Copyright 2019
Penulis
Jerome Marciano X Rizky Yacobus
Layout Isi
Afipah
Desain Sampul
Rayyan F
ALRA MEDIA
Jl. Martapura Lama, Km. 07, Rt. 07
Kec. Sungai Tabuk, Kel. Sungai Lulut,
Kab. Banjar, Kalimantan Selatan
HP: 08971429501
WA: 08971169692
Email: komunitastintamerah@gmail.com
ISBN 978-623-7192-86-2
NOEL
1
Bagian Awal
(NATURE)
2
Kekasih pagi ini dengan samar-samar kudengarkan
arus laut membawa kapal-kapal melayari rongga
dadamu,
bersama ombak-ombak pecah karena cinta karang
lautan.
Ketika kedua matamu terbuka, ia adalah mentari kembar
menyirami setiap wajah pelaut dari keputusasaan.
—Jerome
3
Awan menggelantung di pucuk langit sambil meniup
angin pantai merayu ombak. Aku ada disana. Berjalan di
tepi pasir basah akibat ditiduri buih-buih ombak dan
melihat ada jejak tercipta di sana.
—rizkyyacobus
4
Laut mencintai langit yang biru, polos dan kosong
mereka adalah sepasang kekasih yang bercinta di segala
musim-musim. Gelombang-gelombang mata air muncul
di puncak teluk air mata layaknya tebing tinggi
menjatuhkan separuh dirinya. Ia adalah cinta yang putus
asa.
—Jerome
5
Uluran tema menggulung air laut mendarat sempurna di
mata kaki, menciumi pasir seraya berucap selamat
tinggal.
Ada ucapan sedih di sana ketika gelayut asa menjelma
rasa menjadi mangsa dengan intuisi sempurna
membangun imajinasi.
—rizkyyacobus
6
Aku ingin menyatu bersama bulir – bulir air, bergemuruh
dan bergelora. Aku ingin menjadi masa kecil laut yang
abadi ditimang – timang gelombang
—Jerome
7
Ada dalam setiap kisah yang ia bagi,
mencipta sajak-sajak yang tak lagi liar sambil bersiul
memainkan rambutnya.
Ya, alam sedang tak pasti namun ia justru menikmatinya
—rizkyyacobus
8
Cahaya memerah di saat musim gugur. Mata matahari
melihat-lihat dalam terang, meranumkan setiap dada
petani dan ladang anggur
—Jerome
9
Rintik lalu datang seiring hati yang ingin beristirahat.
Embun rupanya kepagian membangunkan kelopak
mawar.
Dan seribu ujian hati yang terpatri nyata haruslah alam
membagikan sabdanya untuk menggetarkan jiwa-jiwa
ilalang muda demi asa yang tak lama terdiami
—rizkyyacobus
10
Cuaca tercerap ke dalam barisan laut, malam pecah
akan empasan gelombang. Ada seorang anak kecil yang
terlelap mendengarkan dongeng ibu. Gelap tidak lagi
abadi
—Jerome
11
Aku bernyanyi seiring embun yang turun mencicip daun.
Aku bersenandung seirama gemuruh yang membunyi.
Aku berjalan seiring deburan ombak yang membawa
getaran kristal.
Hari ini semua nyaris sempurna menyeret hati ke waktu
lampau
—rizkyyacobus
12
Bulan berenang di puncak malam, percik-percik
cahayanya menjadi bulir-bulir kristal. Dan aku
melihatnya dengan mata telanjang; bahwa cinta yang
buta dapat melihat
—Jerome
13
Aku tak bisa jauh dari alam.
Dari pesona yang merasuk hingga ke dalam sukma.
Pesona yang kuat hingga membuat aku selalu bersabar.
Bersabar menanti hingga pelangi datang setelah hujan
hari itu,
bersabar dengan lirihnya kenangan dan bersabar akibat
ingatan itu
—rizkyyacobus
14
Awan – awan jatuh sebagai lautan, cinta bertumbuh di
antara cecabang dan batu – batu karang. Tidakkah kau
lihat tanjung membelah dirinya seperti merah jantung?
Biru dan haru
—Jerome
15
Pohon seolah menari, batang bambu turut bergerak
seirama gelombang yang mencium karang lalu menjadi
pasir.
Mungkin sudah menyatu laksana sedang intim
berhubungan. Cinta sudah membawaku kembali, sadar
dalam pelukkannya menggenggam langit
—rizkyyacobus
16
Aku lelaki pesisir
bibirku asin, kepalaku nyanyian pohon kelapa. Aku
membangun cinta yang berbulir di atas desir pasir.
Kekasihku badai,
Matanya biru, tubuhnya tanjung. Kelak ketika kita
bersatu, kami adalah sepasang gelombang
—Jerome
17
Aku meneruskan perjalananku dan berhenti disebuah
tempat persinggahan. Persinggahan yang membuat aku
semakin lelah, bahwa meyakinkan diriku saja aku tak
mampu, namun aku hanyalah seseorang yang lemah
yang tiada kehendak melawan takdir
—rizkyyacobus
18
Oh, laut
kebiruan yang abadi
batu – batu air yang jatuh dari bulan melewati hujan,
melahirkan hutan dan gurun menciptakan kilau dan
kicau
—Jerome
19
Kamu seperti sedang memakai sebuah topeng hitam yang
tak dapat lagi kulihat rautmu, cintamu kepadanya,
hanyalah sebuah dusta yang kau ciptakan agar tak ada
racun yang membunuhmu
—rizkyyacobus
20
Aku datang kepada tepi, bergeseran angin dan api
membara dan membawa pilar – pilar sungai yang
mengakar sampai teluk. Kait dan kain menggantung di
sepanjang pesisir, anak – anak yang hidup di tepi pantai
mempunyai raut seperti laut
—Jerome
21
Dentingan weker membangunkan padi di ladang,
meneguk embun selagi hangat.
Anak kecil datang bagai barisan semut berjajar rapi dan
suara kecil itu membujuk malam hingga mendatangkan
cinta
—rizkyyacobus
22
Dalam barisan laut yang menghitung keasinan dan
keanggunan dirinya, aku ingin mencium dan menciut
sebagaimana pohon kelapa yang mencium bibir pantai
dan sibu – sibu yang memerindingkan pelukan
—Jerome
23
Apa kabar sang fajar?
Apakah hariku hari ini akan baik?
Aku seperti demikian. Berbincang dengannya selayak
teman, sebab keelokkannya mendamaikan relungku
—rizkyyacobus
24
Aku meminum dari anggur dan telaga keibuan. Kata ke
dalam kata, darah ke dalam darah dan hidup ke dalam
hidup. Gema yang tercinta dan tercipta dari syair pesisir
—Jerome
25
Jangkrik berteriak perlahan menyambut malam.
Dengan butiran tirai hujan yang jatuh menyeruak ke
dalam.
Hati manusia seolah kebal, kebal dengan semua laku dan
tingkah selayak anak kecil mengais pundi
—rizkyyacobus
26
Laut Ambon ketika malam akan menjadi makam di
puncak samudera pasang, dan gelombang membawa
gema menyeret dirinya dari gemersik buih. Kudengarkan
tangisan kelabu burung – burung laut di pantai
—Jerome
27
Aku bagai sang malam yang terlupa dan tersisih,
yang menduka disaat senang melanda. Aku bagian sang
putra hari memegang obor pembawa harapan,
meniti kain merajut wool
—rizkyyacobus
28
Sepasang langit dan lautan yang bergemuruh, luruh dan
lirih. Biru menjadi lebih basah dan gelisah di badan
awan yang mengental. Orang – orang menjadikan pantai
peliharaan dan kesukaan yang gagal dikenang ombak
—Jerome
29
Perasaan ini tumbuh begitu saja.
Liar dan menjalar, menghimpit jiwa-jiwa yang tergigit
agas pencari kebebasan, mengarungi setiap batas-batas
tenang, menerobos pekatnya batin.
Perasaan ini mengalir begitu saja.
Saat kau mulai mendekatkan bibir pada bibirku,
saat kau sentuh titik terangsang sukmaku,
kau patahkan dan meninggalkan bekas-bekas tak
perawan
—rizkyyacobus
30
Desahan pasir dan empasan ombak menceburkan dirinya
ke dalam palung waktu yang paling mendebur. Ada tanya
– tanya yang tumbuh sebagai lumut di bibir jurang,
tentang cinta anak – anak kepada jejak – jejak musim
gugur dan terang gelombang
—Jerome
31
Kusentuh udara pagi tanpa meraba,
kutatap kabut lereng tanpa melihat,
merasa dinginnya sejuk yang tertinggal seiring ia pergi.
Bergujibaku dengan sengsara hati yang tersanjung pada
lensa-lensa pemotret, lalu semboyan emas dapati aku
semakin setia dengan kokohnya hati
—rizkyyacobus
32
Mata adalah kata – kata, percakapan – percakapan
dengan darah. Sedangkan bibir pantai mampu berbicara
tanpa gerak tanpa riak, pada sebuah bahasa yang
tercipta dari teluk dan terik
—Jerome
33
Embusan nafas hangat mampir di telingaku, berdesah
halus membangkitkan bulu roma.
Diriku ada dalam hamparan itu.
Menjadi saksi atas tiap jejak padi yang ditanam
—rizkyyacobus
34
Laut berdenyut, mati dan terus berdenyut. Bintang –
bintang bergetaran di puncak talit. Bianglala terpeleset
di pangkal samudera. Orang – orang mencelakai diri
mereka dengan kemarau
—Jerome
35
Petani membawa cangkul, menggendong gabah hingga
ke lumbung.
Aku suka romansa itu, yang berdesis lirih dan manja
menuntun iringan burung tiba di tujuan
—rizkyyacobus
36
Tidak ada seorangpun di dunia ini yang akan mengetahui
bahwa diam – diam, dengan perlahan embusan nafasku
berubah jadi badai Guntur
—Jerome
37
Bulan memantul cahaya,
langit memberi ruang agar aku tetap bisa menjagamu
—rizkyyacobus
38
Seperti cinta yang menyerap kekuatan embun untuk
memisahkan malam dari subuh
—Jerome
39
Pesonaku tumbuh ketika kau jemput aku dengan hangat.
Aku sedaritadi sudah menggilaimu
—rizkyyacobus
40
Kau bayangkan dadamu yang dibumbungi tinggi padang
rumput hijau dan benih – benih kemurnian saat kau jatuh
cinta. Saat aku jatuh cinta, kubayangkan satu hari yang
kelam penuh kekelaman. Bahkan mereka tidak berani
membayangkannya.
tidak pernah
—Jerome
41
Jalan kita hanya ada dua,
lurus atau berbelok.
Namun aku pilih lurus.
Lurus saja ke hatimu
—rizkyyacobus
42
Dengan tanganku kukumpulkan semua kebisuan laut,
malam - malam yang bercahaya di dalam kesunyian,
kekosongan yang tak teraba pada pintu – pintu tertutup
dan keheningan bulir mata air yang membasuh semua
nama muara
—Jerome
43
Malaikat bersama cinta.
Aku bersama kamu.
Mari kita rayakan cinta kita.
Bersatu padu dengan lantunan syair nelayan
—rizkyyacobus
44
Malam meringkus aku ke dalam kesunyian, dan seketika
tidak ada yang abadi untuk hari – hari gugur berikutnya,
seperti perputaran waktu tiba – tiba berhenti dan tidak
teraba getarannya.
Ombak di lautan tidak lagi goyah dan menantang,
dadaku rebah dan semua hanya terasa membayang
—Jerome
45
Lihatlah gelombang membuat rindu
dan angin yang membuat aku seakan ingin pulang
kepadamu.
Negeri nyiur melambai, tunggu aku
—rizkyyacobus
46
Inilah kebencian dan lautan yang terombang-ambing
bersama kekacauan buatan angin.
Suatu debaran yang mengukuhkan kesunyian untuk
berlayar dari satu hari ke hari lainnya
—Jerome
47
Ceritaku masih berlanjut.
Sawah-sawah seolah bersenandung,
memandang pipit yang sedang dimabuk padi.
Sungguh indah alam petani sore ini
—rizkyyacobus
48
Mendekap tubuhmu seperti memecahkan udara yang
beku dan biru. Dan untuknyalah masuknya arus malam
kepada sepasang lengan yang menolak semua pagi untuk
berlabuh
—Jerome
49
Pantai masih menjadi sahabatku,
malam masih menjadi temanku,
dan kamu tetaplah pelangi yang aku rindukan
—rizkyyacobus
50
Malam menyesatkan dirimu, kau hanya bisa meraba -
raba semua kemungkinan. Pandanganmu tajam tapi
seperti matahari yang berlari, maka di dalam mimpi aku
memburai dan membuat kau beralih ke pantai
—Jerome
51
Tak henti mulutku berdendang,
tak jemu langkahku melangkah,
melihat eloknya bumi kenari,
tempat aku memulai asa
—rizkyyacobus
52
Bagian Akhir
(LOVE)
53
Kau sudah memegangnya, memilikinya lalu kemudian itu
kau deklarasikan. Lalu mengapa lagi kau ungkit
kembali? cintaku satu dan semuanya telah tertinggal di
hatimu, agar kau tahu tahta teratas dalam hatiku sudah
kau duduki
—rizkyyacobus
54
Kau sering memakai kata – kata yang membakar diriku,
merah dan sungguh – sungguh. Lebih berbahaya dari
teluk dan lekuk tubuhmu. Kau menyebut mereka sebagai
benda – benda favoritmu, menggemaskan dan
menggoyangkan langitmu. Kadang kau berpikir bahwa
langit di sekitar pantai bisa lebih gelap dan
menggeletarkan cintamu kepada alunan lagu dan sibu –
sibu
— Jerome
55
Kau seperti air yang menenangkan namun kau juga
adalah angin: tak bisa kusentuh namun aku merasakan
bahwa kau ada
—rizkyyacobus
56
Kau benda – benda yang hendak menyentuh langit. Nama
yang tidak ada di semua daftar tamu. Ada satu kerajaan
yang musnah di ibu kotamu, ia membunuh banyak lagu.
Kemeriahan adalah kesunyian yang terencana.
Kesunyian adalah sebaliknya. Dan kau tidak pernah tahu
menolak semua pertanyaan, dan kesepian barangkali
—Jerome
57
Kapan aku bisa sadar dengan semua kegilaan ini ya
Tuhan? aku benar-benar gila akibat cinta yang sudah tak
masuk akal ini. Cinta yang aneh, apakah aku harus pergi
menjauh dari segalanya? Mungkin aku harus pergi,
pindah yang jauh agar aku bahagia dan tak lagi
dibayangi cinta itu
—rizkyyacobus
58
Puisi dan sepi adalah pasangan paling romantis. Mereka
tahu bagaimana caranya menyusun kata – kata untuk
membakar diriku berkali – kali lebih sadis
—Jerome
59
Semalam aku dan dirinya berbicara tentang cinta.
Berbicara soal bahagia saling memiliki, berbicara soal
masa depan, mengulas kenangan masing-masing, dan
berharap bisa saling setia. Ah, cintaku begitu, sederhana,
hanya ingin memilikinya
—rizkyyacobus
60
Aku lelaki yang takkan kau kenal di suatu hari nanti.
Masa depanku adalah kemarahan dan kesepian yang
mematahkan dadanya sendiri. Aku seseorang yang sering
tak tahu diri, yang mencintaimu dan membohongi dan
membenci diriku sendiri
—Jerome
61
Suaramu lembut tanganmu juga hangat, dan setiap
pergerakanmu begitu aku nantikan dalam setiap hari aku
berjaga. Kamu ada dalam tiap detik aku bernafas
—rizkyyacobus
62
Aku akan mencintaimu seperti anak kecil yang menolak
untuk segera menjadi dewasa di kota ini
—Jerome
63
Salju mulai datang di bumi bagian barat, jatuhnya
lembut, dingin penuh sensasi. Terkadang cinta demikian
begitu, merangsang nafsu sang pecinta dari ujung ke
ujung
—rizkyyacobus
64
Kelak, kau akan segera melupakanku dengan mengubah
semua ingatanmu di dasar tiap kata menjadi lebih baru
dan biru. Tetapi aku akan tetap mencintaimu dan kau
akan tetap terlihat cantik meski di dalam pelukan orang
asing
—Jerome
65
Kuhirup aroma itu dengan saksama. Aroma yang
membawaku berputar dalam setiap jengkal imajinasiku.
Sebuah harap dan hayal yang menyatu jadi satu,
Harapku tuk mendapatkanmu dan hayalku tuk
mengenggam tanganmu
—rizkyyacobus
66
Hujan membuat diriku semakin romantis, dan puisi ingin
kukecup. Sedangkan di kota ini sudah lama tidak turun
hujan. Mawar – mawar di telingaku sudah lama layu,
rambutku adalah bintang – bintang jatuh dan puisi yang
melarikan diri
—Jerome
67
Aku merindu pada bulan. Aku merindu pada buku yang
kubaca. Aku merindu pada hatimu yang membuatku
merasa nyaman. Aku merindu
—rizkyyacobus
68
Pernah kuceritakan kepadamu bahwa puisi menjadi
benar – benar hidup dari para penyair yang kerap mati
bunuh diri. Lalu kau tersenyum layaknya lilin roman saat
memecahkan kembangnya di bawah bintang – bintang
—Jerome
69
Lagi-lagi kau menawar rindu. Rindu yang telah membeku
akibat dinginnya hujan. Kau ingin menjadi kekasihku dan
akupun suka
—rizkyyacobus
70
Puisi menjadi romantis setelah bangun tidur, dan kata –
kata menentukan takdirnya di akhir pekan. Segelas teh
hangat tinggal setengah, puisi masih kekanak – kanakan.
Verba membentuk kalimat tanya di sudut meja tentang
akhir pekan mana yang menjadi favoritmu. Sabtu atau
mataku?
—Jerome
71
Aku yakin pada setiap cinta yang terucap; yakin pada
setiap kata-kata yang ada dibaliknya, mengerti
keadaanmu, menghargainya dan mengutamakan kamu
diatas kebahagiaanku
—rizkyyacobus
72
Dengan gemetar rindu kusentuh tanganmu—sesuatu
yang asing bagi jiwaku, berdetak: Cinta
—Jerome
73
Aku bagai dibutakan mata hati karena cinta namun aku
tak menyesali itu, aku justru menyesal sebab tak
menyatakan cinta kepadamu. Sebelum dia
—rizkyyacobus
74
Ketika kau bertanya kepadaku tentang rindu: itu seperti
debur ombak melebur di dadaku, menerjang sampai inti
jantung
—Jerome
75
Kurindu mendengar suaramu bagai angin datang
menyejukkan, tatap matamu indah bagai kilau intan yang
ada di depan mataku, kini kau adalah rembulan itu dan
aku hanyalah padi di lading
—rizkyyacobus
76
Aku ingin selalu basah dan menggigil di keningmu. Atau
malam yang pendendam bagi cintamu. Akan kulepaskan
semua jiwa masa kecilku bermain, berlarian dan
menangis seharian di matamu. Lalu aku akan
mencintaimu seperti anak kecil yang tumbuh menjadi
seorang lelaki asing di depan cermin
—Jerome
77
Semua kisah sudah benar-benar berakhir tanpa
meninggalkan satu jejak pengasihan dan kau dengan
mudahnya mencampakkanku setelah kau nodai
kepercayaan yang aku berikan seutuhnya
—rizkyyacobus
78
Merasakan dadamu yang jauh adalah jeda kehidupan
paling lengang
—Jerome
79
Kau hilang seturut senja berganti malam, terang berganti
gelap, dan memantik sepi dalam kesendirian.
Aku menunggu kabarmu
—rizkyyacobus
80
Di dalam kepalaku ada ingatan yang selalu diterpa angin
topan. Ia berputar – putar menghantam seluruh diriku
yang rapuh
—Jerome
81
Aku resah dengan kisah hati yang menguras emosi.
Dengan semua pemakluman-pemakluman itu yang
membuat aku merasa tersiksa akibat tuntutan zaman
—rizkyyacobus
82
Dalam kesunyian bibirku menghebuskan angin timur,
membuat atmosfer tergetar
—Jerome
83
Pedih ini kembali mengulang tanya mengapa cinta
datang hanya sedetik dan meninggalkan luka berabad-
abad? apakah hatiku telah menemukan tempat
ternyamannya saat ia sedang bersamamu?
Ah, barangkali begitu
—rizkyyacobus
84
Rindu ini begitu hidup, ia berdetak dari retak – retak
dadaku
—Jerome
85
Hatiku debar-debur. Kubawa pelangi setelah hujan
kepada mereka dan kali ini kulihat senyuman itu nyata
atas mereka. Dua perempuan hebat. Sang penakluk dunia
dengan tidak pernah berhenti berjuang
—rizkyyacobus
86
Pada suatu pagi hari nanti kau akan pergi tanpa
meninggalkan apa - apa. Lalu di sisi lain pikiranku
hanya abu, wajahku terhapus noda kata – kataku sendiri.
Dan di kepalaku seperti diterpa angin liar. tinggal debu
—Jerome
87
Kamu bagai pemasung yang memasung hatiku tanpa
pernah mendengar tuk melepaskan. Kamu keji,
meninggalkanku sendiri pada jurang masa lalu dan
hampir jatuh. Hatiku menyayangkan mengapa tak kau
lepas saja aku biar aku mampu hidup dalam
ketidakberdayaan ini?
—rizkyyacobus
88
Jika suatu saat nanti akan ada kau atau siapa saja yang
mencoba masuk ke dalam hidupku, jangan pernah
tinggal. Bahwa ada satu hal yang harus diketahui adalah
kau hanya memohon kepada cinta yang rapuh
—Jerome
89
Kali ini dengarkanlah ketika sang pemuja malam
menghamba pada taburan bintang. Seketika berbicara
tentang hebatnya perih luka dan bangkit seakan kokoh
—rizkyyacobus
90
Yang tersisa seperti Kau
Yang tersisa seperti aku
Yang tersisa seperti waktu
Yang tersisa seperti harilalu
Yang tersisa dengan ragu
Yang tersisa di dagu
Yang tersisa pada sebuah lagu
Dan oh, aku lupa bahwa yang tersisa juga sering
menyisahkan abu
—Jerome
91
Diakhir sajakku tersemai, mungkin dialah wanita yang
membawaku pada kagumku. kutabur berbagai rindu
untuknya, kupangkas gulma diantaranya agar rinduku
tumbuh subur untuknya. Ya, engkaulah dindaku, segala
keindahan yang aku cari
—rizkyyacobus
92
Saat kau menggenggam tanganku erat
cinta adalah hal yang mustahil kau cegat
—Jerome
93
Pada satu menit aku tersadar dari lamunan,
Aku memandang akan keindahan dunia
lalu bergerak menuju aksara.
Namun jika saatku tiba berhenti,
Maka aku akan biarkan sang raja tuk mengetuk palu
keramatnya
—rizkyyacobus
94
Kubukakan kedua mata dan kau masuk. Kututupi ingatan
dan kau tertidur di sana
—Jerome
95
Dekatkanlah dirimu pada tuanmu
abdikanlah kagummu pada sosokmu
jagailah impimu pada tujuanmu.
Agar mereka dekat satu sama lain dan bertahta pada
rasa yang kau cipta
—rizkyyacobus
96
Kau yang kucintai dan aku yang dulu kau cintai. Walau
tak ada cinta yang sehidup – semati
—Jerome
97
Kuharapkan hatimu
kuinginkan kamu
perhatian dan cinta untuk aku
semoga kau paham
akan artiku merindukanmu
—rizkyyacobus
98
Pada suatu waktu kau paling membenci cinta lalu
melupakan debarannya. Pada suatu waktu aku sangat
menginginkan cinta tapi kehilangan getarannya
—Jerome
99
Kiranya kau sadarkan aku dengan bau parfummu.
Kiranya kau tarik aku ke hatimu dan kiranya kamu selalu
raba aku dengan sentuhanmu
—rizkyyacobus
100
Saat sedih aku ingin merasakan dadamu yang jauh. Saat
menangis air matamu mampu menelan bintang kusam
—Jerome
101
Katakan bahwa kau setia
maka akan aku katakan juga begitu.
Ucapkan bahwa kau cinta
maka aku juga akan cinta
—rizkyyacobus
102
Aku ingin menjadi langit siang yang terik di atas
kepalamu, di saat langkah kakimu melewati jalan – jalan
yang telah melupakan namaku. Akan kusaksikan keringat
yang gundah - gulana menetes dari lehermu dan
membasahi tubuhmu. Aku ingin menjadi awan siang
yang menyala – nyala bagimu, yang membuatmu haus
dan berhalusinasi tentang cakrawala yang mengenang
keningmu. Lalu sebagai siang aku akan membakar diriku
sendiri, berkali – kali
—Jerome
103
Penutup
(Love, Live, Wild)
K
au merasuki lubang dadaku melewati tangan
angin yang tertiup cahaya timur, dan juga buih-
buih ketenangan yang telah mengajarkanku
sebuah kesederhanaan. Saat sedih, kau menciumku dan
air matamu mampu menelan gugus bintang. Hatimu
seperti arloji emas yang berdetak di kedalaman dadaku
dan sekali lagi cinta membawa kita pergi mencari asal-
usul api, lalu menemukan diri kita yang tumbuh dewasa
bersama beberapa rahasia dan masa depan mata kita.
Kau pernah menjemput hari pertamamu di dunia.
Seorang bidan membungkusmu. Diam-diam kebahagiaan
merayap di lesung-lesung pipi mereka—orangtuamu.
Kau sering bercermin pada awan yang tidak
mampu menipu matamu: sebuah kejujuran. Sesekali kau
dan aku berdiri di tepi garis pantai bertelanjang badan,
melepaskan seluruh pakaian. Lalu bayang-bayang kita
seperti menjauh dan menenggelamkan dirinya pada biru
air laut. Kau dan aku sering mengundang bahaya
bertamu ke rumah atau diri kita sendiri, dan
tersenyum layaknya emas murni dari Yugoslavia. Kadang
kaki - kaki kita tersusun berurutan membentuk kereta di
sepanjang perjalanan cinta, dan kematian yang berumur
panjang, dan kau selalu mampu bercahaya pada hari -
hari yang kehilangan matahari. Bila nanti tiba pada hari
104
perhentiannya, pelan-pelan kau dan aku berjalan
memasuki hutan rimba, di lebatnya semak belukar kita
akan menemukan cinta yang telah diurapi.
Lalu kau dan aku semakin binasa akibat
ketersesatan kita didalamnya, hutan perawan yang
belum tersentuh, yang masih suci buah dadanya, dan
ah, kau dan aku tahu bagaimana caranya kita
berkemah di dalam dengan benih-benih cinta yang
tumbuh dewasa dalam ruang hati kita.
Semakin dalam hutan itu kita masuki, semakin
dalam pula cinta yang kita kecup dan aku yang
mencintaimu seperti mengulang waktu memasuki
belantara yang semakin membuatku liar, merana akibat
menanggung haus akan belaianmu.
Oh kekasih, cinta ini membuatku harus hidup
dalam halusinasi bahkan semewah apapun alam yang
aku tempati tak kunjung menjinakkanku. Kau adalah
emas yang aku inginkan itu sambil berjalan menyusuri
sungai, aku menemukanmu tak peduli binatang buas
merayap menanggapi langkah payuh yang kita ciptakan,
kau dan aku tetap berjalan menuju altar suci dan
menyulam cinta hingga abadi.
SELESAI
105
TENTANG PENULIS:
106
107
108