A. Pokok Masalah
Sistem perekonomian yang paling banyak digunakan dan menjadi pedoman adalah sistem
ekonomi leberal. Negara barat memproklamirkan sistem ekonomi tersebut sehingga Negara-
negara lain mengikutinya baik negara maju maupun negara dunia ketiga. Sistem ekonomi liberal
yang biasa kita sebut ekonomi kapitalis merupakan sistem yang sangat berbahaya. Menggunakan
hawa nafsu dan sifat kerakusan serta menganggap agama tidak terlibat dalam perekonomian.
Banyak perbedaan antara sistem ekonomi yang berlandaskan Islam dengan sistem
ekonomi liberal, dalam Al – Qur’an telah disebutkan dalam Surat Al-Hasyr ayat 7:
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda)
yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul
kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. (Al-Hasyr: 7)
Ayat tersebut menjelaskan perbedaan yang paling mencolok, ekonomi liberal lebih
berpihak pada manusia yang memiliki banyak harta, mereka kan terus semakin kaya dengan
segala cara untuk memenuhi hawa nafsunya tanpa memperdulikan orang lain disekitarnya.
Sebaliknya, sistem ekonomi Islam mengajarkan manusia untuk saling berbagi demi tercapai
kesejahteraan dan kemakmuran bersama.
Ekonomi kerakyatan sangat berbeda dari neoliberalisme. Neoliberalisme, sebagaimana
dikemas oleh ordoliberalisme, adalah sebuah sistem perekonomian yang dibangun di atas tiga
prinsip sebagai berikut: (1) tujuan utama ekonomi neoliberal adalah pengembangan kebebasan
individu untuk bersaing secara bebas-sempurna di pasar; (2) kepemilikan pribadi terhadap
faktor-faktor produksi diakui; dan (3) pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami,
melainkan hasil dari penertiban pasar yang dilakukan oleh negara melalui penerbitan undang-
undang1.
Berdasarkan ketiga prinsip tersebut maka peranan negara dalam neoliberalisme dibatasi
hanya sebagai pengatur dan penjaga bekerjanya mekanisme pasar. Dalam perkembangannya,
sebagaimana dikemas dalam paket Konsensus Washington, peran negara dalam neoliberalisme
ditekankan untuk melakukan empat hal sebagai berikut: (1) pelaksanaan kebijakan anggaran
ketat, termasuk penghapusan subsidi; (2) liberalisasi sektor keuangan; (3) liberalisasi
perdagangan; dan (4) pelaksanaan privatisasi BUMN dan untuk mewujudkan hal ini dibutuhkan
intervensi kebijakan yang menjadi landasannya 2.
B. Pembahasan
Ideologi dan epistimologi Neoliberal diglobalkan melalui lembaga IMF, Bank Dunia dan
WTO. Pintu masuknya, khususnya ke negara-negara Dunia Ketiga, adalah melalui jebakan
utang. Intinya, lembaga-lembaga kreditor internasional seperti IMF dan Bank Dunia memberikan
utang secara terus-menerus kepada negara-negara tersebut tanpa ada pengawasan yang ketat
dalam hal penggunaannya yang mengakibatkan pemerintahan nasional negara-negara debitor
menjadi kecanduan. Akhirnya, negara-negara tersebut tidak berdaya lagi menolak perubahan
sistem ekonomi nasionalnya dengan mekanisme SAP (Structural Adjustment Program) yang
ditawarkan lembaga-lembaga kreditor internasional tersebut. Dengan SAP inilah mereka mampu
mengubah sistem ekonomi yang sudah ada menjadi sistem ekonomi yang sesuai dengan
keinginan mereka dalam mengembangakan investasi dan keuntungan.
1
Giersch, Herbert, 1968. Politik Ekonomi, diterjemahkan oleh Samik Ibrahim dan Nadirsjah Tamin,
Jakarta: Kedutaan Besar Jerman.
2
Stiglitz, Joseph E., 2002. Globalisation and Its Discontent, New York: WW Norton and Company.
1. Pembukaan keran impor sebebas-bebasnya dan adanya aliran uang yang bebas;
2. Devaluasi;
3. Kebijakan moneter dan fiskal dalam bentuk: pembatasan kredit, peningkatan suku
bunga kredit, penghapusan subsidi, peningkatan pajak, kenaikan harga kebutuhan
publik.
Berdasarkan ketiga prinsip tersebut dapat disaksikan betapa sangat besarnya peran negara
dalam sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana dilengkapi oleh Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34,
peran negara dalam sistem ekonomi kerakyatan antara lain meliputi lima hal sebagai berikut: (1)
mengembangkan koperasi (2) mengembangkan BUMN; (3) memastikan pemanfaatan bumi, air,
dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
(4) memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang
layak; (5) memelihara fakir miskin dan anak terlantar.
Kapitalisme
Ekonomi Kerakyatan
Negara Kesejahteraan Ekonomi Neoliberal
Berangkat dari kedua catatan tersebut, secara singkat dapat saya kemukakan bahwa
perjuangan bangsa Indonesia untuk melaksanakan ekonomi kerakyatan bukanlah perjuangan
yang mudah. Kendala terbesar justru datang dari pihak kolonial. Sejak bangsa Indonesia
memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, pihak kolonial hampir terus menerus
mensubversi upaya bangsa Indonesia untuk melaksanakan ekonomi kerakyatan.
Secara ringkas, subversi-subversi yang dilakukan oleh pihak kolonial untuk mencegah
terselenggaranya ekonomi kerakyatan itu adalah sebagai berikut.
Pertama, terjadinya agresi I dan II pada 1947 dan 1948. Tujuan utamanya adalah untuk
mencegah berdirinya NKRI yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian.
Kedua, dipaksanya bangsa Indonesia untuk memenuhi tiga syarat ekonomi guna memperoleh
pengakuan kedaulatan dalam forum Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949. Ketiga syarat
ekonomi itu adalah: (1) bersedia menerima warisan utang Hindia Belanda sebesar 4,3 milliar
gulden; (2) bersedia mematuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Dana Moneter
Internasional (IMF); dan (3) bersedia mempertahankan keberadaan perusahaan-perusahaan asing
yang beroperasi di Indonesia.
Ketiga, dilakukannya berbagai tindakan adu domba menyusul dilakukannya tindakan pembatalan
KMB secara sepihak oleh pemerintah Indonesia pada 1956. Tindakan-tindakan itu antara lain
terungkap pada meletusnya peristiwa PRRI/Permesta pada 1958.
Kelima, dilakukannya sandiwara politik yang dikenal sebagai proses kudeta merangkak terhadap
Soekarno pada 30 September 1965, yaitu pasca terbitnya UU No. 16/1965 pada Agustus 1965,
yang menolak segala bentuk keterlibatan modal asing di Indonesia.
Kedelapan, dilakukannya proses liberalisasi besar-besaran sejak 1983, yaitu melalui serangkaian
kebijakan yang dikemas dalam paket deregulasi dan debirokratisasi.
Kesepuluh, dilakukannya amandemen terhadap Pasal 33 UUD 1945 yang merupakan landasan
konstitusional sistem ekonomi kerakyatan pada 2002. Melalui perdebatan yang cukup sengit,
ayat 1, 2, dan 3, berhasil dipertahankan. Tetapi kalimat penting yang terdapat dalam penjelasan
Pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi, “Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi,”
turut menguap bersama hilangnya penjelasan pasal tersebut.
Solusi
Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada
filosofi ekonomi-politik akhir-abad keduapuluhan, sebenarnya merupakan redefinisi dan
kelanjutan dari liberalisme klasik yang dipengaruhi oleh teori perekonomian neoklasik yang
mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah dalam ekonomi domestik karena akan
mengarah pada penciptaan Distorsi dan High Cost Economy yang kemudian akan berujung pada
tindakan koruptif. Paham ini memfokuskan pada pasar bebas dan perdagangan bebas
merobohkan hambatan untuk perdagangan internasional dan investasi agar semua negara bisa
mendapatkan keuntungan dari meningkatkan standar hidup masyarakat atau rakyat sebuah
negara dan modernisasi melalui peningkatan efisiensi perdagangan dan mengalirnya investasi.
3
Giersch, Herbert, 1968. Politik Ekonomi, diterjemahkan oleh Samik Ibrahim dan Nadirsjah Tamin,
Jakarta: Kedutaan Besar Jerman.
melakukan privatisasi BUMN; dan mengeluarkan sejumlah paket kebijaksanaan, seperti
Deregulasi Perdagangan, bertujuan untuk mengundang masuknya modal asing.
Dalam hal ini, kita perlu melihat ulang pemikiran Adam Smith yang berjudul The Theory
of Moral Sentiments. Di dalam buku ini banyak terdapat ajarannya yang menyatakan bahwa
ilmu ekonomi sama sekali tidak bisa lepas dari faktor-faktor etika dan moral. Dalam buku ini,
Smith juga mencoba mengembangkan ilmu ekonomi yang tidak saja bermoral namun juga
mendesain aspek kelembagaannya. Dari sinilah keberadaan Ekonomi Pancasila paralel dengan
pemikiran Smith.
Menurut Boediono sistem Ekonomi Pancasila dicirikan oleh lima hal sebagai berikut:
Ekonomi Pancasila oleh Mubyarto dalam bukunya Sistem dan Moral Ekonomi Pancasila
dicirikan sebagai berikut:
Kesimpulan
Dampak Ekonomi.
Sudah menjadi strategi penganut Neoliberal, bahwa untuk mengegolkan system ekonomi
neo-liberal, maka dibutuhkan pengemasan paket kebijakan, yaitu kebijakan politik dan hukum
yang disusun kedalam bentuk paket kebijakan ekonomi ordoliberalisme, inti dari kebijakan
ekonomi pasar neoliberal, antara lain:
Dampak Politik.
Pada dasarnya neoliberalisme seperti liberalisme klasik yang menolak nilai-nilai moral
dan agama yang diambil dalam slogan Hak Asasi Manusia. Neoliberalisme menghendaki
perluasan perdagangan bebas tanpa kontrol dan regulasi. Yang ide utamanya adalah persaingan
bebas antara pemilik modal yang satu dengan yang lain. Dengan tujuan menciptakan keuntungan
sebesar-besarnya bagi penguasa pasar yaitu pemilik modal besar.
Tugas pemerintah hanya menciptakan lingkungan di mana modal dapat bergerak bebas
dengan baik. Dalam titik ini pemerintah menjalankan kebijakan memotong pengeluaran,
memotong biaya-biaya publik seperti subsidi, sehingga pelayanan untuk kesejahteraan
masyarakat harus dikurangi. Seperti yang terjadi sekarang, harga-harga mengalami kenaikkan
tanpa diiringi kenaikkan taraf kesejahteraan. Di saat krisis akibat neoliberalisme, rakyat kecil
tidak mempunyai tempat berlindung dari keganasan pasar. Dalam neoliberalisme negara tidak
lebih seperti boneka pengawas yang diatur oleh institusi-institusi keuangan internasional
semacam IMF dan Bank Dunia.
Dengan kata lain, dampak politik yang terjadi akibat neoliberalisme di Indonesia adalah
politik hanya sebagai alat perpanjangan dalam perluasan pasar. Politik hanya digunakan sebagai
bentuk untuk mempermudah pasar dan mengeliminasi semua penghalang yang bisa menggangu
kelangsungan pasar. Hal ini terjadi karena politik tidak bisa memasuki atau mengatur pasar, yang
terjadi justru sebaliknya yaitu pasar mempengaruhi politik. Sehingga aspirasi-aspirasi serta
kepentingan masyarakat kurang diperhatikan.
Daftar Pustaka
Giersch, Herbert, 1968. Politik Ekonomi, diterjemahkan oleh Samik Ibrahim dan Nadirsjah
Tamin, Jakarta: Kedutaan Besar Jerman
Higgins B, 1957. Indonesia’s: Economic Stabilization and Development. New York: Institute
of Pacific Relation.
Soekarno, 1964. Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid I dan II, cetakan ketiga. Jakarta: Panitia
Penerbit DBR
Stiglitz, Joseph E., 2002. Globalisation and Its Discontent, New York: WW Norton and
Company