Anda di halaman 1dari 15

Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Volume 1, Nomor 2, November 2018


http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/

Perbandingan Alur Novel 693 Km Jejak Gerilya


Sudirman dan Film Jenderal Soedirman dengan
Pendekatan Mimetik

Ambar Arumsari1, Yulia Esti Katrini2, Rangga Asmara3


Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tidar
ambararum6@gmail.com

Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk menemukan persamaan dan perbedaan dalam
perbandingan alur novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan film Jenderal
Soedirman dengan pendekatan mimetik serta menyusun langkah pembelajarannya.
Pada pengumpulan data digunakan metode simak dan teknik catat, sedangkan
dalam analisis data digunakan metode deskriptif kualitatif dan teknik analisis
mimetik. Analisis mimetik berarti menghubungkan peristiwa dalam karya sastra
dengan peristiwa faktual di dunia nyata. Hasil dari penelitian ini yaitu (1) novel 693
Km Jejak Gerilya Sudirman dan film Jenderal Soedirman memiliki persamaan alur
peristiwa sebanyak 22 peristiwa, sedangkan perbedaan keduanya yaitu pada novel
693 Km Jejak Gerilya Sudirman terdapat 33 peristiwa yang menunjukkan adanya
peristiwa yang memiliki kaitan dengan kejadian dalam kehidupan nyata Jenderal
Sudirman dan peristiwa perang gerilya, sedangkan pada film Jenderal Soedirman
terdapat 27 peristiwa yang memiliki kaitan dengan peristiwa tersebut, dan (2)
penelitian ini dapat diterapkan pada kompetensi dasar 4.3 mengonstruksi nilai-nilai
dari informasi cerita sejarah dalam sebuah teks eksplanasi di SMA kelas XII.

Kata kunci: alur, film, novel, pembelajaran

Abstract
The objective of this research are to get the details of the similarities and
differences in plot comparison of the 693 Km Jejak Gerilya Sudirman novel and
Jenderal Soedirman movie with mimetic approach, and to arrange the historical
story text lesson plan. The technique of collecting data was observe and record,
while descriptive qualitative with analyze and compare was used to analyze the
data and the technique of analysis was mimetic analysis. The results of this
research are (1) 693 Km Jejak Gerilya Sudirman novel and Jenderal Soedirman
movie had 22 similarities plot, whereas the different from novel and movie there
were 33 events from 693 Km Jejak Gerilya Sudirman novel had the relation with
the real life events, it was General Soedirman and guerrilla warfare event, while in
Jenderal Soedirman movie, there were 27 events had the relation with it, and (2)
this research were implemented on basic competency 4.3, to construct the values
from the information of historical story in an explanation text in twelveth grade
senior high school.

Key words: plot, movie, novel, study

PENDAHULUAN
Pembelajaran sejarah di sekolah selama ini kurang diminati oleh
mayoritas siswa, dibuktikan dengan rendahnya partisipasi dan antusiasme

1
Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 1, Nomor 2, November 2018
http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/
siswa saat pembelajaran (Sayono, 2013, p. 9). Salah satu penyebabnya,
media dalam penyampaian sejarah hanya berupa guru di kelas yang
menyajikan pakem sejarah dengan nuansa politis yang formal tanpa
menghadirkan unsur estetis dengan gaya penceritaan yang menarik.
Padahal, penyajian sejarah dengan sentuhan imajinasi tanpa
menghilangkan peristiwa nyata yang ada, menjadi hal penting agar sejarah
lebih menarik untuk dipelajari.
Oleh karena itu, agar dalam pembelajaran teks cerita sejarah pada
mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak mengulangi kegagalan pembelajaran
sejarah, maka dibutuhkan media baru dalam pembelajaran, seperti novel
dan film sejarah. Novel dan film sejarah dapat dijadikan alternatif
penggunaan media yang menarik dalam pembelajaran sejarah, salah
satunya novel berjudul 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan film Jenderal
Soedirman.
Kedua karya tersebut memiliki latar belakang peristiwa yang sama,
yaitu sejarah Jenderal Sudirman dan perang gerilya sehingga siswa dapat
mengambil teladan yang baik berdasarkan peristiwa yang dialami Jenderal
Sudirman dan pasukannya saat melakukan perang gerilya. Oleh karena
novel dan film tersebut berlatar peristiwa yang sama, yang juga ada dalam
perisiwa sejarah yang sesungguhnya, maka dapat dibandingkan alur
peristiwanya dengan pendekatan mimetik. Perbandingan alur dengan
pendekatan mimetik berarti menghubungkan alur pada novel dengan alur
pada peristiwa nyata yang terjadi, begitu pula pada film.
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2012, p. 113), plot sebuah
karya fiksi merupakan struktur peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang
terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk
mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu. Alur pada novel dan film
masing-masing dihubungkan dengan alur pada peristiwa sejarah yang
sesungguhnya terjadi di dunia nyata. Itulah esensi dari penggunaan
pendekatan mimetik pada penelitian ini. Pengkajian karya sastra dengan
pendekatan mimetik berarti memahami hubungan karya sastra dengan
realitas atau kenyataan sesungguhnya. Rahayu (2014) menyatakan bahwa
kritik mimetik merupakan kritik yang memandang karya sastra sebagai
tiruan aspek-aspek alam, pencerminan atau penggambaran dunia dan
kehidupan.
Hasil dari penelitian ini dapat diimplementasikan dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia pada Kurikulum 2013 kelas XII semester ganjil,
kompetensi dasar 4.3 yaitu mengonstruksi nilai-nilai dari informasi cerita
sejarah dalam sebuah teks eksplanasi. Pada Kurikulum 2013, guru diberikan
kesempatan untuk melaksanakan pembelajaran secara kreatif dalam
pengembangan materi, pengelolaan proses pembelajaran, serta
penggunaan metode dan model pembelajaran (Kemendikbud, 2016).
Oleh karena itu, artikel ini dimaksudkan untuk memperoleh rincian
persamaan dan perbedaan dalam perbandingan alur novel 693 Km Jejak
Gerilya Sudirman dan film Jenderal Soedirman dengan pendekatan mimetik
serta menyusun langkah pelaksanaan pembelajaran teks cerita sejarah
melalui perbandingan alur pada novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan
film Jenderal Soedirman dalam pengajarannya di SMA.

2
Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 1, Nomor 2, November 2018
http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/

METODE
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan metode simak
dan teknik catat. Sudaryanto (2015) menyatakan bahwa metode simak
dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa,
sedangkan teknik catat merupakan teknik lanjutan dari metode simak.
Dalam penelitian ini metode simak diterapkan pada penyimakan
penggunaan bahasa berupa narasi dan tuturan pada novel dan film.
Pengumpulan data pada novel dilakukan dengan menyimak
penggunaan bahasa yang berupa kutipan teks pada novel lalu mencatat
kutipan teks yang mendukung terjadinya alur yang menjadi data penelitian.
Pengumpulan data dari film dilakukan dengan menyimak atau menonton
film lalu mencatat peristiwa yang berlangsung dalam adegan tersebut.
Pada analisis data digunakan metode deskriptif komparatif dan teknik
analisis mimetik. Metode deskriptif komparatif dilakukan dengan
menguraikan dan membandingkan data (Ratna, 2015), sedangkan teknik
analisis mimetik dilakukan dengan menghubungkan peristiwa dalam karya
sastra dengan peristiwa nyata di luar karya sastra. Metode deskriptif
komparatif dan teknik analisis mimetik pada penelitian ini diterapkan dalam
analisis perbandingan alur novel dan film yang menjadi data penelitian
dengan cara menguraikan data dan membandingkannya dengan data lain di
dalam film maupun di luar karya sastra.
Langkah-langkah yang dilakukan pada analisis data yaitu (1)
menyajikan data secara urut sesuai alur peristiwanya dan memberikan
keterangan peristiwa yang terjadi pada data tersebut baik pada novel
maupun film; (2) tiap-tiap data dicari hubungannya dengan peristiwa pada
kehidupan nyata melalui sumber buku Doorstoot Naar Djokja dan
Soedirman: Seorang Panglima, Seorang Martir, serta laman tirto.id sehingga
ditemukan jumlah data yang memiliki hubungan dengan peristiwa faktual;
(6) mencari persamaan alur peristiwa melalui data pada novel dan film
sehingga ditemukan jumlah data peristiwa pada novel dan film yang
memiliki persamaan; (4) mencari perbedaan alur peristiwa pada novel dan
film sehingga ditemukan alur peristiwa yang berbeda pada novel dan film.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Pada bagian ini dipaparkan alur peristiwa pada novel 693 Km Jejak
Gerilya Sudirman dan film Jenderal Soedirman.

Alur Novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman


Penyajian cerita pada novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dimulai
dari prolog dengan subjudul “Bayangan Tingwe”. Pada bagian prolog
diceritakan tentang akhir hayat Jenderal Soedirman. Sebelum meninggal,
Jenderal Soedirman sakit dan di rawat di rumahnya setelah melakukan
Perang Gerilya selama tujuh bulan. Namun, kecintaannya pada rokok tetap
tidak bisa ia tinggalkan, sebagaimana tergambar pada paragraf berikut ini:
Melalui tingwe, rokok hasil nglinting dewe alias melinting sendiri, aku
menemukan jalan ke surga dan neraka sekaligus. Ia yang menyebabkan tim
dokter menyayat dadaku hingga meninggalkan jejak di sana. Tapi, ia juga

3
Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 1, Nomor 2, November 2018
http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/
yang membakar gelora perang gerilya, bahkan sampai sekarang tatkala
pikiranku dibebani berbagai persoalan bangsa, setelah Belanda pergi.
Keadaan inilah yang membuatku tidak bisa benar-benar mampu
meninggalkannya seperti disarankan Dokter Asikin Wijayakusuma (Jufridar:
2).

Jenderal Soedirman tidak bisa meninggalkan rokok atau disebutnya


tingwe meskipun hal itu telah membuatnya sakit paru-paru parah. Pada
suatu hari yang tidak disebutkan tanggal, bulan, dan tahunnya, diceritakan
Jenderal Soedirman akhirnya meninggal dunia (Jufridar: 5). Setelah
memulai cerita dengan wafatnya Jenderal Soedirman, penulis menceritakan
masa ketika Jenderal Soedirman masih hidup, yang diawali dengan
penceritaan “Operasi Burung Gagak” yaitu serangan mendadak Belanda ke
Yogyakarta, ibu kota negara saat itu (Jufridar: 6). Sebelum melakukan
penyerangan mendadak ke Yogyakarta, semua tentara Belanda melakukan
konsolidasi yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Simon Spoor. Ia
mengatakan akan membebaskan Yogya dari ekstremis dan menangkap
Soekarno bersama pengikutnya (Jufridar: 9).
Pada saat yang sama, di rumahnya, di Jalan Bintaran, Jenderal
Soedirman sedang terbaring sakit. Batuk yang diderita membuatnya tidak
bisa tidur. Sebelumnya, beliau sempat dirawat di Panti Rapih dan pulang
ketika belum sepenuhnya pulih (Jufridar: 13). Kesehatan Jenderal
Soedirman mulai menurun drastis setelah pemberontakan PKI di Madiun
(Jufridar: 27). Dokter Suwondo melakukan pemeriksaan terhadap Jenderal
Soedirman. Menurutnya, beliau terkena koch tetapi keluarganya tidak
percaya (Jufridar: 32). Akhirnya, paru-paru Jenderal Soedirman harus
diistirahatkan atau tidak bisa berfungsi lagi (Jufridar: 35). Dalam keadaan
sakit itu, Suprapto menyampaikan kabar duka kepada Jenderal Sudirman
yang sedang sakit, bahwa Urip Sumoharjo telah meninggal dunia (Jufridar:
40).
Cerita berlanjut di markas tinggi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Berbagai kelompok tentara melakukan konferensi (Jufridar: 42) dan
agendanya memilih panglima TKR (Jufridar: 46). Soedirman dan Urip
Sumoharjo berhasil menjadi dua kandidat yang bertahan hingga pemilihan
putaran kedua). Suara untuk Sudirman hanya unnggul satu suara dari Urip
Sumoharjo. Namun, Kolonel Mohammad Nuh membawa enam suara
perwakilan dari komandan resimen di Sumatra. Semuanya memilih
Sudirman (Jufridar: 49) dan Urip tetap menjabat Staf Umum TKR (Jufridar:
50).
Jenderal Soedirman mendapatkan berbagai laporan dan menyuruh
Suparjo untuk mencari laporan terbaru di istana (Jufridar: 56) sedangkan
Nolly datang dan melaporkan bahwa Maguwo diserang Belanda (Jufridar:
58). Akhirnya, Jenderal Soedirman yang masih sakit datang ke istana
dengan dipapah Dokter Suwondo dan Nolly (Jufridar: 61). Dokter Asikin
yang melihat menyuruhnya beristirahat di kamar istana (Jufridar: 63).
Jenderal Soedirman bersikukuh mengajak Soekarno dan Mohammad Hatta
untuk ikut bergerilya. Namun, mereka tetap ingin berada di Yogyakarta
apapun resikonya (Jufridar: 67-68).
Di dalam kamarnya, Jenderal Soedirman menuliskan surat yang
berisi Perintah Kilat bagi Angkatan Perang Republik Indonesia (Jufridar: 73).

4
Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 1, Nomor 2, November 2018
http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/
Suparjo membacanya dengan keras melalui telepon dan diteruskan oleh
Utoyo Kolopaking ke RRI Yogya (Jufridar: 75).
Banyak warga yang berbondong-bondong mengungsi (Jufridar: 78) dan
Jenderal Sudirman berpamitan dengan isterinya (Jufridar: 80). Rombongan
gerilya bergerak melalui Alun-Alun Kidul menuju Pojok Beteng (Jufridar: 82)
dan akhirnya sampai di pinggir Sungai Opak (Jufridar: 84), lalu menyeberang
dengan bantuan Camat Kretek dan sejumlah pegawainya (Jufridar: 86-87).
Dari Sungai Opak, pasukan menuju Grogol (Jufridar: 88) dan
beristirahat di kantor kelurahan (Jufridar: 91). Warga membuatkan tandu untuk
mengangkut Jenderal Soedirman dari kelurahan (Jufridar: 93) dan menandunya
tanpa alas kaki (Jufridar: 95). Setelah menempuh jarak 26 kilometer, akhirnya
rombongan sampai di Palihan (Jufridar: 98) dan dilanjutkan menuju Playen
(Jufridar: 100). Perjalanan dilanjutkan menuju Pracimantoro lalu ke Wonogiri,
sebelum dilanjutkan ke Ponorogo (Jufridar: 108).
Dari Ponorogo, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Trenggalek
lalu Kediri, melalui Bendorejo (Jufridar: 120). Mereka dihadang tentara Batalion
102 yang curiga kepada pasukan gerilya (Jufridar: 121-122) lalu Fanani datang
dan meminta maaf atas kejadian itu (Jufridar: 129). Sungkono menjemput
rombongan menuju Kediri (Jufridar: 132). Sampai di Kediri, Nolly membeli
sabun mandi dan beberapa pakaian (Jufridar: 141). Ia melihat tentara tak
berseragam berseliweran (Jufridar: 142) dan makan di warung tanpa
membayar (Jufridar: 143).
Spoor merencanakan serangan ke Kediri (Jufridar: 153). Ketika
mengetahui Kediri tidak aman lagi, rombongan segera meninggalkan Kediri
(Jufridar: 155) dan menuju Karangnongko (Jufridar: 156). Untuk mengelabuhi
tentara Belanda dan warga, Heru Kesser dirias seperti Jenderal Soedirman
lengkap dengan tandunya, sedangkan Jenderal Soedirman yang asli berjalan
kaki (Jufridar: 164).
Perjalanan dilanjutkan menuju Goliman (Jufridar: 165) dan berlanjut ke
dukuh Salamjudeg (Jufridar: 205). Dari Salamjudeg dilanjutkan menuju
Ngliman (Jufridar: 207). Pasukan gerilya akhirnya sampai di Sedayu, tetapi
patroli Belanda makin dekat (Jufridar: 242). Pasukan gerilya akhirnya
meninggalkan Sedayu dan masuk lebih dalam ke hutan ketika mengetahui ada
nyala obor (Jufridar: 253). Akhirnya pasukan sampai di Gunungtukul dan
mungkin Belanda mengira mereka masih di Sedayu (Jufridar: 261). Perjalanan
berlanjut hingga hingga Ngindeng (Jufridar: 263), Suruhwetan (Jufridar: 269),
Nogosari (Jufridar: 271).
Jenderal Soedirman memerintahkan Hanum Faeni untuk mengirimkan
surat kepada Siti Alfiyah perihal nama untuk anak yang dikandung istrinya itu
(Jufridar: 278). Jenderal Soedirman dan pasukan melanjutkan perjalanan
menuju Sobo dan mendirikan markas gerilya (Jufridar: 283).
Nolly mendapatkan kabar dari Soeharto bahwa Jenderal Spoor telah
meninggal pada akhir Mei (Jufridar: 290). Jenderal Soedirman sangat kecewa
karena pemerintah telah melakukan perundingan dan menghasilkan perjanjian
Roem-Royen dan meminta gerilya dihentikan (Jufridar: 292-293). Akhirnya
pasukan gerilya kembali ke Yogyakarta (Jufridar: 295) dan berfoto bersama
(Jufridar: 295-296). Akhirnya Jenderal Soedirman harus menemui Presiden
dan Wakil Presiden di Gedung Agung (Jufridar: 304).

5
Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 1, Nomor 2, November 2018
http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/
Alur Film Jenderal Soedirman
Pemilihan TKR sedang berlangsung. Seorang laki-laki menuliskan hasil
voting suara. Seseorang lain datang dari barisan belakang dan mengatakan ia
membawa mandat enam suara dari komandan divisi di Sumatera. Semua
memilih Soedirman. Urip Sumoharjo berjabat tangan dengan Soedirman,
memberikan selamat. Ketika diwawancara, Sutan Sjahrir mengatakan dia tidak
sepakat dengan terpilihnya Soedirman menjadi panglima TKR karena bekas
tentara Peta.
Tan Malaka membentuk kelompok Persatoean Perdjoeangan. Soedirman
yang hadir pada pertemuan kelompok itu mengatakan ia tidak sepakat dengan
Tan Malaka kalau ia harus melawan pemerintahan Soekarno-Hatta.
Pada malam hari, beberapa tentara mendatangi kediaman Sjahrir dan
membawanya pergi. Soedirman dihadapkan pada sidang karena dituduh
sebagai dalang dalam penculikan Sjahrir. Ia dituduh menyuruh tentaranya
menculik Sjahrir. Sudirman mengatakan bahwa tentara pada saat itu masih
tercerai berai, jadi belum tentu yang menculik Sjahrir adalah pasukannya.
Seseorang laki-laki mengangkat telepon kemudian diceritakan ia
mendatangi warga asing di hotel lalu keduanya pergi ke landasan udara.
Mereka meminta untuk terbang ke Yogyakarta tetapi pihak landasan udara
mengatakan tidak ada izin penerbangan malam itu ke Yogyakarta. Akhirnya
mereka berdua menemui seseorang yang disebutnya Schuurman dan terlibat
perdebatan dengannya.
Pagi harinya, pasukan pesawat tempur Belanda menyerang Maguwo
secara mendadak. Tentara Republik yang berjaga di sana kaget dan
melakukan perlawanan dengan senjata seadanya. Rombongan pesawat
tempur Belanda bercocor merah menjatuhkan bom dari udara. Satu pesawat
RI di Maguwo juga terkena ledakannya. Pasukan Belanda juga terjun ke darat
menggunakan parasut dan menyerang tentara secara dekat dari darat.
Jenderal Soedirman meminta izin kepada anak-anak dan isterinya untuk
bergerilya. Ia mendatangi Gedung Agung dan disambut presiden Soekarno.
Pengumuman gerilya disampaikan melalui radio. Jenderal Soedirman
membujuk presiden dan wakil presiden untuk bersama dirinya pergi
meninggalkan Yogyakarta agar tidak ditangkap Belanda. Tetapi mereka
menolak dan tetap bertahan di Yogyakarta apapun resikonya. Mereka akan
berjuang lewat jalur diplomasi.
Soedirman berangkat bergerilya bersama pasukannya dengan rasa
kecewa kepada pemimpin Republik. Pasukan sampai di pinggir sungai dan
disambut seorang laki-laki berpeci hitam. Malam hari ketika sampai di tempat
istirahat, Nolly menunjukkan tandu yang akan digunakan untuk menandu
Jenderal Soedirman selama bergerilya. Saat hendak melanjutkan perjalanan
pada pagi harinya, ia sempat menolak untuk ditandu, tetapi akhirnya mau.
Malam harinya, rombongan beristirahat di lembah sebuah gunung.
Mereka dikejutkan dengan kehadiran seorang pemuda laki-laki yang tidak
mereka kenal. Ternyata pemuda itu mengatakan ingin ikut bergerilya.
Namanya Karsani. Akhirnya ia diterima untuk bergabung bersama pasukan
gerilya.
Jenderal Soedirman memberikan beberapa perhiasan yang diberikan
isterinya untuk bekal perang, kepada Nolly. Ia memintanya mengatur
keuangan mereka.

6
Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 1, Nomor 2, November 2018
http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/
Ketika pasukan menikmati waktu istirahatnya di sebuah rumah, Karsani
datang membawa dokar. Ia mengatakan bahwa dirinya mencuri dokar dari
markas Belanda yang tidak jauh dari tempat mereka beristirahat. Akhirnya,
pasukan segera meninggalkan tempat itu karena Belanda ternyata sudah
dekat. Benar saja, ketika mereka pergi, ada informasi bahwa tentara Belanda
mengegledah rumah-rumah penduduk di desa yang mereka tempati
sebelumnya.
Ketika melanjutkan perjalanan, di tengah jalan mereka dihadang oleh
tentara dari Batalion 102. Mereka menggeledah pasukan gerilya. Ketika
mengetahui ternyata ada Jenderal Soedirman, pasukan gerilya dibebaskan.
Di Kediri, Nolly dan Karsani menjumpai beberapa tentara yang membeli
makanan tanpa membayar. Saat mengantarkan Nolly membeli baju dan sabun
mandi, Karsani melihat tentara dengan ikat tangan merah. Ternyata mereka
tentara komunis. Pasukan gerilya memutuskan segera meninggalkan Kediri
karena dianggap sudah tidak aman lagi. Mereka meninggalkan Kediri dengan
menjadikan Heru Kesser menjadi Soedirman palsu untuk mengelabuhi musuh
dan warga sekitar ketika mereka meninggalkan Kediri.
Jenderal Soedirman mengumumkan siaran melalui turbin air yang
menggerakkan pemancar radio, bahwa tentara Indoensia masih ada dan
makin kuat. Spoor yang mendengar siaran Jenderal Sudirman tidak percaya
dan marah besar. Belanda akhirnya mulai masuk hutan dan mencari pasukan
gerilya. Terjadi baku tembak antar pasukan tetapi tidak lama karena pasukan
gerilya segera masuk hutan.
Seorang warga mengabarkan bahwa tentara Belanda sudah sangat
dekat dengan mereka. Beberapa pasukan bersama Jenderal Soedirman pergi
menjauh dan beberapa terlibat baku tembak. Aceng terkena tembak pada
telapak kakinya. Pasukan gerilya beristirahat di salah satu rumah warga sambil
menyembuhkan luka Aceng. Belanda hampir saja menemukan pasukan
gerilya. Sebelum pasukan pergi, Aceng yang sedang terluka disembunyikan
pada tumpukan jerami. Belanda menginterogasi pemilik rumah yang dicurigai
mengetahui keberadaaan Soedirman bahkan menembak mati bapak pemilik
rumah itu.
Pasukan gerilya berhasil menyamar sebagai santri yang sedang mengaji
hingga Belanda tidak mengetahuinya. Perjalanan pasukan gerilya sampai di
Sobo. Di sana akhirnya menjadi markas gerilya. Beberapa pasukan ditugaskan
oleh Jenderal Soedirman untuk kembali ke Yogyakarta dengan berbagai
laporan yang harus dibawa.
Di tengah perjalanan, Karsani dikepung oleh tentara Belanda dan
ditembak mati. Di tengah perjalanan, Karsani dikepung oleh tentara Belanda
dan ditembak mati. Pasukan gerilya yang mendengar suara tembakan
langsung menuju lokasi dan menemukan Karsani sudah meninggal.
Jenderal Soedirman kecewa dengan perundingan pemerintah sipil yang
menghasilkan perjanjian Roem-Royen. Mereka sedang berkumpul dan
membicarakan surat dari Sri Sultan agar pasukan gerilya kembali ke
Yogyakarta. Sesampainya di Yogyakarta, pasukan gerilya diarak menuju
Gedung Agung. Presiden Soekarno menyambut dengan memeluk Jenderal
Soedirman. Pengambilan foto dilakukan hingga dua kali. Presiden Soekarno
menyambut dengan memeluk Jenderal Soedirman. Pengambilan foto
dilakukan hingga dua kali.

7
Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 1, Nomor 2, November 2018
http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/
Pada bagian akhir dituliskan Jenderal Soedirman wafat di Magelang pada
tanggal 29 Januari 1950 dalam usia 34 tahun karena penyakit paru-parunya
yang kian parah. Jenderal Soedirman wafat di Magelang pada tanggal 29
Januari 1950 dalam usia 34 tahun karena penyakit paru-parunya yang kian
parah.

PEMBAHASAN
a. Kajian Mimetik Novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman
Peristiwa dalam novel yang dapat ditelusuri hubungannya di dunia nyata
berdasarkan sumber resmi sejarah Jenderal Sudirman dan perang gerilya
sebagai berikut:
(1) Jenderal Sudirman sakit dan di rawat di rumahnya setelah
melakukan Perang Gerilya selama tujuh bulan. Teguh menyatakan,
“Bapak memang perokok berat. Kendati ia sakit, kegemarannya merokok
tetap tak bisa dihilangkan” (Tim Tempo, 2012, p.123).
(2) Jenderal Sudirman meninggal dengan meminta isterinya menuntun
tahlil. “Beliau menatap Ibu dan memintanya menuntun membaca kalimat
tauhid. Satu kali terucap, beliau kemudian mangkat” kata Teguh (Tim
Tempo, 2012, p.127).
(3) Pada Sabtu 18 Desember 1948 tentara Belanda menyiapkan
penyerangan ke Yogyakarta di Bandara Andir Bandung. Peristiwa itu
memang sebenarnya terjadi. Pada 18 Desember 1948 di Bandar Udara
Andir Bandung yang kini bernama Bandara Husein Sastranegara terjadi
kegaduhan persiapan penyerangan mendadak ke Yogyakarta (Tim
Tempo, 2012, p.27).
(4) Kesehatan Jenderal Sudirman menurun drastis setelah
pemberontakan PKI di Madiun. Selain kelelahan berat, beliau syok
menyaksikan genangan darah sedalam lima sentimeter dan kondisi
korban yang mengenaskan akibat peristiwa pemberontakan PKI itu.
Akhirnya, esok paginya beliau terkapar di tempat tidur (Tim Tempo, 2012,
p.123).
(5) Paru-paru Jenderal Sudirman harus diistirahatkan sebelah. Karena
beliau butuh penanganan cepat, tim dokter memutuskan melakukan
operasi untuk menyelamatkannya dengan cara membuat paru-paru
kanannya tidak berfungsi (Tim Tempo, 2012, p.42).
(6) Sudirman terpilih menjadi panglima TKR mengalahkan Urip
Sumoharjo karena mandat yang dibawa Kolonel Mohammad Nuh dari
Sumatera, sebanyak enam suara memilih Sudriman. Mohammad Nuh
yang mewakili enam divisi di Sumatera turut menjadi penentu
kemenangan Sudirman dalam pemilihan panglima TKR (Tim Tempo,
2012, p.10).
(7) Urip Sumoharjo diminta tetap menjadi Kepala Staf Umum TKR
(Tim Tempo, 2012, p.10).
(8) Nolly datang ke rumah dinas Jenderal Sudirman di Bintaran ketika
beliau masih berbaring di kamar, menunggu kedatangan Kapten Separjo
Roestam yang diminta meninjau situasi di istana (Pour, 2010, p.81).
(9) Jenderal Sudirman bersikukuh mengajak Soekarno dan Mohammad
Hatta untuk ikut bergerilya. Namun, mereka tetap ingin berada di
Yogyakarta apapun resikonya. Dialog antara Presiden Soekarno dan
Jenderal Sudirman dalam novel sama seperti dialog asli mereka yang

8
Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 1, Nomor 2, November 2018
http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/
dicacat oleh Cindy Adams, penulis biografi Bung Karno (Pour, 2010, p.84-
85).
(10) Jenderal Sudirman menulis sendiri Perintah Kilat No. 1 tertanggal 19
Desember 1948, pukul 8.00, yang selanjutnya isi surat itu langsung
dipancarluaskan oleh Stasiun RRI Djokjakarta (Pour, 2010, p.82).
(11) Rencana semula, perjalanan dari Kadipaten ke Pojok Beteng Kulon
langsung menuju Bantul. Tetapi karena Belanda menyerang dari arah
Maguwo, dari Timur, maka Nolly memerintahkan untuk melewati
Parangtritis, menyusuri pantai selatan (Pour, 2010, p.98).
(12) Menjelang maghrib, pasukan sampai di pinggir Sungai Opak. Tetapi
karena sungai sedang banjir, sedangkan jembatan tidak ada, pasukan
kemudian membuat rakit bambu untuk menyeberang. Dalam catatan
Sulistyo Atmodjo dituliskan bahwa pada tengah malam, Minggu pukul
24.00 rombongan menyeberang menggunakan rakit dengan bantuan
Panewu Kretek (Pour, 2010, p. 98-99).
(13) Rombongan menuju Grogol untuk bermalam di kantor kelurahan
(Pour, 2010, p. 99).
(14) Perjalanan dari kantor kelurahan merupakan awal Jenderal Sudirman
menggunakan tandu (Pour, 2010, p. 99).
(15) Soedirman mengelabuhi Belanda seolah-olah ia di Wonosari, padahal
ke Semanu, naik dokar yang ditarik pasukannya (Tim Tempo, 2012,
p.45).
(16) Belanda mengebom Wonogiri tetapi pasukan gerilya berhasil lolos
(Tim Tempo, 2012, p.45).
(17) Sudirman ditahan Batalion 102 karena kesalahpahaman dan
dibebaskan setelah Kolonel Sungkono menjemputnya (Tim Tempo, 2012,
p.45).
(18) Spoor merencanakan serangan ke Kediri. Peristiwa itu berhubungan
dengan penyerbuan Belanda ke Kediri pada tanggal 25 Desember 1948
(Tim Tempo, 2012, p.45). Kalau Belanda melakukan penyerangan, pasti
ada perencanaan dari Spoor sebelumnya karena ialah otak dari semua
penyerangan itu. Dari Kediri, Sudirman ditandu ke Karangnongko, salah
satu dusun tertinggi di lereng Gunung Wilis (Tim Tempo, 2012, p.45).
Oleh karena itu, rute dalam novel berkaitan dengan rute gerilya yang
faktual.
(19) Karena Karangnongko sudah terendus mata-mata Belanda, akhirnya
pasukan mengelabuhinya dengan menjadikan Heru Kesser seolah-olah
Sudirman, lengkap dengan tandunya. Mereka berjalan ke arah selatan,
sedangkan Sudirman yang asli dipapah oleh Kolonel Bambang Supeno
dan Kapten Tjokropranolo membawa Jenderal Sudirman ke arah utara, ke
hutan di pinggir dusun (Tim Tempo, 2012, p. 39-40).
(20) Dari Karangnongko, pasukan menuju Goliman dengan menempuh
jarak 16 kilometer (Tim Tempo, 2012, p. 45).
(21) Dari Goliman, perjalanan dilanjutkan menuju Bajulan dengan
menempuh jarak 20 kilometer (Tim Tempo, 2012, p. 45).
(22) Pasukan gerilya pernah berada di Banyutowo (Tim Tempo, 2012, p.
45).
(23) Pasukan gerilya meninggalkan Sedayu dan terkepung di hutan rotan
tetapi berhasil lolos (Tim Tempo, 2012, p. 45).

9
Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 1, Nomor 2, November 2018
http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/
(24) Di Nogosari, Jenderal Sudirman mampu menyembuhkan orang yang
sakit. Peristiwa itu sama seperti cerita putra bungsu, bahwa waktu itu ada
seorang penduduk yang meminta air untuk kesembuhan isterinya.
Jenderal Sudirman lalu mengambil air dari sumur dan meniupkan doa.
Ajaib, orang itu bisa sembuh setelah minum airnya (Tim Tempo, 2012, p.
80).
(25) Jenderal Sudirman menyuruh Faeni mengirim pesan ke rumah
tentang nama bayi yang akan dilahirkan isterinya. Jika laki-laki diberi
nama Muhammad Teguh Bambang Cahyadi, tetapijika lahir perempuan
diberi nama Tejaningsih (Tim Tempo, 2012, p. 45).
(26) Jenderal Sudirman dan pasukannya mendirikan markas gerilya dan
tinggal di Sobo selama kurang lebih lima bulan sejak 18 Februari sampai
Juli 1949 (Tim Tempo, 2012, p. 45).
(27) Nolly mendapatkan kabar dari Soeharto bahwa Jenderal Spoor telah
meninggal pada akhir Mei. Peristiwa itu memiliki hubungan dengan
peristiwa faktualnya. Dalam artikel yang diunggah pada tirto.id, Matanasi
menyatakan bahwa ia mati mendadak pada 25 Mei 1949. Beberapa pihak
berspekulasi, Spoor mati dibunuh karena sebelumnya ia terlihat masih
segar dan tidak memiliki gangguan penyakit mematikan sebelumnya. Ia
meninggal dalam usia 47 tahun (Matanasi, 2016).
(28) Peristiwa ketidaksetujuan Sudirman atas perundingan Soekarno
yang menghasilkan perjanjian Roem-Royen pada 7 Mei 1949. Soekarno
membujuk Sudirman pindah ke Yogyakarta agar pemimpin sipil mudah
berkomunikasi dengan militer saat kedaulatan pemerintah Indonesia
dipulihkan. Sri Sultan Hamengku Buwono IX juga membujuk agar
Sudirman kembali ke Yogyakarta (Tim Tempo, 2012, p. 110).
(29) Kolonel T.B Simatupang melukiskan, pagi buta ia mengendarai mobil
ke Desa Pijoengan, pinggir Sungai Opak, untuk menjemput Sudirman
(Tim Tempo, 2012, p. 110).
(30) Setibanya di Yogyakarta, Sudirman ingin menemui pasukan di alun-
alun kota. Parade militer telah disiapkan. Tetapi Simatupang, ketika itu
menjabat Wakil Kepala Staf Angkatan Perang, menyarankan agar
Sudirman terlebih dahulu menemui Soekarno-Hatta. Setelah beberapa
saat beliau tidak menjawab, akhirnya beliau menyetujui saran Simatupang
(Tim Tempo, 2012, p. 111).

b. Kajian Mimetik Film Jenderal Soedirman


Peristiwa dalam film yang dapat ditelusuri hubungannya di dunia nyata
sebagai berikut:

(1) Rapat anggota TKR awalnya dipimpin Urip Sumoharjo, tetapi karena
jalannya rapat untuk pemilihan panglima TKR kurang terkendali, maka
Holland mengambil alih pimpinan sidang. Jadi, tokoh yang menuliskan
hasil voting suara kemungkinan besar yaitu Holland karena Urip juga
terpilih menjadi salah satu calon panglima TKR (Tim Tempo, 2012, p.9).
(2) Mohammad Nuh yang mewakili enam divisi di Sumatera turut menjadi
penentu kemenangan Sudirman dalam pemilihan panglima TKR (Tim
Tempo, 2012, p.10).
(3) Sjahrir tidak menyetujui peran Peta dan organisasi militer Jepang lainnya
dalam TKR (Tim Tempo, 2012, p.12).

10
Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 1, Nomor 2, November 2018
http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/
(4) Pada Sabtu malam tanggal 18 Desember 1948 pukul 21.00, Joesoef
Ronodipoero, anggota delegasi dari Indonesia dalam KTN, menerima
telepon untuk segera datang ke Istana Rijswijk (Istana Merdeka) untuk
menerima surat (Pour, 2016, p.15). Jadi, kemungkinan besar tokoh yang
menerima telepon itu merupakan tokoh yang menggambarkan Joesoef
Ronodipoero.
(5) Jusuf menuju Hotel Des Indes dan menggedor kamar Merle Cochran,
ketua KTN yang berasal dari Amerika Serikat. Ia keluar ruangan dengan
masih memakai piyama. Air mukanya nampak keruh, wajahnya
bersungut-sungut, ada orang yang berani menggedor pintu kamarnya
menjelang tengah malam (Pour, 2016, p.16).
(6) Jusuf dan Merle Cochran pergi ke Landasan Udara Kemajoran, tempat
parkir pesawat terbang US Air Forces. Otoritas bandara tidak memberikan
clearance terbang (Pour, 2016, p. 16).
(7) Jusuf dan Merle menghubungi Elink Schuurman. Merle mendesak agar
deadline surat ke Yogyakarta bisa ditunda agar pihak Republik masih bisa
diberitahu mengenai makna pernyataan dalam surat tersebut (Pour, 2016,
p.17).
(8) Pasukan payung Belanda berhasil mengahancurkan pesawat angkut
ringan Avro Anson yang tidak sempat mengudara ketika Maguwo
mendadak disergap (Pour, 2016, p.28).
(9) Tiga puluh anggota TNI di Maguwo hanya bisa membalas dengan
tembakan senapan ringan (Tim Tempo, 2012, p.12).
(10) Sudirman meminta Nolly untuk mengantarkannya dari rumah di Jalan
Bintaran ke Gedung Agung. Dia ingin mengingatkan Presiden Sukarno
atas janjinya untuk mengambil alih kepemimpinan TNI dan memegang
komando perang gerilya jika Belanda menyerang (Tim Tempo, 2012,
p.31).
(11) Sudirman memerintahkan Kapten Suparjo untuk mengumumkan strategi
gerilya melalui Radio Republik Indonesia (Tim Tempo, 2012, p.31).
(12) Sudirman meminta Sukarno dan pejabat lain meninggalkan Yogyakarta
agar tak ditangkap Belanda. Tetapi Sukarno dan Hatta menolak pergi dan
Sudirman memutuskan bergerilya. (Tim Tempo, 2012, p.31).
(13) Panewu Kretek membantu rombongan untuk menyeberang Sungai Opak
(Pour, 2010, p. 98-99).
(14) Siti Alfiah, isteri Jenderal Sudirman, menyumbangkan perhiasannya
untuk bekal gerilya (Tim Tempo, 2012, p.48).
(15) Di tengah perjalanan, pasukan gerilya dihadang oleh Batalion 102
karena disangka musuh. Pasukan dihadang karena kewaspadaan dan
kesalahpahaman Batalion 102 (Tim Tempo, 2012, p.45). Ketika Kolonel
Sungkono menjemput Jenderal Sudirman, Batalion 102 membebaskan
pasukan gerilya (Tim Tempo, 2012, p.45).
(16) Belanda menyerbu Kediri dari selatan pada 25 Desember 1948 tetapi
pasukan gerilya berhasil meninggalkan Kediri. (Tim Tempo, 2012, p.45)
(17) Pasukan mengelabuhi mata-mata Belanda dengan menjadikan Heru
Kesser seolah-olah Sudirman, lengkap dengan tandunya. Mereka berjalan
ke arah selatan (Tim Tempo, 2012, p. 39-40).
(18) Tjokropranolo dan Kolonel Bambang Supeno memapah Sudirman ke
arah utara, ke hutan di pinggir dusun (Tim Tempo, 2012, p. 39-40).
(19) Pasukan menemukan alat pemancar radio bekas milik Belanda di sekitar

11
Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 1, Nomor 2, November 2018
http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/
Bajulan dan menghubungi semua markas komando dan panglima TNI
(Tim Tempo, 2012, p. 38).
(20) Pasukan mendirikan markas gerilya dan tinggal di Sobo selama kurang
lebih lima bulan sejak 18 Februari sampai Juli1949 (Tim Tempo, 2012, p.
45).
(21) Jenderal Sudirman kecewa dengan perundingan pemerintah sipil yang
menghasilkan perjanjian Roem-Royen. Selama bergerilya Sudirman
konsisten menentang perundingan dengan Belanda (Tim Tempo, 2012, p.
109).
(22) Sri Sultan Hamengku Buwono IX menulis surat kepada Sudirman,
membujuknya agar kembali ke Yogyakarta (Tim Tempo, 2012, p. 110).
(23) Tiga hari setelah Jenderal Sudirman menerima surat dari Sri Sultan,
beliau dan pasukannya bersedia kembali ke Yogyakarta. Simatupang
menjemputnya di pinggir Sungai Opak (Tim Tempo, 2012, p. 110-111).
(24) Di beranda Gedung Agung, Sudirman tampak masih marah kepada
Sukarno, lalu Sukarno merangkul tubuh Sudirman. Sukarno malah
menanyakan kepada Frans Mendur, apakah momen fotonya sudah bagus
atau belum. Frans menjawab momennya terlalu cepat. Kemudian Sukarno
mengatakan untuk mengulang fotonya. Tetapi Sudirman tetap tidak
memeluk balik (Tim Tempo, 2012, p. 111).
(25) Pada hari Senin tanggal 29 Januari 1950, Jenderal Sudirman wafat dan
keesokan harinya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki,
Yogyakarta (Tim Tempo, 2012, p. 127).
(26) Jenderal Simon Spoor meninggal pada tanggal 25 Mei 1949 secara
misterius. Dalam artikel yang ditulis oleh Matanasi pada tirto.id, beberapa
pihak berspekulasi, Spoor mati dibunuh karena sebelumnya ia terlihat
masih segar dan tidak memiliki gangguan penyakit mematikan
sebelumnya. Tetapi, berdasarkan Notula Sidang Dewan Menteri, Spoor
meninggal karena serangan jantung dan ada pihak yang mengatakan ia
mengalami penghadangan di Tapanuli Tengah dan tewas (Matanasi,
2016).

c. Persamaan Alur Novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan Film


Jenderal Soedirman
Novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan film Jenderal Soedirman
memiliki persamaan alur pada peristiwa-peristiwa:
1. Meninggalnya Jenderal Sudirman
2. Pemilihan panglima Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
3. Jenderal Sudirman terpilih menjadi panglima TKR karena tambahan
enam suara dari komandan resimen di Sumatera yang dibawa oleh
Kolonel Mohammad Nuh.
4. Jenderal Sudirman yang sedang sakit mendatangi Gedung Agung
setelah ada berita Belanda menyerang Maguwo Jenderal Sudirman
bersikukuh mengajak Soekarno dan Mohammad Hatta untuk ikut
bergerilya. Namun, mereka tetap ingin berada di Yogyakarta apapun
resikonya.
5. Utoyo Kolopaking menyiarkan Perintah Siasat Nomor 1 yang ditulis
Jenderal Sudirman.
6. Warga yang akan mengungsi terlihat memenuhi jalan dan
memanggul sedikit hartanya.

12
Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 1, Nomor 2, November 2018
http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/
7. Jenderal Sudirman berpamitan dengan isterinya, Siti Alfiah.
Pasukan gerilya sampai di pinggir Sungai Opak.
Sebuah tandu disiapkan pasukan dan warga untuk mengangkut Jenderal
Sudirman dari kantor kelurahan.Tentara Belanda menggeledah rumah-
rumah warga tempat pasukan gerilya sebelumnya berada. Rombongan
dihadang tentara Batalion 102 yang curiga kepada pasukan gerilya.
Fanani meminta maaf karena tidak tahu kalau yang ditahan anak buahnya
itu Jenderal Sudirman. Di Kediri, Nolly melihat banyak lelaki tak
berseragam yang membawa senjata. Tentara yang mengaku sebagai
pejuang, yang tidak berseragam itu, terlihat makan di warung dan tidak
membayar.Tentara yang mengaku sebagai pejuang, yang tidak
berseragam itu, terlihat makan di warung dan tidak membayar. Untuk
mengelabuhi tentara Belanda dan warga, Heru Kesser dirias seperti
Jenderal Sudirman lengkap dengan tandunya, sedangkan Jenderal
Sudirman yang asli berjalan kaki. Ketika tentara Belanda mulai naik, hujan
turun deras dan mereka kembali turun tanpa menemukan pasukan
gerilya. Jenderal Sudirman dan Pasukan melanjutkan perjalanan menuju
Sobo yang strategis karena tersembunyi di balik pegunungan. Daerah itu
akhirnya dijadikan markas gerilya. Nolly mendapatkan kabar dari Soeharto
bahwa Jenderal Spoor telah meninggal pada akhir Mei. Jenderal Sudirman
harus menghadapi kenyataan politis yang buruk baginya. Pemerintah
telah melakukan perundingan dan menghasilkan perjanjian Roem-Royen
dan meminta gerilya dihentikan. Di dalam mobil menuju Kota Yogyakarta,
Simatupang menyampaikan adanya parade akbar di Alun-Alun Lor untuk
menyambut Pak Dirman. Sebelum masuk parade, Jenderal Sudirman
harus menemui Presiden dan Wakil Presiden di Gedung Agung atas saran
Simatupang.

d. Perbedaan Alur Novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan Film


Jenderal Soedirman
Dalam penyampaian alur cerita, dari 89 data peristiwa pada novel 693
Km Jejak Gerilya Sudirman, sebanyak 33 data menunjukkan adanya
peristiwa pada novel yang memiliki kaitan dengan peristiwa yang terjadi
dalam kehidupan nyata, yaitu kehidupan Jenderal Sudirman dan peristiwa
perang gerilya, sedangkan pada film Jenderal Soedirman, sebanyak 27
data dari 81 data memiliki kaitan dengan peristiwa faktual Jenderal
Sudirman dan perang gerilya. Jika dipersentasekan, peristiwa pada novel
yang memiliki hubungan dengan peristiwa nyata sebesar 37,07 % dan
pada film sebesar 33,33 %.

Implementasi Pembelajaran
Penelitian ini diimplementasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia di
SMA kelas XII dalam kurikulum 2013 bahasan teks cerita sejarah dengan
langkah-langkah sebagai berikut:

13
Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 1, Nomor 2, November 2018
http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/
(1) Mengamati
Siswa dalam satu kelas dibagi menjadi empat kelompok. Perwakilan tiap-tiap
kelompok mengambil undian yang disediakan oleh guru. Dua undian
bertuliskan novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan dua undian bertuliskan
film Jenderal Soedirman. Guru memberikan novel dan film tersebut kepada
tiap kelompok. Guru memberikan instruksi bahwa siswa harus membaca novel
/ menonton film yang diberikan, lalu mengidentifikasi alur ceritanya. Setelah
itu salah satu siswa membacakan materi sejarah yang diberikan oleh guru
dengan judul Jenderal Sudirman dan Perang Gerilya. Tiap kelompok harus
mendata peristiwa mana saja yang memiliki kaitan dengan informasi dari
materi berupa sejarah nyata yang dibacakan. Peristiwa/informasi yang sudah
didata harus dituliskan kembali dalam bentuk teks eksplanasi secara individu.
Siswa bersama kelompoknya melakukan pengamatan dengan cara membaca
novel dan menonton film yang diberikan. Siswa mengidentifikasi alur dari
novel/film tersebut. Guru memberikan materi sejarah Jenderal Sudirman dan
perang gerilya dalam bentuk tulis. Salah satu siswa yang ditunjuk akan
membacakannya secara bergantian dan siswa lain mendengarkan.

(2) Menanya
Guru mempersilakan siswa menanyakan segala hal yang ingin
ditanyakan berkaitan dengan novel/film yang diamati. Guru menanyakan
bagaimana gambaran singkat isi novel dan film, apakah isi dalam novel dan
film itu memiliki keterkaitan dengan materi sejarah Jenderal Sudirman dan
Perang Gerilya atau tidak.

(3) Mengumpulkan informasi


Siswa mulai mengidentifikasi peristiwa mana saja dalam novel maupun
film yang memiliki keterkaitan dengan materi sejarah Jenderal Sudirman dan
perang gerilya yang telah dibacakan.

(4) Mengasosiasi
Secara berdiskusi, siswa mencocokkan peristiwa yang telah didata dengan
materi sejarah yang dibacakan. Apabila ada yang tidak sesuai maka akan
dihapus dari data.
Secara individu, siswa membuat teks eksplanasi berdasarkan data informasi
yang diperolehnya dalam diskusi kelompok. Teks eksplanasi dibuat pada
kertas A3 dan dikreasikan sesuai kreatifitas masing-masing.
(5) Mengomunikasikan
Siswa meletakkan teks eksplanasi di atas meja masing-masing. Secara
bergantian, siswa bergeser tempat dengan temannya untuk memberikan
penilaian terhadap pekerjaan siswa lain. Tiap siswa dipersilakan memberikan
kritik dan saran terhadap isi maupun tampilan teks, lalu memberikan satu
gambar bintang pada pekerjaan siswa lain yang dianggap baik. Tiga siswa
pemeroleh bintang terbanyak akan mempresentasikan hasil pekerjaannya di
depan siswa lain.

SIMPULAN

Berdasarkan kajian mimetik, novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan


film Jenderal Soedirman memiliki persamaan alur peristiwa sebanyak 22

14
Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 1, Nomor 2, November 2018
http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/
peristiwa. Novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan film Jenderal Soedirman
memiliki perbedaan alur peristiwa yaitu dari 89 data peristiwa pada novel,
sebanyak 33 data menunjukkan adanya peristiwa pada novel yang memiliki
kaitan dengan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan nyata, yaitu kehidupan
Jenderal Sudirman dan peristiwa Perang Gerilya, sedangkan pada film,
sebanyak 27 data dari 81 data memiliki kaitan dengan peristiwa faktual
Jenderal Sudirman dan perang gerilya. Jika dipersentasekan, peristiwa pada
novel yang memiliki hubungan dengan peristiwa nyata sebesar 37,07 dan
pada film sebesar 33,33 %. Penelitian ini diterapkan pada kompetensi dasar
4.3 mengonstruksi nilai-nilai dari informasi cerita sejarah dalam sebuah teks
eksplanasi di SMA kelas XII. Pembelajaran dilakukan selama dua kali
pertemuan.

DAFTAR PUSTAKA

Jufridar, Ayi. (2015). 693 Km Jejak Gerilya Sudirman. Jakarta Selatan: Noura
Books. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2016). Silabus Mata
Pelajaran Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah
Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMA/MA/SMK/MAK): Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia. Jakarta: Penulis.

Matanasi, Petrik. (2016). Misteri Kematian Jenderal Spoor. Diambil dari


https://tirto.id/misteri-kematian-jenderal-spoor-bKYQ pada 31 Januari
2017.

Nurgiyantoro, Burhan. (2012). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press.

Pour, Julius. (2009). Doorstoot Naar Djokja: Pertikaian Pemimpin Sipil Militer.
Jakarta: Kompas.

Ratna, Nyoman Kutha. (2012). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rahayu, Ira. (2014). Analisis Bumi Manusia Karya Pramodya Ananta Toer
dengan Pendekatan Mimetik. Deiksis: Jurnal Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Vol. 1, No. 1.

Sudaryanto. (2015). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar


Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Sanata
Dharma University Press.

Sayono, Joko. (2013). Pembelajaran Sejarah di Sekolah: dari Pragmatis ke


Idealis. Sejarah dan Budaya, Vol. 7, No. 1.

Subakti, Y. R. (2010). Paradigma Pembelajaran Sejarah Berbasis


Konstruktivisme. SPSS,Vol. 24, No.1.

Westi, Viva. (Director). (2015). Jenderal Soedirman. [Motion Picture].

15

Anda mungkin juga menyukai