Anda di halaman 1dari 19

MATERI PROMOSI KESEHATAN

A. KONSEP PROMOSI KESEHATAN


1. Definisi Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan merupakan revitalisasi dari pendidikan kesehatan pada
masa yang lalu, dimana dalam konsep promosi kesehatan tidak hanya merupakan
proses penyadaran masyarakat dalam hal pemberian dan peningkatan pengetahuan
dalam bidang kesehatan saja, tetapi juga sebagai upaya yang mampu menjembatani
perubahan perilaku, baik didalam masyarakat maupun dalam organisasi dan
lingkungannya. Perubahan lingkungan yang diharapkan dalam kegiatan promosi
kesehatan meliputi lingkungan fisik-nonfisik, sosial-budaya, ekonomi, dan politik
(Nurmala et al., 2018).
Definisi promosi kesehatan juga tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1148/MENKES/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan promosi
kesehatan di Daerah, disebutkan bahwa promosi kesehatan merupakan upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari,
oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri,
sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan public yang berwawasan
kesehatan.
2. Tujuan Promosi Kesehatan
Tujuan promosi kesehatan adalah meningkatkan kemampuan baik individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat agar mampu hidup sehat dan mengembangkan
upaya kesehatan yang bersumber masyarakat serta terwujudnya lingkungan yang
kondusif untuk mendorong terbentuknya kemampuan tersebut (Notoatmodjo, 2012).
Adapun tujuan promosi kesehatan berdasarkan beberapa pandangan, yaitu
menciptakan/membuat masyarakat yang:
a. Mau (Willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatannya
b. Mampu (Ability) memelihara dan meningkatkan kesehatannya
c. Memelihara kesehatan, berarti mau dan mampu mencegah penyakit
d. Melindungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan
e. Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu meningkatkan kesehatannya.
3. Prinsip Promosi Kesehatan
Sebagai seorang calon perawat profesional yang akan menjalani tugas-tugas
kesehatan termasuk didalamnya adalah promosi kesehatan, maka anda akan berhasil
mengatasi keadaan jika menguasai sub bidang keilmuan yang terkait berikut ini,
diantaranya:
a. Komunikasi
b. Dinamika Kelompok
c. Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat (PPM)
d. Pengambangan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)
e. Pemasaran Sosial (Social Marketing)
f. Pengembangan Organisasi
g. Pendidikan dan Pelatihan
h. Pengembangan Media (Teknologi Pendkes)
i. Perencanaan dan evaluasi
j. Antropologi Kesehatan
k. Sosiologi Kesehatan
l. Psikologi Kesehatan, Dll.

Selain itu, ada beberapa prinsip promosi kesehatan yang harus diperhatikan
oleh kita sebagai calon/perawat profesional, seperti yang diuraikan berikut ini.

a. Prinsip-prinsip Promosi Kesehatan dalam Keperawatan


Interaksi Perawat/petugas kesehatan dan klien merupakan hubungan
khusus yang ditandai dengan adanya saling berbagi pengalaman, serta memberi
sokongan dan negosiasi saat memberikan pelayanan kesehatan.
Pembelajaran yang efektif terjadi ketika klien dan perawat/petugas
kesehatan samasama berpartisipasi dalam Proses Belajar Mengajar yang
terjadi.Agar hubungan pembelajaran memiliki kualitas positif, baik secara
individual, kelompok maupun masyarakat, hendaknya diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1) Berfokus pada Klien
Klien mempunyai nilai, keyakinan, kemampuan kognitif dan gaya
belajar yang unik, yang dapat berpengaruh terhadap pembelajaran. Klien
dianjurkan untuk mengekspresikan perasaan dan pengalamannya kepada
perawat, sehingga perawat lebih mengerti tentang keunikan klien dan dalam
memberikan pelayanan dapat memenuhi kebutuhan klien secara individual.
2) Bersifat menyeluruh dan utuh
Dalam memberikan promosi kesehatan harus dipertimbangkan klien
secara keseluruhan, tidak hanya berfokus pada muatan spesifik.
3) Negosiasi
Perawat/Petugas kesehatan dan klien bersama-sama menentukan apa
yang telah diketahui dan apa yang penting untuk diketahui. Jika sudah
ditentukan, buat perencanaan yang dikembangkan berdasarkan masukan
tersebut. Jangan memutuskan sebelah pihak.
4) Interaktif
Kegiatan dalam promosi kesehatan adalah suatu proses dinamis dan
interaktif yang melibatkan partisipasi perawat/ petugas kesehatan dan klien.
Keduanya saling belajar. Untuk itu, maka perlu diperhatikan dan dipelajari
pula prinsip-prinsip dalam Proses Belajar Mengajar (PBM), yang mencakup:
a) Faktor-faktor pendukung (misalnya: Motivasi , Kesiapan , Pelibatan
Aktif /Active Involvement, Umpan Balik / feedback, memulai dari hal
yang sederhana sampai kompleks , adanya pengulangan materi /
repetition, waktu/ timing dan lingkungan / environment)
b) Penghambat belajar (seperti emosi, kejadian/keadaan fisik dan psikologis
yang sedang terganggu atau budaya)
c) Fase-fase dalam PBM (mulai dari persiapan, pembuka, pelaksanaan dan
penutup Topik), serta

Perhatikan adanya perubahan perilaku yang terjadi, terdiri dari tiga


karakteristik, yaitu:

a) Perubahan Intensional, yaitu perubahan yang terjadi berkat


pengalaman/praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari, bukan
karena faktor kebetulan.
b) Perubahan Positif dan aktif. Positif: jika perubahannya baik, bermanfaat
dan sesuai harapan. Merupakan sesuatu yang baru dan lebih baik dari
sebelumnya. Aktif: perubahan tersebut tidak terjadi dengan sendirinya,
tetapi karena usaha individu itu sendiri
c) Perubahan Efektif dan Fungsional. Efektif : Perubahan tersebut berhasil
guna dan membawa pengaruh, makna dan manfaat tertentu bagi individu.
Fungsional: perubahan tersebut relatif menetap dan setiap saat siap apabila
dibutuhkan, perubahan tersebut dapat diproduksi dan dimanfaatkan
(Susilowati, 2016).
4. Paradigma dalam Promosi Kesehatan
Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir, atau model pembanguan kesehatan
yang memandang masalah kesehatan saling terkait dan mempengaruhi banyak
faktor yang bersifat lintas sektoral dengan upaya yang lebih diarahkan pada peningkatan,
pemeliharaan, serta perlindungan kesehatan, tidak hanya pada upaya penyembuhan penyakit
atau pemulihan kesehatan.

B. RUANG LINGKUP PROMOSI KESEHATAN (MALIK)

C. FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI PROMOSI


KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KESEHATAN
1. Faktor Predisposisi
Faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu.
Yang termasuk dalam kelompok faktor predisposisi:
a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Nilai-nilai budaya
d. Persepsi
Faktor pedisposisi juga dipengaruhi beberapa karakteristik individu:
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Tingkat pendidikan
d. Pekerjaan
2. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)
Faktor yang memperkuat (atau kadang-kadang justru dapat memperlunak)
untukterjadinya perilaku tersebut. Atau bisa diartikan sebagai faktor penguat bagi
seseoranguntuk mengubah perilaku seperti tokoh masyarakat, undang-undang,
peraturan-peraturandan surat keputusan. Kelompok faktor penguat meliputi
a. Pendapat
b. Dukungan sosial
c. Pengaruh teman
d. Kritik baik dari teman-teman sekerja atau lingkungan bahkan juga saran
e. Umpan balik dari petugas kesehatan
3. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu atau menungkin
kan suatu motivasi direalisasikan. Yang termasuk dalam kelompok faktor
pemungkin:
a. Ketersediaan pelayanan kesehatan
b. Aksesibilitas dan kemudahan pelayanan kesehatan baik dari segi jarak
maupun biaya dan sosial
c. Adanya peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang
perilakutertentu tersebut

D. MODEL PROMOSI KESEHATAN (MALIK)

E. STRATEGI DALAM MELAKUKAN PROMOSI KESEHATAN


Strategi utama dalam promosi kesehatan yaitu adanya upaya advokasi, dukungan
sosial dan pemberdayaan masyarakat. Upaya inilah yang disebut sebagai misi dalam
promosi kesehatan. Secara umum misi promosi kesehatan ini ada 3, yaitu (Susilowati,
2016):
1. Advokasi (advocate).
Sejalan dengan misi advokat, promosi kesehatan harus dapat membuat kondisi
politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan dan perilaku menjadi menguntungkan
bagi kesehatan. Kegiatan advokasi ini dilakukan terhadap para pengambil keputusan
dari berbagai tingkat, dan sektor terkait dengan kesehatan. Tujuan kegiatan ini adalah
meyakinkan para pejabat pembuat keputusan atau penentu kebijakan, bahwa program
kesehatan yang akan dilaksanakan tersebut penting (urgent). Sasaran promkes pada
tahap ini merupakan sasaran tersier.
2. Mediasi/dukungan sosial (Mediate)
Promosi kesehatan juga mempunyai misi “mediator” atau “menjembatani”
antara sektor kesehatan dengan sektor yang lain sebagai mitra (social support)
dengan pemerintah dan lembaga non pemerintah, dunia industri dan media, sehingga
terjadi aksi terkoordinasi untuk kesehatan. Sasarannya disebut sasaran sekunder.
3. Pemberdayaan masyarakat (Enable/Empowerment)
Promosi kesehatan mempunyai misi utama memampukan masyarakat (enable),
membuat masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan secara
mandiri, dengan menggali seluruh potensi yang ada untuk perbaikan kesehatan,
dengan memberikan pelatihan, pemberian informasi dan lingkungan yang
mendukung. Ini merupakan sasaran utama/primer dari promosi kesehatan.

F. TEMPAT-TEMPAT DAN SASARAN PROMOSI KESEHATAN (MALIK)

G. PERAN PERAWAT DALAM PROMOSI KESEHATAN


1. Peran Perawat dalam Tatanan Individu dan Keluarga
a. Edukator
Perawat memberikan pendidikan kesehatan melalui penyuluhan
kesehatan. Misalnya: sebagai perawat komunitas akan secara berkala melakukan
kunjungan rumah pada individu atau keluarga yang mengalami penyakit TBC.
Keluarga atau individu akan diberikan pendidikan kesehatan mengenai rumah
sehat, PMO dan cara penularan
b. Role Model
Perawat akan memberikan contoh tentang cara mempertahankan
kesehatan. Peran ini sejalan dengan peran sebagai edukator. Misalnya seorang
perawat keluarga melakukan kunjungan rumah pada keluarga yang salah satu
anggota keluarganya mengalami TBC. Pada kunjungan tersebut perawat  akan
memberikan penyuluhan sekaligus contoh misalnya tentang tata cara batuk
efektif. Dalam hal ini perawat akan memberikan demonstrasi mengenai cara
batuk efektif.
c. Fasilitator
Perawat akan membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi
masalah kesehatan yang dihadapi individu atau keluarga. Misalnya dalam
kunjungan keluarga perawat menemukan masalah kesehatan pada anggota
keluarga tersebut. Perawat akan membantu keluarga memecahkan masalah
tersebut dengan melibatkan keikut sertaan keluarga merawat anggota keluarga
yang sakit.
Peran perawat dalam promosi kesehatan pada individu atau keluarga pada
dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, kemauan, dan pengetahuan
individu atau keluarga dalam upaya peningkata derajat kesehatan.
2. Peran Perawat dalam Tatanan Sarana Kesehatan, Institusi Pendidikan, Tempat
Kerja, dan Tempat Umum
Promosi kesehatan adalah upaya memberdayakan perorangan, kelompok, dan
masyarakat agar memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatannya melalui
peningkatan pengetahuan, kemauan,dan kemampuan serta mengembangkan iklim
yang mendukung, dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat sesuai dengan
factor budaya setempat. 
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan sangat erat kaitannya dengan
lingkungan sarana kesehatan semisal rumah sakit, puskesmas, dan posyandu.
Di lingkungan rumah sakit perawat selain berhadapan dengan pasien yang dirawat
juga berinteraksi dengan anggota keluarga yang memerlukan informasi mendalam
yang berkenaan dengan status kesehatan. Upaya promosi kesehatan dalam hal ini
pendidikan kesehatan sangat bermanfaat untuk meningkatkan status kesehatan pasien
dan keluarga. Hal yang dapat dilakukan pada lingkungan rumah sakit adalah
melakukan penyuluhan baik secara massal ataupun individu di rumah sakit. Kegiatan
pendidikan kesehatan maupun penyuluhan dilakukan di sisi pasien serta keluarga
secara khusus mengenai suatu penyakit dan upaya penyelesaian masalah kesehatan yang
dihadapi.
Perawat di puskesmas sebagai tenaga kesehatan, minimal dapat berperan
sebagai pemberi pelayanan kesehatan melalui asuhankeperawatan, pendidik atau
penyuluh kesehatan, penemu kasus, penghubung dan coordinator, pelaksana
konseling keperawatan dan model peran. Dua peran perawat kesehatan komunitas
yaitu
sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan serta pelaksana konselingkeperawatan
kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakatmerupakan bagian dari ruang
lingkup promosi kesehatan (Efendi & Makhfudi, 2009).
Di lingkungan Puskesmas upaya promosi kesehatan lebih ditekankan
daripada di rumah sakit. Sebagai contoh perawat dikomunitas menyikapi dan
menindak lanjuti perilaku masayarakat bantaran sungai yang selalu melakukan BAB
di sungai sehingga mengotori dan mencemari sungai yang menjadi sumber air bersih
keperluan masyarakat setempat. Perawat beranggapan bahwa suatu masalah
kesehatan sebagai contoh diare. Diare yang terjadi akibat tercemarnya sumber air
bersih tidak akan tuntas apabila hanya mengobati pasien di rumah sakit tanpa
memotong atau menyingkirkan
penyebab utamanya. Penyebab utamanya yaitu pencemaran serta pengkontaminasian
sumber air sungai yang menyebabkan keadaan diare pada masayarakat setempat.
Di lingkungan posyandu baik posyandu balita maupun lansia sama halnya
dengan program yang ada di puskesmas yaitu upaya promosi kesehatan seperti
penyuluhan dan upaya preventif seperti pemberian imunisasi pada balita serta
pemeriksaan kesehatan secara berkala pada lansia yang berada di wilayah lingkungan
posyandu.
Di lingkup istitusi pendidikan, peran perawat pendidik dalam upaya promosi
kesehatan tidak kalah besarnya. Dalam kurikulum bahkan silabus yang disusun selalu
ada dimasukkan pengajaran tentang simulasi pendidikan baik setting individu,
kelompok bahkan komunitas pada tahap pendidikan akademik. Di keadaan nyata
mahasiswa serta dosen keperawatan sering kali melakukan kegiatan pengabdian
masyarakat yang umumnya juga menggambarkan upaya promosi kesehatan seperti
pendidikan kesehatan pada kelompok tertentu dan penyuluhan pada masayarakat
umum. Di lingkungan kerja peran perawat sangat diharapkan karena keterbatasan
pengetahuan yang dimiliki para pekerja, misalkan upaya promosi kesehatan
dalam tatanan Kesehatan Keselamatan Kerja (K3). Lingkungan pabrik yang
umumnya mempunyai paparan terhadap debu, polusi serta risiko adanya cidera
sangat penting bagi perawat dalam memberikan pemahaman baik dengan cara
pendidikan kesehatan maupun penyuluhan mengenai pemakaian Alat Pelindung Diri
(APD). APD yang mereka pakai diharapkan dapat melingdungi dari segala
risiko yang mungkin terjadi pada para pekerja.
Di tempat umum peran perawat tidak kalah penting dalam upaya promosi
kesehatan karena disana masyarakat sering berkumpul, bercengkrama bahkan
melakukan aktivitas. Beberapa contoh tempatumum antara lain Pasar, Halte Bus,
Terminal, Stasiun, Pelabuhan bahkan Bandara yang semuanya sangat diharapkan
tidak terdapat kegiatan ataupun perilaku yang merugikan bahkan membahayakan
orang lain. Merokok di tempat umum sebagai contoh sangat dilarang karena dapat
menyebabkan polusi udara. Peran perawat untuk mensosialisasikan peraturan tentang
pelarangan kegiatan merokok ditempat umum merupakan salah satu upaya dalam
promosi kesehatan
3. Peran Perawat dalam Tatanan Organisasi Kemasyarakatan/Organisasi
Upaya promosi kesehatan dilakukan agar tercapai masyarakat yang sehat
dan mandiri, hal ini tidak hanya dilakukan oleh perawat maupun tenaga kesehatan
namun harus bekerja sama dengan organisasi kemasyarakatan/LSM/organisasi
profesi dan media massa yang peduli dengan kesehatan. Kerja sama tersebut dapat
berupa pemberian informasi yang terus-menerus agar klien dapat berubah dari tidak
tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge) dari tahu menjadi mau (aspek
attitude) dan dari mau menjadi mampu melakukan perlaku yang diperkenalkan
(aspek practise).
Agar terjalin kerja sama yang baik maka peran perawat pada tatanan ini
adalah memberikan advokasi, hal ini penting untuk mendapatkan komitmen dan
dukungan dari sasaran advokasi. Pada tatanan ini umumnya advokasi dapat beberapa
tahap antara lain: Menyadari adanya suatu masalah, Tertarik untuk ikut mengatasi
masalah, Pedulu terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan beberapa
alternatif pemecahan masalah, Sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih
salah satu alternatif dan memutuskan tindak kanjut kesepakatan. Dengan demikian
advokasi harus dilakukan secara terencana, cermat dan tepat
4. Peran Perawat dalam Tatanan Program/Petugas Kesehatan
Kegiatan yang dilakukan terintegrasi sesuai fungsi manajemenmeliputi
perencanaan, penggerakan pelaksanaan, pengawasan pengendalian dan penilaian,
yang dilakukan diberbagai tingkatadministrasi baik dipusat, propinsi maupun
kabupaten/ kota. Kegiatan tersebut memuat stategi promosi kesehatan yaitu
pemberdayaan masyarakat, bina suasana dan advokasi.
a. Perencanaan pada tahap perencanaan dilakukan kegiatan sebagai berikut:
1) Pengkajian yang dimaksud untuk mendapatkan informasi tentang besaran
masalah dan penyebabnya, potensi yang dapat didayagunakan dalam
pemecahan masalah.
2) Menggalang komitmen dan dukungan dari lintas program dan sektor dalam
pelaksanaan integrasi melalui pertemuan lintas program dan sektor terkait
dalam promosi kesehatan.
3) Menyusun perencanaan integrasi promosi kesehatan dan program kesehatan.
b. Penggerakan pelaksanaana
1) Melaksanakan integrasi promosi kesehatan dalam program kesehatan di
kabupaten/kota sesuai rencana yang telah disepakati bersama.
2) Melaksanakan pertemuan koordinasi lintas program dan sektor secara berkala
untuk menyelaraskan kegiatan.
c. Pengawasan, pengendalian dan penilaian
Pengawasan, pengendalian dan penilaian dilakukan disetiap tahap fungsi
manajemen.
1) Pengawasan untuk melihat apakah kegiatan dilaksanakansesuai rencana yang
telah ditetapkan.
2) Pengendalian dilakukan agar kegiatan yang telahdilaksanakan sesuai dengan arah
dan tujuan, mengantisipasimasalah/ hambatan yang mungkin terjadi.
3) Penilaian dilakukan untuk melihat keberhasilan pelaksanaanintegrasi `pada
akhir kegiatan.
4) Mendokumentasikan kegiatan integrasi, untuk bahan pembelajaran perbaikan
program integrasi mendatang.
5) Memberikan umpan balik kepada lintas program dan sektorterkait untuk
perbaika kegiatan integrasi selanjutnya
d. Kegiatan integrasi promosi kesehatan
Kegiatan yang dilakukan dalam berbagai tatanan rumah tangga, bina suasana dan
advokasi yang meliputi:
1) Integrasi promosi kesehatan dengan program KIA dan Anak 
2) Integrasi promosi kesehatan dengan program gizi masyarakat
3) Integrasi promosi kesehatan dengan program lingkungan sehat
4) Integrasi promosi kesehatan dengan program jaminan pemeliharaan
kesehatan (JPK)
5) Integrasi promosi kesehatan dengan program pencegahan dan
penanggulangan penyakit tidak menular (P2PTM).
5. Peran Perawat dalam Tatanan Lembaga Pemerintahan
Promosi kesehatan sebagai proses mengupayakan individu dan masyarakat
untuk meningkatkan kemampuan mereka mengendalikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya.
Perawat mempunyai peran penting dalam meningkatkan kesehatan salah satunya
bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain memanfaatkan dan memaksimalkan
fasilitas pelayanan kesehatan sebagai tempat untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Setiap indivividu
memiliki kesempatan untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu dan aman, hal ini
sejalanan dengan UU RI no. 36 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa, setiap orang
mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu
dan terjangkau. Dalam UU tersebut pasal 16 dinyatakan bahwa
pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan
yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.
Perawat mempunyai banyak peran dimana dalam setiap perannya bertujuan
untuk mensukseskan dan mendukung program pemerintah, antara lain mendukung
dalam program:
a. Integrasi dengan Program Kesehatan Ibu dan Anak
b. Integritasi dengan program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK).
c. Integrasi dengan Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak
Menular (P2PTM)

H. BENTUK KEGIATAN PROMOSI KESEHATAN (MALIK)

I. PRINSIP-PRINSIP KESEHATAN
Agar usaha kesehatan masyarakat dapat terlaksana dengan baik ada beberapa
prinsip pokok yang harus diperhatikan, yaitu (Eliana & Sumiati, 2016):
1. Sasaran pelayanan meliputi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
2. Dasar utama dalam pelaksanaan perawatan kesehatan masyarakat adalah
menggunakan metode pemecahan masalah yang dituangkan dalam pelayanan
kesehatan
3. Kegiatan utama pelayanan kesehatan adalah di masyarakat bukan di rumah sakit.
Tenaga kesehatan adalah tenaga yang generalis
4. Peran tenaga kesehatan terpenting adalah sebagai pendidik (health education) dan
pembantu (change egent)
5. Praktik kesehatan masyarakat timbul dari kebutuhan aspirasi, masalah dan sumber
yang terdapat di masyarakat
6. Praktik kesehatan masyarakat di pengaruhi perubahan dalam masyarakat pada
umumnya dan perkembangan masyarakat pada khususnya
7. Praktik kesehatan masyarakat adalah bagian dari sistem kesehatan masyarakat
8. Praktik kesehatan masyarakat merupakan gambaran dari seluruh program kesehatan
di masyarakat.
J. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PENDIDIKAN KESEHATAN
(MALIK)

K. KONSEP HEALTH LITERACY


1. Pengertian Health Literacy
Literasi Kesehatan adalah sebuah tujuan kesehatan global, promosi dalam
menigkatkan pemahaman, startegi komunitas dan digunakan untuk meningkatkan
Kesehatan pasien dengan literasi Kesehatan yang terbatas (Parnell, 2019).
Health literacy diartikan sebagai suatu akses ke layanan kesehatan dimana
individu dapat memahami dan menggunakan sistem informasi kesehatan,
menafsirkan masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan membuat keputusan
yang tepat (Ilgun et al, 2015). Health literacy merupakan salah satu faktor sosial yang
berhubungan dengan kesehatan dan gambaran bagaimana seorang individu dapat
mengerti, menggunakan, dan mengaplikasikan informasi terhadap kesehatan dan
sakit. Health literacy merupakan kondisi yang penting untuk meningkatkan kesehatan
mental dan fisik (Veenker & Paans, 2016).
2. Konsep Model Health Literacy (BELUM DAPAT)
3. Dimensi Health Literacy
Menurut (NAAL)National Assesment of Adult Literacydalam White, 2008),
health literacy dibagi menjadi 3 dimensi, yaitu:
a. Proses literacy yaitu pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk mencari,
memahami dan menggunakan informasi dari bacaan (rangkaian kalimat dalam
paragraf). Contohnya mengumpulkan informasi kesehatan melalui media cetak
maupun media internet.
b. Document literacy, merujuk pada pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
individu untuk dapat memahami dan menggunakan teks, brosus, bacaan dalam
berbagai jenis format (daftar, baris, kolom, matriks, dan grafik). Contohnya
seperti mengisi formulir pendaftaran saat berobat, mencari lokasi fasilitas
kesehatan pada peta, dan memahami dosis obat yang tepat pada label obat.
c. Quantitative literacy, merupakan pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan
untuk mengihitung, menggunkan informasi dan angka bentuk cetak. Contohnya
adalah jika seorang pasien dihadapkan pada biaya asuransi yang berbeda dan
mereka dapat membandingkannya, menghitung informasi gizi pada label
makanan, memahami waktu minum obay dan mnyesuaikan dosis obat jika terjadi
perkembangan kondisi (White, 2008).

4. Faktor yang Mempengaruhi Health Literacy


a. Usia
Health literacy pada individu, dapat berubah seiringdengan bertambahnya
usia. Kaadaan seperti ini dapat disebabkan oleh punuruan kemampuan berfikir,
rentang waktu setelah lulus pendidikan terakhir, dan menurunnya kemampuan
sensoris (Shah, dkk, 2010). Membaca dan memahami suatu informasi adalah
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan berfikir (Ng, E &
Ombariba, 2010).
b. Bahasa
Kemampuan berbahasa dapat mempengaruhi tingkat health literacy
seseorang. Health literacy membutuhkan keahlian seseorang untuk dapat
membaca, menulis, berhitung, berpikir kritis, dan membuat keputusan (Santosa
dkk., 2012). Dalam era moderen seperti ini , orang sudah tidak cangung lagi
dengan buku, brosur terkait pendidikan kesehatan, instruksi minum obat, form
asuransi, tagihan obat, informasi gizi, dan informed consent, karena hal-hal
tersebut yang akan mejadi hambatan komunikasi seseorang dengan tenaga
kesehatan jika mereka belum mengenal hal tersebut (Singleton dkk, 2009).
c. Etnis
Berbagai penelitian diluar negeri menunjukkan bahwa etnis tertentu,
khususnya yang etnis yang menjadi minoritas dalam suatu populasi, memiliki
tingkat health literacy yang lebih rendah. Keadaan ini dapat disebabkan karena
ketidakseimbangan sosial dan ekonomi secara historis maupun saat ini, dan
berbagai diskriminasi yang masih terjadi. Tempat pemukimann yang terpisah,
kurangnya akses pendidikan, dan bergbagai hambatan dalam kesempatan
ekonomi menjadi beberapa faktor yang menyebabkan kesenggangan ini (Santosa
dkk., 2012).
d. Jenis Kelamin
Jenis kelamin antara pria dan wanita secara biologis dapat mempengaruhi
tingkat health literacy seseorang. Namun sebenarnya yang berperan sebagai
determinan health literacy yaitu karakteristik, peran, tanggung jawab, dan atribut
antara pria dan wanita yang dibangun secara sosial yang dikenal dengan istilah
gender (Dodson dan Richard, 2014). Tidak semua sifat buruk suatu gender
menjadikan health literacy menjadi cenderung terbatas, tapi karakter yang
terbentuk dari faktor social.
e. Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi health literacy secara langsung maupun
secara tidak langsung. Secara langsung, pendidikan mempengaruhi seseorang
dalam menguasai berbagai bidang dan juga mempengaruhi kemampuan dalam
mengumpulkan serta menginteprtasikan berbagai informasi, termasuk informasi
yang terkait kesehatan. Kemampuan ini pada akhirnya akan mempengaruhi
referensi seseorang serta pilihan-pilihan perilaku dan gaya hidupnya. Selain
berdampak pada pembentukan pengetahuan kesehatan, pendidikan juga
membentuk kemampuan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk pembelajaran
kesehatan, misalnya kemampuan membaca berbagai sumber informasi kesehtaan,
kemampuan penggunaan sosial media/internet untuk mendapatkan informasi
kesehatan (Santosa dkk., 2012).
f. Pekerjaan
Status pekerjaan mempengaruhi kemampuan ekonomi seseorang sehingga
menentukan pula kemampuan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, dan
mendapatkan sumber-sumber informasi kesehtan lainnya. Selain itu, dengan
bekerja maka lebih kemungkinan bagi seseorang untuk mendapatkan jaminan
kesehatan dari tempatnya bekerja. Hal ini akan makin memperbesar peluangnya
untuk dapat mengakses informasi dan pelayanan kesehatan. Memurut (Ng, E &
Ombariba, 2010), dengan bekerja maka seseorang akan lebih terlibat
dalamkegiatan-kegiatan seperti membaca, menulis, berhitung dalam konteks
pekerjaannya. Hal ini akan membentuk dan meningkatkan kemampuan dalam
memahami istilah, angka teks terkait kesehatan (Santosa dkk., 2012).
g. Pendapatan
Faktor ekonomi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mendapatkan
pendidikan dan pelayanan kesehatan sehingga pada akhirnya mempengaruhi
tingkat kemampuan memperoleh, memahami, dan menggunakan informasi
kesehatan (Simmich, 2009). Penelitian yang dilakukan diberbagai negara
menunjukkan keterkaitan antara pendapatan yang rendah dengan tingkat health
literacy yang rendah pula (Ng, E&Ombariba, 2010).
h. Akses Pelayanan Kesehatan
Mengemukakan bahwa akses ke pelayanan kesehatan bergantung pada
pelayanan, sana transportasi yang tersedia, untuk mencapai pelayanan kesehatan,
dan adanya asuransi atau jaminan kesehatan (Santosa dkk., 2012). Akses
pelayanan kesehtan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
mendapatkan informasi kesehatan. Penelitian health literacy skala nasional di
Amerika pada tahun 2003 menunjukkan keterkaitan antara salah satu bagian
akses pelayanan kesehatan yaitu asuransi kesehatan dengan tingakat health
literacy sebanyak 53% penduduk yang tidak memiliki jaminankesehatan memiliki
tingkat health literacy yang rendah (White, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh
Bains, S & Egede (2011) juga menunjukkan hasil bahwa pada orang-orang yang
tidak memiliki jaminan kesehatan terdapat proporsi tingkat health literacy rendah.
i. Akses Informasi Kesehatan
Teknologi informasi yang canggih pada saat ini merupakan alat penyebar
informasi kesehatan sehingga akses individu kepada teknologi informasi menjadi
salah satu faktor yang menentukan health literacy (Pawlak, 2005). Hal ini terbukti
dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin bertambah pesat seperti
sekarang misalnya, makin banyaknya informasi kesehatan yang dapat diakses
melalui internet (McRay, 2005).
5. Dampak Health Literacy (BELUM DAPAT)
6. Kategori Health Literacy (BELUM DAPAT)
7. Instrument Health Literacy
Tingkat health litaracy seseorang dapat diketahui melalui beberapa alat ukur
yang telah peneliti terdahulu membuat beberapa alat ukur. Tiap alat ukur dapat
mencakup, memfasilitasi seseorang yang mempunyai health literacy yang masih
rendah untuk dapat berkembang dengan cara-cara yang efektif (Fransen dkk, 2011).
Pengukuran health literacy saat ini mengukur secara fungsional yaitu kemampuan
individu dalam membaca, menulis, berhitung dan memahami informasi yang
tersedia. Ada pun alat ukur yang sering digunakan saat ini antara lain:
a. Test of functional Health literacy in Adults (TOFHLA)
TOFHLA adalah suatu alat ukur berupa kuesioner. Alat ukur ini terdapat
dua bagian yang berbeda. Pada bagian pertama, pasien diberikan informasi medis
(bisa berupa anjuran cara minum obat, prosedur tindakan medis). Responden
dipersilahkan untuk membaca infromasi tersebut, kemudian responden diminta
menjawab pertanyaan peneliti untuk menguji pemahaman meraka dari informasi
yang diberikan. Bagian kedua, peneliti menggunakan metode Cloze, responden
diberikan bacaan medis, dan ada beberapa bagian yang sengaja dikosongi.
Responden diminta untuk mengisi kata yang kosong tersebut dengan cara
memilih pada pilihan ganda yang telah disediakan. Alat ukur ini terdapat 50 poin
yang digunakan untuk menguji pemahaman bacaan dan 17 poin untuk mengukur
kemampuan berhitung. Nilai 0-59 ditunjukkan untuk health literacy yang kurang,
nilai 60-74 menyatakan health literacy marginal, sedangkan nilai 75-100
menunjukkan health literacy yang tinggi. Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi
kuesioner ini sekitar 20-25 menit, kemudian pada penelitian selanjutnya
dikembangkan versi pendek dari TOFHL yaitu menjadi ShortTest of functional
Health literacy in Adults (S-TOFHLA). Dalam S-TOFHLA terdapat 36
pertanyaan dari versi lengkapnya, pada versi ini tidak menggunakan kemampuan
angka dan membutuhkan waktu 7-12 menit untuk mengisi. Nilai 0-53
menunjukkan health literacy rendah, nilai 54-66 menunjukkan health literacy
marginal dan nili 67-100 menyatakan health literacy tinggi (DeWalt, D &
Pignone, 2008).
b. Rapid Estimate of Adult Literacy in Medicine (REALM)
REALM merupakan suatu alat ukur berupa kuesioner yang terdiri dari 66
kosa kata kesehatan untuk menilai kemampuan membaca dan mengucapkan kata
kesehatan yang sering digunakan. Kata-kata yang disediakan diurutkan
berdasarkan tingkatan yang paling mudah hingga yang tersulit. Hasil perolehan
nilai dari alat ukur ini yaitu berupa nilai 0-44 menyatakan tingakat health literacy
yang rendah, 45-60 menyatakan tingkat health literacy yang marginal, dan 61-66
menunjukkan tingkat health literacy yang tinggi. Alat ini diberikan kepada
responden dan diberikan waktu 3-6 menit, hal ini untuk menguji kemampuan
berhitung dan memahami informasi (DeWalt, D & Pignone, 2008).
c. Newest Vital Sign (NVS)
NVS merupakan alat ukur yang dikembangkan untuk mengukur health
literacy yang akurat, obyektif dan dan mudah dilakuakan, dan hanya memakan
waktu sekitar 3 menit (Shah dkk, 2010). Menurut penelitain yang pernah
dilakukan (Santosa, 2012), beliau memberikan sebuah label es krim kepada
responden. Kemudian responden diminta untuk mengisi 6 pertanyaan yang
jawabannya ada didalam label es krim tersebut. Pertanyaan yang tertera pada alat
ukur NVS membutuhkan kemampuan pemahaman bacaan, berhitung, dan
pemahaman informasi kesehatan. Nilai 1 diberikan pada pertanyaan yang benar.
Berdasarkan dasar dari penggunaan instrumen ini adalah kemampuan responden
dalam membaca, memahami label nutrisi dan menganalisis dan mengikuti
petunjuk medis. Kemampuan ini sesuai dengan dimensi dari health literacy yaitu
pemakaian kata (prose literacy), angka (numeracy), dan teks (documents literacy).
Membaca label nutrisi ataupun mengikuti prosedur petunjuk pengobatan, pasien
perlu mengingat angka-angka dan membuat perhitungan, mengidentifikasi dan
mengambil keputusan berdasarkan informasi yang diberikan. Adapun beberapa
analogi yang dapat mewakili teori:
1) Misalnya pasien yang akan melakukan tes gula darah pada esok hari. Pasien
dianjurkan secara tertulis untuk puasa selama 6 jam. Kemampuan yang
dibutuhkan pasien ini tergolong kedalam prose literacy. Kemampuan pasien
sendiri yang menentukan diagnosa medis yang akan diberikan. Hal ini sama
halnya dengan responden yang membaca label nutrisi pada kemasan es krim,
dia akan menentukan apakah ada bahan yang akan membuat kondisi si pasien
memburuk, contohnya alergi.
2) Pasien diberikan resep obat untuk dikonsumsi dengan aturan dosis yang telah
ditentukan, misalnya obat harus meminum obat 2 kali sehari. Kemampuan
yang dibutuhkan pasien ini termasuk dalam numeracy. Kemampuan ini juga
sama dengan ketika pasien diberikan label nutri es krim, pasien diminta
menghitung berapa banyak kalori yang ada dalam bungkus es krim tersebut.
3) Kemampuan in sama halnya dengan mengidentifikasi jumlah lemak jenuh
yang tertera pada label makanan dan pengaruhnya terhadap diet hariannya
(Pfizer, 2011).

Penggunaan label nutrisi dalam mengukur tingkat health literacy pada


individu mempunyai nilai tambah tersendiri, karena nutrisi merupakan penting
dalam penanganan masalah kesehatan di berbagai penyakit kronis. Selain itu,
label nutrisi juga perlu diketahui masyarakat untuk mencapai kebiasaan makan
yang baik

L. JENIS MEDIA YANG DIGUNAKAN DALAM PROMOSI KESEHATAN


(MALIK)

DAFTAR PUSTAKA

Eliana, & Sumiati, S. (2016). Kesehatan Masyarakat. In Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia.
Ilgun, Gülnur, ølkay Sevinç Turaç, S. O. 2015. Health literacy. International Encyclopedia of
the Social & Behavioral Sciences: Second Edition. 174:653–656.

McRay, A. T. 2005. Applicayon of information technology: promoting health literacy. J Am


Med Inform Assoc

Ng, E., Ombariba, D. 2010. Health literacy and immigrants in canada: detereminants and
effects on health outcome. Canadian Counciil on Learning

Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nurmala, I., Rahman, F., Nugroho, A., Erlyani, N., Laily, N., & Anhar, V. Y. (2018).
Promosi Kesehatan. In Airlangga University Press. https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=SGvIDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=promosi+kesehatan&ots=Fic
zG6CBIM&sig=hkHBXBJgZ8d3YSD3f_ejuFPOJd4&redir_esc=y#v=onepage&q=pro
mosi kesehatan&f=false
Parnell TA, Stichler JF, Barton AJ, Loan LA, Boyle DK, Allen P.,E. 2019. A Concept
Analysis of Health Literacy. Nursing Forum 1-13 https:/ doi.org/10.1111/nuf.12331

Santosa, K. S., F. Ilmu, K. Masyarakat, P. Pascasarjana, dan I. Kesehatan. 2012. Tingkat


Literasi Kesehatan Pada Masyarakat Makassar Yang Melakukan Pengobatan Sendiri Di
Toko Obat

Singleton, K., Krause, E. 2009. Understanding cultural and linguistic barries. The Online
Joyrnal of Issues in Nursing

Susilowati, D. (2016). Promosi Kesehatan. In News.Ge. Kementrian Kesehatan RI.


Veenker, Herman dan Paans, Wolter. 2016. A dynamic to communication in health literacy
education. Biomed Central

White, S.2008. Assessing the nation’s health literacy key concepts and findings of the
national. Literacy

Anda mungkin juga menyukai