Oleh:
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Bagian ini berisi identitas novel dan synopsis novel Perempuan Bersampur Merah Karya
Intan Andaru. Hal itu penulis uraikan sebagai berikut.
A. Identitas Novel
Judul : Perempuan Bersampur Merah
Penulis : Intan Andaru
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Umum
Kota Terbit : Jakarta
Tebal : 216 halaman
Tahun Terbit : 2019
ISBN : 9786020621968
B. Sinopsis Novel
Tragedi tahun 1998 tidak akan pernah hilang dari ingatan Sari. Tak hanya kehilangan
bapak yang tertuduh sebagai dukun santet, Sari juga kehilangan paman sekeluarga yang
seketika pergi meninggalkan kampung lantaran mendapat stigma.
Untuk mencari jawaban atas kematian bapaknya, Sari menuliskan daftar nama orang
yang ikut mengarak pembantaian bapaknya pada selembar kertas. Karena mengharapkan
bantuan, ia bagikan kertas tersebut kepada dua sahabatnya, Rama dan Ahmad.
Pencarian itu rupanya tidak hanya membawa Sari bergabung dalam sanggar tari
gandrung yang penuh rahasia, tetapi juga mengubah persahabatan Sari-Rama-Ahmad
menjadi kisah cinta yang rumit. Cinta yang akhirnya menuntun mereka bertiga Kembali pada
tragedy di tahun kelam itu.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS
Bab ini terdiri dari tinjauan pustaka dan kajian teoretis. Tinjauan pustaka berisi
penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Selanjutnya, kajian
teoretis berisi paparan teori yang menjadi acuan pembahasan masalah dalam penelitian ini.
Hal tersebut penulis uraikan sebagai berikut.
A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan kajian secara kritis terhadap kajian terdahulu sehingga
diketahui perbedaan yang khas antara kajian terdahulu dengan kajian yang penulis lakukan.
Penelitian tentang nilai moral yang relevan, yaitu Diyah Sulistyani, Bagiya, Umi Faizah
(2017),
Penelitian Sulistyani, Bagiya, Faizah (Jurnal Surya Bahtera. Vol. 5. No. 44.
Universitas Muhammadiyah Purworejo) berjudul “Nilai Moral Novel Ayah Karya Andrea
Hirata dan Skenario Pembelajaran di Kelas XI SMA”. Dalam penelitiannya, mereka
membahas tentang (1) unsur intrinsik meliputi tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, dan
sudut pandang, (2) nilai moral novel Ayah karya Adrea Hirata, (3) skenario pembelajaran di
kelas XI SMA. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyani, Bagiya, Umi Faizah memiliki
persamaan dengan penelitian ini, yaitu sama-sama membahas tentang unsur intrinsik dan
nilai moral dalam karya sastra. Perbedaan penelitian terdapat pada sumber data, Sulistiyani
menggunakan novel Ayah karya Andrea Hirata, sedangkan penulis menggunakan novel
Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru.
Selain penelitian Sulistyani, Bagiya, Faizah, juga dikaji penelitian Eva Suciyana,
Sukirno, Bagiya (Jurnal Surya Bahtera. Vol. 6. No. 56. Universitas Muhammadiyah
Purworejo) berjudul “Analisis Nilai Moral Novel Bidadari Bermata Bening Karya
Habiburrahman El Shirazy dan Rencana Pelaksaan Pembelajarannya dengan Metode
Kuantum di SMA”. Dalam penelitiannya mereka mengkaji (1) unsur intrinsik meliputi tema,
tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan amanat, (2) nilai moral novel Bidadari
Bermata Bening karya Habiburrahman El Shirazy, (3) rencana pelaksanaan pembelajaran
novel Bidadari Bermata Bening Karya Habiburrahman El Shirazy. Penelitian yang
dilakukan oleh Suciyana, Sukirno, Bagiya memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu
2
sama-sama membahas tentang unsur intrinsik dan nilai moral dalam karya sastra. Perbedaan
penelitian terdapat pada sumber data, Suciyana menggunakan novel Bidadari Bermata
Bening Karya Habiburrahman El Shirazy, sedangkan penulis menggunakan novel
Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru.
B. Kajian Teoretis
Kajian teoretis adalah penjabaran kerangka teoretis yang memuat beberapa materi
untuk dijabarkan sebagai acuan pokok dalam membahas masalah yang diteliti. Dalam kajian
teoretis ini, diuraikan hakikat novel, unsur intrinsik novel, dan nilai moral dalam karya
sastra.
1. Hakikat Novel
Novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang
melukiskan para tokoh, gerak serta adegan nyata yang representatif dalam suatu alur
atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. Novel mengandung cerita kehidupan
seseorang dengan orang disekitarnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap
pelaku. Dalam sebuah novel, penagarang semaksimal mungkin untuk mengarahkan
pembaca kepada gambaran-gambaran kehidupan melalui yang terkandung dalam
novel.
Istilah novel berasal dari bahasa Italia yaitu novella yang berarti “sebuah barang
baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”.
Sekarang ini istilah novella mengandung makna yang sama dengan istilah Indonesia
novelet, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu
Panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2015:11-12).
Novel adalah salah satu karya sastra yang bersifat fiksi yang ditulis oleh
pengarang. Novel juga sudah menjadi kosumsi bagi masyarakat yang kehadirannya
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang telah dikembangkan oleh pengarang
dengan imajinatif yang diperluas sehingga masyarakat dapat memahami apa yang
dimaksud masyarakat (Firwan, 2017:53).
Nurgiyantoro mengungkapkan bahwa novel merupakan karya fiksi yang
dibangun oleh unsur-unsur pembangun, yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik
(2010:10).
3
Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa novel adalah
sebuah karangan prosa yang panjang, yang mengisahkan tentang kehidupan manusia
dan masyarakat sekitar dengan adanya tokoh dan menonjolkan watak dari tokoh.
Sebuah novel pasti memiliki unsur pembangun karya sastra. Unsur-unsur
tersebut, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur
yang membangun karya itu sendiri. Unsur intrinsik yang terdapat dalam novel, yaitu
tema, alur/plot, tokoh dan penokohan, latar/setting, sudut pandang, dan amanat.
Adapun unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra. Tetapi
secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra.
Unsur eksrtinsik yang terdapat dalam novel antara lain, keadaan subjektivitas
pengarang psikologi yang baik yang berupa psikologi yang berupa psikologi
pengarang, psikologi pembaca, maupun penerapan prinsip psikologi dalam karya.
2. Unsur Intrinsik Novel
Sebuah karya fiksi memiliki unsur intrinsik atau unsur pembangun cerita di
dalamnya. Nurgiyantoro (2013: 30) menyatakan bahwa unsur-unsur yang membangun
sebuah karya sastra disebut unsur intrinsik. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan
karya sastra hadir sebagai teks sastra. Unsur intrinsik dalam sebuah novel adalah
unsur-unsur yang turut membangun cerita. Unsur intrinsik yang terdapat dalam novel,
yaitu tema, alur/plot, tokoh dan penokohan, latar/setting, sudut pandang, dan amanat.
a. Tema
Nurgiyantoro (2013: 115) menyatakan bahwa tema merupakan gagasan
dasar yang menopang sebuah karya sastra sebagai bentuk semantis dan bersifat
abstrak yang dimunculkan secara berulang-ulang lewat motif-motif dan biasanya
dilakukan secara implisit.
Sementara itu, Waluyo (2017: 6) menyatakan bahwa tema merupakan
gagasan utama dalam sebuah cerita fiksi. Selain itu, Scharbach menyatakan
bahwa tema merupakan ide pokok yang mendasari suatu cerita sehingga
mempunyai peran sebagai pangkal tolok pengarang dalam memaparkan karya
fiksi yang diciptakannya (Aminuddin, 2010: 91).
4
Tema pada hakikatnya merupakan makna yang dikandung cerita atau
dikatakan sebagai makna cerita. Tema mayor merupakan makna pokok cerita
yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum sebuah karya sastra. Selain itu,
tema minor merupakan makna-makna tambahan atau tema-tema tambahan.
Banyak sedikitnya tema minor tergantung pada banyak sedikitnya makna
tambahan yang dapat dijelaskan dari sebuah cerita novel. Penafsiran makna-
makna itu harus dibatasi pada makna-makna yang terlihat menonjol dan
mempunyai bukti konkret yang terdapat pada karya sastra tersebut
(Nurgiyantoro, 2013: 133-134).
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah inti, ide
pokok, atau gagasan pokok dalam sebuah cerita. Tema merupakan dasar dalam
mengembangkan sebuah cerita, khususnya karya fiksi.
b. Alur atau Plot
Stanton menyatakan bahwa alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian,
namun kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu
disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Nurgiyantoro,
2013: 167). Selain itu, Waluyo (2017: 8) menyatakan bahwa alur merupakan
jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan
sebab akibat dan memiliki kemungkinan pembaca untuk menebak-nebak
peristiwa yang akan terjadi. Sementara itu, Aminuddin (2010: 83) menyatakan
bahwa alur merupakan rangkaian cerita yang terdiri dari berbagai tahapan
peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku.
Waluyo (2017: 11) menyatakan bahwa pada prinsipnya ada tiga jenis alur,
yaitu:
a) alur garis lurus atau alur progresif atau alur alur konvensional,
b) alur flashback atau alur sorot balik, atau alur regresif,
c) alur campuran.
Tasrif dalam Nurgiyantoro (2013: 209-210) mengemukakan bahwa
tahapan plot dibedakan menjadi lima bagian, yaitu:
5
a) Tahap Situation (Tahap Penyituasian)
Tahap penyituasian merupakan tahap pembukaan cerita dan
pemberian informasi awal, yang mempunyai fungsi utama untuk
melandastumpui cerita yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya.
b) Tahap Generating Circumstances (Tahap Pemunculan Konflik)
Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik
tersebut akan dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap
berikutnya.
c) Tahap Rising Action (Tahap Peningkatan Konflik)
Pada tahap ini, konflik yang telah dimunculkan pada tahap
sebelumnya makin berkembang serta dikembangkan kadar intensitasnya.
d) Tahap Climax (Tahap Klimaks)
Pada tahap ini, konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi,
yang dialami para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak.
e) Tahap Denoument (Tahap Penyelesaian)
Pada tahap ini, konflik yang telah mencapai klimaks akan diberi
jalan keluar dan cerita diakhiri.
Berdasarkan penyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa alur atau plot
adalah urutan peristiwa yang menyebabkan terjadinya peristiwa lain sehingga
terbentuk sebuah jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang
menunjukkan hubungan sebab dan akibat.
c. Tokoh dan Penokohan
Abrams menyatakan bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang
ditampilkan dalam suatu karya sastra yang ditafsirkan oleh pembaca memiliki
kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam
ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tidak berbeda dengan Abrams,
Baldic menjelaskan bahwa tokoh adalah orang yang menjadi pelaku dalam karya
sastra, sedang penokohan adalah penghadiran tokoh dalam karya sastra dengan
cara langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk
menafsirkannya lewat kata dan tindakannya (Nurgiyantoro, 2013: 247).
Sementara itu, Aminuddin (2010: 79) menyatakan bahwa tokoh merupakan
6
pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa tersebut
mampu menjalin suatu cerita, sedangkan penokohan merupakan cara pengarang
menampilkan tokoh atau pelaku.
Lebih lanjut, Waluyo (2017: 16) menyatakan bahwa secara garis besar,
tokoh yang menyebabkan konflik disebut tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
Tokoh protagonis adalah tokoh yang mendukung jalannya cerita dan berperan
sebagai tokoh yang mendatangkan simpati atau tokoh baik, sedangkan tokoh
antagonis adalah tokoh yang menentang jalan cerita dan menimbulkan perasaan
antipati atau benci pada diri pembaca.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah
orang atau pelaku yang terdapat dalam sebuah cerita, yang secara garis besar
tokoh terdiri dari tokoh protagonis dan antagonis, sedangkan penokohan adalah
perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita baik secara langsung
atau tidak langsung dan pembaca dapat menafsirkan sendiri lewat kata dan
tindakannya.
d. Latar/Setting
Abrams menyatakan bahwa latar disebut juga sebagai landas tumpu,
menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial
tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 2013:
302). Sementara itu, Waluyo (2017: 19) menyatakan bahwa tempat kejadian
cerita disebut latar. Tempat kejadian cerita dapat berkaitan dengan aspek fisik,
aspek sosiologis, dan aspek psikis. Latar juga dapat dihubungkan dengan tempat
dan waktu. Selain itu, Aminuddin (2010: 67) menyatakan bahwa setting adalah
latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa waktu, tempat, atau peristiwa, serta
memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.
Unsur latar dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan
sosial-budaya. Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Selanjutnya, latar waktu berhubungan
dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa dalam sebuah karya
fiksi. Selain itu, latar sosial-budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
7
dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 2013: 314-322). Selain itu, Rokhmansyah
(2014: 39) menyatakan latar suasana sebagai gambaran kondisi atau situasi saat
terjadinya adegan atau konflik dalam cerita, seperti gembira, sedih, tragis,
tegang, dan lain-lain.
Waluyo (2017: 20) menyatakan bahwa latar berfungsi untuk mempertegas
watak perilaku, memberikan tekanan pada tema cerita, memperjelas tema yang
disampaikan, metafora bagi situasi psikis pelaku, sebagai pemberi atmosfer
(kesan), dan memperkuat posisi plot. Selain itu, Aminuddin (2010: 67)
menyatakan bahwa dalam sebuah karya fiksi, latar tidak hanya berfungsi sebagai
latar yang bersifat fisikal untuk membuat suatu cerita menjadi logis. Latar juga
mempunyai fungsi psikologis sehingga latar mampu menuansakan makna
tertentu yang menggerakan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa latar adalah
tempat, waktu, atau lingkungan sosial terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita
yang terdiri atas latar tempat, latar waktu, dan latar sosial-budaya.
e. Sudut Pandang/Point of View
Abrams menyatakan bahwa sudut pandang menyaran pada cara sebuah
cerita dikisahkan. Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang
digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan cerita kepada pembaca
dalam sebuah karya fiksi. Berbeda dengan Abrams, Baldic menyatakan bahwa
sudut pandang adalah posisi atau sudut mana yang menguntungkan untuk
menyampaikan kepada pembaca terhadap peristiwa dan cerita yang diamati dan
dikisahkan dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 2013: 338).
Selain itu, Waluyo (2017: 21) berpendapat bahwa sudut pandang adalah
cara yang digunakan pengarang untuk berperan dalam sebuah cerita. Apakah
sebagai orang pertama ataukah sebagai orang ketiga. Yang pertama disebut
sebagai bergaya aku-an, sedangkan yang kedua disebut sebagai bergaya dia-an.
Sementara itu, Aminuddin (2010: 90) menyatakan bahwa cara pengarang
menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya disebut sudut
pandang.
8
Nurgiyantoro (2013: 347-359) menyatakan bahwa ada beberapa macam
sudut pandang berdasarkan perbedaan yang telah umum dilakukan orang, yaitu
bentuk persona tokoh cerita: persona ketiga, persona pertama, persona kedua,
dan campuran.
a) Sudut Pandang Persona Ketiga “Dia”
Sudut pandang persona ketiga “dia” menempatkan narator sebagai
seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita
dengan menyebut nama tokoh atau kata ganti. Sudut pandang “dia” dapat
dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan
keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya.
a) “Dia” Mahatahu
Dalam sudut pandang persona ketiga mahatahu cerita
dikisahkan dari sudut dia, namun pengarang dapat menceritakan
semua hal yang menyangkut tokoh dia tersebut. Pengarang
mengetahui semua hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan,
termasuk motivasi yang melatarbelakanginya.
b) “Dia” Terbatas, “Dia” sebagai Pengamat
Dalam sudut pandang dia sebagai pengamat yang benar-benar
objektif, pengarang dapat melaporkan segala sesuatu yang dapat
dilihat dan didengar atau yang dijangkau oleh panca indra walaupun
hanya melaporkan secara apa adanya kadar ketelitiannya harus
diperhitungkan, khususnya ketelitian dalam mencatat dan
mendeskripsikan peristiwa, tindakan, latar, sampai hal terkecil yang
khas.
b) Sudut Pandang Persona Pertama “Aku”
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang
persona pertama, pengarang adalah seseorang yang ikut terlibat dalam
cerita. Pengarang berperan sebagai “aku” tokoh yang berkisah,
mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan
tindakan yang ketahui, dilihat, dialami, dirasakan, serta sikapnya terhadap
orang (tokoh) lain kepada pembaca.
9
Berdasarkan peran dan kedudukan si “aku” dalam cerita, sudut
pandang persona pertama dapat dibedakan ke dalam dua golongan.
a) “Aku” Tokoh Utama
Dalam sudut pandang ini, pengarang yang berperan sebagai
“aku” yang mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang
dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun
fisik, dan hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Teknik
“aku” dapat dipergunakan untuk melukiskan serta membeberkan
berbagai pengalaman kehidupan manusia yang paling dalam dan
rahasia.
b) “Aku” Tokoh Tambahan
Dalam sudut pandang ini, tokoh “aku” muncul sebagai tokoh
tambahan, bukan sebagai tokoh utama. Tokoh “aku” hadir untuk
membawakan cerita kepada pembaca, sedang tokoh cerita yang
mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya disebut tokoh utama
karena dialah yang banyak tampil membawa berbagai peristiwa,
tindakan, dan berhubungan dengan tokoh lain.
c) Sudut Pandang Persona Kedua “Kau”
Sudut pandang gaya “kau” merupakan cara penggambaran yang
mempergunakan “kau” sebagai variasi cara memandang tokoh aku dan dia.
Penggunaan teknik “kau” biasanya dipakai untuk mengoranglainkan diri
sendiri, melihat diri sendiri sebagai orang lain. Keadaan ini dapat
disudutpandangi “aku” maupun “dia” sebagai variasi penuturan atau
penyebutan.
d) Sudut Pandang Campuran
Penggunaan sudut pandang campuran dalam karya sastra dapat
diganti-ganti dari teknik yang satu ke teknik yang lain. Penggunaan sudut
pandang campuran dapat berupa penggunaan sudut pandang persona
ketiga dengan teknik “dia” mahatahu dan “dia” sebagai pengamat, persona
pertama teknik “aku” sebagai tokoh utama dan “aku” sebagai tokoh
tambahan atau saksi. Selain itu, pengarang dapat pula berupa campuran
10
antara persona pertama dan ketiga, antara aku, dia, bahkan kadang-kadang
juga diselingi persona kedua “kau” sekaligus.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sudut
pandang/point of view adalah cara atau pandangan pengarang dari titik atau sudut
mana dalam menyajikan cerita kepada pembaca.
f. Amanat
Amanat merupakan pesan pengarang yang ingin disampaikan melalui
tulisannya. Amanat yang hendak disampaikan pengarang melalui karya sastra
harus dicari oleh pembaca karya sastra tersebut. Seorang pengarang karya sastra
pasti menyampaikan amanat dalam karyanya. Pembaca diharapkan teliti untuk
mengungkapkan apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut (Rokhmansyah,
2014: 33).
Sementara itu, Purwanto (2016: 62) memberikan pengertian amanat
sebagai manfaat atau pesan yang dapat diambil dari sebuah karya sastra yang
dibaca. Selain itu, Waluyo (2010: 151) menyatakan bahwa amanat berhubungan
dengan makna karya sastra.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa amanat
merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca melalui
sebuah karya sastra.
3. Nilai Moral dalam Karya Sastra
Pada bagian ini dipaparkan beberapa teori mengenai pengertian nilai moral dan
jenis nilai moral dalam karya sastra.
a. Pengertian Nilai Moral
Nurgiyantoro (2013: 429) menyatakan bahwa moral adalah ajaran tentang
baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan
sebagainya. Sementara itu, Zuriah (2015: 17) menyatakan bahwa kata etika
sangat erat hubungannya dengan moral. Etika berasal dari bahasa Yunani ethos
yang berarti adat kebiasaan, sedangkan moral berasal dari bahasa latin mos yang
juga mempunyai arti adat kebiasaan. Selain itu, Ali (2018: 353) menyatakan
bahwa istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas suatu sifat,
11
perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah,
baik, dan buruk disebut moral.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai moral
merupakan sesuatu yang memberi makna pada hidup yang menyangkut tentang
ajaran baik dan buruknya suatu perbuatan, sikap, etika, dan budi pekerti
seseorang. Moral dapat membentuk pribadi-pribadi yang memiliki
perkembangan positif dan kesadaran moral yang dapat membedakan antara yang
baik dan buruk dalam perbuatan, sikap, etika, dan budi pekerti.
b. Pengertian Nilai Moral dalam Karya Saastra
Pengertian moral dalam karya sastra berbeda dengan pengertian moral
secara umum, yaitu menyangkut baik dan buruk yang diterima secara umum dan
berpangkal pada nilai-nilai kemanusiaan. Moral dalam karya sastra biasanya
dimaksudkan sebagai petunjuk dan saran yang bersifat praktis bagi pembaca
dalam kehidupan sehari-hari. Keberadaan moral dalam karya sastra tidak lepas
dari pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran yang dianutnya. Ajaran
moral tersebut pada hakikatnya merupakan petunjuk agar pembaca memberikan
respon dan mengikuti pandangan pengarang.
Nurgiyantoro (2013: 430) menyatakan bahwa hal yang ingin disampaikan
kepada pembaca melalui moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan
pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-
nilai pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran.
Jadi, moral merupakan representasi ideologi pengarang.
Selanjutnya, Kenny juga mengemukakan bahwa moral dalam karya sastra
biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran
moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil oleh pembaca melalui
cerita yang bersangkutan. Moral merupakan petunjuk yang diberikan oleh
pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan,
seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Moral juga bersifat
praktis sebab petunjuk nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita
itu lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya.
12
Lebih lanjut, Nurgiyantoro (2013: 431) menyatakan bahwa cerita fiksi
menampilkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur
kemanusiaan, serta memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat luhur
kemanusiaan tersebut pada hakikatnya bersifat universal. Artinya, sifat-sifat itu
dimiliki dan diyakini kebenarannya oleh semua manusia. Pesan moral dalam
karya sastra lebih memfokus pada sifat kodrati manusia yang sesungguhnya,
bukan pada aturan-aturan yang dibuat, ditentukan, dan bertentangan dengan
ajaran agama.
c. Jenis-jenis Nilai Moral
Jenis nilai moral dalam karya sastra tidak terbatas jumlahnya dan sangat
bervariasi, baik persoalan hidup maupun persoalan yang menyangkut harkat dan
martabat manusia. Nurgiyantoro (2013: 432) menyatakan bahwa moral dalam
karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam
pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan
sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku
sebagai tokoh antagonis maupun protagonis, tidak berarti bahwa pengarang
menyarankan pembaca untuk bersikap dan bertindak secara seperti itu. Pembaca
diharapkan dapat mengambil hikmah dari cerita tentang tokoh antagonis
tersebut.
Nurgiyantoro (2013: 441-446) dan Ali (2018: 367-370) menyatakan
bahwa jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang boleh
dikatakan, tidak terbatas. Moral dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan
kehidupan manusia itu dapat dibedakan ke dalam persoalan: (1) hubugan
manusia dengan diri sendiri, (2) hubungan manusia dengan manusia lain, (3)
hubungan manusia dengan Tuhan, dan (4) hubungan manusia dengan alam
sekitar.
1) Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri
Nurgiyantoro menyatakan bahwa persoalan manusia dengan dirinya
sendiri dapat bermacam-macam jenis dan intensitasnya. Nilai moral dalam
masyarakat yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan diri sendiri
dapat berhubungan dengan masalah-masalah eksistensi diri, harga diri,
13
rasa percaya diri, takut, maut, rindu, dendam, kesepian, keterombang-
ambingan antara beberapa pilihan, dan hal lain yang lebih melibat ke
dalam diri dan kejiwaan seorang individu.
Selain itu, Ali menyatakan bahwa hubungan manusia dengan diri
sendiri dapat dipelihara dengan jalan menghayati benar patokan-patokan
akhlak, yang disebutkan dalam berbagai ayat Al-Quran. Hubungan
manusia dengan dirinya sediri disebutkan cara-caranya di dalam ayat-ayat
dan dicontohkan dengan keteladanan Nabi Muhammad.
2) Hubungan Manusia dengan Manusia Lain
Nurgiyantoro menyatakan bahwa masalah-masalah yang
berhubungan dengan nilai moral antarmanusia adalah segala hal yang
menunjukkan pesan yang berkaitan dengan hubungan antarsesama atau
hubungan sosial. Masalah-masalah yang berupa hubungan antarmanusia
antara lain dapat berwujud persahabatanyang kokoh atau rapuh, kesetiaan,
pengkhianatan, dan hal lain yang melibatkan interaksi dengan orang lain.
Sementara itu, Ali menyatakan bahwa hubungan sesama manusia ini
dapat dibina dan dipelihara dengan mengembangkan cara dan gaya hidup
yang selaras dengan nilai dan norma yang disepakati bersama dalam
masyrakat dan negara yang sesuai dengan nilai dan norma agama. Selain
itu, hubungan antarmanusia juga dapat dibina dan dipelihara, misalkan saja
dalam lingkungan pekerjaan atau yang lainnya, dengan cara saling
mengerti, menjaga, dan mengasihi (Purwanto, 2016: 131-132).
3) Hubungan Manusa dengan Tuhan
Nurgiyantoro menyatakan bahwa kehadiran unsur religius dan
keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Agama
lebih menunjuk pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan
hukum-hukum yang resmi. Pengabdian terhadap agama melihat pada
aspek yang ada di lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, dan totalitas
kedalaman pribadi manusia. Nilai moral hubungan manusia dengan Tuhan
seperti beribadah, bedoa, bersyukur, dan memohon ampun kepada Allah.
14
Selain itu, Ali menyatakan bahwa hubungan manusia dengan Tuhan
merupakan prima causa hubungan-hubungan yang lain. Oleh karena itu,
hubungan inilah yang seharusnya diutamakan dan secara tertib diatur dan
dipelihara. Sebab, dengan menjaga hubungan dengan Tuhan, manusia
akan terkendali tidak melakukan kejahatan terhadap dirinya sendiri,
masyarakat, dan lingkungan hidupnya.
4) Hubungan Manusia dengan Alam Sekitar
Hubungan manusia dengan alam sekitar adalah bagaimana manusia
berinterkasi dengan alam sekitar. Zuriah (2015: 32) menyatakan bahwa
manusia harus mematuhi aturan dan norma demi menjaga kelestarian dan
keserasian hubungan antara manusia dan alam sekitarnya karena manusia
tidak mungkin bertahan hidup tanpa adanya dukungan lingkungan alam
yang sesuai, serasi seperti yang dibutuhkan. Nilai moral hubungan
manusia dengan lingkungan alam seperti sayang bintang, dan memuji
keindahan alam.
Selain itu, Ali menyatakan bahwa hubungan manusia dengan
lingkungan hidupnya dapat dikembangkan dengan memelihara dan
menyayangi binatang dan tumbuh-tumbuhan, tanah, air, dan udara serta
semua alam semesta yang sengaja diciptakan Tuhan untuk kepentingan
manusia dan makhluk lainnya.
15
BAB III
PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menguraikan tentang penyajian data dan pembahasan yang meliputi
unsur intrinsik dan nilai moral novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru.
A. Penyajian Data
Pada novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru akan dibahas mengenai
(1) unsur intrinsik yang meliputi tema, tokoh dan penokohan, alur/plot, latar/setting, sudut
pandang, dan amanat, serta (2) nilai moral yang meliputi hubungan manusia dengan diri
sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain, hubungan manusia dengan Tuhan, dan
hubungan manusia dengan alam sekitar.
1. Unsur Intrinsik Novel Perempuan Bersampur Merah Karya Intan Andaru
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Unsur intrinsik pada novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru yaitu
tema, tokoh dan penokohan, alur/plot, latar/setting, sudut pandang, dan amanat.
16
Suka membantu 54-55, 197
Suka bebersih 101, 115-116
Menyayangi orang tua 73, 165-166
b. Tokoh Tambahan
1) Ibu Sari
Pekerja keras 108, 163
Perhatian 73, 121
2) Bapak Sari
Penyayang 54, 86
Suka membantu 51, 52
3) Rama
Rajin 16, 24, 28
Setia 189-190, 207
Memikirkan masa depan 157, 193
4) Ahmad
Suka membaca 16, 40
Suka membantu teman 30, 69, 82
5) Paman Sari
Suka memberi 91, 142
Penenang 65, 71-72
6) Mak Rebyak
Baik hati 113, 115, 205
7) Mbak Nena
Pandai menari 113, 122
8) Bapak Rama
Kasar 27, 199
3. Alur/plot
a. Tahap Penyituasian (Tahap Situation) 17, 18
b. Tahap Pemunculan Konflik (Tahap Generating 17, 52
Circumstances)
c. Tahap Peningkatan Konflik (Tahap Rising Action) 59, 61
17
d. Tahap Puncak Klimaks (Tahap Climax) 65,68
e. Tahap Penyelesaian (Tahap Denoument) 199, 205
4. Latar/setting
a. Latar Tempat
Sekolah 17, 20, 78
Rumah Sari 49, 65
Rumah Mak Rebyak 103, 115
b. Latar Waktu
Pagi hari 72, 78
Siang hari 82, 118
Sore hari 23, 172
Malam hari 45, 49, 53, 65
c. Latar Suasana
Sedih 68, 200
Senang 129, 157
Tegang 58, 64, 77
5. Sudut Pandang
Sudut pandang orang pertama 115-116, 157
6. Amanat
Ikhlaskan peristiwa yang sudah terjadi dan lupakan untuk bisa 71-72, 203
berdamai dengan masa lalu
18
Nilai Moral Novel Perempuan Bersampur Merah Karya Intan Andaru
B. Pembahasan Data
Pada bagian ini disajikan data-data tentang unsur intrinsik dalam novel Perempuan
Bersampur Merah karya Intan Andaru dan nilai moral dalam novel Perempuan Bersampur
Merah karya Intan Andaru. Hal tersebut diuraikan sebagai berikut.
19
1. Unsur Intrinsik Novel Perempuan Bersampur Merah Karya Intan Andaru
Unsur intrinsik dari novel terdiri dari tema, tokoh dan penokohan, alur/plot,
latar/setting, sudut pandang, dan amanat. Berikut ini adalah pembahasan mengenai
unsur intrinsik novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru.
a. Tema
Tema merupakan inti, ide pokok, atau gagasan pokok dalam sebuah cerita.
Tema pada novel ini meliputi tema mayor dan tema minor. Tema mayor
diperoleh dengan cara menrntukan persoalan yang paling menonjol, sedangkan
tema minor merupakan tema-tema tambahan. Berikut ini adalah tema mayor dan
tema minor yang terdapat dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya
Intan Andaru.
1) Tema Mayor
Tema mayor yang terdapat pada novel Perempuan Bersampur
Merah karya Intan Andaru adalah tentang perjuangan seorang gadis belia
dalam mengungkap misteri kematian ayahnya. Masalah perjuangan gadis
tersebut menjadi hal yang paling dominan yang menjadi dasar dari novel.
Perjuangan gadis belia bernama Sari tersebut bermula dari terbunuhnya
sang ayah pada tragedi 1998 di Banyuwangi. Sari mulai mengumpulkan
dan menyelidiki nama-nama yang terlibat dalam tragedi yang merenggut
nyawa ayahnya itu. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.
20
nama yang ada pada daftar yang sudah ditulisnya. Walaupun tak mendapat
bantuan dari Rama untuk menelusuri tentang nama-nama tersebut, Sari
tetap melakukan penyelidikan. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan
sebagai berikut.
“Tanpa Rama, aku dan Ahmad tetap mencari tahu tentang nama-
nama yang kutulis di kertas itu. Tidak akan tampak mencurigakan
sebab kami pandai melakukan penyelidikan dan berpura-pura
sebagaimana dalam buku-buku misteri yang pernah kami baca.” (30)
21
Sari. Perjuangan Sari pun belum berhenti. Ia masih harus mencari tahu
para pelaku sebenarnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tema
mayor pada novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru
adalah perjuangan seorang gadis belia dalam mengungkap misteri
kematian ayahnya. Perjuangan tersebut dimulai dari Sari yang membuat
daftar nama-nama siapa saja orang yang datang ke rumahnya saat tragedi
itu terjadi, hingga membawanya ke rumah tahanan untuk bertemu salah
satu dari nama di daftarnya.
2) Tema Minor
Tema minor berasal dari masalah-masalah yang ada dalam suatu karya
sastra. Masalah-masalah dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya Sinta
Yudisia adalah tentang persahabatan dan percintaan.
a) Persahabatan
Tokoh Sari yang menjadi tokoh utama dalam novel menjalin
hubungan persahabatan dengan dua anak lelaki, yaitu Rama dan Ahmad.
Namun, karena adanya masalah mengenai Sari dan “daftar nama”, Rama
pun seolah menjaduh dari Sari dan Ahmad. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.
22
saat itu, Rama pun seolah menjauh dari Sari dan Ahmad. Sebelum
peristiwa itu, mereka bertiga merupakan sahabat yang dekat. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Sari, Ahmad, dan Rama
telah bersahabat sedari mereka kecil. Namun, persahabatan mereka mulai
merenggang setelah Rama enggan membantu Sari untuk menyelidiki
nama-nama yang ada pada daftarnya. Rama menyobek catatan tersebut dan
membuangnya ke keranjang sampah di sekolah. Sari melihatnya. Sejak
saat itu, Sari tak lagi memiliki sahabat bernama Rama.
b) Percintaan
Tema minor pada novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan
Andaru yang kedua adalah percintaan. Menginjak dewasa, mulai ada kisah
asmara antara Sari dan Rama. Sari sudah menyukai Rama sejak dulu. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
23
Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Sari menyimpan rasa suka
terhadap Rama sejak dulu. Namun, rasa suka tersebut tidak bisa membuat
Sari mengakui Rama sebagai pacarnya. Hingga suatu hari, Rama
mengatakan jika ia menyukai Sari. Sejak saat itu, Sari tak perlu bingung
lagi untuk menjawab pertanyaan dari teman-temannya tentang siapa
sebenarnya yang menjadi pacarnya. Tak hanya suka, rupanya Rama pun
mencintai Sari. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
“Kalau aku lulus nanti, aku akan pulang terus menikahimu, Sar. Itu
rencanaku. Ya kalua kamu mau.”(157)
24
rasa suka yang Sari miliki, pengakuan perasaan dari Rama, hingga
keraguan Sari terhadap perasaan Rama.
b. Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan merupakan sesuatu yang paling penting dalam sebuah
novel. Tokoh ialah individu yang mengalami peristiwa dalam cerita, sedangkan
penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan ciri lahir dan sikap serta sifat
supaya wataknya diketahui oleh pembaca. Di bawah ini disajikan tokoh dan
penokohan dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru.
1) Tokoh Utama
Tokoh utama dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan
Andaru adalah Ayu atau yang berganti nama menjadi Sari. Tokoh Sari menjadi
tokoh utama karena tokoh tersebut merupakan tokoh yang paling sering muncul,
tokoh yang mempengaruhi alur cerita, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh
lain.
a) Ayu atau Sari
Ayu atau Sari merupakan gadis kecil yang kemudian tumbuh
menjadi remaja yang cantik. Saat remaja, Sari menjadi seorang penari
gandrung, sebuah tari tradisional asal Banyuwangi. Masa kecil hingga
remaja Sari juga digunakan untuk mencari tahu siapa yang seharusnya
bertanggung jawab atas kematian ayahnya. Sari merupakan gadis yang
pantang menyerah, suka membantu orang lain, suka bebersih, dan sangat
menyayangi kedua orang tuanya.
(1) Pantang Menyerah
Sari merupakan gadis yang memiliki sifat pantang menyerah.
Ia terus berusaha mencari tahu siapa yang menjadi dalang di tragedi
yang menewaskan ayahnya. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan
sebagai berikut.
“Tanpa Rama, aku dan Ahmad tetap mencari tahu tentang
nama-nama yang kutulis di kertas itu. Tidak akan tampak
mencurigakan sebab kami pandai melakukan penyelidikan dan
berpura-pura sebagaimana dalam buku-buku misteri yang
pernah kami baca.” (30)
25
Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Sari akan tetap mencari
tahu tentang nama-nama yang ada pada daftar miliknya. Walaupun
Rama enggan membantu, Sari akan ttap berjuang dan pantang
menyerah untuk menyelidiki kematian ayahnya tersebut. Selain
pantang menyerah dalam mengulik kematian ayahnya, Sari pun
pantang menyerah dalam mengumpulkan uang untuk membayar les
tarinya. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan sebagai berikut.
26
“Kuikuti bapak yang mulai menginjakkan kaki di pematang
sawah. Kami berjalan terus ke timur. Mencari kodok di sawah
tetangga hingga sawah luas milik Rama di ujung sana. Sambil
membawa karung bekas sebagai tempat kodok tangkapan
kami, aku terus saja menoleh ke kanan-kiri, mencari kodok-
kodok yang mendekam di kubangan sawah.” (54-55)
27
(3) Suka Bebersih
Sari merupakan gadis yang suka bebersih. Selain
membersihkan rumah, ia juga membantu membersihkan makam
Bima, adik Rama. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.
“Sewaktu aku tiba, rumah Mak Rebyak sangat sepi. Hanya ada
kucing yang mengendap-endap mengamati capung yang
sesekali hinggap di rerumputan. Sebuah motor laki-laki
terjagang di bawah pohon rambutan. Tak tahu milik siapa. Aku
mengabaikannya dan segera mengambil sapu lalu bersih-
bersih sebelum teman-teman dan Mak Rebyak datang.” (115-
116)
28
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Sari
merupakan orang yang suka dengan kebersihan. Ia tak ragu untuk
membersihkan makam Bima dan halaman rumah Mak Rebyak yang
terlihat kotor tanpa ada orang yang menyuruh.
(4) Menyayangi Orang Tua
Sari merupakan gadis yang sangat menyayangi kedua orang
tuanya. Ia sangat menyayangi ibunya dan ayahnya. Saat setelah
kepergian ayahnya, Sari kehilangan nafsu makan. Namun, ketika ia
tahu ibunya memasak, ia langsung memakan makanan itu untuk
menghargai ibunya. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.
29
ringkih sebab masa tuanya telah datang mengancam hidupnya
di bumi. Mungkin barulah aku sadar dan menyesal sebab
selama itu pula kubiarkan waktu berlalu tanpa bersamanya.
Rupanya aku lebih takut kehilangan waktu-waktuku bersama
Ibu—daripada kehilangan masa depanku bersama Rama.”
(165-166)
30
“Esok harinya, waktu aku mengunjungi Ibu di pasar, Pak Man
dan Bu Dhe Sarimbit melambaikan tangan padauk dengan
wajah ceria.” (108)
“Ibu tak masalah bila di rumah sendirian. Toh Ibu masih kuat
bekerja.” (163)
31
“Setelah mendengar penjelasanku mengenai Mbak Nena, Ibu
tak keberatan dengan keputusanku membawa Mbak Nena ke rumah.
Bahakan ketika aku bertanya bagaimana bila utang Ibu pada Bu Dhe
Jumi bertambah karena kebutuhan kami semakin banyak, Ibu bilang
tidak apa-apa.” (121)
“Nanti kalua ada uang, Bapak belikan sepatu but. Ndak pakai
sepatu sekolah bekasmu begini. Biar kamu aman kalua ikut
Bapak cari kodok lagi.” (54)
32
Sari membuktikan omongannya dengan membelikan Sari sepatu but.
Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
33
‘mengobati’. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.
34
teman-temannya bermain, Rama disibukkan dengan belajar. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
35
menghadapi keluarganya. Ia bilang jangan khawatir. Ia bilang
apapun yang terjadi, is akan tetap menikahiku sekalipun nanti
orang tuanya tak memberi restu. Ia bilang banyak sekali.
Pokoknya banyak sekali.” (189-190)
36
bermain dengan teman-temannya, Rama malah sudah memikirkan
rencana jangka panjang untuk hidupnya. Rama pun juga merancang
masa depannya dengan Sari. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
kutipan sebagai berikut.
37
buku pelajaran seperti Rama. Ahmad juga memiliki koleksi novel di
rumahnya. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
“Tanpa Rama, aku dan Ahmad tetap mencari tahu tentang nama-
nama yang kutulis di kertas itu. Tidak akan tampak
mencurigakan sebab kami pandai melakukan penyelidikan dan
berpura-pura sebagaimana dalam buku-buku misteri yang
pernah kami baca.” (30)
38
kedua Ahmad memberitahuku mengenai pelajaran yang
kutinggalkan.” (69)
39
a) Suka Memberi
Sejak kepergian bapak Sari, Paman Sari pergi ke luar kota.
Namun, kepergian paman tidak membuat hubungan mereka
merenggang. Paman masih memberikan perhatian kepada Sari dan
ibunya, salah satunya dengan memberi kiriman uang. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
40
b) Penenang
Dalam cerita, tokoh Paman Sari sering berperan sebagai
penenang. Ketika ada suatu ketegangan, paman akan dengan segera
menenangkan Sari. Ketika saat tragedi malam itu terjadi, Sari yang
histeris berhasil ditenangka oleh sang paman. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
41
a) Baik Hati
Mak Rebyak merupakan wanita yang baik, walaupun ia
memiliki garis wajah yang tegas. Hal itu dibuktikan dengan kutipan
sebagai berikut.
42
kepergian Sari. Selain itu, Mak Rebyak juga memberikan makanan
dan wejangan kepada Sari.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Mak Rebyak
sangat baik hati kepada Sari, walaupun pada awalnya Sari
menganggap Mak Rebyak sebagai wanita yang jahat. Kebaikan Mak
Rebyak terlihat saat Sari kesulitan membayar les tari hingga saat
melepas kepergian Sari dengan air mata.
g) Mbak Nena
Mbak Nena merupakan salah satu teman Sari di sanggar tari Mak
Rebyak. Dari sekian murid di sanggar, Mbak Nena merupakan yang paling
dekat dengan Sari. Mbak Nena diceritakan sebagai gadis yang pandai
menari.
a) Pandai Menari
Mbak Nena merupakan murid kesayangan Mak Rebyak. Mbak
Nena mempunyai skill tari di atas teman-teman lainnya. Kepandaian
Mbak Nena dalam menari pun ia bagi kepada Sari. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
43
Mbak Nena tidak akan ragu untuk membagikan ilmunya kepada
Sari.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Mbak Nena
pandai dalam menari dengan menjadii guru tari pribadi bagi Sari.
Mbak Nena selalu mengajarkan Sari tentang apa yang dia tahu soal
tar.
h) Bapak Rama
Bapak Rama merupakan lelaki yang menjadi dalang dibalik
kematian Bapak Sari. Bapak Rama menuduh Bapak Sari yang mengirim
santet kepada anaknya, Bima, sehingga ia meninggal. Oleh karena itu,
Bapak Rama menghasut warga yang lain untuk melakukan pengeroyokan
terhadap Bapak Sari. Sifat dari Bapak Rama adalah kasar.
(1) Kasar
Bapak Rama dikenal sebagai orang yang kasar. Ia pernah
memukuli Rama dengan sapu ketika Rama bermain dengan Sari. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
44
Dari kutipan di atas, terlihat bagaimana Bapak Rama saat
marah. Ia berteriak dan menggebrak meja hingga membuat Ibu
Rama menangis.
Dai penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Bapak Rama
memiliki sifat yang kasar, terlebih saat marah. Hal itu terjadi ketika
ia memukul Rama ketika ia bermain dengan Sari, dan berteriak serta
menggebrak meja saat Rama membawa Sari ke rumahnya.
c. Alur/Plot
Alur merupakan urutan peristiwa yang menyebabkan terjadinya peristiwa lain
sehingga terbentuk sebuah jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang
menunjukkan hubungan sebab dan akibat. Di bawah ini dijelaskan 5 tahapan alur.
1) Tahap Peyituasian (Tahap Situation)
Tahap ini menceritakan bagaimana Sari yang mengumpulkan nama-nama
orang yang saat tragedi malam itu datang ke rumahnya. Daftar itu menjadi bekal
Sari untuk memulai penyelidikan. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan
sebagai berikut.
“Ahmad dan Rama sepakat untuk menjaga kertas itu dan menyelidiki
nama-nama di sana. Bersama keduanya, kupikir aku dapat memecahkan
teka-teki itu.” (17)
Dari kutipan di atas, dijelaskan awal mula perjalanan Sari menyelidiki dan
mencari tahu tentang kematian Bapaknya. Namun, rencana itu berubah ketika
Rama malah menyobek kertas tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan
sebagai berikut.
“Begitu pedih hatiku waktu aku mendapati kertas paling penting dalam
hidupku itu berbentuk rematan dan tersobek-sobek di tempat sampah.”
(18)
45
nama. Dilanjutkan dengan dimulainya perenggangan persahabatan diantara Sari
dan Rama
2) Tahap Pemunculan Konflik (Tahap Generating Circumstances)
Tahap ini menceritakan bagaimana awal dari masalah yang akan dihadapi
Sari. Masalah yang mungkin menjadi masalah terbesar di hidupnya. Pada tahap
ini diceritakan bahwa Bapak Sari yang merupakan seorang dukun suwuk. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
“Aku merasa senang sebab Bapak bisa menyuwuk. Aku ikut puas ketika
melihat orang-orang itu pulang dengan rasa lega sebab mendapatkan
pengobatan. Aku bangga dengan Bapak dan apa yang sudah dilakukan.
Namun bertahun-tahun setelahnya, barulah aku sadar, bahwa kemampuan
Bapak itu telah mereka gunakan sebagai awalan untuk mulai menyebar
kabar-kabar tidak mengenakkan mengenai Bapak.” (52)
46
Dari kutipan di atas, disebutkan bahwa itu adalah awal rusaknya
persahabatan antara Sari, Rama, dan Ahmad. Rama yang menolak membantu
Sari, berujung Rama yang berlagak seolah tak mengenal Sari dan Ahmad.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tahap pemunculan
konflik muncul saat Bapak Sari sebagai seorang dukun suwuk membantu
mengobati orang-orang hingga dituduh dukun santet, dan rusaknya persahabatan
Sari, Rama, dan Ahmad karena Rama yang enggan membantu Sari melakukan
penyelidikan tentang nama-nama yang ada pada daftar.
3) Tahap Peningkatan Konflik (Tahap Rising Action)
Pada tahap peningkatan konflik ini, konflik yang mulai muncul pada tahap
sebelumya mulai mengalami peningkatan. Desas-desus mengenai dukun santet
mulai memunculkan korban. Salah satu dukun suwuk tewas akibat dihajar masa.
Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
Dari kutipan di atas, disebutkan mulai adanya korban atas berita dukun
suwuk. Para dukun suwuk mulai menjadi korban. Salah satunya Pak Muhidin,
teman Bapak Sari yang juga merupakan dukun suwuk. Pak Muhidin meninggal
tidak wajar karena terdapat banyak luka pada tubuhnya, seperti luka tubuh yang
diseret pada jalan raya. Hal tersebut menimbulkan ketakutan pada keluarga Sari
yang mana Bapak Sari merupakan seorang dukun suwuk juga. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
47
yang ada, seperti Bapak Sari tentunya menyimpan rasa khawatir akan bernasib
sama dengan Pak Muhidin.
4) Tahap Klimaks (Tahap Climax)
Tahap klimaks pada novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan
Andaru adalah ketika terjadi tragedi pembunuhan Bapak Sari. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
“Dibalik selendang yang terbentang, gentong tanah liat yang berisi air,
samar-samar aku memandangi Bapak yang telentang di atas meja. Jenazah
Bapak kaku, kulitnya membiru, mulutnya tidak terkatup dan kedua
kelopak matanya setengah terpejam. Ada guratan di lehernya yang terlihat
mengerikan. Darah-darah membeku, melekat di badannya yang pucat.”
(68)
48
tewasnya Bapak terungkap. Hal tersebut dijelaskan dalam kutipan sebagai
berikut.
Dari kutipan di atas, disebutkan bahwa Bapak Rama lah yang menjadi
dalang dibalik kematian Bapak Sari. Ia melakukan itu karena menganggap
Bapak Sari yang mengirim santet kepada anaknya, Bima, hingga meninggal.
Oleh karena itu, Bapak Rama menghasut warga untuk membunuh Bapak Sari.
Setelah mengetahui hal tersebut, Sari pun pergi meninggalkan kampung. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
49
a) Sekolah
Sekolah yang dimaksud dalam novel ini adalah sekolah tempat Sari,
Rama, dan Ahmad belajar yang merupakan sekolah dasar. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa saat di sekolah pun Rama
jarang bahkan hamper tidak pernah berinteraksi dengan Sari. Sari hanya
dapat melihat Rama dari jauh. Bahkan, kini Rama berteman dengan
Gilang, anak ternakal di kelas. Meskipun muncul kabar ninja di kampung,
kegiatan belajar mengajar di sekolah tetap dilaksanakan. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
Dari kutipan di atas, dapat dilihat jika sekolah tetap berjalan seperti
biasa walaupun ada kabar ninja yang menghebohkan kampung mereka.
50
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sekolah
merupakan salah satu tempat yang sering muncul karena dalam cerita Sari
masihlah siswa sekolah dasar.
b) Rumah Sari
Rumah Sari merupakan tempat terjadinya peristiwa klimaks pada
novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
Dari kutipan di atas, dapat diliha bahwa malam itu, banyak warga
yang datang mengerubungi Rumah Sari. Mereka hendak membawa Bapak
Sari, yang kemudian dianiaya hingga meninggal dunia. Rumah Sari jua
merupakan tempat bagi orang-orang yang hendak berobat ke Bapak Sari.
Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
51
Rebyak awalnya untuk mencari tahu tentang Pak Sotar. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
“Sewaktu aku tiba, rumah Mak Rebyak sangat sepi. Hanya ada
kucing yang mengendap-endap mengamati capung yang sesekali
hinggap di rerumputan. Sebuah motor laki-laki terjagang di bawah
pohon rambutan. Aku mengabaikannya dan segera mengambil sapu
lalu bersih-bersih seblum teman-teman dan Mak Rebyak datang.”
(115-116)
52
“Cahaya matahari mulai menembus celah gedek kemudian
merambat malalui angin-angin jendela—menyilaukan mataku yang
mulai keriyipan. Ketika kubuka mata pelan-pelan, Mbak Rohayah
taka da se sebelahku.” (72)
Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa ketika bangun tidu, Sari sudah
tak mendapati Mbak Rohayah di sampingnya. Setelah meninggalnya
Bapak Sari, Paman Sari membawa Bibi dan Mbak Rohayah ke luar kota.
Pagi hari pun menjadi waktu anak-anak pergi ke sekolah. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
“Pagi hari, para murid bersiap untuk sekolah dengan mata yang berat
sebab tak dapat tidur tenang sebagaimana orangtua kami.” (78)
Dari kutipan di atas, dapat dilihat aktivitas yang terjadi saat pagi hari,
yaitu anak-anak yang pergi ke sekolah untuk belajar.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pagi hari
merupakan waktu bagi orang-orang mulai melakukan aktivitas mereka.
b) Siang Hari
Pada siang hari, biasanya anak sekolah pulang dari sekolah.
Begitupun Sari dan Ahmad. Namun, mereka kembali melanjutkan
kegiatan mereka untuk melakukan penyelidikan. Hal tersebut dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.
“Siang itu, kami duduk di depan rumah pagar Mak Rebyak.” (118)
53
Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa Sari berada di rumah Mak
Rebyak saat siang hari. Sari sedang berbincang dengan Mbak Nena.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa siang hari, Sari
melakukan aktivitas-aktivitas di luar sekolah.
3) Sore Hari
Sore hari merupakan waktu bagi orang-orang bersantai setelah
melakukan kegiatan. Anak-anak banyak yang bermain saat sore. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
Dari kutipan di atas, disebutkan bahwa Ibu Sari pulang dari pasar
saat sore hari. Di pasar, Ibu Sari mencari nafkah dengan berjualan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa saat sore hari
banyak anak yang masih bermain di lapangan, dan banyak orang dewasa
yang pulang dari tempat kerja mereka.
4) Malam Hari
Pada malam hari, biasanya digunakan oleh Sari untuk belajar
bersama Mbak Rohayah. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.
54
Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Sari dan Mbak Rohayah
belajar bersama selepas maghrib di ruang tamu. Saat malam juga sering
orang datang untuk menemui Bapak Sari dan memintanya menyuwuk. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
55
Rohayah, orang datang ke rumah Sari untuk meminta bantuan Bapak,
hingga peristiwa terbunuhnya Bapak Sari.
3) Latar Suasana
Latar suasana pada novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan
Andaru adalah sedih, senang, dan tegang.
a) Sedih
Suasana sedih dalam novel ini terlihat ketika Bapak Sari meninggal.
Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
56
“Ketika pengumuman pemenang dibacakan di hari terakhir, kami
semua berhambur ke pelukan Mak Rebyak. Piala juara II berhasil
kami bawa pulang.” (129)
57
Dari kutipan di atas, dijelaskan bagaimana suasan gaduh dan tegang
saat adanya ninja yang tertangkap oleh warga.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ketegangan dalam
novel ini berasal dari ninja yang sering mengganggu warga kampung.
e. Sudut Pandang/Poin of View
Sudut pandang merupakan sudut pengarang dalam menceritakan tokoh di dalam
sebuah cerita. Novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru menggunakan
sudut pandang orang pertama. Dalam cerita, pengarang berperan sebagai “aku” yang
mengisahkan beberapa peristiwa. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.
“Sewaktu aku tiba, rumah Mak Rebyak sangat sepi. Hanya ada kucing yang
mengendap-endap mengamati capung yang sesekali hinggap di rerumputan.
Sebuah motor laki-laki terjagang di bawah pohon rambutan. Aku
mengabaikannya dan segera mengambil sapu lalu bersih-bersih seblum teman-
teman dan Mak Rebyak datang.” (115-116)
Dari kutipan di atas, bisa dilihat jika pengarang menggunakan kata “aku” untuk
menyebut Sari, bukan dengan Sari ataupun “dia”. Penggunaan sudut pandang orang
pertama di pertegas dengan kutipan sebagai berikut.
58
“Paman hadir sebagai penenang atas kekalutan kami. Paman bilang kami harus
ikhlas dan bersyukur karena tak terjadi apa-apa pada kami.” (71-72)
“Barang kali masih sulit bagiku untuk seperti Ibu yang mengikhlaskan, tapi
setidaknya aku masih bisa menjadi seperti Paman yang memilih melupakan—
pergi dari kampung dan meninggalkan ingatan kelam mengenai orang yang
dikasihinya.” (203)
Dari kutipan di atas, dijelaskan bagaimana Sari yang mencoba berdamai dengan
masa lalunya yang kelam dengan berusaha melupakan kejadian yang membuat
hidupnya hancur itu.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa novel ini mengandung
pesan untuk kita supaya dapat mrngikhlaskan kepergian orang terdekta kita, dan
berdamai dengan masa lalu denga cara melupakannya.
59
saat ia akan disunat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.
“Kakang ndak mau pergi karena bukan dukun santet. Misal kakang
pergi, kakang malah takut dianggap seperti itu.” (62)
Dari kutipan di atas, dapat dilihat jika jika Bapak Sari pergi dari
kampung, ia takut ia akan dianggap sebagai dukun santet, seperti apa yang
orang-orang pikirkan. Oleh sebab itu, Bapak Sari tetap bertahan di
kampung. Namun, ketakutan itu tetap terjadi. Bapak Sari tetap dianggap
sebagai dukun santet. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.
60
“Aku tak dapat berpikir tenang. Aku jadi takut keluar rumah. Aku
jadi takut gelap. Aku jadi takut bila malam mulai datang.” (71)
Dari kutipan di atas, dapat diketahui trauma yang diderita oleh Sari
setelah kematian Bapaknya. Sari jadi takut untuk keluar rumah, takut
dengan gelap, hingga takut jika malam mulai datang.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk nilai moral
tentang melawan rasa takut dialami oleh banyak tokoh. Ketakutan
dirasakan oleh Ahmad terhadap sunat, Bapak Sari yang merasa takut jika
ia akan bernasib seperti Pak Muhidin, namun ia tetap bertahan di kampung,
hingga Sari yang merasakan takut jika terkait dengan hal-hal berhubungan
dengan peristiwa kematian Bapaknya.
2) Memiliki Penasaran Tahu yang Tinggi
Bentuk nilai moral hubungan manusia dengan diri sendiri yang
selanjtunya adalah memiliki rasa penasaran yang tinggi. Bentuk nilai
moral ini terlihat ketika Sari bertekad akan tetap menghilangkan rasa
penasarannya terhadap tragedi kematian Bapaknya dengan terus berusaha
mencari tahu tentang nama-nama yang ada dalam daftarnya. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
“Aku tak peduli akan rencana masa depan Ahmad. Aku masih iingin
mencari tahu tentang Pak Sotar. Rasa penasaranku terhadap mereka
bagai dahaga yang harus segera dituntaskan dengan air segar.
Celakanya, air itu hanya bisa kudapatkan setelah aku mencari tahu
berita akan nama-nama di kertasku itu.” (41)
61
“Akhirnya, aku menemukan rumah Mak Rebyak. Sebuah rumah tua
di pinggir jalan. Satu tempat yang selalu kucari telah kudapati kabar
dari Ahmad bahwa di sanalah aku bisa mendapatkan informasi
tentang Pak Sotar—salah satu nama di catatanku.” (103)
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Sari sampai mencari dan
mendatangi rumah Mak Rebyak untuk menghilangkan rasa penasarannya
terhadap Pak Sotar, salah satu nama yang ada di daftarnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Sari sangat
memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap nama-nama yang tertulis di
daftarnya, salah satunya adalah Pak Sotar. Untuk mencari tahu tentang Pak
Sotar, Sari sampai mencari dan mendatangi rumah Mak Rebyak, yang Sari
ketahui sebagai istri dari Pak Sotar.
b. Hubungan Manusia dengan Manusia Lain
Di bawah ini disajikan wujud nilai moral hubungan manusia dengan
manusia lain yang terdapat dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya
Intan Andaru.
1) Saling Memberi Pujian
Bentuk nilai moral hubungan manusia dengan manusia lain salah
satunya yaitu saling memberikan pujian. Bentuk nilai moral saling
memberikan pujian terlihat ketika Sari mendeskripsikan sosok Rama yang
ia anggap sempurna. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.
62
terangan memuji jika Sari merupakan wanita yang cantik. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
“Kamu itu baik, Sar. Kamu cantik. Kamu punya rasa welas asih yang
tak banyak dimiliki perempuan masa kini. Jangan minder begitu.
Kalau sudah menikah dengan Rama dan ia sudah punya penghasilan,
kamu bisa kuliah kayak aku.” (193)
“Bila jajan pasar jualan Ibu ada yang sisa, Ibu menyisihkannya untuk
kami bertiga. Pun dengan Ahmad, kalau ada kerabatnya dari luar
kota pulang membawa oleh-oleh, ia akan membagi untukku dan
Rama. Hal yang sama terjadi ketika keluarga Rama panen cokelat
atau buah-buahan lain, Rama selalu membawakannya untukku dan
Ahmad.”(15)
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Sari, Rama, dan Ahmad
akan saling berbagi makanan ketika mereka memilikinya di rumah. Sari
63
sering memberikan jajanan pasar kepada Ahmad dan Rama. Begitu pun
dengan Rama dan Ahmad. Rama akan memberikan buah hasil panen di
kebun Bapaknya. Sedangkan Ahmad, ia akan memberi oleh-oleh yang
diberikan oleh kerabatnya yang datang dari luar kota. Selain itu, bentuk
nilai moral saling memberi juga terlihat ketika Paman Sari selalu
menyisipkan uang pada surat yang ia kirimkan. Hal tersebut dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.
“Tanpa Rama, aku dan Ahmad tetap mencari tahu tentang nama-
nama yang kutulis di kertas itu.”(30)
64
catat dalam daftarnya. Nama-nama tersebut merupakan nama orang yang
turut hadir dalam peristiwa yang menewaskan Bapak Sari. Selain itu,
bentuk nilai moral menolong teman juga terlihat ketika Ahmad
memberitahu Sari perihal pelajaran yang Sari tinggalkan. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
65
sawan atau makhluk halus (lelembut). Selain itu, bentuk nilai moral ini
juga terlihat ketika Sari dan Ibunya mengizinkan Mbak Nena untuk tinggal
di rumah mereka. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
66
hari dan dengan teliti mencari kodok. Selain mencari kodok, Sari pun
membantu Ibunya mencari uang dengan berbagai cara. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
67
memandikan serta mengurus jenazah Bapak Sari. Selain itu, kerja sama ini
juga terlihat setelah kematian Bapak Sari. Warga bersama-sama membantu
Ibu Sari menyiapkan selamatan untuk mendoakan Bapak Sari. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
68
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Bapak Sari membacakan
air yang sudah disiapkan sebelumnya. Air tersebut kemudian diberikan
kepada anak kecil yang diikuti sawan. Air yang sudah didoakan itu
selanjutnya diminumkan kepada Ibu sang anak lalu dioleskan pada
beberapa anggota tubuh si anak. Selain itu, berdoa juga dilakukan oleh
Mak Rebyak yang sedang mendampingi murid-murid sanggar tarinya
mengikuti lomba. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa saat kelompok tari Sari
dan teman-temannya akan tampil, Mak Rebyak memanjatkan doa. Mak
Rebyak berdoa supaya kelompok tari tersebut dapat mementaskan tarian
dengan lancar dan tanpa gangguan. Selain itu, dengan doa tersebut, Mak
Rebyak berharap sanggar tarinya dapat memperoleh kemenangan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk nilai moral
berdoa terlihat ketika Bapak Sari menggunakan doa sebagai cara untuk
melawan gangguan dari makhluk halus dan saat Mak Rebyak berdoa untuk
keberhasilan kelompok tari dari sanggarnya yang sedang berjuang di
perlombaan.
2) Bersyukur Atas Apa yang Terjadi
Bentuk nilai moral hubungan manusia dengan Tuhan yang
selanjutnya adalah selalu bersyukur atas apa saja yang terjadi. Bentuk nilai
moral bersyukur terlihat ketika Bapak Sari merasa enggan diperintah untuk
melakukan ritual untuk memberhentikan hujan. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
69
Dari kutipan di atas, dapat dijelaskan bahwa rasa syukur muncul
ketika Bapak Sari enggan menjadi pawang hujan dan memberhentikan
hujan yang merupakan takdir dari Tuhan. Bapak Sari beranggapan jika ia
menjadi seorang pawang hujan, ia merasa bahwa akan menghilangkan
berkah dari Tuhan. Dengan itu, Bapak Sari akan tetap bersyukur dengan
turunnya hujan. Selain itu, bersyukur juga diterapkan oleh Paman Sari
ketika Sari dan Ibunya tidak mengalami hal seperti Bapak Sari. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
70
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa di tengah kesedihan yang
mendera keluarganya, Paman Sari tetap tegar dan memerintahkan semua
anggota keluarganya untuk mengikhlaskan kepergian Bapak Sari. Paman
Sari beranggapan mereka harus bersyukur karena hanya Bapak Sari lah
yang menjadi korban. Sementara itu Sari, Ibu Sari, Paman Sari, Bibi Sari,
dan Mbak Rokhayah dan mengalami gangguan apapun. Selain itu, bentuk
nilai moral dari bersyukur juga terlihat ketika Ibu Sari sudah
mengikhlaskan kepergian suaminya dan enggan mengingat kejadian itu
lagi. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
“Ndak mau. Pokoknya Ibu ndak mau. Ibu sudah ikhlas kok. Ndak
mau berurusan lagi sama beginian.” (181)
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Ibu Sari sudah dapat
ikhlas menerima kepergian suaminya. Ia juga sudah enggan mengingat dan
berurusan lagi dengan tragedi yang telah merenggut nyawa suaminya.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk nilai moral
mengikhlaskan sesuatu yang menjadi kehendak Tuhan terlihat saat Paman
dengan sabar memberi tahu keluarganya untuk ikhlas akan kepergian
Bapak Sari dan juga Ibu Sari yang sudah mengikhlaskan kepergian
suaminya serta enggan untuk mengingat tragedi itu kembali.
71
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud. 2018. Pendidikan Agama Islam. Depok: Rajawali Pers.
Aminuddin. 2010. Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Andaru, Intan. 2019. Perempuan Bersampur Merah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.
Purwanto, Joko. 2016. Drama Seni Sastra dan Seni Pementasan. Yogyakarta: Magnum Pustaka
Utama.
Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal terhadap Ilmu
Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suciyana, Eva, Sukirno, dan Bagiya. 2018. “Analisis Nilai Moral Novel Bidadari Bermata Bening
Karya Habiburrahman El Shirazy dan Rencana Pelaksanaannya dengan Metode Kuantum
di SMA”. Jurnal Surya Bahtera. Vol.6, No. 56, hlm, 924-932. Universitas Muhammadiyah
Purworejo.
Sulistyana, Diyah, Bagiya, dan Umi. 2017. “Nilai Moral Novel Ayah Karya Andrea Hirata dan
Skenario Pembelajaran di Kelas XII SMA”. Jurnal Surya Bahtera Vol. 5, No. 44, hlm, 48-
52. Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Waluyo, Herman J. 2017. Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Zuriah, Nurul. 2015. Pendidikan Moral Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi
Aksara.
72