Anda di halaman 1dari 18

 

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA


MASALAH ISOLASI SOSIAL
(MENARIK DIRI)
Laporan pendahuluan ini disusun untuk melengkapi mata kuliah
Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :

 NAMA : YUNI RETNASARI

 NIM : P16164

KELAS : 3C

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2018
 

LAPORAN PENDAHULUAN
MASALAH ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)

A.  DEVINISI
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam

dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan


lingkungan (Dalami, dkk. 2009).

B.  ETIOLOGI
1.  Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a.  Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas

 perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat


masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat
 pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi,
kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh
 pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
 

Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar


anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan

individu dalam berhubungan terdiri dari:


1)  Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk
memenuhi kebutuhan biologis maupun psikologisnya.
Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar.
Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi
hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi
yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa

 percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk


 berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.
2)  Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai
individu yang mandiri, mulai mengenal lingkungannya
lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-
temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi
atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi.
Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya

komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus


anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang
tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah
laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang
harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai
masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan,
 berkompetensi dan berkompromi dengan
dengan orang lain.
3)  Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan

yang intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini


 

akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan


mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan

 berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis.


Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok
maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan
orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat
mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang
seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun
tergantung pada remaja.
4)  Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta

mempertahankan hubungan interdependen antara teman


sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan
kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan
menerima perasaan orang lain serta peka terhadap
kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu
kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai
 pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada
dewasa muda adalah saling memberi dan menerima
(mutuality
mutuality).
).

5)  Masa Dewasa Tengah


Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya,
ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun.
Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan
 pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh
dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
6)  Masa Dewasa Akhir
 

Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik


kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan
hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan

adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain


akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki
harus dapat dipertahankan.
 b.  Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi
kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku
1)  Sikap bermusuhan/hostilitas
2)  Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan
anak

3)  Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi


kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya.
4)  Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan
 pada pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota
keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka,
terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan
secara terbuka dengan musyawarah.
5)  Ekspresi emosi yang tinggi
6)  Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan

saat bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya


meningkat)
c.  Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan
 berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-
norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d.  Factor Biologis
 

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan


 jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga
yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia.

Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila


salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%,
sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan
 pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
 penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur
limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2.  Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor internal maupun eksternal, meliputi:

a.  Stressor Sosial Budaya


Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
 berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti
 perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
 pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan
isolasi sosial.
b.  Stressor Biokimia

1)  Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan

mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi


terjadinya skizofrenia.
2)  Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah

akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu


kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan
dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
3)  Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah

ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula

 prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh


 

dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun


 penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan
dengan tingkah laku psikotik.

4)  Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan


gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang
dapat merubah stuktur sel-sel otak.
c.  Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial

Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia


sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan
maupun biologis.
d.  Stressor Psikologis

Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya

kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.


Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan
 pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan
karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id
maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik
mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal

ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan


ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan
 psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan
 pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan
suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping
yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku
adalah sebagai berikut:
1)  Tingkah laku curiga: proyeksi

2)  Dependency: reaksi formasi


 

3)  Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi


4)  Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
5)  Manipulatif: regrasi, represi, isolasi

6)  Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi,


isolasi, repre

C.  POHON MASALAH

Sumber: (Keliat, 2010)

D.  TANDA DAN GEJALA

Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang
dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
1.  Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2.  Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3.  Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4.  Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5.  Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6.  Pasien merasa tidak berguna
7.  Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
 

E.  AKIBAT YANG DITIMBULKAN


Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya
 perubahan persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori

halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus


eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan
seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya
tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari
 panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun
yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau
histerik.Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi
tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan

(pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan


tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.

F.  PETALAKSANAAN
1.  Terapi Psikofarmaka

a.  Chlorpromazine

Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam


kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat
norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-

fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan


Gangguan perasaan dan perilaku
yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial
dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan
otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra
 pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan
endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik,

agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang.


 

Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy,


kelainan jantung (Andrey, 2010).
b.  Haloperidol (HLP)

Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam


fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki
efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi,
hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan
irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit
darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c.  Trihexyphenidil (THP)

Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis


dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina

dan fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,


 penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi
terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut
sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2.  Terapi Individu

Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat


diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan
masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu,

 perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan


 pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan
tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain
ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu
 pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi

 jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan


 

dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke


dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008).
3.  Terapi kelompok

Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami


ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu:
a.   Activity Daily Living (ADL)

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan


kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
1)  Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien

sewaktu bangun tidur.


2)  Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua

 bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB


dan BAK.
3)  Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam

kegiatan mandi dan sesudah mandi.


4)  Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan

keperluan berganti pakaian.


5)  Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada

waktu, sedang dan setelah makan dan minum.


6)  Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan

dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan


dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
lain-la in.
7)  Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti

dan dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak


menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak
merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya
tanpa tujuan yang positif.
8)  Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien

untuk pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku

 pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan


 

gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini


yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi
 bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.

b.  Tingkah laku sosial


Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial
 pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1)  Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya
menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan
sebagainya.
2)  Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,

menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada


kesulitan dan sebagainya.
3)  Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu
 berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling
menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam
 berkomunikasi.
4)  Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
kemampuan bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih
dari dua orang).

5)  Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan


dengan ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah
sakit.
6)  Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
tata krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas
maupun orang lain.
7)  Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang
 bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori
lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak

membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.


 

G.  PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
 presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap

melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi
 pengkajian meliputi :
1.  Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan,
agama, tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah
klien dan alamat klien.
2.  Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak

interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan sehari  –   hari ,
dependen.
3.  Factor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok
sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba
misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami, putus sekolah,
PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan ,
tituduh kkn, dipenjara tiba  –   tiba) perlakuan orang lain yang tidak

menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang


 berlangsung lama.
4.  Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB)
dan keluhafisik yang dialami oleh klien.
5.  Aspek Psikososial
a.  Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b.  Konsep diri

1)  Citra tubuh


 

Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang


 berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi
atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh ,

 persepsi negatip tentang tubuh . Preokupasi dengan bagia tubuh


yang hilang , mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan
ketakutan.
2)  Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan .
3)  Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
 penyakit , proses menua , putus sekolah, PHK.

4)  Ideal diri


Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi
5)  Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap
diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
a)  Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan

hubunga social dengan orang lain terdekat dalam

kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.


b)  Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah

( spritual)
6)  Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan
kontak mata, kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka
menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang
lain, adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga
dalam hidup.

7)  Kebutuhan persiapan pulang


 

a)  Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan

b)  Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan


membersihkan WC, membersikan dan merapikan pakaian.

c)  Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat


rapi
d)  Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat
 beraktivitas didalam dan diluar rumah
e)  Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan

 benar.
8)  Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakan nya pada orang orang lain( lebih sering

menggunakan koping menarik diri).


9)  Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi
ECT, Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.

H.  DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.  Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.

2.  Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

3.  Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak

efektifnya koping individu : koping defensif.

I.  RENCANA TINDAKAN


1.  Diaknosa Keperawatan
Isolasi Sosial
2.  Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Klien dapat
 berinteraksi dengan orang lain baik secara individu maupun secara
 berkelompok dengan kriteria hasil :

a.  Klien dapat membina hubungan saling percaya.


 

b.  Dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.

c.  Dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.

d.  Dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang

lain.
e.  Dapat berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain secara

 bertahap.
f.  Terlibat dalam aktivitas sehari-hari

3.  Intervensi
TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
Klien
SP 1
o Bina hubungan
hubungan saling percaya

o Identifikasi penyebab isolasi sosial


SP 2
o Diskusikan bersama Klien keuntungan berinteraksi dengan orang
orang
lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
o Ajarkan kepada Klien cara berkenalan dengan satu orang
orang
Anjurkan kepada Klien untuk memasukan kegiatan berkenalan
dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian dirumah
SP 3
o Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien

o Beri kesempatan pada Klien mempraktekan


mempraktekan cara berkenalan
dengan dua orang
o Ajarkan Klien berbincang-bincang
berbincang-bincang dengan dua orang tetang
topik tertentu
o Anjurkan kepada Klien untuk memasukan
memasukan kegiatan berbincang-
 bincang dengan orang lain dalam jadwal kegiatan
kegiatan harian dirumah
SP 4
o Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
o Jelaskan tentang obat yang
yang diberikan (Jenis, dosis,
dosis, waktu,

manfaat dan efek samping obat)


 

o Anjurkan Klien
Klien memasukan kegiatan bersosialisasi dalam
 jadwal kegiatan harian dirumah
o Anjurkan Klien untuk bersosialisasi dengan orang lain

§ Keluraga
o Diskusikan masalah yang
yang dirasakan kelura dalam merawat Klien
o Jelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial y
yang
ang dialami
Klien dan proses terjadinya
o Jelaskan dan latih keluarga cara-cara merawat Klien
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
§ Beri obat-obatan sesuai program
§ Pantau keefektifan dan
dan efek sampig obat yang diminum
§ Ukur vital sign secara periodik

TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN


§ Libatkan dalam makan bersama
§ Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak
singkat tapi sering
§ Berikan reinforcement positif setiap K
Klien
lien berhasil melakukan
melakukan
suatu tindakan
§ Orientasikan Klien pada waktu, tempat, dan orang sesuai
kebutuhannya
 

DAFTAR PUSTAKA

Adhi, Andrey (2010). Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Tingkat Depresi

yang Menderita Penyakit Kronik Di Panti Wreda Pengayoman Semarang.


Skripsi Program Studi Ilmu Kesehatan Unnimus. Semarang
Dalami, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa.
Jogyakarta: Trans Info Media
Keliat B, dkk. 2010. Proses Keperawatan Jiwa II. Jakarta: EGC
Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah
Masala h Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan: USU press

Anda mungkin juga menyukai