Berdasarkan Penilaian Kinerja Puskesmas pada Pelayanan Kesehatan Essensial pada Program Upaya
Pelayanan Gizi tahun 2021 termasuk kriteria “Baik” dengan hasil 93,01 % dari target 100%. Jika
dibandingkan dengan tahun 2020, memperoleh hasil 90,00 % meningkat 3,01%, sebagaimana table di
bawah ini :
50% 2021
40% Target
30%
20%
10%
0%
Pelayanan Gizi Penanggulangan Pemantauan Status Gizi
Masyarakat Gangguan Gizi
Variabel Gizi
Peningkatan nilai PKP juga dipengaruhi oleh telah tercukupinya SDM gizi di hampir semua Puskesmas di
Kabupaten Jember. Dari 50 Puskesmas , telah 47 Puskesmas (94%) yang terpenuhi SDM gizi baik dari
penerimaan PNS dan rekrutment kontrak BOK.
Program Gizi adalah salah satu program essensial di Puskesmas. Secara umum Pencapaian Kinerja
Puskesmas di 50 Puskesmas se Kabupaten Jember menunjukkan hasil Baik (93,01%), dengan perincian
sub variabel sebagai berikut ;
1. Pelayanan Gizi Masyarakat (94,63%)
2. Penanggulangan Gangguan Gizi (92,69%)
3. Pemantauan Status Gizi (91,73%)
Sumber data PKP Program Gizi diperoleh dari LB3 Gizi, Laporan Bulan Timbang Februari dan Agustus,
Survei Gizi dan Dokumen Asuhan Gizi di Puskesmas.
Dari proses Penilaian Kinerja Puskesmas yang telah dilakukan memperoleh hasil ; 22 Puskesmas
menunjukkan hasil Baik dengan nilai ≥ 90% , 23 Puskesmas mencapai nilai Cukup (81-90%) sedangkan 5
Puskesmas yang menunjukkan hasil Rendah (≤ 80%) yaitu :
1. Puskesmas Curahnongko (73,56%)
2. Puskesmas Patrang (76,89%)
3. Puskesmas Bangsalsari (78,45%)
4. Puskesmas Paleran (79%)
5. Puskesmas Sukowono (79,08%)
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
PELAYANAN GIZI MASYARAKAT
Berdasarkan Penilaian Kinerja Puskesmas pada variable pelayanan gizi masyarakat tahun 2021
termasuk kriteria “Baik” yaitu mencapai hasil 94,63 dari target 100%. Jika dibandingkan dengan
tahun 2020, dengan pencapaian hasil 97,74%, maka terjadi penurunan nilai PKP pada variable
Pelayanan Gizi Masyarakat. Hal ini disebabkan oleh adanya pandemic yang masih belum
berakhir di tahun 2021, jadi kegiatan upaya pelayanan berbasis masyarakat terutama di Posyandu
tidak dapat dilaksanakan secara optimal.
Maka untuk mengatasi masalah kekhawatiran tersebut, perlu diketahui oleh rematri bahwa :
1. Konsumsi zat besi secara terus menerus tidak akan menyebabkan keracunan karena
tubuh mempunyai sifat autoregulasi zat besi. Bila tubuh kekurangan zat besi, maka
penyerapan zat besi yang dikonsumsi akan banyak, sebaliknya bila tubuh tidak
kekurangan maka penyerapan zat besi hanya sedikit sehingga aman dikonsumsi
sesuai program.
2. Konsumsi TTD kadang menimbulkan efek samping berupa : nyeri/perih di ulu hati,
mual muntah dan tinja berwarna hitam. Hal ini tidak berbahaya dan untuk
mengurangi gejala di atas, sangat dianjurkan minum TTD setelah makan atau malam
sebelum tidur.
3. Untuk meningkatkan penyerapan zat besi, sebaiknya TTD dikonsumsi bersama
dengan buah – buahan sumber vitamin C ( jeruk, papaya, mangga, jambu biji dan lain
lain) dan sumber protein hewani ( hati, ikan, unggas dan daging ).
4. Hindari konsumsi TTD bersamaan dengan teh, kopi, tablet kalsium dosis tinggi dan
obat sakit maag terutama yang mengandung kalsium karena akan menghambat
penyerapan zat besi oleh tubuh.
Untuk memenuhi target kinerja distribusi TTD Rematri, maka tahun 2022 disusun rencana
tindak lanjut untuk peningkatan koordinasi antar program dan lintas sektor untuk
peningkatan TTD Rematri di sekolah sekolah dalam rangka upaya pencegahan stunting pada
generasi penerus bangsa.
3. JUMLAH BALITA STUNTING (PENDEK DAN SANGAT PENDEK) TARGET < 21,1%
Berdasarkan Perpres no.72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting, stunting
didefinisikan sebagai gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang diakibatkan
kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, ditandai dengan panjang atau tinggi badan menurut
umur (PB/U atau TB/U) dibawah standar yang telah ditentukan.
Di tengah pandemic, kita juga masih menghadapi triple burden of malnutrition yang meliputi
kekurangan zat gizi (undernutrition), kelebihan gizi (overnutrition) dan defisiensi zat gizi mikro.
Berdasarkan data RISKESDAS, SSGBI dan SSGI bahwa data prevalensi stunting secara nasional
berkisar antara 24-30%, setiap provinsi memiliki prevalensi yang berbeda-beda.
Gizi kurang dan gizi buruk (severely wasted) menjadi salah satu factor yang dapat meningkatkan
resiko stunting serta kematian pada baduta, kondisi pandemic saat ini berpotensi mengganggu
tren penurunan angka stunting balita.
Bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2020 , capaian balita stunting menunjukkan hasil
13,8 %. Hal ini menunjukkan tren penurunan angka stunting balita di tahun 2021 dari 13,8%
menjadi 11,4%. (penurunan 2,4%)
5. JUMLAH BAYI BARU LAHIR YANG MENDAPAT IMD (INISIASI MENYUSU DINI)
TARGET 50%
Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah proses bayi menyusu sendiri segera setelah lahir dimana bayi
dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri. Ibu membantu proses IMD dengan cara mendekap
dan membiarkan bayi menyusu sendiri selama 1 jam pertama kelahirannya. Setiap bayi baru lahir
yang diletakan di dada ibu segera setelah lahir mempunyai kemampuan untuk menemukan puting
payudara ibu dan memutuskan waktunya untuk menyusu pertama kali. Berdasarkan data Survey
Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2007, di Indonesia terdapat lebih dari 95% ibu yang
pernah menyusui bayinya, namun ibu yang menyusui bayi dalam 1 jam pertama setelah
melahirkan hanya menyentuh angka 43% dari jumlah ibu yang melahirkan. Data IMD menurut
Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, terjadi penurunan yang sangat signifikan dari pemberian IMD
di Indonesia hingga mencapai angka 29,3% dari jumlah ibu yang melahirkan. Persentase ibu
yang memberikan IMD dalam 1 jam pertama setelah melahirkan hanya sebesar 25,2% dari
jumlah ibu yang melahirkan. Berdasarkan data ini, pemberian IMD dalam 1 jam pertama masih
berada di bawah rata-rata pemberian IMD di Indonesia. Angka pemberian IMD di Kabupaten
Jember sebesar 64,55% dari jumlah ibu yang melahirkan dan tersebar di 23 puskesmas. Angka ini
berada di atas angka persentase Kalimantan Barat tetapi masih tertinggal cukup besar dari target
MDGs Indonesia yakni sebesar 80% ibu yang melahirkan memberikan IMD. Angka pemberian
IMD terendah terletak di Puskesmas Mangli dengan angka pemberian IMD hanya sebesar
17,94%.
6. IBU HAMIL KURANG ENERGI KRONIS (KEK) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
(TARGET < 14,5%)
Penyebab terbesar kematian ibu adalah pendarahan, hipertensi, infeksi, partus lama, dan abortus.
Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%), anemia dan
Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya
pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu Kekurangan gizi pada masa
kehamilan juga dikaitkan dengan risiko terjadinya penyakit kronis pada usia dewasa, yaitu
kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi, stroke dan diabetes. Pada masa
kehamilan gizi ibu hamil harus memenuhi kebutuhan gizi untuk dirinya dan untuk pertumbuhan
serta 3 perkembangan janin karena gizi janin tergantung pada gizi ibu dan kebutuhan gizi ibu juga
harus tetap terpenuhi.
Bumil KEK di Kabupaten Jember berdasarkan data PKP 2021, prevalensi bumil KEK pada 16
Puskesmas yaitu Puskesmas Cakru (18,03%), Kemuningsari Kidul (26,27%), Ajung (19,58%),
Nogosari (15,82%), Karangduren (15,63%), Rowotengah (15,43%), Tanggul 17,57%),
Bangsalsari (24,70%), Sukorejo (22,03%), Panti (22,03%), Pakusari (21,69%), Kalisat (18,17%),
Sumberjambe (23,20%), Sukowono (50,21%), Jelbuk (20,98%), dan Jember Kidul (17,88%)
melebihi 14,5%.
Secara umum, capaian ibu hamil KEK kurang dari 14,5%, akan tetapi di beberapa Puskesmas
tingginya prevalensi ibu hamil KEK adalah disebabkan karena banyak ibu hamil yang terkena
dampak pandemic, akhirnya daya beli menurun, tingkat stress dan kecemasan meningkat
berpengaruh pada asupan gizi saat hamil.
7. PEMANTAUAN GARAM KONSUMSI RUMAH TANGGA (84%)
Dari hasil survey pemantauan garam beryodium rumah tangga yang dilakukan di sekolah, dengan
sasaran siswa kelas 4, 5 dan 6 di satu sekolah per desa diperoleh hasil 70,27% (rendah) 33
Puskesmas telah melakukan kegiatan pemantauan garam konsumsi RT dengan baik. 5 Puskesmas
tersebut adalah Gumukmas, Nogosari, Sumberjambe, Sukowono, Jelbuk melakukan kegiatan ini
tapi tidak di semua desa. Sedangkan 12 Puskesmas tidak melakukan kegiatan pemantauan garam
konsumsi rumah tangga dikarenakan masa pandemic, beberapa sekolah menolak dikunjungi
untuk dilakukan kegiatan yang terkait pengumpulan siswa. Sehingga rencana tindak lanjut yang
akan dilakukan di tahun 2022, Puskesmas akan melakukan komitmen dengan sekolah dan petugas
kesehatan di wilayah agar kegiatan ini dapat dilakukan walaupun tidak dengan mengumpulkan
massa di sekolah. Kegiatan ini dapat juga dilakukan dengan melakukan survey di rumah tangga
melalui kegiatan PSN atau kegiatan lain yang melibatkan peran serta aktif kader kesehatan di
wilayah kerja Puskesmas.
Dibandingkan dengan hasil PKP tahun 2020 capaian kegiatan monitoring garam beryodium tahun
2021 meningkat dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 35,88%.