Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Machasin, M. A.
Oleh:
Halimah Nur Febriyani (20201021004)
Hidayatul Syarifah (20201021005)
Nadia Peggy Despy (20201021006)
Nafita Amelia Nur Hanifah (20201021012)
Kesimpulan
Setelah wafatnya Nabi Muhammad terjadilah perdebatan mengenai peganti
Rasulullah. Muncul kelompok-kelompok yang membicarakan calon penganti
Muhammad, kelompok-kelopok itu berasal dari kaum Anshar dan kaum
Muhajirin. Pada Balai pertemuan (Saqifah) ada tiga pendapat tentang siapakah
yang akan menggantikan Nabi Muhammad. Golongan pertama berpendapat
bahwa pengganti itu harus dari golongan Anshar yaitu Sa’ad Ibnu Ubadah,
golongan kedua berpendapat bahwa ia harus dari kaum Muhajirin yaitu Abu
Bakar dan ada pula yang mengatakan bahwa Ali bin Abi Ṭhaliblah yang paling
berhak untuk itu. Di luar itu ada golongan lain yang berpendapat bahwa Bani
Hasyimlah yang paling berhak. Dalam peristiwa Saqifah Bani Sa’idah terpilihlah
Abu Bakar sebagai peganti Rasulullah. Selain berasal dari kaum Quraisy Alasan
terpilihnya Abu Bakar sebagai pemimpin umat Islam karena Abu Bakar
mempunyai hubungannya yang dekat dengan Rasulullah, kesetiannya kepada
beliau, ketuaan dan kearifannya. Satu hal lagi yang memperkuat kedudukannya
adalah perannya sebagai imam salah jama’ah pada saat Rasulullah. sakit sehingga
Umar mengatakan, kalau Rasulullah sudah mempercayai Abu Bakr untuk
menggantikan memimpin umat dalam urusan keagamaan, apalagi urusan
keduniaan, padahal sholat itu urusan agama yang paling utama. Sedangkan pada
masa Bani Umayyah dan Bani Abbas memiliki pengambilan kebijakan yang
berbeda, Bani Umayyah menyandarkan kekuasaannya pada solidaritas Arab,
sedangkan Bani Abbas lebih mengandalkan dukungan dari mawali. Jika Bani
Umayyah memerintah atas nama persatuan dan umat, maka Bani Abbs
menyatakan diri sebagai wakil tuhan. Pada awal Islam, pemimpin keagamaan
juga sekaligus menjalankan peran pemimpin politik. Dimana Abu Bakar, Umar,
Usman dan Ali merupakan seorang pemimpinb politik dan juga memegang
tindakan keagamaan. Namun pada masa bani Umayyah dan Bani Abbas dakwah
dan perumusan ajaran Islam ditangani oleh para ulama yang kebanyakan terdiri
dari para mawali.
Pada Bani Umayyah mengubah keadaan di Syam dengan ibu kota di
Damaskus dan Muawiyah menekankan evdusi pemerintahan ke arah kebebasan
dan mengambil pandangan yang lebih luas mengenai persoalan pembuat hukum,
sehingga sekularisme terlihat sangat jelas. Pada masa aktif Bani Umayyah,
mereka mendapatkan sekutu dari dua kelompok besar yaitu orang arab non Siriah
dan orang-orang Islam non Arab. Sehingga berupayah memperkuat kekuasaannya
dengan membuat kebijakan salah satunya mengangkat para Qadi untuk
kepentingan administrasi sebagai pembantu kaum muslim dalam urusan hukum,
namun kekuasaan para Qadi dibatasi oleh garis-garis yang lebih di tentukan oleh
khalifah dan gubenur yang mengankat mereka. Bahkan para Qadi dapat di ganti
kapan saja.