Anda di halaman 1dari 10

411

PERATURAN TENTANG PERKAWINAN


CAMPURAN DAN KOMENTAR
Oleh : H. Ichtijanto SA. SH.
J:tcraturan ten.aog perkawinan csmpuran dapa'
dikatakan lersebar di berbagai pera'uran. Ada di
antaranyu yong masiJi berlsku karena belum ada
pcngaiturannYB dalam lindang~undang Perkawinan
yang menjadi titik tolok. Perkswinan campursn ini
meliputi perkawinan campuran antar agama dan
perkawinan campursn Hatah ekstern. Oi antaran)'s
adalah dengan pa,al 66 l 't ! P ..kawinan PPC di -
cabut berlakunya kecuali pasaJ·pasal ter.eotu yang
bt'lum mengatur stau menentukannra. pasal.pasa!
mengensi Hstab ekstern dihapus, namun Hatah
Intern masih berlaku.

Pendahuluan
Peraturan temang Perkawinan Campuran termua! dalam Penetapan Raja
tanggal 29 Desember 18 No. 23 = Sth 1896 No. 158, dir. dan dit dengan
Stb 1901 / 348, Stb 19021311, Stb 1907 / 205, Stb 1918/30, 159,160,dan 161,
Stb 1919 / 81 dan 5tb 19311168 jo. 423 Peraturan tentang Perkawinan
Campuran (PPC) disebut Regeling op de Gemengdc Huwelijkcn yang sering
disingkat GHR.

·• Komentar
Sesllai dengan niat untuk mengganti hukum tinggalan penjajah Belanda

dengan hukum Nasional makfl pasal66 UUP mengatur bahwa Peratliran rer-
ka,winan Campuran tidak be~lakll lagi sejauh telah diatur da1am Undang--
Undang Perkawinan. ' . .
Pasal 66 menyatakan :
"Vntllk l't'l"k:JU'illan dazrsegaJa sesuatu y<Jng berllubungan dcngan perkawinan berda:.ar-
J..;Ul .1Ia.~ undans-undang illi, maka 'dcngao berJakunya undang-undang ini ketcnluan-h~renluan
rang di3lUr cia/am Kilah Undang-Undang HuJwm Pcrdalu (Bufgcrlijke Welbo~~), ~Ordonal1si
Pcrkawinsn Indone.,ia Kristen (HlIwclijks Of(/onBntic Christen Indollcsien S. /933 No. 74),
Perawran P,'rkawillan Campuran (Rege/ing op de GcmclIgde HuwC/ijken S. 1898 No. 158), dan
peraturan-peracuran Jain yang mengatur tentang perka'winan sejauh le/ah diatur daJam Uridang-
Vlldang ini, dinyatakan tidak herJaku. n

'Pasal 66 Undang-Undang Perkawinan itu dilanjutkan oleh PP No. 9/1975


pasal 47 yang menyatakan :
" Dengan berlakunya Peraruran Pemerinrah in;, maka kelenrllan ~ ketentuan Persturan
Perundang· undangan yang mengarur lentang perkawinan sC'jaulJ lelalJ dialUr didalam Perarur·
an P~mcrjntah ;11;, dinyatakan tidak berJaku. '"
Ok/ObeT 1990
422 Hukum dan Pembangunan

Betdasarkan keleJltuan pasal66 UUP jo. pasal47. Pf No. 911975, maka


seharusnya diteliti Iri~na ketentmin PPC atau GHR dan peraturan pelaksa:
naannya yang sudahtidak berlaku dan mana pasal yang masih ,berlaku katena
peraturan peralihan untuk menghindari vakum hukum.

Perbandingan PPC dengan UUP Dab XII Dagian ketiga,


Perkawinan Campuran.
Kalau kita kaji pasal-pasal Peraturan Perkawinan Campuran (S.IS98 No.
ISS) dibandingkan dengan Undang-Undang Perkawinan dan Peraturan
Pelaksanaannya, maka didapatkan gambaran sebagai berikut
PPC dalam pasal I memberikan definisi :

Yang dinamakan Perkawinan campuran adalah : perkawinan antara orang·or-.:mg yang di


Indonesia tunduk kepad.1 hukum yang ber/ainan .

Komentar
Pasal ini telah tidak berlaku karena telah diatur tersendiri oleh pasal 57
Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan :

Yang dimaksud dengan Perkawinan Campuran daJam Undang·Undang ini iaJah perka",in-
an antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berJainan, karena perbedaan
kewargallt:garaan dan salah saw pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Terlihat ada pergeseran materi ketentuan hukum antara PPC ke UUP,
ialah dari "tunduk pada hukum yang berlainan" bergeser pada "tunduk pa-
da hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu
pihak berkewarganegaraan Indonesia". UUP selain melihat adanya dua orang
yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berbeda, juga perbedaan hukum
karena perbedaan kewarganegaraan.
UUP melihat perkawinan campuran sebagai masalah antar tata hllkllm intern
dan ekstern. Perkawinan Campllran sebagai masalah HATAH INTERN
adalah perkawinan antara WNI yang berbeda hukum karena berbeda agama
yang merupakan akibat dari rumusan pasal 2(1) UUP dan adanya 5 (lima)
agama di Indonesia. Sedang HATAH EKSTERN adalah perkawinan antar
w:.rga negara yang berbeda antara WNA dengan WNI atau WNA dengan
WNA namun berbeda asal negaranya.

3. PPC dalam pasal 2 menentukan :

Scorang perempuan (ister;) yang mc/akukan pcrkawinan campUf<Jn scJ.:Jma pcmikahan ieu belum
putcs. maka si perempuan (isleri) tunduk kcpada hukum yang berlaku untuA: su.lln;nya. maupun
hukum publik alaupun hukum sipil.
Peraturan 413

Komentar
Pasal ini sepanjang berkaitan dengan soal kewarganegaraan yang ber-
akibat pada perubahan hukum yang berlaku terhadapnya, maka telah terha-
pus dengan ketentuan pasal 58 dan 59 ayat (1) UUP: Pasal 58 UUP
menyatakan :

Bagi orang-orang yang her/ainan kcwargancgaraan yang mcIakukan perkawinan campur-


an, dapa' mcmpemlch kewargancgaraan dari suami/ isterinya dan clapa' pula kchilangan iCY/ar- ·
ganegaraannya mcnurul cara-cara yang telah ditentukan' da/am Undang-Vndang Kcwarganega-
raan RcpubJik Indonesia yang beTlaku.

Pasal 59 (I) menyatakan :


Kcwarganegaraan yang di~roJch scbagai akibat perkawinan atau putusnya perkawinan me-
nentulan hukum yang ber/aku, baik mengenai hukum publik maupun mengenai hukum perdata.

Pasal 2 PPC ini, sepanjang mengenai perkawinan campuran antar bangsa


(antar warganegara) yang merupakan perkawinan campuran internasional
tidak berlaku lagi. Namun dalam kaitannya dengan perkawinan campuran
sebagai masalah HATAH INTERN, ialah perkawinan antara orang yang di
Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan agama (pasaJ
2 (I) UUP), ketentuan tersebut tetap berlaku. Sebagai diketahui UU No .
I/PNPS/ I965 menyatakan ada 5 agama yang dipeluk oleh penduduk
Indonesia. Seorang wanita WNI yang kawin dengan seorang laki-laki WNI
yang berbeda agama, maka istri tersebut tunduk pada hukum suaminya
sebagai akibat dari perkawinan tersebut (terutama untuk hukum kekeluar-
gaan). Ketentuan tersebut tetap berlaku untuk menghindari suami dan istri
tunduk dalam hukum kekeluargaan yang berbeda c

4. PPC dalam pasal 3, 4 dan 5 menentukan

Pasal 3.

KecuaJi dalam hal· hal yang tcrscbut pada pasaJ 4, searang perempuan yang melakuka~ perka·
winan campursn, masih pula mempunyai kedudukan hukum yang didapatnya dari scbab pcr-
kawinan campuran itu sebagai akibat dari perkawinan campuran ilU.

Pasal4.
(I) Menurut hukum, si perempuan kehilangan kedudukan hukum dan dcngan ieu kehilangan
pula hak-hal dan kcwajiban-kcwajiban yang diperolchnya atau diberatkan kepadanya menurut
hukum yang betlaku baginya dari sebab perkawinan campuran ilu, jika ia sesudahnya PUIUS
perkawinan itu lalu kawin lagi dengan lelaki yang tunduk kepada hukum yang berlaina." dengan
hukum yang berlaku bagi suami yang scmula, atau apabila perempuan itu, dalam masa setahun
sesudahnya putus perkawinan ito, memberi keterangan, bahwa ia ingin kembali kepada hukum
asal.
(2) Karena keterangan ito, maka perempuan itu menurut hokum kcmbali kepada hukum asaJ
sebe/um ia melakukan perkawinan campuran.

Oklober 1990
424 Hukum dan Pembangullan

Pasal 5.
Keterangan tersebut pada pasal 4 'itu diberikan kcpada KepaJa Pemerintahan Daerah tempst
kediaman 'perempuan itu . Kelerangan flU dicat8t daJam suatu dar'ar khusus yang diadakan uncuk
keper/uan itu oleh pegawai lersebul, serta diumumkan dengan selekas mungkin dalam sural kabar
resm; (Befita Negara).

Komentar
Pasal3, 4 dan 5 ini masih berlaku, karena ketentuan pasal66 UUP; dan
karena ketentuan yang diatur dalam pasal 3, 4 dan 5 GHR ini belum diatur
oleh UUP [pasal 58 dan pasal 59 ayat (I) ). Pasal 58 UUP menyatakan :

Bag; orang·orang ber/ainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran; dapat


memperolch kewarganegaraan dan suami/isterinya dan dapat pula kchilangan kewarganegaraan*
aya menurut cara-cara yang te/ah 'ditentuian da/am Undang·Undang Kewarganegaraan
RepubJik Indonesia yang bet/aku .

Pasal 59 ayat (I) menyatakan


Kewarganegaraan yang dipero/eh sebagai akibae perkawinan atau pUlusnya perkawinan menen-
lvkan hukum yang ber/a!:u, baik mengenai hukum publik maupun mengenai hukum perdat::!.

Dalam kaitannya dengan perkawinan campuran antar agama, ketentuan


ini masih berlaku dan tetap diperlukan sebagai norma jembatan persatuan
nasionallndonesia. Adanya perkawinan campuran atau putusnya perkawin-
an campuran yang mengakibatkan perubahan hukum yang berlaku bagi yang
bersangkutan, perlu adanya kepasiian sikap, kepastiim hukum; iian admi~is­
trasinya. Dalam rangka pelaksanaan UUP diperlukan ketentuan tersebut.

5. ppe dalam pasal 6 menentukan :

(1) Perkawinan campuran dilangsungkan menuruC hukum yang ber/aku unwk suami, kecuali
;7..in dari kedua be/ah pihak baka! mempe/~i, yang seharusnya ada.

(2) lika men'UI'Ul hukulJJ yang ber/aku uncal si Ie/aki iru tidak ada seorang yang dicenwkan
untuk mengawasi atau diwajibkan me/angsungkan pernikahan iru, maka pernikahan iw di-
langsungkan oleh Kepala golongan si lelaki atau wakilnya, dan jika kepala itu tidak ada,
maka diawasi oleh kepala kampung aeau kepala desa dimana perkawinan itu dijaiankan.
(3) Jika hukum itu (yang berlaku untuk ~i lelaki ) tidak mengharuskan , bahwa perkawinan
itu dibuklikan dengan sural nikah , maka orang yang mengadakan perkawinan campuran
aeau dibawah pengawasan mana perkawinan campuran ita dilangsungkan, wajib membuar
surat n;kah menuru( model yang dicetapkan oleh Gubernur lenderal.
(4) lib orang (ersebut tak dapat menulis, maka surat nlkah harus ditulis seorang yang di-
lunjuk untuk itf! oJeh KepaJa Perner;ntah Daerah.
(5) lib uncuk si perempuan ber/aku hukum keluarga £ropa (Europecsch Fami/ierechr) sedang
uncuk si Ickak; tidak, maka orang yang mcngawinkan atau mengawas; perkawinan ito,
hams mengir;mkan sural alkah ito kepada Pegawai peneatatan 5ipil uawk ballgsa Eropa
dan bangsa yang disamakan dengan bangsa Eropa, didaerah dimana perkawinan ieu dija-
PerOllirun 425

lankan. da/am masa yang akan diterapkan oleh ordonansi. Surar nikah itu o/rh pegawai
rersebut dkatat daJam suatu buku pendafraran yang disedjakan khusus untul keperluan
ilU serfa disimpan oJehnya.

Komentar
• •
UUP menentukan bahwa "Perkawinan eampuran dieatat oleh pegawai
peneatat yang berwenang" ( pasal 61 (I) UUP ). Namun ketentuan dalam
pasal 6 GHR dari ayat I si d ayat 5 belum diatur dalam UUP atau peratu:aJi
pelaksanaannya. Maka dengan mengikuti ketentuan dalam pasal 66 UUP dan
pasal47 PP No.9 Tahun 1975, pasal6 GHR (S. 1898 No. 158) tersebut masih
berlaku. Sehingga perkawinan eampuran dilaksanakn menurut hukum suam].
Ketentuan tersebut berlaku untuk perkawinan eampuran yang merupakan
HATAH INTERN (perkawinan eampuran antar pemeluk agama yang ber-
lainan) dan perkawinan yang merupakao HAT AH EKSTERN (perkawinan
antara warganegara). Dalam perkawinan HATAH EKSTERN yang dilaksa-
oakan di Indonesia, pasal 59 ayat (2) menyatakan : 'Perkawinan eampuran
yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan meourut Undang-Undang Per-
kawinan ini." Sedang perkawinan HATAH EKSTERN yamg dilakukan di
luar negeri, ditentukan dalam pasal 56 yang menyatakan :

(1) Perkawinan yang diJangsungkan di luar Indonesiaanrara dua oTang waTganegara Indonesia
atau seorang warganegara Indonesia dengan warganegara asing adaJah sah bilamana diJa-
kukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan ito diJangsungkan dan
bagi warganegara Indonesia tidak melanggsT ketentuan-ketentuan Undang-Undang in;.
(2) Dalam waktu J(satu) rahun sete1ah suami isteri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti
perkawinan mereka harus didaftarkan di kanror Peneatalan Perkawinan tempst linggal
mereka.

Kantor Peneatatan Perkawinan yang dimaksud adalah KUA untuk


• mereka yang beragama Islam atau Kantor Catatan Sipil bagi yang beragama
..
• selain Islam (lihat PP no. 9/1975 pasal 2 ayat (1) dan (2» .

6. GHR dalam pasal 7 menentukan :

(1) Perkawinan eampuran tak dapar dilakukan , sebe/um 'eTbukci bahwa hal-hal yang menge-
nai diri si perempuan iru (elah dipenuhi yakni aluran-aturan atau syarat-syarat yang diten-
tukan oleh hukum yang berlaku untuk si perempuan iiU , yang bersangkul paut dengan
.<;ifat-sifat dan syarat-syarat yang diperlukan unluk melangsungkan perkawinan dan begitu
juga formaljfeil·formalieeit yang harus dijaJankan sebe1um.perkawjnan itu dilakukan.
(2) Perbedaan agama, bangsa atau asaJ iru sama sekali bukanlah menjadi haJangan uncuk per-
kawinan itu.
(3) Uncuk membuktikan bahwa aturan-aturan atau syarat-syarat tersebut dalam ayat satu dati
passl ini sudah clipenuhi dan oleh karena itu sudah tidak ada rintangan lagi untuk melang-
sungkan perkawinan campuran, maka oleh mereka yang menurut hukum yang berlaku untuk
si perempuan diwajibkan mengadakan nikah atau yang kuasa mengadakan nikah dati tempat
kediaman si perempuan, diberikan surat keterangan dengan pereuma serfa tidal memakai
materai, kecuali jika perkawinan itu akan terjacli anlara dua pihak yang takluk pada hukum

Ok/ObeT 1990
426 ' Hukum dan Pem,bangunon

ke1uarga Eropa . Jika orang tersebut itu menurut hukum yang betlaku uotuk si perempuan
"'.
tak ada, maka kcterangan ilU diberikan oleh Kepala penduduk golongan si perempuan itu,
alau jika KepaJa sedemikian ilU tak ada, oleh orang yang ditentukan oleh KepaJa
Pemerintahan Daerah di tempat kediaman si perempuan, atau di mana si perempuan
bertempat tinggal.
(4) Jika orang tersebut itu tidak dapar menulis. maka berlaku ayae 4 pass! 6.
(5) Keterangan tersebut pada arat 3 pasal ini menurut hukum tidak mempunyai kekuaean Jag;
jika perkawinan itu tidak dijaJankan'daJam masa 'selah un se~udaJl keterangan itu diberiksn

Komentar

Pasal 7 ayat (I) GHR ini telah dihapus oleh pasal 60 (I) UUP . Kalau
kit a bandingkan pasal 7 (I) GHR dengan pasal 60 (I) UUP, maka terlihat
dengan jelas bahwa pasal 60 (I) UUP berasal (rumusannya sarna dengan) dari
pasal 7 ayat (I) GHR. Pasal 60 ayat (l) UUP menyatakan :

Perk~wjnan 'campuran tidal dapat di/angsungkan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perka-
winan yang ditentukan oleh hukum yang ber/aku bagi pihak masing-masing telah dipenuhi.

Pasal 7 ayat (2) GHR ini telah dihapus oleh UUP. UUP secara fundamental
menghapus pandangan hukum dan ajaran hukum sebagai dituangkan dalam
pasal 7 ayat (2) UUP. Pasal 11 RUUP merumuskan sarna seperti rumusan
pasal 7 (2) GHR, namun karena tidak sesuai dengan jiwanya, maka pasal
II RUUP didrop dari UUP. Bunyi pasal 11 Rancangan UUP adalah :

Pasa} }} (2) RUUP.

Perbedaan karena kebangsaan , suku bangsa, negara asaJ, cempat asal, agama/ kepercayaan dan
kecurunan, tidak merupakan penghalang perkawinan.

Di Indonesia, norma agama mempunyai kedudukan kuat dan


fundamental, karenanya norma yang bertentangan dengan sifat tersebut mesti
tidak ada. Karenanya, pasal II (2) RUUP dihapus (didrop) tidak dimasuk-
kan dalam UndangUndang Perkawinan.
Pasal 7 ayat (3) GHR telah dihapus oleh pasal60 ayat (2) UUP. Babkan
pasal 60 ayat (2) UUP berasal rumusannya dari pasal 7 ayat (3) GHR, hanya
saja karena jiwa dan suasananya sudah berubah dan instansinya pun sudah
berbeda. Pasal 60 ayat (2) UUP menyatakan :

Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat lersebut daJam ayat (1) telah dipenuhi dan karen3 ilU
lidak ada rintangan uncuk meJangsungkan perkawinan campuran, maka oleh mereka yang menurul
hukum yang ber/aku bagi masing-masing berwenang mencalat perkawinan, diberikan su,.at
keterangan bahwa syarat-syarat teJah dipenuhi.

Pasal7 ayat (5) GHR telah dihapus oleb pasal 60 ayat (5) UUP. Seperti
komentar lain, pasal60 ayat (5) ini berasal dari pasal 7 ayat (5) GHR, hanya
masa berlakunya keterangan dirubah dari satu tahun menjadi 6 (enam) bulan.
Peruturan 427

Pasal 60 ayal (5) UUP menyalakan :


Sural keccrangan arau kcputusan pengganti keterangan tidak mempunyai kekualan lagi jib per-
kawinan itu tidak di/angsungkan da/am masa 6 (enam) bulan sesudah keterangan itu diberikan.

7. PPC dalam pasal 8 menentukan :

(1) lila surar kctcrangan itu tidak dibcrikan, maka atas perminraan yang berkepentingan alau
rnt'rcka yang berkepenringan, PengadiJan biasa dari si perempuan member; keputusan dengan
tidal beracara serta dengan tidak bolell dimimakan banding (appel) lagi tentang peno/akan·
pemberian sural keterangan iru beralassn alau tidal.
(!) lika Pengadi/an itu memutuskan, bahwa pena/akan itu tidak beralasan. maka keputusan
itu menjadi pengganti keterangan yang tersebut pada pasal yang bam lalu ini.
(fjhUl pasal 7 ayat (3)).

Terhadap kepulUSan ini berlaku pula apa yang lersebul pada alinea
penghabisan dari pasal 7.

Komentar
Pasal 8 (I) GHR ini telah dihapus oleh pasal 60 (3) UUP. Bahkan
rumusan pasal60 (3) UUP tersebut berasal dari pasal 8 (I) GHR. Pasal
8 (2) GHR ini lelah dihapus karena telah digantil disalurkan isinya pada
dan dihapus oleh pasal 60 ayat (4). Pasal 60 ayat (3) dan ayat (4) UUP
menyatakan :

(3) Jib pejabat yang bersangkutan menalak untuk memberikan surat kererangan itu, maka
alas perminraan yang berkepentingan. Pengadilan memberikan keputusan dengan tidak
beracara serla tidak baleh dimintakan banding /agi tentang soal apakah pena/akan pembe-
rian sural keterangan itu beralasan alau tidak.
(4) Jika Pengadilan memutuskan bahwa penoJakan tidak beraJasan, maka kepurusan iru menjadi
pengganri keterangan yang tersebut ayar 3.

8. PPC dalam pasal 9 memberikan sanksi dengan menentukan


Barangsiapa yang melangslJngkan perkawinan campuran dengan tidak memperlihatkan /ebih
dahulu kepadanya sural keterangan tersebut pada pasa1 7 ayat (3), ataupun kepurusan pengadilan
tersebut pada ayat (2) dari pasal y~ng baru Ialu (pasa/8), da/am hal-hal keterangan alau kepu-
tusan in; perlu diperJihatkan. dihukum denda sebanyak-banyaknya 15 kali lima pu/uh rupiah
. (SlbJ. 19171497 jo. 645 pasaJ 6 No. 107 dan L.N. 5211960 jo. 111961).

Komentar
Pasal ini telah dihapus oleh pasal 61 ayat (2) UUP. Terlihat dengan jelas
rumusan pasal 9 ini memberikan inspirasi dan isi rumusan pasal 61 ayat (2)
UUP.
Pasal 61 ayat (2) UUP menyatakan :

Barangsiapa mdangsungkan perkawina'n campuran tanpa memperlihatkan terIebih dahulu kepada

Ok/ober 1990
428 Hukum dan Pel1ibangunan

pt'gaw<lj pencatat yang berwcnang sural keter.1lJg.ln acau kCPUlUS.111 pengganei kelcrangan yang
discbur dalam pasaJ60 ayat (4) Undang-Undang in; dihukum dengan hukuman kurungan selama-
lamanya I (saru) bulan.

9. Peraturan Perkawinan Campuran pasal lO menentukan

Perkawinan t:ampurall yang dilangsungkan di luar Indonesia atau dibagian Indonesia yang masih
mempullp; pell1crinrahan .w :ndiri Ondoncsiscll Z elfbestuur) adalah s<lh • jika perkawin</n im
dilakllkim mCl111[1I1 afuralhlturan yang ber/at" di neger; lcncbul. dimana perkaninan itu di-
langsungkan. asal saja kedua beJah pihak tipak mdanggar aluran··aturan alau syaral-syarar dar;
IwkllnJ yang ber/aku ut/fuk mereka ma.~jng-masing, ialah temang sifat-sifat dan SF<lmf-syara.1
yang diperiuk.111 untuk metangsungkan pernikallan.

Komentar
Pasal 10 GHR ini t~lah dihapus oleh pasal 56 UUP , Yang menyatakan :

(l} Perkawinan yJng dilangsungkan di IliaI' !ndolle~i<l antara dua orang warganegara Ind(mesja
alau St.'Orang u'arganegara Indonesia dengan l1'arganegara asing, adaJ~h sah 'biiak;na di-
lakukan rnenurut hukum yang berlaku di negara d;mana perkalVinan ilU di/angsungkan
dan bagi warganegara Indonesia tidak me/anggar kctcnluan-ketentuan Undang-Undang jni.
(2) Da/am waktu I (.~cu) lahUl) setelah suami iSleri iTU kembali ke wi/ayah Indonesia, surat
bukri perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pcncatatan PerkaU'if}an lempal tingg<ll
men:ka.

Terlihat kesamaan rumusan yang menggambarkan alur pikiran hukum


dan ajaran hukum . Untuk pelaksanaan perkawinan di lain daerah Indonesia
(pasal lO GHR) dengan adanya Wawasan Nusantara dalam hukum, maka
di Indolnesia ada satu hukum Nasional.

10. PPC dalam pasal II dan 12 menentukan

Pasal II.

AWIt.:-dnClJ.. 1"II;r dad pcrl.a I\,;nall t.:<::mpuran ya".B dilang5ungk!JJl nlt:flUrut hukum ·JlUkum yang
JuJu mt.'mpu:lyai kc:uudukan 11Ilkum mCllllf(lt kt.·duuuk.1I1 nukuJn bapak mereka. bail "'rhad{Jp
hukum pubJjk maupun hukum sipH.

Pasal 12 .
.K,'J:,dukall <w:Jk ·anal [crscbur pada pasaJ yang bam lalu in; (pasaJ J I), o/el! kare/I.l 'iUra! nikah
~Iyah-;bll nlL'rd.:a ada kekunmg.ln syaraI ·syurainya atal! oleh l!ebab tidak ada s{:rac lIikah lidak
da/'al Jipeaii..uik:w jib an~lk-anak iru dzahirnyu melllpull,-"i kffiudukan hukum )ebagai i:lnak·
<I""k dari a}·.l1!-ibu mcrcka .; ('dallg orewg tua mcreka hidup dcngan lerang·terangan sebagai
laki·i.. tt'ri.

Komentar
Pasal II dan 12 GHR telah dihapus oleh pasaJ 62 UUP, yang
menyatakan :
PeralllFan 429

Dalam perkawinan campuran kedudukan anak diatur sesuai dengan pasal59 ayat (I) Vndang-
Vndang ini.

Sedang pasal S9 ayal (I) UUP menyalakan :


Kell'argancgaraan yang diperoleh sebagai akibar perkaM'inan atau pUlUsnya perkawinan menen-
'ulan hulwlIJ yang berlaku. bail mengenai hukum publik maupun mengcnai hukum perdara.

Dalam kailannya dengan anak sebagai hasil perkawinan campuran, sebagai


ditentukan oleh pasal 62, perlu diambil inti pokok norma hukum yang ler-·
cantum dalam pasal S9 ayal (I) ialah :
(I) Karena lerjadi perubahan kewarganegaraan.
(2) Norma itu menyangkut hukum publik dan hukum perdala.
(3) Sebagai akibal perkawinan atau putusnya perkawinan.

Masih harus dicari norma lain lagi, ialah yang lercanlum dalam pasal
58 UUP yang menyatakan :

&lgi orang-orang yang berJainan kewarganegaraan yang mdakukan perkawinan campuran. dapar
memperoleh keM'argan~araan dari suami/ isterinya dan dapat pula kehiJangan kewargancgs-
raannya, menurul cars-cara yang Iclah ditentukan dalam Undang-Undang kewarganegaraan
Republik Indonesia yang ber/aku.

Jadi dalam kaitannya dengan perkawinan campuran HA TAH


EKSTERN, perlu kajian lagi normanya dalam UU Kewarganegaraan Rl.
Dengan kaitannya dengan perkawinan campuran antar agama sebagai per-
kawinan campuran HATAH INTERN, maka karena perkawinannya menu-
rut hukum suami, iSleri dan anak-anak ikut dan tunduk pada hukum suami.
Pelangsungan dan pencalalan Perkawinan Campuran antar agama menen-
lukan hukum kekeluargaan yang berlaku kemudian bagi suami, iSleri dan
anak-anak.

Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan :

I. Sesuai dengan rumusan Pasal66 UUP, pada umumnya PPC dicabut ber-
lakunya, kecuali pasal-pasal tertentu sepanjang UUP dan peraturan
pelaksanaannya belum mengaturImenentukan.
2. Pasal 2 sepanjang mengenai HATAH EKSTERN telah dihapus , namun
dibidang HATAH INTERN masih berlaku.
3. Pasal3,4,dan 5 sepanjang mengenai perkawinan campuran antar agama
(HATAH INTERN) masih berlaku.
4. Pasal 6 masih berlaku.
5. Pasal 7, 8, 9, 10, II, dan 12 telah hapus.
6. Berlakunya pasal-pasal PPC adalah karena rumusan pasal66 UUP yang
mengatur ketentuan agar tidak terjadi vakum hukum.

Oktober 1990
430 Hukum dan Pembangunan

Daftar Bacaan :
I. AI-Qur'an dan Terjemahannya: Dep . Ag~ma 'Jakarta ' 1984/ 1985
2. Segi-segi Hukum Perkawinan Campuran menurut UUP.,
H Jchtijanto SA.SH., makalah semina~ Hukum Keluarga, FH. Ul
tgl. 24 - Oktober 1989.
3. ' Hukum Perkawinan di In\!onesia Prof. A. Wasit Tulawi MA dan
Prof Arso Sosroatmodjo SH.
4. Hukum Kekeluargaan Undang-undang Perkawinan No . .1' Th 1974,
Prof. Dr. Hazairin, SH.
6. Segi-segi Hukum Perkawinan 'Campuran, Gauw Giok Siong SH .

•••
~.,~

..:;;f'~.. J'

• I

HUKUl1 dan .PEMBANCUNAN

T••
.. ~.~ _..
;;::t"',~ ... - :
.. i -

'
l '

u. .. :JI. CiJe .... No. 5 lila..


r: .v

T...... (CII.) lJ5432

Kami hanya membantah


Tetapi kenapa serdadu beneriak dan menembak ?

(Willia,m Ralp Inge)

Anda mungkin juga menyukai