Anda di halaman 1dari 3

SELAMAT DATANG

Farzana Padmarini Hanania (7A)

Identitas Buku
Judul buku : Selamat Tinggal
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : November 2020
Jenis Buku : Fiksi
Ukuran Buku : 20 x 13,5 cm
Ketebalan Buku : 360 halaman
ISBN : 9786020647821

“Mengaumlah, Kawan. Bahkan jika tidak ada lagi pena yang tersedia. Bahkan
jika tidak ada lagi kertas-kertas yang berserakan. Tuliskan dengan air matamu,
tuliskan dengan darahmu. Jadikan dinding-dingding gedung, jalanan aspal,
menjadi tempat menuliskannya. Agar dibaca segenap hati yang mulai lupa.
Bahwa masih ada yang melihatnya. Masih ada yang berani menyuarakannya.”

Kata-kata diatas merupakan sebuah kutipan yang diambil dari buku


“Selamat Tinggal”. Buku tersebut membahas kisah hidup Sintong sejak ia
diterima disalah-satu Universitas terbaik pada saat itu. Ia juga dibiayai oleh Paklik
nya untuk kuliah namun, ia tidak bisa menyelesaikan skripsinya karena satu dan
lain hal. “Hidup segan, mati tak sudi” itulah prinsip hidupnya saat itu namun, ada
beberapa hal yang membuat semangat menulisnya bangkit kembali. Penulisnya
sendiri lahir di Sumatera Selatan pada tanggal 21 Mei 1979. Beliau merupakan
salah seorang lulusan Ekonomi di sebuah Universitas Ekonomi. Meskipun beliau
merupakan lulusan Ekonomi tetapi beliau gemar menulis sehingga banyak
karyanya yang menjadi novel Best-Seller. Buku ini salah satunya.
Pada suatu hari, Sintong sedang menjaga toko buku bajakan milik
Pakliknya. Hari itu memang sedang ramai-ramainya pembeli yang datang ke
tokonya sampai ia bertemu seorang pembeli yang bernama Jess. Entah kenapa,
hidupnya berjalan lebih lancer setelah bertemu Jess. Ia telah menemukan ide
untuk penulisan skripsinya yang tak kunjung ia selesaikan dari 2 tahun yang lalu.
Uniknya, yang ia bahas kali ini adalah seorang penulis yang hilang satu minggu
sebelum terjadinya kerusuhan pada tahun 1965. Penulis tersebut bernama Sutan
Pane. Karya-karya nya bagai hilang ditelan bumi. Namun, ada salah satu karya
penulis itu yang ia temukan di Gudang toko tempat ia bekerja. Ia berusaha
menggali informasi lebih dalam. Ia mencoba mencari-cari orang yang kenal
dengan sang penulis. Akhirnya ia bertemu dengan seorang teman lamanya Sutan
Pane. Ia merupakan seorang mantan wakil kepala wartawan yang sering menerima
opini-opini dari Sutan Pane, beliau juga merupakan murid dari Sutan Pane.
Hari demi hari berlalu, satu persatu pertanyaan mulai terjawab. Sintong
sudah hampir menyelesaikan skripsinya akan tetapi, masih ada satu pertanyaan
yang belum terungkap, yaitu “mengapa Sutan Pane menghilang seminggu
sebelum kerusuhan itu terjadi? Apa ia dibungkam? Apa ia ditahan?” Pertanyaan it
uterus menerus menghantui Sintong. Belum lagi ia dilanda masalah baru. Orang
yang ia kagumi saat SMA mendadak masuk penjara dan ingin menemuinya.
Orang itu bernama Mawar Terang Bintang. Mawar masuk penjara karena ia
menjual obat-obatan illegal, suaminya juga ternyata adalah tantara yang
menggelapkan dana. Mawar membuat Sintong tersadar bahwa menjual buku
bajakan itu tidak benar. Akhirnya Sintongmemutuskan untuk berhenti bekerja di
toko buku Paklik nya. Tentu saja itu membuat Paklik nya marah dan murka
terhadap sintong. Tetapi, tak hanya kabar buruk yang mendatanginya. Skripsi
sintong sedikit lagi sudah mulai selesai, ia juga ditawarkan kuliah di Amsterdam
oleh dekannya. Opini-opini Sintong juga mulai dimuat kembali di koran nasional.
Ia hanya tinggal menjawab satu pertanyaan yang tersisa.
Suatu hari Sintong sedang mendaki Bersama teman-teman serta juri
sebuah organisasi Bahasa di kampusnya. Mereka mau mengadakan pelantikan dan
Sintong diundang untuk melantik siswa yang baru bergabung. Ketika semua acara
sudah selesai, Sintong hendak beristirahat. Namun, sebuah ide tiba tiba muncul
dikepalanya. Ia berpikir untuk menulis opini lagi yang berhubungan dengan Sutan
Pane, siapapun orang yang membacanya dan mengenali Sutan Pane pasti akan
tergelitik dan menghubungi Sintong. Jadilah ia menulis opini dan
mengirimkannnya ke koran nasional. Keesokannya ia dihubungi oleh seseorang,
orang itu berkata bahwa ia mengenali Sutan Pane.
Sintong pergi ke rumah orang itu, bertemu dengannya lalu berbincang-
bincang dan berdiskusi. Trungkap sudah. Ternyata Sutan Pane menghilang karena
beliau malu adiknya mengkorupsi uang kantor lalu dipakai untuk berjudi. Beliau
terpaksa melunaskan semua hutang adiknya. Namun karena masih merasa malu,
ia pergi ke Yogya lalu mendiam disana. Ia juga mogok menulis, kondisinya setiap
bulan semakin memburuk. Akhirnya ia meninggal setelah dibawa ke sebuah
rumah sakit dan dirawat disana. Karya-karyanya ternyata sudah terbakar habis
saat peristiwa kerusuhan 1965 dan hanya yang Sintong punya yang tersisa.
Setelah mendengar cerita tersebut Sintong berpamitan dengan orang itu dan
langsung pulang utnuk menyelesaikan skripsinya. Setelah beberapa minggu
akhirnya Sintong dinyatakan lulus, dan ia memutuskan untuk melanjutkan
studinya di Amsterdam.
Menurut saya, buku ini begitu menarik. Buku ini mengambil masalah
tentang buku bajakan, dan barang palsu. Mengajarkan seberapa pentingnya
keaslian buku atau benda apapun yang akan kita beli. Jarang ada buku yang
membahas masalah seperti ini sehingga membuat buku ini sangat menarik untuk
dibaca. Kisah yang diceritakan di buku ini juga diselingi dengan beberapa cerita
pertemanan, percintaan, serta keluarga sang tokoh utama. Itu yang membuat buku
ini menarik, dan tidak monoton. Sehingga pembaca bisa menikmati buku ini tanpa
merasa bosan. Buku ini juga sangat inspiratif. Buku ini bisa membangkitkan
semangat menulis para anak muda. Jarang ada buku yang bisa membangkitkan
semangat saya, faktor itu juga yang membuat buku ini menjadi menarik.
Kalau ada kelebihan tentu saja ada kekurangan. Judul buku ini terlalu
simple dan tidak mencerminkan isi bukunya yang mendalam. “Selamat Tinggal”
mungkin orang-orang yang hanya melihat cover nya saja akan berpikir bahwa
buku ini tentang percintaan. Padahal bukan, itu yang membuat buku seperti ini
jarang dibeli oleh orang yang baru pertama kali membaca novel.

Anda mungkin juga menyukai