Anda di halaman 1dari 12

PENILAIAN KINERJA PUSKESMAS (PKP) 2021

Pemilaian Kinerja Puskesmas dilakukan melalui tahapan :


1. Penetapan Target
2. Pengumpulan Data
3. Pengolahan Data meliputi pengisian dan penghitungan hasil capaian PKP
4. Penyajian data secara berkala 3(tiga) bulanan, 6 (enam) bulanan dan tahunan dalam bentuk grafik
sarang laba-laba.
5. Analisis Hasil kinerja dan penyusunan rencana tindak lanjut.
Tujuan PKP adalah untuk peningkatan kinerja Puskesmas secara optimal dalam mendukung tujuan
pembangunan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas.

Manfaat bagi Puskesmas :


1. Memberikan gambaran kemampuan kinerja serta tingkat pencapaian prestasi Puskesmas.
2. Mengetahui masalah dan hambatan dalam penyelenggaraan Puskesmas berdasarkan kesenjangan
pencapaian kinerja Puskesmas (output dan outcome) sebagai dasar perencanaan.
3. Sebagai dasar untuk melakukan pembinaan kepada penanggung jawab dan pelaksana program
serta jaringan Puskesmas serta melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan jejaring sehingga
pmbinaan dan dukungan yang diberikan lebih terarah.

Berdasarkan Penilaian Kinerja Puskesmas pada Pelayanan Kesehatan Essensial pada Program Upaya
Pelayanan Gizi tahun 2021 termasuk kriteria “Baik” dengan hasil 93,01 % dari target 100%. Jika
dibandingkan dengan tahun 2020, memperoleh hasil 90,00 % meningkat 3,01%, sebagaimana table di
bawah ini :

Hasil PKP Program Gizi Tahun 2020-2021 di Kabupaten Jember


98% 100% 100% 100%
100% 95%
91% 93% 92%
90% 82%
80%
70%
60% 2020
Persentase

50% 2021
40% Target
30%
20%
10%
0%
Pelayanan Gizi Penanggulangan Pemantauan Status Gizi
Masyarakat Gangguan Gizi
Variabel Gizi
Peningkatan nilai PKP juga dipengaruhi oleh telah tercukupinya SDM gizi di hampir semua Puskesmas di
Kabupaten Jember. Dari 50 Puskesmas , telah 47 Puskesmas (94%) yang terpenuhi SDM gizi baik dari
penerimaan PNS dan rekrutment kontrak BOK.
Program Gizi adalah salah satu program essensial di Puskesmas. Secara umum Pencapaian Kinerja
Puskesmas di 50 Puskesmas se Kabupaten Jember menunjukkan hasil Baik (93,01%), dengan perincian
sub variabel sebagai berikut ;
1. Pelayanan Gizi Masyarakat (94,63%)
2. Penanggulangan Gangguan Gizi (92,69%)
3. Pemantauan Status Gizi (91,73%)

Sumber data PKP Program Gizi diperoleh dari LB3 Gizi, Laporan Bulan Timbang Februari dan Agustus,
Survei Gizi dan Dokumen Asuhan Gizi di Puskesmas.
Dari proses Penilaian Kinerja Puskesmas yang telah dilakukan memperoleh hasil ; 22 Puskesmas
menunjukkan hasil Baik dengan nilai ≥ 90% , 23 Puskesmas mencapai nilai Cukup (81-90%) sedangkan 5
Puskesmas yang menunjukkan hasil Rendah (≤ 80%) yaitu :
1. Puskesmas Curahnongko (73,56%)
2. Puskesmas Patrang (76,89%)
3. Puskesmas Bangsalsari (78,45%)
4. Puskesmas Paleran (79%)
5. Puskesmas Sukowono (79,08%)

Rincian variabel penilaian Upaya Pelayanan Gizi antara lain;


1. Pelayanan Gizi Masyarakat terdiri dari kegiatan pemberian vitamin A dosis tinggi pada balita 6-
59 bulan, pemberian 90 tablet TTD pada ibu hamil dan Pemberian TTD pada remaja putri.
2. Penanggulangan Gangguan gizi ; terdiri dari kegiatan Pemberian Makanana Tambahan bagi
Balita gizi Kurang, Pemberian Makanan Tambahan pada Ibu Hamil KEK, Perawatan Balita Gizi
Buruk dengan standar perawatan sesuai tata laksana gizi buruk dan Pemberian Asuhan Gizi
sesuai buku pedoman asuhan gizi tahun 2018
3. Pemantauan Status Gizi, meliputi kegiatan ; Penimbangan Balita (D/S) , Keberhasilan Program
(N/D), Jumlah Balita Stunting (Pendek dan Sangat Pendek), Jumlah Bayi yang mendapatkan ASI
Eksklusif, bayi Baru Lahir yang Mendapatakan IMD (Inisisasi Menysusu Dini), Ibu Hamil KEK
di wilayah selama setahun dan Kegiatan Pemantauan Garam Konsumsi Rumah Tangga.
Berdasarkan Hasil Penilaian Kinerja Puskesmas tahun 2021 pada 50 Puskesmas terdapat 3 jenis kriteria
Hasil PKP, yaitu baik (91%-100%), cukup (80%-90%) dan rendah (<80%), sebagaiman table di bawah ini

Hasil Penilaian Kinerja Puskesmas Program Gizi Tahun


2021 di 50 Puskesmas Kabupaten Jember
KENCONG 99%
KARANGDUREN 98%
WULUHAN 97%
CAKRU 97%
SEMBORO 96%
KLATAKAN 96%
SUMBERSARI 96%
SILO I 95%
JEMBER KIDUL 95%
UMBULSARI 95%
LEDOKOMBO 94%
GUMUKMAS 94%
KEMUNINGSARI 94%
LOJEJER 94%
BALUNG 94%
MAYANG 93%
SUKORAMBI 93%
PUGER 93%
BANJARSENGON 93%
ROWOTENGAH 93%
SILO II 92%
SUKOREJO 92%
JOMBANG 91%
JENGGAWAH 90%
MANGLI 89%
TEMPUREJO 89%
SUMBERBARU 89%
KASIYAN 89%
JELBUK 89%
KALISAT 88%
ANDONGSARI 88%
RAMBIPUJI 87%
TEMBOKREJO 87%
PANTI 87%
AJUNG 87%
TANGGUL 85%
AMBULU 84%
PAKUSARI 84%
NOGOSARI 84%
MUMBULSARI 84%
GLADAKPAKEM 83%
SUMBERJAMBE 82%
ARJASA 82%
KALIWATES 81%
SABRANG 80%
SUKOWONO 79%
PALERAN 79%
BANGSALSARI 78%
PATRANG 77%
CURAHNONGKO 74%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
PELAYANAN GIZI MASYARAKAT
Berdasarkan Penilaian Kinerja Puskesmas pada variable pelayanan gizi masyarakat tahun 2021
termasuk kriteria “Baik” yaitu mencapai hasil 94,63 dari target 100%. Jika dibandingkan dengan
tahun 2020, dengan pencapaian hasil 97,74%, maka terjadi penurunan nilai PKP pada variable
Pelayanan Gizi Masyarakat. Hal ini disebabkan oleh adanya pandemic yang masih belum
berakhir di tahun 2021, jadi kegiatan upaya pelayanan berbasis masyarakat terutama di Posyandu
tidak dapat dilaksanakan secara optimal.

1. PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A DOSIS TINGGI PADA BALITA 6-59 BULAN


(87%)
Masalah kekurangan vitamin A (KVA) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia
KVA tingkat berat (xeropthalmia) yang dapat menyebabkan kebutaan jarang ditemui, tetapi KVA
tingkat sub klinis yaitu KVA yang belum menampakkan gejala nyata masih diderita sekitar 50%
balita di Indonesia.
Sampai saat ini strategi penanggulangan KVA masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A
dosis tinggi pada bayi 6-11 bulan dan balita 12-59 bulan pada bulan Februari dan Agustus.
Berdasarkan data yang tercatat, balita yang mendapatkan vitamin A dosis tinggi sebanyak
89,21%. Sudah mencapai target 87% dari yang ditetapkan pada PKP tahun 2021. Sejumlah 37
Puskesmas telah tercapai lebih dari target 87%, sedangkan 13 Puskesmas yaitu ; Puskesmas
Kencong, Tembokrejo, KasiyanWuluhan, Andongsari, Jenggawah, Tanggul, Arjasa, Kalisat,
Sumberjambe, Jelbuk dan Kaliwates di bawah 87%. Hal ini disebabkan karena Posyandu belum
dibuka seluruhnya di masa pandemic. Oleh karena itu, secara kwalitas target pemberian vitamin
A se Kabupaten Jember telah terpenuhi, namun di beberapa Puskesmas terdapat kendala teknis
dalam pendistribusian vitamin A di Posyandu dengan kunjungan rumah dengan menyesuaikan
kebutuhan riil yang ada di wilayah. Pengembangan program tetap dilaksanakan untuk pemberian
vitamin A pada anak usia prasekolah 48-72 bulan.

2. PEMBERIAN 90 TABLET FE PADA IBU HAMIL (81%)


Pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil dimaksudkan untuk menurunkan kasus anemia
gizi besi pada ibu hamil. Anemia gizi adalah rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dalam darah yang
disebabkan oleh kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan Hb atau disebut anemia
gizi besi. Untuk mengatasi masalah ini, maka harus dengan pemberian tablet tambah darah pada
ibu hamil minimal 90 tablet fe selama masa kehamilan.
Cakupan pemberian Fe berkaitan erat dengan pelayanan antenatal care (ANC). Analisis cakupan
K4 dengan pemberian Fe 3 seringkali terdapat kesenjangan pelayanan. Hal ini disebabkan karena
kurangnya koordinasi lintas program dalam distribusi fe pada ibu hamil. Pada tahun 2021,
sebanyak 32.391 bumil telah mendapatkan TTD 90 tablet selama masa kehamilan. (87,42%).
Dibandingkan dengan capaian tahun 2020 dengan hasil 89,94%, maka capaian Fe3 mengalami
penurunan 2,52%.
Sebanyak 2 Puskesmas masih tercapai di bawah target 81%, yaitu Puskesmas Sabrang (59,71%)
dan Puskesmas Curahnongko (54,84%). Penyebab tidak tercapainya target Fe 3 adalah salah
satunya karena kurangnya kesadaran ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya secara dini,
maka penemuan K1 ibu hamil tidak sesuai yang diharapkan. Dalam survey yang dilakukan juga
ditemukan penyebab tablet tambah darah tidak dikonsumsi denganbaik adalah karena kurangnya
pengetahuan dan kesadaran ibu hamil untuk mengkonsumsi TTD yang diberikan oleh petugas.
Upaya yang dilakukan agar capaian Fe 3 ibu hamil yaitu dengan peningkatan kerjasama antara
Dinas Kesehatan, Puskesmas dengan jejaring (BPM, RS) dalam pemberian Fe serta peningkatan
promosi tentang pentingnya Fe bagi ibu hamil dan bayi dalam kandungan. Selain itu petugas
harus rutin menyampaikan informasi dan motivasi agar ibu hamil mau mengkonsumsi tablet Fe
untuk mencegah anemia yang akan berdampak pada kematian ibu saat perslinaan. Perlu juga
upaya pendampingan ibu hamil oleh kader untuk mengingatkan agar ibu hamil rutin meminum
Tablet Fe yang diberikan petugas.

3. PEMBERIAN TTD REMATRI (52%)


Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang dapat dialami
oleh semua kelompok umur mulai dari balita sampai usia lanjut. Riskesdas 2013 menunjukkan
bahwa prevalensi anemia pada perempuan usia ≥15 tahun sebesar 22,7% sedangkan prevalensi
anemia pada ibu hamil sebesar 37,1%. Remaja putri ( rematri ) rentan menderita anemia karena
banyak kehilangan darah pada saat menstruasi, rematri yang memasuki masa pubertas mengalami
pertumbuhan pesat sehingga kebutuhan zat besi juga meningkat serta diet yang kadang keliru di
kalangan rematri.  Rematri yang menderita anemia berisiko mengalami anemia saat hamil. Hal ini
akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan serta
berpotensi menimbulkan komplikasi kehamilan dan persalinan , bahkan menyebabkan kematian
ibu dan anak. Angka Kematian Ibu ( AKI ) menurut Survei Penduduk Antar Sensus ( SUPAS )
2015 sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup dan penyebab utama kematian ibu adalah pre
eklampsia dan eklampsia  (32,4%) serta perdarahan paska persalinan (20,3%) dimana salah satu
faktor risiko terjadinya perdarahan paska persalinan adalah anemia. Oleh karena itu,   terdapat
beberapa upaya pencegahan dan penanggulangan anemia yang dapat dilakukan oleh rematri
diantaranya :
1. Meningkatkan asupan sumber makanan sumber zat besi seperti : hati, ikan, daging, unggas,
sayuran berwarna hijau tua dan kacang – kacangan.
2. Fortifikasi bahan makanan dengan zat besi diantaranya  pada tepung terigu, beras, minyak
goring, mentega dan beberapa snack.
3. Suplementasi zat besi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Indonesia, maka pemerintah telah
menetapkan kebijakan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada rematri dilakukan
setiap 1 kali seminggu. Pemberian TTD ini diberikan secara blanket approach dimana
seluruh rematri diharuskan meminum TTD untuk mencegah anemia dan meningkatkan
cadangan zat besi dalam tubuh tanpa dilakukan skrining awal terlebih dahulu. 
Dalam hal ini, 1 Puskesmas yaitu Puskesmas Ajung tidak melaksanakan program TTD
rematri karena kurangnya koordinasi dengan lintas sektor. Sedangkan 14 Puskesmas telah
melakukan sosialisasi dan distribusi TTD ke sekolah – sekolah di wilayah kerja Puskesmas,
tetapi masih belum tercapai target 52% dari target awal yang ditetapkan. Berdasarkan survey
di lapangan, masih banyak rematri yang tidak meminum TTD tersebut dengan alasan takut
meminumnya, mual, lemas dan sebagainya.

Maka untuk mengatasi masalah kekhawatiran tersebut, perlu diketahui oleh rematri bahwa :
1. Konsumsi zat besi secara terus menerus tidak akan menyebabkan keracunan karena
tubuh mempunyai sifat autoregulasi zat besi. Bila tubuh kekurangan zat besi, maka
penyerapan zat besi yang dikonsumsi akan banyak, sebaliknya bila tubuh tidak
kekurangan maka penyerapan zat besi hanya sedikit sehingga aman dikonsumsi
sesuai program.
2. Konsumsi TTD kadang menimbulkan efek samping berupa : nyeri/perih di ulu hati,
mual muntah dan tinja berwarna hitam. Hal ini tidak berbahaya dan untuk
mengurangi gejala di atas, sangat dianjurkan minum TTD setelah makan atau malam
sebelum tidur.
3. Untuk meningkatkan penyerapan zat besi, sebaiknya TTD dikonsumsi bersama
dengan buah – buahan sumber vitamin C ( jeruk, papaya, mangga, jambu biji dan lain
lain) dan sumber  protein hewani ( hati, ikan, unggas dan daging ).
4. Hindari konsumsi TTD bersamaan dengan teh, kopi, tablet kalsium dosis tinggi dan
obat sakit maag terutama yang mengandung kalsium karena akan menghambat
penyerapan zat besi oleh tubuh.

Untuk memenuhi target kinerja distribusi TTD Rematri, maka tahun 2022 disusun rencana
tindak lanjut untuk peningkatan koordinasi antar program dan lintas sektor untuk
peningkatan TTD Rematri di sekolah sekolah dalam rangka upaya pencegahan stunting pada
generasi penerus bangsa.

PENANGGULANGAN GANGGUAN GIZI


Berdasarkan Penilaian Kinerja Puskesmas pada variable Penanggulangan Gizi Masyarakat tahun
2021 termasuk kriteria “Baik” yaitu mencapai hasil 92,69 dari target 100%. Jika dibandingkan
dengan tahun 2020, dengan pencapaian hasil 91,25%, maka terjadi peningkatan nilai PKP pada
variable Penanggulangan Gangguan Gizi. Peningkatan ini diperoleh karena dampak positif dari
pemenuhan SDM Gizi sesuai kebutuhan yang berasal dari penerimaan PNS dan rekrutmen tenaga
kontrak BOK di tahun 2021, sehingga tercapai 94% Puskesmas telah memiliki SDM Gizi dengan
latar pendidikan Diploma III (PNS) dan Diploma IV (Kontrak BOK). Berdasarkan data pemetaan
kepegawaian tahun 2021, 3 (tiga) Puskesmas yang belum memiliki SDM Gizi adalah Puskesmas
Tembokrejo, Ambulu dan Bangsalsari.

1. PMT BALITA GIZI KURANG (85%)


Gizi kurang adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan, dan tinggi badan sesuai
umur pada balita . Hal ini menjadi penting, karena salah satu faktor resiko terjadinya kesakitan
dan kematian. PMT pada balita adalah pemberian makanan atau minuman yang mengandung zat
gizi pada balita untuk memenuhi kebutuhan gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
program PMT pada balita gizi kurang di Puskesmas se-Kabupaten Jember. Proses
perencanaannya berjalan baik, karena setiap tahunnya program PMT selalu terlaksanakan di
Puskesmas se Kabupaten Jember walaupun kasus gizi buruk tidak menjadi prioritas. Dalam
pelaksanaan program PMT berjalan sangat baik, petugas Puskesmas memberikan pelayanan
maksimal dan inovatif dalam pemberian makanan tambahan. Sedangkan dalam proses
pemantauan juga berjalan sangat baik, karena pihak Puskesmas sangat memperhatikan
perkembangan balita gizi kurang. Dalam proses evaluasi program PMT pada balita masih adanya
kendala dari dana, peran ibu balita dan peran lintas sektor dalam proses peningkatan status gizi.
Dapat disimpulkan bahwa evaluasi program pemberian makanan tambahan pada balita kurang
gizi tahun 2021 berjalan baik mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan sampai
dengan evaluasi program, walaupun ada beberapa kendala dalam pendanaan namun dapat
ditangani demi peningkatan status gizi di wilayah kabupaten Jember. Cakupan riil di pemberian
makanan tambahan pada balita gizi kurang Kabupaten masih di bawah target , yaitu 62,78%.
Hal ini disebabkan karena data balita gizi kurang ditemukan pada optim Februari 2021, tetapi
realisasi pencairan anggaran menunggu sampai dengan bulan Juli, maka target PMT pada Balita
Gizi kurang tidak sesuai yang diharapkan.
Jika dibandingkan dengan pencapaian tahun 2020 (72,25%) maka terjadi penurunan yang
disebabkan oleh karena tersedianya pagu anggaran pada di Tribulan III, sehingga kasus yang
terjadi di Tribulan I dan II belum tertangani dengan baik.

2. PMT BUMIL KEK (80%)


Salah satu masalah kekurangan gizi pada ibu hamil di Indonesia yaitu Kekurangan Energi Kronik.
Masalah gizi merupakan salah satu penyebab kematian ibu dan anak secara tidak langsung yang
sebenarnya masih dapat dicegah.
Ibu yang Kekurangan Energi Kronis seringkali memiliki anak yang kekurangan gizi. KEK pada
ibu hamil di negara-negara berkembang bertanggung jawab untuk 1 dari 6 kasus dengan berat
badan lahir rendah. Upaya yang dilakukan dalam perbaikan gizi ibu hamil KEK adalah dengan
pemberian makanan tambahan. Pemberian makanan tambahan khususnya bagi kelompok rawan
merupakan salah satu strategi suplementasi dalam mengatasi masalah gizi.
Dalam rangka penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi pada lingkup pelaksanaan
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) pemberian makana tambahan merupakan upaya yang
dapat dilakukan sejalan dengan kegiatan germas lainnya.
Bentuk makanan tambahan untuk ibu hamil KEK menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
51 Tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi adalah biskuit yang mengandung
protein, asam linoleat, karbohidrat, dan diperkaya dengan 11 vitamin dan 7 mineral (Kemenkes
RI, 2018). Prinsip dasar pemberian makanan tambahan dilakukan untuk memenuhi kecukupan
gizi ibu hamil, ketentuan PMT diberikan pada ibu hamil KEK yaitu ibu hamil yang memiliki
ukuran LiLA dibawah 23,5 cm.
PMT pada ibu hamil terintegrasi dengan pelayanan Antenatal Care (ANC). Tiap bungkus
Makanan Tambahan (MT) ibu hamil berisi 3 keping biskuit lapis (60 gram). Pada kehamilan
trimester I diberikan 2 keping per hari hingga ibu hamil tidak lagi berada dalam kategori KEK
sesuai dengan pemeriksaan LiLA. Pada kehamilan trimester II dan III diberikan 3 keping per hari
hingga ibu hamil tidak lagi berada dalam kategori KEK sesuai dengan pemeriksaan LiLA.
Pemantauan pertambahan berat badan sesuai standar kenaikan berat badan ibu hamil. Apabila
berat badan sudah sesuai standar kenaikan berat badan selanjutnya mengonsumsi makanan
bergizi seimbang (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2017). Upaya pemberian makanan tambahan
bagi ibu hamil KEK merupakan realisasi dari upaya kesehatan dalam bentuk kuratif sekaligus
preventif guna meningkatkan status gizi ibu hamil, agar melahirkan anak yang tidak mempunyai
masalah gizi.
Capaian PMT Bumil KEK Kabupaten Jember berdasarkan hasil PKP tercapai 79,91% (kurang
dari target 80%). Jika dibandingkan dengan pencapaian tahun 2020 (13,82%) maka terjadi
peningkatan karena Jember mendapat droping Biskuit dalam jumlah besar, sehingga kebutuhan
pemenuhan PMT bagi ibu hamil dapat terlaksana dengan baik.
8 Puskesmas yaitu Puskesmas Tempurejo, Curahnongko, Kemungsari Kidul, Rambipuji,
Nogosari, Bangsalsari , Sukowono dan Patrang tidak dapat melaksanakan PMT pada Ibu Hamil
KEK dengan baik, karena beberapa Puskesmas data Ibu Hamil KEK banyak, sehingga stok
biscuityang tersedia tidak mencukupi, namun wilayah tidak memiliki sumber dana lain untuk
anggaran PMT. Sedangkan Puskesmas Patrang walaupun stok biscuit banyak, tetapi banyak ibu
hamil tidak menyukai jenis PMT yang diberikan karena bosan dan tidak menyukai rasa biscuit
yang disediakan dalam menu PMT tersebut.

3. PERAWATAN BALITA GIZI BURUK DI PUSKESMAS SESUAI STANDART TATA


LAKSANA GIZI BURUK (100%)
Perawatan balita gizi buruk di layanan rawat jalan dan rawat inap memerlukan persiapan sebagai
berikut:
1. Tenaga Kesehatan (Tim Asuhan Gizi) terlatih melakukan tata laksana gizi buruk sesuai
protokol tata laksana di layanan rawat jalan.
2. Fasilitas Kesehatan memiliki logistik yang dibutuhkan, termasuk:
• Alat antropometri (alat timbang berat badan, seperti timbangan digital anak dan bayi,
alat ukur panjang atau tinggi badan, seperti papan ukur panjang atau tinggi badan
(length/ height board) dan Pita LiLA) sesuai standar.
• Tabel Z-skor sederhana (mengacu pada tabel dan grafik dalam Permenkes No. 2 Tahun
2020 tentang Standar Antropometri Anak) atau perangkat lunak (software) penghitung
Z-skor (WHO Anthro). Logistik…(lanjutan)
• Kartu Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
• Bahan untuk membuat F100 atau formula untuk gizi buruk lainnya.
• Home economic set (alat untuk mengolah dan menyajikan F100, seperti gelas ukur,
kompor, panci, sendok makan, piring, mangkok, gelas dan penutupnya, dll).
• Obat-obatan seperti antibiotika, mineral mix, ReSoMal, obat cacing dan vitamin sesuai
protokol.
• Formulir pasien, formulir rujukan, formulir pencatatan dan pelaporan.
• Bagan protokol tata laksana gizi buruk rawat jalan, alat bantu kerja (job aids) lainnya,
seperti tabel F100 dan tabel dosis RUTF dan protokol tes nafsu makan.
Pada hasil PKP 2021, dari 50 Puskesmas Puskesmas yang telah melaksanakan asuhan
gizi sesuai SOP.
Penilain Kinerja Puskesmas pada sub variable Pelayanan Gizi Buruk sesuai Tata Laksana Gizi
Buruk tahun 2018 menunjukkan nilai 100%, 57 kasus telah mendapatkan tata laksana gizi buruk
terstandar (baik rawat jalan maupun rawat inap). Petugas sudah memahami SOP yang ada dan
telah melaksanakan asuhan gizi terstandar.

4. PEMBERIAN ASUHAN GIZI DI PUSKESMAS (SESUAI BUKU PEDOMAN ASUHAN


GIZI 2018 SEBANYAK 12 DOKUMEN)
Tenaga kesehatan (Tim Asuhan Gizi) di fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan mampu untuk
melakukan penetapan status gizi balita dan kondisi klinis untuk dapat menentukan klasifikasi
kasus masalah gizi balita yang ditemukan dan dirujuk oleh kader atau anggota masyarakat
terlatih, sehingga dapat ditata laksana dengan cepat dan tepat.
SOP untuk melakukan asuhan gizi pada balita gizi kurang perlu kepada tenaga kesehatan (Tim
Asuhan Gizi) dalam melakukan tindak lanjut balita gizi buruk atau yang berisiko mengalami gizi
buruk dan gizi kurang yang dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Hasil yang Diharapkan :
1. Tenaga Kesehatan (Tim Asuhan Gizi) mampu melakukan proses penetapan status gizi balita
yang dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Tenaga Kesehatan (Tim Asuhan Gizi) mampu melakukan proses penetapan balita kurang gizi
akut atau yang berisiko mengalami gizi buruk dan gizi kurang serta tindakan yang harus
diberikan sesuai dengan standar alur rujukan (rawat inap, rawat jalan atau pemberian makanan
tambahan).
3. Balita yang dirujuk mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat, termasuk tepat waktu,
sesuai dengan kondisi balita (gizi buruk, gizi kurang atau dengan hambatan pertumbuhan).
Hasil PKP menunjukkan bahwa dari 50 Puskesmas , hanya 3 Puskesmas yang belum memahami
cara menyusun dokumen asuhan gizi bagi balita dengan benar, yaitu ; Puskesmas Ambulu,
Puskesmas Tembokrejo dan Puskesmas Sabrang. 97% Puskesmas telah memahami penyusunan
dokumen asuhan gizi bagi balita dengan benar.

PEMANTAUAN STATUS GIZI


1. JUMLAH BALITA YANG DITIMBANG (D/S) TARGET 70%
Status gizi balita merupakan salah satu indicator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Body Mass Index (BMI) atau yang dikenal dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) adalah
salah satu teknik yang digunakan dalam penilaian status gizi Balita. Untuk memperoleh nilai BMI
dilakukan dengan pengukuran tubuh (BB atau TB) atau antropometri untuk dibandingkan dengan
umur, misalnya: BB/U atau TB/U. Angka yang paling sering digunakan adalah Indeks Berat
Badan menurut Umur (BB/U). Adapun hasil perhitungan yang diperoleh dikategorikan ke dalam
4 kelompok yaitu: gizi lebih (z-score> +2 SD); gizi baik (z-score –2 SD sampai +2 SD); gizi
kurang (z-score< -2 SD sampai –3 SD); dan gizi buruk (z-score< -3SD) (Departemen Kesehatan
RI, 2007). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010, jumlah balita ditimbang ≥4 kali selama enam
bulan terakhir di Indonesia hanya sebesar 49,4%, lebih besar dari hasil Riskesdas tahun 2007
yang sebesar 45,4%. Karakteristik keluarga yang aktif (≥4 kali) membawa balitanya datang ke
Posyandu terbanyak adalah tidak bekerja 56,3%, Tamat SD 50,8%, dan tinggal di Perkotaan
53,1%. Hasil ini menunjukkan bahwa ibu yang tidak bekerja cenderung aktif untuk membawa
balitanya ke Posyandu, karena mempunyai waktu luang yang lebih banyak daripada ibu yang
bekerja. Berdasarkan data Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan, balita
ditimbang di Posyandu (D/S) Kabupaten Jember tahun 2020 sebesar 97.218 (55,5%) belum
mencapai target Renstra Dinas Kesehatan yang ditetapkan sebesar 85%. Dari 175.023 sasaran
balita. Hal ini menggambarkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat berkunjung ke fasilitas
kesehatan khususnya Posyandu menurun. Namun, jika dilihat berdasarkan Puskesmas, persentase
Balita ditimbang di Posyandu di Kabupaten Jember terdapat sebanyak 49 Puskesmas belum
mencapai target dan 1 Puskesmas yang mencapai target D/S sebesar 85% yaitu Puskesmas
Banjarsengon dengan prosentase sebesar 89,1%. Sedangkan Puskesmas dengan capaian D/S
terendah dimiliki oleh Puskesmas Kasiyan hanya sebesar 4,9%.
Dibandingkan dengan pencapaian PKP tahun 2020, D/s tercapai 57,3%. Terjadi peningkatan nilai
bila dibandingkan dengan tahun 2020. Karena pada tahun 2021 sudah ada Posyandu yang sudah
mulai buka dengan penerapan protokol kesehatan.

2. JUMLAH BALITA YANG N/D (82%)


Kegiatan posyandu dilakukan oleh dan untuk masyarakat, Posyandu sebagai wadah peran serta
masyarakat, yang menyelenggarakan kegiatan meliputi keluarga berencana, kesehatan ibu dan
anak, imunisasi, penanggulangan diare dan pendidikan gizi masyarakat.5 Keteraturan ibu dalam
mengunjungi Posyandu dan menimbangkan balitanya ke Posyandu akan sangat bermanfaat
sebagai monitoring pertumbuhan perkembangan balita.
Pemantauan pertumbuhan anak merupakan alat untuk mengetahui status gizi anak balita. Salah
satu status gizi balita yang mudah diketahui masyarakat yaitu dengan adanya garis merah di
Kartu menuju Sehat (KMS) Balita. Balita yang naik berat badannya (N) adalah balita yang
ditimbang (D) di posyandu maupun di luar posyandu yang berat badannya naik dan mengikuti
garis pertumbuhan pada KMS di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Masalah pertumbuhan balita akan bertambah lebih komplek, jika tidak dilakukan penanganan
dengan cepat. Peranan dari keluarga khususnya para ibu harus memilki kesadaran dan
memperhatikan hal-hal yang perlu dilakukan dengan pemberian asupan gizi pada anak dan
mengikuti program pemerintah pemberian vitamin dan imunisasi dengan melakukan kunjungan
di posyandu, untuk melakukan pemeriksaan sesuai dengan panduan KIA. Seiring dengan
perkembangan zaman, sering terjadi suatu keadaan dimana ibu tidak secara teratur mengunjungi
Posyandu. Hal tersebut akan menyebabkan kesulitan dalam monitoring tumbuh kembang, maka
perlu bagi tenaga kesehatan khususnya bidan dan para kader untuk terus memberikan sosialisasi
kepada ibu-ibu khususnya ibu-ibu yang memiliki balita dan memberikan intervensi yang sesuai
dalam rangka menciptakan lingkungan yang kondusif bagi ibu dalam meningkatkan pemantauan
tumbuh kembang anak di posyandu.
Hasil PKP pada kegiatan pemantauan status gizi balita untuk melihat N/D balita tercapai hasil
58,89%. Bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2020 , capaian N/D menunjukkan hasil
58,99%. Perubahan ini tidak terlalu signifikan karena masih dalam masa pandemic, jadi asupan
gizi balita dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang kurang (tingkat ekonomi yang turun) dan
kurangnya pengetahuan ibu tentang pola makanan bayi dan balita. Karena kader posyandu juga
masih belum aktif dalam memberikan pendampingan di masa pandemi

3. JUMLAH BALITA STUNTING (PENDEK DAN SANGAT PENDEK) TARGET < 21,1%
Berdasarkan Perpres no.72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting, stunting
didefinisikan sebagai gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang diakibatkan
kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, ditandai dengan panjang atau tinggi badan menurut
umur (PB/U atau TB/U) dibawah standar yang telah ditentukan.
Di tengah pandemic, kita juga masih menghadapi triple burden of malnutrition yang meliputi
kekurangan zat gizi (undernutrition), kelebihan gizi (overnutrition) dan defisiensi zat gizi mikro.
Berdasarkan data RISKESDAS, SSGBI dan SSGI bahwa data prevalensi stunting secara nasional
berkisar antara 24-30%, setiap provinsi memiliki prevalensi yang berbeda-beda.
Gizi kurang dan gizi buruk (severely wasted) menjadi salah satu factor yang dapat meningkatkan
resiko stunting serta kematian pada baduta, kondisi pandemic saat ini berpotensi mengganggu
tren penurunan angka stunting balita.
Bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2020 , capaian balita stunting menunjukkan hasil
13,8 %. Hal ini menunjukkan tren penurunan angka stunting balita di tahun 2021 dari 13,8%
menjadi 11,4%. (penurunan 2,4%)

4. JUMLAH BAYI YANG MENDAPAT ASI EKSKLUSIF (50%)


ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sejak lahir sampai dengan usia 6 bulan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil PKP Dinas Kesehatan Kabupaten Jember tahun 2020,
diketahui bahwa cakupan bayi yang mendapat ASI Eksklusif sebesar 57,10 %. Sedangkan target
capaian yang ditetapkan adalah sebesar 80%. Cakupan bayi yang mendapat ASI Eksklusif di
Kabupaten Jember mulai tahun 2016 hingga tahun 2020 mengalami penurunan dibandingkan
tahun sebelumnya. Sementara itu jika dibandingkan dengan standar pelayanan minimal yang telah
ditetapkan, persentase cakupan bayi mendapat ASI Eksklusif selama tahun 2020 belum
memenuhi target. Namun upaya untuk peningkatan cakupan terus dilakukan dengan peningkatan
penyuluhan dan upaya-upaya promosi kesehatan yang lebih intensif baik kepada perorangan
maupun institusi pemberi pelayanan kesehatan tentang keunggulan ASI Eksklusif.
Bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2020, capaian ASI Eksklusif menunjukkan hasil
57,10 %, tahun 2021 capaian ASI Eksklusif mencapai 63,27%, terjadi tren peningkatan capaian
pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan. Hal ini dapat juga dipengaruhi oleh daya beli
masyarakat yang kurang (tingkat ekonomi yang turun) maka, ibu bayi memilih memberikan ASI
daripada memberikan susu formula yang harganya lebih mahal.
Dampak positf pandemic merubah pola piker ibu karena ASI mengandung zat kekebalan tubuh,
maka bayi diberikan ASI untuk pencegahan covid-19.

5. JUMLAH BAYI BARU LAHIR YANG MENDAPAT IMD (INISIASI MENYUSU DINI)
TARGET 50%
Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah proses bayi menyusu sendiri segera setelah lahir dimana bayi
dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri. Ibu membantu proses IMD dengan cara mendekap
dan membiarkan bayi menyusu sendiri selama 1 jam pertama kelahirannya. Setiap bayi baru lahir
yang diletakan di dada ibu segera setelah lahir mempunyai kemampuan untuk menemukan puting
payudara ibu dan memutuskan waktunya untuk menyusu pertama kali. Berdasarkan data Survey
Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2007, di Indonesia terdapat lebih dari 95% ibu yang
pernah menyusui bayinya, namun ibu yang menyusui bayi dalam 1 jam pertama setelah
melahirkan hanya menyentuh angka 43% dari jumlah ibu yang melahirkan. Data IMD menurut
Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, terjadi penurunan yang sangat signifikan dari pemberian IMD
di Indonesia hingga mencapai angka 29,3% dari jumlah ibu yang melahirkan. Persentase ibu
yang memberikan IMD dalam 1 jam pertama setelah melahirkan hanya sebesar 25,2% dari
jumlah ibu yang melahirkan. Berdasarkan data ini, pemberian IMD dalam 1 jam pertama masih
berada di bawah rata-rata pemberian IMD di Indonesia. Angka pemberian IMD di Kabupaten
Jember sebesar 64,55% dari jumlah ibu yang melahirkan dan tersebar di 23 puskesmas. Angka ini
berada di atas angka persentase Kalimantan Barat tetapi masih tertinggal cukup besar dari target
MDGs Indonesia yakni sebesar 80% ibu yang melahirkan memberikan IMD. Angka pemberian
IMD terendah terletak di Puskesmas Mangli dengan angka pemberian IMD hanya sebesar
17,94%.
6. IBU HAMIL KURANG ENERGI KRONIS (KEK) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
(TARGET < 14,5%)
Penyebab terbesar kematian ibu adalah pendarahan, hipertensi, infeksi, partus lama, dan abortus.
Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%), anemia dan
Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya
pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu Kekurangan gizi pada masa
kehamilan juga dikaitkan dengan risiko terjadinya penyakit kronis pada usia dewasa, yaitu
kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi, stroke dan diabetes. Pada masa
kehamilan gizi ibu hamil harus memenuhi kebutuhan gizi untuk dirinya dan untuk pertumbuhan
serta 3 perkembangan janin karena gizi janin tergantung pada gizi ibu dan kebutuhan gizi ibu juga
harus tetap terpenuhi.
Bumil KEK di Kabupaten Jember berdasarkan data PKP 2021, prevalensi bumil KEK pada 16
Puskesmas yaitu Puskesmas Cakru (18,03%), Kemuningsari Kidul (26,27%), Ajung (19,58%),
Nogosari (15,82%), Karangduren (15,63%), Rowotengah (15,43%), Tanggul 17,57%),
Bangsalsari (24,70%), Sukorejo (22,03%), Panti (22,03%), Pakusari (21,69%), Kalisat (18,17%),
Sumberjambe (23,20%), Sukowono (50,21%), Jelbuk (20,98%), dan Jember Kidul (17,88%)
melebihi 14,5%.
Secara umum, capaian ibu hamil KEK kurang dari 14,5%, akan tetapi di beberapa Puskesmas
tingginya prevalensi ibu hamil KEK adalah disebabkan karena banyak ibu hamil yang terkena
dampak pandemic, akhirnya daya beli menurun, tingkat stress dan kecemasan meningkat
berpengaruh pada asupan gizi saat hamil.
7. PEMANTAUAN GARAM KONSUMSI RUMAH TANGGA (84%)
Dari hasil survey pemantauan garam beryodium rumah tangga yang dilakukan di sekolah, dengan
sasaran siswa kelas 4, 5 dan 6 di satu sekolah per desa diperoleh hasil 70,27% (rendah) 33
Puskesmas telah melakukan kegiatan pemantauan garam konsumsi RT dengan baik. 5 Puskesmas
tersebut adalah Gumukmas, Nogosari, Sumberjambe, Sukowono, Jelbuk melakukan kegiatan ini
tapi tidak di semua desa. Sedangkan 12 Puskesmas tidak melakukan kegiatan pemantauan garam
konsumsi rumah tangga dikarenakan masa pandemic, beberapa sekolah menolak dikunjungi
untuk dilakukan kegiatan yang terkait pengumpulan siswa. Sehingga rencana tindak lanjut yang
akan dilakukan di tahun 2022, Puskesmas akan melakukan komitmen dengan sekolah dan petugas
kesehatan di wilayah agar kegiatan ini dapat dilakukan walaupun tidak dengan mengumpulkan
massa di sekolah. Kegiatan ini dapat juga dilakukan dengan melakukan survey di rumah tangga
melalui kegiatan PSN atau kegiatan lain yang melibatkan peran serta aktif kader kesehatan di
wilayah kerja Puskesmas.
Dibandingkan dengan hasil PKP tahun 2020 capaian kegiatan monitoring garam beryodium tahun
2021 meningkat dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 35,88%.

Anda mungkin juga menyukai