Anda di halaman 1dari 6

Modul Kuliah Statistik Bidang Sosek (PPK 324)

Modul 4
STATISTIKA PARAMETRIK DAN NON PARAMETRIK

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Dengan mempelajari modul ini diharapkan mahasiswa mampu memahami dan menerapkan tehnik
uji kenormalan.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah mempelajari dan memahami pendahuluan mahasiswa dapat:
1. Mengerti dan memahami uji kenormalan
2. Menerapkan tehnik Uji kenormalan dengan Uji liliefors.

KEGIATAN BELAJAR

Banyak uji statistika yang dapat digunakan dalam rangka penarikan kesimpulan,
misalnya uji t, uji F, regresi dan kolerasi, yang kesemuanya didasarkan atas asumsi
parameter populasi diketahui atau dapat diduga dari nilai contoh (sampel) yang ada.
Dengan menggunakan pengetahuan tentang sebaran contohnya, maka dapat disusun kaidah
keputusan uji hipotetsis yang akan dilakukan. Metode statistika seperti ini disebut dengan
PARAMETRIK, sebab dalam hal ini diperlukan identifikasi parameter dari populasi,
penduga, dan sebaran dari contohnya. Pada umumnya ada anggapan bahwa contoh kita
tersebut tersebar normal atau mendekati sebaran normal berdasarkan Dalil Limit Pusat.
Jika sebaran contoh atau populasi tidak dapat diduga atau diketahui distribusi
datanya, maka kita tidak dapat melakukan uji parametrik. Oleh karena itu, agar dapat
melakukan uji parametrik, kita harus dapat menduga atau menguji terlebih dahulu apakah
data berasal dari populasi yang sebarannya normal (dengan menggunakan uji-uji
kenormalan) atau tidak.
Pengambilan keputusan melalui uji hipotesis dapat juga dilakukan tanpa
mengetahui kenormalan sebaran, yaitu dengan menggunakan statistika non parametrik.
Pfaffenberger dan Patterson (1981) menyatakan bahwa statistika non parametrik adalah
yang memenuhi paling sedikit satu dari tiga persyaratan sebagai berikut :
1. Data yang ada merupakan data nominal
2. Data merupakan data ordinal
3. Data yang ada merupakan data interval atau ratio tetapi sebaran populasinya tidak
diketahui
Steel dan Torrie (1980), dan Jhonson (1976) menyatakan bahwa dibandingkan
dengan statistik parametrik, statistika non parametrik mempunyai keunggulan yaitu :
1. Dapat digunakan untuk data dengan berbagai sebaran
2. Lebih tepat digunakan bagi data dengan skala nominal atau ordinal
3. Lebih cepat dan lebih mudah digunakan, sebab data dapat tanda pangkat.
Walaupun demikian statistika non parametrik mempunyai kelemahan, yaitu
hilangnya informasi dari data yang ada sehingga memperbesar kesalahan tipe ke-2 (lebih
besar kemungkinan menerima Ho padahal Ho itu salah).

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Unsri 33


-Modul 4-
Modul Kuliah Statistik Bidang Sosek (PPK 324)

Skala Pengukuran
Penggunaan metode statistika, apakah metode statistika Parametrik atau Non
Parametrik ditentukan juga oleh skala pengukuran data yang akan diuji. Hasil pengukuran
tersebut berada pada salah satu tingkatn pengukuran menurut kompleksitasnya. Skala
pengukuran tersebut adalah nominal, ordinal, interval dan rasio.

1. Skala Nominal
Suatu angka pengukuran disebut berada pada tingkat nominal atau skala nominal
apabila angka tersebut berfungsi untuk identifikasi, yaitu membedakan antara satu subjek
dengan subjek lainnya. Perbedaan angka hanya menunjukkan adanya objek atau subjek
yang terpisah dan tidak sama. Sebagai contoh adalah nomor punggung pemain sepak bola.
Nomor punggung ini digunakan hanyalah untuk identifikasi pemain, sama sekali tidak
untuk menunjukkan bahwa pemain yang bernomor punggung satu lebih berkualitas dari
pada pemain lainnya.
Selain untuk identifikasi, skala nominal juga dapat digunakan untuk klasifikasi atau
kategorisasi. Sebagi contoh adalah untuk kategorisasi jenis kelamin dan warna. Untuk
jenis kelamin, misalnya pria diberi angka 1 dan wanita angka 0. Untuk warna, misalnya
warna merah diberi angka 1, hijau angka 2 dan putih angka 3 dan seterusnya.
Pengukuran dengan skala nominal merupakan alat identifikasi atau kategorisasi,
oleh karena itu pengubahan dan pergantian angka nominal dapat dilakukan dengan bebas
selama tidak mengaburkan indentifikasi atau kategori semula. Ini berarti kita dapat
mengganti angka 1 untuk merah menjadi angka 9. Demikian juga kita dapat mengganti
wanita dari semula diberi angka 0 menjadi angka 2 atau 3.

2. Skala Ordinal
Suatu hasil pengukuran disebut berada pada skala ordinal apabila angkanya
berfungsi selain identifikasi atau kategorisasi juga terdapat perankingan (penjenjangan)
kualitatif. Namun perbedaan angka ini tidak menunjukkan adanya perbedaan ranking
kuantitatif. Apabila terdapat ranking 1, 2 dan 3, maka kita tidak dapat mengatakan bahwa
jarak antara 3 dan 2 adalah sama dengan jarak antara 2 dan 1. Kita hanya dapat
mengatakan bahwa 3 > 2, 2 > 1 dan 3 > 1. Jarak ranking antara dua angka yang berurutan
tidak selalu sama. Angka nol (0) pada skala ini tidak memiliki angka mutlak (angka nol
tidak mutlak).
Contoh penggunaan skala ordinal adalah pada pemberian nomor pemenang pada
kejuaraan tinju. Ranking kualitatif antara juara pertama dengan juara kedua belum tentu
sama dengan jarak ranking kualitatif antara juara kedua dengan juara ketiga. Ini berarti
dalam suatu ranking kita dapat mengganti setiap angka ranking yang sudah ada dengan
angka lain, selama urutan ranking yang satu dengan ranking yang lain yang telah terjadi
tadi tidak berubah. Angka boleh berubah, namun urutan objek masih tetap.
Sebagai contoh, kita mengurutkan bunga berdasarkan kualitas keharumannya, yaitu
Mawar, Melati, Anggrek dan Cempaka. Dari deretan ini kita hanya mengetahui bahwa dari
sisi keharuman bahwa Mawar > Melati > Anggrek > Cempaka. Kita tidak mengetahui
seberapa lebih harumnya Mawar dibandingkan Melati dan apakah selisih keharuman
Melati dan Anggrek sama dengan selisih keharuman antara Anggrek dan Cempaka. Oleh
karena itu kita boleh memberi ranking kuantitatif sebagai berikut:

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Unsri 34


-Modul 4-
Modul Kuliah Statistik Bidang Sosek (PPK 324)

Mawar 1
Melati 2
Anggrek 3
Cempaka 4
Kita dapat mengganti angka ranking tersebut tanpa mengubah urutan rankingnya
seperti berikut:
Mawar 2
Melati 4
Anggrek 7
Cempaka 8
Atau dengan membalik urutan menjadi
Mawar 7
Melati 6
Anggrek 3
Cempaka 1

3. Skala Interval
Hasil pengukuran pada skala interval adalah hasil pengukuran dengan skala ordinal
yang memiliki jarak ranking yang sama (tetap). Jadi, dalam deretan angka 2, 3, 4, 5, 6, dan
7, kita dapat menyatakan bahwa jarak antara 6 dan 4 adalah sama dengan jarak antara 5
dan 3 dan sama pula dengan jarak antara 7 dan 5. Sebagaiman hasil pengukuran ordinal,
skala interval juga tidak memiliki angka nol (0) mutlak, sehingga kita tidak boleh
menyatakan bahwa 6 adalah dua kali 3. Sebagai contoh angka-angka pada termometer
merupakan skala interval, dimana kita dapat mengatakan bahwa 360C adalah 60 lebih panas
dibandingkan dengan suhu 300C, sedangkan 120C adalah lebih dingin 60 dibandingkan
suhu 180C. Namun, kita tidak dapat mengatakan bahwa suhu 36 0C adalah tiga kali lebih
panas dibandingkan suhu 120C.
Perbedaan angka pada skala interval sudah mempunyai arti perbedaan kuantitatif
dan kualitatif. Data ini sudah dapat menggunakan operasi matematis penambahan dan
pengurangan.

4. Skala Rasio
Skala pengukuran yang paling tinggi adalah skala rasio. Skala ini merupakan skala
pada level interval yang memiliki harga nol mutlak, yaitu nilai nol menunjukkan bahwa
atribut yang diukur sama sekali tidak ada pada objek yang bersangkutan. Kalau pada skala
interval, 00C bukan berati tidak ada suhu, tetapi suhunya nol derajat celcius. Pengukuran
berat, panjang, pendapatan dan lain-lain merupakan contoh untuk skala rasio. Pada skala
ini dapat diterapkan operasi matematis selain penambahan dan pengurangan, juga
perkalian dan pembagian.

Berikut ini disajikan ringkasan penggunaan empat skala pengukuran yang dikaitkan
dengan uji statistika yang sesuai. Ringkasan ini diambil dari buku Siegel (1994).

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Unsri 35


-Modul 4-
Modul Kuliah Statistik Bidang Sosek (PPK 324)

Tabel: Empat tingkatan skala pengukuran dan statistik yang sesuai untuk masing-masing skala
Hubungan-hubungan yang Contoh-contoh Uji statistik yang
Skala
membatasi statistik yang cocok sesuai
Nominal Ekiuvakensi Modus Statistika
Frekuensi Nonparametrik
Koefisien Kotingensi
Ordinal 1. Ekuivalensi Median Statistika
2. Lebih besar dari Persentil Nonparametrik
Spearman
Kendall
Konkordansi Kendall
Interval 1. Ekuivalensi Mean Statistika
2. Lebih besar dari Standar deviasi Parametrik dan
3. Rasio sembarang dua Korelasi Pearson Nonparametrik
interval diketahui
Rasio 1. Ekuivalensi Mean Statistika
2. Lebih besar dari Koefisien variasi Parametrik dan
3. Rasio sembarang dua Nonparametrik
interva; diketahui
4. Rasio sembarang dua
harga skala diketahui

Uji Kenormalan

Untuk melihat apakah data yang ada berasal dari populasi yang menyebar normal,
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu uji statistika, goodness of fit, dan grafis. Uji
statistika dapat digunakan antara lain : Uji Liliefors dan D'Agustino. Goodness of fit
dilakukan dengn cara membandingkan data yang ada dengan data yang seharusnya jika
data berasal dari populasi yang menyebar normal. Cara grafis dilakukan dengan
membandingkan grafik frekuensi kumulatif dari data yang ada dengan grafik frekuensi
kumulatif seandainya data tersebar secara normal. Namun kepada anda hanya akan
diperkenalkan satu metode yang sering dipergunakan dalam menguji kenormalan suatu
data sebelum dilakukan uji statistika, yaitu uji Liliefors.

Uji Liliefors
Untuk melihat apakah data yang ada menyebar normal atau tidak, pertama-tama
harus dirumuskan dahulu hipotesis dalam pengujian ini. Hipotesis yang digunakan adalah :

Ho : Sampel berasal dari populasi normal


Ha : Sampel bukan berasal dari populasi normal

Dengan kaidah keputusan :

Jika : L < L (n) Terima Ho

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Unsri 36


-Modul 4-
Modul Kuliah Statistik Bidang Sosek (PPK 324)

L > L (n) Tolak Ho


Dimana : L = Maks  F(zi) - S(zl) 
= Nilai beda mutlak maksimum diantara F(zi) - S(zl), untuk i = 1, 2, 3....n

Zi =

Szi =

Contoh :
Hasil pengamatan terhadap pendapatan petani (Rp000/bulan) di desa A adalah sebagai
berikut : 1000 1500 1600 1450 1725 1560 1650 1700. Lakukanlah uji
hipotesis nol bahwa data tersebut berasal dari populasi dengan sebaran normal pada taraf
uji  = 0,05 dan  = 0,1.

Jawab :
Ho : data menyebar normal
H1 : data tidak menyebar normal
 = 0,05 dan  = 0,01
L0,05(8) = 0,285
L0,01(8) = 0,331
Diketahui : = 1523,125 s = 231,493

Tabel data untuk uji Liliefor


No Xi Zi F(zi) S(zi) F(zi)-S(zi) 
1 1000 -2,26 0.0119 0,125 0,1131
2 1500 -0,10 0.4602 0,375 0,0852
3 1600 0,33 0,6293 0,625 0,0043
4 1450 -0,32 0,3745 0,250 0,1245
5 1725 0,87* 0,8078 1,000 0,1922**
6 1560 0,16 0,5636 0,500 0,0636
7 1650 0,55 0,7088 0,750 0,0412
8 1700 0,76 0,7704 0,875 0,1046
Keterangan : * = nilai zi maksimum ** = nilai L

Jika L pada tabel uji Liliefors yang sebesar 0,1922 dan dibandingkan dengan L tabel
(L0,05(8) = 0,285, maka L < L 0,05(8)), ini berarti kita memutuskan untuk menerima Ho, yang
berarti bahwa data pendapatan petani contoh bersal dari populasi dengan sebaran normal,
sehingga uji statistika parametrik dapat kita terapkan.

Latihan Soal:
1. Buktikan apakah data tentang variabel pendapatan petani berikut ini menyebar
normal atau tidak dengan menggunakan uji Liliefors pada = 0,05.
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Unsri 37
-Modul 4-
Modul Kuliah Statistik Bidang Sosek (PPK 324)

No. Pendapatan petani (Rp juta/tahun)


1. 2,50
2. 2,00
3. 2,25
4. 3,00
5. 1,75
6. 2,50
7. 2,30
8. 3,50
9. 3,15
10 2,65
11. 2,55
12. 1,85

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Unsri 38


-Modul 4-

Anda mungkin juga menyukai