Anda di halaman 1dari 157

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah Sakit adalah salah satu bentuk industri di bidang jasa pelayanan masyarakat
yang padat modal, padat teknologi dan padat karya, yang dalam pelaksanaan pekerjaan
sehari-harinya melibatkan banyak sumber daya manusia dengan berbagai jenis keahlian.
Jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan sangat bergantung pada kapasitas dan kualitas
tenaga-tenaga yang ada di rumah sakit tersebut.
Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit, penggunaan
peralatan dengan teknologi tinggi dan bahan-bahan serta obat berbahaya bagi kesehatan
untuk tindakan diagnostik, terapi maupun rehabilitasi semakin meningkat, termasuk pula
konsidi-kondisi yang mengandung risiko untuk terjadinya kebakaran serta bencana semakin
besar. Terpaparnya tenaga kesehatan dan masyarakat yang ada di rumah sakit oleh bahan dan
limbah berbahaya dan beracun serta kemungkinan-kemungkinan terjadinya kecelakaan atau
kondisi-kondisi yang membahayakan baik bagi petugas maupun masyarakat di rumah sakit
perlu mendapat perhatian secara khusus.
Peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya manusia di rumah sakit dalam
pelayanan kesehatan sangat diperlukan, termasuk pula di dalamnya mengenai pemahaman
dan kesadaran terhadap pentingnya penerapan prinsip-prinsip manajemen fasilitas dan
keselamatan. Hal ini dimaksudkan agar pelayanan kesehatan itu sendiri dapat dilaksanakan
secara bermutu dan profesional, disertai dengan terciptanya lingkungan kerja yang sehat,
aman dan terhindar dari risiko-risiko yang membahayakan.
Upaya-upaya manajemen fasilitas dan keselematan di Rumah Sakit Paru Dr. M.
Goenawan Partowidigdo menjadi tanggung jawab dari semua orang yang terlibat dalam
pelaksanaan kegiatan di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo. Buku pedoman
ini berisikan pedoman-pedoman pokok tentang kegiatan manajemen fasilitas dan keselamatan
yang harus dilaksanakan. Tim Manejemen Fasilitas dan Keselamatan yang ada di Rumah
Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo menyusun dan menjabarkan ketentuan-ketentuan
yang ada di dalam Buku Pedoman ini ke dalam program kegiatan operasional menejemen
fasilitas dan keselamatan sesuai dengan tanggung jawab dari masing-masing satuan kerja.

1
Dengan adanya buku pedoman ini sebagai acuan, serta dilengkapi dengan program
masing-masing satuan kerja, maka diharapkan Penyelenggaraan dan Pengelolaan Menejemn
Fasilitas dan Keselamatan di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo akan dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien, yang pada akhirnya akan mencapai suatu kondisi
”sadar keselamatan” demi suksesnya penyelenggaraan kegiatan dari seluruh unsur yang ada
di Rumah sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo.

B. TUJUAN
Tujuan Buku Pedoman ini adalah untuk menjadi acuan dan panduan bagi seluruh
satuan kerja yang ada di lingkungan Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo
dalam penyelenggaraan dan pengelolaan Manajemen Fasilitas dan Keselamatan, termasuk
pula di dalamnya upaya-upaya kesehatan lingkungan rumah sakit.

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN


Manejemen fasilitas dan keselamatan meliputi pengelolaan keselamatan fasilitas fisik,
pencegahan dan pengamanan kebakaran, kewaspadaan bencana dan evakuasi, pemeliharaan
peralatan medis dan peralatan umum, pengelolaan bahan dan limbah B3, pendidikan dan
pelatihan, dan pengawasan manajemen risiko.

D. BATASAN OPERASIONAL
Batasan operasional dalam pelaksanaan upaya manajemen fasilitas dan keselamatan
adalah:
1. Semua karyawan termasuk sarana dan prasarana yang ada di Rumah Sakit Paru Dr.
M. Goenawan Partowidigdo;
2. Unit independen yang ada di lingkungan rumah sakit.
3. Pasien dan keluarganya; dan
4. Pengunjung rumah sakit.

E. LANDASAN HUKUM
Pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan perundang-undangan untuk mengatur
segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan MFK. Seluruh peraturan perundang-undangan
tersebut menjadi dasar dalam penyusunan kebijakan rumah sakit mengenai MFK.

2
Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah terdiri dari Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan dan Keputusan Menteri, Keputusan dan Surat
Edaran Dirjen yang mengatur tentang MFK, antara lain sebagai berikut:
1) Undang-undang RI No.13 Th.2003 tentang Ketenagakerjaan;
2) Undang-undang RI No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
3) Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
4) Undang-undang RI No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
5) Undang-undang RI no. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
6) PP RI No. 18 tahun 1999 jo PP Nomor 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Tahun 1999 No. 31, Tambahan
Lembaran Negara No. 3815);
7) PP RI No. 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (Lembaran Negara
Tahun 2003 No. 36, Tambahan Lembaran Negara No. 4276);
8) Permenaker RI No. 04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan
Alat Pemadam Api Ringan;
9) Permenaker RI No. 02/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Automatik;
10) Permenaker RI No. 5/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja;
11) Permenaker RI No. 03/MEN/1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Lift Untuk Pengangkutan Orang dan Barang;
12) Kepmenkes RI No. 715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasa
Boga;
13) Kepmenkes No.876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak
Kesehatan Lingkungan
14) Permenkes RI No. 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan bahan berbahaya bagi
kesehatan;
15) Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit;
16) Kepmenaker RI No. 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat
Kerja;

3
17) Kepmenkes RI No. 85/Menkes/SK/X/1993 tentang Komite MFK;
18) Kepmenkes RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri;
19) SE Dirjen Yanmed No. HK.00.06.6.4.0.1497 tentang Pembentukan Komite MFK Rumah
Sakit;
20) Keputusan Dirjen PPM & PLP RI No. HK.00.06.6.44 tahun 1992 tentang Persyaratan dan
Petunjuk Teknis Tata Cara Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit;
21) Keputusan Dirjen PPM & PLP No. HK.00.06.6.82 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Kepmenkes RI No. 261/MENKES/SK/II/1998;
22) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor : 24/PRT/M/2008
Tanggal 30 Desember 2008 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan
Gedung.
23) Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor: 10/KPTS/2000
tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan.

Kebijakan
Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo memiliki misi meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan sarana dan prasarana rumah sakit. Sejalan
dengan misi tersebut, maka dengan mengacu pada Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku, Direktur Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo menerbitkan Keputusan
Nomor: KP.02.07/II/4905/2012 tanggal 4 Juli 2012 tentang Kebijakan Fasilitas Rumah Sakit
Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo.
Kebijakan dan Ketentuan Pokok tersebut menjadi dasar dalam menyusun pedoman
pengelolaan dan pelaksanaan Manajemen fasilitas dan keselematan. Selanjutnya satuan kerja
di lingkungan Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo menyusun program
kegiatan manejemen fasilitas dan keselamatan di masing-masing satuan kerjanya dengan
mengacu pada buku pedoman ini.

4
Kebijakan Direktur berisi komitmen Direktur beserta seluruh karyawan secara
konsisten dalam manajemen fasilitas dan keselamatan antara lain adalah:
1. Rumah Sakit berkomitmen untuk melaksanakan manajemen fasilitas dan keselamatan
sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku.
2. Fasilitas rumah sakit harus selalu berorientasi kepada mutu, MFK dan keselamatan
pasien.
3. Penggunaan sarana fasilitas rumah sakit harus efektif dan efisien.
4. Pengelolaan fasilitas rumah sakit di bawah koordinasi sub bag rumah tangga dan
perlengkapan.
5. Setiap unit wajib menjaga keamanan dan memelihara fasilitas yang ada di unit masing-
masing.
6. Pemeliharaan/perbaikan fasilitas rumah sakit dilakukan oleh IPSRS.

5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Tim MFK mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan dan pengelolaan MFK
di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo, mengingat Komite ini merupakan
perangkat Direktur dalam menyusun dan menetapkan kebijakan MFK secara menyeluruh
Adapun pola ketenagaan dan kualifikasi sumber daya manusia di IPSRS dan Sanitasi
adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1
POLA TIM MANAJEMEN FASILITAS DNA KESEHATAN
NAMA JABATAN KUALIFIKASI TENAGA YANG
FORMAL & INFORMAL DIBUTUHKAN
Pengawas S2 MFK (Pelatihan MFKRS 1

Ketua S1 Kesmas (Pelatihan MFKRS 1


Sekretaris DIII Kesehatan Lingkungan 1
(Pengalaman minimal 5 tahun +
Pelatihan Sanitasi Rumah Sakit)
Koor. Keselamatan dna Keamanan DIII Teknik Sipil 2
Lingkungan Fisik
Koor.Pengelolaan Bahan Berbahaya DIII Kesehatan Lingkungan 2
Koor.Kegawatdaruratan dan Bencana Dokter Umum 2
Koor.Pengamanan Kebakaran DIII Teknik 2
Koor. Peralatan Medis DIII Teknik Elektromedis 2
Koor.Pendukung Utiliti DIII Teknik 2
Jumlah 15

6
Dalam rangka penerapan prinsip-prinsip MFK secara berhasilguna dan berdayaguna di
lingkungan Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo, telah ditetapkan:
a) Keputusan Direktur Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo Nomor:
KP.02.07/II/5130/2012 tanggal 12 Juli 2012 tentang Pembentukan Tim Manajemen
Fasilitas dan Keselamatan Rumah Sakit Paru Dr.M.Goenawan Partowidigdo.
b) Keputusan Direktur Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo Nomor:
KP.02.07/II/5131/2012 tanggal 12 Juli 2012 tentang Pengangkatan Petugas Pelaksana
Program Pengawasan dan Pengarahan Manajemen Fasilitas dan Keselamatan Rumah
Sakit Paru Dr.M.Goenawan Partowidigdo.

SUSUNAN KEANGGOTAAN KOMITE MFK:

Penanggung Jawab / Pengarah : Dr. Liza Siregar, MKes


Ketua : Rudiana Sukmara, SKM
Sekretaris : Asep Roni, AMd.KL

KORDINATOR-KOORDINATOR

1. KOORDINATOR KESELAMATAN DAN KEAMANAN LINGKUNGAN FISIK


Ketua : Suparman Saepudin
Anggota : Mulyana Hadianata

2. KOORDINATOR PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA


Ketua : Anita Mardiyani, A.Md.Far
Anggota : Edwin Saleh, A.Md.KL

3. KOORDINATOR KEGAWATDARURATAN DAN BENCANA


Ketua : dr.Dini Wulandari
Anggota : H.Iwan Ridwanullah, SKM

4. KOORDINATOR PENGAMANAN KEBAKARAN


Ketua : H.Endang Darajat
Anggota : Seluruh Kepala Ruangan
7
5. KOORDINATOR PERALATAN MEDIS
Ketua : Dedi Junaedi, A.Md.TEM
Anggota : Jaja Sudrajat. A.Md.TEM

6. KOORDINATOR SISTEM PENDUKUNG/UTILITI


Ketua : M.Deden Sudira
Anggota : Iwan Setiawan

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Tim Manajemen Fasilitas dan Keselamatan Rumah Sakit Paru Dr.M.Goenawan
Partowidigdo yang ada saat ini berjumlah 15 orang dan sesuai dengan susunan kepengurusan
Tim MFK menjadi 6 bagian yaitu Keselamatan dan Keamanan, Pengelolaan bahan
berbahaya , Kegawatdaruratan dan bencana, Pengamanan kebakaran, Peralatan medis, Sistem
pendukung/utility
Tim Manajemen Fasilitas dan Keselamatan bertugas mewujudkan tersedianya fasilitas
yang aman, berfungsi dan supportif dalam rangka mengurangi dan mengendalikan bahaya dn
risiko, mencegah kecelakaan dan cidera serta memelihara kondisi aman yang meliputi :
1. Keselamatan dan Keamanan :
- terciptanya fasilitas yang meliputi gedung, halaman dan peralatan rumah sakit yang
tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, pegawai dan pengunjung;
- proteksi dari kehilangan, pengrusakan dan kerusakan atau akses serta penggunaan
oleh mereka yang tidak berwenang.
2. Pengelolaan bahan berbahaya
- penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan radioaktif dan bahan berbahaya
lainnya harus dikendalikan dan limbah bahan berbahaya dibuang secara aman.
3. Kegawatdaruratan dan bencana
- tanggapan terhadap wabah, bencana dan keadaan darurat direncanakan dan efektif.
4. Pengamanan kebakaran
- property dan penghuninya dilindungi dari kebakaran dan asap.

8
5. Peralatan medis
- peralatan dipilih, dipelihara dan digunakan sedemikian rupa untuk mengurangi
risiko.
6. Sistem pendukung/utility
- listrik, air dan sistem pendukung lainnya dipelihara untuk meminimalkan risiko
kegagalan pengoperasian.

C. PENGATURAN JAGA

Tabel 2.2
Pengaturan Jaga Tim Manajemen Fasilitas dan Keselamatan
No NAMA JABATAN Waktu Kerja JML SDM

1 Pengawas 08.00-16.00 1
2 Ketua 08.00-16.00 1
3 Sekretaris 08.00-16.00 1
4 Koor. Keselamatan dan 08.00-16.00
2
Keamanan Lingkungan Fisik Shift
5 Koor.Pengelolaan Bahan
08.00-16.00 2
Berbahaya
6 Koor.Kegawatdaruratan dan 08.00-16.00
2
Bencana Shift
7 Koor.Pengamanan 08.00-16.00
Kebakaran Piket On Call 2
16.00-08.00
8 Koor. Peralatan Medis 08.00-16.00 2
9 Koor.Pendukung Utiliti 08.00-16.00 2
Jumlah 15

9
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANGAN

B. STANDAR FASILITAS

Tabel 3.1
Daftar Fasilitas Tim MFK

No Nama Alat Jumlah Keterangan

1 APAR 64 buah
- Perlengkapan : 1
- Inst.Farmasi :1
- OK : 29
- ICU : 24
2 Fire Alarm Manual 58 buah
- R.Direksi :1
- IGD :1
- Perinatologi :1
- R.Rapat Utama : 1
3 Sumber air bersih 3 buah - Sumber air mawar

10
- Sumber air Guest House
- Sumber air Lemah Luhur
4 Sumber Listrik 414 KVA Gardu 1 TSI (PLN)
82,5 KVA Gardu RSTP
5 Sumber Listrik Alternatif 600 KVA Genset Merk Perkin
200 KVA PLTD Genset Merk Perkin
600 KVA Stabilizer Merk Matsuyama
Stabilizer Merk Matsuyama 2
200 KVA
unit
25 Ampere UPS (Uninterupted Power
(5 KVA) Suplay)
6 Unit Pengolah Limbah (IPAL) 1 unit
7 Incinerator 1 buah
8 Instalasi gas medis 4 sentral
9 Instalasi gas non medis 1 sentral Gizi
10 AC 110 buah

11
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. PEDOMAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN FASILITAS FISIK


Dalam rangka pelaksanaan MFK di rumah sakit, maka sangat perlu untuk terlebih
dahulu mengenali sumber-sumber yang dapat menimbulkan bahaya, baik bagi petugas
pelaksana pelayanan maupun bagi siapapun yang berada di rumah sakit.
Badan dan jiwa termasuk panca indera serta organ-organ tubuh manusia sangat
menghendaki keadaan yang wajar dari keadaan atau pengaruh lingkungannya.
Ketidakwajaran keadaan sekitarnya akan mengakibatkan gangguan-gangguan terhadap badan
atau jiwa manusia tersebut. Hal-hal yang kurang maupun lebih akan merupakan ganguan
atau menyebabkan kerusakan apabila sifatnya berlebihan.
Keadaan lingkungan manusia yang dapat merupakan keadaan berbahaya antara lain
sebagai berikut:
(1) suhu dan kelembaban udara;
(2) kebersihan udara;
(3) penerangan dan kekuatan cahaya;
(4) kekuatan bunyi;
(5) cara kerja dan proses kerja;
(6) udara dan gas-gas yang bertekanan;
(7) keadaan peralatan dan perlengkapan kerja, mesin dan bahan-bahan;
(8) keadaan lingkungan setempat.
Pada umumnya para pekerja tidak menyadari adanya bahaya, karena terdapat
kemungkinan sebagai berikut:
(1) tidak mengetahui bahayanya atau tidak mengenal bahaya baru yang akan timbul;
(2) terbiasa dengan keadaan yang sudah ada.
Sebagai pertimbangan dalam keselamatan dan kesehatan kerja, salah satu bahaya
yang mungkin timbul adalah kecelakaan kerja dan penyakit berhubungan/akibat kerja.
Kecelakaan kerja dan penyakit berhubungan/akibat kerja di rumah sakit dapat dikelompokkan
dan dicatat menurut jenisnya, sehingga memudahkan mempelajari dan memahaminya untuk
mencari solusi pencegahan agar kecelakaan dan penyakit tersebut tidak terulang.
12
Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut:
(1) jatuh dari ketinggian;
(2) kejatuhan benda;
(3) terantuk, tersandung, dan tergelincir;
(4) terjepit di antara benda;
(5) terlanggar, tertumbuk, tertabrak, dan tergilas benda;
(6) terpotong;
(7) terkilir;
(8) terbakar akibat atau berhubungan dengan suhu yang lebih tinggi dari toleransi tubuh
manusia;
(9) terbakar akibat atau berhubungan dengan arus listrik;
(10) terbakar akibat atau berhubungan dengan bahan-bahan yang korosif (bersifat merusak)
atau terkena radiasi;
(11) infeksi nosokomial, dan lain-lain penyakit berhubungan/akibat kerja;
(12) kehilangan barang-barang milik rumah sakit;
(13) tertusuk, tersiram, terhirup bahan berbahaya dan beracun.
(14) lain-lainnya, seperti: runtuhnya konstruksi, peledakan, kebakaran dan sambaran petir.
Penjelasan secara rinci mengenai faktor-faktor bahaya serta risiko yang
ditimbulkannya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.1
Faktor Bahaya dan Risiko

No Faktor bahaya Risiko

1 Fisik
Iklim kerja Heat syncope yaitu pingsan karena panas
Heat stress/ heat exhaustion
Heatcramps
Heat stroke
Gangguan perilaku
Kecelakaan kerja

13
No Faktor bahaya Risiko

Kebisingan Gangguan fisiologis


Gangguan komunikasi
Gangguan tidur
Gangguan pendengaran
Pengaruh psikologis
Pencahayaan Kelelahan mata
Iritasi
Penglihatan rangkap
Keluhan pegal disekitar mata dan sakit kepala
Ketajaman penglihatan terganggu
Kerusakan indra mata
Kecelakaan kerja
Getaran Gangguan pada sistem peredaran darah
Gangguan pada sistem tulang, sendi dan otot
Gangguan pada sistem syaraf
Cepat lelah
Gelombang Radiasi Kemandulan
Mutasi gen
Berbagai penyakit mata
Iritasi kulit
Sindrom sistem syaraf pusat
Gangguan gastrointestinal
Gangguan sistem hemopoetik
Kanker
Kematian
Listrik Luka bakar
Kaku pada otot
Tahanan tubuh membesar
Kematian

14
No Faktor bahaya Risiko

2 Biologi
(Virus, bakteri, jamur, Penyakit akibat kerja dan infeksi nosokomial
Parasit)

3 Kimia
Gas anastesi, reagen, Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
Formaldehid, obat2-an
Bahan pembersih,
Pestisida

4 Psikososial
Stres, kerja shift, Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
Penyalahgunaan obat
Pelecehan seksual

Di dalam Pedoman Pelaksanaan Keselamatan Kerja ini dicakup pedoman pelaksanaan


tentang Keselamatan dan Keamanan Lingkungan Fisik, Pengelolaan Bahan Berbahaya,
Kegawatdaruratan dan Bencana, Pengamanan Kebakaran, Peralatan Medis, dan Sistem
Pendukung dan Utiliti.

1. Pengendalian Bahaya di Rumah Sakit


Risiko bahaya yang terjadi di rumah sakit adalah akibat faktor-faktor lingkungan kerja
yang bersumber dari bahan-bahan yang dipergunakan dalam suatu proses produksi, hasil
produksi, sisa produksi serta peralatan dan sarana dalam melakukan pekerjaan serta keadaan
cuaca ditempat kerja.
Faktor-faktor lingkungan kerja di Rumah Sakit Paru RSP. Dr. M. Goenawan
Partowidigdo terdiri dari faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor psikologi dan faktor
ergonomik. Faktor-faktor lingkungan kerja yang nilainya melampaui Nilai Ambang Batas

15
(NAB), maka kemungkinan dapat mengakibatkan gangguan kenyamanan kerja, gangguan
kesehatan bahkan dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja.
a. Faktor Fisik di Lingkungan Rumah Sakit
Faktor-faktor fisik yang biasanya terjadi di lingkungan kerja rumah sakit adalah ;
1) Iklim kerja
Iklim Kerja, adalah keadaan lingkungan kerja yang merupakan perpaduan antara
parameter-parameter suhu udara, kelembaban udara, suhu radiasi, kecepatan gerakan
udara dan panas metabolisme sebagai hasil aktivitas dari seseorang. Bila melampaui
Nilai Ambang Batas (NAB) sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor.
KEP - 51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan Keputusan Dirjen PPM & PLP
No.HK.00.06.64.44, maka akan mengakibatkan berbagai kelainan fisik dan fisiologis.
Pengendalian bahaya fisik akibat iklim kerja dilakukan sebagai berikut:
a) Terhadap lingkungan kerja
(1) Menyempurnakan sistem ventilasi
(2) Terhadap permukaan yang mempunyai suhu permukaan tinggi memperkecil
panas radiasi
(3) Menyediakan tempat istirahat yang cukup
(4) Memberikan warna yang cerah pada peralatan yang memberikan sumber
panas
(5) Memasang shielding (penyekat) antara sumber panas dan tenaga kerja
b) Terhadap tenaga kerja
(1) Memberikan air minum dekat tempat kerja yang memenuhi syarat artinya
cukup dan mudah dicapai dari lokasi kerja
(2) Pada lingkungan kerja yang mempunyai suhu radiasi rendah dianjurkan
dengan pakaian kerja ringan, sedang untuk radiasi tinggi dianjurkan dengan
pakaian kerja dengan tertutup seluruh permukaan kulit dan berwarna putih
(3) Dihindari bagi tenaga kerja yang harus bekerja dilingkungan panas apabila
berbadan gemuk sekali dan menderita penyakit cardio-vasculer
c) Terhadap lingkungan kerja yang bersuhu dingin
(1) Disediakan intermediate room dengan perubahan suhu yang tidak terlalu
besar sebelum masuk ke tempat kerja bersuhu dingin
(2) Mencegah pengeluaran panas dari tubuh dengan pakaian pelindung

16
(3) Memperbesar E req dengan menaikan metabolisme melalui pem-berian
makanan tambahan dan dalam hal-hal tertentu meningkatkan aktivitas.

2) Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan bising
mengganggu (annoyance noise), yaitu kebisingan yang tidak menghi-langkan daya
dengar, tetapi mengganggu konsentrasi/ketenangan. Biasanya tingkat kebisingan
rendah dan suaranya tidak keras. Sedangkan bising yang menyebabkan kehilangan
daya dengar, yaitu kebisingan yang menyebabkan ketulian pada tingkat kebisingan
yang tinggi. Nilai Ambang Batas Kebisingan (NAB) telah diatur dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 dan Keputusan Dirjen PPM & PLP
No.HK.00.06.64.44.
Kebisingan dapat menyebabkan berbagai pengaruh terhadap tenaga kerja seperti :
 Gangguan Fisiologis
 Gangguan Tidur
 Gangguan Komunikasi
 Gangguan Psikologis
 Gangguan Pendengaran
Pengendalian Bahaya Fisik Akibat Kebisingan
Pengendalian terhadap bahaya kebisingan pada prinsipnya adalah mengu-rangi tingkat
dan atau lamanya pemaparan, secara garis besar usaha-usaha yang dapat ditempuh
dengan cara :
(1) Pengendalian secara teknis
 Mengurangi kebisingan pada sumbernya, misalnya memasang pere-dam
pada tempat-tempat sumber bising
 Merawat mesin-mesin secara teratur
 Fondasi mesin harus baik, dijaga agar baut dan sambungan tidak ada
yang
goyang
(2) Pengendalian secara administratif
Pengaturan secara administratif dilakukan dengan mengatur waktu pemaparan
yaitu tidak berada dilingkuan kerja yang mempunyai kebisingan dengan
intensitas melampaui Nilai Ambang Batas (NAB)
17
(3) Pengendalian secara medis
 Pemeriksaan sebelum bekerja
 Pemeriksaan berkala
(4) Penggunaan alat pelindung diri
 Ear muff (tutup telinga)
 Ear plug (sumbat telinga)
3) Pencahayaan
Intensitas pencahayaan yang cukup dan distribusinya merata serta tidak
menimbulkan kesilauan, dapat terlaksana kalau perencanaan atau design dari pemasangan
lampu ruangan kerja. Intensitas cahaya dinyatakan dalam satuan “Lux” yaitu satuan
penerangan atau pencahayaan per m2 nya jatuh arus cahaya sebesar satu lumen. Standart
intensitas pencahayaan di tempat kerja diatur dalam Peraturan Menteri Perburuan (PMP
No.7 th 1964) tentang syarat-syarat kebersihan di tempat kerja dan intensitas pencahayaan
dan Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44.
Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan :
a) Kelelahan mata dengan akibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja
b) Keluhan pegal-pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata
c) Kerusakan indra mata
d) Meningkatnya terjadinya kecelakaan
Pengendalian bahaya fisik akibat Intensitas cahaya
a) Membersihkan secara rutin instalasi penerangan termasuk lampunya
b) Secepatnya mengganti dan memperbaiki instalasi penerangan dan lampu-lampu yang
rusak
c) Jika memakai penerangan alami atau sinar matahari diupayakan agar jendela tempat
jalannya masuk sinar matahari tidak terhalang atau tertutup
d) Penambahan penerangan lokal apabila penerangan umum tidak mencukupi untuk
jenis pekerjaan-pekerjaan tertentu
4) Getaran
Getaran adalah merupakan salah satu faktor fisik dan biasanya terjadi karena mesin-
mesin atau alat-alat mekanis lainnya yang dijalankan dengan suatu motor dapat
menghasilkan suatu getaran yang akan diteruskan ke tubuh tenaga kerja yang
mengoperasikannya.

18
Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas getaran telah ditetapkan dengan keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51 /MEN/1999, Keputusan Dirjen PPM & PLP No.
HK.00.06.64.44 dan menurut Internasional Standar Organisation (ISO,1979) batas aman
bagi kesehatan, yaitu getaran paling kecil yang dapat mengganggu kesehatan adalah 14
mm/detik.
Pengaruh dari getaran adalah:
a) Menggangu kenyamanan kerja
b) Mempercepat terjadinya kelelahan
c) Membahayakan kesehatan
Pengendalian bahaya fisik akibat Getaran
a) Isolasi sumber getaran
b) Bila mungkin pekerjaan dilaksanakan secara remote kontrol
c) Mengurangi waktu pemaparan terhadap getaran, diselingi dengan waktu istirahat yang
cukup
d) Melengkapi peralatan mekanis yang dapat menahan atau menyerap getaran
e) Merawat mesin secara rutin

5) Gelombang Radiasi
Radiasi dapat ditimbulkan oleh peralatan-peralatan dengan kemajuan tek-nologi yang
sangat pesat sekarang ini. Radiasi gelombang elektromagnetik terdiri dari radiasi yang
mengion dan radiasi yang tidak mengion, seperti gelom-bang-gelombang mikro, sinar
laser, sinar tampak (termasuk sinar dari layar monitor), sinar infra red, sinar ultra violet.
Nilai Ambang Batas (NAB) telah diatur menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Nomor KEP-51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan . Pengaruh dari pada radiasi
adalah:
a) Menyebabkan kemandulan
b) Menyebabkan mutasi gen
c) Menyebabkan berbagai penyakit mata
d) Menyebabkan iritasi kulit

Pengendalian bahaya fisik akibat Radiasi


a) Isolasi sumber radiasi
b) Bila mungkin pekerjaan dilaksanakan secara remote kontrol
19
c) Mengurangi waktu pemaparan terhadap radiasi, diselingi waktu istirahat yang cukup
d) Menggunakan alat pelindung diri
e) Merawat mesin secara rutin dan Pemberian makanan tambahan
b. Faktor Kimia di lingkungan Rumah sakit
Pada dasarnya bahan kimia berpotensi untuk menimbulkan kecelakaan atau penyakit.
Bahan kimia penyebab kecelakaan pada umumnya bersifat mudah terbakar (flammable); atau
mudah meledak (eksplosive); atau cepat bereaksi dengan bahan lain (reaktif); atau berupa
senyawa asam yang kuat dan pekat (korosif) atau senyawa basa kuat (kaustik); atau bisa juga
berupa “gas asphyxiant” yaitu gas yang sangat banyak memenuhi suatu ruangan membuat
kadar oksigen menjadi sangat rendah (kurang dari 9 %) sehingga orang sulit bernapas dan
lemas.
Bahan kimia yang dapat menimbulkan penyakit umumnya bersifat irritant terhadap
kulit/mata dan sistem pernapasan; atau menyebabkan radang/ infeksi; atau menimbulkan efek
sistemik yaitu tidak menimbulkan efek lansung pada bagian tubuh yang terpapar(kulit,mata
atau saluran pernapasan) melainkan memberi efek pada organ-organ yang berada di dalam
tubuh, seperti system syaraf pusat (SSP), ginjal, alveoli, darah, janin dll. Nilai Ambang Batas
(NAB) Faktor Kimia di udara Lingkungan Kerja telah diatur dengan Surat Edaran Menteri
Tenaga Nomor : SE – 01 /MEN/1997 tanggal 16 Oktober 1997. Faktor kimia dilingkungan
kerja rumah sakit terdapat banyak diruang ruang seperti :
1) Laboratorium (bahan kimia, gas untuk pemeriksaan)
2) Ruang Operasi (Gas Anastesi,cairan pencuci hama dll)
3) Ruang Intensive Care (Cairan anti septic, Gas dll)
4) Bagian Pemeliharaan Sarana (Cat, Gas untuk mengelas, Cairan pembersih alat)
5) Bagian Farmasi (bahan kimia, obat dll)
6) Ruang Sterilisasi (Gas, Cairan anti septic dll)
7) Ruang Pencucian (Bahan kimia untuk mencuci)

Pengendalian bahaya kimia


1) Mengetahui Material Safety Data Sheets (MSDS) dari setiap material atau bahan.
2) Tempat penyimpanan bahan-bahan kimia harus dikelompokan dan disimpan dengan baik.
Ruang penyimpanan sebaiknya terbuat dari bahan tahan api, mempunyai ventilasi yang
cukup baik untuk mencegah terjadinya akumulasi gas-gas yang berbahaya. Suhu ruang

20
penyimpanan juga harus disesuaikan, setiap kali harus diamati apakah kondisi ruang
penyimpanan selalu bersih, tidak ada bocoran atau tumpahan zat kimia.
3) Material Handling yang baik yaitu membawa atau memindahkan bahan kimia dari suatu
tempat ke tempat lain harus dilakukan dengan hati-hati, karena dapat menimbulkan
bahaya bila sampai terjatuh atau tumpah.
4) Ruang tempat kerja harus mempunyai sistem ventilasi yang cukup dimana aliran udara
masuk dan keluar cukup bersih. Penerangan dan suhu ruang kerja juga harus diperhatikan.
5) Pemantauan secara berkala konsentrasi gas di ruangan yang dapat memapar pekerja
6) Sebelum bekerja dengan bahan-bahan kimia, terlebih dahulu para pekerja harus diberikan
pelatihan yang memadai agar dapat bekerja sesuai dengan Standart Operating Prosedur
(SOP) yang berlaku.
7) Penggunaan alat pelindung diri
8) Pemeriksaan pra kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus terhadap pekerja

c. Faktor-faktor Biologis di lingkungan Rumah sakit


Dalam lingkungan rumah sakit terdapat berbagai macam penyakit yang di sebabkan
oleh agent biologi atau Mikro organisme.
Secara garis besar agent - agent biologi dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Kelompok Bakteri , misalnya: Streptococcus, Salmonella, Staphylococcus
2) Kelompok Virus, misalnya: HIV, HBV
3) Kelompok Jamur, misalnya: Blastomycetes, Actinomycetes
4) Kelompok Parasit, misalnya: Ancylostoma, Ascaris
5) Kelompok Ricketsia dan Chlamydia, misalnya: LGV, Psittacosis
Cara penularan penyakit dari seseorang kepada orang lain dapat terjadi dengan berbagai
cara, misalnya:
1) Melalui saluran pernapasan
2) Melalui kontak kulit
3) Melalui saluran pencernaan
4) Melalui peredaran darah
Bagian-bagian tubuh penderita yang dapat menjadi sumber penularan antara lain adalah
: Urine, Tinja, Keringat, dan Sputum

21
Pengendalian bahaya biologi
1) Peningkatan pengetahuan dan kepedulian petugas kesehatan terhadap penyakit infeksi
nosokomial
2) Protap untuk setiap pekerjaan dan tindakan
3) Prosedur pengelolaan spesimen (darah, urine, tinja, sputum, dan lainnya)
4) Sterilisasi, desinfeksi, dekontaminasi peralatan medis, meja, lantai dan sebagainya
5) Isolasi pasien (penyakit khusus)
6) Sanitasi lingkungan Rumah Sakit
7) Pemeriksaan kesehatan berkala untuk petugas
8) Melaksanakan pengelolaan limbah rumah sakit
9) Pelatihan pengendalian Infeksi Nosokomial
10) Penggunaan alat pelindung diri

2. Pedoman Praktis Ergonomik


Jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang terus meningkat diakibatkan
oleh kurangnya perhatian terhadap masalah ergonomi di lingkungan pekerjaan. Pedoman
Praktis Ergonomik dapat digunakan untuk mencari solusi prak-tis bagi peningkatan kondisi
kerja dari sudut pandang ergonomi.
Hal ini bertujuan untuk menyediakan alat yang tepat untuk meningkatkan kondisi lingkungan
kerja, mencapai tingkat efisiensi serta tingkat keselamatan dan kese-hatan Kerja yang lebih
baik.
Pedoman praktis ergonomik mencakup semua masalah aspek utama dari ergonomi
yang diperlukan di tempat kerja yang meliputi :
a. Penyimpanan dan Penanganan Material
b. Pencahayaan di Tempat Kerja
c. Bangunan dan Lingkungannya
d. Bahaya-bahaya Lingkungan Kerja
e. Fasilitas Umum
f. Peralatan Pelindung Diri
Hal-hal tersebut di atas sangat bermanfaat dalam mengatasi masalah ergonomi sesuai
situasi yang ada di lingkungan kerja setempat.

22
a. Penyimpanan dan Penanganan Material
1) Jalur pengangkutan harus bebas hambatan dengan rambu-rambu yang jelas
2) Gang dan Koridor agar cukup lebar sehingga memungkinkan dilakukannya
transportasi dua arah.
3) Jalur transportasi agar dalam kondisi yang baik, tidak licin dan bebas rintangan.
4) Buatlah “Jembatan” (turunan/tanjakan) dengan sudut kelandaian antara 5 – 8 % pada
batas permukaan lantai yang berbeda pada jalur/jalan di ruang kerja.
5) Sempurnakan tata letak tempat kerja agar mengurangi gerakan material yang
dibutuhkan.
6) Gunakan kereta dorong atau alat lain yang beroda untuk mengangkut material.
7) Gunakan rak beroda untuk mengurangi pekerjaan memuat maupun mem-bongkar.
8) Di tempat kerja, gunakan rak bersekat-sekat yang dapat menampung lebih banyak
barang, agar mengurangi jumlah barang yang harus di pindah-pindahkan.
9) Gunakan alat bantu mekanis untuk mengangkat, menurunkan maupun memindahkan
benda-benda yang berat.
10) Kurangi penanganan barang / material, dengan cara menggunakan alat-alat bantu.
11) Mengangkat / membawa barang yang berat, bagi barang menjadi beberapa bagian
yang lebih ringan yang ditempatkan dalam kemasan, kotak, nampan dan lain-lain.
12) Buatkan pegangan khusus pada semua barang dalam kemasan atau kotak, dan lain-
lain yang akan diangkat maupun dibawa, atau tentukan bagian yang dapat dijadikan
pegangan.
13) Bila memindahkan barang secara manual (tanpa alat), usahakan sesedikit mungkin
gerakan meninggikan atau merendahkan dari posisi ketinggian semula
14) Bila memindahkan benda-benda yang berat, lakukan secara mendatar dengan
didorong atau ditarik, jangan diangkat maupun diturunkan
15) Sewaktu mengerjakan benda/barang, membawa, mengangkat dan sebagai-nya hindari
gerakan membungkuk maupun memutar pinggang
16) Benda yang kita bawa agar selalu dirapatkan pada badan kita
17) Lakukan gerakan mengangkat dan menurunkan barang secara perlahan-lahan, dan
hindarkan gerakan memutar pinggang ataupun membungkukkan badan
18) Bila kita mengangkat beban/benda panjang, tumpukan sebagian beban berat di atas
bahu (dipikul), agar terjaga keseimbangan tubuh

23
19) Untuk menghindari kelelahan dan cedera tubuh, bagi mereka yang melaku-kan
pekerjaan mengangkat beban berat, seyogyanya diselingi dengan pekerjaan-pekerjaan
ringan
20) Sediakan dan tempatkan bak sampah pada posisi yang memudahkan penggu-naannya
21) Jalur-jalur keluar bangunan (untuk keadaan darurat), agar diberi tanda/garis/tulisan
yang jelas, serta harus bersih dari benda-benda yang dapat menghambat.
b. Pencahayaan di tempat kerja
1) Tingkatkan pemanfaatan cahaya alami di siang hari
2) Jika ruang kerja memerlukan penambahan cahaya, berikan cat berwarna lembut pada
dinding dan plafon
3) Penerangan harus selalu dinyalakan di mana para pekerja berada, misalnya di gang-
gang, tangga dan lain-lain
4) Nyalakan lampu penerangan yang mencukupi bagi para pekerja agar mereka dapat
bakerja lebih efisien dan nyaman setiap saat
5) Sediakan penerangan khusus di tempat kerja untuk maksud pekerjaan pengawasan
dan agar pekerja dapat melaksanakan pekerjaannya lebih teliti
6) Untuk mengurangi cahaya yang menyilaukan secara langsung, pindahkan sumber
cahaya atau pasang pelindung
7) Hilangkan permukaan-permukaan yang memantulkan cahaya dari sekitar tempat kerja
untuk menghindarkan sinar pantulan yang menyilaukan
8) Pilihlah sistem pencahayaan yang memadai untuk pekerjaan yang memerlukan
pengamatan dari jarak yang dekat serta dilakukan secara berulang-ulang
9) Bersihkan selalu jendela-jendela dan rawat selalu sumber-sumber penerangan

c. Bangunan dan Lingkungannya


1) Lindungi para pekerja dari hawa panas yang berlebihan dalam ruangan
2) Lindungi tempat kerja dari hawa panas dan dingin yang berlebihan dari luar ruangan
3) Pasanglah lapis penyekat atau isolasi pada sumber panas dan sumber dingin
4) Pasanglah sistem pengaturan udara yang memadai sehingga para pekerja dapat
melaksanakan tugasnya dengan aman dan efisien
5) Perbanyak penggunaaan sistem ventilasi alami untuk meningkatkan kenyamanan
udara di dalam ruang kerja

24
6) Tingkatkan fungsi dan perawatan sistem ventilasi untuk memastikan tersedianya
udara bersih di ruang kerja

d. Pengendalian Bahan-Bahan dan Subtansi yang Berbahaya


1) Pasangkan sekat atau penutup pada bagian-bagian dari mesin-mesin yang memiliki
tingkat kebisingan yang tinggi
2) Untuk mengurangi kebisingan, rawatlah mesin mesin dan peralatannya yang terkait
secara teratur
3) Pastikan bahwa faktor kebisingan ditempat kerja tidak mempengaruhi faktor
komunikasi, keselamatan serta efisiensi kerja
4) Kurangi fakor getaran yang dapat mempengaruhi pekerja dalam usaha meningkatkan
keselamatan, kesehatan dan efisiensi kerja
5) Pilihlah lampu tangan yang sudah terisolasi dengan baik dari bahaya sengatan listrik
maupun panas
6) Pastikan bahwa kabel-kabel yang menghubungkan peralatan dan lampu-lampu berada
dalam kondisi aman
7) Lindungi para pekerja dari bahaya bahan-bahan kimia sedemikian rupa sehingga
mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan efisien

e. Fasilitas Umum
1) Sediakan dan lakukan perawatan yang baik, termasuk mengganti dan mencuci
berbagai fasilitas sanitasi yang ada, agar kerapian maupun kebersihan dan kesehatan
terjaga
2) Sediakan fasilitas air minum, ruang makan, dan ruang istirahat dengan kondisi yang
baik dan nyaman untuk para pengguna
3) Tingkatkan fasilitas kesejahteraan dan pelayanan, sejalan dengan usaha peningkatan
kinerja para pekerja
4) Sediakan tempat/ruangan khusus bagi para pekerja untuk mengadakan rapat,
pertemuan, dan program pelatihan
5) Beri tanda-tanda yang jelas pada ruang/area di mana di tempat tersebut diharuskan
menggunakan alat pelindung diri
6) Sediakan alat pelindung diri yang memadai dan mampu melindungi para karyawan
sesuai dengan peruntukannya
25
7) Jika bahaya di ruang kerja tidak dapat dihilangkan dengan cara lain, maka gunakan
dan pilih alat pelindung diri yang cocok dan mudah perawatannya bagi pekerja yang
menggunakannya
8) Pastikan bahwa pekerja yang perlu menggunakan alat pelindung diri secara teratur,
harus mengikuti petunjuk penggunaaan yang tepat, proses adaptasi serta pelatihan
pemakaian
9) Pastikan bahwa semua orang dapat menggunakan alat pelindung diri bila diperlukan
10) Pastikan bahwa alat pelindung diri dapat diterima oleh semua pekerja
11) Sediakan bahan-bahan pembersih dan fasilitas perawatan alat pelindung diri, serta
lakukan program perawatan secara teratur
12) Sediakan tempat yang memadai untuk menyimpan alat-alat pelindung diri
13) Berikan tugas dan tanggung jawab kepada petugas untuk melaksanakan perawatan
dan kebersihan secara rutin.
14)

3. Persyaratan Teknis Sarana Rumah Sakit


(1) Atap
Atap harus kuat, tidak bocor, tahan laam dan tidak menjadi tempat perindukan
serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
(2) Langit-langit
Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
(3) Dinding dan Partisi
Dinding harus keras, rata, tidak berpori, tidak menyebabkan silau, tahan api, kedap
air, tahan karat, tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.
(4) Lantai
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin,
warna terang, dan mudah dibersihkan.
(5) Struktur Bangunan
Setiap bangunan rumah sakit, strukturnya harus direncanakan agar kuat, kokoh, dan
stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan
(safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan
yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan rumah sakit, lokasi,
keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
26
(6) Struktur Atas
Konsruksi atas bangunan rumah sakit dapat terbuat dari konstruksi beton, konstruksi
baja, konstruksi kayu atau konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus.
(7) Struktur bawah
Struktur bawah bangunan rumah sakit dapat berupa pondasi langsung atau pondasi
dalam, disesuaikan dengan kondisi tanah di lokasi didirikannya rumah sakit.

(8) Pintu
Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang merupakan tempat
untuk masuk dan ke luar dan pada umumnya dilengkapi dengan penutup (daun pintu).
(9) Toilet ( kamar kecil )
Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang ( tanpa terkecuali penyandang
cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas umum lainnya.

4. Keamanan Pasien
Untuk menjamin keamanan pasien selama menjalani pengobatan di Rumah Sakit Paru
Dr. M. Goenawan Partowidigdo, perlu dilengkapi dengan adanya perlengkapan keamanan
bagi pasien, antara lain:
a. Pegangan sepanjang tangga dan dinding
Perlunya pegangan sepanjang tangga dan dinding dimaksudkan agar pasien, termasuk
keluarga dan karyawan dapat berpegangan saat menaiki atau menuruni tangga, dan
bagi pasien yang dalam kondisi lemah, apabila tidak menggunakan kursi roda, dapat
berjalan dengan berpegangan pada dinding.
b. Toilet dilengkapi pegangan dan bel
Pegangan di toilet pasien untuk membantu pasien yang kondisinya lemah agar tidak
terjatuh saat berada dalam toilet. Bel di toiet ditujukan untuk memudah-kan pasien
meminta pertolongan apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan saat berada
dalam toilet.
c. Pintu dapat dibuka dari luar
Pintu toilet di ruang perawatan hendaknya dapat dibuka dari luar agar apabila terjadi
sesuatu kondisi darurat misalnya pasien terjatuh di depan pintu, petugas dapat segera
memberikan pertolongan tanpa terhalang oleh tubuh pasien.
d. Tempat tidur dilengkapi penahan pada tepinya
27
Penahan pada tepi tempat tidur pasien dengan jarak terali lebih kecil dari kepala anak
+/- 10 cm, agar pasien tidak mudah terjatuh dari tempat tidur dan mencegah terjadinya
kecelakaan pada anak-anak.
e. Sumber listrik mempunyai penutup/pengaman
Untuk mencegah/mengurangi bahaya yang mungkin timbul dari sumber listrik
terutama diruangan rawat inap.

f. Sumber air panas mempunyai kendali otomatis


Untuk mencegah terjadinya luka bakaroleh air panas, seluruh sumber air panas perlu
memiliki kendali otomatis.
g. Pemasokan oksigen yang cukup pada tempat-tempat penting
Ketersediaan oksigen di semua ruang perawatan, IGD, ICU dan Bedah harus selalu
terjamin. Untuk itu harus dilakukan pengecekan dan pemeliharaan rutin terhadap
perlengkapan ini.
h. Tersedia emergency suction
Disetiap ruang perawatan harus tersedia emergency suction yang selalu siap pakai dan
dapat dipergunakan setiap saat.
i. Kamar dilengkapi dengan bel yang mudah dijangkau dan lampu darurat
Setiap kamar perawatan dilengkapi dengan bel yang letaknya mudah dijangkau serta
lampu darurat yang otomatis menyala ketika dibutuhkan.

5. Penanggulangan Kecelakaan Kerja


Penanggulangan kecelakaan akibat kerja, merupakan pertolongan pertama yang harus
segera diberikan kepada tenaga kerja yang menderita kecelakaan atau penyakit mendadak
ditempat kerja.
Pertolongan pertama tersebut dimaksudkan untuk memberikan perawatan darurat pada
korban, sebelum pertolongan yang lebih mantap dapat diberikan oleh dokter atau petugas
kesehatan lainnya, dengan tujuan:
(1) Menyelamatkan nyawa korban;
(2) Meringankan penderitaan korban;
(3) Mencegah cedera/penyakit menjadi lebih parah;
(4) Mempertahankan daya tahan korban;
28
(5) Mencarikan pertolongan lebih lanjut.

a. Hal-hal pokok yang penting dalam penanggulangan Kecelakaan Kerja


Tindakan-tindakan yang penting adalah:
(1) Tidak boleh panik;
(2) Memperhatikan nafas korban;
(3) Bila pernafasan berhenti, segera dilakukan pernafasan buatan (dari mulut ke mulut);
(4) Memperhatikan perdarahan.
(5) Dilakukan dengan menekan tempat pendarahan kuat-kuat dengan tangan, dengan
menggunakan sapu tangan atau kain yang bersih
(6) Memperhatikan tanda-tanda “Shock”.
(7) Jangan memindahkan korban secara terburu-buru, harus diatasi dulu keadaan-keadaan
yang membahayakan korban, seperti: perdarahan, patah tulang, nafas hilang, denyut
jantung berhenti, dan lain sebagainya.

b. Pencegahan Kecelakaan Kerja dengan pemakaian Alat Pelindung Diri


Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi
seseorang dalam pekerjaan, yang fungsinya mengisolasi tenaga kerja dari bahaya di tempat
kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa (engineering) dan cara kerja yang aman (work
practice) telah maksimum. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha
tersebut.
Sebagai usaha terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja, APD haruslah enak
dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif terhadap
bahaya.

6. Kelemahan penggunaan APD


Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna karena:
(1) Memakai APD yang tak tepat;
(2) Cara pemakaian APD yang salah;
(3) APD tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan;
Sering APD tak dipakai karena tidak enak/kurang nyaman, karena itu adalah penting
dalam pemeliharaan dan kontrol terhadap APD, sehingga fungsi APD tetap baik, misalnya ;
(1) APD yang sangat sensitif terhadap perubahan tertentu;
29
(2) APD yang mempunyai masa kerja tertentu seperti kanister, filter dan cartridge;
(3) APD dapat menularkan penyakit, bila digunakan bergantian;

c. Pencatatan dan Pelaporan Kecelakaan Kerja di lingkungan Rumah Sakit


Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit memuat komitmen dan
tekad dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, dengan kerangka dan program
kerja yang mencakup kegiatan secara menyeluruh yang bersifat umum dan operasional.
Kebijakan tersebut dibuat, disosialisasikan kepada semua pekerja agar prinsip-prinsip
keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan secara efektif dan menjadi bagian dalam
melaksanakan tugas sehari-hari. Keterkaitan dalam upaya pengendalian keselamatan dan
kesehatan kerja rumah sakit selain pengendalian teknis juga perlu memperhatikan
pengendalian administratif, dimana salah satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah
sistem pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja, yaitu:Pencatatan peristiwa kecelakaan
kerja
1) Pelaporan peristiwa kecelakaan kerja
2) Penyelidikan peristiwa kecelakaan kerja ; dan
3) Penanggulangan peristiwa kecelakaan kerja
Pengisian formulir tersebut harus berdasarkan fakta yang sebenar-benarnya agar tidak
terjadi kesalahan dalam upaya penyelidikan dan cara penanggulangannya.

30
31
B. PEDOMAN K3 KONSTRUKSI
1. Definisi
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat
kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-
cara melakukan pekerjaan.
Keselamatan konstruksi adalah keselamatan kerja di proyek konstruksi yang dilihat
dari sisi individual pekerja dan organisasi dimana pekerja tersebut bekerja.
2. Kewajiban umum
Kewajiban umum di sini dimaksudkan kewajiban umum bagi perusahaan Penyedia
Jasa Konstruksi, yaitu :
1) Penyedia Jasa berkewajiban untuk mengusahakan agar tempat kerja, peralatan,
lingkungan kerja dan tata cara kerja diatur sedemikian rupa sehingga tenaga kerja
terlindungi dari resiko kecelakaan.
2) Penyedia Jasa menjamin bahwa mesin-mesin peralatan, kendaraan atau alat-alat
lain yang akan digunakan atau dibutuhkan sesuai dengan peraturan keselamatan
kerja, selanjutnya barang-barang tersebut harus dapat dipergunakan secara aman.
3) Penyedia Jasa turut mengadakan pengawasan terhadap tenaga kerja, agar tenaga
kerja tersebut dapat melakukan pekerjaan dalam keadaan selamat dan sehat.
4) Penyedia Jasa menunjuk petugas keselamatan kerja yang karena jabatannya di
dalam organisasi Penyedia Jasa, bertanggung jawab mengawasi koordinasi
pekerjaan yang dilakukan untuk menghindarkan resiko bahaya kecelakaan.
5) Penyedia Jasa memberikan pekerjaan yang cocok untuk tenaga kerja sesuai
dengan keahlian, umur, jenis kelamin dan kondisi fisik/kesehatannya.
6) Sebelum pekerjaan dimulai Penyedia Jasa menjamin bahwa semua tenaga kerja
telah diberi petunjuk terhadap bahaya dari pekerjaannya masing-masing dan
usaha pencegahannya, untuk itu Penyedia Jasa dapat memasang papan-papan
pengumuman, papan-papan peringatan serta sarana-sarana pencegahan yang
dipandang perlu.
7) Orang tersebut bertanggung jawab pula atas pemeriksaan berkala terhadap semua
tempat kerja, peralatan, sarana-sarana pencegahan kecelakaan, lingkungan kerja
dan cara-cara pelaksanaan kerja yang aman.
8) Hal-hal yang menyangkut biaya yang timbul dalam rangka penyelenggaraan
keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa.
32
3. Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja
Penyedia Jasa Konstruksi harus menugaskan secara khusus Ahli K3 dan tenaga K3
untuk setiap proyek yang dilaksanakan. Tenaga K3 tersebut harus masuk dalam struktur
organisasi pelaksanaan konstruksi setiap proyek, dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Petugas keselamatan dan kesehatan kerja harus bekerja secara penuh (full-time)
untuk mengurus dan menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan kerja.
2) Pengurus dan Penyedia Jasa yang mengelola pekerjaan dengan mempekerjakan
pekerja dengan jumlah minimal 100 orang atau kondisi dari sifat proyek memang
memerlukan, diwajibkan membentuk unit pembina K3.
3) Panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja tersebut ini merupakan unit
struktural dari organisasi penyedia jasa yang dikelola oleh pengurus atau
penyedia jasa.
4) Petugas keselamatan dan kesehatan kerja tersebut bersama-sama dengan panitia
pembina keselamatan kerja ini bekerja sebaik-baiknya, dibawah koordinasi
pengurus atau Penyedia Jasa, serta bertanggung jawab kepada pemimpin proyek.
5) Penyedia jasa harus mekukan hal-hal sebagai berikut :
a) Memberikan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja fasilitas-
fasilitas dalam melaksanakan tugas mereka.
b) Berkonsultasi dengan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja
dalam segala hal yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam proyek.
c) Mengambil langkah-langkah praktis untuk memberi efek pada rekomendasi
dari panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja.
6) Jika 2 (dua) atau lebih Penyedia Jasa bergabung dalam suatu proyek mereka harus
bekerja sama membentuk kegiatan kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja.
4. Laporan kecelakaan
Salah satu tugas pelaksana K3 adalah melakukan pencatatan atas kejadian yang terkait
dengan K3, dimana :
1) Setiap kejadian kecelakaan kerja atau kejadian yang berbahaya harus dilaporkan
kepada Instansi yang terkait.
2) Laporan tersebut harus meliputi statistik yang akan menunjukkan hal-hal sebagai
berikut :

33
a) Menunjukkan catatan kecelakaan dari setiap kegiatan kerja, pekerja masing-
masing dan,
b) Menunjukkan gambaran kecelakaan-kecelakaan dan sebab-sebabnya.
5. Keselamatan kerja dan pertolongan pertama pada kecelakaan
Organisasi untuk keadaan darurat dan pertolongan pertama pada kecelakaan harus
dibuat sebelumnya untuk setiap proyek yang meliputi seluruh pegawai/petugas pertolongan
pertama pada kecelakaan dan peralatan, alat-alat komunikasi dan alat-alat lain serta jalur
transportasi, dimana :
1) Tenaga kerja harus diperiksa kesehatannya.
a) Sebelum atau beberapa saat setelah memasuki masa kerja pertama kali
(pemeriksaan kesehatan sebelum masuk kerja dengan penekanan pada
kesehatan fisik dan kesehatan individu),
b) Secara berkala, sesuai dengan risiko-risiko yang ada pada pekerjaan
tersebut.
2) Tenaga kerja di bawah umur 18 tahun harus mendapat pengawasan kesehatan
khusus, meliputi pemeriksaan kembali atas kesehatannya secara teratur.
3) Data yang diperoleh dari pemeriksaan kesehatan harus dicatat dan disimpan untuk
referensi.
4) Pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan atau penyakit yang tiba-tiba, harus
dilakukan oleh Dokter, Juru Rawat atau seorang yang terdidik dalam pertolongan
pertama pada kecelakaan (PPPK).
5) Alat-alat PPPK atau kotak obat-obatan yang memadai, harus disediakan di tempat
kerja dan dijaga agar tidak dikotori oleh debu, kelembaban udara dan lain-lain.
6) Alat-alat PPPK atau kotak obat-obatan harus berisi paling sedikit dengan obat
untuk kompres, perban, antiseptik, plester, gunting dan perlengkapan gigitan ular.
7) Alat-alat PPPK dan kotak obat-obatan harus tidak berisi benda-benda lain selain
alat-alat PPPK yang diperlukan dalam keadaan darurat.
8) Alat-alat PPPK dan kotak obat-obatan harus berisi keterangan
keterangan/instruksi yang mudah dan jelas sehingga mudah dimengerti.
9) Isi dari kotak obat-obatan dan alat PPPK harus diperiksa secara teratur dan harus
dijaga supaya tetap berisi (tidak boleh kosong).
10) Kereta untuk mengangkat orang sakit (tandu) harus selalu tersedia.

34
11) Jika tenaga kerja dipekerjakan di bawah tanah atau pada keadaan lain, alat
penyelamat harus selalu tersedia di dekat tempat mereka bekerja.
12) Jika tenaga kerja dipekerjakan di tempat-tempat yang menyebabkan adanya risiko
tenggelam atau keracunan, alat-alat penyelematan harus selalu tersedia di dekat
tempat mereka bekerja.
13) Persiapan-persiapan harus dilakukan untuk memungkinkan mengangkut dengan
cepat, jika diperlukan untuk petugas yang sakit atau mengalami kecelakaan ke
rumah sakit atau tempat berobat lainnya.
14) Petunjuk/informasi harus diumumkan/ditempel di tempat yang baik dan strategis
yang memberitahukan antara lain :
a) Tempat yang terdekat dengan kotak obat-obatan, alat-alat PPPK, ruang PPPK,
ambulans, tandu untuk orang sakit, dan tempat dimana dapat dicari petugas
K3.
b) Tempat telepon terdekat untuk menelepon/memanggil ambulans, nomor
telepon dan nama orang yang bertugas dan lain-lain.
c) Nama, alamat, nomor telepon Dokter, rumah sakit dan tempat penolong yang
dapat segera dihubungi dalam keadaan darurat.
6. Pembiayaan keselamatan dan kesehatan kerja.
Biaya operasional kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja harus sudah diantisipasi
sejak dini yaitu pada saat Pengguna Jasa mempersiapkan pembuatan desain dan perkiraan
biaya suatu proyek jalan dan jembatan.
Sehingga pada saat pelelangan menjadi salah satu item pekerjaan yang perlu menjadi
bagian evaluasi dalam penetapan pemenang lelang. Selanjutnya Penyedia Jasa harus
melaksanakan prinsip-prinsip kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk penyediaan
prasarana, sumberdaya manusia dan pembiayaan untuk kegiatan tersebut dengan biaya yang
wajar, oleh karena itu baik Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa perlu memahami prinsip-prinsip
keselamatan dan kesehatan kerja ini agar dapat melakukan langkah persiapan, pelaksanaan
dan pengawasannya.
7. Aspek lingkungan
Dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan K3 untuk konstruksi jalan dan jembatan,
Penyedia Jasa harus mengacu pada Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan
Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), bila dokumen tersebut tidak ada maka perencanaan
35
dan pelaksanaan K3 terutama terkait dengan aspek lingkungan harus mendapatkan
persetujuan dari direksi pekerjaan.
8. Tempat kerja dan peralatan
Ketentuan teknis pada tempat kerja dan peralatan pada suatu proyek terkait dengan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut :
1) Pintu masuk dan keluar
a) Pintu masuk dan keluar darurat harus dibuat di tempat-tempat kerja.
b) Alat-alat/tempat-tempat tersebut harus diperlihara dengan baik.
2) Lampu / penerangan
a) Jika penerangan alam tidak sesuai untuk mencegah bahaya, alat-alat penerangan
buatan yang cocok dan sesuai harus diadakan di seluruh tempat kerja, termasuk
pada gang-gang.
b) Lampu-lampu harus aman, dan terang.
c) Lampu-lampu harus dijaga oleh petugas-petugas bila perlu mencegah bahaya
apabila lampu mati/pecah.
3) Ventilasi
a) Di tempat kerja yang tertutup, harus dibuat ventilasi yang sesuai untuk mendapat
udara segar.
b) Jika perlu untuk mencegah bahaya terhadap kesehatan dari udara yang dikotori
oleh debu, gas-gas atau dari sebab-sebab lain; harus dibuatkan ventilasi untuk
pembuangan udara kotor.
c) Jika secara teknis tidak mungkin bisa menghilangkan debu, gas yang berbahaya,
tenaga kerja harus disediakan alat pelindung diri untuk mencegah bahaya-
bahaya tersebut di atas.
4) Kebersihan
a) Bahan-bahan yang tidak terpakai dan tidak diperlukan lagi harus dipindahkan
ke tempat yang aman.
b) Semua paku yang menonjol harus disingkirkan atau dibengkokkan untuk
mencegah terjadinya kecelakaan.
c) Peralatan dan benda-benda kecil tidak boleh dibiarkan karena benda-benda
tersebut dapat menyebabkan kecelakaan, misalnya membuat orang jatuh atau
tersandung (terantuk).

36
d) Sisa-sisa barang alat-alat dan sampah tidak boleh dibiarkan bertumpuk di
tempat kerja.
e) Tempat-tempat kerja dan gang-gang yang licin karena oli atau sebab lain harus
dibersihkan atau disiram pasir, abu atau sejenisnya.
f) Alat-alat yang mudah dipindah-pindahkan setelah dipakai harus dikembalikan
pada tempat penyimpanan semula.
9. Pencegahan terhadap kebakaran dan alat pemadam kebakaran
Untuk dapat mencegah terjadinya kebakaran pada suatu tempat atau proyek dapat
dilakukan pencegahan sebagai berikut :
1) Di tempat-tempat kerja dimana tenaga kerja dipekerjakan harus tersedia :
a) Alat-alat pemadam kebakaran.
b) Saluran air yang cukup dengan tekanan yang besar.
2) Pengawas dan sejumlah/beberapa tenaga kerja harus dilatih untuk menggunakan
alat pemadam kebakaran.
3) Orang-orang yang terlatih dan tahu cara mengunakan alat pemadam kebakaran
harus selalu siap di tempat selama jam kerja.
4) Alat pemadam kebakaran, harus diperiksa pada jangka waktu tertentu oleh orang
yang berwenang dan dipelihara sebagaimana mestinya.
5) Alat pemadam kebakaran seperti pipa-pipa air, alat pemadam kebakaran yang
dapat dipindah-pindah (portable) dan jalan menuju ke tempat pemadam
kebakaran harus selalu dipelihara.
6) Peralatan pemadam kebakaran harus diletakkan di tempat yang mudah dilihat dan
dicapai.
7) Sekurang kurangnya sebuah alat pemadam kebakaran harus tersedia di tempat-
tempat sebagai berikut :
a) di setiap gedung dimana barang-barang yang mudah terbakar disimpan.
b) di tempat-tempat yang terdapat alat-alat untuk mengelas.
c) pada setiap tingkat/lantai dari suatu gedung yang sedang dibangun dimana
terdapat barang-barang dan alat-alat yang mudah terbakar.
8) Beberapa alat pemadam kebakaran dari bahan kimia kering harus disediakan :
a) di tempat yang terdapat barang-barang/benda-benda cair yang mudah terbakar.
b) di tempat yang terdapat oli, bensin, gas dan alat-alat pemanas yang
menggunakan api.
37
c) di tempat yang terdapat aspal dan ketel aspal.
d) di tempat yang terdapat bahaya listrik/bahaya kebakaran yang disebabkan oleh
aliran listrik.
9) Alat pemadam kebakaran harus dijaga agar tidak terjadi kerusakan-kerusakan
teknis.
10) Alat pemadam kebakaran yang berisi chlorinated hydrocarbon atau karbon
tetroclorida tidak boleh digunakan di dalam ruangan atau di tempat yang terbatas
(ruangan tertutup, sempit).
11) Jika pipa tempat penyimpanan air (reservoir, standpipe) dipasang di suatu
gedung,pipa tersebut harus :
a) dipasang di tempat yang strategis demi kelancaran pembuangan.
b) dibuatkan suatu katup pada setiap ujungnya.
c) dibuatkan pada setiap lubang pengeluaran air dari pipa dengan sebuah katup
yang menghasilkan pancaran air bertekanan tinggi.
d) mempunyai sambungan yang dapat digunakan Dinas Pemadam Kebakaran.
10. Alat pemanas (heating appliances)
Penempatan bahan/material dan alat pemanas (heating appliance) harus di tempat
yang benar dan aman dari bahan-bahan yang mudah terbakar sebagaimana berikut ini :
1) Alat pemanas seperti kompor arang hanya boleh digunakan di tempat yang cukup
ventilasi.
2) Alat-alat pemanas dengan api terbuka, tidak boleh ditempatkan di dekat jalan
keluar.
3) Alat-alat yang mudah mengakibatkan kebakaran tidak boleh ditempatkan di lantai
kayu atau bahan yang mudah terbakar.
4) Terpal, bahan canvas dan bahan-bahan lainnya tidak boleh ditempatkan di dekat
alat-alat pemanas yang menggunakan api, dan harus diamankan supaya tidak
terbakar.
5) Kompor arang tidak boleh menggunakan bahan bakar batu bara yang mengandung
bitumen.
11. Bahan-bahan yang mudah terbakar
Penempatan bahan-bahan yang mudah terbakar harus aman sebagaimana dijelaskan
berikut ini :

38
1) Bahan-bahan yang mudah terbakar seperti debu/serbuk gergaji, lap berminyak dan
potongan kayu yang tidak terpakai tidak boleh tertimbun atau terkumpul di
tempat kerja.
2) Bahan-bahan kimia yang bisa tercampur air dan memecah harus dijaga supaya
tetap kering.
3) Pada bangunan, sisa-sisa oli harus disimpan dalam kaleng yang mempunyai alat
penutup.
4) Dilarang merokok, menyalakan api, dekat dengan bahan yang mudah terbakar.
5) Cairan yang mudah terbakar harus disimpan, diangkut, dan digunakan sedemikian
rupa sehingga kebakaran dapat dihindarkan.
6) Bahan bakar/bensin untuk alat pemanas tidak boleh disimpan di gedung atau
sesuatu tempat, kecuali di dalam kaleng atau alat yang tahan api yang dibuat
untuk maksud tersebut.
7) Bahan bakar tidak boleh disimpan di dekat pintu-pintu.
12. Inspeksi dan pengawasan
Inspeksi dan pengawasan harus dilakukan secara teratur dan terus menerus selama
pekerjaan berlangsung di tempat-tempat dimana resiko kebakaran besar, dimana :
1) Tempat-tempat dimana risiko kebakaran terdapat misalnya tempat yang dekat
dengan alat pemanas, instalasi listrik dan penghantar listrik tempat penyimpanan
cairan yang mudah terbakar dan bahan yang mudah terbakar, tempat pengelasan
baik las listrik atau karbit.
2) Orang yang berwenang untuk mencegah bahaya kebakaran harus selalu siap
meskipun di luar jam kerja.
13. Perlengkapan dan peringatan
Perlengkapan dan peringatan utama yang harus ada di lokasi proyek atau pekerjaan
antara lain sebagai berikut :
1) Papan pengumuman, dipasang pada tempat-tempat yang menarik perhatian; tempat
yang strategis yang menyatakan dimana kita dapat menemukan.
2) Alarm kebakaran, harus ditempatkan pada tempat terdekat.
3) Nomor telepon dan alat-alat dinas Pemadam Kebakaran yang terdekat harus ada
dan harus mudah dibaca.

39
14. Tempat-tempat kerja yang tinggi
Perlengkapan dan perlindungan pada tempat-tempat kerja yang tinggi adalah sebagai
berikut :
1) Tempat kerja yang tingginya lebih dari 2 m di atas lantai atau di atas tanah, seluruh
sisinya yang terbuka harus dilindungi dengan terali pengaman dan pinggir
pengaman.
2) Tempat kerja yang tinggi harus dilengkapi dengan jalan masuk dan keluar,
misalnya tangga.
3) Jika perlu, untuk menghindari bahaya terhadap tenaga kerja pada tempat yang
tinggi, atau tempat lainnya dimana tenaga kerja dapat jatuh lebih dari ketinggian
2m harus dilengkapi dengan jaring (jala) perangkap; pelataran (platform) atau
dengan menggunakan ikat pinggang (sabuk pengaman) yang dipasang dengan kuat.
15. Pencegahan terhadap bahaya jatuh ke dalam air
Bila pekerja dalam keadaan bahaya jatuh ke dalam air dan tenggelam, mereka harus
memakai pelampung/baju pengaman dan/atau alat-alat lain yang sejenis ban pelampung
(mannedboat dan ring buoys).
16. Utilitas umum
Utilitas umum seperti jaringan listrik, pipa gas, air, telepon dan lainnya yang akan
terganggu terkait dengan rencana kontruksi jalan dan jembatan sebelumnya harus dilakukan
koordinasi dengan instansi terkait dan untuk kepastian tentang letak dan posisi utilitas
tersebut, maka harus dilakukan pemeriksaan, pengecekan serta peninjauan lapangan bersama
dengan instansi terkait tersebut.
17. Kebisingan dan getaran (vibrasi)
Kebisingan dan getaran yang membahayakan bagi tenaga kerja harus dikurangi
sampai di bawah nilai ambang batas. Jika kebisingan tidak dapat di atasi maka tenaga kerja
harus memakai alat pelindung telinga (ear protectors).
18. Menghindari terhadap orang yang tidak berwenang
Orang yang tidak berwenang tidak diizinkan memasuki daerah konstruksi, kecuali
jika disertai oleh orang yang berwenang dan diperlengkapi dengan alat pelindung diri. Di
daerah konstruksi yang sedang dilaksanakan dan di samping jalan raya harus dipagari.
19. Perlengkapan keselamatan kerja
Berbagai jenis perlengkapan kerja standar untuk melindungi pekerja dalam
melaksanakan tugasnya antara lain sebagai berikut :
40
1) Safety hat, yang berguna untuk melindungi kepala dari benturan benda keras
selama mengoperasikan atau memelihara AMP.
2) Safety shoes, yang akan berguna untuk menghindarkan terpeleset karena licin atau
melindungi kaki dari kejatuhan benda keras dan sebagainya.
3) Kaca mata keselamatan, terutama dibutuhkan untuk melindungi mata pada lokasi
pekerjaan yang banyak serbuk metal atau serbuk material keras lainnya.
4) Masker, diperlukan pada medan yang berdebu meskipun ruang operator telah
tertutup rapat, masker ini dianjurkan tetap dipakai.
5) Sarung tangan, dibutuhkan pada waktu mengerjakan pekerjaan yang berhubungan
dengan bahan yang keras, misalnya membuka atau mengencangkan baut dan
sebagainya.

Gambar . Perlengkapan keselamatan kerja

20. Pedoman untuk pelaku utama konstruksi


Pedoman untuk manajemen puncak
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian manajemen puncak untuk mengurangi
biaya karena kecelakaan kerja, antara lain :
1) Mengetahui catatan tentang keselamatan kerja dari semua manajer lapangan.
Informasi ini digunakan untuk mengadakan evaluasi terhadap program
keselamatan kerja yang telah diterapkan.
2) Kunjungan lapangan untuk mengadakan komunikasi tentang keselamatan kerja
dengan cara yang sama sebagaimana dilakukan pelaksanaan monitoring dan
pengendalian mengenai biaya dan rencana penjadualan pekerjaan.
41
3) Mengalokasikan biaya keselamatan kerja pada anggaran perusahaan dan
mengalokasikan biaya kecelakaan kerja pada proyek yang dilaksanakan.
4`) Mempersyaratkan perencanaan kerja yang terperinci sehingga dapat memberikan
jaminan bahwa peralatan atau material yang digunakan untuk melaksanakan
pekerjaan dalam kondisi aman.
5) Para pekerja yang baru dipekerjakan menjalani latihan tentang keselamatan kerja
dan memanfaatkan secara efektif keahlian yang ada pada masing masing divisi
(bagian) untuk program keselamatan kerja.
21. Pedoman untuk manajer dan pengawas
Untuk para manajer dan pengawas, hal-hal berikut ini dapat diterapkan untuk
mengurangi kecelakaan dan gangguan kesehatan dalam pelaksanan pekerjaan bidang
konstruksi :
1) Manajer berkewajiban untuk melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja
konstruksi sehingga harus menerapkan berbagai aturan, standar untuk
meningkatkan K3, juga harus mendorong personil untuk memperbaiki sikap dan
kesadaran terhadap K3 melalui komunikasi yang baik, organisasi yang baik,
persuasi dan pendidikan, menghargai pekerja untuk tindakan-tindakan aman, serta
menetapkan target yang realistis untuk K3.
2) Secara aktif mendukung kebijakan untuk keselamatan pada pekerjaan seperti
dengan memasukkan masalah keselamatan kerja sebagai bagian dari perencanaan
pekerjaan dan memberikan dukungan yang positif.
3) Manajer perlu memberikan perhatian secara khusus dan mengadakan hubungan
yang erat dengan para mandor dan pekerja sebagai upaya untuk menghindari
terjadi kecelakaan dan permasalahan dalam proyek konstruksi. Manajer dapat
melakukannya dengan cara :
a) Mengarahkan pekerja yang baru pada pekerjaannya dan mengusahakan agar
mereka berkenalan akrab dengan personil dari pekerjaan lainnya dan
hendaknya memberikan perhatian yang khusus terhadap pekerja yang baru,
terutama pada hari-harinya yang pertama.
b) Melibatkan diri dalam perselisihan antara pekerja dengan mandor, karena
dengan mengerjakan hal itu, kita akan dapat memahami mengenai titik
sudut pandang pari pekerja. Cara ini bukanlah mempunyai maksud untuk
merusak (“merongrong”) kewibawaan pihak mandor, tetapi lebih mengarah
42
untuk memastikan bahwa pihak pekerja itu telah diperlakukan secara adil
(wajar).
c) Memperlihatkan sikap menghargai terhadap kemampuan para mandor tetapi
juga harus mengakui suatu fakta bahwa pihak mandor itu pun (sebagai
manusia) dapat membuat kesalahan. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara
mengizinkan para mandor untuk memilih para pekerjanya sendiri (tetapi
tidak menyerahkan kekuasaan yang tunggal untuk memberhentikan
pekerja).
22. Pedoman untuk mandor
Mandor dapat mengurangi kecelakaan dan gangguan kesehatan dalam pelaksanaan
pekerjaan bidang konstruksi dengan :
1) Memperlakukan pekerja yang baru dengan cara yang berbeda, misalnya dengan
tidak membiarkan pekerja yang baru itu bekerja sendiri secara langsung atau
tidak menempatkannya bersama-sama dengan pekerja yang lama dan kemudian
membiarkannya begitu saja.
2) Mengurangi tekanan terhadap pekerjanya, misalnya dengan tidak memberikan
target produktivitas yang tinggi tanpa memperhatikan keselamatan dan kesehatan
pekerjanya.
Selanjutnya manajemen puncak dapat membantu para mandor untuk mengurangi
kecelakaan kerja dengan cara berikut ini :
1) Secara pribadi memberikan penekanan mengenai tingkat kepentingan dari
keselamatan kerja melalui hubungan mereka yang tidak formal maupun yang
formal dengan para mandor di lapangan.
2) Memberikan penekanan mengenai keselamatan kerja dalam rapat pada tataran
perusahaan.
23. Pedoman untuk pekerja
Pedoman yang dapat digunakan pekerja untuk mengurangi kecelakaan dan gangguan
kesehatan dalam pelaksanaan pekerjaan bidang konstruksi antara lain adalah :
1) Permasalahan pribadi dihilangkan pada saat masuk lingkungan kerja.
2) Tidak melakukan pekerjaan bila kondisi kesehatan kurang mendukung.
3) Taat pada aturan yang telah ditetapkan.
4) Memahami program keselamatan dan kesehatan kerja.
5) Memahami lingkup kerja yang diberikan.
43
C. PEDOMAN PENGELOLAAN LIMBAH DAN BAHAN BERBAHAYA
Rumah sakit dengan berbagai kegiatannya yang menggunakan bahan berba-haya dan
menghasilkan limbah yang saat ini mulai disadari dapat menimbulkan gangguan kesehatan
akibat bahan yang terkandung di dalamnya dan menjadi mata rantai penyebaran penyakit,
selain itu juga dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan udara, air dan tanah.
Sampah rumah sakit dapat digolongkan berdasarkan jenis unit penghasil dan jenis
pengelolaannya, secara garis besar limbah padat rumah sakit digolongkan menjadi sampah
medis dan sampah non medis.
(1) Limbah padat medis biasanya dihasilkan oleh Ruang Pasien, Ruang Tindakan/
Pengobatan, Ruang Bedah, Ruang Perawatan termasuk dressing kotor, verband, kateter,
swab, plaster, dll.
(2) Limbah padat non medis dihasilkan oleh Ruang Administrasi, Ruang Gizi, Ruang Diklat,
dll.
Penggolongan tersebut di atas bertujuan:
(1) Memudahkan bagi penghasil untuk pembuangan sampah (sesuai jenis warna kantong)
(2) Mencegah terkontaminasinya limbah padat non medis dari limbah padat medis
(3) Memudahkan pengelola sampah dalam mengenali sampah didalamnya tergolong medis
atau bukan
(4) Memperkecil biaya operasional pengelolaan limbah padat

a. Limbah Berbahaya dan Sejenisnya


1) Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah limbah yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian
menonjol yang dapat memotong atau atau menusuk kulit.
Limbah benda tajam mempunyai potensi dan dapat menyebabkan cidera melalui sobekan
atau tusukan. Limbah benda tajam mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh,
bahan mikrobiologi dan beracun, bahan citotoksik atau radioaktif.
Secara umum, jarum disposible tidak dipisahkan dari syringe atau perlengkapan lain
setelah digunakan. Cliping, bending atau breaking jarum-jarum untuk membuatnya tidak
bisa digunakan sangat disarankan karena akan menyebabkan accidental inoculation.
Prosedur tersebut dalam beberapa hal perlu diperhatikan kemungkinan dihasilkannya
aerosol. Menutup jarum dengan kap dalam keadaan tertentu barangkali bisa diterima,
misalnya dalam penggunaan bahan radioaktif dan untuk pengumpulan gas darah.
44
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kontainer yang tahan tusukan dan diberi label
dengan benar untuk menghindari kemungkinan cidera saat proses pengumpulan dan
pengangkutan limbah tersebut. Dan pada proses akhir dimusnahkan dengan incinerator.

2) Limbah infeksius
Limbah infeksius memiliki pengertian ;
a) Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular
(perawatan insentif)
b) Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik
dan ruang perawatan / isolasi penyakit menular
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada proses akhir
dimusnahkan dengan incinerator.

3) Limbah jaringan tubuh


Cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang terkontaminasi berat oleh darah, bila
dalam jumlah kecil, dan bila mungkin diencerkan, sehingga dapat dibuang ke spoolhook
dalam sistem saluran pengolahan air limbah.

4) Limbah citotoksik
Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontami-nasi
dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik.
Untuk menghapus tumpahan yang tidak disengaja, perlu disediakan absorben yang tepat.
Bahan pembersih hendaknya selalu tersedia dalam ruang peracikan terapi citotoksik,
bahan yang cocok untuk itu, antara lain: sawdust, granula absorpsi, atau pembersih
lainnya.
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada proses akhir
dimusnahkan dengan incenerator.
Sedangkan limbah dengan kandungan obat citotoksik rendah, seperti ; tinja , urine dan
muntahan, dapat dibuang secara aman ke dalam saluran air kotor. Namun harus hati-hati
dalam menangani limbah tersebut dan harus diencerkan dengan benar.

5) Limbah farmasi
Limbah farmasi berasal dari ;
45
a) Obat-obatan kadaluarsa
b) Obat-obatan yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau
kemasan yang terkontaminasi
c) Obat-obatan yang dikembalikan oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat
d) Obat-obatan yang tidak diperlukan oleh institusi yang bersangkutan
e) Limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan
Metode pembuangan tergantung pada komposisi kimia limbah. Namun, prinsip – prinsip
berikut hendaknya dapat dijadikan pertimbangan.
d) Limbah farmasi hendaknya diwadahi dengan kontainer non reaktif
e) Bilamana memungkinkan, cairan yang tidak mudah terbakar (larutan anti-biotik)
hendaknya dierap dengan sawdust dikemas dengan kantong plastik dan dibakar
dengan incenerator
f) Bila proses penguapan dilakukan untuk membuang limbah farmasi hendaknya
dilakukan di tempat terbuka jauh dari api, motor elektrik, atau intake conditioner.
Proses penguapan dapat menimbulkan pencemaran udara karena itu metode ini
hendaknya hanya digunakan untuk limbah farmasi dengan sifat racun rendah. Bahan
ditempatkan dalam wadah non reaktif yang mempunyai bidang permukaan luas.
g) Umumnya limbah farmasi harus dibuang melalui incenerator. Secara umum, tidak
disarankan untuk membuangnya ke dalam saluran air kotor.

6) Limbah bahan kimia


Limbah dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari,
laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Pembuangan limbah kimia ke dalam saluran air
kotor dapat menimbulkan korosi atau berupa ledakan. Reklamasi dan daur ulang bahan
kimia berbahaya dan beracun (B3) dapat diupayakan bila secar teknis dan ekonomis
memungkinkan. Disarankan untuk berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk
mendapat petunjuk lebih lanjut.
Mercuri banyak digunakan dalam penyerapan restorasi amalgam. Limbah mercuri
amalgam tidak boleh dibakar dengan incenerator karena akan menghasilkan emisi yang
beracun. Terlepas dari produksi limbah kimia, prosedur pengamanan adalah yang
terpenting (good housekeeping). Disarankan untuk berkonsultasi dengan instansi
berwenang untuk mendapat petunjuk lebih lanjut.

46
7) Limbah plastik
Masalah yang ditimbulkan oleh limbah plastik adalah terutama karena jumlah
penggunaan yang meningkat secara cepat seiring dengan penggunaan barang medis
disposable seperti syringe dan selang. Penggunaan plasik lain seperti pada tempat
makanan, kantong obat, peralatan dan lain-lain juga memberi kontribusi meningkatnya
jumlah limbah plastik. Terhadap limbah ini barangkali perlu dilakukan tindakan tertentu
sesuai dengan salah satu golongan limbah di atas jika terkontaminasi bahan berbahaya.
Apabila pemisahan dilakukan dengan baik, bahan plastik terkontaminasi dapat dibuang
melalui pelayanan pengangkutan sampah kota/umum.
Dalam pembuangan limbah plastik hendaknya memperhatikan aspek berikut:
a) Pembakaran beberapa jenis plastik akan menghasilkan emisi udara yang berbahaya.
Misalnya pembakaran plastik yang mengandung PVC (Poly Vynil Chlorida) akan
menghasilkan hidrogen chlorida, sementara itu pembakaran plastik yang mengandung
nitrogen seperti plastik formaldehida urea akan menghasilkan oksida nitrogen.
b) Keseimbangan campuran antara limbah plastik dan non plastik untuk pembakaran
dengan incinerator akan membantu pencapaian pembakaran sempurna dan
mengurangi biaya operasi incenerator
c) Pembakaran terbuka sejumlah besar limbah plastik tidak diperbolehkan karena akan
menghasilkan pemaparan pada operator dan masyarakat umum.
d) Komposisi kimia limbah beracun sesuai dengan kemajuan tehnologi sehingga produk
racun potensial dari pembakaran mungkin juga berubah. Karena itu perlu dilakukan
updating dan peninjauan kembali strategi penanganan limbah plastik ini
e) Tampaknya limbah plastik yang dihasilkan dari unit pelayanan kesehatan akan
meningkat. Volume yang begitu besar memerlukan pertimbangan dalam pemisahan
sampah dan untuk sampah plastik setelah aman sebaiknya diupayakan daur ulang.

b. Prosedur Penanganan dan Penampungan


1) Pemisahan dan Pengurangan
Dalam pengembangan strategi pengelolaan limbah, alur limbah harus
diidentifikasikan dan dipilah-pilah. Reduksi keseluruhan volume limbah, hendaknya
merupakan proses yang kontinyu. Pilah-pilah dan reduksi volume limbah klinis dan yang
sejenis merupakan persyaratan keamanan yang penting untuk petugas pembuang sampah,
petugas emergency dan masyarakat.
47
Pemilahan dan reduksi volume limbah hendaknya mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut ;
a) Kelancaran penanganan dan penampungan limbah
b) Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan pemisahan
limbah B3 dan non B3
c) Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia Non B3
d) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk
mengurangi biaya, tenaga kerja dan pembuangan.
Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil adalah kunci
pembuangan yang baik. Dengan limbah berada dalam kantong atau kontainer yang sama
untuk penyimpanan, pengangkutan dan pembuangan akan mengurangi kemungkinan
kesalahan petugas dalam penanganannya.

2) Penampungan
Sarana penampungan harus memadai, letak pada lokasi yang tepat, aman dan
hygienis. Standarisasi kantong pada limbah klinis dapat dilakukan dengan pembedaan
warna maupun dengan label, hal ini diperlukan agar menghindari kesalahan petugas dalam
pengelolaan.
Keseragaman standar kantong & kontainer limbah memberikan keuntungan sebagai
berikut:
a) Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar instasni/unit
b) Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di lingkungan rumah
sakit maupun pada penanganan limbah di luar rumah sakit.
c) Pengurangan biaya produksi kantong & container

3) Pengangkutan
Dalam strategi pembuangan limbah rumah sakit hendaknya memasukkan prosedur
pengangkutan limbah internal dan eksternal. Pengangkutan internal biasanya berawal dari
titik penampungan ke onsite incinerator dengan kereta dorong. Peralatan tersebut harus
diberi label dan dibersihkan secara reguler dan hanya digunakan untuk mengangkut
sampah . Setiap petugas hendaknya diberi APD (alat pelindung diri) khusus.
Pengangkutan sampah klinis dan yang sejenis ke tempat pembuangan di luar
memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus diikuti oleh seluruh petugas yang
48
terlibat. Prosedur tersebut harus memenuhi peraturan angkutan lokal. Bila limbah klinis
dan yang sejenis diangkut dengan kontainer khusus, kuat dan tidak bocor. Kontainer harus
mudah ditangani dan harus mudah dibersihkan.

4) Pemusnahan
Incinerator digunakan untuk melakukan proses pembakaran yang dilaksanakan
dalam ruang ganda incinerator yang mempunyai mekanisme pemantauan secara ketat dan
pengendalian parameter pembakaran. Limbah yang combustible dapat dibakar bila
incinerator yang tepat tersedia, bila tidak justru akan merusak dinding ruang incinerator.
Residu dari incinerator/abu bisa dibuang langsung ke landfill yang berizin atau bekerja
sama dengan pihak ketiga yang memiliki izin dari kementerian lingkungan hidup tentang
pengelolaan limbah B3.

c. Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya


Barang berbahaya dan beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Yang termasuk kategori bahan berbahaya dan beracun adalah:
a. Memancarkan radiasi
Bahan yang memancarkan gelombang elektromagnetik atau partikel radioaktif yang
mampu mengionkan secara langsung atau tidak langsung materi bahan yang dilaluinya,
misalnya: Ir192, I131, Tc99, Sa153, sinar X, sinar alfa, sinar beta, sinar gamma, dll.
b. Mudah meledak
Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat tanpa disertai pengim-bangan
kehilangan panas, sehingga kecepatan reaksi, peningkatan suhu dan tekanan meningkat
pesat dan dapat menimbulkan peledakan. Bahan mudah meledak apabila terkena panas,
gesekan atau bantingan dapat menimbulkan ledakan.

c. Mudah menyala atau terbakar


Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat disertai dengan pengim-bangan
kehilangan panas, sehingga tercapai kecepatan reaksi yang menimbulkan nyala. Bahan
mudah menyala atau terbakar mempunyai titik nyala (flash ponit) rendah (210C)
49
d. Oksidator
Bahan yang mempunyai sifat aktif mengoksidasikan sehingga terjadi reaksi oksidasi,
mengakibatkan reaksi eksothermis (keluar panas)
e. Racun
Bahan yang bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menye-babkan
kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan kulit
atau mulut.
f. Korosif
Bahan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan proses pengkaratan pada
lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan
temperatur uji 550C, mempunyai pH sama atau kurang dari 2 (asam), dan sama atau lebih
dari 12,5 (basa)
g. Karsinogenik
Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel luar yang dapat merusak jaringan tubuh.
h. Iritasi
Bahan yang dapat mengakibatkan peradangan pada kulit dan selaput lendir.
i. Teratogenik
Sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio.
j. Mutagenik
Sifat bahan yang dapat mengakibatkan perubahan kromosom yang berarti dapat merubah
genetika.
k. Arus listrik
Faktor yang mendukung timbulnya situasi berbahaya/tingkat bahaya dipengaruhi oleh:
a. Daya racun dinyatakan dengan satuan LD50 atau LC50, dimana makin kecil nilai LD50 atau
LC50 B3 menunjukkan makin tinggi daya racunnya
b. Cara B3 masuk ke dalam tubuh yaitu melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan dan
penyerapan melalui kulit. Diantaranya yang sangat berbahaya adalah yang melalui
saluran pernapasan karena tanpa disadari B3 akan masuk ke dalam tubuh bersama udara
yang dihirup yang diperkirakan sekitar 8,3 M2 selama 8 jam kerja dan sulit dikeluarkan
kembali dari dalam tubuh.
c. Konsentrasi dan lama paparan
d. Efek kombinasi bahan kimia, yaitu paparan bermacam-macam B3 dengan sifat dan daya
racun yang berbeda, menyulitkan tindakan-tindakan pertolongan atau pengobatan
50
e. Kerentanan calon korban paparan B3, karena masing-masing individu mempunyai daya
tahan yang berbeda terhadap pengaruh bahan kimia.

Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3:


a. Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri dan
karakteristiknya. Diperlukan penataan yang rapi dan teratur, dilakukan oleh petugas yang
ditunjuk sebagai penanggung jawab. Hasil identifikasi diberi label atau kode untuk dapat
membedakan satu sama lainnya. Sumber informasi didapatkan dari lembar data
keselamatan bahan (MSDS).
b. Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan sesuai sifat
dan karekteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus memprediksi resiko
yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi.
c. Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang dilakukan
meliputi:
1) Pengendalian operasional, seperti eliminasi, substitusi, ventilasi, penggunaan alat
perlindungan diri, dan menjaga hygiene perorangan.
2) Pengendalian organisasi administrasi, seperti pemasangan label, penyediaan lembar
MSDS, pembuatan prosedur kerja, pengaturan tata ruang, pemantauan rutin dan
pendidikan atau latihan.
3) Inspeksi dan pemeliharaan sarana, prosedur dan proses kerja yang aman
4) Pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang
d. Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya antara lain:
1) Upayakan substitusi, yaitu mengganti penggunaan bahan berbahaya dengan yang
kurang berbahaya
2) Upayakan menggunakan atau menyimpan bahan berbahaya sedikit mungkin dengan
cara memilih proses kontinyu yang menggunakan bahan setiap saat lebih sedikit.
Dalam hal ini bahan dapat dipesan sesuai kebutuhan sehingga resiko dalam
penyimpanan kecil.
3) Upayakan untuk mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang bahan berbahaya
yang menyangkut sifat berbahaya, cara penanganan, cara penyimpanan, cara
pembuangan dan penanganan sisa atau bocoran/ tumpahan, cara pengobatan bila
terjadi kecelakaan dan sebagainya. Informasi tersebut dapat diminta kepada penyalur
atau produsen bahan berbahaya yang bersangkutan.
51
4) Upayakan proses dilakukan secara tertutup atau mengendalikan kontaminan bahan
berbahaya dengan sistem ventilasi dan dipantau secara berkala agar kontaminan tidak
melampaui nilai ambang batas yang ditetapkan.
5) Upayakan agar tenaga kerja tidak mengalami paparan yang terlalu lama dengan
mengurangi waktu kerja atau sistem shift kerja serta mengikuti prosedur kerja yang
aman.
6) Upayakan agar tenaga kerja memakai alat pelindung diri yang sesuai atau tepat
melalui pengujian, pelatihan dan pengawasan.
7) Upayakan agar penyimpanan bahan-bahan berbahaya sesuai prosedur dan petunjuk
teknis yang ada dan memberikan tanda-tanda peringatan yang sesuai dan jelas.
8) Upayakan agar sistem izin kerja diterapkan dalam penanganan bahan-bahan
berbahaya
9) Tempat penyimpanan bahan-bahan berbahaya harus dalam keadaan aman, bersih, dan
terpelihara dengan baik
10) Upayakan agar limbah yang dihasilkan sekecil mungkin dengan cara memelihara
instalasi menggunakan teknologi yang tepat dan upaya pemanfaatan kembali atau
daur ulang.

d. Pengadaan jasa dan bahan berbahaya


Rumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan barang yang diperlukan.
Rekanan yang akan diseleksi diminta memberikan proposal berikut company profile.
Informasi yang diperlukan menyangkut spesifikasi lengkap dari material atau produk,
kapabilitas rekanan, harga, pelayanan, persyaratan MFK dan lingkungan serta informasi lain
yang dibutuhkan oleh rumah sakit.
Untuk memudahkan melakukan proses seleksi, dibuat form seleksi yang memuat kriteria
wajib yang harus dipenuhi oleh rekanan serta sistem penilaian untuk masing-masing kriteria
yang ditentukan.
Hal-hal yang menjadi kriteria penilaian :
a. Kapabilitas
Kemampuan dan kompetensi rekanan dalam memenuhi apa yang tertulis dalam kontrak
kerjasama
b. Kualitas dan garansi

52
Kualitas barang yang diberikan memuaskan dan sudah sesuai dengan spesifikasi yang
sudah disepakati. Jaminan garansi yang disediakan baik waktu maupun jenis garansi yang
diberikan.
c. Persyaratan MFK dan lingkungan
1) Menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS)
2) Melaksanakan Sistem Manajemen Lingkungan atau ISO 14001
3) Kemasan produk memenuhi persyaratan MFK dan lingkungan
4) Mengikuti ketentuan MFK yang berlaku di rumah sakit
d. Sistem mutu
1) Metodologi bagus
2) Dokumen sistem mutu lengkap
3) Sudah sertifikasi ISO 9000
e. Pelayanan
1) Kesesuaian waktu pelayanan dengan kontrak yang ada
2) Pendekatan yang dilakukan supplier dalam melaksanakan tugasnya
3) Penanganan setiap masalah yang timbul pada saat pelaksanaan
4) Memberikan layanan purna jual yang memadai dan dukungan teknis disertai sumber
daya manusia yang handal

e. Penanganan bahan berbahaya dan beracun


Dalam penanganan (menyimpan, memindahkan, menangani tumpahan, meng-gunakan,
dll) B3, setiap staf wajib mengetahui betul jenis bahan dan cara penanganannya dengan
melihat SOP dan MSDS yang telah ditetapkan.
a. Kenali dengan seksama jenis bahan yang akan digunakan atau disimpan
b. Baca petunjuk yang tertera pada kemasan
c. Letakkan bahan sesuai ketentuan
d. Tempatkan bahan pada ruang penyimpanan yang sesuai dengan petunjuk
e. Perhatikan batas waktu pemakaian bahan yang disimpan
f. Jangan menyimpan bahan yang mudah bereaksi di lokasi yang sama
g. Jangan menyimpan bahan melebihi pandangan mata
h. Pastikan kerja aman sesuai prosedur dalam pengambilan dan penempatan bahan, hindari
terjadinya tumpahan/ kebocoran
i. Laporkan segera bila terjadi kebocoran bahan kimia atau gas
53
j. Laporkan setiap kejadian atau kemungkinan kejadian yang menimbulkan bahaya/
kecelakaan (accident atau near miss) melalui form yang telah disediakan dan alur yang
telah ditetapkan.

54
D. PEDOMAN PENYEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
Undang-undang RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 22 mengamanatkan
bahwa untuk mewujudkan kualitas kesehatan lingkungan yang sehat diperlukan
penyelenggaraan kesehatan lingkungan yang dilaksanakan di lingkungan permukiman,
angkutan umum, tempat umum, lingkungan kerja termasuk rumah sakit. Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit lebih lanjut dijabarkan dalam Kepmenkes RI nomor
1204/Menkes/SK/X/2004.
Rumah sakit dapat menimbulkan bahaya bagi para penderita, keluarga, pengunjung
rumah sakit maupun para pekerjanya, baik bagi para dokter, perawat, teknisi dan semua yang
berkaitan dengan pengelolaan rumah sakit maupun perawatan penderita.
Rumah sakit sebagai sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan
pelayanan berupa pelayanan rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat, yang
mencakup pelayanan medis dan non medis, perlu juga menciptakan kondisi lingkungan yang
sehat agar tidak menjadi tempat/sarana penyebaran penyakit dan gangguan kesehatan lainnya
khususnya bagi pasien, pengunjung dan karyawannya, dengan mewujudkan kualitas
kesehatan lingkungan .
Penyehatan lingkungan rumah sakit adalah segala upaya untuk menyehatkan dan
memelihara lingkungan rumah sakit dan pengaruhnya terhadap manusia. Dalam
menyelenggarakan penyehatan lingkungan rumah sakit, Direktur atau Pengurus rumah sakit
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan penyehatan lingkungan rumah sakit. Dalam
melaksanakan tugas tersebut Direktur rumah sakit telah membentuk instalasi kesehatan
lingkungan sebagai pelaksana yang menjalankan tugas pokok dan fungsi di bidang
penyehatan lingkungan rumah sakit.

1. Penyehatan Ruangan, Bangunan dan Fasilitas Sanitasi termasuk Pencahayaan,


Penghawaan dan Kebisingan.
a. Pengertian
1) Bangunan rumah sakit adalah semua bentuk fisik stasioner berupa ruangan, unit,
kamar, halaman, sarana/instalasi pengolah (Treatment Plant), dapur, laundry, akses
jalan, sarana pemadam kebakaran dan sejenisnya yang dibatasi oleh pagar terluar
rumah sakit.
2) Penyehatan lingkungan rumah sakit adalah semua upaya untuk menyehatkan dan
memelihara lingkungan rumah sakit dan pengaruhnya bagi manusia.
55
3) Penyehatan bangunan rumah sakit adalah upaya menyehatkan dan memelihara
kondisi fisik bangunan rumah sakit agar tidak menjadi faktor risiko penularan
penyakit dan gangguan kesehatan.
4) Faktor Risiko Penularan Penyakit adalah kondisi atau keadaan yang dapat mendorong
terjadinya penularan penyakit
5) Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
6) Penghawaan adalah jumlah udara segar yang memadai untuk menjamin kesehatan
pemakai ruang
7) Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu
dan atau membahayakan kesehatan.
b. Lingkup Penyehatan Bangunan Rumah Sakit
1) Ruang/Kamar/Unit meliputi kebersihan ruang/kamar/unit, lantai, dinding, ventilasi,
pencahayaan, suhu-kelembaban, wastafel, toilet, tempat sampah, lalu lintas antar
ruang, pemadam kebakaran dll.
2) Dapur meliputi lokasi, tempat peracikan makanan, wastafel, pencahayaan, ventilasi,
petunjuk/himbauan, lantai, saluran pembuangan air kotor, tempat sampah, cerobong
asap, pemadam kebakaran dll.
3) Laundry meliputi pencahayaan, ventilasi, lantai, saluran pembuangan, tempat
penampungan sementara linen kotor dan linen bersih dll.
4) Halaman meliputi pagar, lahan terbuka, peresapan air hujan, taman, tempat sampah
dll.
5) Akses jalan meliputi aksesibilitas, sarana penerangan malam hari dan petunjuk arah
6) Sarana Parkir Basement meliputi aksesibilitas, ventilasi, sarana penerangan, petunjuk
arah/himbauan, pemadam kebakaran.
7) Instalasi/sarana Pengolahan (Treatment Plant) meliputi lokasi, pagar, penerangan
malam hari, petnjuk/himbauan, tempat sampah.
8) Pemadam Kebakaran meliputi sumber listrik, ketersediaan sumber air, sistim
kewaspadaan.

56
c. Persyaratan Lokasi Bangunan Rumah sakit
1) Bangunan RS harus mempunyai batas yang jelas, dilengkapi dengan pagar yang kuat
sehingga tidak memungkinkan orang yang tidak berkepentingan dan binatang
peliharaan keluar-masuk dengan bebas. Harus selalu dalam keadaan bersih dan bebas
dari asap rokok.
2) Lokasi bangunan RS harus terhindar dari banjir, apabila RS berada pada daerah banjir
maka bangunan harus sedemikian sehingga pada saat terjadi banjir permukaan air
tertinggi tidak sampai menggenangi halaman RS. Lokasi RS harus terhindar dari
tanah lonsor.
3) Bangunan harus fireproofing (terhindar dari api), tersedia sarana pemadam kebakaran
dan pada saat terjadi keadaan darurat harus mudah dievakuasi.
4) Bangunan RS harus dilengkapi dengan pencahayaan baik alami maupun buatan
dengan intensitas memadai.
5) Halaman tidak berdebu, tidak becek/tidak terdapat genangan air, tersedia saluran
pelimpasan air hujan yang memadai. Apabila kedalaman air tanah > 8 m pada musim
penghujan maka air hujan harus diresapkan ke dalam tanah.
6) Tersedia saluran pembuangan air limbah tertutup yang dialirkan ke instalasi pengolah
limbah cair RS terpusat.
7) Tersedia tempat sampah yang memadai di lokasi-lokasi yang rawan kotor akibat
sampah.
8) Instalasi/Sarana:
a) Pengolah Limbah Cair: apabila menggunakan sistim aerobik lokasi agar tidak
berdekatan dengan ruang perawatan atau sejenisnya agar tidak terganggu oleh bau
yang dapat ditimbulkannya, harus dalam keadaan bersih, pada malam hari harus
diberikan lampu penerangan yang memadai dan hindari terjadinya penumpukan
sampah/sludge di lokasi instalasi.
b) Limbah Padat: apabila menggunakan Insinerator maka harus dibuatkan cerobong
dengan ketinggian minimum 1,5 – 2,0 m tinggi bangunan tertinggi di sekitarnya,
lokasi Insinerator agar berada pada posisi down wind dari lokasi rumah sakit dan
agar dihindari terjadinya penumpukan sampah yang akan dibakar di sekitar
Insinerator pada tempat terbuka.

57
d. Persyaratan Umum Konstruksi Bangunan Rumah Sakit
1) Dinding dan lantai harus kuat, permukaan rata, tidak retak-retak, kedap air, tidak licin,
berwarna terang dan mudah dibersihkan. Pertemuan antara dinding-lantai dan
dinding-dinding berbentuk konus/melengkung. Dinding yang selalu kontak dengan air
harus dilapisi dengan cat anti air.Lantai yang selalu kontak dengan air harus
mempunyai kemiringan cukup ke arah saluran pembuangan air.
2) Atap harus kuat, tidak bocor, tidak menjadi tempat perindukan tikus dan binatang
pengganggu lainnya. Tinggi atap  10 m harus dilengkapi penangkal petir.
3) Langit-langit harus kuat, tidak bocor dan anti rayap, berwarna terang, tinggi minimal
2,7 m dari lantai dan mudah dibersihkan.
4) Ruang harus selalu dalam keadaan bersih, tersedia tempat sampah sesuai jenisnya.
Pembersihan dengan disinfektan dilakukan secara periodik untuk mengurangi kadar
kuman dalam udara misalnya lampu UV, aerosol misalnya Resorcinol, Ethylene
Glycol dan sejenisnya.
5) Penghawaan ruangan/ventilasi harus dihubungkan dengan udara luar/segar dengan
debit pertukaran udara yang memadai. Apabila tidak memungkinkan harus dilengkapi
dengan sarana ventilasi mekanis.
6) Penggunaan tangga/lift/elevator harus dilengkapi petunjuk penggunaan yang mudah
difahami pengguna, alarm bila terjadi kemacetan lift dan sarana pencegahan
kecelakaan lainnya.
7) Dilengkapi dengan pintu darurat yang mudah dijangkau apabila terjadi kebakaran atau
keadaan darurat lainnya.
8) Lalu lintas antar ruang harus dirancang dengan seksama dengan memperhati-kan
kemudahan aksesibilitas, menghindari terjadinya kecelakaan dan konta-minasi serta
dilengkapi dengan petunjuk arah.
9) Akses jalan harus dapat mengakomodir lalu-lintas mobil pemadam kebakaran apabila
terjadi keadaan darurat. Akses jalan harus diperkeras sehingga tidak becek dan tidak
berdebu.
10) Parkir Basement dilengkapi dengan exhauster yang memadai untuk meng-hilangkan
udara tercemar di dalam ruang Basement, dilengkapi petunjuk arah dan disediakan
tempat sampah yang memadai serta pemadam kebakaran.

58
e. Persyaratan Khusus Bangunan Rumah sakit
Persyaratan khusus bangunan rumah sakit dibagi menurut zona yang didasarkan
pada tingkat risiko/bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan pelayanan di
rumah sakit.
Zona tersebut adalah sebagai berikut:
1) Zona risiko rendah antara lain ruang administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan,
ruang perpustakaan, ruang resepsionis dan ruang kelas.
2) Zona risiko sedang antara lainruang pasien reguler, rawat jalan, ruang ganti pakaian
dan ruang tunggu pasien.
3) Zona risiko tinggi antara lain ruang isolasi, ruang perawatan intensif, laboratorium,
ruang pengindraan medis (medical imaging), ruang bedah mayat (autopsy) dan ruang
jenasah.
4) Zona risiko sangat tinggi antara lain ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang
perawatan gigi, ruang gawat darurat dan ruang patologi.

f. Tata Cara Pelaksanaan


1) Pemeliharaan ruang dan bangunan
a) Kegiatan pembersihan ruang harus dilakukan pagi dan sore hari
b) Pembersihan lantai di ruang perawatan dilakukan paling sedikit 2 kali sehari
c) Kegiatan pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari
d) Alat-alat kebersihan harus memenuhi standard
e) Bahan-bahan pembersih serta antiseptik yang digunakan untuk kegiatan
pembersihan harus memiliki Lembar Data Pengaman (MSDS)
f) Peralatan pembersih harus dibedakan penggunaannya untuk ruangan dan
untuk toilet
g) Pembersihan lantai dimulai dari bagian ruangan paling dalam dan bergerak
menuju ke arah luar.
h) Sewaktu membersihkan lantai, semua perlengkapan ruangan seperti meja,
kursi, nakas yang memungkinkan untuk dipindahkan, harus diangkat/
digeser agar pembersihan lantai lebih sempurna.
i) Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 kali setahun dan
di cat ulang 1 kali setahun

59
j) Apabila ada ceceran darah atau cairan tubuh yang lain mengenai lantai dan
dinding harus segera dibersihkan menggunakan antiseptik.

2) Pencahayaan
a) Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan silau
dan intensitasnya sesuai dengan peruntukkannya
b) Penempatan bola lampu sedemikian rupa menghasilkan penyinaran yang
optimum dan sering dibersihkan
c) Bola lampu yang mulai tidak berfungsi segera diganti
d) Jaringan instalasi listrik harus sering diperiksa kondisinya untuk menjamin
keamanan

3) Penghawaan
a) Untuk penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang (cross
ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.
b) Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi
dibandingkan ruang-ruang lain dan menggunakan cara mekanis (Air
Conditioner)
c) Untuk penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan, dipasang
pada ketinggian minimal 2 m diatas lantai atau minimal 0,2 m dari langit-
langit.
d) Pemantauan kualitas udara ruang minimal 2 kali setahun dilakukan
pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas udara (kuman,
debu, dan gas)

4) Kebisingan
a) Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa sehingga kamar dan
ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari kebisingan
b) Sumber-sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan sekitarnya agar
diupayakan untuk dikendalikan antara lain dengan cara :
(1) Pada sumber bising di rumah sakit; peredaman, penyekatan, pemindahan,
pemeliharaan mesin yang menjadi sumber bising

60
(2) Pada sumber bising dari luar rumah sakit; penyekatan/ penyerap-an bising
dengan penanaman pohon, meninggikan tembok, dll.

5) Fasilitas Sanitasi
a) Fasilitas toilet dan kamar mandi
(1) Harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih.
(2) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna
terang dan mudah dibersihkan.
(3) Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban, peturasan dan
tempat cuci tangan) tersendiri. Khususnya untuk unit rawat inap dan
kamar karyawan harus tersedia kamar mandi.
(4) Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan
penahan bau (water seal).
(5) Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur,
kamar operasi, dan ruang khusus lainnya.
(6) Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar.
(7) Toilet dan kamar mandi pria dan wanita harus terpisah.
(8) Toilet dan kamar mandi unit rawat inap dan karyawan harus terpisah.
(9) Toilet dan kamar mandi karyawan harus terpisah dengan toilet
pengunjung.
(10) Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang mudah dijangkau dan
ada petunjuk arah.
(11) Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara
kebersihan.
(12) Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat
menjadi tempat perindukan nyamuk.
(13) Tersedia toilet untuk pengunjung dengan perbandingan 1 toilet untuk 1 -
40 pengunjung wanita, 1 toilet untuk 1 - 60 pengunjung pria.

b) Fasilitas pembuangan sampah/limbah padat


(1) Tempat pengumpul sampah
(a) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air
dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya.
61
(b) Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori
tangan.
(c) Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau setiap
radius 10 meter dan setiap radius 20 meter pada ruang tunggu
terbuka.
(d) Setiap tempat pengumpul sampah harus dilapisi kantong plastik
seba-gai pembungkus sampah dengan lambang dan warna sebagai
berikut :
Tabel 4.2
Kategori Pewadahan Limbah Medis
Warna tempat/
No Kategori kantong plastik Lambang Keterangan
pembungkus
sampah

1 Radio aktif merah Sampah berbentuk benda tajam,


2 Infeksius kuning ditampung dalam wadah yang
3 Citotoksis ungu kuat/tahan benda tajam sebe-lum
4 Umum Hitam dimasukkan ke dalam kan-tong
yang sesuai dengan
katego-ri/jenis sampahnya.

(e) Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang dari sehari apabila
2/3 bagian telah berisi sampah.
(f) Khusus untuk tempat pengumpul sampah katagori infeksius (plastik
kuning) dan sampah citotoksis (plastik ungu) segera dibersihkan dan
didesinfeksi setelah dikosongkan, apabila akan dipergunakan
kembali.
(2) Tempat penampungan sampah sementara
(a) Tersedia tempat penampungan sampah sementara yang tidak
permanen.
(b) Terletak pada lokasi yang mudah dijangkau kendaraan pengangkut
sampah.
(c) Dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya satu kali 24 jam.

62
(3) Tempat pembuangan sampah akhir
(a) Sampah radio-aktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis dan
peraturan perundangan yang berlaku (PP No. 13/1975) dan
kemudian diserahkan kepada BATAN untuk penanganan lebih
lanjut.
(b) Sampah infeksius dan citotoksis dimusnahkan melalui incinerator
pada suhu di atas 1000 0C.
(c) Sampah umum (domestik) yang memungkinkan supaya dilakukan
daur ulang
(d) Sampah farmasi dikembalikan kepada distributor, bila tidak
memungkinkan supaya dimusnahkan melalui incinerator pada suhu
diatas 1000 0C.
(e) Sampah bahan kimia berbahaya, bila mungkin dan ekonomis supaya
didaur ulang, bila tidak supaya pembuangannya berkonsultasi
terlebih dahulu ke instansi yang berwenang.

c) Fasilitas pembuangan limbah


(1) Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup,
kedap air dan limbah harus mengalir dengan lancar.
(2) Rumah Sakit memiliki unit pengolahan limbah sendiri
(3) Kualitas limbah (effluent) rumah sakit yang akan dibuang ke lingkungan
harus memenuhi persyaratan baku mutu effluent sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

d) Fasilitas pembuangan gas buangan (emisi)


(1) Rumah Sakit harus memiliki sarana pengendalian gas buangan (emisi)
(2) Gas buangan yang dibuang ke dalam lingkungan harus memnuhi baku
mutu emisi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e) Fasilitas Pengendalian Serangga dan Tikus


(1) Setiap lubang pada bangunan harus dipasang alat yang dapat mencegah
masuknya serangga atau tikus.
63
(2) Setiap persilangan pipa dan dinding harus rapat.
(3) Setiap sarana penampunagn air harus bersih dan tertutup

f) Fasilitas sanitasi lainnya


(1) Harus tersedia tempat penampungan tinja, air seni, muntahan dan lain-
lain, (spoelhok) yang terbuat dari logam tahan karat pada setiap unit
perawatan.
(2) Tersedia ruang khusus untuk penyimpanan perlengkapan kebersihan
pada setiap unit perawatan

2. Penyehatan Makanan dan Minuman


a. Pengertian
1) Makanan dan minuman adalah semua makanan dan minuman yang disajikan untuk
pasien dan karyawan, dijual di dalam lingkungan rumah sakit serta dibawa dari luar
rumah sakit.
2) Bahan makanan, adalah semua bahan, baik terolah maupun tidak, termasuk bahan
tambahan makanan dan bahan penolong.
3) Makanan jadi adalah makanan yang telah diolah dan atau langsung
disajikan/dikonsumsi.
4) Pengelolaan makanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan
bahan makanan, penyimpanan, pengolahan, pengangkutan dan penyajian makanan.
5) Pengolahan makanan adalah kegiatan yang meliputi penerimaan bahan mentah atau
minuman terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, pengemasan dan pewadahan
makanan.
6) Persyaratan kesehatan makanan adalah ketetapan terhadap makanan dan
perlengkapannya yang memenuhi persyaratan bakteriologis, kimia dan fisika.
7) Penyehatan makanan minuman adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan,
orang, tempat dan perlengkapan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan
penyakit atau gangguan kesehatan lainnya.
8) Pengujian makanan adalah pemeriksaan dan analisa yang dilakukan terhadap contoh-
contoh makanan dan spesimen untuk diperiksa tingkat kesehatannya.
9) Bahan tambahan makanan adalah bahan yang tidak digunakan sebagai makanan dan
bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai
64
gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi
(termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk
menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut

b. Persyaratan
1) Lokasi Dapur
Terhindar dari sumber pencemaran, terutama yang berasal dari tempat sampah, WC,
bengkel cat danb sumber pencemaran lain.

2) Bangunan dan Fasilitas Dapur


a) Halaman
Halaman bersih, tidak banyak lalat, dan tersedia tempat sampah yang memenuhi
syarat kesehatan, tidak terdapat tumpukan barang-barang yang dapat menjadi
sarang tikus. Pembuangan air kotor (limbah dapur dan kamar mandi) tidak
menimbulkan sarang serangga, jalan masuknya tikus dan dipelihara
kebersihannya. Pembuangan air hujan lancar, tidak menimbulkan genangan-
genangan air.
b) Kontruksi
Bangunan untuk kegiatan pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan
teknis konstruksi bangunan yang berlaku.
c) Lantai
Permukaan lantai rapat air, halus, kelandaian cukup, tidak licin, dan mudah
dibersihkan.
d) Dinding
Permukaan dinding sebelah dalam halus, kering/tidak menyerap air dan mudah
dibersihkan. Pada permukaan dinding yang sering terkena percikan air, harus
dilapisi bahan kedap air yang permukaannya halus, tidak menahan debu, setinggi
2 m, dan berwarna terang.
e) Langit-langit
Langit-langit harus menutup seluruh atap bangunan, tinggi langit-langit sekurang-
kurangnya 2,4 m diatas lantai.
65
f) Pintu dan Jendela
Seluruh pintu dan jendela pada bangunan yang dipergunakan untuk memasak
harus membuka ke arah luar. Semua pintu dibuat menutup sendiri dan dilengkapi
peralatan anti lalat, seperti kasa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain.
g) Pencahayaan
Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan
pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif. Disetiap
ruangan tempat pengolahan makanan dan tempat mencuci tangan intensitas
pencahayaan sedikitnya 200 lux pada bidang kerja. Semua pencahayaan tidak
boleh menimbulkan silau dan distribusinya sedemikian sehingga sejauh mungkin
menghindakan bayangan.
h) Ventilasi/Penghawaan
Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan
ventilasi yang dapat menjaga kenyamanan suhu dan kelembaban dalam ruangan,
ventilasi juga harus cukup untuk mencegah udara dalam ruangan terlalu panas,
mencegah kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit,
membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan. Tungku dapat dilengkapi
dengan sungkup asap (hood) alat perangkap asap, cerobong asap, saringan dan
saluran serta pengumpul lemak. Semua tungku terletak dibawah sungkup asap.
i) Dapur formula bayi (dapur susu)
Dapur susu dibuat ruangan khusus (ruangan berdinding kaca) yang “bebas” dari
micro-organisme pathogen, dan tidak dipakai untuk kegiatan lain. Tenaga
penjamah makanan di dapur susu mempunyai baju dan atribut khusus yang steril
(barak short, tutup kepala, masker dan sarung tangan). Semua peralatan dan
perlengkapan harus steril (botol susu, tempat/wadah dan pengaduk).
j) Ruangan pengolahan makanan
Luas ruang pengolahan makanan harus cukup untuk bekerja untuk bekerja, agar
terhindar dari kemungkinan terkontaminasinya makanan dan memudahkan
pembersihan, dengan luas 2 m2 untuk setiap pekerja. Ruang pengolahan makanan
tidak boleh berhubunganlangsung dengan WC, peturasan dan kamar mandi. Untuk
kegiatan pengolahan dilengkapi sedikitnya meja kerja, lemari tempat
penyimpanan bahan dan makanan jadi yang terlindung dari gangguan serangga,
tikus dan hewan lainnya.
66
k) Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan
Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih / detergen. Pencucian
bahan makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan kalim
permanganat 0,02% atau dalam rendaman air mendidih dalam beberapa detik.
Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang
terlindung dari kemungkinan pencemaran oleh tikus, serangga dan hewan lainnya.
l) Tempat cuci tangan
Tersedia temapat cuci tangan yang bersih dan terpisah dengan tempat cuci
peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan kran, saluran
pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering. Tempat cuci
tangan disesuaikan dengan banyaknya karyawan (penjamah makanan). Untuk
sebuah tempat cuci tangan dipergunakan maksimal 10 orang, dengan tambahan 1
(satu) buah setiap penambahan 10 orang atau kurang dan terletak sedekat mungkin
dengan tempat kerja.
m) Air minum dan air bersih
Air bersih/minum harus tersedia cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan
pengolahan makanan. Kualitas air harus memenuhi persyaratan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

c. Tata Cara Pelaksanaan


1) Personal Hygiene
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan pribadi:
a) Mencuci tangan
Tangan selalu dicuci dengan sabun: sebelum bekerja, sesudah menangani bahan
makanan mentah/kotor atau terkontaminasi, setelah dari kamar kecil, setelah
tangan digunakan untuk menggaruk, batuk atau bersin dan setelah makan atau
merokok.
b) Pakaian
Memakai pakaian khusus untuk bekerja. Pakaian kerja harus bersih , yang sudah
usang jangan dipakai lagi.
c) Kuku dan perhiasan
Kuku dipotong pendek dan dianjurkan untuk tidak memakai perhiasan sewaktu
bekerja.
67
d) Topi/penutup rambut
Semua penjamah makanan harus memakai topi atau penutup rambut untuk
mencegah jatuhnya rambut kedalam makanan dan mencegah kebiasaan
mengusap/menggaruk kepala.
e) Merokok
Penjamah makanan sama sekali tidak diijinkan merokok selama bekerja, baik
waktu mengolah maupun mencuci peralatan. Merokok merupakan mata rantai
antara bibir dan tangan dan kemudian ke makanan, disam-ping sangat tidak etis.
f) Lain-lain
Kebiasaan lain seperti batuk-batuk, mengaruk-garuk, memecahkan jerawat, dan
lain-lain, merupakan tindakan yang tidak hygienis. Kebia-saan ini akan
mengkontaminasi tangan dan pada gilirannya mengkontami-nasi makanan.

2) Peralatan Pengolahan Makanan


a) Peralatan Makanan dan Minuman
Peralatan ini digunakan untuk penyajian makanan yang langsung di makan oleh
karyawan, penderita maupun pengunjung di rumah sakit, maka perlu diperhatikan:
(1) Bahan untuk peralatan makanan haruslah terbuat dari bahan yang kuat dan
bagian permukaan tempat makanan atau yang kontak dengan makanan
haruslah permukaannya halus, tidak ada sudut mati, mudah dibersihkan, tidak
mudah larut dalam makanan, tidak mengandung bahan beracun atau logam
berat, antara lain: Timah (Pb), Arsen (As), Tembaga (Cu), Seng (Zn),
Cadmium (Cd), dan Antimon (An).
(2) Bahan dasar harus kuat sehingga tidak mudah retak, penyok, gompel, robek
atau pecah.
(3) Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak
boleh mengandung angka kuman yang melebihi ambang batas dan tidak boleh
mengandung E.coli per cm2 permukaan alat.
(4) Kebersihan peralatan
(5) Kebersihan peralatan makanan dan minuman harus dijaga dengan baik.
Indikasi kebersihan peralatan makan secara fisik dapat diketahui dari tidak
adanya kotoran atau noda, tidak bau (amis,tengik atau bau makanan).
Kebersihan dapat diperoleh dengan cara pencucian yang baik.
68
b) Peralatan Masak dan Wadah Makanan
Peralatan ini digunakan untuk mengolah makanan mentah atau membawa
makanan matang:
(1) Peralatan makanan mentah terpisah dengan peralatan makanan jadi.
(2) Peralatan masak dan wadah makanan sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat
dan tidak larut dalam makanan seperti stainless steel.
(3) Semua peralatan harus mempunyai tutup.
(4) Peralatan yang bukan logam harus dari bahan yang kuat dan setelah rusak
langsung dibuang.
(5) Penyimpanan peralatan masak dan wadah pada rak-rak yang teratur, sebaiknya
mendapatkan sinar matahari.

c) Pencucian Peralatan
Pencucian yang benar akan memberikan hasil akhir pencucian yang sehat dan
aman. Untuk pencucian peralatan yang perlu diikuti adalah:
(1) Pisahkan segala kotoran atau sisa-sisa makanan yang terdapat pada alat
/barang seperti gelas, mangkok dll ketempat yang telah disediakan untuk itu.
Selanjutnya sampah tersebut dibuang bersama sampah dapur lainnya.
(2) Piring dan alat yang telah dibersihkan sisa makanan, ditempatkan pada
tempat piring kotor.
(3) Setiap piring/alat yang dicuci direndam pada bak pertama. Cara ini
dimaksudkan untuk memberikesempatan peresapan air kedalam sisa makanan
yang masih menempel, sehingga mudah untuk membersihkan selanjutnya.
(4) Setelah direndam untuk selama beberapa saat, maka piring mulai dibersihkan
dengan menggunakan detergen pada bak pencuci tersebut. Penggunaan sabun
sebaiknya dihindarkan karena sabun tidak dapat menghilangkan lemak.
(5) Cara pencucian dilakukan dengan menggosok bagian-bagian yang terkena
makanan, dengan cara menggosok berulang kali sampai tidak terasa licin lagi.
Bila mana masih licin akan menempel sisa-sisa bau yang belum bersih.
(6) Setelah pencucian dirasa cukup, maka langsung dibilas dengan air
pembersih/pembilas yang mengalir, sambil digosok dengan tangan dan tidak
lagi terasa sisa-sisa makanan atau sisa-sisa detergen.

69
(7) Piring atau gelas yang telah dicuci dibilas dengan air kaporit untuk
desinfeksi, langsung direndam kedalam air bak kaporit 50 ppm selama 2
menit kemudian ditempatkan pada tempat penirisan.
(8) Sedangkan untuk desinfeksi dengan air panas disyaratkan dengan suhu 82 0C
untuk selama 2 menit atau 1000C selama 1 menit.
(9) Cara memasukkan piring/gelas kedalam air panas,tidak boleh langsung
dengan tangan, tetapi sebelumnya dimasukkan kedalam rak-rak khusus untuk
di disinfeksi.
(10) Piring dan alat makan yang telah selesai melalui proses disinfeksi
ditempatkan pada rak-rak anti karat (stainless steel) sebagai tempat
penirisan/pengeringan dengan cara terbalik atau miring sampai kering dengan
bantuan sinar matahari atau sinar buatan dan tidak boleh dilap dengan kain.
Untuk itu bagian yang menempel kepermukaan piring atau bibir gelas harus
dijaga kebersihannya dengan cara desinfeksi.
(11) Piring atau gelas yang akan dipakai tidak perlu di lap atau digosok kain lap,
karena menjadi kotor kembali. Bilamana di lap, gunakan kain lap/tissue
sekali pakai.

d) Penyimpanan Peralatan
Penyimpanan peralatan haraus memenuhi ketentuan:
(1) Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam
keadaan kering dan bersih.
(2) Cangkir, mangkok, gelas dan sejenisnya cara penyimpanannya harus dibalik.
(3) Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan tidak aus/rusak.
(4) Laci-laci penyimpanan peralatan terpelihara kebersihannya.
(5) Ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dari sumber
pencemaran dan binantang perusak.

3) Pengolahan Makanan
a) Pengadaan Bahan Makanan
Sumber bahan makanan hendaknya dipilih yang berkualitas baik. Tempat-tempat
memperoleh bahan mentah hendaknya diketahui oleh kepala dapur. Disamping itu
masih diperlukan upaya tertentu untuk menjamin bahwa bahan makanan tersebut
70
tetap dalam keadaan baik sampai siap digunakan, antara lain pemeriksaan bahan
saat penerimaan, kalau perlu gunakan alat uji untuk jenis makanan tertentu,
misalnya : untuk jenis makanan susu dan daging.
Bahan makanan yang akan diolah terutama daging, susu, telur, ikan/udang dan
sayuran harus baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk , warna dan rasa,
sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi.
Bahan makanan kemasan (terolah), bahan tambahan, bahan penolong yang
dipergunakan hendaknya memenuhi persyaratan, sudah terdaftar pada Depatemen
Kesehatan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(1) Makanan kemasan (terolah)
(a) Mempunyai label dan merek
(b) Terdaftar dan mempunyai nomor daftar
(c) Kemasan tidak rusak/pecah atau kembung
(d) Belum kadaluarsa
(e) Kemasan hanya digunakan untuk satu kali penggunaan
(2) Makanan yang tidak dikemas
(a) Baru dan segar
(b) Tidak basi, busuk, rusak dan berjamur
(c) Tidak mengandung bahan yang dilarang

b) Penyimpanan Bahan Makanan


Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lain.
(1) Bahan makan kering
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bahan makanan kering
antara lain:
(a) Semua gudang bahan makanan hendaknya berada dibagian yang tinggi
untuk mencegah genangan air dan menjaga kelembabannya. Hendaknya
dihindarkan meletakkan gudang di kaki tangga/elevator, ruang peralatan
atau ruang-ruang yang kurang sesuai untuk bahan makanan.
(b) Bahan makanan hendaknya tidak diletakan dibawah saluran/pipa air
(air bersih maupun air limbah) untuk menghindari terkena bocoran dari

71
saluran tersebut. Kebocoran itu mudah diketahui dengan melihat adanya
kotoran yang menempel pada bagian saluran yang bocor tersebut.
(c) Hendaknya tidak ada drainase disekitar gudang makanan untuk
menghindari saluran balik/meluapnya saluran pada saat macet.
(d) Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak yang baik
dengan ketinggian rak terbawah dari lantai 20-25 cm. Hal ini untuk
menghindari kontaminasi karena genangan air, memudahkan
pembersihan dan mencegah infeksi serangga.
(e) Suhu gudang bahan makanan kering dan kaleng dijaga kurang dari 22 0
C untuk mengurangi pertumbuhan serangga, bakteri atau kerusakan
kaleng. Reaksi enzymatis yang merusak bisa terjadi pada suhu yang lebih
tinggi. Kelembaban relatif dijaga pada tingkat 40 % atau kurang untuk
menjaga mutu biji-biji dan bahan sejenis.
(f) Gudang harus dibuat anti tikus dan serangga. Jendela dan pintu
dipasang screen, pelindung tikus dan tempat masuk pipa harus ditutup
semen. Penggunaan pestisida harus hati-hati. Untuk gudang besar dapat
menyewa ahli pemberantas hama. Barang lain (misal: sabun, pestisida,
detergen dan lain-lain) tidak boleh disimpan dalam gudang makanan.
Untuk keteraturan penyimpan-an bisa menggunakan kartu gudang.
(2) Penyimpanan di lemari pendingin
(a) Pada refrigerator hendaknya disediakan ruang yang memadai untuk
meniris potongan-potongan dari freezer. Bila ditiris diluar refrigerator,
transfer panas terjadi cepat sehingga bagian tengah masih beku sementara
bagian luar sudah dimungkinkan untuk pertumbuhan bakteri.
(b) Ada tiga cara pokok untuk meniriskan bahan makanan: langsung
memasak bahan makanan beku, meniriskan bahan makanan beku dari
freezer dengan air panas suhu 1000C, dan meletakkan bahan makanan
beku dalam air mengalir.
(c) Rak-rak dalam refrigerator diatur sedemikiansehingga bahan makanan
tidak saling berdesakan untuk mendapatkan aliran udara dingin
secukupnya.
(d) Refrigerator harus berukuran memadai sehingga dapat digunakan dengan
baik dan mudah dijangkau. Area pengolahan hendaknya tidak terlalu jauh
72
dari refrigerator sehingga bahan makanan yang belum digunakan segera
dapat disimpan di refrigerator. Hal-hal tersebut mengingat bahwa bahan
makanan yang dibiarkan dalam suhu kamar selama lebih dari 3 jam
memungkinkan terjadinya perkembangbiakan bakteri.

c) Pengolahan Makanan
(1) Dalam pengolahan makanan terdapat unsur: bahan makanan, orang yang
mengolah, waktu dan suhu. Pengolahan makanan dapat dilakukan dengan
berbagai proses, antara lain:
(a) merebus, menggoreng, mengukus atau memanggang.
(b) Pendinginan, untuk makanan yang disajikan mentah (salad, lalapan).
(c) larutan kimia, seperti: pengasaman, penggaraman dan peren-daman dalam
cuka.
(d) proses biologi yang disebut fermentasi, seperti: membuat asam tempoyak,
tape, dan lain-lain.
(2) Pengolahan harus dilakukan oleh penjamah makanan dengan sikap dan prilaku
yang hygienis:
(a) Tidak merokok selama mengolah makanan
(b) Tidak makan atau mengunyah
(c) Tidak memakai perhiasan berlebihan kecuali cincin kawin
(d) Tidak menggunakan peralatan atau fasilitasa kerja yang bukan
peruntukkannya.
(e) Tidak mengerjakan kebiasaan yang menjijikkan selama mengolah
makanan seperti: mengorek, mencungkil, menggaruk, menjilat atau
meludah.
(f) Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara
terlindung dari kontak langsung dengan tubuh.
(g) Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dilakukan dengan
menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok, garpu
dan sejenisnya.
(h) Tenaga pengolah makanan harus selalu melakukan pemeriksaan
kesehatan secara rutin/berkala minimal 6 bulan sekali.

73
(3) Selalu berupaya untuk menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan
kerja, dengan cara:
(a) Menempatkan makanan pada wadah dan tempat yang layak, terutama
makanan yang mudah rusak.
(b) Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum bekerja dan setelah keluar
dari kamar mandi/WC.
(c) Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung.
(d) Selalu bersifat teliti dan hati-hati dalam menangani makanan

d) Pengangkutan Makanan
Makanan yang telah diolah dan disiapkan secara hygienis akan menjadi tercemar
bila cara-cara pengangkutannya tidak baik. Untuk itu perlu diperhatikan dalam
cara pengangkutannya, yaitu:
(1) Makanan jadi tidak diangkut bersama bahan makanan mentah.
(2) Makanan diangkut dengan menggunakan kereta dorong yang tertutup, bersih
dan anti karat (stainless steel), dan permukaan dalamnya mudah dibersihkan.
(3) Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih tersedia udara untuk
ruang gerak.
(4) Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur untuk mengangkut
bahan/barang kotor.

e) Penyajian Makanan
Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran dengan meng-gunakan
kereta dorong khusus (stainless steel dan tertutup) serta peralatan yang dipakai
selalu terjaga kebersihannya. Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi
dan dijamah dengan peralatan yang bersih, makanan jadi yang disajikan dalam
keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas penghangat makanan dengan suhu
minimal 600C untuk makanan panas dan 40C untuk makanan dingin.
Penyajian dilakukan dengan perilaku penyaji yang sehat dan berpakaian bersih.
Dalam tata hidang disiapkan segera dan tidak lama menunggu, letak makanan
berada dalam satu bidang, bila digunakan bidang yang berbeda (bertingkat), maka
jenis makanan basah berada dibawah dari jenis makanan kering.

74
f) Pengawasan dan Panilaian
Agar penyelenggaraan pengelolaan makanan di Rumah Sakit berjalan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan perlu dilaksanakan peng-awasan dan
penilaian yang dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan dengan observasi
maupun pengukuran-pengukuran yang dianggap perlu, dimulai dari bagian luar
bangunan kemudian seterusnya sesuai dengan diagram jalur makanan termasuk
tempat pencucian, tempat penyimpan-an bahan, tempat pengolahan (dapur)
termasuk alat pengangkut. Observasi meliputi:
(1) Melihat kebersihan dan kerapihan secara umum.
(2) Melihat kebersihan dan kerapihan karyawan selama melakukan tugas
pengolahan makanan.
(3) Melihat ada tidaknya serangga dan tikus.
(4) Mengukur suhu penyimpanan dingin bahan makanan maupun makanan jadi.
(5) Melakukan pengukuran-pengukuran yang diperlukan misalnya : pH dan chlor
pada air minum dan air bersih, kadar CO, Amoniak atau H 2S di dapur,
intensitas cahaya, suhu, kelembaban, kadar suhu pada makanan tersebut dsb.
Untuk mengetahui pengelolaan makanan di rumah sakit memenuhi syarat atau
tidak, perlu penilaian fisik dan kualitas. Penilaian fisik direalisasikan dalam
bentuk pemeriksaan dengan chek list yang berupa formulir pemeriksaan yang
telah dirancang sedemikian rupa sehingga dikembangkan sistim bobot dan nilai.
Nilai fisik dapat berupa nilai mutlak atau persentase sesuai dengan penggunaan
formulir. Dalam penilaian fisik hanya ada dua pengertian yaitu memenuhi
persyaratan kesehatan ling-kungan dan tidak memenuhi persyaratan. Penilaian
kualitas memerlukan bantuan pemeriksaan laboratorium.
Penilaian dilakukan terhadap:
(1) Pemeriksaan cemaran pada makanan, pada pemeriksaan ini diperlukan
pengambilan contoh-contoh makanan dengan diutamakan dari jenis makanan
yang mempunyai resiko tinggi sebagai penyebab keracunan makanan, antara
lain makanan yang mengandung protein dan kadar air yang tinggi seperti
daging, unggas, ikan, susu, telur dan olahannya, secara sederhada dapat dari
makanan campur yang siap dikonsumsi. Indikator terjadinya pencemaran
digunakan angka E.Coli.

75
(2) Pemeriksaan kebersihan peralatan masak dan makanan, untuk menguji
kebersihan dilakukan dengan mengambil usapan dengan kapas lidi steril
dengan metode pengambilan yang telah ditetapkan. Indikator terjadinya
cemaran adalah kuman E.Coli.
(3) Pemeriksaan carrier penjamah, dilakukan dengan cara usap dubur (rectal
swab) dengan memasukkan lidi kapas steril kedalam dubur dengan metode
pelaksanaan yang telah ditetapkan.
(4) Pemeriksaan kualitas air bersih, dilakukan dengan pedoman dengan syarat-
syarat berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Kesimpulan dari pemeriksaan diambil setelah diperoleh laporan dari hasil
pemeriksaan laboratorium. Penilaian fisik tetap merupakan dasar penilaian rutin,
sedangkan penilaian hasil laboratorium merupakan penunjang dan dilakukan pada
waktu tertentu sesuai dengan peraturan.

4) Penyuluhan
Penyuluhan sanitasi pengelolaan makanan ditujukan untuk:
a) Pengawas dan penjamah makanan
Tujuan : Memberi pengetahuan agar merubah sikap dan perilaku dalam
pengelolaan makanan.
Sasaran : Pengawasan makanan dan penjamah makanan yang ada
dilingkungan rumah sakit (dapur, ruang rawat dan kantin).
Metode : Penyegaran, Mengadakan pertemuan rutin setiap bulan atau enam
bulan sekali, Mengadakan pelatihan, dll.
Materi : 1. Penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan.
2. Penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan.
3. Prosedur kerja penyehatan makanan dalam pengelolaan
makanan, meliputi: bahan makanan, cara penerimaan, cara
penyimpanan, pengolahan, penyaluran dan penyaji-an terhadap
konsumen.
4. Pengetahuan sanitasi tentang sarana peralatan dan
perlengkapan.
5. Personal hygiene.

76
b) Pasien, keluarga pasien dan pengunjung.
Tujuan : Agar pasien, keluarga pasien dan pengunjung memahami makanan
yang baik untuk dimakan.
Metode : 1. Konsultasi
2. Penyuluhan
Materi : 1. Pengetahuan tentang makanan yang baik:
- Tidak basi dan tidak busuk serta akibatnya
- Menggunakan peralatan/wadah yang bersih
2. Tempat pengolahan makanan yang baik
3. Personal hygiene.

3. Penyehatan Air
a. Pengertian
1) Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air
minum sesuai Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010
2) Air bersih adalah air yang dapat dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan
kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai Permenkes No.
416/ MENKES/Per/IX/1990
3) Sumber penyediaan air minum dan air bersih untuk keperluan rumah sakit dapat
diperoleh dari penyediaan air system perpipaan, seperti dari perusahaan air
minum, sumber air tanah, atau lainnya yang telah diolah sehingga memenuhi
pesyaratan.

b. Persyaratan
1) Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan.
2) Tersedia air bersih minimal 500 lt/tempat tidur/hari.
3) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang
membutuhkan secara berkesinambungan.
4) Distribusi air minum dan air bersih di setiap ruangan/kamar harus menggunakan
jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif.

77
c. Tata Cara Pelaksanaan
1) Pengawasan kualitas air
a) Pemeriksaan sanitasi sarana penyediaan air minum dan atau air bersih
b) Pengambilan, pengiriman, dan pemeriksaan sample air
c) Analisis hasil pemeriksaan sanitasi sarana dan sample air
d) Penanggulangan/ perbaikan sarana dan kualitas air
2) Pemeriksaan sanitasi air minum dan air bersih rumah sakit dilaksanakan sekurang-
kurangnya 2 kali setahun, sekali pada musim kemarau dan sekali pada musim
hujan
3) Jumlah pengambilan sample air pada sarana penyediaan air minum/ air bersih di
rumah sakit adalah 6 sampel air minum dan 6 sampel air bersih per bulan untuk
pemeriksaan bakteriologi. Titik pengambilan sample terutama pada kran di ruang
dapur, bedah, RIIM, ICU, reservoir, dan secara acak pada kran-kran sepanjang
system distribusi dan titik-titik lain yang rawan pencemaran.
4) Pemeriksaan kualitas kimia air minum/ air bersih dilakukan minimal 2 kali
setahun, sekali pada musim kemarau dan sekali pada musim hujan. Titik
pengambilan sample masing-masing pada tempat penampungan (reservoir) dan
kran terjauh dari reservoir
5) Sampel air dikirim dan diperiksa pada laboratorium yang berwenang atau yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
6) Pengambilan dan pengiriman sample harus dilaksanakan sendiri oleh petugas
Kesling

4. Penanganan Limbah
a. Limbah Padat
1) Pengertian
a) Limbah padat adalah bahan yang tidak berguna, tidak digunakan ataupun yang
terbuang.
b) Limbah padat rumah sakit dibedakan menjadi dua, yaitu: limbah medis dan
limbah non medis (domestik). Limbah medis terdiri dari: limbah benda tajam,
limbah radioaktif, limbah sitotoksis, limbah infeksius dan sangat infeksius,
limbah farmasi

78
c) Limbah benda tajam terdiri dari: jarum suntik, pisau bedah, gunting, pecahan
botol, object glass, jarum infus, silet, disposable blood lancet
d) Limbah radioaktif terdiri dari: sisa radioisotop, dan bahan-bahan yang
terkontaminasi radioisotop misal: jarum suntik, kapas, kasa, kertas serap,
tissue, sarung tangan
e) Limbah sitotoksis: Sisa obat sitotoksik dan semua bahan yang dibuang dan
tidak terpakai lagi yang terkontaminasi obat-obat sitotoksik
f) Limbah infeksius dan sangat infeksius: Semua bahan buangan dan tidak
terpakai yang terkontaminasi cairan tubuh, jaringan tubuh, sisa makanan dan
minuman yang berasal dari pasien hepatitis dan HIV/AIDS, sisa spesimen, dll
g) Limbah farmasi: Obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang terkontaminasi,
obat yang tidak digunakan lagi, bekas kemasan obat seperti botol, aluminium
foil, bahan buangan yang dihasilkan selama pembuatan obat
h) Limbah domestik padat: terdiri dari limbah organik (sisa makanan, sampah
daun-daunan, kertas, dll) dan limbah non organic (botol minuman, kaleng
minuman, kemasan minuman, plastik pembungkus, baterai bekas.

2) Persyaratan
a) Tempat pengumpul sampah:
(1) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan
mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya.
(2) Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan.
(3) Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau setiap radius 10
meter dan setiap radius 20 meter pada ruang tunggu terbuka.
(4) Setiap tempat pengumpul sampah harus dilapisi kantong plastik sebagai
pembungkus sampah dengan lambang dan warna yang telah ditetapkan.
(5) Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang dari sehari apabila 2/3
bagian telah berisi sampah.
(6) Khusus untuk tempat pengumpul sampah kategori infeksius (plastik kuning)
dan sampah citotoksis (plastik ungu) setelah dikosongkan segera dibersihkan
dan didesinfeksi, apabila akan dipergunakan kembali.

79
b) Tempat penampungan sampah sementara
(1) Tersedia tempat penampungan sampah sementara yang tidak permanen.
(2) Terletak pada lokasi yang mudah dijangkau alat pengangkut sampah.
(3) Dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya satu kali 24 jam.
c) Tempat pembuangan sampah akhir
(1) Sampah radioaktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis dan peraturan
perundangan yang berlaku (PP No. 13/1975) dan kemudian diserahkan
kepada BATAN untuk penanganan lebih lanjut.
(2) Sampah infeksius dan citotoksis dimusnahkan melalui incinerator pada suhu
di atas 1000 0C.
(3) Sampah umum (domestik) yang memungkinkan supaya dilakukan daur
ulang
(4) Sampah farmasi dikembalikan kepada distributor, bila tidak memungkinkan
supaya dimusnahkan melalui incinerator pada suhu diatas 1000 0C.
(5) Sampah bahan kimia berbahaya, bila mungkin dan ekonomis supaya didaur
ulang, bila tidak supaya pembuangannya berkonsultasi terlebih dahulu ke
instansi yang berwenang
3) Tata Cara pelaksanaan
a) Sampah dari setiap ruangan atau unit kerja harus dipisahkan sesuai dengan jenis
sampah dan dimasukkan ke dalam tempat sampah yang telah dilapisi dengan
kantong plastik yang sesuai oleh petugas cleaning service yang bekerja pada unit
yang bersangkutan
b) Setiap hari atau setelah 2/3 bagian kantong plastik terisi walaupun belum 1 hari,
sampah diangkut ke tempat pengumpulan sementara
c) Sampah radioaktif Ir192 , Cs195, Tc99 disimpan sementara di tempat khusus dan
diserahkan ke BATAN atau di reeksport
d) Sampah infeksius dan sitotoksik dimusnahkan melalui incinerator dengan suhu
10000C
e) Sampah farmasi dikembalikan kepada distributor, dan apabila tidak
memungkinkan dimusnahkan melalui incinerator
f) Sampah medis benda tajam dikumpulkan dalam jerigen bekas, atau wadah lain
yang tahan terhadap tusukan.

80
g) Sampah bahan kimia berbahaya bila mungkin dan ekonomis supaya didaur
ulang, bila tidak supaya pembuangannya berkonsultasi terlebih dahulu ke
instansi yang berwenang.
h) Pengangkutan sampah dari ruangan atau unit kerja ke tempat pengumpulan
sementara harus menggunakan trolly tertutup melalui jalur khusus
i) Tempat pengumpulan sampah dan tempat penampungan sampah sementara
segera dibersihkan dan didesinfeksi setelah dikosongkan
j) Petugas yang menangani sampah harus selalu menggunakan alat pelindung diri
seperti sarung tangan, masker, dan sepatu.
k) Saat mengangkat plastik, pegang ikatannya dan jangan memegang badan plastik
l) Pemilahan sampah dilakukan di sumber, sampah medis yang dihasilkan dari
semua tindakan medis, jangan dibuang ke tempat sampah di kamar perawatan.
m) Kantong plastik harus selalu tertutup dan terikat kuat saat diangkut ke tempat
pembuangan sampah sementara.
n) Apabila plastik sampah yang tersedia tidak sesuai, gunakan plastik yang ada,
tetapi beri tanda/ tulisan "SAMPAH MEDIS".
o) Perlakukan semua sampah yang berasal dari kamar pasien penyakit menular
sebagai sampah sangat infeksius.

b. Limbah Cair
1) Pengertian
a) Limbah cair adalah air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
rumah sakit dimana kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan
kimia beracun, dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan dan
lingkungan.
b) Limbah cair medis terdiri dari sisa spesimen laboratorium, sisa reagent,
reagent bekas, limbah laundry, cairan tubuh pasien
c) Limbah cair domestik terdiri dari urine, tinja, air bekas cucian peralatan
makan
2) Persyaratan
Fasilitas pembuangan limbah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup,
kedap air dan limbah harus mengalir dengan lancar.
81
b) Rumah Sakit memiliki unit pengolahan limbah sendiri
c) Kualitas limbah (effluent) rumah sakit yang akan dibuang ke lingkungan
harus memenuhi persyaratan baku mutu effluent sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3) Tata Cara pelaksanaan
a) Limbah cair medis dan domestik melalui pipa saluran pembuangan
dikumpulkan dibak penampungan sementara yang disebut sewage,
kemudian di olah di Instalasi Pengolahan Air Limbah.
b) Lakukan pemeliharaan sarana IPAL secara rutin
c) Setiap hari harus dilakukan pemantauan debit, dan beberapa parameter
penting seperti TSS, pH, Suhu, BOD, COD, NH3, PO4, dan coliform.
d) Minimal 3 bulan sekali air limbah diperiksa pada laboratorium yang ditunjuk
dan hasil pemeriksaan dikirimkan ke BPLHD.

5. Penyehatan Tempat Pencucian Umum termasuk Laundry


a. Pengertian
1) Tempat pencucian umum adalah tempat yang dilengkapi dengan sarana pencucian
untuk mencuci alat-alat/perlengkapan penunjang medis
2) Laundry adalah tempat dan sarana pencucian linen
3) Linen adalah suatu barang/sarana yang terbuat dari serat/benang/kain
4) Linen kotor infeksius: tingkat kontaminasi tinggi, biasanya berasal dari unit
penyakit menular, ruang isolasi, dll contohnya seprei, selimut, stik laken
5) Linen kotor non infeksius: tingkat kontaminasi lebih rendah, biasanya berasal dari
sumber selain sumber linen kotor infeksius contohnya taplak meja, cordyn.

b. Tata Cara Pelaksanaan


1) Lokasi tempat pencucian umum atau laundry hendaknya ditempatkan pada lokasi
yang mudah dijangkau oleh unit kegiatan yang memerlukan. Penempatan laundry
hendaknya jauh dari ruang pasien dan tidak berada di jalan lintas.
2) Lantai harus terbuat dari beton atau plester yang kuat, rata, dan tidak licin dengan
kemiringan memadai (2-3%)
3) Harus disediakan saluran pembuangan air kotor system tertutup dengan ukuran,
bahan, dan kemiringan yang memadai (2-3%)
82
4) Disediakan kran air bersih dengan kualitas dan tekanan yang memadai. Untuk
laundry perlu disediakan juga air panas (steam) untuk keperluan desinfeksi.
Peralatan cuci dipasang permanent dan diletakkan dekat dengan saluran
pembuangan air kotor.
5) Laundry harus memiliki ruang-ruang terpisah untuk: Ruang linen kotor, Ruang
linen bersih, Gudang trolly linen, Gudang bahan-bahan pembersih, Gudang linen
bekas yang tidak terpakai
6) Perlu disediakan ruang dan sarana pengering untuk alat-alat yang habis dicuci
7) Ventilasi ruang laundry harus mengikuti peraturan seperti ruang linen kotor:
tekanan negative, ruang linen bersih: tekanan positif
8) Ruang-ruang diatur penempatannya sehingga perjalanan linen kotor sampai
menjadi linen bersih terhindar dari kontaminasi silang
9) Hendaknya disediakan mesin cuci yang dapat mencuci jenis-jenis linen yang
berbeda
10) Harus disediakan tempat cuci tangan petugas untuk mencegah kontaminasi linen
bersih
11) Dalam melakukan proses pencucian harus dihindarkan tumpahan air
12) Tempat cuci harus selalu dijaga kebersihannya

6. Pengendalian Serangga, Tikus dan Binatang Pengganggu Lain


a. Pengertian
1) Serangga dan tikus adalah semua jenis serangga dan tikus yang dapat menularkan
(vector) atau menjadi perantara menularnya beberapa penyakit tertentu, merusak
bahan pangan di gudang dan peralatan instalasi rumah sakit.
2) Binatang pengganggu adalah semua binatang yang dapat menularkan (vector) atau
menjadi perantara menularnya beberapa penyakit tertentu contohnya kucing,
anjing.
3) Pengendalian serangga, tikus, dan binatang pengganggu adalah kegiatan yang
bertujuan menekan kepadatan populasi serangga, tikus, dan binatang pengganggu
lainnya.
4) Pestisida adalah bahan kimia beracun yang dipergunakan untuk campuran umpan
untuk membunuh serangga, tikus, atau binatang pengganggu lainnya.

83
5) Tempat perindukan adalah daerah yang menjadi tempat hidup dan berkembang
biak seperti tempat sampah, saluran air kotor, tempat penyimpanan-pengolahan-
penyajian makanan, penampungan air bersih, gudang farmasi, gudang peralatan,
dll.

b. Persyaratan
Rumah sakit harus bebas dari serangga, tikus, dan hewan pengganggu lainnya.

c. Tata Cara Pelaksanaan


1) Pengendalian secara fisik
a) Konstruksi rumah sakit harus dibuat sehingga tidak memberikan kemungkinan
berkembang biaknya serangga, tikus, dan hewan pengganggu lainnya.
b) Lubang-lubang di dinding, ruang kosong, ruang buntu, sejauh mungkin
ditiadakan.
c) Sejauh mungkin ditiadakan tumpukan barang-barang bekas
d) Setiap lubang yang menghubungkan gedung dengan lingkungan luar hendaknya
ditutup
e) Konstruksi pintu harus dibuat tahan gigitan tikus
f) Menjaga kebersihan sehingga tidak terjadi penumpukan sampah mau-pun sisa
makanan yang dapat menjadi sarana berkembang biaknya serangga, tikus, dan
binatang pengganggu
g) Setiap sarana penampungan air harus dibersihkan atau dikuras seku-rang-
kurangnya seminggu sekali untuk mencegah berkembang biaknya nyamuk
aedes aegypti
h) Semua saluran air kotor harus mengalir dengan lancar, tidak ada sampah untuk
mencegah berkembang biaknya nyamuk culex
i) Memasang perangkap tikus, serangga
j) Menggunakan peralatan elektrik pengusir tikus

2) Pengendalian secara kimia


a) Pengendalian dengan menggunakan pestisida harus dilakukan dengan hati-hati
(pergunakan pestisida yang tingkat toksisitasnya rendah, tidak persistens dan
penggunaan alat pelindung bagi operator)
84
b) Apabila memungkinkan, ada ruangan yang kosong dapat dilakukan fogging
atau fumigasi
c) Dapat juga menggunakan pestisida yang berbentuk umpan/bait

7. Pemantauan Sterilisasi/Desinfeksi
a. Pengertian
1) Sterilisasi dan desinfeksi adalah setiap upaya untuk menghapus hamakan atau
membebaskan suatu objek dari kontaminasi mikroorganisme patogen.
2) Pemantauan sterilisasi dan desinfeksi adalah kegiatan memantau proses dan hasil
sterilisasi/ desinfeksi melalui pengumpulan data.
b. Persyaratan
Persyaratan sebagaimana tersebut pada lampiran.
c. Tata Cara Pelaksanaan
1) Lakukan pemantauan proses dan hasil sterilisasi/ desinfeksi secara rutin minimal 1
bulan sekali.
2) Dokumentasikan semua data pemantauan.

8. Pengawasan Perlindungan Radiasi


a. Pengertian
1) Radiasi adalah emisi energi radiasi pengion yang dilepaskan dari bahan atau alat
radiasi yang digunakan oleh instalasi radiodiagnostik dan radioterapi
2) Pemantauan radiasi adalah pemeriksaan rutin tingkat energi radiasi di ruang kerja
dan tingkat pemaparan pada pekerja
3) Evaluasi radiasi adalah rangkaian kegiatan sejak analisis laboratorium terhadap
dosimeter, analisis hasil laboratorium penyelidikan/ pemeriksaan mendalam
terhadap instalasi dan tindak lanjut

b. Persyaratan
Sebagaimana tersebut pada lampiran

85
c. Tata Cara Pelaksanaan
1) Tindakan pencegahan radiasi harus mencakup upaya pemindahan dan
pengamanan bahan yang memancarkan radiasi, mengamankan pekerja yang
bekerja dengan radiasi.
2) Tindakan pengamanan terhadap bahan yang memancarkan radiasi hendaknya
mencakup merancang instalasi yang memenuhi persyaratan, penyediaan pelindung
radiasi/ kontainer
3) Instalasi dan gudang ditempatkan pada lokasi yang jauh dari tempat-tempat yang
mudah terbakar, yang tidak dihuni/ digunakan banyak orang dan jauh dari tempat
penyimpanan film
4) Pelindung radiasi yang disediakan harus mempunyai ketebalan tertentu yang
mampu menurunkan laju dosis radiasi. Tebal bahan pelindung mengikuti jenis dan
energi radiasi, aktivitas dan dimensi sumber radiasi dan sifat bahan pelindung.
5) Kontainer bahan yang memancarkan radiasi harus dibuat dari bahan dengan
kapasitas penahan radiasi yang memadai
6) Kontaminasi udara di tempat bekerja harus diusahakan sekecil mungkin. Semua
pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi harus dilakukan di dalam lemari
khusus
7) Apabila tingkat kontaminasi tidak dapat ditekan dibawah NAB, harus digunakan
perlengkapan proteksi khusus.
8) Perlengkapan proteksi khusus harus dalam keadaan baik diperiksa dan diuji secara
berkala.
9) Harus selalu diusahakan agar memenuhi ketentuan keselamatan kerja terhadap
perlengkapan radiasi
10) Harus dilakukan pemantauan perorangan (minimal satu bulan sekali) untuk
melihat tingkat paparan dan selanjutnya membatasi jumlah paparan yang diterima
oleh pekerja. Tingkat pemaparan radiasi harus diusahakan selalu dibawah NAB
11) Alat pemantau perorangan tidak membatasi pemaparan pada bagian tubuh yang
lain. Maka dalam keadaan tertentu perlu digunakan dosimeter tambahan (misal
dosimeter cincin)
12) Alat pemantau perorangan harus dipilih sesuai dengan jenis, energi, dan arah
radiasi

86
13) Dalam pekerjaan yang memungkinkan diterima paparan yang lebih besar dari
NAB, semua pekerja harus menggunakan alat pemantau perorangan
14) Walau pemaparan yang diterima kurang dari NAB, ada baiknya satu atau dua
orang memakai alat pematau untuk meyakinkan bahwa pekerja tidak menerima
paparan yang melebihi ketentuan.
15) Pelayanan pemantauan menjadi tanggung jawab dan wewenang BAPETEN dan
BPFK
16) Kegiatan pemantauan (mengatur pengiriman, penerimaan, penyiapan, distribusi,
pencatatan, dll) dilaksanakan oleh petugas proteksi radiasi di rumah sakit yang
bersangkutan
17) Pengiriman dosimeter dari rumah sakit ke BAPETEN harus diatur sedemikian
sehingga tidak mengganggu kesinambungan pemantauan
18) Catatan hasil pemantauan menggunakan formulir yang telah ditetapkan dan harus
disimpan selama pekerja bertugas di rumah sakit dan harus mengikuti dimana
petugas itu bekerja. Catatan harus disimpan minimal selama 30 tahun.
19) Film yang belum digunakan harus disimpan pada suhu 6-10 0C dan kelembaban
dapat mereduksi perak bromida pada film yang akan dapat mengganggu
pembacaan film.
20) Pengawasan atau pemeriksaan mendalam terutama bila dosis pemaparan lebih dari
1mJ/kg (100 rem) perminggu atau 4 mJ/ kg (400 rem) per bulan untuk mengetahui
kondisi pesawat radiasi, perlindungan radiasi yang dilakukan, kelalaian petugas
atau gabungan ketiganya
21) Petugas proteksi harus melakukan pengawasan terutama dalam hal kedisiplinan
petugas radiasi
22) Hasil evaluasi tersebut harus dicantumkan pada kartu catatan petugas yang
disimpan selama 30 tahun
23) Bila terjadi kecelakaan atau keadaan darurat harus dilakukan langkah-langkah
seperti:
a) Daerah tempat kejadian harus diisolasi agar tidak ada orang yang mendekati
daerah tersebut
b) Bila ada orang yang terkontaminasi harus segera didekontaminasi dan
dilakukan tindakan lanjutan. Demikian pula bila ada orang yang diduga
menerima dosis lebih, harus segera diamankan
87
c) Bila ada peralatan atau daerah yang terkontaminasi, harus segera diisolasi dan
kemudian didekontaminasikan
d) Badan yang berwenang segera diberi laporan

9. Penyuluhan Kesehatan Lingkungan


a. Pengertian
Penyuluhan kesehatan lingkungan rumah sakit adalah penyampaian pesan tentang
penyehatan lingkungan rumah sakit kepada karyawan, pasien, pengunjung serta
masyarakat disekitarnya agar mengetahui, menyadari, dan mebiasakan diri bersikap
bersih dan sehat serta dapat memanfaatkan fasilitas sanitasi rumah sakit dengan benar.
b. Tata Cara Pelaksanaan
1) Penyuluhan kesehatan lingkungan di rumah sakit dapat dilaksanakan dengan
teknik/ cara : tanya jawab dan bimbingan, ceramah dan diskusi, pameran,
demonstrasi, pemasangan poster/ gambar, penyebaran leaflet, dll
2) Kegiatan penyuluhan kesehatan lingkungan rumah sakit supaya dilakukan oleh
seluruh karyawan rumah sakit dibawah koordinasi instalasi kesehatan lingkungan
3) Pesan penyuluhan untuk karyawan berisi : hubungan fasilitas sanitasi dengan
kesehatan, syarat-syarat fasilitas sanitasi, pentingnya pemeliharaan fasilitas
sanitasi, pentingnya memberi contoh kepada pasien dan pengunjung tentang
memanfaatkan fasilitas sanitasi
4) Pesan penyuluhan untuk pasien, pengunjung,dan masyarakat sekitar, berisi :
pentingnya hidup bersih dan sehat, membiasakan diri untuk hidup bersih dan
sehat, memanfaatkan fasilitas sanitasi dan fasilitas kesehatan lainnya dengan
benar.
10. Pelaporan dan Evaluasi
Petugas kesehatan lingkungan secara operasional bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan penyehatan lingkungan RS, yaitu menyusun rencana kerja dan
mengimplementasikannya serta menyusun laporan berkala setiap bulan.
Laporan berkala tersebut dievaluasi untuk kemudian dijadikan bahan masukan
bagi perencanaan kegiatan penyehatan lingkungan rumah sakit mendatang yang
merupakan bagian dari rencana kegiatan penyelenggaraan rumah sakit.
Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan antara hasil yang dicapai
dengan standar yang telah ditetapkan, serta mengkaji kendala-kendala yang dihadapi
88
selama program penyehatan lingkungan dilaksanakan. Salah satu kegiatan evaluasi
adalah melalui kegiatan pemantauan yang terdiri dari:

Tabel 4.3
Kegiatan Pemantauan Evaluasi

No. Jenis pemantauan Frekuensi Parameter/Keterangan


1 Pemeriksaan sampel makanan 2 x setahun Jml angka kuman/gr sampel
2 Pemeriksaan sampel air bersih 2 x setahun Fisika, kimia
3 Pemeriksaan sampel air 1 x sebulan Fisika, kimia, biologi
limbah
3 Pemeriksaan emisi incinerator 2 x setahun Fisika, kimia
dan udara ambient
4 Pemeriksaan kualitas udara 2 x setahun Mikrobiologi
ruang
5 Pemeriksaan rectal swab pada 2 x setahun Mikrobiologi (jenis & jml angka
penjamah makanan kuman)
6 Pemeriksaan usap alat makan 2 x setahun Mikrobiologi
7 Pemeriksaan usap linen 2 x setahun Mikrobiologi
8 Pengukuran pencahayaan, 1 x sebulan Fisika
kebisingan, suhu dan
kelembaban
7 Inspeksi sarana sanitasi 1 x sebulan Cek list
8 Kepadatan serangga & vektor 1 x sebulan Nyamuk & kecoa : 0
Tikus & kucing : 0
Lalat : < 5 per 20 mnt

Rumah sakit menyampaikan laporan upaya pengelolaan dan upaya pemantauan


lingkungan rumah sakit kepada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor sebagai penanggungjawab pelaksanaan program
penyehatan sarana dan bangunan umum di daerah.Hal ini sangat penting karena
penyehatan lingkungan rumah sakit merupakan bagian dari standar pelayanan minimal
(SPM) rumah sakit.
89
D. PEDOMAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN
1. Definisi Kebakaran
Menurut Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor : 10/KPTS/2000
tentang Panduan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung
dan Lingkungan bahwa bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya
ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga
penjalaran api, asap, dan gas yang ditimbulkan.
National Fire Protection Association / NFPA (1990) mengartikan kebakaran sebagai
suatu peristiwa oksidasi dimana bertemu tiga bahan/unsur, yakni bahan yang dapat terbakar,
oksigen yang terdapat di dalam udara, dan panas yang dapat berakibat menimbulkan kerugian
harta benda atau cidera bahkan kematian manusia.
Simanjuntak (1997) dalam seminar pencegahan dan penanggulangan bahaya
kebakaran di Jakarta tahun 1997, mengartikan kebakaran sebagai terbakarnya sesuatu benda
yang seharusnya tidak terbakar yang terjadi di luar tempat pembakaran dan api yang timbul
tidak dapat ditarik manfaatnya.

2. Konsep Kebakaran (Pengetahuan tentang api)


Api merupakan suatu reaksi kimia (reaksi oksidasi) yang bersifat eksotermis dan
diikuti oleh evaluasi pengeluaran cahaya dan panas serta dapat menghasilkan nyala, asap, dan
bara. Untuk memulai suatu proses terjadinya api diperlukan 3 unsur, yaitu bahan yang dapat
terbakar, oksigen, dan panas. Bilamana ketiga unsur ini berada dalam suatu konsentrasi yang
memenuhi syarat maka timbulah reaksi oksidasi yang dikenal dengan proses kebakaran.
Kehadiran ketiga unsur tadi (dalam konsentrasi yang seimbang) mengakibatkan
reaksi-reaksi kimia sebagai proses pembakaran menimbulkan terjadinya api awal. Jadi untuk
menimbulkan api awal diperlukan tiga unsur:
a. Benda atau bahan bakar (fuel) harus menjadi uap dahulu
b. Panas (Heat/energy) harus cukup untuk menentukan titik nyala
c. Oksigen (O2) sebagai oksidator.
Disamping adanya unsur-unsur penunjang terjadinya api awal tersebut guna
mempertahankan api tetap berlangsung, ada unsur lainya, yaitu unsur keempat yang dikenal
dengan rantai reaksi kimia (chemical chain reaction). Dengan adanya tambahan unsur
keempat, maka segitiga terjadinya api (fire triangle combustion) berkembang lebih sempurna
lagi menjadi empat bidang terjadinya api (The Fire Tetra Hedron of combustion).
90
a. Panas ( Heat / Energy )
Sumber-sumber panas yang menimbulkan api:
1) Api terbuka ( Open flame )
2) Sinar matahari ( Sun Light )
3) Energi Mekanik, antara lain:
1) Gesekan antara 2 buah benda
2) Benturan 2 buah benda
4) Kompresi ( Compression ), antara lain:
1) Pemampatan udara/gas
2) Perhimpitan benda-benda padat seperti timbunan sampah
5) Listrik, antara lain:
1) Beban lebih pada kabel
2) Peralatan listrik (kompor, setrika, dan las listrik)
6) Proses Kimia
1) Kapur sirih dengan air
2) Asam solfat dengan air
7) Panas berpindah (Heat transfer)
a) Radiasi (Radiation), perpindahan melalui gelombang-gelombang panas (infra
merah) dari benda yang terbakar ke benda-benda yang berada di dekatnya.
b) Konduksi (Conduction), ialah perambatan panas yang dihantarkan melalui
benda-benda antara, sehingga dapat merambatkan panas dari sumber api ke
ruangan lain.
c) Konvensi (Convection), ialah perpindahan panas dari satu tempat ke tempat lain
dengan cara mengalirkan melalui udara atua cairan ke semua arah. Jika
kebakaran terjadi di lantai bawah maka panas dan kobaran api dapat menjalar
atau berpindah ke lantai-lantai ke sebelah atasnya.

d) Kontak langsung dengan api (direct Flame contact), ialah panas berpindah dari
satu tempat ke tempat lain secara langsung terkena lidah api atau dikarenakan
lompatan api, bara, maupun nyala api.

91
b. Oksigen (O2)
Oksigen terdapat bebas di udara, berdasarkan penyelidikan di udara terdapat atau
terkandung:
1) 20% kadar oksigen (O2)
2) 79% kadar Nitrogen (N2) atua zat lemas
3) 1% campuran dari Neon, Xenon, argon, Krypton, Hydrogen, Zat cair
c. Bahan Bakar (Fuel )
Sifat-sifat benda yang terbakar sangat dipengaruhi oleh:
1) Titik nyala (Flash point)
2) Suhu penyalaan sendiri (Auto ignition temperature)
3) Daerah bisa terbakar (Flamable range)
Berdasarkan bentuknya benda yang dapat terbakar dibagi menjadi tiga golongan:
1) Benda padat
2) Benda cair
3) Benda gas
Titik nyala (flash point), yaitu suhu terendah dimana suatu zat/bahan yang cukup
mudah menyala (terbakar sekejap) bila dikenai sumber panas yang cukup atau suhu
terendah dimana yang mudah menyala menghasilkan uap yang cukup untuk membentuk
gas campuran dengan udara sehingga mudah terbakar.
Daerah bisa terbakar (flamable range), yaitu batas merah dimana terdapat konsentrasi
campuran uap bahan dan udara yang dapat terbakar/menyala bila dikenai sumber panas.

3. Klasifikasi Kebakaran
Klasifikasi kebakaran ialah penggolongan atau pembagian atas kebakaran
berdasarkan pada jenis benda-benda atau bahan-bahan yang terbakar.
Klasifikasi kebakaran di bagi menjadi:

a. Kelas A
Kebakaran yang melibatkan bahan-bahan padat bukan logam biasanya merupakan
bahan organik seperti kayu, bahan-bahan yang mengandung selulosa, karet, kertas,
berbagai jenis plastik dan serat-serat alam.

92
b. Kelas B
Kebakaran yang melibatkan cairan dan gas dapat berupa solvent (pelarut),
pelumas, produk minyak bumi, pengecer air, bensin dan cairan yang mudah terbakar
lainnya.
c. Kelas C
Kebakaran yang melibatkan perlengkapan listrik yang bertegangan seperti kabel,
stop kontak dan kotak sekring.
d. Kelas D
Kebakaran pada logam, seperti: magnesium, zirkonium, titanium, nat-rium,
lithium dan senyawa natrium kalium.

4. Kebakaran di Bangunan Rumah Sakit


Sukar untuk menentukan suatutermasuk rumah sakit yang tidak disertai bahaya
kebakaran, oleh karena kenyataanya setiap industri memper-gunakan atau membuat bahan-
bahan yang mudah terbakar. Maka dari itu, bahaya kebakaran dalam industri merupakan
bahaya yang paling luas.
Kebakaran berbahaya karena menimbulkan kerugian, baik berupa korban jiwa
maupun harta benda (materi). Sedangkan kerugian lain yang tidak dapat dihitung, seperti
menurunnya moral kerja, trauma, dan rasa was-was yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi terhadap prestasi kerja bahkan dapat mengakibat-kan hilangnya lapangan
pekerjaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kerugian akibat kebakaran dapat dibagi
menjadi 3 kategori:
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kebakaran. Semua faktor dalam kategori
itu mempunyai pengaruh yang kuat secara langsung atau tidak langsung terhadap tahap
penyalaan api. Tersedianya bahan dan perilaku kelalaian atua kegagalan sistem yang
memulai kebakaran
b. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan dan penyebaran api. Untuk
melangsungkan pertumbuhan dan penyebaran api harus ada bahan bakar yang
jumlahnya mendukung dan kesempatan penyebaran api.
c. Faktor yang berperan dalam pengontrolan atau pemadaman api. Pada kegiatan tersebut
diperlukan peran manusia atau sarana mekanis yang dapat mengontrol kebakaran atau

93
membatasi kerugian. Analisis tingkat kerugian dikaitkan dengan kinerja sistem
proteksi pemadaman.
Kebakaran di bangunan rumah sakit dapat terjadi karena berbagai penyebab antara lain:
a. Nyala api atau sumber api, seperti puntung rokok yang terkena bahan-bahan yang
mudah terbakar
b. Percikan api, misalnya waktu kerja las atau membubut yang mengenai bahan-bahan
yang mudah terbakar
c. Gangguan arus listrik yang merupakan penyebab utama kebakaran di rumah sakit
d. Ledakan cairan atau uap yang bertemperatur dan bertekanan tinggi
e. Ledakan atau kebocoran unsur kimia.

5. Fire Safety Management (FSM) dan Penerapannya


Firesafety Management (FSM) adalah pola pengelolaan/pengendalian unsur-unsur
manusia/personil, sistem dan peralatan, informasi dan data teknis, serta kelengkapan
lainnya dengan tujuan untuk menjamin dan meningkatkan keamanan total pada bangunan
gedung tehadap bahaya kebakaran. Dengan demikian dalam FSM terkandung unsur
organisasi dan koordinasi personil, pengaturan sistem dan peralatan, pengolahan data,
informasi, serta sumber dana.
Kepmen PU No. 02/KPTS/1985 pasal 37, menyebutkan bahwa manajemen Sistem
Pengamanan Kebakaran adalah suatu sistem pengelolaan untuk mengamankan penghuni,
pemakai bangunan maupun harta benda dalam lingkungan bangunan terhadap bahaya
kebakaran.
Menurut Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor : 10/KPTS/2000
tentang Panduan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan bahwa Sistem Pengamanan Kebakaran adalah satu atau
kombinasi dari metoda yang digunakan pada bangunan untuk memperingatkan orang
terhadap keadaan darurat, penyediaan tempat penyelamatan, membatasi penyebaran
kebakaran, pemadaman kebakaran, termasuk di sini sistem proteksi aktif dan pasif.
Kegiatan-kegiatan dalam manajemen pengamanan kebakaran, adalah sebagai berikut:
a. Pekerjaan dan cara kerja yang aman kebakaran
Sistem kerja atau prosedur kerja yang aman kebakaran dimaksudkan agar setiap
tugas dan pekerjaan yang dilakukan sejauh mungkin menghindari timbulnya ignition
ataupun timbulnya kebakaran. Pekerjaan pengelasan, misalnya, yang bisa
94
menimbulkan percikan api harus mengikuti persyaratan tertentu dan diawasi. Ini
yang disebut sebagai hot-works. Perlindungan atau barier harus diadakan bilamana
bekerja dengan sumber api. Beberapa pekerjaan selain pengelasan, adalah
pengecatan dengan tinner, bahan kimia, pekerjaan yang mengandung unsur gesekan
(friction), pemanasan (heating) dan chemical reaction harus mengikuti SOP tertentu.

b. “Firesafe Housekeeping”
Firesafe housekeeping adalah pekerjaan mengurus/menata keperluan rumah tangga
bangunan sehari-hari yang mengutamakan kondisi aman terhadap kebakaran.
Termasuk disini adalah penciptaan lingkungan yang bebas api/asap (fire & smoke
free zones). Salah satu contoh adalah larangan merokok (NO SMOKING)
diberlakukan secara luas. Dengan demikian timbulnya api, walau kecil sekalipun
dapat dihindari.
Kegiatan lainnya yang masuk dalam kategori firesafe housekeeping adalah
pencegahan timbulnya ignition dan penyebaran kebakaran, seperti pemenuhan kerja
yang aman (firesafe works procedure), penerapan kompartemenisasi, menjaga
kebersihan alat, menghindarkan penumpukan barang di lokasi itu, tangga dan
tempat-temapt sirkulasi lainnya, dan pengawaan secara rutin dan terus menerus.

c. Pemeriksaan dan Pemeliharaan


Kegiatan pemeriksaan dan pemeliharaan ini merupakan unsur yang penting guna
menjamin segi keandalan peralatan proteksi bila terjadi kebakaran. Inspection &
maintenance harus diprogram dan dilakukan secara berkala tanpa terkecuali. Di
Indonesia sering terjadi kebakaran pada gedung tinggi justru memiliki sarana
proteksi kebakaran. Salah satu penyebabnya adalah kekurangan dari segi ini.

Pemeriksaan yang disertai pengetesan, serta pemeliharaan meliputi pemeriksaan


terhadap:
1) Sistem deteksi dan alarm kebakaran
2) Sistem sprinkler otomatis
3) Sistem hidran/hose & standpipes
4) Sistem pemadam api khusus (C)2, Halon, dry powder dll)
5) Sistem pemadam api portable
95
6) Sistem catu air untuk kebakaran termasuk sistem pompa.
Tidak kalah pentingnya adalah unsur bangunan, konstruksi dan komponen-
komponennya termasuk bahan bangunan serta akumulasi benda berbahaya dan lain-
lain. Oleh karena itu secara lengkap items yang harus diperiksa meliputi unsur-unsur
sebagai berikut:
1) Kondisi bangunan
a) Potensi penyebaran api lewat bukaan horizontal maupun vertikal yang tidak
terlindung.
b) Konstruksi ruang/bangunan dimana tersiman di dalamnya bahan-bahan
berbahaya
c) Kondisi penutup/seal bukaan dan dinding-dinding pemisah
d) Kondisi dinding dan penutup luar
2) Sarana penyelamatan
a) Kondisi koridor, sirkulasi, pintu & tangga kebakaran apakah tidak terhalang
b) Kondisi pintu-pintu yang menuju ke exit
c) Pintu-pintu kebakaran apakah tidak terganjal
d) Jarak tempuh (travel distance) apakah tetap memenuhi
3) Utilitas bangunan
a) Kondisi peralatan HVAC
b) Peralatan pengendalian asap/smoke exhaust
c) Kondisi pelistrikan dan penangkal petir
d) Pekerjaan reparasi alat dan hotworks yang mungkin sedang berlangsung
e) Sistem penerangan/pencahayaan dan komponen-komponennya

4) Suplai/Penyediaan Air
a) kondisi pompa-pompa jockey, electric and diesel pump
b) kondisi sumber air
c) kondisi pemipaan
d) kinerja suplai air, apakah masih sesuai dengan persyaratan
5) Sistem deteksi & alarm kebakaran
a) kondisi komponen sistem deteksi & alarm
b) komponen detektor panas & asap dan gas
c) panel alarm apakah masih berfungsi baik
96
d) manual push button apakah masih baik kondisinya
6) Sistem Sprinkler otomatis
a) kondisi sprinkler head
b) sistem pemipaan
c) hasil flow test & flushing
d) sumber air untuk sprinkler
7) Sistem hidran, hose & standpipes
a) kondisi komponen
b) kondisi slang/hose
c) lampu indikator apakah masih berfungsi
d) Penghalang di depan unit alat
8) Sistem Pemadam Kimia & Portable
a) kondisi silinder
b) pola pemasangan & keterjangkauan untuk pemakaian
c) labelling apakah masih utuh
d) sistem pemipaan.
e) Isi silinder apakah masih cukup tekanannya, apakah memerlukan recovery &
recycling.

SISTEM PERINGATAN (ALARM) & PENANGGULANGAN KEBAKARAN


RUMAH SAKIT PARU DR. M. GOENAWAN PARTOWIDIGDO.
Sistem peringatan kebakaran & penanggulangan kebakaran adalah suatu sistem untuk
memberikan peringatan dini dan cara penanggulangan kebakaran kepada penghuni
gedung atau masyarakat RS, tentang adanya kejadian kebakaran disuatu bagian
gedung. Setelah adanya peringatan secara dini tersebut maka penghuni/ petugas dapat
mengambil langkah/ tindakan berikut pemadaman atau bila mungkin evakuasi jiwa
atau harta benda.
Komponen pokok system peringatan kebakaran dan penanggulangan kebakaran pada
rumah sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo terdiri dari :
Titik panggil manual sebanyak : (_ buah).
Alat pengindra kebakaran jenis asap : (_ buah).
Alat pengindra kebaran jenis panas : (_ buah).
Panel control : (_ unit).
97
Komponen tersebut dirangkai dengan instalasi kabel keseluruh ruangan dengan
sistem pengalamatan sesuai fungsi ruangan dan kebutuhan penginderaan dan
penanggulangan kebakaran .
Sedangkan system penanggulangan kebakaran adalah suatu system yang terdiri dari
beberapa peralatan yang berfungsi untuk pemadaman api. Sistem Penanggulangan
kebakaran di RS Paru Dr.M.Goenawan yang tersedia saat ini hanya APAR yang
berjumlah 64 buah.
Seluruh APAR yang ada disebarkan keseluruh gedung yang terdiri dari :
- Ruang rawat inap
- Ruang rawat jalan / IGD
- Ruang Penunjang medis
- Ruang adminstrasi
- Ruang Security
- Ruang Genset
- Ruang Incinerator
- Workshop

Kegiatan pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan


lingkungan menurut Menurut Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor :
10/KPTS/2000 tentang Panduan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan.
Pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan
meliputi:
a. Perencanaan tapak untuk proteksi kebakaran,
b. Sarana penyelamatan,
c. Sistem proteksi pasif,
d. Sistem proteksi aktif,
e. Pengawasan dan pengendalian.

I. CARA KERJA SISTEM PERINGATAN.


a). “MANUAL”, menggunakan titik panggil manual (Manual call box/break glass)
Apabila terjadi kebakaran pada suatu daerah/ ruangan tertentu cari titik
panggil manual terdekat dan pecahkan kaca tersebut maka alarm panggil
98
manual akan memberikan peringatan bunyi bel pada daerah tersebut serta
memeberi isarat ke sentral panel lantai basement “ bahwa daerah tersebut ada
terjadi kebakaran
b).” AUTOMATIC “ Menggunakan sensor ( detector asap & panas).
Pengindera asap :
Bila terjadi kebakaran kemudian ada asap terdeteksi bagian/komponen
pengindera asap, pengindra tersebut akan aktif/“ON” dan alarm berbunyi serta
memberikan isyarat ke sentral panel sesuai alamat lokasi kejadian ke ruang
control dilantai basement bahwa daerah tersebut terjadi kebakaran.
Pengindera panas :
Bila terjadi kebakaran kemudian ada panas merambat dan terdeteksi
bagian/komponen pengindra panas, pengindra tersebut akan aktif/“ON” yang
mengakibatkan alarm berbunyi serta memberikan isarat ke sentral panel
sesuai alamat lokasi kejadian ke ruang control (lantai basement) bahwa
daerah tersebut terjadi kebakaran.

II. CARA KERJA SISTEM PENANGGULANGAN KEBAKARAN.


1. PENANGGULANGAN KEBAKARAN SECARA MANUAL.
a. APAR
Apabila terjadi kebakaran pergi kelokasi APAR terdekat ,ambil APAR buka
Pin/pengaman arahkan selang ke posisi api yang ada, tekan tuas/tungkai untuk
memadamkan api.

d. Audit keselamatan terhadap kebakaran (Firesafety audit)


Financial audit sering dilakukan untuk menilai sejauh mana kondisi keuangan
suatu perusahaan, sehat atau tidak. Demikian pula halnya dengan firesafety audit yang
perlu dilakukan guna dapat dinilai sejauh mana tingkat keamanan atau kehandalan
bangunan/gedung/industri terhadap bahaya kebakaran. Firesafety audit dilakukan
minimal 5 (lima) tahun sekali. Unsur yang diaudit meliputi semua unsur seperti kondisi
bangunan dan lingkungan dikaitkan dengan firesafety, bahan dan interior bangunan,
sarana dan sistem proteksi kebakaran yang ada dan terpasang, serta analisis risiko
bahaya kebakaran yang mungkin terjadi kaitannya dengan sistem proteksi yang
disediakan, serta pelaporan hasil audit. Audit bisa dilakukan sendiri ataupun melalui
99
konsultan ahli yang berpengalaman dan direcognized oleh badan atau lembaga yang
terkait.

e. Pembentukan Tim Emergency Response


Adanya tim emergency di lingkungan bangunan industri sangat membantu,
khususnya sebagai pewujudan upaya/tindakan awal. Di Amerika urusan pemadaman
kebakaran adalah wewenang dan tanggung jawab Dinas Kebakaran, tetapi di Indonesia
diperlukan upaya awal sebelum Dinas Kebakaran tiba di lokasi. Dengan semakin
tingginya bangunan, maka semakin sulit upaya pemadaman dilakukan dari luar
bangunan. Oleh karena itu selain merancang jalan masuk untuk petugas Dinas
Kebakaran untuk membasmi kebakaran dari dalam gedung, maka di dalam bangunan
gedung itu sendiri perlu ada tim emergency untuk mengatasi bahaya kebakaran dan atau
menghambat meluasnya kebakaran.
Tim emergency atau tim pengamanan bangunan ini sangat dianjurkan untuk
dibentuk di setiap bangunan tinggi. Lingkup tugas tim ini meliputi penanggulangan
awal sebelum Dinas Kebakaran tiba di lokasi, melaporkan kepada pihak dan unsur
terkait, membantu operasi tim media & transportasi, pengawasan sekuriti dan upaya
pemulihan.

f. Pelatihan Penanggulangan Kebakaran


Materi pelatihan (training) ditujukan untuk membekali peserta dengan
keterampilan yang diperlukan pada tahap awal operasi pemadaman dan lanjutan.
Materi tersebut meliputi teori dasar api, bahan-bahan & cara pemadaman, pemadaman
api portable dan jenis-jenisnya, serta penggunaan hidran kebakaran.
Materi berikutnya yang perlu diberikan, seiring dengan perkembangan organisasi dan
lingkup pengamanan, adalah:
1) Peralatan bantu penapasan (self breathing apparatus)
2) Sistem deteksi & pembasmian kebakaran
3) Pengetahuan benda-benda berbahaya
4) Strategi pengendalian kebakaran
5) Pertolongan pertama terhadap korban

100
Untuk bangunan tinggi/industri yang lebih kompleks, diperlukan pelatihan ekstensif
meliputi 40 jam pelatihan setiap 1 minggu, jadwal pelatihan disamping fire drill
bulanan dan latihan praktek lapangan.
Materi tersebut meliputi:
1) Organisasi pengendalian kondisi emergency
2) Sifat-sifat api dan pola penyebarannya
3) Bahan-bahan, dan cara pemadaman efektif
4) Pengetahuan mengenai alat pemadam api portable
5) Pengetahuan mengenai operasi hidran
6) Alat-alat bantu pernapasan
7) Sistem deteksi & alarm kebakaran
8) Sistem pemadsam terpasang (fixed system)
9) Pengetahuan benda-benda berbahaya
10) Strategi dan taktik pengendalian
11) Komando pengendalian operasi
12) Rescue dan teori peluncuran dengan tali (ropes)
13) Pengetahuan mengenai mobil tangga & snorkle
14) Cara-car pertolongan pertama
15) Pengetahuan mengenai proses kimia & ilmu bangunan
16) Test & evaluasi

g. Latihan Kebakaran (Fire Drill)


Hal ini merupakan test-case atau general rehearsal untuk mengantsipasi bila
benar-benar terjadi kebakaran. Pada drill ini ingin diperlihatkan kualitas kesiapan
menyeluruh dari tim pelaksana dan yang diselamatkan dalam kaitannya dengan
kejadian kebakaran. Hasil pelaksanaan pelatihan yang diperoleh selama ini sekali-sekali
ditunjukkan dalam fire drill ini. Di Jakarta, pada beberapa gedung tinggi dilakukan fire
drill minimal setahun sekali dan diawasi langsung oleh petugas dari Dinas Kebakaran.

h. Emergency Response Manuals dan S.O.P.


Agar pelaksanan operasi pengendalian emergency berjalan lancar dan setiap pelaksana
memiliki persepsi dan bahasa yang sama, maka ketentuan mengenai cara-cara atau pola
pengendalian emergency didokumentasikan melalui penyusunan Emergency Response
101
Manuals atau Pedoman/petunjuk Pengendalian Keadaan Darurat. Pedoman ini seyogyanya
dimiliki oleh setiap unit industri dan bagunan gedung tinggi.
Langkah-langkah selanjutnya dalam hal pedoman ini adalah:
1) Mendiseminasikan atau menyebar luaskan pedoman ini kepada seluruh karyawan
melalui pelatihan/training dan sebagainya.
2) Updating & revisi manuals, sedikitnya setiap 5 (lima) tahun
3) Membuat buku-buku petunjuk praktis & buku saku atau sistem kartu yang
didasarkan atas isi manual emergency tersebut.
Tidak kalah pentingnya adalah pembuatan Standard Operating Procedures (S.O.P). Materi-materi
SOP yang perlu disusun adalah sebagai berikut:
1) SOP pemadaman kebakaran
2) SOP evakuasi kebakaran
3) SOP kondisi emergency
4) SOP Fiesafe Works & activiteis
5) SOP Inspection & Maintenance
6) SOP bagi penghuni & pemakai bangunan bila ada kondisi emergency

i. Brosur, Leaflets dan Poster


Untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan penghuni/pemakai bangun-an akan
bahaya kebakaran dan pentingnya unsur penanggulangan kebakaran serta model atau
pola pengendalian, maka dapat digunakan brosur, leaflets ataupun poster berukuran
besar yang dipasang ditempat-tempat strategis, seperti di tempat kerja, bengkel, koridor,
ruang tunggu, ruang pemrosesan dan lain-lain. Termasuk pula disini adalah tanda-tanda
petunjuk dan peringatan (warning) dan sebagainya, antara lain seperti:
1) Dilarang Merokok
2) Alat Pemadam Kebakaran
3) Pintu Ke Luar atau Ke Luar/fire exit
4) Tangga Kebakaran (Fire Staircase)
5) Pecahkan kaca bila terjadi Kebakaran
6) Bila Kebakaran Jangan Gunakan Lift (Do not use elevator in case of Fire)
7) Telepon darurat
8) Fire extinguisher
9) Hydrant Box
102
10) Fire Hose Reels
11) Press here I manual push button
12) Safety Rules for Hotel Guests
13) Fire Escape Plan (aturan Penyelamatan bila kebakaran)
14) Fire Eqipemnt for Fire Purpose keep Accessible all times
15) Standpipe – Fire departement conection
16) Pull Down local fire alarm
17) Caution chemical Storage area no open flame within 25 feet

j. Pencegahan Kebakaran
Sebagai gambaran lebih lanjut tentang upaya pencegahan dan pengen-dalian
kebakaran dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Keselamatan terhadap terjadinya kebakaran didasarkan atas pengaturan pada
perencanaan perusahaan. Pencegahan kebakaran dimulai sejak perencanaan
perusahaan dengan mengatur hal yang berkaitan dengan pengaturan proses
produksi, perencanaan agar tidak meluasnya kebakaran yang terjadi serta
kemungkinan akan penanggulangan yang efektif ter-hadap bencana kebakaran.
Pendekatannya dilakukan dengan penelaahan secara cermat atas bangunan menurut
kegunaannya serta penentuan lokasi yang sesuai dengan keperluannya, misalnya
penentuan untuk apotik, kafetaria, ruang perawatan dan lainnya yang sesuai dengan
kompartemenasi terhadap pencegahan dan penanggulangan kebakaran dengan
jarak yang cukup antara satu denga nlainnya sehingga antara gedung tersebut
menjadi lebih aman terhadap penjalaran kebakaran, kontruksi tahan api harus
dibuat menurut besarnya risiko bahaya dan untuk keperluan sebagai berikut:
a) Tempat kerja atau kegiatan yang membahayakan agar dapat menekan sampai
sekecil mungkin api ketempat lainnya.
b) Untuk bangunan dengan fungsi vital seperti gudan gpenyimpanan barang,
pusat tenaga listrik, laboratorium dan lain sebagainya
c) Tempat kerja yang sangat berharga
d) Bangunan bertingkat banyak
2) Konstruksi bangunan dan material.
Konstruksi bangunan dan material yang dipakai sedapat mungkin dikaitkan denga
upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran, pengendalian gas dan asap
103
yang terjadi serta adanya jalur bukaan yang dapat dikendalikan dalam upaya
penyelamatan personil
3) Pengawasan etrhadap kemungkinan kebakaran
Saat yang tepat untuk menghentikan timbulnya kebakaran adalah sebelum
kebakaran terjadi, sekalipun bangunan-bangunan telah direncanakan secara tepat
dan dilengkapi dengan alat pencegahan kebakaran serta bahan-bahan dan
konstruksi tahan api. Hanya pengawasan yang terus menerus dapat memberikan
perlindungan yang lebih optimal terhadap kemungkinan terjadinya bahaya
kebakaran. Pengawas atau petugas kebakaran yang bertugas dalam pencegahan dan
penanggulangan kebakaran harus memiliki daftar-daftar perincian masalah yang
harus diperiksa secara teratur, pengawasan sebaiknya tidak dilaksanakan oleh satu
orang melainkan harus bergantian agar hal yang perlu mendapatkan perbaikan dpat
ditemukan.
4) Pemasangan sistem tanda kebakaran dalam gedung
Sistem tanda kebakaran atau fire alarm harus tersedia dan dapat bekerja dengan
baik, sehingga dapat memberikan tanda secara tepat tentang terjadinya kebakaran.
Fire alarm dapat dipasang dengan sistem automatis atau yang manual sesuai
dengan kebutuhan ruangan atau gedung yang bersangkutan.
5) Jalan untuk menyelamatkan diri
Secara ideal semua gedung atau bangunan harus mempunyai sekurang-kurangnya
dua jalan penyelamatan diri yang bertentangan pada setiap tempat pada bangunan
tersebut, sehingga dapat dibuat alternatif terhadap penyelamatan diri, jalan
penyelamatan demikian harus dipelihara bersih dan tidak terhalang oleh barang-
barang mudah terlihat dan diberi tanda arah yang jelas. Ukuran lebar dari jalan
untuk penyelamatan diri serta jarak maksimum harus menjadi acuan yang penting
dalam perencanaan jalan penyelamatan diri, jarak maksimum biasanya diterima
adalah +/- 40 meter dengan perkiraan lebar 0,5 meter untuk menyelamatkan orang
keluar 40 orang setiap menitnya.
6) Perlengkapan pemadam dan penanggulangan kebakaran
Alat pemadam api harus tersedia dan dilengkapi baik untuk peralatan yang tetap
ditempat maupun yang dapat dibawa (mobil unit). Alat pemadam api dapat yang
dibuat dari bahan kimia maupun dari air hydrant. Alat pemadam kebakaran yang

104
tidak terpasang tetap harus tersedia terutama untuk keadaan darurat, alat tersebut
harus disesuaikan dengan jenis kebakaran dan perkiraan besarnya api.

Daerah-daerah di Rumah Sakit Paru RSP. Dr. M. Goenawan Partowidigdo yang


berpotensi timbul kebakaran:
Tabel 4.4
Daerah Potensi Kebakaran di RSPG Cisarua
Tempat Lokasi

Ruang panel listrik Gd. OK


Ruang generator Belakang Gd. Instalasi Gizi
Gudang farmasi Lantai I IGD Terpadu
Ruang gas elpiji Gd. Instalasi Gizi
Ruang laundry Gd. Laundry
Ruang arsip Gd. Arsip
Gudang ATK dan rumah tangga Gd. Administrasi

105
E. PEDOMAN KEWASPADAAN BENCANA
1. PENGERTIAN
Kewaspadaan Bencana adalah suatu upaya untuk mencegah bencana yang mungkin
dapat dicegah sehingga nol bencana dan bila terjadi bencana dapat mencegah atau
menekan kematian /cacat dan juga diharapkan dapat melaksanakan penanggulangan
bencana secara optimal.

2. IDENTIFIKASI FAKTOR BENCANA

Tabel 4.5
Identifikasi Faktor Bencana di RSPG Cisarua

No Faktor bencana

1 Macam bencana
 Kebakaran
 Ledakan
 Gempa Bumi
 Ancaman Bom
 Banjir
 Huru hara
 Kebisingan

2 Lokasi/Unit Kerja
 Ruang Ginset, Trafo, AHU
 IncInerator
 Gudang penyimpanan tabung Gas
 Gudang penyimpanan reagent laboratorium
 Gudang penyimpanan reagent Farmasi
 Gudang Penyimpanan ATK & alat kebersihan
 Gudang Penyimpanan alat-alat Linen
 Radio Diagnostik

106
No Faktor bencana
 Bengkel
 Ruang Komputer
 Ruang Data Medik dan Arsip

Hal-hal penting dalam kewaspadaan bencana:


(1) Mencegah bencana yang mungkin dapat dicegah
(2) Mengurangi meluasnya dampak dari suatu bencana
(3) Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu bencana atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya
(4) Memberi pertolongan pada kecelakaan
(5) Menggunakan alat-alat perlindungan diri
(6) Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan
getaran
(7) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit , keracunan, infeksi atau penularan
(8) Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
(9) Pengaturan suhu dan kelembaban udara yang baik
(10) Pengaturan sirkulasi udara
(11) Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban
(12) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara, dan proses
kerja
(13) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan dan penyimpanan barang
(14) Mengamankan dan memelihara sarana dan prasarana bangunan
(15) Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
(16) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan berbahaya agar
resiko kecelakaan tidak menjadi bertambah besar
(17) Setiap terjadi bencana harus dilaporkan

3. PROGRAM KERJA KEWASPADAAN BENCANA


1) Pencegahan dan Pengendalian Bencana
a. Inventarisasi fasilitas keamanan dan evakuasi
b. Perbaikan fasilitas keamanan dan evakuasi
107
c. Pemeliharaan fasilitas keamanan dan evakuasi
d. Pelatihan disaster plan (tanggap darurat)
e. Pembuatan dan evaluasi prosedur
f. Sosialisasi
g. Laporan dan evaluasi

2) Keamanan Pasien
a. Inventarisasi fasilitas keamanan pasien
b. Perbaikan fasilitas keamanan pasien
c. Pemeliharaan fasilitas keamanan pasien
d. Laporan dan evaluasi

3) Pengembangan SDM
Program pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di rumah sakit
merupakan hal pokok yang tidak bisa dikesampingkan, karena sebagian besar
pendukung kegiatan bidang MFK bertitik tolak dari bagaimana sumber daya manusia
yang ada melaksanakan setiap komitmen yang ada.
Perlu dilakukan identifikasi dan alokasi sumber daya manusia untuk memenuhi
setiap tujuan dan sasaran kegiatan MFK.
Direktur memegang peranan penting dalam membangun kepedulian dan
memotivasi karyawan dengan menjelaskan nilai-nilai organisasi dan mengko-
munikasikan komitmennya pada kebijakan yang telah dibuat. Selanjutnya
transformasi sistem manajemen MFK dari prosedur tertulis menjadi proses yang
efektif merupakan komitmen bersama.
Identifikasi pengetahuan, kompetensi dan keahlian yang diperlukan dalam
mencapai tujuan dilakukan mulai dari proses: Recruitment, Seleksi, Placement,
Orientasi, Assessment, Pelatihan dan pengembangan kompe-tensi/keahlian lainnya,
Rotasi dan mutasi, serta Reward & punishment.
Program pelatihan yang dikembangkan (baik terhadap karyawan rumah sakit
maupun karyawan subcont) setidaknya mempunyai unsur-unsur:
(1) Identifikasi kebutuhan pelatihan karyawan yang dituangkan dalam Matriks
Pelatihan
(2) Pengembangan rencana pelatihan untuk memenuhi kebutuhan tertentu
108
(3) Verifikasi kesesuaian program pelatihan dengan persyaratan organisasi/ atau
perundang-undangan
(4) Pelatihan untuk sekelompok karyawan yang menjadi sasaran
(5) Pendokumentasian pelatihan yang telah diterima
(6) Evaluasi pelatihan yang telah diterima
Rotasi dan mutasi karyawan dilakukan atas dasar kompetensi atau kebutuhan
antar unit kerja. Rotasi dan mutasi dapat dilakukan secara berkala, terutama bagi
karyawan-karyawan yang dalam pekerjaannya meng-alami pemaparan dalam selang
waktu tertentu, seperti terpapar bahan kimia secara terus menerus, terpapar kebisingan
dengan intensitas tinggi dan lain sebagainya.

Tabel 4.6
Standar Kompetensi MFK - Bidang Kewaspadaan Bencana

Bagian standar Pelaksana Koord. PMFK- Manajer Ka. Sub.cont


kompetensi RS Unit Inst./Div.
Memahami kebijakan v V v v v v
MFK secara
menyeluruh
Mampu - v v v v -
mengidentifikasi
dampak penting (faktor
resiko)
Mengerti dan mampu v V v v v v
melakukan prosedur
tanggap darurat
Mampu melakukan - V v v v -
internal audit

4. KESIAPSIAGAAN DAN TANGGAP DARURAT


Keadaan darurat adalah setiap kejadian yang tidak direncanakan yang
membahayakan penghuni dan pengunjung rumah sakit, isi rumah sakit dan struktur fisik
bangunan rumah sakit.
109
Jenis-jenis kedaruratan:
1. Darurat minor: setiap kejadian baik yang berpotensi terjadi maupun aktual terjadi
yang tidak berdampak serius terhadap keseluruhan operasi fungsional gedung, antara
lain:
a. Orang terperangkap dalam lift/kegagalan lift
b. Kegagalan utilitas gedung
c. Kegagalan sistem telekomunikasi
d. Kegagalan sistem pendinginan
e. Kebocoran air
2. Darurat mayor: setiap kejadian baik yang berpotensi terjadi maupun aktual terjadi
yang berdampak terhadap berhentinya keseluruhan operasi fungsional gedung, antara
lain:
a. Ancaman bom
b. Ditemukan objek dan diduga bersifat eksplosif
c. Demonstrasi, kerusuhan atau huru hara di depan/ sekitar gedung
d. Tindakan kejahatan
3. Bencana: setiap kejadian yang telah terjadi dan secara serius melibatkan atau
mengikutkan sebagian atau seluruh operasional dari gedung, dimana dalam beberapa
kasus dapat menimbulkan korban jiwa dan kerusakan properti yang parah dan
permanen, antara lain: Ledakan, Kebakaran, Gempa, Banjir, dan lain-lain.
Keadaan darurat yang mungkin terjadi di Rumah Sakit Paru RSP. Dr. M. Goenawan
Partowidigdo, antara lain: Kebakaran, Ledakan, Gempa bumi, Ancaman bom, Banjir,
Huru hara, Kebocoran radiasi, dan lain-lain.
Beberapa lokasi/satuan kerja yang berpotensi menimbulkan bahaya/bencana, adalah:
Ruang boiler, Ruang genset, trafo, AHU, Incinerator, Gudang penyimpanan tabung gas,
Dapur, Gudang penyimpanan reagent (laboratorium dan farmasi), Gudang penyimpanan
ATK & alat kebersihan, Gudang penyimpanan alat-alat linen, Radiodiagnostik dan
radioterapi, Bengkel, Ruang komputer, dan Ruang data medik dan arsip.

110
5. PROSEDUR-PROSEDUR PENANGGULANGAN BENCANA
1. Prosedur saat terjadi gempa bumi
a. Jika berada dalam gedung
1) Lindungi kepala dan badan anda dari reruntuhan bangunan (dengan
bersembunyi di bawah meja, dll)
2) Cari tempat yang paling aman dari reruntuhan goncangan
3) Berlari keluar apabila masih dapat dilakukan
b. Jika berada di luar gedung
1) Hindari bangunan yang ada di sekitar anda
2) Perhatikan tempat anda berpijak, hindari apabila terjadi rekahan tanah
2. Prosedur sesudah terjadi gempa bumi
a.Keluar dari gedung dengan tertib
b.Jangan menggunakan lift, gunakan tangga biasa
c. Periksa apakah ada yang terluka, lakukan P3K
d.Berteriak minta tolong apabila terjadi luka parah pada anda atau orang lain disekitar
anda
e.Periksa apakah terjadi kebakaran, kebocoran gas, kebocoran pipa air
f. Matikan aliran listrik, jangan menyalakan api dahulu
g. Jangan masuk ke bangunan yang sudah terjadi gempa, karena kemungkinan masih
terdapat reruntuhan
3. Prosedur apabila terjadi kebakaran
a. Bila mendengar alarm kebakaran yang pertama atau ada pengumuman, tetap
tenang untuk bersiap-siap evakuasi.
1) Berhenti melakukan semua kegiatan
2) Simpan dokumen-dokumen barharga, uang tunai, barang-barang berharga
dalam brankas
3) Matikan dan cabut semua peralatan elektronik dari sumber listrik
4) Matikan puntung rokok yang membara
5) Tutup dan kunci semua jendela
6) Tutup semua pintu tetapi jangan di kunci

111
b. Bila mendengar alarm kebakaran terus menerus atau ada pengumuman
1) Setiap orang berkumpul di titik berkumpul lantai dan tunggu instruksi
komandan lantai
2) Petugas evakuasi harus memeriksa:
a) Tidak seorang pun memakai sepatu hak tinggi
b) Tidak seorang pun membawa tas yang besar
c) Wanita, orang tua, dan anak-anak berada dalam satu kelompok
3) Bila komandan lantai telah memerintahkan evakuasi, petugas evakuasi
memimpin evakuasi bagi semua orang yang berada di lantainya
4. Prosedur saat evakuasi
a. Tetap tenang dan jangan panik
b. Jangan sekalipun menggunakan lift
c. Berjalan cepat tetapi jangan lari
d. Keluarlah segera melalui tangga yang terdekat.
e. Jangan membawa barang yang lebih besar dari tas kantor atau tas tangan
f. Turuti instruksi petugas
g. Jangan memakai sepatu hak tinggi
h. Prioritaskan pasien, orang cacat, wanita hamil, anak-anak dan orang tua
i. Keluarlah menuju assembly point di pelataran parkir
j. Jangan berhenti di tangga atau kembali ke ruangan anda untuk mengambil barang
yang tertinggal
k. Berjalan dan berkumpul di assembly point (tempat berkumpul) dan tunggu
instruksi selanjutnya dari petugas
l. Jangan kembali masuk gedung sampai ada pemberitahuan lebih lanjut dari
Koordinator Keadaan Darurat
Prinsip-prinsip evakuasi:
Pertama : evakuasikan orang yang berada di lantai yang terbakar, satu lantai di atas
dan satu lantai di bawah
Kedua : evakuasikan orang yang berada di lantai atas lainnya
Ketiga : evakuasikan orang yang berada di lantai bawah lainnya

112
5. Prosedur keadaan darurat ancaman bom
a. Penerima ancaman bom melalui telephone
1) Tetap tenang dan jangan panik
2) Ambil formulir bomb threat checklist isi sebisa mungkin.
3) Catat waktu dan tanggal yang tepat pada saat ancaman telephone tersebut di
terima
4) Usahakan pemberi ancaman berbicara selama mungkin melalui tele-phone. Isi
formulir checklist tersebut dan gunakan formulir tersebut untuk mendapatkan
informasi sebanyak mungkin dan pemberi ancaman, seperti:
 Kapan bom tersebut akan meledak?
 Dimana bom tersebut diletakkan?
 Bagaimana bentuk bom tersebut?
 Bom jenis apa yang diletakkan?
 Kenapa bom tersebut diletakkan di dalam gedung ini, dsb.
5) Menarik perhatian dan rekan/atasan terdekat untuk memonitor pang-gilan
tersebut dan memberikan inisiatif untuk berusaha merekam pembicaraan
telephone tersebut melalui mesin perekam pembicaraan yang ada.
6) Ambil catatan sebanyak mungkin untuk mengingat pesan, kata demi kata, dan
minta penelephone mengulang pesan tersebut apabila dianggap perlu
7) Dengar secara seksama suara latar belakang (background noise), gaya
pengucapan, aksen, dsb yang mungkin dapat memberikan petunjuk terhadap
umur, jenis kelamin, dan lokasi penelphone
8) Usahakan menyita waktu penelphone sebanyak mungkin. Yakinkan dia bahwa
banyak orang di dalam rumah sakit dan memerlukan waktu cukup lama untuk
mengevakuasi semuanya. Beritahukan kepada penelphone bahwa bantuannya
sangat diperlukan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa.
9) Setelah pembicaraan selesai, tinggalkan telepon anda dalam keadaan off hook
(gagang telepon terletak di meja) dan isi formulir ceklist selengkap mungkin.
10) Jangan memberitahukan rekan-rekan kerja lainnya untuk menghindari
kebingungan dan kepanikan.
11) Segera informasikan ancaman tersebut kepada atasan langsung/ koordinator
keadaan darurat/ tim emergency/ satuan pengamanan

113
12) Tetap berada di posisi untuk menunggu kedatangan koordinator keadaan
darurat/ tim emergency
13) Koordinator keadaan darurat:
a) Segera menuju lokasi penerima ancaman tersebut dan dapatkan informasi
seperti yang tercantum dalam formulir Bomb Threat Checklist
b) Klarifikasikan dengan penerima ancaman mengenai informasi yang tertulis
di dalam formulir tersebut dan dapatkan informasi lainnya yang mungkin
belum dicantumkan ke dalam formulir oleh si penerima ancaman
c) Informasikan kepada tim pencari apabila ada area/tempat yang disebutkan
oleh pengancam
14) Penemuan obyek yang dicurigai:
a) Jangan mengabaikan obyek tersebut atau berpura-pura obyek itu tidak
berada di sana
b) Jangan menyentuh, menggoyangkan, memiringkan atau melakukan
tindakan apapun pada obyek tersebut
c) Informasikan penemuan tersebut kepada atasan langsung/ koordinator
keadaan darurat/ tim emergency/ satuan pengamanan
d) Sedapat mungkin arahkan orang-orang yang berada di dekat area tersebut
untuk menghindar.

6. Prosedur menghadapi insiden


Insiden adalah kejadian tidak terduga yang mengakibatkan kecelakaan kerja atau
nyaris celaka. Prosedur umum apabila terjadi insiden:
a. Segera berikan pertolongan pertama
b. Lakukan sesuai dengan prosedur
c. Bawa ke poliklinik untuk perawatan selanjutnya.

7. Prosedur pada keracunan pestisida


a. Tanggalkan pakaian yang terkena pestisida ini dan cucilah kulit yang terkena
dengan air dan sabun.
b. Apabila pestisida mengenai mata, cucilah segera mata yang terkena dengan air
bersih yang mengalir selama 15 menit.

114
c. Apabila pestisida tertelan dan penderita masih sadar, segera usahakan pemuntahan
dengan memberikan minum segelas air hangat yang diberi 1 sendok garam dapur
atau dengan cara meggelitik tenggorokan dengan jari tangan yang bersih.
Usahakan terus pemuntahan sampai cairan muntah menjadi jernih*. Jangan diberi
sesuatu melalui apabila mulut pada penderita yang tidak sadar.
d. Apabila pestisida terhisap bawalah penderita ke ruangan yang berudara segar dan
bila perlu berikan pernafasan bantuan melalui mulut atau dengan pemberian
oksigen.
* catatan: untuk pestisida golongan basa kuat, jangan dirangsang untuk muntah.

8. Prosedur pertolongan pertama pada kecelakaan kerja


a. Luka sayat; hentikan pendarahan dengan tekanan langsung pada luka dan bila
pendarahan bila pendarahan berlanjut bawa keklinik.
b. Luka bakar ringan; rendam bagian yang terluka dalam air dingin dan bersih
sampai rasa nyeri berkurang kemudian tutup dengan balut kering dan steril
selanjutnya bawa keklinik. Selain itu beri banyak minum dan jaga jangan sampai
kedinginan.
c. Luka bakar karena asam kuat; buang sebanyak mungkin zat yang masih melekat,
taburkan bubuk Na-bikarbonat ke atas luka bakar
d. Mata terpercik asam kuat; cuci mata segera dengan air menggunakan alat semprot,
lalu kompres dengan Na-bikarbonat 5%
e. Luka bakar karena basa kuat; buang sebanyak mungkin zat yang masih melekat,
taburkan asam borat
f. Mata terpercik basa kuat; cuci mata dengan asam asetat 1%
g. Tertelan asam kuat; minum susu
h. Tertelan basa kuat; minum asam asetat encer, jangan dirangsang untuk muntah

9. Prosedur penanggulangan kecelakaan kerja radiasi


a. Dekontaminasi permukaan kulit
1) Laporkan segera pada petugas proteksi radiasi
2) Tanggalkan semua perlengkapan kerja yang terkena kontaminasi
3) Cek dengan menggunakan hand and foot monitor untuk mengetahui bagian
tubuh yang terkontaminasi
115
4) Bawa secepatnya personil yang terkontaminasi ke ruang dekontaminasi
personil dengan hati-hati agar tidak terjadi kontaminasi pada jalan yang
dilaluinya
5) Lakukan pengukuran ulang untuk mengetahui tingkat kontaminasinya dan
catat hasil pengukuran.
6) Siapkan air bersih suam-suam kuku, deterjen/ sabun lunak atau radiawash dan
kertas tissue
7) Siram dengan hati-hati permukaan kulit yang terkena kontaminasi dengan air
bersih, usahakan jangan sampai terjadi cipratan air
8) Cuci dengan sabun lunak, teepol atau radiawash selama 2-3 menit
9) Bilas dengan air bersih
10)Keringkan dengan kertas tissue
11)Lakukan pengukuran ulang, bila hasilnya dibawah batas kontaminasi rendah,
maka permukaan kulit tersebut sudah aman
12)Bila hasil pengukuran lebih besar dari batas kontaminasi yang diijinkan,
lakukan kembali tindakan dekontaminasi seperti di atas sampai tercapai
kondisi aman
b. Dekontaminasi celah-celah jari dan kuku
1) Laporkan segera pada petugas proteksi radiasi
2) Tanggalkan semua perlengkapan kerja yang terkena kontaminasi
3) Cek dengan menggunakan hand and foot monitor untuk mengetahui bagian
tubuh yang terkontaminasi
4) Bawa secepatnya personil yang terkontaminasi ke ruang dekontaminasi
personil dengan hati-hati agar tidak terjadi kontaminasi pada jalan yang
dilaluinya
5) Lakukan pengukuran ulang untuk mengetahui tingkat kontaminasinya dan
catat hasil pengukuran.
6) Siapkan air bersih suam-suam kuku, deterjen/ sabun lunak atau radiawash,
kertas tissue, pisau silet/ gunting kuku, serta sikat plastik yang lembut
7) Bila kuku personil panjang, potong dulu agar mudah dalam pencucian
8) Siram dengan hati-hati celah-celah jari dan kuku dengan air bersih, usahakan
jangan sampai terjadi cipratan air
9) Cuci dengan sabun lunak, teepol atau radiawash selama 2-3 menit
116
10) Untuk membersihkan celah-celah kuku gunakan sikat plastik yang lembut
11) Bilas dengan air bersih
12) Keringkan dengan kertas tissue dan di bawah lampu pengering
13) Lakukan pengukuran ulang, bila hasilnya dibawah batas kontaminasi rendah,
maka permukaan kulit tersebut sudah aman
14) Bila hasil pengukuran lebih besar dari batas kontaminasi yang diijinkan,
lakukan kembali tindakan dekontaminasi seperti di atas sampai tercapai
kondisi aman.

10. Prosedur tindak lanjut insiden


a. Setelah terjadi kecelakaan atau kejadian nyaris celaka, saksi membuat laporan
insiden dengan mengisi form laporan insiden
b. Formulir yang telah diisi dikirimkan ke PMFK-RS
c. PMFK-RS melakukan investigasi dan analisa terhadap kasus yang terjadi
d. Hasil analisa dirumuskan dalam bentuk tindakan perbaikan dan pencegahan
e. Kirimkan ke unit kerja terkait untuk dilaksanakan
f. PMFK-RS melakukan monitoring dan verifikasi untuk memastikan tindakan
perbaikan dan pencegahan telah selesai dilakukan

6. KOMPETENSI TIM PENANGGULANGAN BENCANA


1. Memahami tata letak ruang bangunan secara keseluruhan terutama mengenai jalan-
jalan keluar, sarana evakuasi, dsb.
2. Memahami tentang alat-alat proteksi kebakaran yang terdapat dalam bangunan, sistem
pemadam dan pendeteksian kebakaran, cara kerja dan cara menggunakan.
3. Memahami cara pencegahan dan penanggulangan kebakaran dan menjaga keamanan
secara baik di daerah yang menjadi tanggung jawabnya.
4. Memahami prosedur yang harus diikuti pada waktu terjadi keadaan darurat dan bila
terjadi haruslah diperoleh kepastian bahwa prosedur tersebut akan dilaksanakan
sebagaimana mestinya.

7. URAIAN TUGAS PELAKSANA PENANGGULANGAN BENCANA


1. Dalam Kondisi Keadaan Darurat
a. Penanggung jawab/Deputy chief warden, berfungsi selaku emergency director
117
1) Memantau atau mengawasi pelaksanaan pengendalian keadaan darurat
(emergency)
2) Mengambil alih tugas koordinator keadaan darurat/ chief warden bila tidak
dapat melakukan tugasnya
3) Memberikan pengarahan dalam pelaksanaan kendali keadaan darurat
b. Koordinator keadaan darurat/ chief warden
1) Memimpin operasi pemadaman tingkat awal dan penyelamatan jiwa
2) Memastikan prosedur penanganan keadaan darurat ini dipatuhi dan
dilaksanakan oleh setiap personil termasuk penghuni gedung
3) Memberikan instruksi dalam setiap tindakan emergency
4) Melakukan komunikasi efektif dengan instansi terkait (Dinas kebakaran,
polisi, PLN, Tim SAR, PMI, PDAM, PNGAS, Bakorlak)
5) Melaporkan status keadaan darurat kepada unsur pimpinan
6) Mengumumkan dan membunyikan alarm gedung bila keadaan sudah sangat
darurat
c. Komandan Lantai
1) Memelihara daftar yang terakhir tentang personil di bawah tanggung jawabnya
dan berusaha mendidik mereka mengenai peralatan yang ada, melakukan
upaya pencegahan kebakaran dan menerapkan prosedur evakuasi
2) Bersama chief warden menentukan daerah berkumpul di tempat parkir bagi
penghuni lantai apabila terjadi keadaan darurat dan meneliti anggotanya
sebelum mereka kembali bertugas
3) Menyediakan kotak P3K dan mampu memberikan pertolongan pertama pada
kecelakaan.
4) Melaporkan terjadinya keadaan darurat di wilayah tanggung jawabnya kepada
Chief warden
5) Menerima perintah dan melaporkan jalannya kegiatan pengendalian kepada
chief warden
6) Memimpin dan mengkoordinir dan memastikan kegiatan evakuasi berjalan
dengan baik dan lancar
7) Memimpin dan mengkoordinir operasi pemadaman tingkat awal apabila
kebakaran terjadi di wilayah tanggung jawabnya.

118
d. Petugas evakuasi
1) Melakukan kegiatan evakuasi di lantai yang menjadi tanggung jawabnya
2) Memastikan agar evakuasi dapat berlangsung dengan tenang dan tertib
3) Memimpin serta mengarahkan orang-orang menuju assembly area (daerah
berkumpul) melalui pintu dan tangga darurat dengan tenang dan tertib
4) Memberi peringatan-peringatan terhadap orang yang membawa barang berat/
besar, orang yang akan menggunakan lift, orang yang memakai sepatu berhak,
agar tidak menimbulkan bencana lebih buruk.
5) Memberikan laporan kepada komandan lantai.
6) Dalam kondisi biasa (normal): memastikan bahwa pintu keluar tetap tetap
tertutup dan tidak terkunci selama jam kerja dan memastikan koridor, lobby
dan tangga bebas dari barang-barang yang menghalangi sirkulasi.

e. Petugas pemadam
1) Memadamkan kebakaran tingkat awal dengan menggunakan APAR atau
hidrant
2) Melokalisasi area yang terbakar dengan menyemprotkan hidran pada barang
yang mudah terbakar sampai Dinas Kebakaran datang
3) Membantu di lantai lain yang terbakar bila memerlukan tenaga dan bekerja
sama dengan kelompok lain yang memerlukan bantuan
4) Memastikan APAR dan selang kebakaran, serta sarana proteksi kebakaran
lainnya ada dalam kondisi baik dan siaga
f. Petugas pencari dan penyelamat
1) Memeriksa secara cermat di semua ruangan untuk memastikan apakah
penghuni sudah dievakuasi semua dan tidak ada yang tertinggal
2) Menghimpun dan menyelamatkan benda-benda atau dokumen atau berkas
berharga lainnya
3) Membantu dan menyelamatkan orang-orang yang tidak dapat berjalan sendiri.
4) Menyelamatkan orang-orang yang terjebak dalam daerah berbahaya dan tidak
dapat mencari jalan keluar
5) Menghitung jumlah orang yang berevakuasi dari lantai yang menjadi tanggung
jawabnya

119
6) Mengadakan apel checking jumlah penghuni guna menyakinkan bahwa tidak
ada yang tertinggal di gedung/ lantai
7) Menghitung dan mengevaluasi jumlah korban (sakit/ luka, pingsan,
meninggal)
g. Regu pemadam inti (fire fighter)
1) Membantu petugas pemadam lantai untuk memadamkan api
2) Mencegah api agar tidak menyebar
3) Membantu kelompok lain yang memerlukan bantuan
h. Regu bantuan
Kelompok teknisi
1) Operator lift memastikan semua lift tidak beroperasi dan lift berada di lantai 1
2) Bila memungkinkan fire lift dioperasikan untukkeperluan petugas keamanan
dan petugas Dinas Kebakaran untuk pemadaman kebakaran dan menolong
orang
3) Operator AC memastikan sistem AC tidak beroperasi atau pada posisi off
4) Operator listrik siaga menghidupkan atau mematikan listrik pada lantai
tertentu atau seluruh gedung sesuai instruksi chief warden dan siaga
mengoperasikan genset secara manual bila sistem otomatis tidak bekerja pada
saat pasokan listrik PLN terputus
5) Operator kontrol panel memonitor terus menerus kontrol panel untuk
mengetahui terjadinya kebakaran secara dini
6) Melakukan pengecekan situasi apabila monitor menyala dan alarm berbunyi
dengan menghubungi komandan lantai
7) Melaporkan ke chief warden apabila tidak memperoleh informasi dari
komandan lantai
8) Memberitahukan komandan lantai apabila terjadi alarm palsu
9) Membunyikan general alarm atau alarm per-lantai atas perintah koordinator
keadaan darurat atau penanggung jawab keadaan darurat.
10) Operator pompa siaga mengoperasikan pompa air secara manual apabila
sistem otomatis tidak bekerja sehingga dapat menyediakan air untuk
kebutuhan pemadaman kebakaran

120
11) Operator pengendalian asap siaga mengoperasikan kipas udara tekanan positif
secara manual pada ruang tangga darurat bila sistem otomatis tidak bekerja
pada saat general alarm berbunyi.

Kelompok humas dan komunikasi


1) Menyampaikan berita dari koordinator keadaan darurat kepada komandan
lantai pada saat ada gangguan pada sarana komunikasi selama operasi
penanggulangan tingkat awal
2) Menerima dan mencatat laporan keadaan darurat
3) Melaksanakan hubungan komunikasi lewat handy talky dari dan ke chief
warden
4) Menyampaikan pengumuman atau perintah chief warden ke setiap lantai atau
seluruh gedung melalui sistem paging
5) Memberikan informasi yang diperlukan kepada keluarga atau media massa
Kelompok medis dan P3K
1) Memberikan pertolongan kepada korban (sakit, cedera, meninggal) setelah
dievakuasikan oleh petugas evakuasi
2) Memanggil ambulans dan mengatur penggunaannya
3) Mengatur pengiriman orang sakit atau cedera ke rumah sakit terdekat dengan
menggunakan ambulans
Kelompok Pengamanan
1) Menangani urusan keamanan dalam bangunan maupun lingkungannya saat
penanggulangan keadaan darurat berlangsung
2) Mengamankan daerah bencana dari kemungkinan tindakan seseorang yang
tidak terpuji/ kejahatan
3) Menangkap orang yang jelas-jelas melakukan tindakan kejahatan dan
membawanya ke pos komando
4) Membantu tim pencari dan penyelamat
5) Mengatur perparkiran saat penanggulangan keadaan darurat termasuk
pengaturan jalur dan rambu-rambu
6) Mengatur arus mobil masuk dan keluar
Kelompok pembersih

121
1) Membersihkan area dari genangan air akibat pecahnya kepala sprinkler,
tumpahan cairan, bekas-bekas pemadaman, dll
2) Membantu dalam upaya pencarian lokasi bom, dalam hal adanya ancaman
bom
3) Memastikan tidak ada barang-barang yang menghalangi kegiatan
penanggulangan
2. Dalam Kondisi Keadaan Normal
Dikoordinasikan oleh chief warden (koordinator keadaan darurat):
a. Membuat program dan jadwal pemeriksaan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana penanggulangan bencana/ keadaan darurat
b. Melakukan kegiatan pemeriksaan dan pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana
penanggulangan bencana/ keadaan darurat
c. Ikut serta memantau pelaksanaan sistem kerja atau prosedur kerja yang aman
d. Berperan aktif dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman
e. Secara rutin melakukan sosialisasi mengenai prosedur penanggulangan keadaan
darurat
f. Mengupdate dan merevisi manual penanggulangan keadaan darurat sedikitnya 5
tahun sekali
g. Menyusun buku saku/petunjuk praktis mengenai penanggulangan keadaan darurat

8. FASILITAS DAN PERALATAN


1. Komunikasi
Komunikasi sangat diperlukan untuk sosialisasi dan penerapan prinsip MFK dan
kesehatan lingkungan. Komunikasi juga berguna untuk menjaga hubungan baik dengan
instansi di luar rumah sakit, agar apabila terjadi keadaan darurat/ bencana kita
mendapatkan bantuan dengan cepat. Ada 2 jenis komunikasi yaitu komunikasi internal
dan komunikasi eksternal.

a. Komunikasi internal
Ditujukan untuk menyampaikan informasi MFK dan Kesehatan Lingkungan kepada
seluruh karyawan RS. Paru Dr. M. Goeanwan Partowidigdo. Komunikasi juga sangat
dibutuhkan dalam penanggulangan keadaan darurat dan bencana.
Media komunikasi internal antara lain:
122
1) Briefing mingguan di tiap-tiap unit kerja
2) Rapat koordinasi
3) Sarasehan
4) Buletin, papan pengumuman

b. Komunikasi eksternal
Pada komunikasi eksternal, ada 2 jenis informasi, yaitu: informasi keluar rumah sakit,
dan informasi dari luar yang masuk ke rumah sakit.
Informasi keluar dapat berupa pelaporan kepada lembaga pemerintah, mau-pun
komunikasi yang dilakukan saat terjadi keadaan darurat.
Informasi dari luar yang masuk ke rumah sakit dapat berupa komplain dari masyarakat,
pemeriksaan dari dinas terkait, dll. Untuk menunjang komunikasi berjalan dengan baik
diperlukan sistem komunikasi yang menjamin hubungan antara unit kerja baik internal
maupun eksternal meliputi sarana komunikasi seperti telephone dan paging, prosedur
penggunaan alat komunikasi, dan ada jadwal pengujian secara berkala dilengkapi
dengan catatan hasil pengujian.

123
SISTEM KOMUNIKASI SAAT KEADAAN BENCANA/DARURAT
DI RUMAH SAKIT PARU RSP. DR. M. GOENAWAN PARTOWIDIGDO

TIM EMERGENCY
TELP. 1200 PETUGAS
PELAPOR TERIMA, CATAT KOORDINATOR
SEBUTKAN : TANGGAL, JAM,
NAMA PENELPON KEADAAN
NAMA & NOMOR DARURAT
NOMOR TELEPON TELP. PELAPOR,
LOKASI KEJADIAN TELP. 11
CEK MONITOR
JIKA MUNGKIN BAS
SUMBER PENYEBAB
KEJADIAN

MONITORING &
BERKOORDINASI

REGU PEMADAM REGU BANTUAN REGU BANTUAN


KOMANDAN LANTAI INTI INTERN EKSTERN
TELP .11, 43, 14 TELP. 44, 29 Dinas Damkar
Bogor 322100
PLN
254968
SAR
021-5502111,
5501111
Polsek Cisarua
254540

2. Rambu-rambu
Rambu-rambu/tanda-tanda berguna untuk menunjukkan daerah berbahaya dan daerah
terlarang untuk dimasuki umum, adanya APAR, jalan keluar apabila terjadi bencana, dan
tanda-tanda larangan. Rambu/tanda yang terdapat di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan
Partowidigdo antara lain : Sesuai dengan Denah Lokasi Tangga Darurat, Hidran dan Apar
(terlampir).

124
F. PEDOMAN PEMELIHARAAN SISTEM UTILITY
1. Pengertian
Sistem Utility merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pelayanan kesehatan yang
berkesinambungan perlu didukung dengan peralatan yang selalu dalam kondisi siap dan
laik pakai serta dapat difungsikan dengan baik.

2. Pengoperasian Sistem Utility


Beberapa tahapan kegiatan yang perlu diperhatikan dan dilakukan dalam
operasionalisasi Sistem Utility yaitu tahapan persiapan, pelaksanaan pengoperasian dalam
pelayanan dan penyimpanan peralatan apabila telah selesai digunakan.
(1) Persiapan pengoperasian
Berbagi aspek yang harus dipenuhi dan disiapkan agar peralatan siap
dioperasikan adalah: peralatan harus dikondisikan dalam keadaan laik pakai
lengkap dengan aksesori yang diperlukan, terpelihara dengan baik, sertifikat
kalibrasi yang masih berlaku, ijin operasional yang masih berlaku bagi peralatan
yang memerlukan ijin. Prasarana yang diperlukan oleh masing-masing alat (misal
listrik,air,gas,uap) tersedia dengan kapasitas dan kualitas yang memenuhi
kebutuhan. Bahan operasional tersedia dan cukup sesuai dengan kebutuhan
pelayanan. Kemudian SDM siap, baik dokter, operator maupun paramedik, dll,
sesuai dengan tindakan pelayanan yang dilaksanakan.
(2) Pelaksanaan Pengoperasian dalam Pelayanan
Pelaksanaan pengoperasian peralatan dalam pelayanan medik kepada pasien,
secara teknis agar mengikuti urutan yang baku untuk setiap alat, mulai alat
dihidupkan sampai alat dimatikan setelah selesai melakukan suatu kegiatan
pelayanan medic. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa tombol atau saklar mana
saja yang dioperasikan (ON) lebih dulu dan tombol/saklar mana yang dioperasikan
kemudian secara berurutan sampai pengoperasian alat sesuai pelayanan medik
selesai. Demikian halnya pada waktu mematikan alat, maka tombol/saklar yang
terakhir dioperasikan (ON) harus lebih awal dimatikan (OFF) dan seterusnya
secara berurutan, sehingga tombol yang pertama dihidupkan adalah merupakan
yang terakhir dimatikan (OFF) pada waktu mematikan alat.

125
(3) Penyimpanan Peralatan
Setelah peralatan selesai dipergunakan untuk pelayanan medik kepada pasien,
maka peralatan agar disimpan dalam kondisi yang baik. Selesai dioperasikan setiap
aksesori alat harus dilepaskan, kemudian alat dari aksesorinya dibersihkan sebagai
kegiatan perawatan yang merupakan bagian dari kegiatan pemeliharaan peralatan.
Pada waktu disimpan (dalam keadaan tidak operasional), setiap alat agar ditutup
dengan penutup debu, agar terhindar dari debu sehingga peralatan terlihat selalu
dalam keadaan bersih. Peralatan yang mobile sebaiknya diletakkan di bagian
ruangan tertentu yang terhindar dari jalan keluar masuk personil. Sedangkan
peralatan yang bersifat portable beserta aksesorinya sebaiknya diletakkan dalam
lemari atau rak.
(4) Pemantauan Operasional Peralatan
Pemantauan operasional peralatan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi alat
untuk menlaksanakan pelayanan dan seberapa jauh beban kerja setiap alat yang
operasional. Dalam pemantauan didatakan kondisi alat dan beban kerjanya selama
satu bulan atau periode tertentu. Pemantauan dilakukan oleh teknisi secara periodik
pada selang waktu pemeliharaan preventif untuk setiap alat. Operator atau
pengguna alat mendatakan/mencatat beban kerja setiap alat yang operasional.
Apabila kondisi alat tidak memungkinkan untuk difungsikan, segera lakukan
tindakan perawatan/pemeliharaa

3. Pemeliharaan Peralatan
Pemeliharaan SISTEM UTILITY adalah suatu upaya yang dilakukan agar SISTEM
UTILITY selalu dalam kondisi laik pakai, dapat difungsikan dengan baik dan
menjamin usia pakai lebih lama. Dalam pelaksanaan pemeliharaan peralatan terdapat
berbagai kriteria dan aspek-aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan.

126
a. Kriteria Pemeliharaan

BAGAN KRITERIA PEMELIHARAAN

PEMELIHARAAN

PEMELIHARAAN PEMELIHARAAN
TERENCANA TIDAK TERENCANA

PEMELIHARAAN PEMELIHARAAN PEMELIHARAAN


PREVENTIF KOREKTIF DARURAT

Pemeliharaan Pemeliharaan Perbaikan Overhaul Perbaikan terhadap


Waktu Operasional Waktu Tidak terhadap kerusakan alat yang
(Running Maintenance) Operasional kerusakan alat mendadak / tidak
(Shut Down yang terencana terduga
Maintenance) (Bersifat Korektif)

Inspection :
Lihat,rasakan,
Dengarkan, tanpa/
dengan alat ukur

Pelumasan, Pembersihan,
Penyetelan Pelumasan,
Penyetelan,
Penggantian,
Bahan pemeliharaan

127
Dalam pelaksanaan pemeliharaan SISTEM UTILITY terdapat dua kriteria
pemeliharaan, yaitu :
 Pemeliharaan Terencana
Pemeliharaan terencana adalah kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan
terhadap alat sesuai dengan jadual yang telah disusun. Jadual pemeliharaan
disusun dengan memperhatikan jenis peralatan, jumlah, kualifikasi petugas
sesuai dengan bidangnya dan pembiayaan yang tersedia. Pemeliharaan
terencana meliputi pemeliharaan preventif/pencegahan dan pemliharaan
korektif (perbaikan).
− Pemeliharaan Preventif
Pemliharaan preventif atau pencegahan adalah kegiatan pemeliharaan
berupa perawatan dengan membersihkan alat yang dilaksanakan setiap
hari oelh operator dan kegiatan penyetelan, peluasan serta penggantian
bahan pemeliharaan yang dilaksanakan oleh teknisi secara berkala.
Pemeliharaan preventif bertujuan guna memperkecil kemungkinan
terjadinya kerusakan. Untuk jenis alat tertentu pemeliharaan preventif
dapat dilakukan pada saat alat sedang jalan/operasional/running
maintenance, melalui peemriksaan dengan melihat, merasakan,
mendengarkan bekerjanya alat, baik tanpa maupun dengan menggunakan
alat ukut. Pada waktu running maintenance dilakukan juga pelumasan dan
penyetelan bagian-bagian alat tertentu yang memerlukan.
Pemeliharaan preventif dengan running maintenance biasanya tidak
dilakukan untuk SISTEM UTILITY. Pemeliharaan preventif untuk
SISTEM UTILITYpada umumnya dilakukan pada waktu alat tidak
operasional/shut down maintenance, yaitu alat dalam keadaan dimatikan
lalu dipelihara. Dalam hal ini kegiatan pemeliharaan dapat berupa
pembersihan, pelumasan, pengecekan fungsi komponen, penyetelan,
penggantian bahan pemeliharaan, pengukuran keluaran dan keselamatan.
− Pemeliharaan Korektif
Pemeliharaan korektif adalah kegiatan pemeliharaan yang bersifat
perbaikan terhadap peralatan yang mengalami kerusakan dengan atau
tanpa penggantian suku cadang. Pemeliharaan korektif dimaksudkan

128
untuk mengembalikan kondisi peralatan yang rusak ke kondisi siap
operasional dan laik pakai dapat difungsikan dengan baik.
Tahap akhir dari pemeliharaan korektif adalah kalibrasi teknis yaitu
pengukuran kuantitatif keluaran dan pengukuran aspek keselamatan.
Sedangkan kalibrasi yang bersifat teknid dan legalitas penggunaan alat
harus dilakukan oleh Institusi Penguji yang berwenang. Perbaikan korektif
dilakukan terhadap peralatan yang mengalami kerusakan dan dilakukan
secara terencana.
Overhaul adalah bagian dari pemeliharaan korektif, yaitu kegiatan
perbaikan terhadap peralatan dengan mengganti bagian-bagian utama alat,
bertujuan untuk mengembalikan fungsi dan kemampuan alat yang sudah
menurun karena usia dan penggunaan.

 Pemeliharaan Tidak Terencana


Pemeliharaan tidak terencana adalah kegiatan pemeliharaan yang bersifat
darurat berupa perbaikan terhadap kerusakan alat yang mendadak/tidak
terduga dan harus segera dilaksanakan mengingat alat sangat dibutuhkan
dalam pelayanan. Untuk dapat melaksanakan pemeliharaan tidak terencana,
perlu adanya tenaga yang selalu siap (stand by) dan fasilitas pendukungnya.
Frekuensi pemeliharaan tidak terencana dapat ditekan serendah mungkin
dengan cara meningkatkan kegiatan pemeliharaan terencana.

b. Aspek Pemeliharaan
Agar pemeliharaan SISTEM UTILITY dapat dilaksanakan dengan sebaik-
sebaiknya, maka unti kerja pemeliharaan peralatan Rumah Sakit, perlu dilengkapi
dengan aspek-aspek pemeliharaan yang berkaitan dan memadai meliputi, sumber
daya manusia yaitu teknis, fasilitas dan peralatan kerja, dokumen pemeliharaan,
suku cadang dan bahan pemeliharaan. Aspek-aspek pemeliharaan ini pada
umumnya memerlukan pembiayaan.
 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (teknisi) merupakan unsur yang penting dalam
pelaksanaan pemeliharaan SISTEM UTILITY. Kualifikasi teknis disesuaikan
dengan jenis dan teknologi SISTEM UTILITY yang ditangani ,sedangkan
129
jumlahnya berdasarkan kepada jumlah setiap jenis alat. Semuanya ini
merupakan beban kerja yang harus ditangani oleh teknisi.
 Fasilitas Kerja
Fasilitas kerja pemeliharaan guna menunjang terlaksananya pemeliharaan
SISTEM UTILITYmeliputi :
− Ruangan tempat bekerja, terdiri dari workshop/bengkel, gudang dan ruang
adminstrasi.
− Peralatan kerja terdiri dari toolset elektrik, toolset elektronik, toolset
mekanik, toolset gas dan berbagai macam alat ukur.
 Dokumen Pemeliharaan
Dokumen pemeliharaan sangat penting dalam mencapai keberhasilan
pelaksanaan pemeliharaan. Dokumen pemeliharaan terdiri dari dokumen
teknis dan data atau laporan hasil pemeliharaan.
Dokumen teknis peralatan yaitu dokumen yang menyertai peralatan pada
waktu pengadaannya, pada umumnya meliputi: brosure, installation manual,
installation report, operating manual, service manual yang mencakup
schematic diagram, part list, recommended parts. Prosedur Tetap
Pengoperasian, Prosedur Tetap Pemeliharaan dan Sertifikat Kalibrasi juga
merupakan dokumen teknis. Guna memudahkan penanganan
pemeliharaannya, maka setiap alat agar dilengkapi dengan dokumen teknis
yang bersangkutan.
Data atau hasil pemeliharaan yaitu dokumen yang berisi data yang
berhubungan dengan kegiatan pemeliharaan peralatan; apda umumnya
merupakan kumpulan atau kronologis hasil pemeliharaan setiap alat, meliputi :
− Inventerasi Peralatan
Inventarisasi peralatan ini berisi data yang berkaitan dengan aspek teknis
setiap type/model alat untuk nama dan merk alat yang sama, mencakup
nama alat, merk, model/type, nama perusahaan yang mengageninya,
apakah mempunyai operating manual dan service manual; kalau tidak
memilikinya maka perlu diusahakan kepada agen atau instansi lainnya
agar dapat dipenuhi, berapa jumlahnya alat yang type/modelnya sama.

130
Total peralatan yang tertuang dalam lembar inventarisasi ini akan menjadi
bebna kerja pemeliharaan. Dari data ini kaan dapat diprediksi kebutuhan
aspek pemliharaan secara keseluruhan, sehingga pemeliharaan peralatan
dapat dilaksanakan dengan baik.
Inventarisasi peralatan guna kepentingan pemeliharaan alat dilakukan oleh
pengelola pemeliharaan dan ditinjau secara periodic, paling tidak setahun
sekali dan setiap ada perubahan atau penambahan peralatan baru.
− Kartu Pemeliharaan Alat.
Kartu pemeliharaan adalah kartu yang dipasang/digantungkan pada setiap
alat, dengan maksu agar memudahkan kepada setiap petugas terkait untuk
mengetahui data mengenai suatu alat dan penanganan apa saja yang telah
dilakukan pada alat tersebut. Kartu ini berlaku untuk setiap alat memuat
data masing-masing alat yang berkaitan erat dengan aspek pemeliharaan,
yaitu :
 Data statis, meliputi :
o Nama Rumah Sakit
o Nama Instalasi pelayanan tempat alat tersebut digunakan
o Nama alat sesuai fungsinya
o Merk alat, Type/Model
o Nomor seri
o Tahun pengadaan
o Nilai pengadaan
o Nomor inventaris
Data tersebut di atas dibuat pada saat alat mulai dimasukkan pada
daftar inventarisasi di rumah sakit.
 Data dinamis, meliputi :
o Tanggal kegiatan pemeliharaan dilakukan.
o Uraian kegiatan, hasil dan nama teknisi pelaksana.
o Keterangan lainnya yang dianggap perlu.
Data ini dituliskan pada karut pemeliharaan oleh teknisi, yang
menjelaskna secara garis besar uraian kegiatan setiap melakukan
pemeliharaan alat yang bersangkutan.
131
− Catatan Pemeliharaan Alat
Catatan pemeliharaan alat berupa lembaran kartu yang disimpan pada
urusan administrasi teknis peralatan di unit kerja pemeliharaan/IPSRS,
dengan maksud agar memudahkan petugas administrasi teknis dan teknisi
untuk mengetahui data alat dan penanganan apa saja yang telah dilakukan
pada alat tersebut. Kartu ini memuat data masing-masing alat yang
berkaitan erat dengan kegiatan pemeliharaan dan labih luas dari kartu
pemeliharaan alat, yaitu :
 Data statis, meliputi :
o Nama Rumah Sakit
o Nama Instalasi pelayanan tempat alat tersebut digunakan
o Nomor inventaris
o Nama alat sesuai fungsinya
o Merk alat, Type/Model
o Nomor seri
o Sumber pengadaan
o Tahun pengadaan/pemasangan
o Supplier/Agen
o Periode pemeliharaan
Data tersebut di atas dibuat pada saat alat mulai diinventarisasikan di
rumah sakit.
 Data dinamis, meliputi :
o Keluhan yang berupa gejala dan kondisi yang terjadi sebelum
dilakukan pemeliharaan.
o Uraian kegiatan dan hasilnya, untuk setiap kegiatan pemeliharaan
yang dilakukan pada alat yang bersangkutan.
o Pelaksana, nama teknisi dan nama perusahaan pihak ke III yang
melakukan pemeliharaan.
o Tanggal dimulai dan tanggal selesainya pemeliharaan.
o Biaya yang dikeluarkan/dibutuhkan.
o Keterangan penjelasan yang mendukung kegiatan pemeliharaan.

132
Data dinamis ini diisi/ditulis oleh petugas adminstrasi teknis
berdasarkan laporan dari teknsii yang melaksanakan pemeliharaan.
− Daftar Keagenan Peralatan
Keberadaan perusahaan yang mengageni suatu alat sangat diperlukan
dalam rangka pemeliharaan SISTEM UTILITY. Agen peralatan
bertanggung jawab terhadap penyediaan suku cadang peralatan yang
diageninya, sebagai realisasi dari jaminan purna jual terhadap peralatan
yang dijualnya.
Untuk peralatan tertentu yang tidak mampu dilaksanakan oleh teknisi RS,
secara teknis dan ekonomis pemeliharaannya lebih baik dilaksanakn
langsung oleh perusahaan yang mengageninya, sejauh dapat diproses
sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Daftar keagenan peralatan dapat memudahkan untuk megetahui nama
perusahaan dan alamatnya yang mengageni peralatan tertentu, sehingga
apabila alat mengalami suatu masalah, agen yang bersangkutan dapat
dengan mudah dimintakan bantuannya.
− Pelaporan dan Evaluasi
Setiap kegiatan pemeliharaan SISTEM UTILITY dari mulai perencanaan,
pelaksanaan dan hasilnya harus dicatat atau didatakan kemudian
dilaporkan oleh dan kepada pejabat pemberi tugas sesuai dengan
penugasannya. Kemudian secara berkala, laporan kegiatan dievaluasi
sebagai dasar pertimbangan perencanaan pemeliharaan periode
selanjutnya.
Contoh formulir yang berkaitan dengan kegiatan dan pelaporan meliputi :
 Surat Penugasan Pemeliharaan Peralatan
 Bon Peminjaman Peralatan Kerja
 Bon Permintaan Barang
 Laporan Kerja Pemeliharaan Peralatan (Preventif)
 Laporan Kerja Pemeliharaan Peralatan ( Korektif)
 Laporan Hasil Pemantauan Operasional Peralatan

c. Pelaksanaan Pemeliharaan

133
Berdasarkan berbagai aspek yang meliputi volume pekerjaan, kemampuan teknisi,
tingkat teknologi peralata, fasilitas kerja dan prosedur pembiayaan, maka
pelaksanaan pemeliharaan SISTEM UTILITY di rumah sakit dapat dilakukan oleh
teknisi rumah sakit setempat dengan rujukan atau oleh Pihak III.

 Dilaksanakan oleh Teknisi Rumah Sakit


Pada dasarnya pemeliharaan SISTEM UTILITYdi rumah sakit harus dapat
dilaksanakan oleh teknisi setempat sejauh memungkinkan ditinjau dari segala
aspek, khususnya aspek pemeliharaan.
 Dilaksanakan oleh Teknisi Rujukan.
Apabila teknisi RS tidak mampu melaksanakan pemeliharaan suatu alat
disebabkan oleh beberapa hal, missal kemampuan teknisi kurang atau
peralatan kerja tidak lengkap, maka pemeliharaan dapat dilaksanakan oleh
teknisi rujukan dari rumah sakit yang lebih mampu.

d. Bahan Pemeliharaan dan Suku Cadang


Pemeliharaan peralatan dapat dilaksanakan apabila aspek pemeliharaan yang
mendukung tersedia. Bahan pemeliharaan setiap jenis alat sangat diperlukan untuk
terselenggaranya pemeliharaan preventif peralatan. Demikian juga suku cadang
diperlukan apabila melakukan pemeliharaan korektif.
Agar pemeliharaan peralatan dapat terlaksana dengan baik sesuai jadual, maka
penyediaan kebutuhan bahan pemeliharaan dan suku cadang perlu mendapat
perhatian yang seksama, melalui suatu perencanaan yang matang, baik aspek teknis
maupun pembiayaannya.

134
G. PEDOMAN PEMELIHARAAN PERALATAN MEDIS

1. Pengoperasian Peralatan Kesehatan


Beberapa tahapan kegiatan yang perlu diperhatikan dan dilakukan dalam
operasionalisasi peralatan kesehatan yaitu tahapan persiapan, pelaksanaan
pengoperasian dalam pelayanan dan penyimpanan peralatan apabila telah selesai
digunakan.
(1) Persiapan pengoperasian
Berbagi aspek yang harus dipenuhi dan disiapkan agar peralatan siap
dioperasikan adalah: peralatan harus dikondisikan dalam keadaan laik pakai
lengkap dengan aksesori yang diperlukan, terpelihara dengan baik, sertifikat
kalibrasi yang masih berlaku, ijin operasional yang masih berlaku bagi peralatan
yang memerlukan ijin. Prasarana yang diperlukan oleh masing-masing alat (misal
listrik,air,gas,uap) tersedia dengan kapasitas dan kualitas yang memenuhi
kebutuhan. Bahan operasional tersedia dan cukup sesuai dengan kebutuhan
pelayanan. Kemudian SDM siap, baik dokter, operator maupun paramedik, dll,
sesuai dengan tindakan pelayanan yang dilaksanakan.
(2) Pelaksanaan Pengoperasian dalam Pelayanan
Pelaksanaan pengoperasian peralatan dalam pelayanan medik kepada pasien,
secara teknis agar mengikuti urutan yang baku untuk setiap alat, mulai alat
dihidupkan sampai alat dimatikan setelah selesai melakukan suatu kegiatan
pelayanan medic. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa tombol atau saklar mana
saja yang dioperasikan (ON) lebih dulu dan tombol/saklar mana yang dioperasikan
kemudian secara berurutan sampai pengoperasian alat sesuai pelayanan medik
selesai. Demikian halnya pada waktu mematikan alat, maka tombol/saklar yang
terakhir dioperasikan (ON) harus lebih awal dimatikan (OFF) dan seterusnya

135
secara berurutan, sehingga tombol yang pertama dihidupkan adalah merupakan
yang terakhir dimatikan (OFF) pada waktu mematikan alat.
(3) Penyimpanan Peralatan
Setelah peralatan selesai dipergunakan untuk pelayanan medik kepada pasien,
maka peralatan agar disimpan dalam kondisi yang baik. Selesai dioperasikan setiap
aksesori alat harus dilepaskan, kemudian alat dari aksesorinya dibersihkan sebagai
kegiatan perawatan yang merupakan bagian dari kegiatan pemeliharaan peralatan.
Pada waktu disimpan (dalam keadaan tidak operasional), setiap alat agar ditutup
dengan penutup debu, agar terhindar dari debu sehingga peralatan terlihat selalu
dalam keadaan bersih. Peralatan yang mobile sebaiknya diletakkan di bagian
ruangan tertentu yang terhindar dari jalan keluar masuk personil. Sedangkan
peralatan yang bersifat portable beserta aksesorinya sebaiknya diletakkan dalam
lemari atau rak.

2. Pemantauan Operasional Peralatan


Pemantauan operasional peralatan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi alat
untuk menlaksanakan pelayanan dan seberapa jauh beban kerja setiap alat yang
operasional. Dalam pemantauan didatakan kondisi alat dan beban kerjanya selama satu
bulan atau periode tertentu. Pemantauan dilakukan oleh teknisi secara periodik pada
selang waktu pemeliharaan preventif untuk setiap alat. Operator atau pengguna alat
mendatakan/mencatat beban kerja setiap alat yang operasional. Apabila kondisi alat
tidak memungkinkan untuk difungsikan, segera lakukan tindakan
perawatan/pemeliharaan.

3. Pemeliharaan Peralatan
Pemeliharaan peralatan kesehatan adalah suatu upaya yang dilakukan agar
peralatan kesehatan selalu dalam kondisi laik pakai, dapat difungsikan dengan baik dan
menjamin usia pakai lebih lama. Dalam pelaksanaan pemeliharaan peralatan terdapat
berbagai kriteria dan aspek-aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan.

136
a. Kriteria Pemeliharaan

BAGAN KRITERIA PEMELIHARAAN

PEMELIHARAAN

PEMELIHARAAN PEMELIHARAAN
TERENCANA TIDAK TERENCANA

PEMELIHARAAN PEMELIHARAAN PEMELIHARAAN


PREVENTIF KOREKTIF DARURAT

Pemeliharaan Pemeliharaan Perbaikan Overhaul Perbaikan


terhadap
Waktu Operasional Waktu Tidak terhadap kerusakan alat yang
(Running Maintenance) Operasional kerusakan alat mendadak / tidak
(Shut Down yang terencana terduga
Maintenance) (Bersifat Korektif)

Inspection :
Lihat,rasakan,
Dengarkan, tanpa/
dengan alat ukur

Pelumasan, Pembersihan,
Penyetelan Pelumasan,

137
Penyetelan,
Penggantian,
Bahan pemeliharaan

Dalam pelaksanaan pemeliharaan peralatan kesehatan terdapat dua kriteria


pemeliharaan, yaitu :
 Pemeliharaan Terencana
Pemeliharaan terencana adalah kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan
terhadap alat sesuai dengan jadual yang telah disusun. Jadual pemeliharaan
disusun dengan memperhatikan jenis peralatan, jumlah, kualifikasi petugas
sesuai dengan bidangnya dan pembiayaan yang tersedia. Pemeliharaan
terencana meliputi pemeliharaan preventif/pencegahan dan pemliharaan
korektif (perbaikan).
− Pemeliharaan Preventif
Pemliharaan preventif atau pencegahan adalah kegiatan pemeliharaan
berupa perawatan dengan membersihkan alat yang dilaksanakan setiap
hari oelh operator dan kegiatan penyetelan, peluasan serta penggantian
bahan pemeliharaan yang dilaksanakan oleh teknisi secara berkala.
Pemeliharaan preventif bertujuan guna memperkecil kemungkinan
terjadinya kerusakan. Untuk jenis alat tertentu pemeliharaan preventif
dapat dilakukan pada saat alat sedang jalan/operasional/running
maintenance, melalui peemriksaan dengan melihat, merasakan,
mendengarkan bekerjanya alat, baik tanpa maupun dengan menggunakan
alat ukut. Pada waktu running maintenance dilakukan juga pelumasan dan
penyetelan bagian-bagian alat tertentu yang memerlukan.
Pemeliharaan preventif dengan running maintenance biasanya tidak
dilakukan untuk peralatan kesehatan. Pemeliharaan preventif untuk
peralatan kesehatanpada umumnya dilakukan pada waktu alat tidak
operasional/shut down maintenance, yaitu alat dalam keadaan dimatikan
lalu dipelihara. Dalam hal ini kegiatan pemeliharaan dapat berupa
138
pembersihan, pelumasan, pengecekan fungsi komponen, penyetelan,
penggantian bahan pemeliharaan, pengukuran keluaran dan keselamatan.
− Pemeliharaan Korektif
Pemeliharaan korektif adalah kegiatan pemeliharaan yang bersifat
perbaikan terhadap peralatan yang mengalami kerusakan dengan atau
tanpa penggantian suku cadang. Pemeliharaan korektif dimaksudkan
untuk mengembalikan kondisi peralatan yang rusak ke kondisi siap
operasional dan laik pakai dapat difungsikan dengan baik.
Tahap akhir dari pemeliharaan korektif adalah kalibrasi teknis yaitu
pengukuran kuantitatif keluaran dan pengukuran aspek keselamatan.
Sedangkan kalibrasi yang bersifat teknid dan legalitas penggunaan alat
harus dilakukan oleh Institusi Penguji yang berwenang. Perbaikan korektif
dilakukan terhadap peralatan yang mengalami kerusakan dan dilakukan
secara terencana.
Overhaul adalah bagian dari pemeliharaan korektif, yaitu kegiatan
perbaikan terhadap peralatan dengan mengganti bagian-bagian utama alat,
bertujuan untuk mengembalikan fungsi dan kemampuan alat yang sudah
menurun karena usia dan penggunaan.

 Pemeliharaan Tidak Terencana


Pemeliharaan tidak terencana adalah kegiatan pemeliharaan yang bersifat
darurat berupa perbaikan terhadap kerusakan alat yang mendadak/tidak
terduga dan harus segera dilaksanakan mengingat alat sangat dibutuhkan
dalam pelayanan. Untuk dapat melaksanakan pemeliharaan tidak terencana,
perlu adanya tenaga yang selalu siap (stand by) dan fasilitas pendukungnya.
Frekuensi pemeliharaan tidak terencana dapat ditekan serendah mungkin
dengan cara meningkatkan kegiatan pemeliharaan terencana.

b. Aspek Pemeliharaan
Agar pemeliharaan peralatan kesehatan dapat dilaksanakan dengan sebaik-
sebaiknya, maka unti kerja pemeliharaan peralatan Rumah Sakit, perlu dilengkapi
dengan aspek-aspek pemeliharaan yang berkaitan dan memadai meliputi, sumber
daya manusia yaitu teknis, fasilitas dan peralatan kerja, dokumen pemeliharaan,
139
suku cadang dan bahan pemeliharaan. Aspek-aspek pemeliharaan ini pada
umumnya memerlukan pembiayaan.
 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (teknisi) merupakan unsur yang penting dalam
pelaksanaan pemeliharaan peralatan kesehatan. Kualifikasi teknis disesuaikan
dengan jenis dan teknologi peralatan kesehatan yang ditangani ,sedangkan
jumlahnya berdasarkan kepada jumlah setiap jenis alat. Semuanya ini
merupakan beban kerja yang harus ditangani oleh teknisi.
 Fasilitas Kerja
Fasilitas kerja pemeliharaan guna menunjang terlaksananya pemeliharaan
peralatan kesehatanmeliputi :
− Ruangan tempat bekerja, terdiri dari workshop/bengkel, gudang dan ruang
adminstrasi.
− Peralatan kerja terdiri dari toolset elektrik, toolset elektronik, toolset
mekanik, toolset gas dan berbagai macam alat ukur.
 Dokumen Pemeliharaan
Dokumen pemeliharaan sangat penting dalam mencapai keberhasilan
pelaksanaan pemeliharaan. Dokumen pemeliharaan terdiri dari dokumen
teknis dan data atau laporan hasil pemeliharaan.
Dokumen teknis peralatan yaitu dokumen yang menyertai peralatan pada
waktu pengadaannya, pada umumnya meliputi: brosure, installation manual,
installation report, operating manual, service manual yang mencakup
schematic diagram, part list, recommended parts. Prosedur Tetap
Pengoperasian, Prosedur Tetap Pemeliharaan dan Sertifikat Kalibrasi juga
merupakan dokumen teknis. Guna memudahkan penanganan
pemeliharaannya, maka setiap alat agar dilengkapi dengan dokumen teknis
yang bersangkutan.
Data atau hasil pemeliharaan yaitu dokumen yang berisi data yang
berhubungan dengan kegiatan pemeliharaan peralatan; apda umumnya
merupakan kumpulan atau kronologis hasil pemeliharaan setiap alat, meliputi :
− Inventerasi Peralatan

140
Inventarisasi peralatan ini berisi data yang berkaitan dengan aspek teknis
setiap type/model alat untuk nama dan merk alat yang sama, mencakup
nama alat, merk, model/type, nama perusahaan yang mengageninya,
apakah mempunyai operating manual dan service manual; kalau tidak
memilikinya maka perlu diusahakan kepada agen atau instansi lainnya
agar dapat dipenuhi, berapa jumlahnya alat yang type/modelnya sama.
Total peralatan yang tertuang dalam lembar inventarisasi ini akan menjadi
bebna kerja pemeliharaan. Dari data ini kaan dapat diprediksi kebutuhan
aspek pemliharaan secara keseluruhan, sehingga pemeliharaan peralatan
dapat dilaksanakan dengan baik.
Inventarisasi peralatan guna kepentingan pemeliharaan alat dilakukan oleh
pengelola pemeliharaan dan ditinjau secara periodic, paling tidak setahun
sekali dan setiap ada perubahan atau penambahan peralatan baru.
− Kartu Pemeliharaan Alat.
Kartu pemeliharaan adalah kartu yang dipasang/digantungkan pada setiap
alat, dengan maksu agar memudahkan kepada setiap petugas terkait untuk
mengetahui data mengenai suatu alat dan penanganan apa saja yang telah
dilakukan pada alat tersebut. Kartu ini berlaku untuk setiap alat memuat
data masing-masing alat yang berkaitan erat dengan aspek pemeliharaan,
yaitu :
 Data statis, meliputi :
o Nama Rumah Sakit
o Nama Instalasi pelayanan tempat alat tersebut digunakan
o Nama alat sesuai fungsinya
o Merk alat, Type/Model
o Nomor seri
o Tahun pengadaan
o Nilai pengadaan
o Nomor inventaris
Data tersebut di atas dibuat pada saat alat mulai dimasukkan pada
daftar inventarisasi di rumah sakit.
 Data dinamis, meliputi :

141
o Tanggal kegiatan pemeliharaan dilakukan.
o Uraian kegiatan, hasil dan nama teknisi pelaksana.
o Keterangan lainnya yang dianggap perlu.
Data ini dituliskan pada karut pemeliharaan oleh teknisi, yang
menjelaskna secara garis besar uraian kegiatan setiap melakukan
pemeliharaan alat yang bersangkutan.
− Catatan Pemeliharaan Alat
Catatan pemeliharaan alat berupa lembaran kartu yang disimpan pada
urusan administrasi teknis peralatan di unit kerja pemeliharaan/IPSRS,
dengan maksud agar memudahkan petugas administrasi teknis dan teknisi
untuk mengetahui data alat dan penanganan apa saja yang telah dilakukan
pada alat tersebut. Kartu ini memuat data masing-masing alat yang
berkaitan erat dengan kegiatan pemeliharaan dan labih luas dari kartu
pemeliharaan alat, yaitu :
 Data statis, meliputi :
o Nama Rumah Sakit
o Nama Instalasi pelayanan tempat alat tersebut digunakan
o Nomor inventaris
o Nama alat sesuai fungsinya
o Merk alat, Type/Model
o Nomor seri
o Sumber pengadaan
o Tahun pengadaan/pemasangan
o Supplier/Agen
o Periode pemeliharaan
Data tersebut di atas dibuat pada saat alat mulai diinventarisasikan di
rumah sakit.
 Data dinamis, meliputi :
o Keluhan yang berupa gejala dan kondisi yang terjadi sebelum
dilakukan pemeliharaan.
o Uraian kegiatan dan hasilnya, untuk setiap kegiatan pemeliharaan
yang dilakukan pada alat yang bersangkutan.
142
o Pelaksana, nama teknisi dan nama perusahaan pihak ke III yang
melakukan pemeliharaan.
o Tanggal dimulai dan tanggal selesainya pemeliharaan.
o Biaya yang dikeluarkan/dibutuhkan.
o Keterangan penjelasan yang mendukung kegiatan pemeliharaan.
Data dinamis ini diisi/ditulis oleh petugas adminstrasi teknis
berdasarkan laporan dari teknsii yang melaksanakan pemeliharaan.
− Daftar Keagenan Peralatan
Keberadaan perusahaan yang mengageni suatu alat sangat diperlukan
dalam rangka pemeliharaan peralatan kesehatan. Agen peralatan
bertanggung jawab terhadap penyediaan suku cadang peralatan yang
diageninya, sebagai realisasi dari jaminan purna jual terhadap peralatan
yang dijualnya.
Untuk peralatan tertentu yang tidak mampu dilaksanakan oleh teknisi RS,
secara teknis dan ekonomis pemeliharaannya lebih baik dilaksanakn
langsung oleh perusahaan yang mengageninya, sejauh dapat diproses
sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Daftar keagenan peralatan dapat memudahkan untuk megetahui nama
perusahaan dan alamatnya yang mengageni peralatan tertentu, sehingga
apabila alat mengalami suatu masalah, agen yang bersangkutan dapat
dengan mudah dimintakan bantuannya.
− Pelaporan dan Evaluasi
Setiap kegiatan pemeliharaan peralatan kesehatan dari mulai perencanaan,
pelaksanaan dan hasilnya harus dicatat atau didatakan kemudian
dilaporkan oleh dan kepada pejabat pemberi tugas sesuai dengan
penugasannya. Kemudian secara berkala, laporan kegiatan dievaluasi
sebagai dasar pertimbangan perencanaan pemeliharaan periode
selanjutnya.
Contoh formulir yang berkaitan dengan kegiatan dan pelaporan meliputi :
 Surat Penugasan Pemeliharaan Peralatan
 Bon Peminjaman Peralatan Kerja
 Bon Permintaan Barang

143
 Laporan Kerja Pemeliharaan Peralatan (Preventif)
 Laporan Kerja Pemeliharaan Peralatan ( Korektif)
 Laporan Hasil Pemantauan Operasional Peralatan

c. Pelaksanaan Pemeliharaan
Berdasarkan berbagai aspek yang meliputi volume pekerjaan, kemampuan teknisi,
tingkat teknologi peralata, fasilitas kerja dan prosedur pembiayaan, maka
pelaksanaan pemeliharaan peralatan kesehatan di rumah sakit dapat dilakukan oleh
teknisi rumah sakit setempat dengan rujukan atau oleh Pihak III.

 Dilaksanakan oleh Teknisi Rumah Sakit


Pada dasarnya pemeliharaan peralatan kesehatandi rumah sakit harus dapat
dilaksanakan oleh teknisi setempat sejauh memungkinkan ditinjau dari segala
aspek, khususnya aspek pemeliharaan.
 Dilaksanakan oleh Teknisi Rujukan.
Apabila teknisi RS tidak mampu melaksanakan pemeliharaan suatu alat
disebabkan oleh beberapa hal, missal kemampuan teknisi kurang atau
peralatan kerja tidak lengkap, maka pemeliharaan dapat dilaksanakan oleh
teknisi rujukan dari rumah sakit yang lebih mampu.

d. Bahan Pemeliharaan dan Suku Cadang


Pemeliharaan peralatan dapat dilaksanakan apabila aspek pemeliharaan yang
mendukung tersedia. Bahan pemeliharaan setiap jenis alat sangat diperlukan untuk
terselenggaranya pemeliharaan preventif peralatan. Demikian juga suku cadang
diperlukan apabila melakukan pemeliharaan korektif.
Agar pemeliharaan peralatan dapat terlaksana dengan baik sesuai jadual, maka
penyediaan kebutuhan bahan pemeliharaan dan suku cadang perlu mendapat
perhatian yang seksama, melalui suatu perencanaan yang matang, baik aspek teknis
maupun pembiayaannya.

144
H. PEDOMAN LARANGAN MEROKOK
1. Pengertian
Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap,
dan/atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang
dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan species lainnya atau
sintesisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.
Kawasan tanpa rokok, adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk
kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau
mempromosikan produk tembakau.

2. Tujuan larangan merokok


a. memberikan perlindungna yang efektif dari bahaya asap rokok
b. meberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat
c. melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik
langsung maupun tidak langsung.

3. Tata cara larangan merokok


a. memberikan penyuluhan dan pengetahuan mengenai bahaya merokok bagi
perokok
dan perokok pasif.
b. menyediakan konseling berhenti merokok.
c. memberikan informasi dan edukasi, dan pengembangan kemampuan masyarakat
145
untuk berperilaku hidup sehat,
d. memberikan bimbingan teknis bagi penyediaan tempat khusus untuk merokok.

146
I. PEDOMAN PENARIKAN ALAT MEDIS
Alat medis adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau alat implant yang tidak mengandung
obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Penarikan kembali alat medis dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa batch atau
seluruh produk tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dapat dilakukan
atas permintaan produsen atau instruksi Instansi Pemerintah yang berwenang.
Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diterima instruksi untuk penarikan
kembali, terlebih lagi untuk produk yang mengandung risiko tinggi terhadap kesehatan
dilakukan secara menyeluruh dan tuntas sampai tingkat konsumen atau sarana pelayanan
kesehatan.
Tersedia sistem dokumentasi untuk mendukung pelaksanaan penarikan kembali secara
efketif, cepat dan tuntas.
Tersedia prosedur tetap dan instruksi kerja untuk kegiatan penarikan kembali.
Pelaksanaan penarikan kembali :
a. Atas dasar permintaan produsen atau instruksi Instansi Pemerintah yang berwenang,
petugas yang berwenang memeriksa Kartu Persediaan untuk meneliti peneriman dan
panyaluran produk dari batch dimaksud.
Produk yang ada dalam persediaan segera dipisahkan dari stok persediaan yang lain.
b. Unit atau pelanggan yang menerima produk dimaksud segera dihubungi dan sekaligus
dikirimi permintaan tertulis untuk menghentikan penyerahan dan mengembalikan
produk tersebut. Produk tersebut, dikembalikan pada produsen yang bersangkutan dan
dicatat dalam Buku Pengembalian Barang.
c. Permintaan tertulis penarikan kembali harus menyatakan apakah penarikan kembali
tersebut perlu dilakukan pada semua tingkat distribusi.
d. Produk sisa stok beserta hasil penarikan disimpan terpisah dan dicatat dalam Buku
Penerimaan Pengembalian Barang.
e. Dibuat laporan pelaksanaan penarikan, hasil penarikan dan permintaan penghentian
penyerahan atau penggunaan produk dimaksud kepada Instansi Pemerintah yang
berwenang disertai Laporan Pengembalian Barang yang ditarik dari peredaran.
f. Untuk produk impor, mitra dan/atau pihak berwenang di luar negeri harus diberitahu
mengenai penarikan kembali tersebut.
147
BAB V
EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU

Sebagaimana Program-program MFK yang telah diuraikan pada bab terdahulu, maka
untuk mengetahui tingkat pencapaian dari masing-masing program tersebut, serta menjamin
terselenggaranya program termaksud sesuai dengan ketentuan dan standar yang telah
ditetapkan, perlu dilakukan evaluasi dan pengendalian mutu secara terjadwal serta
berkesinambungan.
Dari keseluruhan program MFK yang telah ditetapkan, maka aspek-aspek pokok dari
program MFK yang perlu dicakup dalam program evaluasi dan pengendalian mutu, adalah:
(1) disaster program;
(2) pencegahan dan pengendalian kebakaran;
(3) keamanan pasien, pengunjung dan petugas;
(4) keselamatan dan kesehatan pegawai;
(5) pengelolaan bahan dan barang berbahaya;
(6) kesehatan lingkungan kerja;
(7) sanitasi rumah sakit;
(8) sertifikasi/kalibrasi sarana, prasarana dan peralatan;
(9) pengelolaan limbah padat, cair dan gas;
(10) pendidikan dan pelatihan (diklat) MFK;
(11) pengumpulan, pengolahan dan pelaporan data.
Berbagai metode dan cara dapat diterapkan dalam melaksanakan evaluasi dan
pengendalian mutu program-program MFK di atas. Namun demikian, kegiatan-kegiatan
tersebut di bawah ini perlu dilakukan secara terus menerus dan terinteg-rasi dalam
pelaksanaan kegiatan MFK secara menyeluruh, sebagai kegiatan dalam rangka melakukan
evaluasi dan pengendalian mutu, sebagai berikut:

1. Pemantauan dan Inspeksi Lingkungan Kerja


Untuk mengevaluasi apakah faktor-faktor bahaya yang ada di lingkungan rumah sakit
masih berada di bawah atau sudah melampaui Nilai Ambang Batas (NAB), sangat
diperlukan pemantauan lingkungan kerja secara terus menerus dan terprogram.
Tujuan dari pemantauan lingkungan kerja adalah:

148
a. Evaluasi risiko
Untuk menilai konsentrasi kontaminan maksimum atau yang diharapkan di
lingkungan kerja. Informasi yang diperoleh digunakan untuk merekomen-dasikan
perlengkapan perlindungan yang diperlukan oleh pekerja dan untuk menilai
kemungkinan reaksi sensitivitas atau hipersensitivitas yang timbul.
b. Menaksir pemaparan
Untuk mengukur konsentrasi kontaminan aktual terhadap seseorang pekerja khusus.
Konsentrasi yang terukur mungkin berbahaya, mungkin juga tidak. Dalam banyak
hal, cukup menunjukkan bahwa bahan yang terpapar kurang dari setengah batas
yang diperbolehkan.
c. Seleksi dan evaluasi peralatan pengendalian pencemaran
Untuk menentukan jumlah kontaminan yang melewati atau lolos dari alat pengendali
karena terjadi kebocoran, kerusakan, perawatan yang tidak mencukupi, kapasitas
berlebihan ataupun karena terjadi kecelakaan. Efisiensi penangkapan alat
pengendalian pencemaran penting untuk membuat konsentrasi kontaminan dibawah
ambang batas pada lokasi tertentu.
d. Seleksi alat pelindung diri
Untuk menentukan faktor proteksi yang diperlukan oleh perlengkapan ketika pekerja
berada di area yang terkontaminasi atau potensial terkontaminasi untuk waktu
tertentu
e. Pemenuhan peraturan atau standar
Untuk mengetahui apakah pemaparan yang terjadi masih dibawah syarat yang
ditetapkan
f. Identifikasi sumber pencemaran
Untuk mengetahui kontribusi masing-masing sumber pencemar berdasarkan
keunikan karakteristiknya.
g. Pengawasan proses
Untuk meyakinkan bahwa proses yang sedang dipantau berjalan sesuai dengan yang
diharapkan, bahwa bahan utama tidak hilang karena terjadi kebocoran atau reaksi
samping dan hanya efluen yang diharapkan, dihasilkan dalam jumlah yang
diharapkan pula.

149
h. Investigasi keluhan
Untuk memecahkan keraguan dan mencatat bahan berbahaya yang sesung-guhnya
dihasilkan.

2. Audit
Audit adalah suatu proses verifikasi secara sistematis dan terdokumentasi, untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, untuk menentukan apakah sistem
manajemen MFK rumah sakit telah sesuai dengan kriteria audit, yang dibuat oleh
organisasi, dan menentukan kelemahan unsur sistem (manusia, sarana, lingkungan kerja
dan perangkat lunak). Sehingga dapat dilakukan langkah perbaikan sebelum timbul
dampak dan/atau kecelakaan/kerugian.
Hasil audit selanjutnya harus dikomunikasikan kepada manajemen puncak, sebagai bahan
pertimbangan dalam proses kegiatan perusahaan selanjutnya.
Secara umum tujuan audit adalah :
a. Menentukan apakah sistem manajemen MFK telah diterapkan dan dipelihara secara
tepat.
b. Mengidentifikasi bidang yang berpotensi untuk disempurnakan ditingkatkan dalam
sistem manajemen MFK .
c. Menilai kemampuan proses tinjauan manajemen internal untuk menjamin kesesuaian
dan efektifitas sistem manajemen MFK
d. Menerapkan sistem manajemen MFK secara efektif dan konsisten, serta menciptakan
suasana pengelolaan MFK yang baik, sehat dan nyaman.
e. Mengevaluasi sistem manajemen MFK rumah sakit bila ada keinginan untuk
membuat kontrak kerjasama
f. Memastikan bahwa pengelolaan MFK di rumah sakit telah dilaksanakan sesuai
ketentuan pemerintah, standar teknis, dan kebijaksanaan yang ditentukan manajemen
g. Menentukan langkah untuk mengendalikan aspek dan dampak serta bahaya potensial
sebelum timbul gangguan atau kerugian
h. Mengembangkan mutu pelaksanaan pengelolaan MFK
i. Menilai secara kritis dan sistematis semua aspek, dampak, dan potensi bahaya dalam
sistem di kegiatan operasional

150
Pengkajian berkala terhadap semua prosedur yang berkaitan dengan MFK, dilakukan
minimal enam bulan sekali, dengan melibatkan satuan kerja lain, baik di dalam maupun
di luar rumah sakit.

3. Tindakan perbaikan
Semua hasil temuan dari pelaksanaan pencatatan, pelaporan, dan audit, di analisis dan
didokumentasikan, agar dapat digunakan untuk identifikasi tindakan perbaikan dan
pencegahan.

151
BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN

1. Pendahuluan
Pelaksanaan kegiatan MFK di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo
diwujudkan dengan menyelenggarakan program kegiatan dari berbagai aspek MFK.
Dalam rangka penyelenggaraan dan pengelolaan program kegiatan MFK tersebut, maka
kegiatan pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting
guna mendokumentasikan kegiatan, baik mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan pengendalian serta evaluasi kegiatan tersebut, termasuk kasus-kasus dan
kejadian yang berkaitan dengan lingkup tugas bidang MFK. Data/informasi yang
dituangkan dalam bentuk laporan yang dihasilkan dari pelaksanaan pencatatan tersebut,
akan sangat bermanfaat untuk menilai hasil yang telah dicapai, dan sekaligus menjadi
bahan bagi manajemen dalam pengambilan keputusan. Untuk itu kegiatan pencatatan dan
pelaporan perlu dilakukan secara baik, tertib dan sesuai dengan ketentuan peraturan yang
telah ditetapkan.
Untuk itu pemahaman oleh para pelaksana program MFK di lingkungan Rumah Sakit
Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo, terhadap pentingnya kegiatan pencatatan dan pela-
poran kegiatan MFK, perlu untuk secara terus menerus dibina dan dimantapkan, agar
penyelenggaraan dan pengelolaan program kegiatan MFK di Rumah Sakit Paru Dr. M.
Goenawan Partowidigdo dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Tujuan
Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan MFK, adalah:
a. menghimpun dan menyediakan data/informasi kegiatan MFK;
b. mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan MFK;
c. mencatat dan melaporkan setiap kejadian/kasus MFK;
d. menyusun dan melaksanakan pelaporan kegiatan MFK;

3. Sasaran
Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan MFK adalah mencatat dan
melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan MFK, yang tercakup di dalam:

152
a. Program Keselamatan Kerja, Kesehatan Kerja dan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit;
b. Program Penanggulangan Kebakaran;
c. Program Kewaspadaan Bencana; dan
d. Kejadian/kasus yang berkaitan dengan MFK serta upaya penanggulangan dan tindak
lanjutnya.

4. Pelaksanaan Pencatatan dan pelaporan


Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan untuk masing-masing aspek MFK, dilak-sanakan
dengan menggunakan formulir-formulir yang telah ditetapkan.

a. Materi Pencatatan dan Pelaporan


1) Keselamatan Kerja, Kesehatan Kerja dan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Pencatatan dan pelaporan kegiatan keselamatan kerja, kesehatan kerja, dan kesehatan
lingkungan rumah sakit, meliputi pencatatan dan pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan
atau kasus-kasus dan kejadian yang berkaitan dengan:
a) kecelakaan kerja;
b) pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja;
c) pemeriksaan dan pengkajian penyakit akibat kerja;
d) kondisi dan pemanfaatan alat pelindung diri;
e) kejadian kontaminasi bahan kimia dan bahan berbahaya;
f) pemeriksaan kesehatan pegawai (pra-karya, berkala, dan khusus);
g) penyehatan bangunan dan ruangan, termasuk pencahayaan, penghawa-an, serta
kebisingan;
h) penyehatan makanan dan minuman termasuk kejadian kontaminasi dan
keracunan;
i) penyehatan air termasuk kualitasnya;
j) pengendalian serangga dan tikus;
k) pemeriksaan dan pengkajian bahaya pembuangan limbah berbahaya;
l) perlindungan radiasi;
m) penyuluhan kesehatan lingkungan.

153
2) Penanggulangan Kebakaran
Pencatatan dan pelaporan kegiatan penanggulangan kebakaran, meliputi hal-hal
sebagai berikut:
a) pemeriksaan dan pengkajian kebakaran;
b) kondisi dan kualitas peralatan pencegahan/proteksi kebakaran;
c) kondisi dan kualitas perlengkapan pemadam dan penanggulangan keba-karan;
d) sarana penyelamatan dan evakuasi;
e) pendidikan dan pelatihan penanggulangan kebakaran.
3) Kewaspadaan Bencana
Pencatatan dan pelaporan kegiatan kewaspadaan bencana, meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a) pemeriksaan dan pengkajian bahaya peledakan, bahaya akibat gempa, bahaya
akibat insiden, bahaya akibat kebocoran radiasi, dan bahaya akibat kontaminasi
bahan kimia/bahan berbahaya lainnya yang luas;
b) kondisi dan kualitas fasilitas keamanan dan evakuasi;
c) kondisi dan kualitas alat komunikasi dalam bencana;
d) pendidikan dan pelatihan kewaspadaan bencana;
b. Pelaksana Pencatatan dan Pelaporan
1) Setiap Satuan Kerja di lingkungan Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan
Partowidigdo meru-pakan pelaksana pencatatan dan pelaporan kegiatan MFK;
2) Di setiap satuan kerja harus ditunjuk paling sedikit satu orang petugas yang
melaksanakan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan MFK di satuan
kerjanya;
3) Kepala Satuan Kerja atau pejabat lain yang ditunjuk, bertanggung jawab atas
terselenggaranya pencatatan dan pelaporan kegiatan MFK di masing-masing
satuan kerja, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Jadwal Pencatatan dan Pelaporan
1) Pencatatan dan pendokumentasian pelaksanaan kegiatan MFK dilakukan setiap
waktu, sesuai dengan jadwal pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan, dan atau
pada saat terjadi kejadian/kasus (tidak terjadwal);
2) Pelaporan terdiri dari:
a) pelaporan berkala (bulanan, triwulanan, dan tahunan) dilakukan sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan;
154
b) pelaporan sesaat/insidentil, yaitu pelaporan yang dilakukan sewaktu-waktu
pada saat kejadian atau terjadi kasus yang berkaitan dengan MFK;
3) Setiap kegiatan dan atau kejadian/kasus sekecil apapun, yang berkaitan dengan
MFK, wajib dicatat dan dilaporkan secara tepat waktu kepada Satuan
Kerja/Pejabat yang berwenang di bidang MFK di Rumah Sakit Paru Dr. M.
Goenawan Partowidigdo;

d. Alur Pelaporan
1) Laporan Rutin/Berkala
a) Laporan disusun petugas pembuat laporan dan disampaikan kepada Kepala
Satuan Kerja untuk disahkan;
b) Laporan dari Satuan Kerja disampaikan kepada Direktur dan atau Pejabat
Penangungjawab program MFK di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan
Partowidigdo;
c) Sesuai dengan substansinya, laporan kegiatan MFK Rumah Sakit Paru Dr. M.
Goenawan Partowidigdo secara menyeluruh, dapat disampaikan oleh Direktur
kepada Instansi-instansi terkait di bidang MFK, antara lain: Depnaker dan
Dep.Kes. R.I.
2) Laporan Kasus/Kejadian tak terduga
a) Kasus/kejadian tak terduga, seperti: kecelakaan di tempat kerja, ancaman bom,
gempa bumi, atau bencana-bencana lain, dilaporkan pada saat itu juga oleh
Satuan Kerja terkait, secara langsung kepada Direktur dan atau Pejabat
Penanggung-jawab MFK di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan
Partowidigdo;
b) Untuk kasus/kejadian yang memerlukan tindak lanjut oleh Instansi lain di luar
Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo, maka Direktur dan atau
Pejabat Penanggungjawab MFK melaporkan kejadian/kasus tersebut kepada
instansi terkait, seperti: Kepolisian, Dinas Pemadam Kebakaran, Tim SAR,
SATGAS Siaga Bencana, Pusat Ambulance, dan lain-lain.

e. Komunikasi Pada Saat Terjadi Bencana dan atau Darurat


1) Pelaporan pada saat terjadi bencana atau keadaan darurat, dilakukan dengan
menggunakan sarana dan alur komunikasi yang menjamin kece-patan dan
155
ketepatan penyampaian laporan/berita, dari pelapor kepada pejabat yang
berwenang menerima laporan;
2) Sarana komunikasi yang diperuntukkan bagi penanggulangan bencana dan atau
keadaan darurat, harus dipersiapkan dan dipelihara dengan baik agar selalu berada
dalam keadaan siap pakai;
3) Petugas pelaksana yang bertanggung jawab terhadap komunikasi dalam kondisi
bencana dan atau keadaan darurat, harus benar-benar menge-tahui tata letak dan
lokasi serta mengerti cara-cara mengoperasikan alat-alat komunikasi yang akan
dipergunakan;
4) Petugas pelaksana di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo wajib
mengetahui dan mempunyai catatan tentang pusat-pusat komunikasi pada instansi-
instansi lain di luar Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo, yang
terkait dengan penanggulangan bencana dan atau kedaruratan, yang setiap saat
dapat dihubungi, seperti: Kepolisian, Dinas Pemadam Kebakaran, Tim SAR,
SATGAS Siaga Bencana, Pusat Ambulance, dan lain-lain,

156
BAB VII
PENUTUP

Dengan ditetapkannya Pedoman Manajemen Fasilitas Kesehatan (MFK) ini,


diharapkan akan memberikan acuan bagi seluruh Satuan Kerja dan Pelaksana di lingkungan
Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo dalam melaksanakan kegiatan MFK.
Keberhasilan penyelenggaraan dan pengelolaan MFK di Rumah Sakit Paru Dr. M.
Goenawan Partowidigdo sangat ditentukan oleh pemahaman seluruh jajaran manajemen
Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo, khususnya para penanggung jawab
komponen kegiatan MFK, terhadap prinsip-prinsip dasar MFK serta ketaatannya untuk
melaksanakan seluruh kegiatan MFK secara taat asas dan sesuai dengan kebijakan pokok
serta pedoman yang telah ditetapkan. Untuk itu upaya-upaya pembinaan, termasuk
pendidikan dan pelatihan di bidang MFK secara berkelanjutan, bagi tenaga pelaksana
kegiatan MFK perlu terus ditingkatkan.
Hal-hal yang bersifat teknis dalam penyelenggaraan dan pengelolaan MFK di Rumah
Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo, memerlukan pengaturan yang lebih rinci, antara
lain dalam bentuk ketentuan-ketentuan dan petunjuk teknis yang lebih spesifik, SOP, ataupun
standar-standar, perlu disusun dan dirumuskan oleh para penanggung jawab kegiatan sesuai
bidangnya masing-masing, dengan mengacu kepada kebijakan, pedoman, dan peraturan
perundang-undangan di bidang MFK yang telah ditetapkan.
Sebagai upaya untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan dan
pengelolaan MFK di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo, maka evaluasi
terhadap hasil seluruh komponen kegiatan sangat perlu dilakukan secara terjadwal dan
terprogram dengan baik.
Dengan terselenggaranya pengelolaan kegiatan MFK di Rumah Sakit Paru Dr. M.
Goenawan Partowidigdo dengan baik, disertai dengan upaya-upaya pembinaan, pendidikan
dan pelatihan yang dilaksanakan secara taat asas (konsisten), diharapkan tujuan akhir untuk
tercapainya predikat rumah sakit paru terbaik bagi Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan
Partowidigdo akan dapat diwujudkan.

157

Anda mungkin juga menyukai