Anda di halaman 1dari 5

RINGKASAN EKSEKUTIF

KAJIAN KEBIJAKAN KEMISKINAN


(Revisi Peraturan Gubernur DIY Nomor 139 Tahun 2018 tentang
Pedoman Pelaksanaan Musyawarah Desa/Musyawarah Kelurahan
dalam rangka Verifikasi dan Validasi Data Terpadu Penanganan Fakir
Miskin dan Orang Tidak Mampu)

BIRO BINA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


SEKRETARIAT DAERAH
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
2022
Kajian akademik ini dilaksanakan dengan tujuan mengidentifikasi aspek-
aspek yang perlu disesuaikan, dihilangkan, atau ditambahkan dalam rangka
perubahan Peraturan Gubernur Nomor 139 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Musyawarah Desa/Musyawarah Kelurahan Dalam Rangka Verifikasi
Dan Validasi Data Terpadu Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu.
Kajian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana mengetahui metode
tepat sasaran dalam melaksanakan proses usulan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial
(DTKS) menurut para pemangku kepentingan. Output dari Kajian ini berupa
rekomendasi dan rancangan Peraturan Gubernur yang mengatur tentang
musyawarah kelurahan/kalurahan (muskal/muskel) dalam rangka proses usulan
DTKS. Analisis kajian ini dilakukan dengan menggunakan dua metode penelitian
sekaligus, yaitu yuridis-normatif dan yuridis-empiris.
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah dominan kualitatif. Dimana
hasil kajian ini dilakukan dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan
sosiologis agar pemahaman atas masalah penelitian akan lebih mendalam. Data
kuantitatif didapatkan dengan survei kuesioner yang melibatkan responden dari
kabupaten dan kota di DIY. Sedangkan data kualitatif diperoleh melalui serangkaian
Focus Group Disscusion (FGD) dan wawancara mendalam terhadap pemangku
kepentingan yang terlibat dalam proses pelaksanaan muskal/muskel.
Hasil kajian secara yuridis-empiris baik melalui studi pustaka, survei
menyeluruh, Focus Group Disscussion dan wawancara mendalam terdapat beberapa
temuan yang penting untuk menjadi perhatian sebagai bahan evaluasi.
Pertama, aspek yang tidak terakomodir dalam rancangan Peraturan Gubernur
sebagai berikut.
 Pengaturan mengenai Musyawarah Kelurahan/Kalurahan dalam rangka
Verifikasi dan Validasi Data Terpadu Penanganan Fakir Miskin dan Orang
Tidak Mampu (DTPFM-OTM) sudah tidak dapat dilaksanakan lagi karena
sudah terdapat perubahan istilah dari DTPFM – OTM menjadi Data Terpadu
Kesejahteraan Sosial (DTKS). Adapun DTKS adalah data induk yang berisi
data pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial, penerima bantuan dan
pemberdayaan sosial, serta potensi dan sumber kesejahteraan sosial.
 Pengaturan indikator kemiskinan tidak perlu diatur didalam rancangan
Peraturan Gubernur ini karena sudah ditegaskan di dalam Peraturan Daerah
DIY Nomor 11 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Kemiskinan.

1
 Tahapan musyawarah kelurahan/kalurahan terdiri atas tahapan sosialisasi
pelaksanaan musyawarah kelurahan/kalurahan; pelaksanaan; penetapan
usulan data oleh lurah; dan penyampaian usulan data ke kabupaten/kota dan
Pemerintah Daerah DIY. Khusus mengenai penyampaian usulan data dari
lurah ke kabupaten/kota dan Pemerintah Daerah DIY tidak perlu diatur
secara rinci karena sudah tidak relevan dengan materi muatan Peraturan
Gubernur ini. Cukup ditegaskan sampai pengaturan penetapan hasil
musyawarah kelurahan/kalurahan.
 Proses usulan data harus sesuai dengan kriteria integritas data, namun
pengaturan ini sudah ditegaskan di dalam Peraturan Menteri Sosial RI Nomor
3 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial,
sehingga tidak perlu diatur lagi dalam Peraturan Gubernur ini.
Kedua, Dari kurun waktu 2017-2019 belum ada pemutakhiran data
kemiskinan oleh Kemensos pada Provinsi DIY. Hal ini sesuai dengan temuan
lapangan bahwa “data lama selalu muncul kembali”. Ada dua dugaan yang menjadi
penyebab: DIY belum menjadi prioritas untuk dimutakhirkan DTKSnya atau
kesalahan administrasi di tingkat Provinsi.
Ketiga, praktik empiris musyawarah DTKS di empat kabupaten sudah
menjalankan musyawarah dusun (musdus) sebelum melaksanakan musyawarah
DTKS di tingkat Kalurahan, namun belum memiliki keseragaman tata cara
pelaksanaan musdus tersebut. Hanya Kota Yogyakarta yang tidak menjalankan
musdus, tetapi mengoptimalkan peran RT, Kader dan TKSK untuk verifikasi dan
validasi DTKS. Mayoritas tidak mengumumkan secara terbuka hasil muskal
verifikasi dan validasi DTKS namun di sebagian kalurahan di Kabupaten Bantul
mempublikasikan hasil muskal verifikasi dan validasi DTKS melalui media sosial.
Bersumber pada temuan terkait permasalahan kajian Kebijakan Kemiskinan,
kami memberikan rekomendasi sebagai berikut ;
1. Perlu disahkan instrumen hukum berupa Peraturan Gubernur yang mengatur
mengenai Pedoman Pelaksanaan Musyawarah Kelurahan/Kalurahan Dalam
Rangka Proses Usulan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial. Peraturan Gubernur
ini dirancang dengan tetap memperhatikan prinsip diskresi dan fleksibelitas bagi
pemangku kepentingan sesuai dengan konteks daerahnya masing-masing.
Pemerintah Daerah DIY harus melakukan upaya koordinasi terkait maksud
dan tujuan dari Peraturan Gubernur ini, dan melakukan upaya sosialisasi

2
kepada masyarakat agar implementasi dari Peraturan Gubernur ini dapat
terlaksana dengan baik dan optimal.
2. Biro Bina Pemberdayaan Masyarakat dan Dinas Sosial kedepanya perlu
mendetailkan tahapan, siapa saja aktor dan perannya terlibat dalam musdus,
alokasi anggaran. Berikut adalah usulan alur atau metode yang secara empiris
sudah berjalan efektif dalam kegiatan musyawarah usulan DTKS berdasarkan
masukan-masukan dari pengampu kebijakan.

3. Perlu koordinasi lebih lanjut antara Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan
Dinas Sosial terkait dinamisnya data kependudukan yang menyebabkan
program bantuan sosial tidak tepat sasaran. Konsolidasi data kependudukan
harus dijalankan manual oleh Dinas Sosial dan Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil.
4. Bagi penabat kelurahan/kalurahan perlu adanyanya kebijakan: Penerima DTKS
saat ini diundang dan dipastikan berdomisili sesuai SK, apabila tidak sesuai
maka harus dialihkan atau dikembalikan.
5. Terkait dinamika kriteria kemiskinan di kabupaten/kota maka perlu disesuaikan
dengan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pengelolaan
Data Terpadu Kesejahteraan Sosial. Harus ada kepastian berapa minimal
indikator yang sesuai untuk diusulkan pada DTKS. Indikator kemiskinan lokal
perlu dibahas dan ditetapkan di ranah tingkat dukuh yang kemudian disahkan
oleh SK Bupati/Dinas Sosial.
6. Dalam Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2019

tentang Penanggulangan Kemiskinan Pasal 8 disebutkan bahwa Pemerintah


Daerah (dalam hal ini Pemerintah Provinsi) menetapkan data kemiskinan yang
didasarkan pada indikator kemiskinan yang mengacu kepada kebijakan nasional

3
di sektor sosial. Namun dilapangan, indikator kemiskinan sangat bersifat lokal
atau setiap kabupaten dan kota memilki konteks masing-masing. Oleh karena itu
untuk menjalankan amanat dari Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 11 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Kemiskinan tersebut,
Pemerintah Daerah perlu berkoordinasi dengan masing-masing pemerintah
kabupaten/kota untuk mengkontekskan dan menetapkan indikator kemiskinan
di masing-masing kabupaten/kota.

Anda mungkin juga menyukai