tanpa memiliki atau keluarga yang kecil dan sedang masi diperhatikannya pengetahuan akan mempunyai balita dengan gizi yang bahan makanan yang bergizi, secara tidak baik , hal ini di sebakan karena tidak sadar karena berbagai makanan dalam anggota keluraga kebutuhan lezat yang diutamakannya maka akan makan yang di perlukan tidak pertumbuhan dan perkembangan cukup untuk kebutuhan mereka hal ini tubuh, kesehatan dan produktifitas tidak terlepas dari daya beli keluarga kerja akan mengalami gangguan itu sendiri, berdasarkan penjelasan karena tidak adanya keseimbangan sebelumnya bahwa pendapatn keluarga berada pada pendapatan hampir miskin dan miskin sehingga berpengaruh tidak adekuat merupakan salah satu terhadap ekonomi dalam keluarga penyebab langsung karena dapat maka dapat mempengaruhi status gizi menimbulkan manifetasi berupa balita. penurunan berat badan atau terhambat hal ini sejalan dengan penelitian pertumbuhan pada anak, oleh sebab itu yang di lakukan oleh Rina,(2011) jumlah anak merupakan faktor yang bahwa anggota keluarga kecil atau turut menetukan status gizi balita sedang dapat berpengaruh terhadap (Faredevi, 2017). status gizi balita karena anngota 4.2. Pemberian ASI Esklusif pada keluarga kecil dengan pendapatn Balita Malnutrisi di Wilayah Kerja rendah memiliki daya belih yang kecil, Puskesmas Tibawa. sehingga asupan nutrisi yang di Berdasarkan hasil penelitian berikan oleh orang tua tidak didapatkan bahwa balita yang dengan mencukupi untuk pertumbuhan balita. ASI Esklusif sebanyak 3 balita (7,3 %) Adapun Keluarga besar sebanyak masi mengalami malnutrisi hal ini 10 orang (24,4%). Hasil ini disebabkan karena berbagai faktor menyatakan bahwa jumlah anggota seperti balita terlahir dengan BBLR, keluarga berpengaruh terhadap kuantitas ASI berkurang yang pertumbuhan anak. Semakin besar disebabkan karena freekuensi dan anggota keluarga maka semakin besar durasi menyusui kurang, lebih jelasnya kebutuhan hidup dalam keluarga karena faktor dari pola asuh orang tua tersebut, apabila ekonomi keluarga terhadap anaknya karena pada usia rendah maka akan mengakibatkan bayi, segala makanan yang diterima berkurangnya kasih sayang serta oleh bayi masih bergantung kepada kebutuhan primernya seperti makanan apa yang di kasih oleh orang tuanya dan pakaian juga berkurang. dalam hal ini memberikan Makanan Jumlah anak yang banyak pada Pendamping ASI (MP-ASI). keluarga meskipun keadaan MP-ASI adalah makanan atau ekonominya cukup akan minuman yang mengandung zat gizi mengakibatkan berkurangnya yang diberikan kepada bayi atau anak perhatian dan kasih sayang orang tua yang berusia lebih dari 6 bulan guna yang di terima anaknya, terutama jika memenuhi kebutuhan zat gizi selain jarak anak yang terlalu dekat. Hal ini dari ASI. Menurut Mufida (2015), ASI dapat berakibat turunnya nafsu makan hanya memenuhi 60% kebutuhan gizi anak sehingga pemenuhan kebutuhan bayi pada saat lahir 6-12 bulan, dan primer anak seperti konsumsi sisanya harus dipenuhi dengan makanannya akan terganggu dan hal makanan lain yang cukup jumlahnya tersebut akan berdampak terhadap untuk gizi yang baik. Yang tidak tepat status gizi anaknya (Putri, Sulastri & yaitu pemberian MP-ASI yang Lestari, 2015). terlambat. Sehingga apabila bayi tidak Apabila anggota keluarga mendapatkankan nutrisi (MP-ASI) bertambah maka pangan untuk setiap dengan frekuensi, jenis, jumlah dan anak berkurang, asupan makanan yang cara pemberian makan yang kurang, maka dapat berpengaruh terhadap dibandingkan dengan anak yang diberi status gizi. . ASI eksklusif (OR 9,471). Hal ini sesuai dengan penelitian ASI merupakan makanan yang Lestari, dkk (2012) tentang hubungan paling baik untuk bayi segera setelah pemberian MP-ASI dengan status gizi lahir. ASI eklusif adalah pemberian anak usia 1-3 tahun menyatakan bahwa ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan ada hubungan antara pemberian MP- tanpa tambahan cairan ataupun ASI dengan status gizi balita dimana makanan lain. ASI dapat diberikan dalam hal ini status gizi tidak hanya sampai bayi berusia 2 tahun dipengaruhi dari jenis MP-ASI, tetapi (Anugraheni & Kartasurya, 2012).ASI juga oleh frekuensi dan cara pemberian sangat dibutuhkan dalam masa makanan yang baik. pertumbuhan bayi agar kebutuhan Adapun yang tidak ASI Eksklusif gizinya tercukupi. Oleh karena itu ibu sebanyak 38 balita (92,7%). Dari hasil harus dan wajib memberikan ASI tersebut Hal ini sesuai dengan laporan secara ekslusif kepada bayi sampai Puskesmas tibawa dimana pencapaian umur bayi 6 bulan dan tetap pemberian ASI eksklusif masih rendah memberikan ASI sampai bayi berumur di wilayah kerja Puskesmas tibawa 2 tahun untuk memenuhi kebutuhan Cakupan pemberian ASI eksklusif gizi bayi (Alrahmad, Miko, & Hadi, dipengaruhi oleh beberapa hal 2010). diantaranya rendahnya pengetahuan Bayi yang tidak diberi ASI ibu dan keluarga lainnya mengenai Eksklusif, berarti bayi tersebut tidak manfaat dan cara menyusui yang mempunyai nutrisi yang adekuat mulai benar, ibu-ibu yang kurang dari bayi. Sedangkan ASI sangat mendengarkan arahan dari puskesmas berperan penting dalam kebutuhan pada saat diadakanya posyandu, faktor nutrisi anak, meningkatkan daya tahan sosial budaya, kondisi yang kurang tubuh dan melindungi anak dari memadai bagi para ibu yang bekerja, penyakit dan infeksi, sehingga bayi serta gencarnya pemasaran susu ASI Eksklusif akan lebih sehat dan formula di kalngan masyarakat. jarang sakit dibandingkan dengan bayi Nur apriyanti (2015) didapatkan yang tidak mendapat ASI Eksklusif, hasil uji bivariat bahwa terdapat hal ini juga akan mempengaruhi status pengaruh antara riwayat ASI eksklusif gizi balita (Septikasari, 2018). dengan status gizi balita yakni nilai sig 5. PENUTUP 0,027. Hasil ini didukung oleh 5.1. Simpulan penelitian Novitasari (2012) yang 1. karakteristik keluarga balita menyatakan bahwa ada hubungan malnutrisi di wilayah kerja Puskesmas antara riwayat pemberian ASI Tibawa diperoleh: eksklusif dengan status gizi balita dan a. karakteristik keluarga balita diketahui pula bahwa anak yang tidak malnutrisi berdasarkan pendidikan diberikan ASI eksklusif 9 kali lebih SD/sederajat 23 responden berisiko terjadi malnutrisi (56,1%), SMP/Sederajat 10 responden (24,4%), Poltekkes Kemenkes RI Aceh, 1– SMA/Sederajat 7 responden 13. (17,1%) dan Sarjana 1 responden Andriani, M dan Wirjatmadi, B. (2,4%). 2014.Gizi dan Kesehatan b. Karakteristik Keluarga balita Balita,jakarta:Kencana malnutrisi berdasarkan pekerjaan PrenadamediaGroup. kategori tidak bekerja 40 Anugraheni, H. S., & Kartasurya, M. I. responden (97,6%), dan Swasta 1 (2012). Faktor Risiko Kejadian responden (2,4%). Stunting Pada Anak Usia 12-36 c. Karakteristik Keluarga balita Bulan Di Kecamatan Pati, malnutrisi berdasarkan pendapatan Kabupaten Pati. Journal of hampir miskin 23 orang (56,1%), Nutririon College, 1(1), 30–37. miskin 3 orang (7,3%) dan Faradevi, Reny. 2017. Perbedaan menengah keatas 15 orang Besar Pengeluaran Keluarga, (36,6%). Jumlah Anak Serta Asupan Energi d. Karakteristik Keluarga balita dan Protein Balita Kurus dan malnutrisi berdasarkan besar Normal. FK UNDIP. Semarang. keluarga kecil yakni sebanyak 16 eprints.undip.ac.id/32558/1/382_Re orang (39,0%). sedang 15 orang ny_Faradevi. (36.6%) dan besar sebanyak 10 George, 2014. “Nutritional Status of orang (24,4%). Children in Rural setting”. IOSR 2. Gambaran pemberian ASI Esklusif Journal of Dental and Medical pada balita malnutrisi di wilayah kerja Sciences (IOSR-JDMS. 13(1):46 Puskesmas Tibawa diperoleh: Handono, N.P, 2010. Hubungan a. Balita yang mendapatkan ASI Tingkat Pengetahuan pada Nutrisi, Esklusif 3 balita (7,3 %), dan yang Pola Makan, dan Tingkat Konsumsi tidak ASI Eksklusif 38 balita Energi dengan Status Gizi Anak (92,7%). Usia Lima Tahun di Wilayah Kerja 5.2. Saran Puskesmas Selogiri, Wonogiri. Lebih meningkatkan pendidikan Jurnal Keperawatan 1(1).Juli 2010. kesehatan kepada ibu balita gizi Khasanah, N.A & Sulistyawati, W. kurang tentang pentingnya kebutuhan 2018. Karakteristik Ibu dengan nutrisi bagi anak sangat penting untuk Kejadian Gizi Kurang pada Balita pertumbuhan dan perkembangan 6-24 Bulan di Kecamatan Selat , seorang anak sehingga gizi kurang Kapuas Tahun 2016. Strada Jurnal tidak terjadi pada anak. Ilmiah Kesehatan. 7 No. 1. DAFTAR PUSTAKA Marimbi, Hanum, 2010. Tumbuh Alrahmad, A. H., Miko, A., & Hadi, Kembang, Status Gizi & Imunisasi A. 2010. Kajian Stunting pada anak Dasar Pada Kesehatan.Balita. balita ditinjau dari pemberian ASI Yogyakarta: Nuha Offset. ekslusif, MP-ASI, status imunisasi Maseta, E., Makau K.W., & Omwega dan karakteristik keluarga di kota A.M., (2008). Childcare practice Banda Aceh. Jurusan Gizi and nutritional status of children aged 6-36 months among short ang WHO, 2016. General Assembly the long term beneficiaries of the child Decade of Action Nutrition survival protection and http://www.who.int/nutrion/GA_De development programmes (the case cade_action/en/. Morogoro, Tanzania). South Africa Wulandari, S. R., & Handayani, S. Journal of Clinical Nutrition. 21(1), 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa 2008. Nifas. Yogyakarta: Gosyen Mufida, 2015. Prinsip Dasar MPASI Publishing Untuk Bayi Usia 6-24 Bulan. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1646-1651 : Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang. Nazir. 2010. Analisis Determinan Pendapatan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Aceh Utara. Medan: Tesis Universitas Sumatera Utara. Parivindaraj Sundaraj, 2014. Gambaran Karakteristik Ibu dan Anak Terhadap Kejadian Gizi Kurang pada Anak Balita di Desa Sukawati Gianyar Tahun 2014 http://intisarisainsmedis.weebly.co m/ Proverawati, A. 2011. Ilmu Gizi untuk Keperawatan & Gizi Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Putri, R.F., Sulastri, D., & Lestari, Y. 2015. Penelitian Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang. Septikasari, M. 2018. Status Gizi Anak dan Faktor yang Mempengaruhi. Yogyakarta:UNY Press. Septikasari, M. 2018. Status Gizi Anak dan Faktor yang Mempengaruhi. Yogyakarta:UNY Press. UNICEF, 2013. (United Nations Children’s Fund) Improving child nutrition: the achievable imperative for global progress, UNICEF, New York, 2013.