Anda di halaman 1dari 9

Buletin Kaffah, No.

259
13 Safar 1443 H
9 September 2022 M

BBM MILIK RAKYAT,


BUKAN MILIK PEMERINTAH

A
khirnya, di tengah ragam kesulitan yang diderita rak-
yat, Pemerintah benar-benar tega menaikkan harga
BBM. BBM jenis Pertalite naik tidak tanggung-tang-
gung. Dari Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter. Padahal
Pertalite selama ini banyak dikonsumsi jutaan masyarakat
menengah ke bawah. Terutama setelah BBM jenis Premium
makin langka, bahkan nyaris tak pernah dijumpai di setiap
SPBU. Demikian pula Solar subsidi naik dari Rp 5.150/liter
menjadi Rp 6.800/liter. Pertamax, yang belum lama ini naik,
juga dinaikkan kembali harganya, dari Rp 12.500/liter men-
jadi Rp 14.500/liter.

01
Kebijakan Zalim
Kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM tentu amat
zalim. Mengapa? Pertama: Korbannya adalah rakyat keba-
nyakan. Mereka adalah kalangan menengah ke bawah. Jum-
lahnya ratusan juta orang. Terutama para pengguna kenda-
raan bermotor roda dua, termasuk ojol, juga kendaraan
umum seperti angkot dan angkutan niaga.
Kedua: Keputusan menaikkan harga BBM dikeluarkan
Pemerintah saat kebanyakan masyarakat masih belum
benar-benar bangkit. Mereka masih terpuruk secara ekono-
mi akibat pukulan Pandemi Covid-19 selama tidak kurang
dari dua tahun.
Ketiga: Harga BBM di luar negeri justru sedang anjlok.
Karena itu banyak negara malah ramai-ramai menurunkan
harga BBM untuk rakyatnya. Kebijakan Pemerintah menaik-
kan harga BBM pada saat di banyak negara lain harga BBM
diturunkan tentu aneh.
Keempat: Kenaikan BBM dipastikan akan meningkatkan
biaya hidup masyarakat. Harga-harga kebutuhan pokok pas-
ti naik. Sebabnya, biaya transportasi juga otomatis naik. Aki-
batnya, beban operasional seluruh kegiatan ekonomi ma-
syarakat juga dipastikan naik.

02
Kelima: Di tengah-tengah kehidupan rakyat yang serba
sulit, Pemerintah tetap ngotot untuk melanjutkan proyek-
proyek mercusuar yang sesungguhnya tidak berkaitan lang-
sung dengan kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Con-
tohnya proyek Ibu Kota Negara (IKN) dan Kereta Cepat
Bandung-Jakarta. Kedua proyek ini diduga lebih ditujukan
untuk memenuhi kepentingan oligarki. Bukan untuk kepen-
tingan rakyat. Demikian pula proyek sejumlah infrastruktur
lainnya yang tentu menghabiskan anggaran puluhan bah-
kan ratusan triliun rupiah.
Keenam: Kompensasi dalam bentuk BLT BBM yang diberi-
kan Pemerintah kepada rakyat sangatlah kecil. Hanya Rp
600 ribu/KPM (Keluarga Penerima Manfaat). Itu pun hanya
akan diterima oleh sekitar 20 juta orang. Tentu ini tidak
sebanding dengan uang yang disedot oleh Pemerintah dari
masyarakat yang terpaksa membeli BBM dengan harga
mahal.
Ketujuh: Pemerintah seperti tidak pernah serius, bahkan
seolah tak pernah berniat sama sekali, untuk melakukan
efisiensi anggaran. Belum lagi kebocoran anggaran akibat
korupsi para pejabat negara yang makin massif.
Kedelapan: Dalam pandangan Islam, BBM dan energi
lainnya hakikatnya milik rakyat. Rakyatlah pemilik BBM, juga

03
energi dan segala sumberdaya alam yang depositnya me-
limpah. Bukan Pemerintah. Pemerintah hanya berwenang
mengelola semua milik rakyat tersebut. Hasilnya, tentu selu-
ruhnya dikembalikan kepada rakyat. Di antaranya dalam
bentuk BBM dan energi yang murah harganya. Negara tidak
boleh berdagang dengan rakyat dengan mencari untung
yang sebesar-besarnya. Apalagi dengan memperdagangkan
barang-barang yang sejatinya milik rakyat seperti BBM,
listrik, gas, dll.

Ketentuan Syariah
Berdasarkan ketentuan syariah Islam, BBM, energi dan
sumberdaya alam lainnya yang menguasai hajat hidup
orang banyak hakikatnya adalah milik rakyat. Hal ini dida-
sarkan pada sejumlah hadis. Di antaranya riwayat Ibnu
‘Abbas ra. yang menuturkan bahwa Rasulullah saw., pernah
bersabda:
‫ث ِﰱ اﻟْ َﻤ ِﺎء َواﻟْ َﻜ ِﻺ َواﻟﻨﱠﺎ ِر َوَﲦَﻨُﻪُ َﺣَﺮ ٌام‬
ٍ َ‫اﻟْﻤﺴﻠِﻤﻮ َن ُﺷﺮَﻛﺎء ِﰱ ﺛَﻼ‬
ُ َ ُ ُْ
Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga
perkara: air, padang rumput dan api. Harganya adalah haram
(HR Ibn Majah dan ath-Thabarani).

04
Berdasarkan hadis ini, ketiga jenis sumberdaya alam ini
adalah milik umum. Hanya saja, statusnya sebagai milik
umum adalah berdasarkan sifatnya, yakni sebagai barang-
barang yang dibutuhkan masyarakat secara umum (As-
Siyaasah al-Iqtishadiyah al-Mutslaa, hlm. 67).
Dari hadis di atas bisa digali kaidah hukum:

ً‫ﺎﻋ ِﺔ َﻛﺎ َن ِﻣ ْﻠ ِﻜﻴﱠﺔً َﻋ َﺎﻣﺔ‬ ِ ِ


َ ‫ُﻛ ﱡﻞ َﻣﺎ َﻛﺎ َن ﻣ ْﻦ َﻣَﺮاﻓ ِﻖ اْﳉَ َﻤ‬
Setiap benda/barang (sumberdaya alam) yang menjadi
bagian dari kebutuhan masyarakat secara luas adalah milik
umum (An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, 3/
466).

Dengan demikian tak hanya air, api dan padang rumput.


Semua sumberdaya alam yang menjadi kebutuhan masyara-
kat secara luas (min maraafiq al-jamaa’ah) adalah milik
umum (An-Nabhani, An-Nizhaam al-Iqtishaadi, hlm. 201).
Alasannya, Rasulullah saw. pernah memberikan pengua-
saan air di Thaif dan Khaibar kepada seseorang. Air tersebut
tidak menjadi tempat bergantung masyarakat. Kenyataan
ini menunjukkan bahwa larangan penguasaan ketiga jenis
barang dalam hadis di atas mengandung ‘illat. ‘Illat-nya
adalah barang tersebut min maraafiq al-jamaa’ah (kebutu-
han bersama masyarakat). Dalam kaidah ushul dinyatakan:

05
ً‫اَﻟْﻌِﻠﱠﺔُ ﺗَ ُﺪ ْوُر َﻣ َﻊ اﻟْ َﻤ ْﻌﻠُ ْﻮِل ُو ُﺟ ْﻮداً َو َﻋ َﺪﻣﺎ‬
Ada atau tidak adanya hukum bergantung pada ‘illat-nya.

Berdasarkan kaidah ini, semua yang terkategori barang


yang dibutuhkan publik (min maraafiq al-jamaa’ah) adalah
milik umum. Tak hanya air, padang rumput dan api. Di da-
lamnya termasuk BBM, energi dan yang lainnya.
BBM dan energi lainnya (yang depositnya melimpah)
sebagai milik umum juga termasuk ke dalam bahasan hadis
tentang barang tambang dari riwayat Abyadh bin Hammal
ra.
-‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ‬ ِ ‫َﻋﻦ أَﺑـﻴﺾ ﺑ ِﻦ َﲪﱠ ٍﺎل أَﻧﱠﻪ وﻓَ َﺪ إِ َﱃ رﺳ‬
َُ َُ ْ َ َْ ْ
ِ ِ‫ﺎﺳﺘَـ ْﻘﻄَ َﻌﻪُ اﻟْ ِﻤ ْﻠ َﺢ ﻓَـ َﻘﻄَ َﻊ ﻟَﻪُ ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ أَ ْن َوﱠﱃ ﻗَ َﺎل َر ُﺟ ٌﻞ ِﻣ َﻦ اﻟْ َﻤ ْﺠﻠ‬
‫ﺲ أَﺗَ ْﺪ ِرى َﻣﺎ‬ ْ َ‫ﻓ‬
ِ ِ
َ ‫ﺖ ﻟَﻪُ إِﱠﳕَﺎ ﻗَﻄَ ْﻌ‬
ُ‫ ﻗَ َﺎل ﻓَﺎﻧْـﺘَـَﺰ َﻋﻪُ ﻣْﻨﻪ‬.‫ﺖ ﻟَﻪُ اﻟْ َﻤﺎءَ اﻟْﻌﺪﱠ‬ َ ‫ﻗَﻄَ ْﻌ‬
Dari Abyad bin Hammal: Ia pernah mendatangi Rasulullah
saw. dan meminta beliau agar memberikan tambang garam
kepada dia. Beliau pun memberikan tambang itu kepada
dirinya. Ketika Abyad bin Hamal ra telah pergi, ada seorang
laki-laki yang ada di majelis itu berkata kepada Rasulullah
saw., “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada
dia? Sungguh Anda telah memberikan kepada dia sesuatu

06
yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd).” Ibnu al-Mutawak-
kil berkata, “Lalu Rasulullah saw. menarik kembali pemberian
tambang garam itu dari dirinya (Abyadh bin Hammal).” (HR
Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Hadis ini maqbuul dengan banyaknya jalan (katsrah ath-


thuruq) karena memenuhi persyaratan minimal sebagai
hadis hasan (Tuhfah al-Ahwadzi, 4/9).
Hadis ini adalah dalil bahwa barang tambang yang
depositnya melimpah adalah milik umum. Tidak boleh dimi-
liki oleh individu (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwaal, hlm. 54-
56).
Ini berlaku bukan hanya untuk garam saja, seperti dalam
hadis di atas, tetapi juga berlaku untuk seluruh barang tam-
bang. Mengapa? Karena larangan tersebut berdasarkan
‘illat yang disebutkan dengan jelas dalam hadis tersebut,
yakni “seperti air yang mengalir”. Artinya, semua barang
tambang yang jumlahnya “seperti air yang mengalir” (depo-
sitnya melimpah) haram dimiliki oleh individu (privatisasi),
termasuk swasta apalagi asing.
Hal ini ditegaskan oleh Ibnu al-Qudamah, “Barang
tambang yang melimpah seperti garam, minyak bumi, air,
apakah boleh orang menampakkan kepemilikannya? Jawa-

07
bannya ada dua riwayat. Yang lebih kuat adalah tidak boleh
memilikinya.” (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 12/131)

Peran Negara
Imam/Khalifah (penguasa dalam sistem pemerintahan
Islam) harus memberikan akses atas milik-milik umum ini
kepada semua rakyatnya, baik miskin atau kaya (Muqad-
dimah ad-Dustuur, hlm 365). Karena itu klaim Pemerintah
bahwa subsidi BBM selama ini salah sasaran karena banyak
dinikmati oleh orang-orang kaya adalah alasan yang
bertentangan dengan ketentuan syariah ini. Sebabnya, baik
miskin atau kaya, memiliki hak yang sama untuk menikmati
semua sumberdaya alam milik umum (yang menguasai
hajat hidup orang banyak).
Kepemilikan umum ini dikelola oleh negara untuk
kepentingan publik. Negara boleh memberikan kepada
rakyat secara gratis atau menetapkan harga murah yang
hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Ini karena negara
hanya mewakili umat untuk mengelola barang tersebut.

Kesimpulan
Dengan paparan singkat di atas, jelas kebijakan Peme-
rintah untuk menaikkan harga BBM, apapun alasannya,

08
wajib ditolak! Selebihnya, Pemerintah wajib mengelola BBM
dan energi—juga seluruh sumberdaya alam milik rakyat—
sesuai dengan ketentuan syariah. Mungkinkah? Tampaknya
mustahil selama negeri ini menerapkan sistem kapitalisme-
sekuler-liberal.
Inilah di antara alasan rasional mengapa negeri ini harus
diatur berdasarkan syariah Islam. Sebaliknya, bangsa ini
harus berani membuang sistem kapitalis-sekuler-liberal
yang telah terbukti banyak menyengsarakan rakyat. Perta-
nyaannya: Apakah kita tetap akan menolak syariah Islam
yang jelas-jelas akan mendatangkan maslahat dan keberka-
han?! Ataukah kita tetap akan betah hidup diatur dengan
sistem kapitalis-sekuler-liberal yang terbukti banyak mada-
ratnya?!
WalLaahu a’lam bi ash-shawwaab. []

HIKMAH:

Rasulullah saw. bersabda:


ْ ‫ش َﳍُ ْﻢ إِﱠﻻ َﺣﱠﺮَم اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬ ِِ ِ ِ ِ ِ
‫اﳉَﻨﱠ َﺔ‬ ‫ﻮت َوُﻫ َﻮ َﻏﺎ ﱞ‬ َ ‫َﻣﺎ ﻣ ْﻦ َو ٍال ﻳَﻠﻲ َرﻋﻴﱠ ًﺔ ﻣ ْﻦ اﻟْ ُﻤ ْﺴﻠﻤ‬
ُ ‫ﲔ ﻓَـﻴَ ُﻤ‬
Tidaklah seseorang diserahi tugas untuk mengurus urusan kaum
Muslim, lalu ia mati, sementara ia mengkhianati dan menzalimi
rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan surga bagi dirinya.
(HR al-Bukhari). []

09

Anda mungkin juga menyukai