Anda di halaman 1dari 20

Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu

dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

KATA PENGANTAR

Sudah banyak program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan


digagas dan dijalankan oleh pemerintah, tetapi harus diakui warga miskin
kerapkali masih harus menjalani prosedur yang berbelit-belit untuk mendapatkan
layanan program secara maksimal. Banyak warga yang mampu secara ekonomi
justru mendapatkan bantuan, sementara banyak warga yang benar-benar miskin
tidak mendapatkan bantuan.

Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan angka kemiskinan


dari 10,96 persen tahun 2014 menjadi 7-9 persen pada tahun 2019. Salah satu
bentuk perwujudan komitmen tersebut adalah dengan meningkatkan kecepatan
dan ketepatan penjangkauan warga miskin untuk bisa mengakses lebih banyak
program penanggulangan kemiskinan.

Kementerian Sosial Republik Indonesia menerjemahkan komitmen ini dengan


mengembangkan Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT) di kabupaten/kota
dan Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) di desa/kelurahan.

Hingga tahun 2018 telah terbentuk dan beroperasi SLRT di 70 kabupaten/kota dan
Puskesos di ratusan desa di Indonesia. Lembaga yang dicita-citakan sebagai
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) atau Single Window Service (SWS) ini telah
mampu menjadi pilar percepatan dan ketepatan pelayanan b a g i w a r g a m i s k i n
untuk mendapatkan layanan terbaik terkait program-program perlindungan sosial
dan penanggulangan kemiskinan yang disediakan pemerintah pusat, provinsi,
kabupaten/kota dan desa.

Meski demikian disadari bahwa keberlanjutan SLRT dan Puskesos untuk terus
memberikan pelayanan terbaik kepada warga miskin membutuhkan dukungan
regulasi yang cukup dari pemerintah daerah.Buku ini memberikan panduan teknis
bagi penyelenggara SLRT untuk mengawal dan mendorong proses penyusunan
regulasi penanggulangan kemiskinan terpadu di daerah. Dengan regulasi yang
kuat, di masa depan kita berharap penanggulangan kemiskinan tidak hanya

ii
Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu
dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

menjadi program jangka pendek, tetapi melembaga dalam tata kelola dan kinerja
pemerintah daerah.

Jakarta, Agustus 2018

Direktur Pemberdayaan Sosial Perorangan,


Keluarga dan Kelembagaan Masyarakat

Bambang Mulyadi

iii
Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu
dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1


A. SLRT, Puskesos dan Penanggulangan Kemiskinan Terpadu ................... 1
B. Urgensi Pengaturan SLRT dan Puskesos di Daerah ................................ 2
C. Kerangka Hukum Penyusunan Regulasi SLRT dan Puskesos .................. 3

BAB II REGULASI SLRT DAN PUSKESOS DI DAERAH ................................. 4


A. Pengertian, Jenis dan Bentuk Regulasi .................................................. 4
B. Tahapan dan Prosedur Penyusunan Peraturan Daerah (Perda) /
Peraturan Kepala Daerah (Perkada) ........................................................ 4

BAB III. ADVOKASI MENDORONG REGULASI SLRT DAN PUSKESOS ........ 8


A. Peluang Keterlibatan Penyelenggara SLRT dan Puskesos dalam
Advokasi ............................................................................................... 8
B. Bekerja Secara Politik: Beberapa Kiat dan Tips Advokasi ....................... 9
C. Instrumen dan Media yang Mungkin Digunakan dalam Advokasi .......... 12

iv
Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu
dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

BAB I
PENDAHULUAN

A. SLRT, Puskesos dan Penanggulangan Kemiskinan Terpadu

Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan


Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 telah mengamanatkan
peningkatan kesejahteraan dan perlindungan sosial bagi penduduk miskin
dan rentan miskin sebagai salah satu agenda utama pemerintah.

Agenda ini diwujudkan dalam bentuk penyelenggaraan program


perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan yang menyasar 40%
masyarakat berpendapatan terendah. Beberapa diantara program tersebut
antara lain Program Beras Bersubsidi bagi Penduduk Berpenghasilan Rendah
(Rastra), Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar (PIP),
dan Program Indonesia Sehat (PIS).

Tetapi program-program tersebut belum cukup efektif. Indikasinya jumlah


penduduk miskin dan rentan miskin masih tetap tinggi, sementara penduduk
yang berada di atas garis kemiskinan pun rentan jatuh miskin jika
menghadapi goncangan atau krisis ekonomi. Beberapa faktor yang
ditengarai menjadi penyebab inefektivitas tersebut antara lain adalah masih
tingginya fragmentasi horizional dan vertikal, belum adanya standardisasi
mekanisme penetapan sasaran di daerah, terbatasnya penjangkauan
program, tersebarnya penanganan keluhan, serta terbatasnya cakupan dan
komplementaritas program. Alih-alih mendekatkan layanan, program-
program tersebut kerap membuat warga miskin sulit mengakses bantuan
dengan cepat dan mudah.

Didorong oleh niat untuk meningkatkan akurasi dan kecepatan pelayanan


program penanggulangan kemiskinan itulah, sejak tahun 2016 Kementerian
Sosial melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial mengembangkan
Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT). Sistem ini dirancang untuk
mempercepat warga miskin dan rentan miskin mengakses bantuan
program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan di pusat dan

1
Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu
dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

daerah.SLRT memberikan layanan bagi warga miskin dan rentan miskin


melalui empat fungsi utama, yakni (1) Identifikasi keluhan, rujukan, dan
penanganan keluhan; (2) Pencatatan kepesertaan dan kebutuhan program;
(3) Integrasi informasi, data, dan layanan; dan (4) Kontribusi terhadap
pemutakhiran Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin secara
dinamis di daerah.

Warga dapat mengakses layanan SLRT melalui tiga jalur, yakni (1)
Sekretariat SLRT di Kabupaten/Kota; (2) Pusat Kesejahteraan Sosial
(Puskesos) di desa/kelurahan; dan (3) Fasilitator di tingkat desa/kelurahan
yang menjangkau warga.

B. Urgensi Pengaturan SLRT dan Puskesos di Daerah

Program SLRT telah dijalankan oleh Kementerian Sosial melalui Direktorat


Jenderal Pemberdayaan Sosial dengan mengacu kepada Peraturan Presiden
No. 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) dan Peraturan Menteri Sosial No. 27 tahun 2015 tentang
Rencana Strategis Kementerian Sosial RI. Hingga saat ini program telah
dilaksanakan di 70 kabupaten/kota.

Sungguhpun di banyak daerah program SLRT telah terbukti mampu


mempercepat akses dan pelayanan terhadap warga miskin, program ini
rentan terhadap dinamika perubahan politik dan tata pemerintahan daerah.
Setiap waktu, program dapat mandeg dan stagnan karena kelangkaan
anggaran, dianggap tak sejalan dengan prioritas daerah, atau tidak
terinternalisasi secara memadai dalam tata kelola birokrasi pemerintahan
daerah.

Untuk menjamin keberlanjutan program, pemerintah daerah perlu


menyusun regulasi SLRT dan Puskesos. Regulasi ini akan menjadi dasar
pengelolaan program secara menyeluruh mulai dari tahap perencanaan,
pengalokasian anggaran, pelaksanaan, pengendalian dan
pertanggungjawaban setiap tahun. Hanya dengan regulasi yang kuat,

2
Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu
dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

program ini dapat terinternalisasi dan melembaga dalam tata kelola dan
kinerja birokrasi pemerintahan daerah.

C. Kerangka Hukum Penyusunan Regulasi SLRT dan Puskesos

Kewenangan daerah menyusun regulasi penanggulangan kemiskinan,


utamanya yang berkaitan dengan pembentukan SLRT dan Puskesos dijamin
oleh beberapa peraturan perundang-undangan, yakni (1) UU No. 23 tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah; (2) UU No. 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; (3) Peraturan Presiden No.
87 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No. 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan (4) Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 1 tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah.

3
Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu
dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

BAB II
REGULASI SLRT DAN PUSKESOS DI DAERAH

A. Pengertian, Jenis dan Bentuk Regulasi

Regulasi atau peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis


yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan.

Ada dua jenis regulasi, yaitu regulasi daerah yang bersifat pengaturan, dan
yang bersifat penetapan. Regulasi daerah yang bersifat penetapan misalnya
peraturan daerah atau nama lainnya, peraturan kepala daerah, peraturan
bersama kepala daerah, peraturan DPRD. Regulasi yang bersifat penetapan,
misalnya keputusan kepala daerah, keputusan DPRD, keputusan pimpinan
DPRD, dan keputusan badan kehormatan DPRD.

Regulasi daerah yang memungkinkan untuk mengatur tata kelola dan


penyelenggaraan SLRT dan Puskesos adalah peraturan daerah, peraturan
kepala daerah, dan keputusan kepala daerah. Peraturan daerah adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan
persetujuan bersama kepala daerah. Peraturan kepala daerah adalah
peraturan yang ditetapkan oleh kepala daerah berdasarkan usulan Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pemrakarsa setelah mendapatkan
pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi oleh bagian
hukum kabupaten/ kota. Ruang lingkup, tugas, fungsi dan pengaturan
personel penyelenggara SLRT dan Puskesos diatur dengan keputusan kepala
daerah.

B. Tahapan dan Prosedur Penyusunan Peraturan Daerah (Perda) / Peraturan


Kepala Daerah (Perkada)

Kepala Daerah (Perkada) Secara garis besar, prosedur dan tahapan


penyusunan Perda/Perkada SLRT dan Puskesos adalah sebagai berikut.

4
Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu
dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

1 PembentukanTim Penyusun Perda/Perkada

Pemerintah daerah membentuk tim inti/kelompok kerja penyusun perda


yang anggotanya bersifat lintas SKPD, utamanya SKPD yang menangani
masalah penanggulangan kemiskinan dan kesejahteraan sosial,
misalnya Bappeda, Dinsos, BPMD (Badan Pemberdayaan Masyarakat
Desa), DPKAD (Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah), Bagian
Pemerintahan Desa, Sekretariat Daerah, Inspektorat Daerah, dan
Bagian Hukum Sekretariat Daerah. Karena bersifat lintas SKPD maka
tim tersebut bekerja di bawah koordinasi Sekretaris Daerah.

Tugas tim ini adalah adalah (a) Menganalisis peraturan di tingkat


nasional yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan daerah;
(b) Mengkaji kondisi kemiskinan dan sosial budaya masyarakat agar
dapat dipilih opsi-opsi yang tepat bagi daerah untuk menetapkan aturan
y a n g b e r s i f a t p i l i h a n , (c ) M e n y u s u n d r a f a w a l p e r a t u r a n
daerah/peraturan kepala daerah; (d) Menyelenggarakan konsultasi
publik; (e) Mengolah hasil konsultasi publik ke dalam naskah peraturan
daerah/ peraturan kepala daerah; (f) Melakukan sosialisasi peraturan
daerah/kepala daerah yang telah ditetapkan.

2 Konsultasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi

Pemerintah pusat dan pemerintah provinsi memiliki tim yang


melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintah
kabupaten. Tim bisa bersifat ad hoc atau melekat pada struktur
organisasi. Jika dipandang perlu, pemerintah daerah dapat membangun
kontak-kontak dengan tim/ pejabat di tingkat pusat dan provinsi penting
untuk mendiskusikan isu strategis atau menjawab pertanyaan penting
terkait tata kelola pelayanan terpadu penanggulangan kemiskinan.

3 PembentukanTim AsistensiTeknis

Untuk menyusun peraturan yang baik, tim penyusun perda/perkada


memerlukan dukungan asistensi teknis dari pihak luar. Kabupaten/kota
dapat memanfaatkan dukungan ahli untuk menyusun peraturan dari

5
Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu
dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

mitra pembangunan seperti perguruantinggi, lembaga swadaya


masyarakat (LSM), dan lembaga mitra pembangunan
internasional/lembaga donor.

Peran lembaga teknis sebaiknya dibatasi dalam memberikan input


teknis berdasarkan lingkup kepakaran dan memfasilitasi proses
penyusunan, misalnya mengembangkan metode dan instrumen untuk
memeriksa substansi peraturan dan memfasilitasi proses diskusipublik.
Peran yang sesungguhnya tetap di tim penyusun/SKPD terkait karena
merekalah yang akan menjadi pelaksana perda/perkada sekaligus
mendampingi SLRT dan Puskesos.

4 Pembahasan Lintas SKPD

Penting untuk membahas rancangan perda/perkada dengan lintas


SKPD, terutama SKPD teknis yang menangani secara langsung masalah
penanggulangan kemiskinan dan kesejahteraan sosial serta memiliki
unit pelayanan di desa. Pembahasan melalui forum lintas SKPD juga
perlu melibatkan kecamatan.

5 Komunikasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)


Meskipun ada dalam domain eksekutif, ada baiknya tim penyusun
peraturan kepala daerah juga menjalin komunikasi dengan DPRD,
terutama dengan komisi yang membidangi penanggulangan
kemiskinan dan kesejahteraan sosial.

Komunikasi dengan DPRD selain untuk mendapatkan masukan


rancangan awal, juga untuk memastikan dukungan DPRD. Anggota
DPRD juga dipilih berdasarkan pada daerah pemilihan yang berbasis
wilayah dan dalam satu kabupaten biasanya meliputi beberapa desa.
Dengan demikian anggota DPRD juga bisa menjadi salah satu saluran
bagi hubungan tim penyusun perda/perkada dengan desa.

6 Konsultasi Publik

Tim penyusun perda/perkada sebaiknya dapat menyelenggarakan


konsultasi publik dengan masyarakat secara luas terutama LSM,para

6
Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu
dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

ahli/peneliti universitas, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga mitra


pembangunan yang bekerja di desa. Input mereka diperlukan untuk
memahami perspektif yang lebih luas mengenai situasi kemiskinan.

Pada tahap ini tim penyusun perda/perkada perlu melihat berbagai


implikasi dari kebijakan mengenai penanggulangan kemiskinan
terhadap daerah secara keseluruhan. Tim penyusun juga dapat
menjajaki dukungan sekaligus kemungkinan penolakan dari pihak yang
lebih luas terhadap perda/perkada mengenai layanan satu pintu
penanggulangan kemiskinan.

7
Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu
dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

BAB III
ADVOKASI MENDORONG REGULASI
SLRT DAN PUSKESOS

A. Peluang Keterlibatan Penyelenggara SLRT dan Puskesos dalam Advokasi

Para penyelenggara SLRT dan Puskesos terdiri dari tenaga pendamping


daerah, manajer SLRT, manajer Puskesos, dan fasilitator. Mereka adalah
aktor kunci yang mengelola pelayanan terpadu penanggulangan kemiskinan
di tingkat kabupaten/kota dan desa. Aktor-aktor lain yang juga terlibat dan
mempengaruhi penyelenggaraan pelayanan misalnya adalah perguruan
tinggi, media massa lokal, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di
sektor penanggulangan kemiskinan dan pelayanan publik, pemerintah desa,
dan lembaga-lembaga pelayanan lain di tingkat desa.

Aktor-aktor penyelenggara SLRT dan Puskesos ini dapat dan seharusnya


mampu mendorong proses penyusunan regulasi penanggulangan
kemiskinan daerah. Manajer SLRT yang biasanya sekaligus adalah pejabat
Dinsos/Bappeda dapat menjadi inisiator penyusunan draft awal
perda/perkada dan mengambil bagian dalam tim penyusun perda/perkada.

Manajer Puskesos yang merupakan pejabat pemerintahan desa dan


fasilitator dapat menjadi mitra kerja manajer SLRT, bertugas memberikan
informasi dan data mutakhir untuk penyempurnaan draft perda/perkada.
Tenaga pendamping dapat berfungsi sebagai katalisator dan memediasi
hubungan lintas SKPD dan DPRD ketika pertemuan-pertemuan harmonisasi
draft perda/perkada dilakukan.

Perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat dapat dan seharusnya


ikut terlibat dalam tim asistensi teknis penyusunan perda/perkada SLRT dan
Puskesos. Keberadaan mereka dapat meningkatkan kualitas draft
perda/perkada secara akademis dan partisipatif. Mereka dapat juga dijadikan
mitra untuk membahas isu-isu krusial seputar layanan satu pintu
penanggulangan kemiskinan dalam forum konsultasi publik.

8
Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu
dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

B. Bekerja Secara Politik: Beberapa Kiat dan Tips Advokasi

Yang dimaksud advokasi dalam konteks ini adalah serangkaian upaya


terencana dan sistematis untuk mengingatkan dan mendesak pemerintah
daerah agar meningkatkan akses dan pelayanan kepada warga miskin
melalui penetapan kebijakan peningkatan pelayanan satu pintu
penanggulangan kemiskinan.

Advokasi berguna untuk (1) Memperbaiki substansi kebijakan


penanggulangan kemiskinan; (2) Memperbaiki proses penyusunan kebijakan
sehingga lebih berpihak kepada warga miskin; (3) Memperbaiki
pelaksanaan dan pertanggungjawaban kebijakan penanggulangan
kemiskinan; (4) Mendorong perubahan persepsi dan sikap masyarakat atas
ke b i j a k a n ; ( 5 ) M e n i n g k a t k a n t r a n s p a r a n s i d a n a k u n t a b i l i t a s
penyelenggaraan program penanggulangan kemiskinan.

Mendorong pemerintah daerah untuk menetapkan kebijakan ini bukan


perkara mudah. Proses penyusunan dan perubahan kebijakan adalah proses
politik yang melibatkan banyak kepentingan dari berbagai segmen
pemerintah, DPRD, dan masyarakat. Karena itu kerja advokasi dapat
dimaknai sebagai kerja politik, yakni kerja memediasi beragam kepentingan
sehingga menghasilkan rumusan kebijakan yang tidak hanya sanggup
mendorong percepatan pelayanan warga miskin tetapi juga bisa diterima
oleh semua kalangan.

Berikut adalah beberapa prinsip atau kiat kunci advokasi yang bisa digunakan
para penyelenggara sebagai acuan:

1 Evidence Based Advocacy

Advokasi penyusunan kebijakan SLRT dan Puskesos akan lebih


meyakinkan jika tidak sekedar bersandar pada aspirasi maupun konsep
semata (voice based advocacy), tetapi berpijak pada bukti-bukti
empirik hasil penelitian (evidence based advocacy atau research
based advocacy). Kegiatan advokasi juga harus menghindari cara-cara
represif yang pada hasilnya justru akanmenciptakan relasi kurang
harmonis antara warga masyarakat dan pemerintah daerah.

9
Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu
dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

Karena itu, sebelum mengusulkan perda/perkada, penting bagi para


penyelenggara SLRT dan Puskesos untuk melakukan pengkajian,
pengumpulan data dan informasi yang lengkap tentang berbagai sisi
kemiskinan dan upaya penanggulangannya.

Usulan kebijakan SLRT dan Puskesos tidak dapat dilakukan jika


pemegang kebijakan tidak mau untuk menerimanya. Pemegang
kebijakan perlu diajak bicara mengenai serba-serbi layanan terpadu
satu pintu penanggulangan kemiskinan. Pembicaraan bisa dilakukan
melalui lobby, seminar, audiensi, dengar pendapat, dan lain-lain. Satu
hal yang perlu diperhatikan adalah tidak semua orang bisa dicaci maki
oleh orang lain. Kritik harus dilakukan, namun menarik perhatian
pemegang kebijakan terhadap hal yang kita advokasi amatlah penting.

Data dan informasi lengkap yang dihasilkan dari berbagai proses


pengkajian akan membantu memastikan dialog penyusunan kebijakan
penanggulangan kemiskinan tak berkembang menjadi debat kusir,
atau saling ngotot untuk hal-hal yang tidak substansial

2 Membangun Koalisi

Koalisi adalah kelompok atau pihak-pihak lain yang memiliki sikap dan
tujuan sama atas masalah yang diadvokasi, tetapi mungkin tidak
memiliki kepedulian khusus terhadap masalah yang hendak
diadvokasi. OPD, media massa, lembaga swadaya masyarakat, tokoh-
tokoh masyarakat yang peduli terhadap penanggulangan kemiskinan
adalah para pihak yang harus dirangkul oleh penyelenggara SLRT dan
Puskesos.

3 Mengorganisir Elit

Elit adalah sejumlah kecil pemimpin atau pejabat yang memegang


posisi penting dalam kekuasaan formal dan informal, baik di
masyarakat maupun lembaga pemerintahan. Mereka adalah para
pengambil keputusan atau yang mampu mempengaruhi keputusan-
keputusan kunci dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan administasi
pemerintahan.

10
Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu
dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

Penyelenggara SLRT dan Puskesos perlu memahami kepentingan elit


terkaitagenda pelayanan terpadu penanggulangan kemiskinan. Jika
berhasil memahami kepentingan yang sebenarnya dari elit tersebut,
ada kemungkinan penyelenggara SLRT dan Puskesos kita bisa
mengubah penolak menjadi pendukung atau setidaknya membuat
mereka menjadi penolak pasif. Sejumlah elit yang mendukung sedapat
mungkin diorganisir agar tindakan dan perilaku mereka berkontribusi
positif terhadap pencapaian agenda perubahan yang hendak diusulkan
dalam kebijakan. Semakin banyak elit yang mendukung dan semakin
mereka teroganisir semakin tinggi pula kemungkinan perubahan bisa
berjalan.

4 Mengelola Dukungan dan Resistensi

Agenda penyusunan perda/perkada sukses jika jumlah kekuatan


pendukung lebih banyak daripada kekuatan resisten. Penting untuk
memelihara dan mengorganisir pendukung dan pada saat bersamaan
mengurangi jumlah aktor resisten atau setidaknya mengurangi
tingkat resistensinya. Dengan memahami kepentingan setiap aktor,
posisi aktor yang resisten masih mungkin untuk diubah menjadi
mendukung. Jika tidak bisa mendukung, setidaknya kita harus
mengurangi tingkat resistensinya.

5 Mendeteksi Momentum Perubahan

Momentum perubahan adalah perkembangan ekonomi atau politik


baik yang terjadi di tingkat lokal, daerah, atau nasional yang bisa
memberikan peluang mendorong atau menghambat penyusunan
perda/perkada tentang SLRT dan Puskesos. Banyak perubahan sosial
dan politik terjadi bukan karena kualitas substansi agenda perubahan
itu sendiri tetapi lebih karena faktor ketepatan momentum yang terjadi
pada saat itu.

Perkembangan yang dimaksud bisa bermacam-macam, misalnya ada


kasus kematian warga miskin karena busung lapar, ada UU baru yang
mengatur penanggulangan kemiskinan, dan lain-lain. Peristiwa-

11
Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu
dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

peristiwa tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk mendesak agar


pemerintah daerah segera menetapkan perda/perkada SLRT dan
Puskesos.

C. Instrumen dan Media yang Mungkin Digunakan dalam Advokasi

1 Siaran Pers/Press Release

Siaran pers adalah berita yang ditulis ringkas dan menggambarkan


suatu kegiatan atau isu tertentu. Umumnya ditulis oleh lembaga di luar
media massa untuk tujuan publikasi kegiatan yang dilakukannya.
Siaran pers merupakan cara pertama dan termudah yang dipakai untuk
menghubungi media. Dewasa ini siaran pers bisa dalam bentuk tertulis
maupun terekam.

Siaran pers adalah instrumen yang baik untuk memblow-up isu


penanggulangan kemiskinan di media masa. Siaran pers ini akan lebih
bermanfaat untuk wartawan bila dilengkapi dengan informasi latar
belakang singkat, posisi lembaga sehubungan dengan isu yang
diadvokasikan, serta informasi yang jelas mengenai lembaga (atau
aliansi lembaga/organisasi yang baru saja terbentuk dan belum terlalu
dikenal).

Penyelenggara SLRT dan Puskesos dapat menulis siaran pers untuk


Mendesak hadirnya isue strategis agenda penanggulangan kemiskinan
terpadu.

2 Naskah Akademik

Naskah akademik adalah bagian tidak dapat dipisahkan dari


penyusunan sebuah rancangan peraturan daerah karena memuat
gagasan-gagasan pengaturan serta materi muatan peraturan
perundang-undangan bidang tertentu, naskah akademik merupakan
bahan dasar peraturan daerah.

Naskah akademik bermanfaat untuk (1) Memberikan pemahaman


kepada penyusun perda dan masyarakat mengenai urgensi konsep

12
Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu
dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

dasar, hirarki peraturan perundang-undangan yang wajib diacu dan


diakomodasi dalam perda, dan urgensi penyusunan perda; (2)
Mempermudah perumusan asas-asas dan tujuan serta pasal-pasal
yang akan diatur dalam perda.

Penyusunan naskah akademis dilakukan dengan melakukan studi


dokumen dan penelitian lapangan. Data mengenai kondisi materi yang
akan diatur dalam perda diperoleh melalui penelitianlapangan dengan
mendengar pendapat dari instansi atau organisasi terkait lainnya.

Secara garis besar, naskah akademik berisi (1) Hasil inventarisasi


hukum positif terkait penanggulangan kemiskinan dan masalah
kesejahteraan sosial; (2) Hasil inventarisasi permasalahan
penanggulangan kemiskinan dari perspektif hukum ; (3) Gagasan
tentang materi hukum yang akan dituangkan ke dalam perda; (4)
Konsepsi landasan, alas hukum dan prinsip yang akan digunakan dalam
perda; (4) Pemikiran tentang norma-norma yang telah dituangkan ke
dalam bentuk pasal-pasal; (5) Gagasan awal naskah rancangan perda
yang disusun secara sistematis bab demi bab, serta pasal demi pasal
untuk memudahkan dan mempercepat pembuatan rancangan perda.

3 Policy Brief

Policy brief berperan penting dalam sebuah proses advokasi. Melalui


policy brief, isu-isu penting tentang pelayanan satu pintu
penanggulangan kemiskinan bisa lebih diperkenalkan kepada para
pengambil kebijakan. Tentu saja policy brief akan lebih efektif bila
disertai kerja-kerja politik lainnya yang diarahkan langsung kepada
para pengambil kebijakan. Untuk menciptakan wacana publik maka
penulisan artikel di media massa akan sangat membantu proses
advokasi.

Policy brief sekurang-kurangnya berisi (1) Perubahan kebijakan apa


yang ingin didorong atau kondisi eksisting kebijakan penanggulangan
kemiskinan apa yang hendak diperbaiki; (2) Urgensi dan signifikansi
kebijakan pelayanan satu pintu penanggulangan kemiskinan; (3)

13
Panduan Teknis Mendorong Regulasi Sistem Layanan Rujukan Terpadu
dan Pusat Kesejahteraan Sosial di Daerah

Pilihan ideologis atau paradigma penanggulangan kemiskinan yang


diyakini; (4) Pilihan-pilihan kebijakan yang tersedia dan analisis
fisibilitas masing-masing pilihan; (5) Posisi yang diambil oleh para
penyelenggara SLRT; (6) Rekomendasi perubahan kebijakan yang
harus dilakukan.

Policy brief ditulis dan disajikan dengan tujuan agar pesan-pesan


layanan satu pintu penanggulangan kemiskinan bisa dipahami dan
selanjutnya menjadi bahan pertimbangan dalam proses pembuatan
kebijakan. Sebagian besar para pembuat kebijakan tidak mempunyai
banyak waktu, karena itu policy brief harusdisusun sedemikian rupa
agar mudah untuk dipahami. Sajikan temuan riset dalam uraian yang
ringkas dan padat. Gunakan bahasa yang sederhana dan hindari
penggunaan terlalu banyak jargon. Policy brief perlu didukung fakta
dan data yang jelas dan akurat. Pesan-pesan perubahan yang
ditawarkan diformulasikan secara tegas.

Policy brief biasanya disampaikan kepada berbagai stakeholders


terkait kebijakan penanggulangan kemiskinan daerah, termasuk
didalamnya adalah lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi,
media, dan partai politik. Pada tahap formulasi perda, policy brief
disampaikan kepada pemerintah daerah, fraksi-fraksi di DPRD agar
gagasan atau pemikiran tentang perubahan bisa masuk dalam
formulasi kebijakan.

14

Anda mungkin juga menyukai