Ada Aku
Ada Aku
MENGANALISIS CERPEN
Kelompok 6
Anggota : - Aliffudin Wahyu Pratama
- Devi Febrianti
- Dita Rasita
- Krisnina Bungaria
- Mahirah Utami
Kelas : XI Ipa 1
Judul Cerpen : Masih Ada Aku
Sinopsis
Nana ialah seorang pelajar SMU, yang kini jiwanya
sedang terguncang hebat akibat dari perpisahan kedua
orangtuanya . Sejak perpisahan kedua orangtuanya, yang
menyebabkan Nana dan adiknya (Leon) ikut dengan
Mamanya sedangkan adik Nana lainnya (Thomas)
memilih ikut dengan Papanya. Perpisahan mereka
disebabkan karena ulah dari Papa, yang menyebabkan
investasi keluarga banyak yang dijual untuk membayar
hutang- hutang Papa. Hal ini membuat perubahan yang
sangat drastis pada kehidupan mereka. Semula, keluarga
Nana hidup dengan mewah namun, kini Mama, Nana, dan
Leon harus merasakan hidup yang prihatin. Mama bekerja
keras dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari Nana, dan
Leon. Akibatnya mereka harus hidup hemat. perubahan
kehidupan ini membuat Nana dijauhi oleh teman-teman
dekatnya (Carla, Erin, Tania, dan Karina). Nana pun sadar
bahwa dirinya sudah tidak diperlukan lagi, hingga
akhirnya datang Lukas yang menawarkan dirinya untuk
menjadi sahabat Nana. Nana bimbang, Namun ia
digelayuti rasa penasaran untuk mengenal lebih jauh sosok
Lukas.
Analisis Cerpen
1) Tema
Akibat dari perpisahan orangtua
2) Amanat
Kita tidak boleh terlalu terpuruk saat kita sedang
jatuh, dan kita juga tidak boleh sombong ketika
berada di atas. Serta kita harus bisa mensyukuri
apa yang kita miliki sekarang.
Seorang sahabat sejati haruslah ada baik disaat
senang maupun susah.
Hadapilah semua rintangan dengan sabar dan
jangan mudah menyerah.
Kita tidak boleh memandang seseorang hanya
dari materinya saja, tetapi lihatlah hatinya.
Kita hendaknya membantu teman bila ada yang
sedang mengalami kesusahan.
3) Penokohan
Protagonis
- Mama Nana
- Lukas
- Nana
Antagonis
- Papa Nana
- Tania
- Erin
- Karina
Tritagonis
- Leon
- Thomas
- Carla
4) Perwatakan
Watak Mama Nana
- Mudah sensitif
- Kerja keras
Tiga bulan mereka hidup hanya
menggandalkan uang yang tak seberapa
tersebut. Untunglah kemudian salah
seorang adik mama menwarkan sumber
penghasilan dengan menyarankan
beliau menerima pesanan kue. Hasil
penjualan dari toko – toko roti tidak
selalu bagus, terutama kalau sedang
akhir bulan.
Watak Nana
- Gengsi
Watak Thomas
- Mudah terpengaruh
Watak Tania
- Ketus
Watak Karina
- Ketus
Watak Lukas
- Suka menolong
- Sabar
5.) Latar/Setting
1. Waktu:
- Nana mengatupkan rahang. Enam bulan lalu,
uang segitu nyaris tidak ada artinya buat
mereka.
2. Latar tempat:
3. Latar suasana :
- Menyedihkan
- Canggung
Maju
“Rasa tidak enak hatimu harganya seratus
lima puluh ribu, Na. Lebih baik uangnya dipakai
untuk kebutuhan lain, seingat Mama susu Leon
hampir habis. Sudahlah kalau ada rezeki, tahun
depan kan masih bisa ikut.” Nana mengatupkan
rahang. Enam bulan lalu, uang segitu nyaris tidak
ada artinya buat mereka. Sejak perpisahan kedua
orangtuanya, yang menyebabkan Nana dan Leon
ikut Mama sedangkan Thomas ikut Papa, ibunya
sangat sensitif terhadap banyak hal terutama yang
menyangkut uang dan Papa mereka.
Mundur
Kecanduan judi ayahnya telah
menghancurkan hidup Nana sekeluarga. Setelah
mobil dan dua ruko mereka disita pihak bank,
disebabkan Papa tidak mampu melunasi utang-
utangnya yang jatuh tempo, tempat tinggal mereka
pun terpaksa dijual karena Papa tidak punya
penghasilan lagi. Mengkhawatirkan anak-anaknya
terguncang lebih hebat, Mama memilih berpisah
dan meminta Nana, Thomas, Leon ikut dengannya.
Pada bulan awal-awal perpecahan
keluarganya, Nana sering melihat Mama bingung
mengatur uang yang ada untuk menutupi biaya
hidup mereka sehari-hari. Uang hasil penjualan
rumah, setelah dipakai melunasi sisa utang Papa,
dibagi oleh kedua orangtuanya. Nana tidak tahu
berapa jumlahnya tapi pasti tidak banyak lagi.
Maju
Teguran Erin mengembalikan Nana ke
saat sekarang. Sekarang beda, mau beli pisang
goreng saja harus lapor Mama dulu. Betapa
inginnya Nana membantu Mama mencari uang,
tapi dengan cara bagaimana? Tidak ada toko
apapun di sekitar rumah kontrakan mereka saat ini,
yang umumnya masih mau menerima anak SMU
untuk bekerja paruh waktu.
7) Sudut Pandang
Majas
Ungkapan
Nilai – nilai
Nilai Pendidikan
Nana mengatupkan rahang. Enam bulan
lalu, uang segitu nyaris tidak ada artinya buat
mereka. Uang sakunya aja dua kali lipat dari itu,
belum termasuk uang jajan tambahan kalau dia
membeli komik atau nonton bareng tiga teman
dekatnya. Sekarang beda, mau beli pisang goring
saja harus lapor mama dulu.
Nilai Sosial
“Aku kebetulan mau belok ke kiri, ikut
yuk?” Lukas menepuk sadel belakang sepeda
sportnya dengan gaya sambil lalu. Nana
membisu. Sebelumnya hari ini, dia cukup
mengenal Lukas sebagai teman sekelas yang
dianggap menggelikan.
C. Struktur Cerpen
Orientasi :
Nana memuntir – muntir ujung rambutnya dengan
telunjuk. “ Ma, Nana punya tabungan sedikit,
bagaimana kalau Mama menambahi
kekurangannya?.” Gelengan tegas Mama melecut
kekecewaan Nana. “Pertama, lebih baik tabunganmu
dipersiapkan untuk keperluan yang lebih penting,
misalnya, kalau sewaktu-waktu perlu membeli buku
pelajaran atau membayar uang ujian. Kedua, tidak
sepantasnya menghamburkan uang untuk bersenang-
senang di saat kita harus mulai belajar hidup
prihatin”.
“Ma, kami bukan bersenang-senang, ini memang
program rutin tahunan yang diadakan sekolah”, Nana
mencoba menjelaskan. “Katamu, kalau tidak ikut
tidak apa-apa”. “Betul Ma, tapi teman sekelas ikut
semua, Nana jadi tidak enak hati…”
“Rasa tidak enak hatimu itu harganya seratus lima
puluh ribu, Na. lebih baik uangnya dipakai untuk
kebutuhan lain, seingat Mama susu Leon hampir
habis. Sudah lah kalau ada rezeki, tahun depan kan
masih bisa ikut”. Nana mengatupkan rahang. Enam
bulan lalu, uang segitu nyaris tidak ada artinya buat
mereka. Sekarang beda, mau beli pisang goreng aja
harus lapor Mama dulu. Dalam hati Nana bertanya-
tanya, apakah Thomas juga mendapatkan kesulitan
kalau minta uang pada Papa. Takut-takut, Nana
mencoba sekali lagi. “Ma, bagaimana kalau Nana
menelpon Papa?”. Jawaban Mama berupa tatapan
tajam yang membuat Nana sesak nafas, menyesal
telah mengajukan pertanyaan tadi. Sejak perpisahan
kedua orangtuanya, Ibunya menjadi sangat sensitif
terhadap banyak hal terutama yang menyangkut uang
dan Papa mereka.
Komplikasi :
Kecanduan judi Ayahnya telah menghancurkan
hidup Nana sekeluarga. Setelah mobil dan dua ruko
mereka disita pihak bank, disebabkan Papa tidak mau
melunasi utang-utangnya yang jatuh tempo, tempat
tinggal mereka pun terpaksa dijual karena Papa tidak
punya pengahasilan lagi. Mengkhawatirkan anak-
anaknya terguncang lebih hebat, Mama memilih
berpisah dan meminta Nana, Leon, Thomas ikut
dengannya. Thomas menolak, ia memilih ikut Papa
karena dijanjikan dibelikan sepeda motor.
Evaluasi :
Pada awal-awal bulan perpisahan keluarganya,
Nana sering melihat Mama bingung megatur uang
yang ada untuk menutupi hidup mereka sehari-hari.
Uang hasil penjualan rumah, setelah dipakai
melunasi sisa utang Papa, dibagi oleh kedua orang
tuanya. Nana tidak tahu berapa jumlahnya yang jelas
tidak banyak lagi.
Resolusi :
Tiga bulan mereka hidup hanya mengandalkan
uang yang tak seberapa tersebut. Untunglah
kemudian salah seorang adik Mama menawarkan
sumber penghasilan dengan menyarankan beliau
menerima pesanan kue, baik untuk pesta-pesta
maupun untuk dititipkan jual pada beberapa toko roti.
Hasil penjualan dari toko-toko roti tidak selalu bagus,
terutama kalau sudah akhir bulan, jadi mereka
memang harus benar-benar berhemat.
Ngomong-ngomong soal rumit, Nana tersadar
bahwa beberapa bulan lagi Leon akan masuk TK. Itu
artinya beban ekonomi yang ditanggung Mama kan
semakin berat. Betapa inginnya Nana membantu
Mama mencari uang, tapi dengan cara bagaimana?
Tidak ada tokoh apapun di sekitar rumah kontrakan
mereka saat ini, yang umumnya masih mau
menerima anak SMU untuk bekerja paruh waktu.
Koda :
“Nana jadi ikut patungan?” Teguran Erin
mengembalikan Nana kesaat sekarang, setelah tadi
melayang memikirkan Leon yang sejak kemarin
terbaring lemah di rumah akibat terserang diare.
“Maaf, bisa diulangi? Aku sulit berkonsentrasi
karena semalaman bergantian tidur dengan Mama
untuk menjaga Leon”.
Tania, teman satu gengnya yang cepat hilang
kesabaran, berkata ketus, “Untuk hadiah ulang tahun
Carla, aku patungan sama Erin beli tas gaul. Karina
mau beli sepatu kets di Sport Station, kamu mau
patungan sama dia?”
Nana menelan ludah pahit. Sepatu-sepatu di
Sport Station terkenal keren dan harganya selangit,
sepatu cewe yang paling murah harganya hampir tiga
ratus ribu. Dibagi dua dengan Karina berarti
sekitar…
Nana merasa kepalanya berat dan pipinya agak
panas, sewaktu menggeleng. “ Maaf,” sesalnya
dengan suara lemah, nyaris mirip bisikan. “Terlalu
mahal buatku. Sekarang uang sakuku sangat
terbatas”.
Tidak ada komentar dari ketiga sahabatnya,
namun sorot mata mereka mengundang kesedihan
Nana. Itu tatapan merendahkan, yang akhir-akhir ini
sering mereka pancarkan buatnya.
Setelah itu, Nana jadi kambing congek yang
sama sekali tidak diajak ngobrol oleh Erin, Tania,
dan Karina. Bahkan dilihatpun tidak. Tiga orang
yang sehari-harinya dulu menjadi bagian darinya di
sekolah, perlahan membuat jarak sebagai pernyataan
bahwa Nana adalah bagian yang tidak dibutuhkan
lagi.
Sebubar sekolah, Nana menyaksikan sahabat-
sahabatnya tertawa-tawa riang saat berdesakan
masuk ke mobil Tania. Mereka bahkan tidak mau
repot-repot bilang “dah” padanya, apalagi
menawarkan tumpangan sampai ke persimpangan
empat yang sudah dekat dengan rumah kontrakan
Nana. Mengabaikan ketidakpedulian ketiga orang
tersebut supaya tidak menambah kepedihannya, Nana
mulai menapakkan kakinya menyusuri jalanan yang
kering.
Memasuki jalanan yang tidak terlalu ramai lagi,
Nana mendengar dering sepeda dari belakang. Tidak
ada sepeda yang melaluinya, tapi dering itu terus
menganggu pendengaran Nana. Setelah menggerutu
tanpa suara, Nana bebalik.
“Kupikir orang iseng,” Nana membuka
percakapan.
Lukas memperlebar senyumnya. “Aku kebetulan
mau belok kiri, ikut yuk?”
Nana membisu. Sebelum hari ini, dia Cuma
mengenal Lukas sebagai teman sekelas yang
dianggap menggelikan.
“Aku ikut,” Kata Nana, melepaskan
genggamannya pada besi penyangga sadel, kemudian
memantapkan posisi tubuhnya pada boncengan.
Nana diantar Lukas sampai tepat didepan
rumahnya. Dia berhasil mengucapkan terima kasih
dengan tulus, tidak gugup, meskipun dalam hatinya
menyelinap perasaan malu karena menyepelekan
status sosial Lukas. Seandainya Lukas pernah
mengetahui kesombongannya dulu, betapa luar biasa
baiknya cowo itu karena tidak balik merendahkannya
hari ini.
“Besok-besok, kalau kau ditinggal teman-
temanmu lagi, jangan sedih. Masih ada aku. Aku
enak diajak ngobrol, lho”.
Nana tahu, pernyataan Lukas barusan tidak ada
hubungannya dengan urusan trasportasi. Lukas
sedang menawarkan sebuah persahabatan padanya.
Kalau cowo itu betul enak diajak ngobrol seperti
pengakuannya barusan, kata Nana pada diri sendiri,
tidak ada salahnya mengenalnya lebih jauh di hari-
hari mendatang.