Anda di halaman 1dari 12

A.

Sebab-sebab lahirnya Ilmu Kalam


Agak aneh kiranya kalau dikatakan bahwa dalam Islam, sebagai agama, persoalan yang
pertama timbul adalah dalam bidang politik dan bukan dalam bidang teologi. Tapi persoalan
politik ini meningkat menjadi persoalan teologi. Dapat ditelusuri dalam sejarah islam dalam
fase perkembangan pertama. Ketika nabi Muhammad mulai menyiarkkan ajaran-ajaran islam
yang beliau terimah dari Allah SWT. di mekkah. kota ini memiliki system kemasyarakatan
yang terletak dibawah pimpinan suku bangsa Quraisy. Kekuasaan sebenarnya terletak dalam
tangan kaum pedagang tinggi. Kaum pedagang tinggi ini, untuk menjaga kepentingan-
kepentingan mereka, mempunyai rasa solidaritas kuat yang kelihatan efeknya dalam
perlawanan mereka terhadap nabi Muhammad dan pengikutnya sehingga mereka terpaksa
meninggalkan Mekkah pergi ke yasrib di tahun 622 M.
Jadi seperti yang kita ketahui bersama bahwa nabi dalam berdakwa itu mempunyai tantangan
dari berbagai pihak, terutama dari suku Quraish sendiri. Sampai-sampai nabi dicari dan akan
dibunuh. Dalam dakwa nabi pertama dimekkah nabi Muhammad berdakwa dengan cara
sembunyi-sembunyi setelah nabi menerimah wahyu yang kedua kemudian mulai berdakwa
secara terang-terangan. Yang tentunya tantangan yang dihadapi nabi semakin banyak.
Dapat dikatakan yang melatar belakangi sejarah munculnya persoalan-persoalan kalam
adalah disebabkan faktor-faktor politik pada awalnya setelah khalifah Ustman terbunuh
kemudian digantikan oleh Ali menjadi khalifah. Peristiwa menyedihkan dalam sejarah Islam
yang sering dinamakan al-Fitnat al-Kubra (Fitnah Besar), merupakan pangkal pertumbuhan
masyarakat (dan agama) Islam di berbagai bidang, khususnya bidang-bidang politik, sosial
dan paham keagamaan. Maka Ilmu Kalam sebagai suatu bentuk pengungkapan dan penalaran
paham keagamaan juga hampir secara langsung tumbuh dengan bertitik tolak dari Fitnah
Besar itu.
Suasana masyarakat di Yasrib berlainan dengan dengan suasana di mekkah. Kota ini bukan
kota pedagang tapi kota petani. Yang terdiri dari bangsa Arab dan yahudi. Bangsa arab terdiri
dari dua suku bangsa yaitu Al-khazraj dan Al-aus Antara kedua suku bangsa ini terdapat
persaingan untuk menjadi kepala dalam masyarakat madinah. Dalam sejarah nabi
memperdamaikan antara suku al-khazraj dan al-aus . Dan membuat perjanjian yang dikenal
dengan piagam madinah.
Selama di Mekkah Nabi Muhammad hanya mempunyai fungsi kepala agama, dan tak
mempunyai fungsi kepala pemerintahan, karena kekuasaan politik yang ada disana belum
dapat dijatuhkan pada waktu itu. Sebaliknya di Madinah, Nabi Muhammad, di samping
menjadi kepala agama juga menjadi kepala pemerintahan. Beliaulah yang mendirikan
kekuasaan politik yang dipatuhi di kota itu. Sebelum itu madinah tak ada kekuasaan politik.
Ketika nabi Muhammad SAW. masih hidup semua persoalan agama dapat ditanyakan kepada
beliau secara langsung. Dan jawaban dari persoalan tersebut dapat diperoleh secara langsung
dari Rasulullah. Para sahabat dan kaum muslimin percaya dengan sepenuh hati, bahwa apa
yang diterimah dan disampaikan oleh nabi adalah berdasarkan wahyu Allah, dengan
demikian, tak ada keraguan sedikitpun terutama kebenaranya. Jadi dapat dikatakan bahwa
segala permasalahan yang timbul yang belum jelas dasar hukumnya semuanya ditanyakan
kepada Nabi Muhammad.
Dalam masalah aqidah atau teologi, umat islam pada masa nabi SAW, tidak terjadi
perpecahan atau pengelompokan mereka semua bersatu dalam masalah aqidah, sampai pada
masa kedua pemerintahan khalifah khulafa al-rasyidin, yakni pada masa pemerintahan khalifa
Abu Bakar as-siddik dan khalifah Umar bin khatab. Karena pada masa setelahnya umat islam
telah terusik nafsuhnya untuk mengambil pemahaman secara sepihak menurut versi
kelompoknya dalam masalah islam.
Akan tetapi Ketauhidan di Zaman Bani Umayyah masalah aqidah menjadi perdebatan yang
hangat di kalangan umat islam. Di zaman inilah lahir berbagai aliran teologi seperti Murji’ah,
Qadariah, Jabariah dan Mu’tazilah. Pada zaman Bani Abbas Filsafat Yunani dan Sains
banyak dipelajari Umat Islam. Masalah Tauhid mendapat tantangan cukup berat. Kaum
Muslimin tidak bisa mematahkan argumentasi filosofis orang lain tanpa mereka
menggunakan senjata filsafat dan rasional pula. Untuk itu bangkitlah Mu’tazilah
mempertahankan ketauhidan dengan argumentasi-argumentasi filosofis tersebut.
Sesudah wafatnya Rasulullah Saw, kaum muslimin berkumpul di Saqifah bani Sâ’adah untuk
memilih khalifah pengganti Rasulullah Saw. Pertemuan tersebut dihadiri oleh dua partai
besar, yaitu Anshar dan Muhajirin. Di antara pendukung partai Anshar adalah Saad bin
Ibadah, Qais bin Saad dan Habab bib Mundzir. Partai Anshar menginginkan agar khalifah
dipilih dari golongan mereka. Menurutnya, golongan Anshar adalah orang-orang yang
membantu perjuangan Rasulullah Saw. dalam pengembangan dakwah Islam dari Madinah.
Merekalah yang memberikan tempat bagi Rasulullah dan kaum muhajirin setelah pindah dari
Makkah ke Madinah.
Sementara Muhajirin yang diwakili oleh Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah menginginkan
agar khalifah dipilih dari partai mereka. Bagi mereka, orang pertama yang membantu
perjuangan Rasulullah Saw., disamping itu, mereka masih kerabat dekat dengan Rasulullah
Saw., Abu Bakar al-Shidiq lebih memilih Abu Ubaidah atau Umar bin Khatab sebagai
khalifah. Namun Umar dan Abu ubaidah justru lebih mengedepankan Abu Bakar al-Shiddiq
dengan alasan karena beliau orang yang ditunjuk Rasulullah sebagai imam shalat ketika
Rasul sakit. Basyir bin Saad yang berasal dari suku Khazraj melihat bahwa perselisihan
antara dua kubu tersebut jika dibiarkan dapat mengakibatkan perpecahan dikalangan umat
Islam.
Untuk menghindari hal itu, ia angkat bicara dan menerangkan kepada para peserta sidang
bahwa semua yang dilakkan kaum muslimin, baik dari partai Muhajirin ataupun Anshar
hanyalah untuk mencari ridha Allah Swt. Tidak layak jika kedua partai mengungkit-ungkit
kebaikan dan keutamaan masing-masing demi kepentingan politik. Kemudian Basyir bin Saat
membait Abu Bakar al-Shidiq. Sikap Basyir dikecam oleh Habban bin Mundzir dari partai
Anshar. Ia dianggap telah menyalahi kesepakatan Anshar untuk memilih khalifah dari
partainya. Namun Basyir menjawab, “Demi Allah tidak demikian. Saya membenci
perselisihan dengan suku yang memang memiliki hak untuk menjadi khalifah. Mayoritas
suku Aus dari partai Anshar mengedepankan Saad bin Ibadah sebagai khalifah. Namun
kemudian Asyad bin Khudair yang juga dari suku Aus berdiri membaiat Abu Bakar. Ia
menyeru pada para hadirin untuk mengikuti jejaknya. Merekapun bangkit ikut membaiat dan
memberikan dukungan pada Abu Bakar al-Shidiq. Terpilihlah Abu Bakar sebagai khalifah
pertama umat Islam.
Dalam pemaparan di atas, dapat diambil kesimpulannya bahwa masing-masing suku atau
golongan mengiginkan penganti nabi Muhammad sebagai khalifa adalah berasal dari
golongan mereka, terutama dari suku ansahr dan muhajirin yang merasa berhak untuk
menjadi penganti khalifah. Abu Bakar al-Shidiq lebih memilih Abu Ubaidah atau Umar bin
Khatab sebagai khalifah. Namun Umar dan Abu ubaidah justru lebih mengedepankan Abu
Bakar al-Shiddiq. Akhirnya melalui kesepakatan Terpilihlah Abu Bakar sebagai khalifah
pertama umat Islam. Kemudian abu bakar digantikan umar ibn alkhatab, dan umar digantikan
oleh usman bin affan, dan usman digantikan oleh ali bin abi thalib.
Pada masa pemerintahan dua khalifah pertama, Abu Bakar dan Umar, roda pemerintahan
berjalan dengan baik dan kehidupan politik dapat dikatakan cukup tenang. Perubahan ini
bermula ketika Umar bin khatthab r.a. merasa khawatir hal tersebut akan terjadi. Di antara
hal-hal yang paling ditakuti ketika hampir ajalnya ialah bahwa penggantinya akan
mengadakan perubahan politik yang telah diikuti sejak masa Rasulullah saw. Sampai
masanya sendiri, yaitu yang berhubungan dengan perlakuan terhadap kabilah-kabilah dan
suku-suku mereka sendiri, sanak kerabat serta keluaraga mereka. Itulah sebabnya ia
memanggil calon-calon penggantinya sebanyak tiga orang, yaitu Usman, Ali, dan Sa’aad abi
waqqash r.a., kepada mereka satu-persatu ia pesankan, seandainya ia yang menggantikan
kedudukan Umar, agar tidak mengangkat kaum kerabatnya sebagai penguasa atas kaum
muslimin.
Tatkala Umar bin Khatthab mendapat tikaman, dia menyerahkan masalah kenegaraan kepada
enam orang sahabat. Semua sahabat yang enam sama-sama enggan untuk menjadi khalifah
hingga akhirnya mereka berhasil memilih Usman bin Affan. Usman bin Affan sama sekali
belum pernah berambisi untuk memegang kendali kekuasaan itu. Saat dia dibaiat sebagai
khalifah, dia telah berusia tujuh puluh tahun. Masa pemerintahan Usman dipenuhi dengan
penaklukan-penaklukan daerah-daerah sebagai penyempurna penaklukan di masa
pemerintahan Umar.
Utsman bin affan termasuk dalam golongan pedagang Quraisy yang kaya. Kaum keluarganya
terdiri dari orang aristocrat mekkah yang karena pengalaman dagang mereka, mempunyai
pengetahuan tentang administrasi. Pengetahuan mereka ini bermanfaat dalam pemimpin
administrasi deerah-daerah di luar semenanjung Arabia yang bertambah banyak masuk ke
bawah kekuasaan islam.
Pada masa pemerintahan dua khalifah pertama, Abu Bakar dan Umar, roda pemerintahan
berjalan dengan baik dan kehidupan politik dapat dikatakan cukup tenang. Namun, pada masa
khalifah Utsman keadaan mulai berubah terutama pada paruh kedua dari 12 tahun masa
pemerintahannya. Secara pribadi, khalifah Utsman bin affan tidak berbeda dengan khalifah
pendahulunya. Namun, keluarganya dari bani umayah terus mendorongdan utsman sendiri
lemah menghadapi rongrongan serta ambisi dari keluarga terebut sehinnga ia terpaksa
memberikan berbagai fasilitas kepada mereka
Ahli sejarah menggambarkan Usman bin affan sebagai orang yang lemah dan tak sanggup
menentang ambisi kaum keluarganya yang kaya dan berpengaruh itu. Ia mengangakat mereka
menjadi gubernur di daerah yang tunduk kepada kekuasaan islam . gubernur- gubernur yang
diangkat Umar ibn al-khatab, khalifah yang terkenal kuat dan tak memikirkan kepentingan
keluarganya, dijatuhkan oleh usman. Tindakan-tindakan politik yang dijalankan usman ini
menimbulkan reaksi yang tidak menguntungkan bagi dirinya.
Setelah Islam meluas ke mana-mana, tiba-tiba di akhir masa pemerintahan Usman, terjadi
suatu persoalan yang ditimbulkan oleh tindakan Usman yang kurang mendapat simpati dari
sebagian pengikutnya. Tindakan Usman yang kurang sesuai dengan kebutuhan umat pada
saat itu, di antaranya ialah kurang pengawasan terhadap beberapa pejabat penting dalam
pemerintahan, sehingga para pelaksana di lapangan tidak bekerja secara maksimal,
diperparah lagi dengan adanya sikap nepotisme dari keluarganya. Pada saat pemerintahannya,
Usman sedikit demi sedikit mulai menunjuk kerabatnya untuk menduduki jabatan-jabatan
penting dan memberikan kepada mereka keistimewaan-keistimewaan lain yang menyebabkan
timbulnya protes-protes dan kritikan-kritikan rakyat secara umum.
Selanjutnya Berkobarlah fitnah besar di tengah kaum muslimin yang dikobarkan oleh
Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi asal Yaman yang pura-pura masuk Islam. Dia kemudian
menaburkan keraguan di tengah manusia tentang akidah mereka dan mengecam Usman dan
para gubernurnya. Dia dengan gencar mengajak semua orang untuk menurunkan Usman dan
menggantinya dengan Ali sebagai usaha menabur benih fitnah dan benih perpecahan.
Kebijakan politik Utsman yang merangkul sanak keluarga ini menimbulkan rasa tidak
simpatik terhadap dirinya. Para sahabat yang semula menyokong Utsman, setelah melihat
sikap dan tindakan yang kurang tepat itu, kini mulai menjauh darinya. Sementara itu,
perasaan tidak senang muncul pula di daerah-daerah. Terutama di mesir, sebagai reaksi tidak
senang terhadap dijatuhkannya Umar bin al-ash dari jabatan gubernurnya untuk digantikan
oleh Abdullah bin sa’ad bin abi sarah, salah seorang keluarga utsman.sekitar lima ratus orang
berkumpul dan kemudian bergrak menujuh Madinah untuk melakukan protes. Kehadiran para
pelaku aksi protes ini akhirnya berakibat fatal bagi diri khalifah Utsman, ia terbunuh oleh
pemuka akibat protes tersebut .
Dari penjelasan diatas dapat di simpulkan bahwa usman bin affan dalam menjalankan
pemerintahannya kurang mementingkan kemaslahabatan umat, dan lebih mementingkan
kepentingan dari keluarganya. Hal ini meninbulkan kurang simpatinya umat islam terhadap
dirinya. Kebijakan politiknya yang nepotisme menyebabkan ia dijatuhkan dari kekhalifaan
yang sah. Dalam sejarah bahwa usman bin affan terbunuh oleh masa pemberontak. Setelah
terbunuhnya Usman, kaum muslimin memilih Ali untuk menjadi pemimpin mereka. Para
sahabat mendesaknya agar bisa keluar dari kemelut yang menimpa mereka. Disinilah awal
munculnya perpecahan.
Ali sebagai calon terkuat, menjadi khalifah yang keempat. Tetapi segera ia mendapat
tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi khalifah, terutama Talha dan Zubeir
dari mekah yang mendapat sokongan dari Aisyah. Tantangan dari Aisyah –Talhah-Zubeir ini
di patahkan Ali dalam pertempuran yang terjadi diIrak tahun 656. Tahlah dan Zubeir mati
terbunuh dan aisyah dikirim kembali ke mekkah. Tantangan kedua datang dari Muawiah
Gubernur Damaskus dan keluarga yang dekat bagi Usman. Sebagaimana halnya Tahlah dan
Zubeir , ia tak mau mengakui Ali sebagai khalifah . Ia menuntut kepada ali supaya
menghukum pembunuh-pembunuh Usman, bahkan ia menuduh ali turut campur dalam soal
pembunuhan itu. Salah seorang pemuka pemberontak-pemberontak mesir, yang datang ke
madinah dan kemudian membunuh Usman adalah Muhamad Ibn abi Bakr,anak angkat dari
Ali Ibn Abi Talib. Dan pula Ali tidak mengambil tindakan keras terhadap pemberontak-
itu ,bahkan muhamad Ibn Abi Bakr diangkat menjadi Gubernur Mesir.
Karena tuntutan ini tidak mendapat serius akhirnya Muawiyah lebih lanjut menuduh Ali
terlibat paling tidak melindungi para pelaku pembunuhan khalifah Utsman. Pembangkangan
Muawiyah ini rupanya juga berakhir pada bentrokan senjata. Peperangan yang terjadi antara
pasukan khalifah Ali dan pasukan Muawiyah dalam sejarah Islam dikenal dengan perang
shiffin.
Dalam pertempuran yang terjadi antara kedua golongan ini di siffin, tentara Ali dapat
mendesak tentara Muawiyah sehingga yang disebut terakhir dapat dipastikan akan kalah dan
bersiap-siap meninggalkan medan pertempuran. Akan tetapi tangan kanan Muawiyah, Amr
Ibn al-ash yang terkenal sebagai orang yang licik, meminta berdamai dengan mengangkat Al-
Qur’an ke atas. Qurra yang ada di pihak Ali mendesak Ali supaya menerimah tawaran itu dan
dengan demikian dicarilah perdamaian dengan mengatasnamakan arbitrase. Sebagai
pengantara diangkat dua orang: ‘Amr ibn al-ash dari pihak Muawiyah dan Abu Musa al-
Asy’ari dari pihak Ali. Dalam pertemuan mereka, kelicikan Amr mengalahkan perasaan
taqwa Abu Musa. Sejarah mengatakan antara keduanya terdapat pemufakatan untuk
menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan , Ali dan Muawiyah. Tradisi mengatakan
bahwa Abu Musa al-Asy’ari , sebagai yang tertua terlebih dahulu berdiri mengemukakan
kepada orang ramai putusan menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan itu. Berlainan
dengan apa yang telah di setujui, Amr Ibn al-ash, mengumumkan hanya menyetujui
penjatuhan Ali yang telah diumumkan al-Asy’ari, tetapi menolak penjatuhan Muawiyah.
Sikap Ali yang menerimah tipu muslihat Amr bin al-ash, utusan dari pihak Muawiyah dalam
tahkim, sungguhpun dalam keadaan terpaksa , tidak di setujui oleh sebagian tentaranya.
Mereka berpendapat bahwa persoalan yang terjadi saat itu tidak dapat di putuskan melalui
tahkim. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada
dalam Al-qur’an. La hukma illa lillah (tidak ada hukum selain dari hukum Allah) atau la
hukma illa Allah (tidak ada perantara selain Allah) menjadi semboyang mereka. Mereka
memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah sehingga mereka meninggalkan
barisannya. Dalam sejarah Islam , mereka terkenal dengan nama khawarij, yaitu orang yang
keluar dan memisahkan diri atau secerders. Di luar pasukan yang membelot Ali, ada pula
sebagian besar yang tetap mendukung Ali. Mereka inilah yang kemudian memunculkan
kelompok syi’ah.
Bagaimanapun peristiwa ini merugikan bagi Ali dan menguntungkan bagi Muawiyah yang
legal menjadi khalifah sebenarnya hanyalah Ali sedangkan Muawiyah kedudukannya tak
lebih dari Gubernur daerah yang tak mau tunduk kepada Ali sebagai khalifah. Dengan adanya
arbitrase ini kedudukannya telah naik menjadi khalifah yang tidak resmi. Tidak
mengherankan kalau putusan ini ditolak Ali dan tak mau meletakan jabatannya, sampai ia
mati terbunuh di tahun 661 M. Dari uraian diatas dapat di simpulkan , bahwa ketika Ali bin
abi thalib di baiat menjadi khalifah pengganti usman bin affan keadaan Negara dalam
keadaan kacau atau tidak stabil akhirnya mempengaruhi pemerintahannya selanjutnya. Salah
satu persoalan yang sedang dihadapi adalah peristiwa pembunuhan usman bin affan. Saat Ali
bin Abi thalib menjadi khalifah, Muawiyah yang masih ada hubungan kekeluargaan dengan
Usman bin Affan yaitu sama-sama dari bani Umayah menuntut agar supaya Ali mencari
siapa pembunuh Usman Bin Affan dan menghukumnya. Tetapi permintaan itu tidak
mendapat tanggapan yang serius dari ali. Akhirnya terjadilah pertempuran antara Ali dan
Mu’awiyah yang merujuk pada perang siffin yang berakhir dengan peristiwa tahkim atau
arbitrase.
Kelompok khawarij pada mulanya memendang Ali dan pasukannya berada di pihak yang
bener kerena Ali merupakan khalifah sah yang dibai’at mayoritas umat islam, sementara
Muawiyah berada di pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Lagi pula
berdasarkan estimasi khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenengan pada peperangan
itu, tetapi karena Ali menerimah tipu licik ajakan damai Muawiyah, kemengan yang hampir
diraih itu menjadi raib.
Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok muawiyah
sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu. Namun, karena desakan sebagian
pengikutnya, terutama ahli Qurra seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At-Tamimi
dan Zaid bin Husein Ath-Tha’I, dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar
(komandan pasukannya) untuk menghentikan pasukannya.
Setelah menerimah ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai
delegasi juru damai (hakam)nya, tetapi orang-orang khawarij menolaknya. Mereka beralasan
bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka
mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan
perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan tahkim , yakni Ali diturunkan dari jabatannya
sebagai khalifah oleh utusannya, dan mengangkat Muawiyah menjadi khalifah pengganti Ali
sangat mengecewakan orang-orang khawarij. Mereka membelot dengan mengatakan,
“mengapa kalian berhukum kepada manusia. Tidak ada hukum selain hukum yang ada disisi
Allah.” Imam Ali menjawab, “itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan
keliru.” Pada saat itu juga orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju
Hurura. Persoala- persoalan yang terjadi dalam lapangan politik sebagaimana digambarkan di
atas inilah yang akhirnya membawa kepada timbulnya persoalan-persoalan teologi.
Harun nasution melihat bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan
siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari islam dan
siapa yang masih tetap dalam islam. Khawarij sebagaimana telah disebutkan, memandang
bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Muawiyah, Amr bin Al-
ash, Abu Musa al-Asy’ari, adalah kaf,ir berdasarkan firman Allah pada surat Al-Ma’idah ayat
44. Persoalan ini telah menimbulkan tiga aliran teologi dalam islam yaitu:
1) Aliran khawarij, menegaskan bahwa orangyang berdosa besar adalah kafir, dalam arti telah
keluar dari islam atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
2) Aliran murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin
dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah untuk
mengampuni atau menghukumnya.
3) Aliran Mu’tazilah, yang tidak menerimah kedua pendapat diatas. Bagi mereka, orang yang
berdosa besar bukan kafir, tetepi bukan pula mukmin. Mereka mengambil posisi antara
mukmin dan kafir, yang dalam bahasa arabnya terkenal dengan istilah al-manzilah
manzilatain (posisi di antara dua posisi).
Dalam islam, timbul pula dua aliran teologi yang terkenal dengan nama Qadariyah dan
jabariyah. menurut Qadariyah, manusia mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan
perbuatannya. Adapun jabariyah, berpendapat sebaliknya manusia tidak mempunyai
kemerdekaan dalam berkehendak dan perbuatannya. Aliran Mu’tajilah yang bercorak rasional
mendapat tantangan keras dari golongan tradisional islam, terutama golongan Hambali, yaitu
pengikut-pengikut majhab Ibn Hambal. Mereka yang menentang ini kemudian mengambil
bentuk aliran teologi tradisional yang di pelopori Abu Al-hasan Al-Ash’ari (935 M). Di
samping Ash’ariyah, timbul pula suatu aliran di Samarkand yang juga bermaksud menentang
aliran Mu’tajilah . aliran ini di dirikan oleh Abu Mansur Muhammad Al-Maturidi (w.944 M).
Aliran ini kemudian terkenal dengan nama teologi Al-maturidiyah.
Dari pembicaraan kaum khawarij tentang iman dan kufur yang dihubungkan dengan pelaku
tahkim dan pelaku dosa besar , berbagai persoalan kalam lain terus bermunculan dan
berkembang sehingga pada masa dinasti bani abbasiyah , masa khalifah Al-Mamun lahirlah
disiplin ilmu yang terkenal dengan nama ilmu kalam. Disiplin ilmu ini diberi nama ilmu
kalam karena antara lain: masalah yang hangat dibicarakan dan diperselisihkan oleh para
mutakalimin pada masa pertama adalah masalah kalam Allah, Al-Qur’an atau dalam rangka
memperkuat pendapat para mutakalimin (ahli ilmu kalam). Cara pembuktian para
mutakalimin itu di namai ilmu kalam. Ilmu kalam sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri
belum dikenal di masa Nabi Muhammad. Maupun pada masa sahabatnya. Nanti ilmu ini
dikenal pada masa-masa berikutnya, terutama setelah banyak orang membicarakan tentang
kepercayaan terhadap alam ghaib (metafisika). Aliran-aliran Khawarij, Murji’ah dan
Mu’tazilah tak mempunyai wujud lagi, kecuali dalam sejarah. Adapun yang masih ada
sampai sekarang adalah aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah yang keduanya disebut
Ahlussunah wal-jama’ah.
Persoalan teologi dalam umat islam memang bukan merupakan persoalan yang muncul
sebagai teologis. Namun persoalan-persoalan teologi dalam umat islam muncul dikarenakan
isu persoalan politik yang melahirkan peristiwa pembunuhan utsman bin Affan sebagai
khalifah umat islam yang sah pada waktu itu. Dan dalam peristiwa pembunuhan tersebut
yang terlibat langsung dalam umat islam.
Memang fakta sejarah menunjukan persoalan pertama yang muncul dikalangan umat islam
yang menyebabkan kaum muslimin terpecah dalam beberapa firqah (kelompok atau
golongan) adalah persoalan politik dari masalah ini kemudian lahir sebagai kelompok dan
aliran teologi dengan pandangan dan pendapat yang berbeda.
Dari uraian diatas timbul sebuah pertanyaan kenapa sebab kemunculan ilmu kalam adalah
persoalan politik?. Jawabanya karena nabi Muhammad disamping menjadi kepala agama juga
menjadi kepala pemerintahan. Jadi tidak mengherangkan kalau masyarakat madinah pada
waktu wafatnya Nabi Muhammad sibuk memikirkan penganti beliau untuk memimpin
Negara yang baru lahir itu, sehingga penguburan jenazah Nabi Muhammad menjadi
persoalan kedua bagi mereka. Sehingga timbulalah soal khalifah, soal pengganti nabi
Muhammad sebagai kepala Negara. Dan mengapa urusan pemakaman jenazah rasulullah
menjadi soal kedua, karena pada saat itu terjadi kekosongan kepala Negara dan juga masalah
siapa yang akan memimpin mengenai penguburan jenazah beliau.
B. Faktor-faktor munculnya Ilmu Kalam
Ada dua faktor yang menybabkan munculnya aliran dalam ilmu kalam, yaitu:
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah factor yang muncul dari dalam umat Islam sendiri yang dikarenakan:

a. Adanya kepentingan kelompok atau golongan


Kepentingan kelompok pada umumnya mendominasi sebab timbulnya suatu aliran, sangat
jelas, di mana Syi’ah sangat berlebihan dalam mencintai dan memuji Ali bin Abi Thalib,
sedangkan Khawarij sebagai kelompok yang sebaliknya.
b. Adanya kepentingan politik
Kepentingan ini bermula ketika ada kekacauan politik pada zaman khalifah Usman bin Affan
yang menyebabkan wafatnya beliau, kepentingan ini bertujuan sebagai sumber kekuasaan
untuk menata kehidupan. Karna Faktor politik juga dapat memunculkan madzhab-madzhab
pemikiran di lingkungan Umat Islam, khususnya pada awal perkembangannya. Maka
persoalan imamah (khilafain), menjafi persolan tersendiri dan khas yang menyebabkan
perbedaan pendapat, bahkan perpecahan di lingkungan umat Islam. Permasalahan ini dimulai
ketika ketika Rasulullah meninggal dunia serta peristiwa terbunuhnya usman dimana antara
golongan yang satu dengan yang lain saling mengkafirkan dan menganggap golongannya
yang paling benar.
Berkenaan dengan itu, ulama, antara lain ‘Amir al-Najjar berkesimpulan bahwa penyebab
tumbuh dan berkembangnya aliran kalam adalah pertentangan dalam bidang politik, yakni
mengenai imamah dan khilafah
c. Adanya pemahaman dalam Islam yang berbeda
Perbedaan ini terdapat dalam hal pemahaman ayat Al-Qur’an, sehingga berbeda dalam
menafsirkan pula. Mufasir satu menemukan penafsiranya berdasarkan hadist yang shahih,
sementara mufasir yang lain penafsiranya belum menemukan hadist yang shahih. Bahkan ada
yang mengeluarkan pendapatnya sendiri atau hanya mengandalkan rasional belaka tanpa
merujuk kepada hadist.
d. Mengedepankan akal
Dalam hal ini, akal digunakan setiap keterkaitan dengan kalam sehingga terkesan berlebihan
dalam penggunaan akal, seperti aliran Mu’tazilah.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah Faktor yang muncul dari luar umat islam, Disamping faktor internal
mendorong dan mempengaruhi kemnculan persoalan-persoalan kalam juga ada faktor
eksternal berupa paham-paham keagamaan non muslim tertentu yang mempengaruhi dan ikut
mewarnai sebagian paham di lingkungan umat islam. Seperti:
a. Akibat adanya pengaruh keagamaan dari luar islam. Paham keagamaan non-islam yang
dimaksudkan adalah paham keagamaan yahudi dan nasrani, yang mengatakan bahwa sejak
islam tersebar luas, terjadi kontak dengan lingkungan lokalnya. Di Syiria misalnya, pemikiran
islam mulai dipengaruhi oleh pemikiran Kristen Hellenistik, dan di Irak dipengaruhi oleh
doktrin-doktrin Gnostik. Demikian pula pandangan Goldziher orang jerman yang ahli
ketimuran dan ahli islam, sebagaimana dikutip oleh Abu Bakar aceh, yang mengatakan
bahwa banyak ucapan dan cara berfikir kenasranian dimasukkan ke dalam hadits-hadits yang
dikataakan berasal dari Muhammad
b. Kelompok-kelompok Islam yang pertama, khususnya Muktazilah, perkara utama yang
mereka tekankan ialah mempertahankan Islam dan menolak hujah mereka yang
menentangnya. Negeri-negeri Islam terdedah dengan semua pemikiran-pemikiran ini dan
setiap kelompok berusaha untuk membenarkan pendapatnya dan menyalahkan pendapat
kelompok lain. Orang-orang Yahudi dan Nasrani telah melengkapkan diri mereka dengan
senjata ilmu Falsafah, lalu Muktazilah telah mempelajarinya agar mereka dapat
mempertahankan Islam dengan senjata yang telah digunakan oleh pihak yang menyerang.
c. Ahli-ahli Kalam memerlukan falsafah dan mantiq (ilmu logik), hingga memaksa mereka
untuk mempelajarinya supaya dapat menolak kebatilan-kebatilan (keraguan-keraguan) yang
ada di dalam ilmu berkenaan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut:
Pada masa Nabi Muhammad SAW, umat islam bersatu, mereka satu akidah, satu syariah dan
satu akhlaqul karimah, kalau mereka ada perselisihan pendapat, diatasi dengan wahyu dan
pada saat itu tidak ada peselisihan diantara mereka. Sebab kemunculan ilmu kalam di picu
oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang
berbuntut pada penolakan Mu’awiyah atas kekhalifaan Ail bin Abi Thalib. Keteganggan
antara Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib memuncak menjadi perang siffin yang berakhir
dengan keputusan tahkim atau arbitrase. Sikap Ali yang menerimah tipu muslihat Amr bin
Al-ash utusan dari pihak Mu’awiyah dalam tahkim tidak di setujui oleh sebagian tentaranya.
Mereka memendang bahwa Ali telah berbuat salah sehingga meninggalkan barisannya.
Dalam sejarah islam, mereka terkenal dengan nama khawarij. Yaitu orang yang keluar dan
memisahkan diri. Adapula sebagian besar yang tetep mendukung Ali.mereka inilah yang
kemudian memunculkan kelompok syi’ah .
Adapun factor yang mempengaruhi munculnya ilmu kalam yaitu factor internal dan factor
eksternal. Faktor internal adalah factor yang muncul dari dalam umat Islam sendiri seperti:
a) Adanya kepentingan kelompok atau golongan
b) Adanya kepentingan politik
c) Adanya pemahaman dalam Islam yang berbeda Perbedaan ini
Dan faktor eksternal adalah faktor yang muncul dari luar agama islam antara lain:
a) kibat adanya pengaruh keagamaan dari luar islam
b) Kelompok-kelompok Islam yang pertama, khususnya Muktazilah, perkara utama yang
mereka tekankan ialah mempertahankan Islam dan menolak hujah mereka yang
menentangnya.
c) Ahli-ahli Kalam memerlukan falsafah dan mantiq (ilmu logik), hingga memaksa mereka
untuk mempelajarinya supaya dapat menolak kebatilan-kebatilan (keraguan-keraguan) yang
ada di dalam ilmu berkenaan.
B. Saran
Dari penulisan makalah yang sigkat ini mudah-mudahan dapat menjadi tambahan ilmu bagi
kita semua supaya kita mendapat tambahan referensi. Supaya kita tidak berfikir sempit dalam
mensikapi segala perbedaan yang mungkin akan timbul dalam kehidupan masyarakat. Dan
mudah-mudahan menjadi ilmu yang bermanfaat. Dan dalam penulisan makalah ini tentunya
memiliki kekurangan maka dari itu sangat di butuhkan saran dan kritikan dari berbagai pihak
agar makalah ini lebih baik.
 

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.2003
Ahmad,H.Muhammad Tauhid Ilmu Kalam, Bandung;Pustaka setia,1998
Al-Maududi , Abul A’la, Khalifah dan Kerajaan. Bandung: Mizan, 1998
Amir An-Najjar, Al-khawarij:Aqidatan Wa Fikratan Wa Falsafatan Terj. Afif Muhammad
dkk,,.Bandung: Lentara, 1993
Anwar, Rosihon; Abdul Rozak, Ilmu Kalam, Bandung: pustaka setia, 2001
Asmuni,H.M. Yusran, Ilmu Tauhid, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994.
Atang Abd. Hakim, Metodologi Study Islam,Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.
Ghazali, Adeng Muchtar, Perkembangan Ilmu Kalam: Faktor Internal, Bandung: Pustaka
Setia, 2005
Mulyadi Aqidah Akhlak. Jakarta: Karya Toha Putra, 2007
Nasution, harun, Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisis Perbandingan, Jakarta:
Universitas Indonesia Perss, 1989
Nurdin, M.Amin, Sejarah Pemikiran Islam, Jakarta: Amzah, 2012
Rahman, Fazlur, Islam, Terj.Ahsin Mohammad, Bandung: Pustaka, 1984
http://librarianshendriirawan.blogspot.com/2013/04/sejarah-munculnya-ilmu kalam.html.
diakses pada tanggal 16/09/2013 pukul 17:20
http://members.tripod.com/ahkam_2/FIRQAH/kalam.html. di akses pada tanggal 16/09/2013
pukul 17:32
http://didanel.wordpress.com/2010/12/28/faktor-faktor-timbulnya-imu-kalam/.di akses pada
tanggal 16/09/2013.pikul17:48
http://syafieh.blogspot.com/2013/02/sejarah-munculnya-ilmu-kalam-dan.html, Diakses pada
tanggal 11/12/2013 pukul 15:24

   Ilmu kalam lahir diawali dengan timbulnya masalah politik yang


terjadi antar umat islam.peristiwa politik tersebut berawal dari
digantikannya UMAR BIN KHATTAB oleh USMAN BIN AFFAN sebagai khalifah
ke tiga.pada pemerintahan umar bin khattab,kebijakan-kebijakannya
selalu memihak kepada rakyat.setelah khalifah umar bin khattab wafat
dan digantikan usman bin affan,ternyata banyak perbedaan kebijakan
yang dilakukan usman bin affan,rakyat menilai perilaku pejabat yang
dipimpinnya kurang memihak kepada kepentingan rakyat.

       Pada suatu ketika terjadi demonstrasi dan pemberontakan besar-besaran


yang mengakibatkan terbunuhnya usman bin affan.masalah meninggalnya
usman bin affan adalah persoalan yang sangat rumit dan tak dapat
diselesaikan oleh khalifah ali bin abi thalib.terbunuhnya usman oleh
amuk massa demonstran mesir sehingga tidak dapat diketahui siapa yang
membunuhnya.msa mesir marah dan kecewa atas tindakan dari sekertaris
khalifah usman yaitu MARWAN BIN HAKAM.
        marwan bin hakam menulis surat atas nama kekhalifahan usman yang
memerintahkan semua demonstran asal mesir di bunuh setibanya di
mesir.hal tersebut diketahui para demonstran sehingga membuat
demonstran kembali ke madinah dengan amarah yang memuncak meminta agar
marwan diserahkan kepada mereka, tanpa sepengetahuan usman bin affan
ternyata marwan beserta keluarganya telah meninggalkan
madinah.kemarahan ini semakin tak terbendung hingga terjadi kerusuhan
yang mengakibatkan usman bin affan terbunuh.

       hal ini membuat khalifah ali bin abi thalib kesulitan melacak siapa
pembunuhnya.pemerintahan ali bin abi thalib yang tidak dapat segera
menyelesaikan persoalan itu membuat para sahabat seperti talhah,zubair
dan lainnya kecewa.masalah ini yang menjadi pemicu awal perselisihan
antar sahabat.thalhah,zubair dan lainnya terus menggalang dukungan
untuk mendesak ali agar segera menghukum pembunuhnya.namun ali bin abi
thalib tidak dapat berbuat lebih jauh.sehingga para sahabat pada akhirnya meminta dukungan
aisyah r.a dan
muawwiyah yang pada saat itu menjabat sebagai gubernur SYIRIA.dukungan
semakin besar yang menjadi gelombang perlawanan terhadap khalifah ali
bin abi thalib.perlawanan ini tidak menemukan jalan keluar sehingga
pada akhirnya mereka harus berperang,dan perang ini disebut PERANG
JAMAL,yaitu perang antara pasukan ali dan kelompok thalhah yang
diketuai oleh aisyah.

          Perang jamal ini dimenangkan ali bin abi thalib.aisyah,thalhah,zubair


dan lain-lain disadarkan langsung oleh ali bin abi thalib.setelah
dijelaskan permasalahannya kepada aisyah,aisyahpun sadar dan ali
meminta beliau agar tidak lagi terjun kedalam dunia politik.namun
berbeda dengan sahabat lainnya mereka segera mundur dan tetap pada
keyakinannya bahwa ali tidak pernah serius menangani kasus pembunuhan
usman bin affan.

           Muawwiyah(gubernur syiria) memimpin perlawanan terhadap kekhalifahan


ali bin abi thalib.ia senantiasa mengobarkan anti ali bin abi thalib
dengan memanfatkan kelemahan ali yang tidak dapat menghukum dan
menangkap pembunuh usman bin affan.muawwiyah membakar emosi massa
dengan membawa jubah usman yan berlumuran darah guna menuntut
ketegasan ali.celakanya penyelidikan terhadap siapa sebenarnya
pembunuh usman tidak ada kemajuan yang berarti.fakta ini akhirnya
membuat muawwiyah bersama kelompoknya menantang perang pihak khalifah
ali bin abi thalib.perang inilah yang dinamakan PERANG SIFFIN.

            Dalam perang ini ali berhasil memukul mundur dan hampir mengalahkan
pasukan muawwiyah.Akan tetapi,ditengah keterdesakan itu akhirnya
pasukan muawwiyah mengangkat mushaf al-qur'an di ujung tombak sebagai
tanda perdamaian.Ali dan sebagian pasukannya sebenarnya hendak
mengacuhkan sinyal perdamaian tersebut dan hendak menggempur habis
pasukan pemberontak tersebut.Akan tetapi para sahabat yang hafal al
quran(AhLUL QURRA)yang ada di pihak ali memaksa untuk menyetujui
perdamaian itu.

            Dalam situasi ini,akhirnya pihak ali menerima tawaran damai


tersebut.keputusan ini akhirnya membuat sebagian pasukan ali kecewa
dan keluar dari pihak ali bin abi thalib.mereka itulah yang disebut
KHAWARIJ.peristiwa ini nantinya disebut POLITIK
ARBITRASE/TAHKIM/PERDAMAIAN.

           Jalan perdamaian telah dipilih maka dimulailah jalur diplomasi.pihak


ali mengutus seorang diplomasi yang bernama ABU MUSA
AL-ASY'ARI(SAHABAT SENIOR YANG SANGAT JUJUR).sedangkan pihak muawwiyah
mengutus AMRU BIN ASH(POLITISI ULUNG YANG LICIK).saat perundingan
dimulai dengan alasan menghormati abu musa yang lebih tua,maka amru
bin ash mempersilahkan abu musa terlebih dahulu berpendapat.mewakili
pihak ali bin abi thalib abu musa menerima tawaran untuk damai dan
menurunkan(mendomisionerkan)khalifah ali bin abi thalib dari jabatan
khalifah untuk kemudian diadakan pemilìhan ulang secra bersama.

           Ketika pihak muawwiyah yang diwakili amru bin ash berbicara,ternyata
diluar perkiraan ia mengatakan:
"ANDA SEMUA TELAH MENDENGAR BAHWA ABU MUSA AL-ASY'ARI TELAH MENURUNKAN
ALI DARI TAHTANYA.INI BERARTI KEKHALIFAHAN TINGGAL SATU YAKNI
MUAWWIYAH,DENGAN DEMIKIAN KITA SAHKAN SAJA MUAWWIYAH SEBAGAI KHALIFAH KITA
SEMUA".
mendengar ucapan itu ali bin abi thalib beserta pasukan menjadi marah
dan kembali mengangkat pedang mengejar pihak muawwiyah yang takut dan
melarikan diri dari serangan pasukan ali bin abi thalib.walaupun pihak
muawwiyah lari dari medan perang,keputusan politik yang ditinggalkan
merupakan kekalahan diplomasi pihak ali bin abi thalib.

          Kekalahan pihak ali bin abi thalib dalam tahkim tersebut membuat
sebagian penduduk ali bin abi thalib kembali kecewa dan menyatakan
keluar dari barisan khalifah ali bin abi thalib.mereka ini yang
disebut khawarij yang jumlahnya lebih bnyak dari yang pertama.kelompok
khawarij ini terdiri atas orang-orang BADUI(PEDALAMAN/DESA)yang
memiliki cara berfikir sederhana dan tekstualis.mereka menyatakan ke 2
kelompok yang terlibat tahkim itu sebgai KAFIR karena dianggap tidak
memutuskan berdasarkan al-qur"an.

~dalam surat al maidah ayat 44 allah berfirman:


"...KARENA ITU JANGAN KAMU TAKUT KEPADA MANUSIA,TAKUTLAH KEPADAKU.DAN
JANGANLAH KAMU JUAL AYAT-AYATKU DENGAN HARGA MURAH.BARANG SIAPA YANG
TIDAK MEMUTUSKAN DENGAN APA YANG DITURUNKAN ALLAH,MAKA MEREKA ITU
ADALAH ORANG-ORANG KAFIR(Q.S.AL-MAIDAH[5]:44).

         Disamping kelompok khawarij,ada juga orang yang membela ali bin abi
thalib dengan berlebihan mereka ini yang disebut kelompok SYIAH.adapun
mayoritas muslim yang lebih memilih diam dan tidak mau terjebak dalam
persoalan kafir/mengkafirkan seseoran mereka ini yang disebut MURJI'AH
yg merupakan asal mula terbentuknya ahlusunnah wal jamaah.

Demikianlah awal mulanya/latar belakang lahirnya ilmu kalam yang dapat saya tulis yang mana info
tersebut menurut beberapa sumber yang saya baca.jangan lupa baca juga macam-macam aliran
kalam yang sudah saya posting.atas kekurangannya saya mhon maaf bila ada kesalahan atau
kekurangan dalam penulisan saya.buat para pembaca yang lebih tau atau yang lebih memahami
latar belakang lahirnya ilmu kalam dan ingin berbagi pengetahuan silahkan komentar atau memberi
saran dan keritik anda agar kita bisa saling melengkapi bila ada kekurangan.terimakasih:)

Anda mungkin juga menyukai