Anda di halaman 1dari 5

Tugas: Individu

Bidang Studi: Bahasa Indonesia


Guru Pembimbing: Drs. Mursyid, M.Pd.

RESENSI SEBUAH KARYA

Oleh:
Nama: A. Walimatussadiyah Mansur
Kelas: XI Mipa 6
No. Urut: 01

SMA NEGERI 21 MAKASSAR


TAHUN AJARAN 2021/2022
Identitas Buku
Judul buku: selamat tinggal
Penulis: Tere liye
Penerbit: gramedia pustaka utama
Tahun terbit: 2020
Jumlah halaman: 360
Sinopsis
Selamat Tinggal, sebuah novel yang bercerita tentang pemuda yang bernama Sintong
Tinggal, seorang mahasiswa sastra Indonesia yang tak kunjung lulus kendati sudah enam
tahun bercokol di fakultas sastra. Kariernya meredup ketika cintanya kandas di tangan
Mawar Terang Bintang, yang membuatnya patah hati berkepanjangan hingga berdampak
pada skripsinya yang akhirnya mandek selama 2 tahun.
Sintong mulai menemukan dirinya kembali ketika ia menemukan sebuah buku yang di
tulis oleh Sutan Pane, penulis yang menghilang di era 1965, yang akhirnya ia jadikkan
sebagai topik skripsinya. Penelusuran jejak Sutan Pane, kenapa ia bisa menghilang dari
nama-nama besar penulis cemerlang tanah air, dan pencarian empat bukunya yang tidak
diketahui keberadaannya membangkitkan kembali jiwa penulis yang ada dalam diri
Sintong.
Pertemuannya dengan mahasiswi ekonomi bernama Jess, yang diikuti oleh perasaan
sukanya terhadap gadis itu, yang kemudian dilanjutkan dengan pendekatan di hari-hari
berikutnya membuat Sintong dapat melupakan sejenak soal patah hati dan hubungannya
dengan Mawar Terang Bintang yang sudah kandas secara mengenaskan. Sintong
melanjutkan kembali skripsinya yang tertunda, dan menikmati euphoria kedekatannya
dengan Jess.
Masalah muncul kembali ketika Mawar Terang Bintang kembali datang dalam hidupnya
dan membawa kabar yang tak pernah Sintong duga akan terjadi pada perempuan itu. Apa
yang menimpa Mawar membuat Sintong kembali dibenturkan dengan idealismenya dan
kenyataan yang ia hadapi sebagai penjaga toko buku bajakkan, serta seberapa besar
kerugian yang ditanggung oleh penulis dan pelaku penerbitan di luar sana karena bisnis
yang dijalani oleh Pakliknya, dan dia turut serta dalam bisnis itu selama enam tahun.
Kemampuan Tere Liye dalam membuat bangunan cerita, membawakan narasi, dan
keberhasilannya melibatkan pembaca dalam arus cerita yang ia buat mungkin sudah tak
perlu diperdebatkan lagi. Tere Liye adalah salah satu penulis kenamaan tanah air yang
sudah punya banyak jam terbang, sehingga kualitas tulisannyapun sudah tak perlu
diragukan.
Pencarian Sintong akan penulis hebat yang menghilang ditahun 1965 betul-betul
membuat para pembaca penasaran. Dan rasa penasaran itulah yang mengikat para
pembaca sampai ke halaman terakhir. Gagasan yang dibawa Sutan Pane, keempat buku
yang belum diketahui keberadaannya, serta alasan mengapa ia berhenti menulis menjadi
inti kekuatan dalam cerita ini. Konflik yang dibawa dari tulisan-tulisan Sutan Pane juga
mampu menghanyutkan pembaca pada sosok sang penulis. Kita juga akan dibawa
sejenak ke masa-masa lampau demi mengetahui kisah hidup Sutan Pane dan tahun-tahun
gemilangnya sebagai seorang penulis. Tere Liye mampu meracik itu semua sehingga
pembaca tidak merasa di kecewakan ketika menutup halaman terakhir dari buku ini.
Di dalam buku ini, Tere Liye menampilkan kualitas kepenulisan yang sama seperti buku-
bukunya sebelumnya. Sama sekali tidak ada masalah dengan hal itu. Sayangnnya, dalam
buku ini, Tere Liye seperti ingin meluapkan segenap kejengkelannya terhadap maraknya
penyebaran dan penjualan buku bajakkan di Indonesia, sehingga hal tersebut di singgung
nyaris di segala kesempatan. Bukan hanya menyoal buku bajakkan saja, tapi juga
berbagai barang-barang palsu dan produk bajakkan lainnya. Buku ini seperti di buat
untuk menjadi tempat menumpahkan unek-unek penulisnya.
Alih-alih membangun tokoh-tokoh yang berdiri di alas berbeda dengan pikiran yang
berbeda, Tere Liye menempatkan nyaris semua tokoh dalam buku ini dalam satu garis
yang sama, sehingga jika menemukan topik yang sama di bahas lagi dan lagi, pembaca
bisa di bikin jengkel karena terlalu banyak narasi serupa yang bertebaran di sepanjang
novel ini.
Sintong adalah penjaga toko buku bajakkan yang di miliki oleh Paklik dan Bulik-nya.
Mawar Terang Bintang ditangkap polisi karena menjual obat-obatan palsu. Jess memiliki
keluarga yang juga menjual barang-barang branded palsu. Orang tua Bunga adalah
pemilik bisnis besar buku-buku bajakkan. Adam, teman Sintong, memiliki bisnis
streaming film ilegal.
Rasa-rasanya berbagai hal tersebut di buat dan ditampilkan satu sama lain demi
mengusung satu gagasan yang sama, yakni maraknya penjualan dan penyebaran barang-
barang palsu dan karya-karya kreatif yang dibajak. Setiap narasi yang di bangun Tere
Liye, kentara benar kalau dia sangat amat jengkel dengan semua hal itu.
Kalau saja Tere Liye bisa mengemas semua pembahasan itu dengan tidak begitu frontal,
novel ini bisa menjadi lebih elegan. Apa yang disampaikan penulis memang benar, tetapi
menjejalkan semua hal tersebut kedalam novel, dan menyinggungnya pada setiap
kesempatan, bukanlah sesuatu yang disenangi pembaca. Itu bukan hal yang salah, tetapi
menjadi mengesalkan apabila terus menerus di ulang-ulang, dalam waktu yang tidak
tepat, pula.
Kemegahan yang Tere Liye sampaikan lewat penelusuran Sintong Tinggal akan seorang
penulis yang menghilang di tahun 1965 menjadi agak tersingkir karena perpaduan
pembahasan yang tidak dikemas dengan begitu apik. Jika saja permasalahan
menghilangnya Sutan Pane dan kelima buku yang telah ditulisnya dibuat dalam satu
garis, novel ini boleh jadi lebih baik.
Ada banyak hal yang dapat saya pelajari dalam novel ini. Tentu saja, salah satunya, tidak
mengonsumsi barang-barang bajakan, apapun itu bentuknya. Baik itu berupa barang
maupun karya-karya kreatif. Saya bisa mengerti keresahan Tere Liye sebagai orang yang
berkecimpung dalam dunia kreatif, meskipun saya kurang setuju dengan bagaimana cara
Tere Liye memaparkan semua kekesalannya kedalam sebuah buku dan menjabarkannya
dari A sampai Z.
Semangat yang dibawa oleh Sutan Pane juga turut serta saya bawa ketika menutup buku
ini. Bagaimana seseorang yang begitu getol dan idealis, tanpa takut dengan apapun juga,
terus melakukan sesuatu yang ia yakini kebenarannya.

Kelebihan
Bagian paling khas dan berani dari buku ini adalah saat Tere Liye mengeluarkan
argumen-argumen padat untuk mengkritisi para pembajak buku serta pihak-pihak
pendukung. Seperti pemaparan terkait G.H Subagja, penulis dengan buku jutaan oplah.
Namun tidak menerima royalty sepeser pun karena sebagian besar karyanya dibajak.
Atau dalam kalimat, "Dan marketplace, unicorn-unicorn ini berdalih, mereka tidak bisa
mengawasinya satu per satu---sambil menikmati pendanaan belasan triliun karena omzet
marketplace mereka terus naik."

Meskipun dibebani dengan pesan yang cukup berat. Dengan bahasa santai yang khas,
Tere Liye berhasil mengemas perjalanan cinta Sintong, Mawar, serta Jess tetap seru dan
unik. Dramatisasi percintaan yang diciptakan menghadirkan sudut pandang baru tetapi
tetap natural.

Kekurangan
Kekurangan buku ini adalah saat penelusuran kasus hilangnya Sutan Pane dari dunia
kesusatraan Indonesia ditindak lanjuti oleh Sintong. Padahal telah disebutkan
sebelumnya. Jika tokoh Sintong tidak menemukan jawaban terkait hilangnya Sutan Pane,
ia tetap bisa melanjutkan sidang skripsi dan lulus tanpa perpanjangan semester lagi. Pada
akhir cerita disebutkan terbentuknya Yayasan Sutan Pane, dimana yayasan itu akan
mengurus tulisan yang diwariskan oleh Sutan Pane. Dari sini jelas, bahwa kasus tersebut
terkesan tidak memiliki urgensi dalam menggerakkan cerita. Terlebih tidak terlalu
menghidupkan topik utama (yakni pembajakan buku). Ketika rahasia Sutan Pane
terungkap pun tidak ada nasib tokoh yang berubah dan Sintong Tinggal malah
melanjutkan study ke Belanda (tidak ikut menjadi pengurus yayasan).

Anda mungkin juga menyukai