Anda di halaman 1dari 9

Buletin Kaffah, No.

258
6 Safar 1443 H
2 September 2022 M

RAKYAT ADALAH AMANAH,


BUKAN BEBAN

D
alam waktu dekat Pemerintah berencana mengambil
kebijakan pahit untuk rakyat. Dalam pidatonya Presi-
den RI Joko Widodo mengisyaratkan akan menaikkan
kembali harga sejumlah BBM, termasuk Pertalite.
Padahal belum lama Pemerintah menaikkan harga sejumlah
BBM seperti Pertamax, Pertamax Turbo dan Solar Dex. Peme-
rintah beralasan subsidi BBM sebesar Rp 502 Triliun sudah
membebani APBN. Sebagai kompensasinya, Pemerintah akan
menyediakan bantalan sosial (bantuan sosial) bagi warga
terdampak.
Pemerintah, melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani, juga
berencana mengubah skema dana pensiun yang dipandang
menjadi beban negara. Pemerintah pun sudah bulat mulai
tahun depan akan menghapus pegawai non aparatur sipil
negara atau non ASN alias honorer. Kebijakan ini bakal dirasa-

01
kan pahit oleh rakyat. Apalagi sebelumnya Pemerintah juga
menaikkan iuran BPJS.
Ragam kebijakan di atas pastinya akan dirasakan sebagai
tambahan penderitaan rakyat. Pasalnya, selama ini mereka
sudah terjepit oleh beragam kenaikan harga kebutuhan po-
kok. Apalagi kenaikan harga BBM akan mendorong kenaikan
berbagai barang dan jasa, otomatis hidup rakyat semakin
nelangsa.

Rakyat Bukan Beban


Mengurus negara memang bukan pekerjaan mudah.
Namun, menganggap hak rakyat untuk mendapatkan subsidi
sebagai beban adalah keterlaluan. Negara yang memandang
rakyat sebagai beban hakikatnya adalah negara kapitalis.
Doktrin ideologi kapitalisme mengajarkan bahwa negara
menyerahkan kegiatan ekonomi sepenuhnya pada mekanis-
me pasar. Minim campur tangan negara. Warga yang hidup
dalam ideologi kapitalisme harus menjalani skema survival of
the fittest.
Tidak aneh jika rakyat sering mendengar pernyataan politisi
dan pejabat negara yang meminta rakyat untuk berjuang
sendiri. Ketika harga minyak goreng meroket dan langka di
pasaran, rakyat dianjurkan mengurangi memasak dengan cara
menggoreng. Ketika harga cabe naik, rakyat diminta untuk

02
berkebun cabe di halaman rumah. Ketika harga beras naik, ada
seruan agar rakyat miskin melakukan diet. Jangan banyak ma-
kan. Ketika harga telur naik, rakyat diminta juga jangan meri-
butkannya.
Bantuan yang disiapkan Pemerintah ada, namun diberikan
secara selektif, bukan untuk seluruh rakyat. Dalam kasus BBM,
pencabutan dana subsidi BBM sebesar Rp 502 triliun akan
diganti dengan tambahan bantalan sosial menjadi Rp 24,17
triliun untuk 20,65 juta kelompok keluarga penerima manfaat.
Pemerintah tutup mata bahwa dampak kenaikan tarif BBM
dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.
Ini bertolak belakang dengan kebijakan Pemerintah terkait
urusan pembangunan. Di tengah beragam krisis ekonomi yang
menimpa rakyat, rencana pembangunan Ibu Kota Nusantara
(IKN) tetap akan dilanjutkan. Padahal pembangunan IKN
menelan biaya Rp 486 Triliun. Sebesar 20 persennya diambil
dari APBN atau sekitar Rp 97 Triliun.
Pembangunan infrastruktur banyak yang mangkrak. Ada
juga yang membengkak pembiayaannya. Namun, Pemerintah
tetap ngotot minta dilanjutkan. Pembangunan jalur Kereta Api
Cepat Jakarta-Bandung mulanya diperhitungkan membutuh-
kan biaya Rp 86,5 triliun dan haram menggunakan duit APBN.
Kini biaya proyek tersebut menjadi Rp 114,24 triliun alias
membengkak Rp 27,09 triliun. Dana sebesar itu tentu tak

03
sedikit. Pemerintah Cina meminta agar Pemerintah Indonesia
turut membantu pembiayaan tersebut. Belum lagi pemba-
ngunan infrastruktur yang dibangun dengan biaya triliunan
rupiah malahan tidak bermanfaat untuk banyak orang.
Ketika negara mengeluhkan beban dana pensiun yang
sebenarnya hak para ASN karena potongan gaji semasa beker-
ja, justru Pemerintah banyak mengangkat tenaga kerja tamba-
han seperti wakil menteri, staf khusus dan stafsus milenial,
serta mendirikan lembaga-lembaga kenegaraan baru seperti
BPIP dan BRIN. Rata-rata mereka digaji hingga puluhan juta
rupiah. Pemerintah juga jor-joran memberikan bantuan kepa-
da para pengusaha hingga triliunan rupiah. Pada tahun 2018
para pengusaha sawit besar mendapatkan suntikan dana hing-
ga Rp 7,5 triliun. Pada saat yang sama, para pegawai honorer
akan diberhentikan. Ironi.

Rakyat Adalah Amanah


Cara pandang rakyat sebagai beban dan negara boleh
mengurangi hak-hak rakyat adalah kezaliman. Hal ini kontras
dengan ajaran Islam. Pertama: Islam menekankan bahwa rak-
yat adalah Amanah, sementara amanah wajib ditunaikan.
Allah SWT berfirman:

‫ﺎت إِ َﱃ أ َْﻫﻠِ َﻬﺎ‬


ِ َ‫إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪ ﻳﺄْﻣﺮُﻛﻢ أَ ْن ﺗُـﺆﱡدوا ْاﻷَﻣﺎﻧ‬
َ َ ْ ُُ َ َ

04
Sungguh Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada
yang berhak menerimanya. (TQS an-Nisa’ [4]: 58).

Berkaitan dengan ayat ini, Ali bin Abi Thalib ra. berkata,
“Wajib bagi imam (pemimpin) berhukum dengan yang Allah
turunkan serta menunaikan amanah.”
Islam menempatkan kedudukan penguasa di hadapan
rakyat ibarat penggembala. Ia harus mengurus hewan gem-
balaannya dengan sebaik-baiknya. Nabi saw. menegur pengu-
asa yang bersikap kasar dan zalim kepada rakyatnya:

ْ ‫إِ ﱠن َﺷﱠﺮ اﻟﱢﺮ َﻋ ِﺎء‬


ُ‫اﳊُﻄَ َﻤﺔ‬
Sungguh sejelek-jelek penggembala adalah yang kasar terhadap
hewan gembalaannya (HR Muslim).

Kedua: Penguasa dalam Islam wajib sekuat tenaga meme-


nuhi kebutuhan rakyat dan haram menelantarkan mereka.
Penguasa yang menelantarkan kebutuhan rakyat, apalagi
menghalangi hak mereka, telah diperingatkan oleh sabda
Rasulullah saw.:

‫اﳋَﻠﱠ ِﺔ َواﻟْ َﻤ ْﺴ َﻜﻨَ ِﺔ إِﱠﻻ‬


ْ ‫ﺎﺟ ِﺔ َو‬ ْ ‫َﻣﺎ ِﻣ ْﻦ إَِﻣ ٍﺎم ﻳـُ ْﻐﻠِ ُﻖ ﺑَﺎﺑَﻪُ ُدو َن َذ ِوي‬
َ َ‫اﳊ‬
‫ﺎﺟﺘِ ِﻪ َوَﻣ ْﺴ َﻜﻨَﺘِ ِﻪ‬ ِِ ِ
َ ‫اب اﻟ ﱠﺴ َﻤﺎء ُدو َن َﺧﻠﱠﺘﻪ َو َﺣ‬
َ ‫أَ ْﻏﻠَ َﻖ اﻟﻠﱠﻪُ أَﺑْـ َﻮ‬

05
Tidak seorang pun pemimpin yang menutup pintunya untuk
orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan dan orang
miskin, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekura-
ngan, kebutuhan dan kemiskinannya (HR at-Tirmidzi).

Islam juga melarang penguasaan sumber daya alam oleh


swasta asing maupun lokal seperti air, migas dan minerba
yang menyebabkan rakyat hanya mendapatkan keuntungan
sedikit dan harus membayar mahal untuk mendapatkan
semua itu.
Ketiga: Pelayanan dan pemenuhan kebutuhan untuk rakyat
berlaku sama dan adil. Tidak didasarkan pada perbedaan
status ekonomi maupun agama. Dalam Islam semua warga,
Muslim atau non-Muslim, miskin atau kaya, berhak menda-
patkan pelayanan dan jaminan hidup seperti pendidikan,
kesehatan, listrik, air bersih, BBM secara cuma-cuma atau
dengan harga ekonomis. Itu karena dalam Islam Negara
(Khilafah) tidak menempatkan hubungan penguasa dan
rakyat seperti pedagang dan pembeli.
Dalam sistem kapitalisme, pemberian subsidi selalu dituju-
kan untuk warga ekonomi lemah dengan mengabaikan kelom-
pok masyarakat lain. Sebenarnya ini adalah cara penguasa
kapitalis berkelit dari kewajiban mengurus rakyat. Mereka
menentukan sendiri besaran bantuan, jumlah penerimanya

06
dan kriteria orang yang berhak mendapatkan bantuan.
Akibatnya, banyak orang yang sebenarnya terdampak
tekanan ekonomi dan membutuhkan bantuan diabaikan. Ala-
sannya, mereka bukan orang miskin. Misalnya pada tahun
2021, Badan Pusat Statistik (BPS) menentukan bahwa status
warga miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran di
bawah Rp 472.525 perkapita perbulan. Dengan menghitung
tingkat pengeluaran hari ini, maka angka tersebut sangat tidak
realistis.
Keempat: Dalam Islam Khalifah dan para pejabat negara
membatasi jaminan hidup mereka demi mendahulukan
kesejahteraan rakyat. Diriwayatkan bahwa Khalifah Umar ra.
menolak kenaikan tunjangan hidup dari Baitul Mal untuk
keluarganya karena malu dan ingin mengikuti kehidupan
Rasulullah saw. Sikap ini berasal dari peringatan Nabi saw.
kepada para penguasa agar jangan memiliki kehidupan yang
lebih mewah dibandingkan rakyatnya. Beliau bersabda:

‫ﺼ َﻌﺔٌ ﻳَﺄْ ُﻛﻠُ َﻬﺎ ُﻫ َﻮ‬ ِ َ‫اﷲ إِﻻ ﻗ‬ ِ ‫ﻻَ َِﳛ ﱡﻞ ﻟِْﻠﺨﻠِﻴ َﻔ ِﺔ ِﻣﻦ ﻣ ِﺎل‬
ْ َ‫ ﻗ‬:‫ﺼ َﻌﺘَﺎن‬
ْ َْ َ
ِ ‫ﲔ ﻳَ َﺪ ِي اﻟﻨ‬
‫ﱠﺎس‬ َ ْ ‫ﻀﻌُ َﻬﺎ ﺑَـ‬
َ َ‫ﺼ َﻌﺔٌ ﻳ‬
ْ َ‫َوأ َْﻫﻠُﻪُ َوﻗ‬
Tidak halal Khalifah memiliki harta dari Allah, kecuali dua piring
saja. Satu piring untuk kebutuhan makannya bersama keluar-
ganya dan satu piring lagi untuk ia berikan kepada rakyatnya
(HR Ahmad).

07
Kelima: Negara Khilafah akan membebaskan warga ahludz-
dzimmah (non-Muslim) dari pungutan jizyah jika mereka tidak
mampu. Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. pernah membe-
rikan titah pada Baitul Mal untuk menghentikan pungutan
jizyah terhadap warga non-Muslim ahludz-dzimmah saat mere-
ka tidak mampu, apalagi jika telah berusia lanjut. Inilah bentuk
pelayanan Negara Khilafah terhadap warga non-Muslim. Se-
baliknya, dalam sistem kapitalisme, semua warga, termasuk
orang miskin tetap dikejar-kejar pajak atau terkena sanksi.
Bahkan Menteri Keuangan pernah menyindir warga yang ti-
dak mau bayar pajak sebaiknya tidak tinggal di negeri ini.
Keenam: Islam akan memprioritaskan pembangunan yang
benar-benar bermanfaat untuk rakyat banyak, bukan proyek
mercusuar yang hanya dinikmati segelintir orang dan mengun-
tungkan kaum oligarki. Untuk itu setiap pembangunan harus
dikaji mendalam agar bermanfaat bagi umat dan tidak sia-sia.
Tidak seperti sekarang. Banyak proyek yang mangkrak. Biaya-
nya membengkak, tetapi minim manfaat untuk rakyat. Apalagi
pembangunan itu dibiayai dari utang ribawi.
Wahai kaum Muslim! Persoalan hari ini tidak akan tuntas
selama kaum Muslim tidak menerapkan syariah Islam dan
memiliki pemimpin yang mengurus mereka dengan adil dan
amanah. Sebabnya, hanya dalam Islam kepala negara (Khali-
fah) diangkat untuk mengurus seluruh rakyat, bukan berpihak

08
kepada oligarki seperti yang terjadi hari ini. Karena itu mari kita
kembali pada sistem dan kepemimpinan Islam jika kita meng-
harapkan kehidupan yang penuh berkah. []

HIKMAH:

Rasulullah saw. bersabda:

‫ﻮل َﻋ ْﻦ َر ِﻋﻴﱠﺘِ ِﻪ‬ ِْ


ٌ ُ‫اﻹ َﻣ ُﺎم َر ٍاع َوَﻣ ْﺴﺌ‬
Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan
bertanggung jawab (di hadapan Allah SWT, red.) atas rakyat
yang dia urus. (HR al-Bukhari dan Muslim). []

09

Anda mungkin juga menyukai