Anda di halaman 1dari 12

Rumah dengan gaya modern japanese mini malis milik Daniel dan Abel malam ini tampak ramai.

Berbagai orang yang menjadi teman dekat dan juga keluarga datang di kediaman Daniel dan Abel.
Rumah yang sudah mewah itu dibuat menjadi terlihat lebih mewah lagi dengan dekorasi bunga hidup
dan lampu.

Daniel masuk kembali ke kamarnya untuk memeriksa Abel yang belum juga turun ke bawah padahal
acara mereka sudah akan dimulai.

“Sayang ... Abel?” Daniel mengarahkan pandangannya namun sosok Abel tidak terlihat, dia kemudian
pergi ke closet room mereka.

Benar saja, Abel sedang berada di sana sedang kesulitan untuk menutup resleting untuk gaunnya. Gaun
selutut berwarna pink dengan pita berwarna biru untuk mewakili jenis kelamin bayi-bayi dalam
kandungannya. Daniel tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat istrinya yang sedang fokus
untuk memasang gaunnya sampai tidak sadar bahwa Daniel berada di depan pintu.

“Sini aku bantu.” Daniel berjalan mendekati Abel.

“Eh, kamu kapan masuknya?” Abel terkejut melihat Daniel, dia pikir suaminya berada di bawah untuk
menyambut tamu-tamu mereka.

“Ini kan bisa minta tolong sama aku atau asisten kamu, kenapa harus dilakukan sendiri?” Daniel bersiap
menari resleting gaun Abel.

Dengan sekali tarik, gaun itu terkunci sempurna. Daniel memberikan kecupan ringan di bahu Abel begitu
gaun itu terpasang di tubuh Abel. Tangannya terulur membelai perut Abel yang sudah membesar itu.

“Kamu cantik sekali,” ujar Daniel.

“Gak usah bohong, kamu gak lihat badan aku kayak gajah hamil gini?” protes Abel. Dia memang
mengalami kenaikan berat badan yang signifikan. Tentu saja, dia mengandung anak kembar yang
membuatnya selalu merasa lapar hampir setiap saat. Abel saja sampai heran melihat perubahan yang
terjadi dalam dirinya.

“Aku gak peduli badan kamu kayak gimana, buat aku kamu yang paling cantik.” Daniel mencium pipi Abel
lagi membuat Abel tersipu.

“Ayo, semua orang udah nunggu kamu dibawah,” ujar Daniel mengamit tangan Abel menuju ke bawah.

Acara mereka dilaksanakan di lantai satu sampai ke taman belakang rumah mereka. Tidak megah seperti
yang sebelumnya tapi kesan mahal dan mewah masih terpancar dari acara ini.

Pandangan para tamu tertuju pada dua sosok yang sementara menuruni tangga, sang tuan rumah Daniel
dan Abel. Tepuk tangan menyambut kedatangan mereka berdua, diselingi sapaan ringan dari beberapa
tamu yang dilewati mereka berdua.

“Baik, kita sambut tuan rumah kita malam ini, Tuan Daniel Wijaya dan Istri, Nyonya Abel Wijaya.”
Seorang MC yang disewa Abel dan Daniel memulai acara mereka hari ini.

Tepuk tangan kembali meriah terdengar menyambut Daniel dan Abel yang sedang menaiki tangga
menuju panggung yang terletak di halaman belakang rumah mereka.

“Selamat malam semuanya, terima kasih sudah hadir di acara wedding anniversary kami.” Daniel
berbicara melalui pengeras suara di atas panggung.

“Sebuah kehormatan untuk kami para tamu dapat hadir di acara tuan dan nyonya malam ini. Untuk
memulai acara malam ini, mari sama-sama kita saksikan video pernikahan tuan Daniel dan Nyonya Abel
setahun yang lalu.”

Sebuah video perlahan muncul di layar besar yang sudah tersedia menampilkan Daniel dan Abel di hari
pernikahan mereka setahun yang lalu. Video berisi kenangan di mana keduanya begitu gugup dan juga
merasakan haru yang luar biasa. Perlahan air mata Abel juga ikut turun menyaksikan video itu
menampilkan dirinya dan Daniel sedang mengucapkan janji pernikahan mereka.

“Kamu menangis?” Daniel melihat Abel yang mengusap matanya.

“Aku terharu,” jawab Abel.

“Aku cinta kamu,” ucap Daniel sambil tersenyum, dia mengambil tangan Abel dan menciumnya.

“Sebuah video yang indah sekali, kita bisa melihat kekuatan cinta mereka yang begitu besar sehingga
dapat menggerakkan hati kita yang menonton,” kata MC itu setelah video yang diputar itu selesai.

“Sekarang, mari kita dengarkan lagi janji pernikahan mereka di first wedding anniversary ini,” ujar si
pembawa acara.

Abel lumayan terkejut karena dia sudah lupa-lupa ingat dengan janji pernikahan mereka dulu. Namun
Daniel tampak lebih santai, dia mengambil mic dan menatap Abel.

“Aku jujur sudah lupa dengan kata-kata janji pernikahan kita, Bel. Tapi yang aku ingat adalah inti dari janji
itu, aku akan tetap bersamamu melewati jatuh dan bangkit, sehat dan sakit sampai akhir hidupku. Hari
ini aku ingin menambahkan bahwa selama setahun menikah denganmu aku sadar bahwa pilihanku tidak
salah, aku memilih orang terbaik untuk menjadi istriku dan ibu dari anak-anakku. Terima kasih telah
menjadi partner terbaikku selama setahun belakangan ini. Mari jadi partner sampai tua dan mati nanti.
Aku cinta kamu, Abel Wijaya.” Daniel mengucapkan semuanya dengan terus menatap Abel membuat
rasa haru membuncah di hati Abel dan membuatnya menangis. Daniel merengkuh tubuh istrinya untuk
menenangkannya.

“Awww so sweet sekali janji pernikahannya ya? Kita yang baper deh ini.” Si pembawa acara mencoba
untuk mengomentari sembari menunggu Abel yang sedang ditenangkan oleh Daniel.
“Kamu jadi cengeng sekali sekarang.” Daniel terkekeh pelan sambil berbisik pada istrinya itu. Kata orang
itu hormon kehamilan dan mungkin benar karena Daniel tahu istrinya itu bukanlah orang yang gampang
menangis.

“Sekarang kita akan dengarkan janji pernikahannya Nyonya Abel.”

Abel menarik nafas panjang untuk menetralisir rasa harunya yang membuncah itu. Hidungnya menjadi
merah membuat Daniel semakin gemas.

“Sama kayak kamu aku juga udah lupa kata-kata janji pernikahan kita dulu.”

Tawa tamu menggema mendengar pernyataan Abel.

“Tapi aku selalu ingat bahwa aku akan setia menemani kamu kapan pun dan dalam keadaan apa pun.
Aku malah akan sangat bersyukur kalau nanti masih diizinkan tua melihat kamu dalam keadaan rambut
yang memutih dan keriput. Menikmati teh di sore hari melihat anak-anak dan cucu-cucu kita bermain.
Aku bersyukur kamu membuat aku menjadi orang yang sabar setahun ini. Kamu yang selalu gak pernah
naruh handuk di tempatnya, lepas baju kotor kamu sembarangan, atau naik ke tempat tidur padahal
belum cuci kaki dan tangan.”

Tamu-tamu kembali tertawa sedangkan yang dibicarakan hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Aku bersyukur kamu membuat aku menjadi bagian dari hidup kamu. Mari kita hidup sampai kita gak
bisa nguyah karena udah ompong.”

Lagi-lagi Abel membuat tamu mereka tertawa karena perkataannya yang kocak namun manis itu.

“You may have kiss the bride,” ujar sang pembawa acara.
Daniel segera merengkuh wajah Abel dan mencium istrinya itu. Abel membalas ciuman Daniel membuat
suasana semakin riuh karena pasangan itu.

“Selamat menikmati acara dan makanannya,” ujar Abel sebelum keduanya turun dari panggung dan
mulai membaur bersama dengan para tamu.

“Kamu lucu sekali,” komentar Daniel saat keduanya turun menyapa tamu yang lainnya.

“Bersyukur kamu dapat istri yang bisa melawak kayak aku.”

Daniel terkekeh mendengar jawaban Abel. Dia bersyukur punya Abel, dengan atau tanpa bakat
melawaknya itu.

“Daniel.” Abel terkejut melihat pemandangan di depannya, membuat Daniel juga memandang ke arah
yang sama.

“Oh iya, mereka ku undang juga. Ayo temui mereka.” Daniel menggandeng tangan Abel menemui
pasangan Nara dan Reagan bersama dengan anak lelaki mereka.

“Halo, Nar.” Daniel menyapa pasangan yang sedang sibuk memberi putra mereka makanan ringan itu.

“Oh hai Dan. Selamat ya, semoga langgeng terus. Abel kamu lawak banget sih,” ujar Nara dengan
senyum mengembang.

Abel tersenyum lebar mendengar komentar Nara pada dirinya.

“Aku aja sampai terkejut. Aku pikir aku menikah sama Nunung karena dia lucu banget,” tambah Daniel
membuat Nara dan Reagan tertawa sementara Abel memukul lengan Daniel pelan karena malu.
“Selamat juga untuk bayi kembarnya. Semoga sehat sampai lahiran nanti,” ujar Reagan.

“Amin,” balas Abel sambil mengelus perutnya.

“Hebat juga, sekali bikin dapat dua,” canda Nara.

“Habisnya Mamanya suka belanja beli satu gratis satu sih,” ujar Daniel yang lagi-lagi menimbulkan tawa.

“Makasih udah mengundang kami. Acaranya bagus, meriah, makanannya juga enak. Nih, Artens sampai
gak mau berhenti makan kue coklatnya.” Reagan kembali menyuapi putranya itu.

“Artens suka kue coklatnya?” tanya Daniel.

Bocah itu mengangguk sambil malu-malu, wajahnya jadi mirip Nara saat dia berekspresi seperti itu.

“Ya sudah, nanti besok Uncle kirim lagi ke rumah ya?”

Artens langsung mengangguk dengan penuh semangat, membuat mereka tertawa.

“Bilang apa dong kalo udah dikasih sesuatu?” tanya Reagan pada Artens.

“Makacih,” ujar bocah itu dengan polos.

“Sama-sama,” balas Daniel.


“Kamu kapan lahiran, Nar?” tanya Abel.

“Rencananya sih dua bulan lagi,” jawab Nara.

“Sudah tahu jenis kelaminnya?” tanya Abel lagi.

“Dia perempuan.” Nara mengusap perutnya pelan.

“Wah, jadi sepasang deh,” ujar Abel senang.

“Iya. Kamu juga sekali langsung dapat sepasang.” Nara memandang ke arah perut Abel.

“Iya, tapi aku deg-degan sekali karena baru sekali hamil langsung ada dua bayi.” Raut wajah Abel
berubah.

“Dari apa yang aku tahu pasti lebih berat saat mengandung bayi kembar. Tapi, kalau Tuhan udah kasih
kepercayaan ke kamu begitu, artinya Dia tahu kamu mampu, Bel.”

Abel tersenyum sambil terus mengelus perutnya itu.

“Kamu pasti bisa kok, sayang.” Daniel mengecup puncak kepala Abel.

“Peran suami juga besar loh. Aku juga lumayan kesusahan waktu hamil dulu, peran Reagan besar sih
pengaruhnya. Aku jadi lebih tenang kalau ada dia, gak tahu kenapa,” ujar Nara.

“Daniel.”
Suara yang memanggil nama Daniel membuat mereka semua berpaling ke arah yang sama. Sosok yang
memanggil Daniel itu lumayan terkejut saat melihat lawan bicara Daniel dan juga menantunya itu.

“Selamat malam, Pak Ferry Wijaya,” sapa Nara sambil tersenyum.

Dahulu keduanya punya jejak konflik yang lumayan besar namun sekarang Nara sudah menganggapnya
sebagai masa lalu yang hanya dikenang tanpa harus diungkit lagi, apalagi sekarang dia dan Daniel sudah
punya jalan hidup masing-masing.

Ferry berdeham, dia merasa agak kikuk berhadapan dengan gadis yang dulu dia benci setengah mati itu.

“Selamat malam.” Hanya itu yang kalimat yang meluncur dari mulut Ferry.

“Daniel, ayo ikut sebentar,” ajak Ferry pada Daniel.

Daniel dan Abel saling berpandangan dengan tatapan bingung namun akhirnya Daniel tetap pergi juga.

“Aku tinggal bentar ya? Aku pamit sebentar ya.” Daniel mengikuti langkah Ayahnya.

“Aku mau minta tips kehamilan dan melahirkan boleh?” tanya Abel.

“Boleh dong,” jawab Nara bersemangat.

“Ya sudah, kalian ngobrol saja dulu. Aku dan Artens mau main di sana sambil mencicipi makanan,” ujar
Reagan sebelum dirinya mengajak putranya bermain di tempat bermain yang memang sudah disediakan
oleh Daniel dan Abel di rumah mereka.
“Daniel terlihat berbeda saat bersamamu. Dia terlihat lebih bahagia. Aku pikir saat kita bertemu kemarin
dia masih menyimpan dendam padaku karena aku mengkhianatinya dulu, tapi dia malah bersikap ramah
padaku,” ujar Nara saat dia dan Abel duduk di sebuah kursi dengan meja bulat kecil sebagai pembatas
mereka.

“Daniel memang kesusahan melupakanmu saat aku baru berkenalan dengannya,” ujar Abel mengingat
masa lalu.

“Tapi dia menemukan orang yang tepat yang bisa mengobati hatinya dan juga membuat dirinya menjadi
pribadi yang lebih baik lagi. Kamu hebat, Bel.” Nara memuji Abel.

“Aku hanya mencintainya dengan tulus, itu saja.” Abel tersipu.

“Ketulusan itu adalah perasaan yang hebat, Bel. Tidak semua orang sanggup melakukannya,” ujar Nara
lagi.

“Sudah, berhenti memujiku. Aku bisa terbang nanti.” Abel menggerakkan tangannya membuat Nara
tertawa.

“Sekarang ceritakan padaku bagaimana cerita kehamilanmu. Katanya ada morning sick di trimester awal
tapi sampai sekarang aku tidak merasakan mual apa pun. Kata dokter itu normal-normal saja, tapi aku
penasaran,” kata Abel.

Nara kemudian mulai untuk bercerita mengenai kehamilan pertamanya yang memang mengalami mual
dan muntah di trimester awal, tentang dirinya yang ngidam makan rujak saat malam hari, dan juga cerita
tentang yoga hamil yang menurut dia sangat membantu saat proses melahirkannya.

"Kalau kamu mau, aku akan memberikanmu kontak instruktur yoga-ku nanti,” ujar Nara.

Abel mengangguk. Dia tentu ingin juga seperti Nara yang menurut ceritanya melahirkan dengan proses
lumayan mudah.

“Ladies and gentleman, sekarang ini kita ada pengumuman penting dari Bapak Ferry Wijaya. Mohon
perhatiannya sebentar.”

Abel dan Nara langsung beralih pusat perhatiannya menuju ke panggung di mana di sana sudah ada
Ayah mertua Abel dan juga suaminya.

“Selamat malam semuanya. Saya adalah orang tua dari Daniel dan juga Abel, tuan rumah kita malam hari
ini. Daniel adalah anak semata wayang saya, semasa dulu kami-saya dan istri saya hidup dalam
perjuangan mempertahankan apa yang menjadi hak kami. Itu membuat saya sering kali bertindak keras
pada Daniel, tapi sekarang ... dia sudah menjadi seorang suami dan sebentar lagi akan menjadi seorang
Ayah.” Ferry menarik nafas sebentar.

“Saya akhirnya tidak lagi melihat dia sebagai seorang anak bocah kesayangan saya, tapi melihat dia
sebagai lelaki dewasa yang siap dan matang. Malam hari ini akan saya umumkan bahwa saya, Ferry
Wijaya. Akan mundur dari jabatan saya sebagai CEO Wijaya grup dan akan memberikan jabatan saya ini
pada pewaris saya yang sudah sangat siap dan matang, anak saya Daniel Wijaya,” ucap Ferry disambut
tepuk tangan meriah oleh para tamu.

Ferry memberikan kode agar Daniel maju ke sampingnya untuk difoto. Daniel tersenyum dengan tangan
ditaruh ke belakang. Ferry kemudian mempersilahkan Daniel untuk memberikan pidato singkat di hari
pengangkatannya.

“Terima kasih untuk Ayah dan Ibu. Dan terima kasih untuk istri saya. Saya akan bekerja keras untuk
membuat Wijaya grup semakin besar dan berjaya.”

Tepuk tangan kembali riuh setelah Daniel menyelesaikan pidatonya. Setelah itu dia kembali turun dan
menemui Abel yang masih duduk bersama Nara.

“Sayang.” Abel membuka tangannya saat melihat Daniel berjalan ke arahnya. Daniel menyambut pelukan
Abel, keduanya berpelukan singkat.

“Kok gak ada pemberitahuan sebelumnya?” tanya Abel.

“Ayah yang mendadak ingin memberitahukan ini,” jawab Daniel.

Abel tersenyum bangga pada suaminya itu, “Selamat ya,” ujar Abel.

“Terima kasih, berkat kamu juga.” Daniel mengecup kening Abel singkat.

“Selamat ya, Niel.” Sosok Reagan kembali bersama Artens yang sepertinya sudah mulai mengantuk.

“Terima kasih. Udah ngantuk ya?” Daniel menunjuk Artens.

Reagan mengangguk.

“Makanya kita udah mau pamit balik duluan ya,” kata Reagan.

Daniel mengangguk.

“Hati-hati di jalan. Kapan-kapan kita ketemu lagi.” Ujar Daniel.

Daniel dan Abel melambai pada Nara, Reagan, Artens yang berjalan keluar meninggalkan rumah mereka.

“Hati kamu besar juga ya. Bisa menerima masa lalu kamu dengan baik,” puji Abel.
“Selain hati apalagi yang besar?” Daniel mengedipkan sebelah matanya pada Abel yang dibalas dengan
pelototan, sementara Daniel terkekeh.

“Malam ini ya, aku sudah ingin sekali.” Daniel berbisik pelan sambil mencium tengkuk Abel lembut.

Anda mungkin juga menyukai