PROPOSAL TESIS
OLEH
MUHAMMAD AFNANI ALIFIAN
NIM 220211801879
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Konteks Penelitian............................................................................................1
1.2 Fokus Penelitian................................................................................................4
1.3 Manfaat Penelitian............................................................................................4
1.4 Definisi Operasional.........................................................................................4
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................7
2.1 Naratologi.........................................................................................................7
2.2 Pengertian Novel.............................................................................................18
2.3 Teori Resepsi..................................................................................................19
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................28
3.1 Pendekatan dan Orientasi Teoretis..................................................................28
3.2 Data dan Sumber Data....................................................................................28
3.3 Pengumpulan Data..........................................................................................29
3.4 Instrumen Penelitian.......................................................................................29
3.5 Analisis Data...................................................................................................31
3.6 Pengecekan Keabsahan Temuan.....................................................................31
DAFTAR RUJUKAN............................................................................................32
ii
DAFTAR TABEL
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini dipaparkan (1) konteks penelitian, (2) fokus penelitian, (3)
manfaat penelitian, dan (4) definisi operasional. Keempat hal tersebut dipaparkan
sebagai berikut.
1
2
Salah satu novel yang berisi penjelasan tersebut adalah Dwilogi Dawuk
karya Mahfud Ikhwan. Novel Dwilogi Dawuk digunakan sebagai objek material
penelitian. Novel Dwilogi Dawuk terbagi menjadi dua, yaitu Dawuk: Kisah
Kelabu dari Rumbuk Randu dan Anwar Tohari Mencari Mati. Novel ini dipilih
sebagai objek penelitian karena pernah mendapat penghargaan Dewan Kesenian
Jakarta (DKJ) tahun 2019. Selain itu, novel ini dipilih karena menerapkan strategi
bercerita metafiksi dalam bentuk cerita bergunjing. Dwilog Dawuk menceritakan
seorang tokoh pembual bernama Warto Kemplung. Secara singkat, novel ini
mengisahkan bualan Warto Kemplung yang hendak dituliskan menjadi cerita utuh
oleh Mustofa Abdul Wahab. Cerita di dalam novel membentuk kesadaran diri
seorang penulis novel yang seolah-olah melakukan percakapan dengan
pembacanya. Novel karya Mahfud Ikhwan ini mengisahkan wilayah yang
melahirkan tradisi konflik antara sinder, mandor, dan blandongan. Cara bercerita
Mahfud Ikhwan berkaitan erat dengan kultur khas masyarakat pesisir yang ceplas-
ceplos dan gemar menggunjing tetangga. Novel Dwilogi Dawuk juga
mengisahkan masyarakat Rumbuk Randu yang banyak menyimpan cerita kelam
dan kenangan miris seorang tokoh bernama Mat Dawuk. Novel karya Mahfud
Ikhwan ini lekat dengan unsur kultural, tradisi, dan unsur kearifan lokal budaya
masyarakat pesisir utara Jawa Timur.
Terdapat empat penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Pertama,
penelitian berjudul Strategi Pembacaan Novel Metafiksi Cala Ibi oleh Bramantio
(2010). Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa Novel Cala Ibi karya
Nukila Amal merupakan novel yang dibaca dengan strategi pembacaan metafiksi
karena adanya ketidakgramatikalan dalam novel. Kedua, penelitian berjudul
Metafiksi dalam Serial Once Upon A Time Season 4: Sebuah Kajian Alih Wahana
oleh Angelina (2016). Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa Serial
Once Upon A Time Season 4 merupakan serial alih wahana dari film sehingga
memunculkan sisi metafiksi dalam rangkaian dialog dan jalinan ceritanya. Ketiga,
penelitian berjudul Cosmographie Metafiction in Sesshu Foster's Atomik Aztex
oleh Pöhlmann (2010). Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa bentuk
kosmografi metafiksi yang terdapat dalam novel Atomik Aztex karya Sesshu
Foster’s. Metafiksi digunakan pengarang untuk mendekatkan pembacanya pada
3
tokoh, jalan cerita, dan konflik. Keempat, penelitian berjudul African Cultural
Memory in Fred Khumalo’s Touch My Blood and Its Metafictional Para-Texts
oleh Masemola (2021). Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa novel
Touch My Blood karya Fred Khumalo menceritakan memori kelam afrosentris
dengan strategi bercerita metafiksi.
Terdapat persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya. Persamaan penelitian ini dengan keempat penelitian di atas terletak
pada topik kajian yang sama-sama meneliti metafiksi dan memori traumatis.
Sementara itu, perbedaan penelitian ini dengan keempat penelitian sebelumnya
terletak pada teori yang digunakan dan cara pendekatan terhadap objek penelitian.
Pertama, penelitian Bramantio (2010) hanya berpijak pada metafiksi dengan
pembacaan naratologi, sementara penelitian ini berpijak pada teori metafiksi
sebagai strategi penceritaan memori traumatis. Kedua, penelitian Angelina (2016)
menggunakan teori naratologi untuk mengetahui dialog dan jalan cerita dalam
serial film, sedangkan penelitian ini menggunakan naratologi untuk mengetahui
strategi metafiksi yang digunakan penulis novel. Ketiga, penelitian Pöhlmann
(2010) membaca novel sebagai dokumen sejarah yang ditulis ulang dengan kreasi
pengarang, sementara penelitian ini menjabarkan novel sebagai dokumen memori
budaya yang diceritakan ulang penulisnya dengan strategi metafiksi. Keempat,
penelitian Masemola (2021) memandang bahwa novel membentuk konstruksi
pengetahuan pembaca tentang suatu peristiwa, sedangkan penelitian ini
menguraikan strategi pengarang yang digunakan untuk membentuk konstruksi
pembaca.
Berdasarkan konteks penelitian di atas, penelitian ini penting untuk
dilakukan karena akan memperkuat sejumlah penelitian yang telah disebutkan
sebelumnya. Hasil penelitian ini menguraikan tentang kearifan lokal budaya
sebagai teknik bercerita metafiksi untuk mendekatkan pembaca pada novel. Hasil
luaran dari penelitian ini berdampak pada pembaca untuk mengenang peristiwa
budaya yang menyebabkan trauma. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat
digunakan masyarakat untuk meninggalkan kebiasaan disharmoni dan konflik
kepentingan yang mungkin masih sering terjadi di pesisir utara Jawa Timur.
4
(1) Metafiksi berasal dari dua kata, yaitu meta dan fiksi. Metafiksi adalah definisi
pada karya sastra yang sadar diri. Metafiksi bukan genre tetapi jenis dari
bentuk, jika ada fiksi maka ada metafiksi.
(2) Memori traumatis adalah sehimpun ingatan (masa lalu) baik individu maupun
kolektif yang membentuk rasa trauma.
(3) Naratologi merupakan teori pembacaan karya sastra strukturalis yang
dikembangkan Gerard Ganette. Teori ini memandang sebuah cerita sebagai
wacana naratif sehingga dapat dilihat berbagai aspek dari unsur pembangun
internalnya.
(4) Fokalisasi atau bisa disebut sebagai sudut pandang, fokalisasi masuk pada
kategori modus naratif. Fokalisasi adalah cara untuk melihat posisi narator di
dalam cerita. Konsep ini membedakan antara narator dan pengarang.
(5) Konstruksi merupakan cara melihat bahasa sebagai bangunan dari peristiwa
di dalam teks.
(6) Kearifan lokal budaya merupakan laku, adat istiadat, dan kebiasaan
masyarakat lokal yang mewujud dalam kebijaksanaan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab kajian pustaka ini dipaparkan (1) naratologi, (2) pengertian
novel, dan (3) teori resepsi. Ketiga hal tersebut dipaparkan sebagai berikut.
2.1 Naratologi
Naratologi merupakan teori yang digunakan untuk menganalisis struktur
penceritaan teks sastra. Kajian naratologi muncul pertama kali dari sebuah esai
yang ditulis oleh Genette (1983) yang berjudul Narrative Discours: An Essay in
Method. Teori ini berfungsi sebagai pembacaan pada karya sastra berdasarkan
pada narasi. Melalui teori ini memungkinkan pembacaan karya sastra yang
deskriptif dan tersusun secara sistematis. Ganette (1983:31) menjelaskan bahwa
struktur narasi berimplikasi pada tiga makna, yaitu (1) narasi merupakan tuturan
lisan atau bisa juga berupa tulisan yang berisi kejadian atau sejumlah kejadian, (2)
narasi berarti serangkaian dari kejadian yang menjadi pokok tuturan, hubungan
pertautan, pertentangan, maupun yang lainnya pada semesta cerita, dan (3) narasi
merupakan peristiwa itu sendiri ketika seorang tokoh atau narator menceritakan
sesuatu atau tindakan menceritakan.
Naratologi merupakan kajian yang sangat strukturalis karena melihat
sebuah narasi cerita dengan perhitungan matematis. Pada penelitian ini naratologi
tidak digunakan sebagai konsep pembacaan pada struktur teks. Namun, untuk
mengetahui kriteria ketidakstabilan teks sehingga dapat disebut sebagai karya
yang menggunakan strategi bercerita metafiksi. Naratologi digunakan untuk
melihat posisi narator di dalam teks serta mengetahui perbedaannya dengan
pengarang yang berada di luar teks. Menurut Culler (2007), strukturalisme tidak
bermaksud menjelaskan tentang makna dari novel, melainkan sebagai usaha untuk
eksplisit dari sistem penokohan dan konvensi yang membuka kemungkinan karya
sastra memiliki bentuk dan makna dari dalam teksnya sendiri.
Melalui teori naratologi pembacaan karya sastra dapat dilakukan dengan
mengacu dari dalam teks itu sendiri tanpa harus rujukan teks lain ataupun kisah
lain. Naratologi juga dapat dikatakan sebagai metode analisis struktural
penceritaan teks sastra. Pada taraf tersebut, naratologi menyediakan istilah yang
7
8
internal atau berposisi sebagai tokoh utama yang menyampaikan cerita, (2) narator
sebagai tokoh cerita akan tetapi observasinya dari luar cerita atau narator sebagai
bukan tokoh utama yang mengisahkan tokoh utama di dalam cerita, (3) narator
bukan tokoh cerita dengan analisis internal peristiwa, biasanya ditandai dengan
pengarang maha tahu (analitis) ketika mengisahkan cerita, dan (4) narator bukan
menjadi tokoh cerita dengan observasi dari luar peristiwa, tandanya pengarang
yang berkisah sebagai observer atau pengamat saja.
Genette (1983:61) juga menggunakan istilah fokalisasi (focalization).
Fokalisasi sebenarnya sama dengan sudut pandang atau perspektif dari cerita.
Konsep fokalisasi digunakan untuk mengamati posisi narator pada cerita. Pada
pemahaman ini perlu ditegaskan bahwa narator berbeda dengan pengarang.
Pengarang merupakan orang yang menulis cerita dan posisi berada di luar teks.
Sementara narator, merupakan sudut pandang yang digunakan pengarang untuk
mengisahkan cerita.
Fokalisasi dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu fokalisasi nol, fokalisasi
internal, dan fokalisasi eksternal. Pertama, fokalisasi nol atau disebut juga zero
focalization adalah teknik fokalisasi naratif dengan narator lebih tahu daripada
karakter cerita (Ganette, 1983:65). Narator dapat menceritakan lebih dari
pengetahuan yang dimiliki suatu tokoh. Todorov & Weinstein (1985)
melambangkan fokalisasi nol ini dengan rumus ‘Narrator > Character’. Kedua,
fokalisasi internal adalah narator yang hanya menjelaskan sesuatu yang diketahui
tokoh. Todorov & Weinstein (1985) melambangkan jenis ini dengan ‘Narrator =
Character’. Ketiga, fokalisasi eksternal (external focalization), Ganette (1983:69)
menjelaskan bahwa fokalisasi ini menepatkan narator yang tahu lebih sedikit
daripada karakter yang berada di dalam cerita. Todorov & Weinstein (1985)
meingidentifikasinya dengan penggunaan tanda ‘Narrator < Character’. Ketiga
jenis fokalisasi tersebut akan digunakan secara bergantian dalam penelitian ini.
Fokalisasi digunakan untuk mengetahui posisi narator dalam cerita sehingga dapat
diketahui modus pengarang dalam menuliskan cerita.
10
2.1.3 Metafiksi
Metafiksi terdiri atas dua irisan kata, yaitu ‘meta’ dan ‘fiksi’, secara kata
metafiksi adalah fiksi di atas fiksi atau fiksi yang memiliki kesadaran. Matlock
(2016) memandang bahwa metafiksi adalah karya yang sadar diri. Metafiksi
bukan teori atau landasan berpikir, hal tersebut lebih pada strategi bercerita atau
cara bercerita seorang pengarang. Karya yang ditulis dengan metafiksi akan
membuat semacam perayaan kekuatan imajinasi bersama dengan ketidakpastian
tentang kenyataan. Melalui strategi menulis ini, pengarang novel dapat memupus
batas antara yang fiksi dan yang nyata. Sementara itu, Currie (2014) berpendapat
bahwa metafiksi merupakan teknik seorang pengarang untuk mengolah fiksi yang
memiliki kesadaran konstruktif akan bentuknya sebagai fiksi. Menurut Currie
(2014), metafiksi hanya bingkai untuk menyampaikan cerita alih-alih genre atau
jenis karya sastra.
Mengacu pada kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metafiksi
merupakan bentuk sebuah karya yang sadar diri dengan penggunaan teknik
kesadaran dari penulis sehingga membuat pembaca merasa hilang batas antara
yang fakta dan yang fiksi. Konstruksi tersebut membuat pembaca seakan sadar
sedang membaca atau melihat sebuah karya fiksi. Cara bercerita metafiksi
dilakukan pengarang dengan narasi cerita yang tumpang tindih pada satu bingkai
narator atau lebih dari satu narator dengan tokoh yang sama.
12
pengalaman yang diingat dengan baik dalam bentuk cerita, gambar, maupun
perilaku dari suatu tempat. Pengalaman dari generasi masa lalu dapat
ditransmisikan pada generasi saat ini dalam bentuk kecakapan afektif demi
memastikan bahwa ingatan tersebut menjadi hak hidup generasi sebelumya
(Hirsch,2013).
Trauma yang terjadi pada masa lalu dirasakan generasi saat ini melalui
hubungan pos-generasi. Pengalaman tersebut tidak dialami langsung melainkan
hanya dalam fragmen ingatan melalui cerita, foto, gambar, dan perilaku orang
yang berada di sekitarnya ketika tumbuh. Pengalaman yang ditrasnmisikan pada
generasi saat ini biasanya dalam bentuk ingatan mendalam dan dalam bentuk
kesan afektif sehingga menjadikan memori tersebut seolah-olah memori menjadi
milik individu antar generasi. Memori mendalam yang diwariskan generasi
terdahulu biasanya bersifat traumatis (Hirsch,2013). Kesan traumatis lebih
dominan dan lebih kuat terekam kuat individu maupun kolektif.
Teori postmemory lebih memandang struktur generational dari transmisi
yang tertanam sangat signifikan dalam bentuk mediasi. Mediasi dipengaruhi oleh
beberapa hal, Hirsch (2019) menjelaskan bahwa koneksi postmemory pada masa
lalu bukan untuk dimediasikan dengan mengingat kembali atau recalling,
melainkan berasal dari empat hal penting, meliputi investasi, imajinasi, proyeksi,
dan kreasi. Empat hal tersebut merupakan cara menyampaikan memori masa lalu
terlepas dari kebenaran ilmiah dan objektivitas cerita tersebut. Memori yang terus
diwariskan dari satu generasi pada generasi lainnya akan menjadi bagian dari
budaya masyarakat. Memori yang awalnya bersifat individu akan bersifat kolektif
ketika peran antar generasi semakin meluas.
Postmemory yang berkaitan dengan novel merupakan memori baik
individu maupun kolektif terhadap kejadian besar yang diarsipkan dan direpetisi,
diceritakan kembali, dan dibutuhkan sebagai cara mengingat kejadian tersebut.
Ingatan yang terus dan turun temurun akan menghasilkan memori sebagai bagian
dari budaya masyarakat. Berdasarkan penjelasan Hirsch (2019) dapat diketahui
bahwa trauma terjadi secara personal maupun secara kolektif. Berikut ini
dijabarkan lebih lanjut terkait memori sebagai bagian dari budaya dan dimensi
memori budaya.
14
merupakan entitas yang dapat diamati untuk menafsirkan memori. Oleh sebab itu,
Erll (2011) menggunakan pendekatan semiotika untuk memudahkan interpretasi
memori budaya yang bersifat abstrak dengan bertumpu pada aspek konkret yang
muncul dalam memori kolektif. Selain itu, terdapat satu hal yang perlu dicatat
bahwa memori budaya hanya dapat mempelajari hal-hal konkret yakni dimensi
sosial dan material (Erll, 2011).
mnemonik. Selain itu, media juga memungkinkan variasi cara mengingat dengan
menunjukkan tentang cara memori budaya diingat.
Penjelasan tentang tiga dimensi memori budaya membawa pada asumsi
bahwa aspek konkret berperan untuk memahami memori budaya. Memori adalah
abstraksi mental yang berkaitan dengan masa lampau tetapi hadir di masa
sekarang. Jarak waktu tersebut diisi dengan berbagai serpihan ingatan yang
tumpang tindih sehingga mengingat juga berarti melupakan. Memori yang sangat
traumatis pada ketiga dimensi memori tersebut berada pada ruang tersendiri.
Ingatan memang bersifat selektif sekaligus konstruktif (Erll, 2011) sehingga
ingatan kelam seringkali masuk pada taraf seleksi yang lekat di dalam ingatan
seseorang. Pandangan ini yang membuat penelitian tentang dimensi memori
traumatis penting karena berhubungan ingatan kelam yang melekat pada
masyarakat. Ingatan tersebut dituliskan oleh pengarang menjadi jalinan cerita
novel yang menciptakan novel sebagai dokumen memori dari ingatan individu
dan ingatan kolektif.
pastiche atau peniruan gaya dan genre dari novel di masa lalu. Pastiche seperti
parodi dilakukan dengan meniru gaya penulis dari novel sebelumnya. Secara
ringkas, novel postmodern ditandai dengan cara menulis, teknik, dan konten isi
yang ambigu, tidak memiliki makna yang tetap, dan pastiche.
28
29
berjumlah 190 halaman, dan Anwar Tohari Mencari Mati diterbitkan oleh marjin
kiri pada tahun 2021 berjumlah 210 halaman. Sumber data penelitian tersebut
diperkuat dengan artikel ilmiah, artikel pertanggungjawaban dewan juri
Sayembara Menulis Novel DKJ tahun 2014, dan teks kritik sastra novel Dwilogi
Dawuk.
1
2
3
DAFTAR RUJUKAN
Alexander, S. T. (2021). Dari Belinyu Ke Jalan Lain Ke Rumbuk Randu : Dari
Parodi sampai Black Comedy. Yogyakarta: Gambang.
Angelina, A. (2016). Wahana Alih Metafiksi dalam Serial Once Upon A Time
Season 4: Sebuah Kajian. Prosiding Seminar Nasional: Sastra, Budaya, dan
Perubahan Sosial.
Bramantio, B. (2010). Strategi Pembacaan Novel Metafiksi Cala Ibi. Tesis:
Universitas Indonesia.
Caldicott, C. E. J., & Fuchs, A. (2005). Cultural Memory: Essays on European
Literature and History. Oxford and New York: Lang, 59 (4), 12-43.
Culler, J. D. (2007). The Literary in Theory. California: Stanford University Press.
Currie, M. (2014). Metafiction. London: Routledge.
Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (2011). The Sage Handbook Of Qualitative
Research. London: SAGE Publishing.
Didipu, H. (2020). Teori Naratologi Gérard Genette (Tinjauan Konseptual).
Telaga Bahasa, 7 (2), 163–172.
Erll, A. (2008). Literature, Film, and the Mediality of Cultural Memory. London:
Walter de Gruyter.
Erll, A. (2011). Memory in Culture. London: Palgrave Macmillan.
Evanda, T. (2017). Kajian Naratologi Roman Reckless Fleisch Karya Cornelia
Funke. Skripsi: Universitas Negeri Yogyakarta.
Fedosova, T. (2015). Reflection of Time in Postmodern Literature. Athens
Journal of Philology, 2 (2), 77–88.
Fokkema, D. W., & Kunne, E.I. (1997). Theories of Literature in the Twentieth
Century. London: C. Hurst & Company.
Genette, G. (1983). Narrative Discourse: An Essay in Method Translated By Jane
Lewin. New York: Conell.
Gonzalez, J. A. (2014). Living in the Funnies: Metafiction in American Comic
Strips. Journal of Popular Culture, 47 (4), 838–856.
Hirsch, M. (2013). The Generation of Postmemory. On Writing with
Photography, (Spring), 1 (1), 202–230.
Hirsch, M. (2019). Connective Arts of Postmemory. Analecta Política, 9(16),
33
171–176.
Hutcheon, L. (1984). Narcissistic Narrative: The Metafictional Paradox. In
Poetics Today, 5 (2), 29-52.
Ikhwan, M. (2020). Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu. Jakarta: Marjin
Kiri.
Ikhwan, M. (2022). Anwar Tohari Mencari Mati. Jakarta: Marjin Kiri.
Jauss, H. R. (1984). Toward Anaesthetic of Reception. International Fiction
Review, 11 (2), 112-218.
Kattago, S. (2015). Introduction: Memory Studies and its Companions. Farnham:
Ashgate Publishing Company.
Masemola, M. K. (2021). African Cultural Memory in Fred Khumalo’s Touch my
Blood and its Metafictional Para-texts. Journal of Black Studies, 52 (2), 103–
122.
Matlock, J. (2016). Metafiction As Anti-Genre Across Narrative Mediums.
Michigan: ProQuest.
Miles, H., Huberman, A. M., & Saldana, J. (2014). Qualitative Data Analysis: A
Methods Sourcebook. London: SAGE Publishing.
Muslimin, M. F. (2017). Resepsi Sastra: Literasi Berbasis Horison Harapan.
Prosiding The 1st International Conference on Language, Literature, and
Teaching, 835–842.
Pöhlmann, S. (2010). Cosmographie Metafiction in Sesshu Foster’s Atomik
Aztex. Amerika Studien, 1 (1), 223–248.
Rokhmansyah, A. (2014). Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal
Terhadap Ilmu Sastra. Graha Ilmu: Surabaya.
Saryono, D. (2009). Dasar Apresiasi Sastra. Malang: Elmatera Publ.
Schmitz, T. A. (2007). Modern Literary Theory and Ancient Texts: An
Introduction. Carlton: Blackwell Publishing.
Stake, R. E. (2005). Qualitative Case Study. Thousand Oaks, 3 (1), 443-466.
Sultoni, A., Juidah, I., & Saufan H, H. (2021). Konstruksi Nilai Sosial Dalam
Kumpulan Cerpen Tawa Gadis Padang Sampah Karya Ahmad Tohari.
Bahtera Indonesia; Jurnal Penelitian Bahasa Dan Sastra Indonesia, 6 (2),
162–177.
34