Anda di halaman 1dari 74

ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL

PEREMPUAN BERSAMPUR MERAH

KARYA INTAN ANDARU

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengkajian Prosa Indonesia

Dosen Pengampu: Hj. Dra. Kadaryati, M.Hum.

Oleh:

1. Elisa Putri (202110002)


2. Dian Istiqomah (202110032)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2022
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Indentitas Novel .............................................................................................. 1
B. Sinopsis Novel ................................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS

A. Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 2


B. Kajian Teoretis ................................................................................................ 3
1. Hakikat Novel ............................................................................................ 3
2. Unsur Intrinsik Novel ................................................................................. 4
3. Nilai Moral dalam Karya Sastra ................................................................ 12
BAB III PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Data ............................................................................................... 16
1. Unsur Intrinsik Novel Perempuan Bersampur Merah Karya
Intan Andaru .............................................................................................. 16
2. Nilai Moral Novel Perempuan Bersampur Merah Karya
Intan Andaru .............................................................................................. 18
B. Pembahasan Data ........................................................................................... 19
1. Unsur Intrinsik Novel Perempuan Bersampur Merah Karya
Intan Andaru .............................................................................................. 20
2. Nilai Moral Novel Perempuan Bersampur Merah Karya
Intan Andaru .............................................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 72

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Bagian ini berisi identitas novel dan synopsis novel Perempuan Bersampur Merah Karya
Intan Andaru. Hal itu penulis uraikan sebagai berikut.
A. Identitas Novel
Judul : Perempuan Bersampur Merah
Penulis : Intan Andaru
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Umum
Kota Terbit : Jakarta
Tebal : 216 halaman
Tahun Terbit : 2019
ISBN : 9786020621968
B. Sinopsis Novel
Tragedi tahun 1998 tidak akan pernah hilang dari ingatan Sari. Tak hanya kehilangan
bapak yang tertuduh sebagai dukun santet, Sari juga kehilangan paman sekeluarga yang
seketika pergi meninggalkan kampung lantaran mendapat stigma.
Untuk mencari jawaban atas kematian bapaknya, Sari menuliskan daftar nama orang
yang ikut mengarak pembantaian bapaknya pada selembar kertas. Karena mengharapkan
bantuan, ia bagikan kertas tersebut kepada dua sahabatnya, Rama dan Ahmad.
Pencarian itu rupanya tidak hanya membawa Sari bergabung dalam sanggar tari
gandrung yang penuh rahasia, tetapi juga mengubah persahabatan Sari-Rama-Ahmad
menjadi kisah cinta yang rumit. Cinta yang akhirnya menuntun mereka bertiga Kembali pada
tragedy di tahun kelam itu.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS

Bab ini terdiri dari tinjauan pustaka dan kajian teoretis. Tinjauan pustaka berisi
penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Selanjutnya, kajian
teoretis berisi paparan teori yang menjadi acuan pembahasan masalah dalam penelitian ini.
Hal tersebut penulis uraikan sebagai berikut.
A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan kajian secara kritis terhadap kajian terdahulu sehingga
diketahui perbedaan yang khas antara kajian terdahulu dengan kajian yang penulis lakukan.
Penelitian tentang nilai moral yang relevan, yaitu Diyah Sulistyani, Bagiya, Umi Faizah
(2017),
Penelitian Sulistyani, Bagiya, Faizah (Jurnal Surya Bahtera. Vol. 5. No. 44.
Universitas Muhammadiyah Purworejo) berjudul “Nilai Moral Novel Ayah Karya Andrea
Hirata dan Skenario Pembelajaran di Kelas XI SMA”. Dalam penelitiannya, mereka
membahas tentang (1) unsur intrinsik meliputi tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, dan
sudut pandang, (2) nilai moral novel Ayah karya Adrea Hirata, (3) skenario pembelajaran di
kelas XI SMA. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyani, Bagiya, Umi Faizah memiliki
persamaan dengan penelitian ini, yaitu sama-sama membahas tentang unsur intrinsik dan
nilai moral dalam karya sastra. Perbedaan penelitian terdapat pada sumber data, Sulistiyani
menggunakan novel Ayah karya Andrea Hirata, sedangkan penulis menggunakan novel
Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru.
Selain penelitian Sulistyani, Bagiya, Faizah, juga dikaji penelitian Eva Suciyana,
Sukirno, Bagiya (Jurnal Surya Bahtera. Vol. 6. No. 56. Universitas Muhammadiyah
Purworejo) berjudul “Analisis Nilai Moral Novel Bidadari Bermata Bening Karya
Habiburrahman El Shirazy dan Rencana Pelaksaan Pembelajarannya dengan Metode
Kuantum di SMA”. Dalam penelitiannya mereka mengkaji (1) unsur intrinsik meliputi tema,
tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan amanat, (2) nilai moral novel Bidadari
Bermata Bening karya Habiburrahman El Shirazy, (3) rencana pelaksanaan pembelajaran
novel Bidadari Bermata Bening Karya Habiburrahman El Shirazy. Penelitian yang
dilakukan oleh Suciyana, Sukirno, Bagiya memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu

2
sama-sama membahas tentang unsur intrinsik dan nilai moral dalam karya sastra. Perbedaan
penelitian terdapat pada sumber data, Suciyana menggunakan novel Bidadari Bermata
Bening Karya Habiburrahman El Shirazy, sedangkan penulis menggunakan novel
Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru.
B. Kajian Teoretis
Kajian teoretis adalah penjabaran kerangka teoretis yang memuat beberapa materi
untuk dijabarkan sebagai acuan pokok dalam membahas masalah yang diteliti. Dalam kajian
teoretis ini, diuraikan hakikat novel, unsur intrinsik novel, dan nilai moral dalam karya
sastra.
1. Hakikat Novel
Novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang
melukiskan para tokoh, gerak serta adegan nyata yang representatif dalam suatu alur
atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. Novel mengandung cerita kehidupan
seseorang dengan orang disekitarnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap
pelaku. Dalam sebuah novel, penagarang semaksimal mungkin untuk mengarahkan
pembaca kepada gambaran-gambaran kehidupan melalui yang terkandung dalam
novel.
Istilah novel berasal dari bahasa Italia yaitu novella yang berarti “sebuah barang
baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”.
Sekarang ini istilah novella mengandung makna yang sama dengan istilah Indonesia
novelet, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu
Panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2015:11-12).
Novel adalah salah satu karya sastra yang bersifat fiksi yang ditulis oleh
pengarang. Novel juga sudah menjadi kosumsi bagi masyarakat yang kehadirannya
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang telah dikembangkan oleh pengarang
dengan imajinatif yang diperluas sehingga masyarakat dapat memahami apa yang
dimaksud masyarakat (Firwan, 2017:53).
Nurgiyantoro mengungkapkan bahwa novel merupakan karya fiksi yang
dibangun oleh unsur-unsur pembangun, yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik
(2010:10).

3
Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa novel adalah
sebuah karangan prosa yang panjang, yang mengisahkan tentang kehidupan manusia
dan masyarakat sekitar dengan adanya tokoh dan menonjolkan watak dari tokoh.
Sebuah novel pasti memiliki unsur pembangun karya sastra. Unsur-unsur
tersebut, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur
yang membangun karya itu sendiri. Unsur intrinsik yang terdapat dalam novel, yaitu
tema, alur/plot, tokoh dan penokohan, latar/setting, sudut pandang, dan amanat.
Adapun unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra. Tetapi
secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra.
Unsur eksrtinsik yang terdapat dalam novel antara lain, keadaan subjektivitas
pengarang psikologi yang baik yang berupa psikologi yang berupa psikologi
pengarang, psikologi pembaca, maupun penerapan prinsip psikologi dalam karya.
2. Unsur Intrinsik Novel

Sebuah karya fiksi memiliki unsur intrinsik atau unsur pembangun cerita di
dalamnya. Nurgiyantoro (2013: 30) menyatakan bahwa unsur-unsur yang membangun
sebuah karya sastra disebut unsur intrinsik. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan
karya sastra hadir sebagai teks sastra. Unsur intrinsik dalam sebuah novel adalah
unsur-unsur yang turut membangun cerita. Unsur intrinsik yang terdapat dalam novel,
yaitu tema, alur/plot, tokoh dan penokohan, latar/setting, sudut pandang, dan amanat.

a. Tema
Nurgiyantoro (2013: 115) menyatakan bahwa tema merupakan gagasan
dasar yang menopang sebuah karya sastra sebagai bentuk semantis dan bersifat
abstrak yang dimunculkan secara berulang-ulang lewat motif-motif dan biasanya
dilakukan secara implisit.
Sementara itu, Waluyo (2017: 6) menyatakan bahwa tema merupakan
gagasan utama dalam sebuah cerita fiksi. Selain itu, Scharbach menyatakan
bahwa tema merupakan ide pokok yang mendasari suatu cerita sehingga
mempunyai peran sebagai pangkal tolok pengarang dalam memaparkan karya
fiksi yang diciptakannya (Aminuddin, 2010: 91).

4
Tema pada hakikatnya merupakan makna yang dikandung cerita atau
dikatakan sebagai makna cerita. Tema mayor merupakan makna pokok cerita
yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum sebuah karya sastra. Selain itu,
tema minor merupakan makna-makna tambahan atau tema-tema tambahan.
Banyak sedikitnya tema minor tergantung pada banyak sedikitnya makna
tambahan yang dapat dijelaskan dari sebuah cerita novel. Penafsiran makna-
makna itu harus dibatasi pada makna-makna yang terlihat menonjol dan
mempunyai bukti konkret yang terdapat pada karya sastra tersebut
(Nurgiyantoro, 2013: 133-134).
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah inti, ide
pokok, atau gagasan pokok dalam sebuah cerita. Tema merupakan dasar dalam
mengembangkan sebuah cerita, khususnya karya fiksi.
b. Alur atau Plot
Stanton menyatakan bahwa alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian,
namun kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu
disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Nurgiyantoro,
2013: 167). Selain itu, Waluyo (2017: 8) menyatakan bahwa alur merupakan
jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan
sebab akibat dan memiliki kemungkinan pembaca untuk menebak-nebak
peristiwa yang akan terjadi. Sementara itu, Aminuddin (2010: 83) menyatakan
bahwa alur merupakan rangkaian cerita yang terdiri dari berbagai tahapan
peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku.
Waluyo (2017: 11) menyatakan bahwa pada prinsipnya ada tiga jenis alur,
yaitu:
a) alur garis lurus atau alur progresif atau alur alur konvensional,
b) alur flashback atau alur sorot balik, atau alur regresif,
c) alur campuran.
Tasrif dalam Nurgiyantoro (2013: 209-210) mengemukakan bahwa
tahapan plot dibedakan menjadi lima bagian, yaitu:

5
a) Tahap Situation (Tahap Penyituasian)
Tahap penyituasian merupakan tahap pembukaan cerita dan
pemberian informasi awal, yang mempunyai fungsi utama untuk
melandastumpui cerita yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya.
b) Tahap Generating Circumstances (Tahap Pemunculan Konflik)
Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik
tersebut akan dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap
berikutnya.
c) Tahap Rising Action (Tahap Peningkatan Konflik)
Pada tahap ini, konflik yang telah dimunculkan pada tahap
sebelumnya makin berkembang serta dikembangkan kadar intensitasnya.
d) Tahap Climax (Tahap Klimaks)
Pada tahap ini, konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi,
yang dialami para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak.
e) Tahap Denoument (Tahap Penyelesaian)
Pada tahap ini, konflik yang telah mencapai klimaks akan diberi
jalan keluar dan cerita diakhiri.
Berdasarkan penyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa alur atau plot
adalah urutan peristiwa yang menyebabkan terjadinya peristiwa lain sehingga
terbentuk sebuah jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang
menunjukkan hubungan sebab dan akibat.
c. Tokoh dan Penokohan
Abrams menyatakan bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang
ditampilkan dalam suatu karya sastra yang ditafsirkan oleh pembaca memiliki
kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam
ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tidak berbeda dengan Abrams,
Baldic menjelaskan bahwa tokoh adalah orang yang menjadi pelaku dalam karya
sastra, sedang penokohan adalah penghadiran tokoh dalam karya sastra dengan
cara langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk
menafsirkannya lewat kata dan tindakannya (Nurgiyantoro, 2013: 247).
Sementara itu, Aminuddin (2010: 79) menyatakan bahwa tokoh merupakan

6
pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa tersebut
mampu menjalin suatu cerita, sedangkan penokohan merupakan cara pengarang
menampilkan tokoh atau pelaku.
Lebih lanjut, Waluyo (2017: 16) menyatakan bahwa secara garis besar,
tokoh yang menyebabkan konflik disebut tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
Tokoh protagonis adalah tokoh yang mendukung jalannya cerita dan berperan
sebagai tokoh yang mendatangkan simpati atau tokoh baik, sedangkan tokoh
antagonis adalah tokoh yang menentang jalan cerita dan menimbulkan perasaan
antipati atau benci pada diri pembaca.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah
orang atau pelaku yang terdapat dalam sebuah cerita, yang secara garis besar
tokoh terdiri dari tokoh protagonis dan antagonis, sedangkan penokohan adalah
perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita baik secara langsung
atau tidak langsung dan pembaca dapat menafsirkan sendiri lewat kata dan
tindakannya.
d. Latar/Setting
Abrams menyatakan bahwa latar disebut juga sebagai landas tumpu,
menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial
tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 2013:
302). Sementara itu, Waluyo (2017: 19) menyatakan bahwa tempat kejadian
cerita disebut latar. Tempat kejadian cerita dapat berkaitan dengan aspek fisik,
aspek sosiologis, dan aspek psikis. Latar juga dapat dihubungkan dengan tempat
dan waktu. Selain itu, Aminuddin (2010: 67) menyatakan bahwa setting adalah
latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa waktu, tempat, atau peristiwa, serta
memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.
Unsur latar dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan
sosial-budaya. Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Selanjutnya, latar waktu berhubungan
dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa dalam sebuah karya
fiksi. Selain itu, latar sosial-budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan

7
dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 2013: 314-322). Selain itu, Rokhmansyah
(2014: 39) menyatakan latar suasana sebagai gambaran kondisi atau situasi saat
terjadinya adegan atau konflik dalam cerita, seperti gembira, sedih, tragis,
tegang, dan lain-lain.
Waluyo (2017: 20) menyatakan bahwa latar berfungsi untuk mempertegas
watak perilaku, memberikan tekanan pada tema cerita, memperjelas tema yang
disampaikan, metafora bagi situasi psikis pelaku, sebagai pemberi atmosfer
(kesan), dan memperkuat posisi plot. Selain itu, Aminuddin (2010: 67)
menyatakan bahwa dalam sebuah karya fiksi, latar tidak hanya berfungsi sebagai
latar yang bersifat fisikal untuk membuat suatu cerita menjadi logis. Latar juga
mempunyai fungsi psikologis sehingga latar mampu menuansakan makna
tertentu yang menggerakan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa latar adalah
tempat, waktu, atau lingkungan sosial terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita
yang terdiri atas latar tempat, latar waktu, dan latar sosial-budaya.
e. Sudut Pandang/Point of View
Abrams menyatakan bahwa sudut pandang menyaran pada cara sebuah
cerita dikisahkan. Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang
digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan cerita kepada pembaca
dalam sebuah karya fiksi. Berbeda dengan Abrams, Baldic menyatakan bahwa
sudut pandang adalah posisi atau sudut mana yang menguntungkan untuk
menyampaikan kepada pembaca terhadap peristiwa dan cerita yang diamati dan
dikisahkan dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 2013: 338).
Selain itu, Waluyo (2017: 21) berpendapat bahwa sudut pandang adalah
cara yang digunakan pengarang untuk berperan dalam sebuah cerita. Apakah
sebagai orang pertama ataukah sebagai orang ketiga. Yang pertama disebut
sebagai bergaya aku-an, sedangkan yang kedua disebut sebagai bergaya dia-an.
Sementara itu, Aminuddin (2010: 90) menyatakan bahwa cara pengarang
menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya disebut sudut
pandang.

8
Nurgiyantoro (2013: 347-359) menyatakan bahwa ada beberapa macam
sudut pandang berdasarkan perbedaan yang telah umum dilakukan orang, yaitu
bentuk persona tokoh cerita: persona ketiga, persona pertama, persona kedua,
dan campuran.
a) Sudut Pandang Persona Ketiga “Dia”
Sudut pandang persona ketiga “dia” menempatkan narator sebagai
seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita
dengan menyebut nama tokoh atau kata ganti. Sudut pandang “dia” dapat
dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan
keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya.
a) “Dia” Mahatahu
Dalam sudut pandang persona ketiga mahatahu cerita
dikisahkan dari sudut dia, namun pengarang dapat menceritakan
semua hal yang menyangkut tokoh dia tersebut. Pengarang
mengetahui semua hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan,
termasuk motivasi yang melatarbelakanginya.
b) “Dia” Terbatas, “Dia” sebagai Pengamat
Dalam sudut pandang dia sebagai pengamat yang benar-benar
objektif, pengarang dapat melaporkan segala sesuatu yang dapat
dilihat dan didengar atau yang dijangkau oleh panca indra walaupun
hanya melaporkan secara apa adanya kadar ketelitiannya harus
diperhitungkan, khususnya ketelitian dalam mencatat dan
mendeskripsikan peristiwa, tindakan, latar, sampai hal terkecil yang
khas.
b) Sudut Pandang Persona Pertama “Aku”
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang
persona pertama, pengarang adalah seseorang yang ikut terlibat dalam
cerita. Pengarang berperan sebagai “aku” tokoh yang berkisah,
mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan
tindakan yang ketahui, dilihat, dialami, dirasakan, serta sikapnya terhadap
orang (tokoh) lain kepada pembaca.

9
Berdasarkan peran dan kedudukan si “aku” dalam cerita, sudut
pandang persona pertama dapat dibedakan ke dalam dua golongan.
a) “Aku” Tokoh Utama
Dalam sudut pandang ini, pengarang yang berperan sebagai
“aku” yang mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang
dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun
fisik, dan hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Teknik
“aku” dapat dipergunakan untuk melukiskan serta membeberkan
berbagai pengalaman kehidupan manusia yang paling dalam dan
rahasia.
b) “Aku” Tokoh Tambahan
Dalam sudut pandang ini, tokoh “aku” muncul sebagai tokoh
tambahan, bukan sebagai tokoh utama. Tokoh “aku” hadir untuk
membawakan cerita kepada pembaca, sedang tokoh cerita yang
mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya disebut tokoh utama
karena dialah yang banyak tampil membawa berbagai peristiwa,
tindakan, dan berhubungan dengan tokoh lain.
c) Sudut Pandang Persona Kedua “Kau”
Sudut pandang gaya “kau” merupakan cara penggambaran yang
mempergunakan “kau” sebagai variasi cara memandang tokoh aku dan dia.
Penggunaan teknik “kau” biasanya dipakai untuk mengoranglainkan diri
sendiri, melihat diri sendiri sebagai orang lain. Keadaan ini dapat
disudutpandangi “aku” maupun “dia” sebagai variasi penuturan atau
penyebutan.
d) Sudut Pandang Campuran
Penggunaan sudut pandang campuran dalam karya sastra dapat
diganti-ganti dari teknik yang satu ke teknik yang lain. Penggunaan sudut
pandang campuran dapat berupa penggunaan sudut pandang persona
ketiga dengan teknik “dia” mahatahu dan “dia” sebagai pengamat, persona
pertama teknik “aku” sebagai tokoh utama dan “aku” sebagai tokoh
tambahan atau saksi. Selain itu, pengarang dapat pula berupa campuran

10
antara persona pertama dan ketiga, antara aku, dia, bahkan kadang-kadang
juga diselingi persona kedua “kau” sekaligus.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sudut
pandang/point of view adalah cara atau pandangan pengarang dari titik atau sudut
mana dalam menyajikan cerita kepada pembaca.
f. Amanat
Amanat merupakan pesan pengarang yang ingin disampaikan melalui
tulisannya. Amanat yang hendak disampaikan pengarang melalui karya sastra
harus dicari oleh pembaca karya sastra tersebut. Seorang pengarang karya sastra
pasti menyampaikan amanat dalam karyanya. Pembaca diharapkan teliti untuk
mengungkapkan apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut (Rokhmansyah,
2014: 33).
Sementara itu, Purwanto (2016: 62) memberikan pengertian amanat
sebagai manfaat atau pesan yang dapat diambil dari sebuah karya sastra yang
dibaca. Selain itu, Waluyo (2010: 151) menyatakan bahwa amanat berhubungan
dengan makna karya sastra.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa amanat
merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca melalui
sebuah karya sastra.
3. Nilai Moral dalam Karya Sastra
Pada bagian ini dipaparkan beberapa teori mengenai pengertian nilai moral dan
jenis nilai moral dalam karya sastra.
a. Pengertian Nilai Moral
Nurgiyantoro (2013: 429) menyatakan bahwa moral adalah ajaran tentang
baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan
sebagainya. Sementara itu, Zuriah (2015: 17) menyatakan bahwa kata etika
sangat erat hubungannya dengan moral. Etika berasal dari bahasa Yunani ethos
yang berarti adat kebiasaan, sedangkan moral berasal dari bahasa latin mos yang
juga mempunyai arti adat kebiasaan. Selain itu, Ali (2018: 353) menyatakan
bahwa istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas suatu sifat,

11
perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah,
baik, dan buruk disebut moral.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai moral
merupakan sesuatu yang memberi makna pada hidup yang menyangkut tentang
ajaran baik dan buruknya suatu perbuatan, sikap, etika, dan budi pekerti
seseorang. Moral dapat membentuk pribadi-pribadi yang memiliki
perkembangan positif dan kesadaran moral yang dapat membedakan antara yang
baik dan buruk dalam perbuatan, sikap, etika, dan budi pekerti.
b. Pengertian Nilai Moral dalam Karya Saastra
Pengertian moral dalam karya sastra berbeda dengan pengertian moral
secara umum, yaitu menyangkut baik dan buruk yang diterima secara umum dan
berpangkal pada nilai-nilai kemanusiaan. Moral dalam karya sastra biasanya
dimaksudkan sebagai petunjuk dan saran yang bersifat praktis bagi pembaca
dalam kehidupan sehari-hari. Keberadaan moral dalam karya sastra tidak lepas
dari pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran yang dianutnya. Ajaran
moral tersebut pada hakikatnya merupakan petunjuk agar pembaca memberikan
respon dan mengikuti pandangan pengarang.
Nurgiyantoro (2013: 430) menyatakan bahwa hal yang ingin disampaikan
kepada pembaca melalui moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan
pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-
nilai pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran.
Jadi, moral merupakan representasi ideologi pengarang.
Selanjutnya, Kenny juga mengemukakan bahwa moral dalam karya sastra
biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran
moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil oleh pembaca melalui
cerita yang bersangkutan. Moral merupakan petunjuk yang diberikan oleh
pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan,
seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Moral juga bersifat
praktis sebab petunjuk nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita
itu lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya.

12
Lebih lanjut, Nurgiyantoro (2013: 431) menyatakan bahwa cerita fiksi
menampilkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur
kemanusiaan, serta memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat luhur
kemanusiaan tersebut pada hakikatnya bersifat universal. Artinya, sifat-sifat itu
dimiliki dan diyakini kebenarannya oleh semua manusia. Pesan moral dalam
karya sastra lebih memfokus pada sifat kodrati manusia yang sesungguhnya,
bukan pada aturan-aturan yang dibuat, ditentukan, dan bertentangan dengan
ajaran agama.
c. Jenis-jenis Nilai Moral
Jenis nilai moral dalam karya sastra tidak terbatas jumlahnya dan sangat
bervariasi, baik persoalan hidup maupun persoalan yang menyangkut harkat dan
martabat manusia. Nurgiyantoro (2013: 432) menyatakan bahwa moral dalam
karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam
pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan
sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku
sebagai tokoh antagonis maupun protagonis, tidak berarti bahwa pengarang
menyarankan pembaca untuk bersikap dan bertindak secara seperti itu. Pembaca
diharapkan dapat mengambil hikmah dari cerita tentang tokoh antagonis
tersebut.
Nurgiyantoro (2013: 441-446) dan Ali (2018: 367-370) menyatakan
bahwa jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang boleh
dikatakan, tidak terbatas. Moral dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan
kehidupan manusia itu dapat dibedakan ke dalam persoalan: (1) hubugan
manusia dengan diri sendiri, (2) hubungan manusia dengan manusia lain, (3)
hubungan manusia dengan Tuhan, dan (4) hubungan manusia dengan alam
sekitar.
1) Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri
Nurgiyantoro menyatakan bahwa persoalan manusia dengan dirinya
sendiri dapat bermacam-macam jenis dan intensitasnya. Nilai moral dalam
masyarakat yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan diri sendiri
dapat berhubungan dengan masalah-masalah eksistensi diri, harga diri,

13
rasa percaya diri, takut, maut, rindu, dendam, kesepian, keterombang-
ambingan antara beberapa pilihan, dan hal lain yang lebih melibat ke
dalam diri dan kejiwaan seorang individu.
Selain itu, Ali menyatakan bahwa hubungan manusia dengan diri
sendiri dapat dipelihara dengan jalan menghayati benar patokan-patokan
akhlak, yang disebutkan dalam berbagai ayat Al-Quran. Hubungan
manusia dengan dirinya sediri disebutkan cara-caranya di dalam ayat-ayat
dan dicontohkan dengan keteladanan Nabi Muhammad.
2) Hubungan Manusia dengan Manusia Lain
Nurgiyantoro menyatakan bahwa masalah-masalah yang
berhubungan dengan nilai moral antarmanusia adalah segala hal yang
menunjukkan pesan yang berkaitan dengan hubungan antarsesama atau
hubungan sosial. Masalah-masalah yang berupa hubungan antarmanusia
antara lain dapat berwujud persahabatanyang kokoh atau rapuh, kesetiaan,
pengkhianatan, dan hal lain yang melibatkan interaksi dengan orang lain.
Sementara itu, Ali menyatakan bahwa hubungan sesama manusia ini
dapat dibina dan dipelihara dengan mengembangkan cara dan gaya hidup
yang selaras dengan nilai dan norma yang disepakati bersama dalam
masyrakat dan negara yang sesuai dengan nilai dan norma agama. Selain
itu, hubungan antarmanusia juga dapat dibina dan dipelihara, misalkan saja
dalam lingkungan pekerjaan atau yang lainnya, dengan cara saling
mengerti, menjaga, dan mengasihi (Purwanto, 2016: 131-132).
3) Hubungan Manusa dengan Tuhan
Nurgiyantoro menyatakan bahwa kehadiran unsur religius dan
keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Agama
lebih menunjuk pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan
hukum-hukum yang resmi. Pengabdian terhadap agama melihat pada
aspek yang ada di lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, dan totalitas
kedalaman pribadi manusia. Nilai moral hubungan manusia dengan Tuhan
seperti beribadah, bedoa, bersyukur, dan memohon ampun kepada Allah.

14
Selain itu, Ali menyatakan bahwa hubungan manusia dengan Tuhan
merupakan prima causa hubungan-hubungan yang lain. Oleh karena itu,
hubungan inilah yang seharusnya diutamakan dan secara tertib diatur dan
dipelihara. Sebab, dengan menjaga hubungan dengan Tuhan, manusia
akan terkendali tidak melakukan kejahatan terhadap dirinya sendiri,
masyarakat, dan lingkungan hidupnya.
4) Hubungan Manusia dengan Alam Sekitar
Hubungan manusia dengan alam sekitar adalah bagaimana manusia
berinterkasi dengan alam sekitar. Zuriah (2015: 32) menyatakan bahwa
manusia harus mematuhi aturan dan norma demi menjaga kelestarian dan
keserasian hubungan antara manusia dan alam sekitarnya karena manusia
tidak mungkin bertahan hidup tanpa adanya dukungan lingkungan alam
yang sesuai, serasi seperti yang dibutuhkan. Nilai moral hubungan
manusia dengan lingkungan alam seperti sayang bintang, dan memuji
keindahan alam.
Selain itu, Ali menyatakan bahwa hubungan manusia dengan
lingkungan hidupnya dapat dikembangkan dengan memelihara dan
menyayangi binatang dan tumbuh-tumbuhan, tanah, air, dan udara serta
semua alam semesta yang sengaja diciptakan Tuhan untuk kepentingan
manusia dan makhluk lainnya.

15
BAB III
PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menguraikan tentang penyajian data dan pembahasan yang meliputi
unsur intrinsik dan nilai moral novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru.
A. Penyajian Data
Pada novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru akan dibahas mengenai
(1) unsur intrinsik yang meliputi tema, tokoh dan penokohan, alur/plot, latar/setting, sudut
pandang, dan amanat, serta (2) nilai moral yang meliputi hubungan manusia dengan diri
sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain, hubungan manusia dengan Tuhan, dan
hubungan manusia dengan alam sekitar.
1. Unsur Intrinsik Novel Perempuan Bersampur Merah Karya Intan Andaru
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Unsur intrinsik pada novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru yaitu
tema, tokoh dan penokohan, alur/plot, latar/setting, sudut pandang, dan amanat.

Unsur Intrinsik Novel Perempuan Bersampur Merah Karya Intan Andaru

No. Unsur pembangun karya sastra Penyajian data


1. Tema
a. Tema Mayor
Perjuangan seorang gadis belia dalam mengungkap misteri 18, 30, 82-83
kematian ayahnya.
b. Tema Minor
1) Persahabatan 13-14, 17
2) Percintaan 154-155, 157,
194
2. Tokoh dan Penokohan
a. Tokoh Utama
1) Sari atau Ayu
Pantang menyerah 30, 111

16
Suka membantu 54-55, 197
Suka bebersih 101, 115-116
Menyayangi orang tua 73, 165-166
b. Tokoh Tambahan
1) Ibu Sari
Pekerja keras 108, 163
Perhatian 73, 121
2) Bapak Sari
Penyayang 54, 86
Suka membantu 51, 52
3) Rama
Rajin 16, 24, 28
Setia 189-190, 207
Memikirkan masa depan 157, 193
4) Ahmad
Suka membaca 16, 40
Suka membantu teman 30, 69, 82
5) Paman Sari
Suka memberi 91, 142
Penenang 65, 71-72
6) Mak Rebyak
Baik hati 113, 115, 205
7) Mbak Nena
Pandai menari 113, 122
8) Bapak Rama
Kasar 27, 199
3. Alur/plot
a. Tahap Penyituasian (Tahap Situation) 17, 18
b. Tahap Pemunculan Konflik (Tahap Generating 17, 52
Circumstances)
c. Tahap Peningkatan Konflik (Tahap Rising Action) 59, 61

17
d. Tahap Puncak Klimaks (Tahap Climax) 65,68
e. Tahap Penyelesaian (Tahap Denoument) 199, 205
4. Latar/setting
a. Latar Tempat
Sekolah 17, 20, 78
Rumah Sari 49, 65
Rumah Mak Rebyak 103, 115
b. Latar Waktu
Pagi hari 72, 78
Siang hari 82, 118
Sore hari 23, 172
Malam hari 45, 49, 53, 65
c. Latar Suasana
Sedih 68, 200
Senang 129, 157
Tegang 58, 64, 77
5. Sudut Pandang
Sudut pandang orang pertama 115-116, 157
6. Amanat
Ikhlaskan peristiwa yang sudah terjadi dan lupakan untuk bisa 71-72, 203
berdamai dengan masa lalu

2. Nilai Moral Novel Perempuan Bersampur Merah Karya Intan Andaru


Wujud nilai moral dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan
Andaru terdiri dari hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan
manusia lain, dan hubungan manusia dengan Tuhan

18
Nilai Moral Novel Perempuan Bersampur Merah Karya Intan Andaru

No. Wujud Moral Nilai Moral Penyajian Data


1. Hubungan manusia dengan a. Menghadapi rasa 38, 62, 66, 71
diri sendiri takut
b. Memiliki rasa 41, 103
penasaran yang tinggi
2. Hubungan manusia dengan a. Saling memberi 15, 193
manusia lain pujian
b. Saling memberi 15, 91-92
c. Menolong teman 30, 69, 82
d. Membantu orang lain 51, 121
e. Membantu orang tua 54-55, 111
f. Kerja sama saat ada 68, 69
kematian
3. Hubungan manusia dengan a. Berdoa 50-51, 128
Tuhan b. Bersyukur atas apa 48, 71-72
yang terjadi
c. Mengikhlaskan 71-72, 181
sesuatu yang sudah
menjadi kehendak
Tuhan

B. Pembahasan Data
Pada bagian ini disajikan data-data tentang unsur intrinsik dalam novel Perempuan
Bersampur Merah karya Intan Andaru dan nilai moral dalam novel Perempuan Bersampur
Merah karya Intan Andaru. Hal tersebut diuraikan sebagai berikut.

19
1. Unsur Intrinsik Novel Perempuan Bersampur Merah Karya Intan Andaru
Unsur intrinsik dari novel terdiri dari tema, tokoh dan penokohan, alur/plot,
latar/setting, sudut pandang, dan amanat. Berikut ini adalah pembahasan mengenai
unsur intrinsik novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru.
a. Tema
Tema merupakan inti, ide pokok, atau gagasan pokok dalam sebuah cerita.
Tema pada novel ini meliputi tema mayor dan tema minor. Tema mayor
diperoleh dengan cara menrntukan persoalan yang paling menonjol, sedangkan
tema minor merupakan tema-tema tambahan. Berikut ini adalah tema mayor dan
tema minor yang terdapat dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya
Intan Andaru.
1) Tema Mayor
Tema mayor yang terdapat pada novel Perempuan Bersampur
Merah karya Intan Andaru adalah tentang perjuangan seorang gadis belia
dalam mengungkap misteri kematian ayahnya. Masalah perjuangan gadis
tersebut menjadi hal yang paling dominan yang menjadi dasar dari novel.
Perjuangan gadis belia bernama Sari tersebut bermula dari terbunuhnya
sang ayah pada tragedi 1998 di Banyuwangi. Sari mulai mengumpulkan
dan menyelidiki nama-nama yang terlibat dalam tragedi yang merenggut
nyawa ayahnya itu. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.

“Rama sahabat tersayangku yang tak pernah mengerti bahwa


lembaran kertas itu amat berarti buatku. Rama tak mengerti bahwa
cita-citaku tak sama dengannya yang ingin sekolah tinggi. Rama tak
mengerti bahwa satu-satunya yang ingin kuraih saat itu hanyalah
segala hal yang terkait dengan nama-nama di kertas itu. Tak ada
yang lain. Rama seakan tidak mau mengerti.”(18)
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Sari sangat ingin
mengetahui segala hal mengenai nama-nama yang ada pada daftarnya,
yang mana nama tersebut adalah nama orang-orang yang terlibat dalam
tragedi yang menewaskan ayahnya. Sari bahkan tak memiliki cita-cita
seperti kebanyakan anak lain. Ia lebih memilih berjuang menelusuri nama-

20
nama yang ada pada daftar yang sudah ditulisnya. Walaupun tak mendapat
bantuan dari Rama untuk menelusuri tentang nama-nama tersebut, Sari
tetap melakukan penyelidikan. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan
sebagai berikut.

“Tanpa Rama, aku dan Ahmad tetap mencari tahu tentang nama-
nama yang kutulis di kertas itu. Tidak akan tampak mencurigakan
sebab kami pandai melakukan penyelidikan dan berpura-pura
sebagaimana dalam buku-buku misteri yang pernah kami baca.” (30)

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Sari bersama Ahmad,


sahabatnya, tetap mencari tahu tentang nama-nama yang ada pada daftar
walaupun tanpa bantuan Rama. Sari tidak peduli mengenai Rama yang
menolak membantunya. Ia akan tetap berjuang mencari tahu informasi
tentang nama-nama tersebut. Pencarian Sari hingga membawanya ke
sebuah rumah tahanan. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.

“Setelah tikungan demi tikungan terlewati, setelah lelah di betis


Ahmad yang telah terasa, juga setelah keringat menetes-netes karena
terik yang membakar, kami sampai di rumah tahanan. Di sebuah
Gedung tengah kota yang asing bagiku itu, terlihat orang-orang
berseragam dikelilingi kepulan asap rokok. Di depan meja yang
berantakan dengan cangkir-cangkir kopi dan bungkus rokok, mereka
terlihat asik mengobrol. Salah satunya adalah bapaknya Seto yang
berbaik hati membantu kami.” (82-83)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Sari Bersama Ahmad


pergi ke rumah tahanan untuk menemui salah satu orang yang ada di daftar
Sari. Perjuangan Sari membawanya sampai ke rumah tahanan dengan
dibantu oleh bapak dari temannya, Seto, yang merupakan petugas dari
rumah tahanan tersebut. Di rumah tahanan, Sari bertemu dengan Pak Muis,
lelaki tua yang namanya ada dalam daftar Sari. Dari pengakuan Pak Muis,
Sari mengetahui bahwa Pak Muis hanyalah seorang sopir truk yang saat
kejadian dihentikan oleh warga untuk mengantarkan mereka ke rumah

21
Sari. Perjuangan Sari pun belum berhenti. Ia masih harus mencari tahu
para pelaku sebenarnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tema
mayor pada novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru
adalah perjuangan seorang gadis belia dalam mengungkap misteri
kematian ayahnya. Perjuangan tersebut dimulai dari Sari yang membuat
daftar nama-nama siapa saja orang yang datang ke rumahnya saat tragedi
itu terjadi, hingga membawanya ke rumah tahanan untuk bertemu salah
satu dari nama di daftarnya.
2) Tema Minor
Tema minor berasal dari masalah-masalah yang ada dalam suatu karya
sastra. Masalah-masalah dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya Sinta
Yudisia adalah tentang persahabatan dan percintaan.
a) Persahabatan
Tokoh Sari yang menjadi tokoh utama dalam novel menjalin
hubungan persahabatan dengan dua anak lelaki, yaitu Rama dan Ahmad.
Namun, karena adanya masalah mengenai Sari dan “daftar nama”, Rama
pun seolah menjaduh dari Sari dan Ahmad. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.

“Sekelebat, ada sesuatu yang berhasil mencuri perhaianku sampai-


sampai aku mengabaikan keributan yang sedang kami tonton.
Bersama empat anak seumuran kami, Rama, yang dulunya sahabat
kami, muncul di tengah jalan. Mereka terus berjalan tanpa menoleh
ke kanan-kiri. Melihat Rama yang mengenakan kaos putih bersih,
bercelana dengan banyak kantong, dan bersandal jepit swallow biru
sehingga tampak nyaman di mat aitu, aku ingin menyapanya.” (13-
14)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa adanya kerusakan pada


persahabatan antara Sari dan Ahmad dengan Rama. Rama bertingkah
seolah tak mengenal sahabatnya, Sari dan Ahmad. Kerusakan
persahabatan mereka disebabkan oleh Rama yang tak mau membantu Sari
untuk mencari tahu tentang nama-nama yang ada pada daftarnya. Sejak

22
saat itu, Rama pun seolah menjauh dari Sari dan Ahmad. Sebelum
peristiwa itu, mereka bertiga merupakan sahabat yang dekat. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Ketika Rama bertanya, barulah Ahmad mau menjawab—hanya


berbisik-bisik di telinga Rama kemudian mereka tertawa bersama.
Dan aku yang tak mengerti terus saja mendesak mereka untuk
bercerita. Begitulah kami bertiga saling melengkapi. Aku pun sering
membayangkan kami yang berahabat sejak kecil akan terus
bersahabat sampai kami tua. Namun, sepertinya tak akan terjadi
sebab persahabatanku dengan Rama berangsur merenggang setelah
kutemukan robekan kertas berisi tulisan tanganku itu terbuang di
keranjang sampah sekolah. Seminggu sebelum hari itu, kuberikan
selembar catatan kecil berisi nama-nama penting pada Ahmad dan
Rama. Mereka sepakat untuk menjaga kertas itu dan menemaniku
menyelidiki nama-nama di sana.” (17)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Sari, Ahmad, dan Rama
telah bersahabat sedari mereka kecil. Namun, persahabatan mereka mulai
merenggang setelah Rama enggan membantu Sari untuk menyelidiki
nama-nama yang ada pada daftarnya. Rama menyobek catatan tersebut dan
membuangnya ke keranjang sampah di sekolah. Sari melihatnya. Sejak
saat itu, Sari tak lagi memiliki sahabat bernama Rama.
b) Percintaan
Tema minor pada novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan
Andaru yang kedua adalah percintaan. Menginjak dewasa, mulai ada kisah
asmara antara Sari dan Rama. Sari sudah menyukai Rama sejak dulu. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Beberapa teman sering bertanya tentang Rama dan Ahmad.


Pertanyaan yang cukup aneh seperti siapa yang sebenarnya jadi
pacarku—Rama atau Ahmad. Aku bukan pacar siapa-siapa. Ahmad
sahabatku. Rama juga—sekalipun aku menyukainya sejak dulu. Dan
aku sadar betul rasa suka itu tak bisa menjadi dasar untuk
mengetahui bahwa kami pacarana. Lalu kemudian satu hari
mengubah semua itu. Aku tak lagi bingung menjawab pertanyaan
teman-teman lagi.” (154-155)

23
Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Sari menyimpan rasa suka
terhadap Rama sejak dulu. Namun, rasa suka tersebut tidak bisa membuat
Sari mengakui Rama sebagai pacarnya. Hingga suatu hari, Rama
mengatakan jika ia menyukai Sari. Sejak saat itu, Sari tak perlu bingung
lagi untuk menjawab pertanyaan dari teman-temannya tentang siapa
sebenarnya yang menjadi pacarnya. Tak hanya suka, rupanya Rama pun
mencintai Sari. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Kalau aku lulus nanti, aku akan pulang terus menikahimu, Sar. Itu
rencanaku. Ya kalua kamu mau.”(157)

Dari kutipan di atas, dipaparkan bukti keseriusan Rama dalam


mencintai Sari. Rama berencana membawa Sari ke pelaminan saat ia lulus
kuliah nanti. Hal tersebut langsung Rama sampaikan kepada Sari. Namun,
suatu saat muncul keraguan dalam diri Sari mengenai perasaan Rama. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Haru di dada semakin bertubi. Mengingat aku yang meragukan


Rama selama ini. Yang sering susah terlelap hanya karena
memikirkan apakah di tempat yang jauh itu, Rama masih
mencintaiku. Yang pernah berpikir untuk meninggalkan Rama
hanya karena taka da kabar darinya. Yang pernah menimbang-
nimbang untuk menerima lelaki lain saja ketimbang menunggunya
tanpa kepastian.” (194)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Sari sempat ragu dengan


perasaan Rama. Saat itu, Rama menjalankan kuliahnya di luar kota. Hal
itu menjadikan mereka sangat jarang bertemu. Jangankan untuk bertemu,
berkomunikasi pun mereka jarang. Mereka jarang berkomunikasi karena
kesibukan Rama sebagai mahasiswa. Faktor itulah yang membuat Sari
mempertanyakan, apakah Rama masih mencintainya atau tidak.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa percintaan menjadi
tema minor dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan
Andaru. Permasalahan percintaan antara Rama dan Sari dimulai dengan

24
rasa suka yang Sari miliki, pengakuan perasaan dari Rama, hingga
keraguan Sari terhadap perasaan Rama.
b. Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan merupakan sesuatu yang paling penting dalam sebuah
novel. Tokoh ialah individu yang mengalami peristiwa dalam cerita, sedangkan
penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan ciri lahir dan sikap serta sifat
supaya wataknya diketahui oleh pembaca. Di bawah ini disajikan tokoh dan
penokohan dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru.
1) Tokoh Utama
Tokoh utama dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan
Andaru adalah Ayu atau yang berganti nama menjadi Sari. Tokoh Sari menjadi
tokoh utama karena tokoh tersebut merupakan tokoh yang paling sering muncul,
tokoh yang mempengaruhi alur cerita, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh
lain.
a) Ayu atau Sari
Ayu atau Sari merupakan gadis kecil yang kemudian tumbuh
menjadi remaja yang cantik. Saat remaja, Sari menjadi seorang penari
gandrung, sebuah tari tradisional asal Banyuwangi. Masa kecil hingga
remaja Sari juga digunakan untuk mencari tahu siapa yang seharusnya
bertanggung jawab atas kematian ayahnya. Sari merupakan gadis yang
pantang menyerah, suka membantu orang lain, suka bebersih, dan sangat
menyayangi kedua orang tuanya.
(1) Pantang Menyerah
Sari merupakan gadis yang memiliki sifat pantang menyerah.
Ia terus berusaha mencari tahu siapa yang menjadi dalang di tragedi
yang menewaskan ayahnya. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan
sebagai berikut.
“Tanpa Rama, aku dan Ahmad tetap mencari tahu tentang
nama-nama yang kutulis di kertas itu. Tidak akan tampak
mencurigakan sebab kami pandai melakukan penyelidikan dan
berpura-pura sebagaimana dalam buku-buku misteri yang
pernah kami baca.” (30)

25
Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Sari akan tetap mencari
tahu tentang nama-nama yang ada pada daftar miliknya. Walaupun
Rama enggan membantu, Sari akan ttap berjuang dan pantang
menyerah untuk menyelidiki kematian ayahnya tersebut. Selain
pantang menyerah dalam mengulik kematian ayahnya, Sari pun
pantang menyerah dalam mengumpulkan uang untuk membayar les
tarinya. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan sebagai berikut.

“Saat anak-anak seumuranku banyak bermain, aku


menghabiskan keseharianku untuk mencari cara mendapatkan
uang. Tak ada uang dari hasil karangan mimipi-mimpiku, aku
membantu mengangkat sayur-mayur milik pedagang di pasar.
Aku pernah pergi ke toko Koh Tjian dan bertanya apakah
punya pekerjaan untukku—selain berburu kodok lagi. Lalu,
seminggu sekali, ia menyuruhku mencuci timbangan duduk
atau pun dinding tokonya yang dilengketi gula merah. Kadang
aku juga bermain ke toko Bu Dhe Jumi, salah satu pemilik toko
sembako yang sering diutangi Ibu, untuk menanyakan hal yang
sama. Ia menyuruhku membantu membungkus tepung kanji
dan tepung terigu ke dalam kantong plastic setengah kiloan.”
(111)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Sari tidak menyerah


untuk mencari cara mendapatkan uang. Ketika tidak mendapat uang
dari karangan mimpinya, Sari mencari sumber penghasilan lain. Ia
meminta pekerjaan pada Koh Tjian hingga Bu Dhe Jumi demi
mendapatkan uang untuk membayar les tari.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Sari
memiliki sifat yang pantang menyerah. Ia pantang menyerah dalam
mengungkap pembunuhan ayahnya, hingga dalam hal mendapatkan
uang.
(2) Suka Membantu
Selain pantang menyerah, Sari juga merupakan gadis yang
suka membantu. Walaupun Sari masih anak-anak, ia tetap membantu
ayahnya untuk mencari kodok di sawah. Hal tersebut dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.

26
“Kuikuti bapak yang mulai menginjakkan kaki di pematang
sawah. Kami berjalan terus ke timur. Mencari kodok di sawah
tetangga hingga sawah luas milik Rama di ujung sana. Sambil
membawa karung bekas sebagai tempat kodok tangkapan
kami, aku terus saja menoleh ke kanan-kiri, mencari kodok-
kodok yang mendekam di kubangan sawah.” (54-55)

Dari kutipan di atas, dijelaskan Sari yang membantu ayahnya


mencari kodok di sawah. Sari yang masih kecil tanpa ragu turun ke
sawah mencari kodok bersama ayahnya. Kodok hasil tangkapan
mereka kemudian dijual ke pasar. Selain mencari kodok, Sari pun
membantu ibunya mendapatkan uang. Hal tersebut dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.

“Saat anak-anak seumuranku banyak bermain, aku


menghabiskan keseharianku untuk mencari cara mendapatkan
uang. Tak ada uang dari hasil karangan mimipi-mimpiku, aku
membantu mengangkat sayur-mayur milik pedagang di pasar.
Aku pernah pergi ke toko Koh Tjian dan bertanya apakah
punya pekerjaan untukku—selain berburu kodok lagi. Lalu,
seminggu sekali, ia menyuruhku mencuci timbangan duduk
atau pun dinding tokonya yang dilengketi gula merah. Kadang
aku juga bermain ke toko Bu Dhe Jumi, salah satu pemilik toko
sembako yang sering diutangi Ibu, untuk menanyakan hal yang
sama. Ia menyuruhku membantu membungkus tepung kanji
dan tepung terigu ke dalam kantong plastic setengah kiloan.”
(111)

Dari kutipan di atas, dijelaskan Sari yang berusaha membantu


ibunya dengan cara mencari uang. Sari mencari uang dengan
membantu orang-orang yang dikenalnya. Dengan membantu
mereka, Sari bisa mendapatkan sedikit uang untuk membayar les tari
sehingga dapat sedikit membantu meringankan beban ibunya.
Dari penjelasan di atas, Sari merupakan gadis yang suka
membantu kedua orang tuanya. Ia membantu ayahnya mecari kodok
di sawah, dan membantu ibunya mencari sedikit uang untuk
membayar les tari.

27
(3) Suka Bebersih
Sari merupakan gadis yang suka bebersih. Selain
membersihkan rumah, ia juga membantu membersihkan makam
Bima, adik Rama. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.

“Di sebuah makam kecil dengan kijing dari porselen merah


bata, tertulis nama Bima—almarhum adik Rama yang semasa
hidup sering bermain dengan kami. Entah kapan keluarga
Bima datang mengunjungi makam ini. Kuduga menjelang
bulan Ramadhan pun mereka tidak datang, rumput-rumput di
sekitarnya sudah hamper setinggi lutut. Aku mencabutinya
satu per satu dan membuangnya ke pojok pemakaman. Makam
Bima sudah berish, tapi tak kuberi bunga-bunga, sebab
keluarga Rama tak suka menabur bunga bila ke makam.” (101)

Dari kutipan di atas, dijelaskan Sari yang sedang


membersihkan makam Bima, adik Rama. Sari membersihkan
makam Bima saat ia melihat makam tersebut dalam keadaan kotor,
seperti tak terurus. Walaupun tak mempunyai hubungan kerabat
dengan Bima, Sari tetap membersihkan makam Bima. Selain
membersihkan makam Bima, Sari juga sering menyapu halaman
rumah Mak Rebyak. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.

“Sewaktu aku tiba, rumah Mak Rebyak sangat sepi. Hanya ada
kucing yang mengendap-endap mengamati capung yang
sesekali hinggap di rerumputan. Sebuah motor laki-laki
terjagang di bawah pohon rambutan. Tak tahu milik siapa. Aku
mengabaikannya dan segera mengambil sapu lalu bersih-
bersih sebelum teman-teman dan Mak Rebyak datang.” (115-
116)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Sari adalah tipe


orang yang suka bebersih. Ia melihat halaman rumah Mak Rebyak
dalam keadaan kotor. Tanpa ada yang menyuruh, Sari dengan
inisiatifnya sendiri mengambil sapu dan menyapu halaman rumah
Mak Rebyak.

28
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Sari
merupakan orang yang suka dengan kebersihan. Ia tak ragu untuk
membersihkan makam Bima dan halaman rumah Mak Rebyak yang
terlihat kotor tanpa ada orang yang menyuruh.
(4) Menyayangi Orang Tua
Sari merupakan gadis yang sangat menyayangi kedua orang
tuanya. Ia sangat menyayangi ibunya dan ayahnya. Saat setelah
kepergian ayahnya, Sari kehilangan nafsu makan. Namun, ketika ia
tahu ibunya memasak, ia langsung memakan makanan itu untuk
menghargai ibunya. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.

“Mataku ketap-ketip. Sungguh aku malas sekali makan. Aku


nyaris tak merasa lapar. Nasi apa pun lauknya seperti hendak
keluar lagi kalua menyentuh langit-langit mulutku. Semuanya
jadi hambar. Tapi, ketika Bibi bilang begitu, aku jadi beranjak
dari tempat tidur, meraih piringnya, dan duduk di meja makan,
bergabung dengan Mbak Rohayah yang sedang makan dengan
lahap.” (71)

Dari kutipan di atas, dapat dilihat bagaimana rasa sayang Sari


terhadap Ibunya. Setelah kematian ayahnya, Sari bagai kehilangan
nafsu makan. Namun, ketika ibunya memasak, Sari akan langsung
memakannya. Hal itu Sari lakukan karena ia menyayangi ibunya dan
tak mau membuat ibunya bersedih. Selain itu, Sari juga sangat
enggan mengambil beasiswa dan meninggalkan ibunya. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Ketika sampai di rumah, Ibu sedang bersih-berish halaman


belakang. Ayam-ayam berhambur keluar waktu Ibu membuka
pintu kendang. Bila memandangi Ibu menyapu dan
membungkuk seperti itu, lagi-lagi pikiranku Kembali
berkelana, melompat pada puluhan tahun kemudian. Bila aku
sudah tak bersama Ibu lagi. Bila aku jadi pergi ke luar kota dan
kembali ketika Ibu menua, menjadi bungkuk seperti itu dengan
rambut yang sepenuhnya putih juga kulit-kulit yang mengerut.
Bila aku asyik dengan hidupku dan mendapati Ibu mulai

29
ringkih sebab masa tuanya telah datang mengancam hidupnya
di bumi. Mungkin barulah aku sadar dan menyesal sebab
selama itu pula kubiarkan waktu berlalu tanpa bersamanya.
Rupanya aku lebih takut kehilangan waktu-waktuku bersama
Ibu—daripada kehilangan masa depanku bersama Rama.”
(165-166)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bagaimana Sari yang enggan


memperjuangkan beasiswanya dan pergi ke luar kota. Ia hanya ingin
tetap bersama Ibunya, menua bersama Ibunya. Saking besarnya rasa
sayang Sari kepada Ibunya, ia rela kehilangan masa depannya
dengan Rama.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Sari
sangat menyayangi orang tuanya. Sari tak ingin membuat Ibunya
sedih. Ia pun tak ingin meninggalkan Ibunya sendirian di kampung.
Ia lebih memilih kehilangan masa depannya dengan Rama daripada
harus kehilangan Ibunya.
2) Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan di dalam novel Perempuan Bersamur Merah karya Intan
Andaru lebih banyak daripada tokoh utama. Tokoh tambahan tersebut, yaitu Ibu
Sari, Bapak Sari, Rama, Ahmad, Paman Sari, Mak Rebyak, Mbak Nena, dan
Bapak Rama.
a) Ibu Sari
Ibu Sari merupakan tokoh tambahan dalam novel Perempuan
Bersampur Merah karya Intan Andaru. Ibu Sari merupakan sosok Wanita
hebat di mata Sari.
(1) Pekerja Keras
Sebagai seorang orang tua tunggal bagi Sari, Ibu Sari
merupakan sosok pekerja keras. Selain berperan sebagai Ibu, Ibu
Sari juga berperan sebagai ayah dalam hal mencari nafkah. Untuk
mencari nafkah, Ibu Sari berjualan di pasar. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

30
“Esok harinya, waktu aku mengunjungi Ibu di pasar, Pak Man
dan Bu Dhe Sarimbit melambaikan tangan padauk dengan
wajah ceria.” (108)

Kutipan di atas menjelaskan Sari mengunjungi Ibunya yang


sedang berjualan di Pasar. Ia menafkahi Sari dengan cara berjualan
di pasar. Selain itu, Ibu Sari juga rela bekerja di hari tuanya sendirian
saat Sari memiliki rencana pergi ke luar kota. Hal tersebut dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.

“Ibu tak masalah bila di rumah sendirian. Toh Ibu masih kuat
bekerja.” (163)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Ibu Sari tak mengapa


ditinggal sendirian di rumah, sementara Sari pergi kuliah ke luar
kota. Ibu Sari masih bisa bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup
mereka.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ibu Sari
merupakan sosok pekerja keras. Ia bekerja demi Sari. Ia juga harus
berperan sebagai ayah bagi Sari.
(2) Perhatian
Selain pekerja keras, Ibu Sari merupakan wanita yang
perhatian. Saat dalam keadaan berduka setelah ditinggal suaminya,
Ibu Sari tetap memasakkan sari makanan. Hal tersebut dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.

“Ini Ibumu yang masak. Ada sambel tomatnya juga. Ayo!


Ndak kasihan to sama Ibumu sudah capek-capek masak?” (73)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa walaupun dalam


keadaan berduka, Ibu Sari tetap memberikan perhatian kepada Sari
dengan cara memasakkan makanan untuk Sari. Selain itu, perhatian
Ibu Sari juga diberikan kepada Mbak Nena. Hal tersebut dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.

31
“Setelah mendengar penjelasanku mengenai Mbak Nena, Ibu
tak keberatan dengan keputusanku membawa Mbak Nena ke rumah.
Bahakan ketika aku bertanya bagaimana bila utang Ibu pada Bu Dhe
Jumi bertambah karena kebutuhan kami semakin banyak, Ibu bilang
tidak apa-apa.” (121)

Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa Ibu Sari sangat


perhatian kepada orang lain. Ia membiarkan Mbak Nena untuk
tinggal di rumah saat ia diusir. Walaupun utang akan semakin
bertambah, Ibu Sari tak keberatan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ibu Sari
merupakan wanita yang perhatian. Tak hanya kepada Sari, anaknya,
Ibu Sari juga memberikan perhatiannya kepad Mbak Nena, teman
Sari.
b) Bapak Sari
Bapak Sari merupakan salah satu dari sekian banyak korban tragedi
tahun 1998. Ia tewas dikeroyok warga yang menuduhnya sebagai dukun
santet. Padahal Bapak Sari merupakan laki-laki yang baik. Ia memiliki
sifat penyayang dan suka membantu orang lain.
(1) Penyayang
Bapak Sari merupakan sosok lelaki penyayang. Apalagi
kepada Sari. Ia sangat menyayangi anak semata wayangnya itu.
Bahkan, Bapak Sari menjanjikan Sari sepatu but untuk mencari
kodok di sawah walaupun tak memiliki uang yang cukup. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Nanti kalua ada uang, Bapak belikan sepatu but. Ndak pakai
sepatu sekolah bekasmu begini. Biar kamu aman kalua ikut
Bapak cari kodok lagi.” (54)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Bapak Sari


mengusahakan untuk membelikan Sari sepatu but untuk mencari
kodok di sawah. Walaupun tak memiliki uang yang cukup, tetapi
karena rasa sayang Bapak Sari kepada Sari, Bapak Sari akan selalu
berusaha membelikan Sari sepatu but. Tak hanya janji belak, Bapak

32
Sari membuktikan omongannya dengan membelikan Sari sepatu but.
Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Setelah beberapa bulan kematian Bapak, sorang lelaki tua


datang ke rumah mengantar sepasang sepatu but kecil
berwarna hijau lumut. Ia baru ingat bahwa almarhum Bapak
yang memesan sepatu ini.” (86)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Bapak Sari sangat


menyayangi Sari. Bapak Sari diam-diam memesankan sepatu but
untuk Sari. Sepatu tersebut seharusnya dipakai Sari saat mencari
kodok bersama Bapak. Akan tetapi, keadaan malah seperti ini.
Bapak Sari telah tiada.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
Bapak Sari merupakan bapak yang sangat menyayangi putrinya. Ia
berusaha membelikan sepatu but untuk Sari, walaupun tak ada cukup
uang.
(2) Suka Membantu
Selain sebagai orang yang penyayang, Bapak Sari juga suka
membantu orang lain. Sebagai seorang dukun suwuk, Bapak sering
dimintai tolong orang lain untuk ‘mengobati’. Ketika orang yang
dibantu memberikan imbalan kepada Bapak Sari, ia akan menolak.
Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Sewaktu mereka mengucapkan terima kasih, mereka


mengambil sekeresek gula merah yang tercantol di sepeda
motornya, Bapak menolak dan malah marah-marah. Bapak
benar-benar mau membantu dan bukan meminta imbalan. Tak
perlu lagi bawa-bawa sepert itu kalau minta pertolongan
Bapak.” (51)

Dari kutipan di atas, dilihat bahwa Bapak Sari benar-benar


ikhlas membantu orang lain. Ia tak pernah meminta imbalan jika ada
orang yang meminta pertolongan. Tak hanya sekali membantu,
Bapak Sari sering dimintai pertolongan oleh orang lain untuk

33
‘mengobati’. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.

“Aku merasa senang sebab Bapak bisa menyuwuk. Aku ikut


puas ketika melihat orang-orang itu pulang dengan rasa lega
sebab mendapatkan pengobatan.” (52)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Bapak Sari sering


memberikan bantuan kepada orang lain berupa pengobatan.
Siapapun yang membutuhkan pengobatan Bapak Sari, ia sanggup
membantu.
Dari penjelasan di atas, Bapak Sari merupakan orang yang
suka membantu. Dirinya sebagai dukun suwuk membuat ia sering
membantu mengobati orang lain. Meskipun demikian, Bapak Sari
selalu menolak pemberian orang yang ia tolong.
c) Rama
Rama merupakan lelaki yang menjadi sahabat Sari dan Ahmad.
Rama sempat mengalami kerenggangan persahabatan dengan Sari dan
Ahmad. Hal itu terjadi karena Rama yang tak mau membantu Sari untuk
menyelidiki nama-nama yang ada pada daftar Sari. Rama merupakan anak
yang rajin. Selain itu, ia juga setia dan selalu memikirkan masa depan.
(1) Rajin
Rama merupakan siswa yang rajin. Saat yang lain membaca
untuk menghibur diri, Rama sibuk membaca buku tentang pelajaran.
Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Tak seperti Rama yang senang membaca buku pintar terpadu


seperti RPUL dan RPAL, Ahmad senang membaca komik dan
buku cerita.” (16)

Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa ketika anak


seusianya, Ahmad, membaca komik dan buku cerita sebagai hiburan,
Rama memilih membaca buku tentang pelajaran. Selain itu, saat

34
teman-temannya bermain, Rama disibukkan dengan belajar. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Bukan aku ndak mau bermain dengan kalian lagi. Bapak


menyuruhku untuk rajin belajar. Biar dapat nilai bagus. Bias
bisa meraih cita-citaku.” (24)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Rama yang lebih memilih


belajar untuk masa depannya daripada bermain dengan sahabatnya,
Sari dan Ahmad. Rama juga menjadi siswa yang rajin berangkat
sekolah. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Sehari setelah itu Rama tidak masuk sekolah. Hatiku gusar


sebab Rama selalu rajin ke sekolah. Bahkan bila hujan deras
mengguyur kampung dan anak-anak yang lain memilih
meringkuk di balik selimut, Rama akan selalu datang meski
kuyup.” (28)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Rama sangat rajin


berangkat sekolah. Dia akan tetap berangkat sekolah jika masih
memungkinkan untuk berangkat. Misalnya, saat hujan deras teman-
temannya memilih bolos, Rama akan tetap berangkat meski basah
kuyup.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Rama
merupakan anak yang rajin. Tak hanya rajin membaca dan belajar,
Rama juga sangat rajin pergi ke sekolah.
(2) Setia
Selain rajin, Rama juga merupakan lelaki yang setia. Ketika
Rama ingin mengajak Sari bertemu keluarganya yang pada saat itu
Bapak Rama tidak meyukai Sari, Rama berjanji akan tetap
menikahi Sari. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.
“Beberapa hari lagi, ia akan mengajakku bertemu bapaknya
untuk menunjukkan keseriusannya padaku dan memenuhi
janjunya dulu. Ia minta untuk tidak tersinggung bila bapaknya
mengatakan sesuatu yang tak enak. Ia bilang aku harus sabar

35
menghadapi keluarganya. Ia bilang jangan khawatir. Ia bilang
apapun yang terjadi, is akan tetap menikahiku sekalipun nanti
orang tuanya tak memberi restu. Ia bilang banyak sekali.
Pokoknya banyak sekali.” (189-190)

Dari kutipan di atas, bisa dilihat bahwa Rama tetap setia


kepada Sari walaupun nantinya Bapak Rama tak memberi restu pada
hubungan mereka. Rama menunjukkan kesetiaannya kepada Sari
dengan akan tetap menikahinya jika orang tuanya tak memberi restu.
Rama pun tak pergi dari Sari ketika akhirnya kasus kematian Bapak
Sari terungkap. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.

“Setelah kuminta pergi berkali-kali, lagi-lagi Rama masih saja


bertahan. Dan kuakui, getar di dadaku ini sungguh-sungguh
enggan berhenti. Enggan berhenti.” (207)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa meskipun Sari meminta


Rama untuk pergi darinya, Rama masih tetap setia mencintai Sari. Ia
tetap bertahan di samping Sari. Tanpa ada niatan sedikitpun untuk
meninggalkan Sari.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Rama sangat
setia kepada Sari. Walaupun bapaknya tak merestui dan Sari
memintanya pergi, Rama tetap bertahan untuk Sari.
(3) Memikirkan Masa Depan
Selain rajin dan setia, Rama juga orang yang sudah
memikirkan tentang masa depan. Rama bahkan sudah memiliki
rencana untuk hidupnya lima sampai sepuluh tahun kedepan. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Iya. Ndak apa-apa, kan? Kita juga sudah sama-sama besar


sekarang. Terus aku juga orang yang sudah biasa memikirkan
rencana hidupku lima sampai sepuluh tahun kedepan.” (157)

Dari kutipan di atas, bisa dilihat bahwa Rama sangat


memikirkan masa depan. Disaat remaja seusianya banyak yang

36
bermain dengan teman-temannya, Rama malah sudah memikirkan
rencana jangka panjang untuk hidupnya. Rama pun juga merancang
masa depannya dengan Sari. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
kutipan sebagai berikut.

“Kayaknya banyak yang harus kamu tahu tentang Rama, Sar.


Kamu jangan meragukan Rama. Dia sudah mikir tentang
kalian sejak dulu. Dia sudah merancang semua untuk masa
depan kalian.” (193)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Rama yang sudah


merencanakan masa depannya dengan Sari. Walaupun Rama tahu
Sari belum tentu menjadi jodohnya, tetapi ia tetap merencanakan
masa depan mereka berdua.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Rama sudah
matang memikirkan masa dapan. Ia merancang rencana untuk
hidupnya sendiri, atau hidupnya dengan Sari.
d) Ahmad
Ahmad merupakan tokoh yang berperan sebagai sahabat Sari dan
Rama. Ia sudah bersahabat dengan Sari dan Rama dari kecil. Ahmad
sangat suka membaca. Dan sebagai sahabat yang baik, Ahmad selalu siap
membantu sahabatnya.
(1) Suka Membaca
Ahmad merupakan anak laki-laki yang suka membaca. Bukan
membaca buku pelajaran, tetapi membaca komik atau buku cerita.
Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Sedang Ahmad, di balik keceriaannya, rupanya cukup serius


bisa sedang sendirian. Aku pernah mendapati dirinya terlihat
begitu serius ketika membaca buku di kamarnya. Tak seperti
Rama yang senang membaca buku pintar terpadu, Ahmad
senang membaca komik dan buku cerita.” (16)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Ahmad suka membaca


komik dan buku cerita. Ahmad digambarkan tidak suka membaca

37
buku pelajaran seperti Rama. Ahmad juga memiliki koleksi novel di
rumahnya. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Ahmad tak bicara lagi. Ia kemudian duduk sambal meraih


novel yang tertumpuk di samping kasurnya. Buku-buku
koleksi Ahmad semakin hari semakin melimpah.” (40)

Dari kutipan di atas, bisa dilihat bahwa Ahmad memiliki


koleksi novel pribadi di kamarnya. Itu menunjukkan bahwa Ahmad
memang seorang yang sangat suka membaca.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ahmad suka
membaca. Bukan membaca buku pelajaran, tetapi membaca novel
dan komik. Kesukaan Ahmad terhadap membaca, membuatnya
memiliki koleksi novel pribadi di rumahnya.
(2) Suka Membantu Teman
Sebagai seorang sahabat yang baik, Ahmad tentu ingin selalu
membantu sahabatnya. Seperti saat Sari ingin menyelidiki nama-nama
pada daftarnya, Ahmad dengan siap membantu Sari. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Tanpa Rama, aku dan Ahmad tetap mencari tahu tentang nama-
nama yang kutulis di kertas itu. Tidak akan tampak
mencurigakan sebab kami pandai melakukan penyelidikan dan
berpura-pura sebagaimana dalam buku-buku misteri yang
pernah kami baca.” (30)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Ahmad tetap membantu


Sari untuk menyelidiki nama-nama yang ada pada daftar Sari.
Walaupun Rama enggan membantu, Ahmad tetap membantu Sari.
Saat Bapak Sri meninggal dan Sari tidak masuk sekolah, Ahmad
datang ke rumah Sari untuk memberi tahu Sari mengenai sekolah
mereka. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Ahmad main ke rumahku dengan membawa tas sekolahnya


lagi. Sudah beberapa hari aku tidak masuk sekolah dan ini kali

38
kedua Ahmad memberitahuku mengenai pelajaran yang
kutinggalkan.” (69)

Dari kutipan di atas, dapat dilihat bagaimana Ahmad


membantu Sari dengan memberitahu tentang sekolahnya saat Sari
tidak masuk sekolah. Tak hanya sekali, Aahmad dua kali mendatangi
rumah Sari untuk memberi informasi kepada Sari. Selain itu, Ahmad
juga membantu Sari untuk mengunjungi rumah tahanan untuk
menemui salah satu orang yang ada dalam daftar Sari. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Setelah menanggalkan seragam dan makan siang cepat-cepat,


aku segera naik ke boncengan Ahmad. Tak mau mengulur
waktu, Ahmad mengayuh sepeda dengan lekas melewati gang-
gang kampung. Siang terik itu, kami menyalip sepeda-sepeda
lain yang melaju pelan dan mengabaikan pertanyaan mau ke
mana dari beberapa teman yang melihat kami terburu-buru.”
(82)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Ahmad membantu


mengantar dan menemani Sari menuju rumah tahanan. Ahmad
mengendarai sepeda dengan Sari yang berada di belakang. Meskipun
kondisi sangat terik, Ahmad tetap bersemangat mengayuh sepeda
untuk menemani Sari.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ahmad
menjadi sahabat yang sering membantu Sari. Ahmad membantu
mulai dari menyelidiki tentang nama-nama yang ada pada daftar Sari
hingga menemaninya ke rumah tahanan untuk melihat salah satu dari
mereka. Selain itu, Ahmad juga membantu Sari dalam hal sekolah.
e) Paman Sari
Paman Sari merupakan adik kandung dari Bapak Sari. Ia selalu
berada di samping Sari dan ibunya ketika mereka mendapat musibah.
Paman Sari sering menjadi penenang bagi Sari saat situasi sedang tegang.
Selain itu, Paman Sari juga suka memberi uang kepada Sari dan ibunya.

39
a) Suka Memberi
Sejak kepergian bapak Sari, Paman Sari pergi ke luar kota.
Namun, kepergian paman tidak membuat hubungan mereka
merenggang. Paman masih memberikan perhatian kepada Sari dan
ibunya, salah satunya dengan memberi kiriman uang. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Paling tidak sebulan sekali surat dari paman akan kami


terima. Dalam suratnya juga kutemukan uang yang diselipkan
pada lipatan kertas karbon supaya tak ketahuan petugas pos.”
(91-92)

Dari kutipan di atas, bisa dilihat bahwa selain mengirim surat,


Paman Sari selalu berusaha mengirimkan uang kepada Sari dan
ibunya di kampung. Paman sadar jika Sari dan ibunya membutuhkan
bantuan untuk melanjutkan hidup. Tak hanya sekali, paman juga
sering mengirimkan uang, juga saat lebaran. Hal tersebut dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.

“Sewaktu hari saya, keluargaku tidak ada yang datang.


Rumahku tetap sepi seperti biasa. Hanya aku dan Ibu yang
pergi ke kampung lain untuk bertemu dengan beberapa kerabat
dekat. Paman, Bibi, Mabak Rohayah tak kembali. Mereka
hanya mengirimkan ucapan selamat hari raya dan empat kain
dua meteran, tak lupa diselipkan beberapa uang lima puluh
ribu yang terlipat dalam kertas karbon.” (142)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bagaimana Paman Sari yang


memberikan kain serta uang kepada Sari dan ibunya saat hari raya.
Paman mengerti jika saat hari raya kebutuhan pasti menigkat. Oleh
karena itu, paman kembali memberikan uang ditambah dengan kain.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Paman Sari
suka memberikan sesuatu kepada Sari. Tak hanya uang, paman juga
memberikan kain kepada Sari dan Ibunya saat hari raya.

40
b) Penenang
Dalam cerita, tokoh Paman Sari sering berperan sebagai
penenang. Ketika ada suatu ketegangan, paman akan dengan segera
menenangkan Sari. Ketika saat tragedi malam itu terjadi, Sari yang
histeris berhasil ditenangka oleh sang paman. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Namun, Paman yang berhasil menembus kerumunan dan


langkahnya yang lebih gesit berhasil menangkapku. Ia angkat
aku yang gelisah. Ia peluk aku dengan sangat erat sampai-
sampai aku susah bernapas.” (65)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bagaimana Paman Sari yang


menenangkan Sari yang Nampak histeris melihat Bapaknya dengan
cara memeluk. Selain saat kejadian itu, Paman juga berhasil sebagai
penenang setelah tragedi kelam tersebut. Hal tersebut dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.

“Paman hadir sebagai penenang atas kekalutan kami. Paman


bilang kami harus ikhlas dan bersyukur karena tak terjadi apa-
apa pada kami.” (71-72)

Dari kuripan di atas, dapat dilihat jika Paman sanggup menjadi


penenang bagi Sari dan Ibunya dengan memberikan wejangan.
Wejangan yang diberikan Paman adalah mereka harus ikhlas dan
bersyukur karena mereka tak mengalami hal seperti Bapak.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
Paman sanggup menjadi penenang bagi Sari dan Ibunya, terkhusus
Sari. Tak hanya saat tragedi, Paman juga selalu menenangkan Sari
dan Ibunya setelah kejadian itu.
f) Mak Rebyak
Mak Rebyak merupakan seorang wanita yang menjadi gandrung dan
penari gandrung serta pemilik sanggar tari tempat Sari mengikuti les.

41
a) Baik Hati
Mak Rebyak merupakan wanita yang baik, walaupun ia
memiliki garis wajah yang tegas. Hal itu dibuktikan dengan kutipan
sebagai berikut.

“Ndak, ah. Itu karena Mak Rebyak banyak pikiran saja.


Aslinya baik kok.” (113)

Kutipan di atas menjelaskan bagaimana saat Mbak Nena


mengatakan jika Mak Rebyak baik. Saat itu, Sari menganggap Mak
Rebyak jahat karena memiliki wajah yang terkesan judes. Kebaikan
Mak Rebyak terlihat saat Sari kesulitan membayar uang les, tapi
Mak Rebyak tidak mempermasalahkan hal itu. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Pada bulan ketiga, aku mulai tersendat-sendat membayar


uang les tari, sebab pekerjaan di rumah Bu Dhe Jumi sudah
dikerjakan oleh sepupu dari pembantunya. Hanya sedikit uang
yang kudapatkan dari Koh Tjian. Rupanya Mak Rebyak tak
mempermasalahkan itu.” (115)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bagaimana Mak Rebyak


yang berbaik hati dengan tidak mempermasalahkan Sari yang
kesulitan membayar les tari. Saat Sari memutuskan untuk pergi dari
kampung, Mak Rebyak pun menemuinya dengan mata basah dan
memberikan wejangan. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan
sebagai berikut.

“Tadi malam, Mak Rebyak melepaskanku dengan mata yang


basah. Selain memberikanku sekresek makanan untuk
mengganjal perut di perjalanan, Mak Rebyak juga memberi
wejangan supaya aku tak lup menari meski tidak di
Banyuwangi lagi.” (205)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bagaimana saat Mak Rebyak


melepaskan Sari pergi dari Banyuwangi. Mak Rebyak menangisi

42
kepergian Sari. Selain itu, Mak Rebyak juga memberikan makanan
dan wejangan kepada Sari.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Mak Rebyak
sangat baik hati kepada Sari, walaupun pada awalnya Sari
menganggap Mak Rebyak sebagai wanita yang jahat. Kebaikan Mak
Rebyak terlihat saat Sari kesulitan membayar les tari hingga saat
melepas kepergian Sari dengan air mata.
g) Mbak Nena
Mbak Nena merupakan salah satu teman Sari di sanggar tari Mak
Rebyak. Dari sekian murid di sanggar, Mbak Nena merupakan yang paling
dekat dengan Sari. Mbak Nena diceritakan sebagai gadis yang pandai
menari.
a) Pandai Menari
Mbak Nena merupakan murid kesayangan Mak Rebyak. Mbak
Nena mempunyai skill tari di atas teman-teman lainnya. Kepandaian
Mbak Nena dalam menari pun ia bagi kepada Sari. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Selain cantik dan pintar menari, rupanya Mbak Nena sangat


baik dan mudah bergaul. Ia yang sering sabar mengajariku
menari sekalipun waktu Latihan telah habis.” (113)

Dari kutipan di atas, disebutkan bahwa Sari mengakui Mbak


Nena pandai menari. Mbak Nena juga sering melatih Sari supaya
kemampuan menari Sari dapat meningkat. Tak hanya sekali, hamper
tiap sore Mbak Nena mengajari Sari menari. Hal tersebut dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.

“Hampir tiap sore, Mbak Nena mengajakku berlatih menari,


mengajariku gerakan-gerakan kaki dan gerakan sampur yang
belum kumengerti sebelumnya.” (122)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Mbak Nena yang pandai


menari menjadi guru bagi Sari mempelajari gerakan-gerakan tari.

43
Mbak Nena tidak akan ragu untuk membagikan ilmunya kepada
Sari.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Mbak Nena
pandai dalam menari dengan menjadii guru tari pribadi bagi Sari.
Mbak Nena selalu mengajarkan Sari tentang apa yang dia tahu soal
tar.
h) Bapak Rama
Bapak Rama merupakan lelaki yang menjadi dalang dibalik
kematian Bapak Sari. Bapak Rama menuduh Bapak Sari yang mengirim
santet kepada anaknya, Bima, sehingga ia meninggal. Oleh karena itu,
Bapak Rama menghasut warga yang lain untuk melakukan pengeroyokan
terhadap Bapak Sari. Sifat dari Bapak Rama adalah kasar.
(1) Kasar
Bapak Rama dikenal sebagai orang yang kasar. Ia pernah
memukuli Rama dengan sapu ketika Rama bermain dengan Sari. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Daun pintu rumah tertutup dengan sangat keras. Setelahnya,


kami mendengar rintihan suara Rama yang mengaduh
kesakitan. Pukulan demi pukulan kami dengar.” (27)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa sifat kasar Bapak Rama


ditunjukkan dengan memukul Rama. Rama dipukul Bapaknya
karena ia ketahuan bermain dengan Sari dan Ahmad. Bapak Rama
yang tidak menyukai Sari pun marah dan langsung memukul Rama.
Bapak Rama juga memukul meja dan berteriak pada Rama ketika
Rama membawa Sari ke rumah. Hal tersebut dibuktikan dengan
kutipan sebagai berikut.

“Suara gebrakan meja terdengar disusul suara tangis Ibu


Rama.” “Semabarangan!” (199)

44
Dari kutipan di atas, terlihat bagaimana Bapak Rama saat
marah. Ia berteriak dan menggebrak meja hingga membuat Ibu
Rama menangis.
Dai penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Bapak Rama
memiliki sifat yang kasar, terlebih saat marah. Hal itu terjadi ketika
ia memukul Rama ketika ia bermain dengan Sari, dan berteriak serta
menggebrak meja saat Rama membawa Sari ke rumahnya.
c. Alur/Plot
Alur merupakan urutan peristiwa yang menyebabkan terjadinya peristiwa lain
sehingga terbentuk sebuah jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang
menunjukkan hubungan sebab dan akibat. Di bawah ini dijelaskan 5 tahapan alur.
1) Tahap Peyituasian (Tahap Situation)
Tahap ini menceritakan bagaimana Sari yang mengumpulkan nama-nama
orang yang saat tragedi malam itu datang ke rumahnya. Daftar itu menjadi bekal
Sari untuk memulai penyelidikan. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan
sebagai berikut.

“Ahmad dan Rama sepakat untuk menjaga kertas itu dan menyelidiki
nama-nama di sana. Bersama keduanya, kupikir aku dapat memecahkan
teka-teki itu.” (17)

Dari kutipan di atas, dijelaskan awal mula perjalanan Sari menyelidiki dan
mencari tahu tentang kematian Bapaknya. Namun, rencana itu berubah ketika
Rama malah menyobek kertas tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan
sebagai berikut.

“Begitu pedih hatiku waktu aku mendapati kertas paling penting dalam
hidupku itu berbentuk rematan dan tersobek-sobek di tempat sampah.”
(18)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bagaimana rasa kecewa Sari yang


membawa pada renggangnya persahabatan dengan Rama.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada tahap penyituasian
Sari memulai penyelidikan tentang kematian Bapaknya dengan membuat daftar

45
nama. Dilanjutkan dengan dimulainya perenggangan persahabatan diantara Sari
dan Rama
2) Tahap Pemunculan Konflik (Tahap Generating Circumstances)
Tahap ini menceritakan bagaimana awal dari masalah yang akan dihadapi
Sari. Masalah yang mungkin menjadi masalah terbesar di hidupnya. Pada tahap
ini diceritakan bahwa Bapak Sari yang merupakan seorang dukun suwuk. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Aku merasa senang sebab Bapak bisa menyuwuk. Aku ikut puas ketika
melihat orang-orang itu pulang dengan rasa lega sebab mendapatkan
pengobatan. Aku bangga dengan Bapak dan apa yang sudah dilakukan.
Namun bertahun-tahun setelahnya, barulah aku sadar, bahwa kemampuan
Bapak itu telah mereka gunakan sebagai awalan untuk mulai menyebar
kabar-kabar tidak mengenakkan mengenai Bapak.” (52)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bagaimana awal munculnya tragedi yang


menjadi puncak masalah dalam cerita. Bapak Sari yang menjadi seorang dukun
suwuk dan mengobati tetangga yang mendapat penyakit ‘gaib’ malah membuat
Bapak Sari dituduh sebagai dukun santet. Hingga membawa Bapak Sari sebagai
korban pengeroyokan warga. Setelah tragedi itu, Sari meminta bantuan Ahmad
dan Rama untuk menyelidiki orang-orang yang terlibat. Namun, Rama enggan
dan memunculkan rusaknya persahabatan mereka. Hal tersebut dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.

“Ketika Rama bertanya, barulah Ahmad mau menjawab—hanya berbisik-


bisik di telinga Rama kemudian mereka tertawa bersama. Dan aku yang
tak mengerti terus saja mendesak mereka untuk bercerita. Begitulah kami
bertiga saling melengkapi. Aku pun sering membayangkan kami yang
berahabat sejak kecil akan terus bersahabat sampai kami tua. Namun,
sepertinya tak akan terjadi sebab persahabatanku dengan Rama berangsur
merenggang setelah kutemukan robekan kertas berisi tulisan tanganku itu
terbuang di keranjang sampah sekolah. Seminggu sebelum hari itu,
kuberikan selembar catatan kecil berisi nama-nama penting pada Ahmad
dan Rama. Mereka sepakat untuk menjaga kertas itu dan menemaniku
menyelidiki nama-nama di sana.” (17)

46
Dari kutipan di atas, disebutkan bahwa itu adalah awal rusaknya
persahabatan antara Sari, Rama, dan Ahmad. Rama yang menolak membantu
Sari, berujung Rama yang berlagak seolah tak mengenal Sari dan Ahmad.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tahap pemunculan
konflik muncul saat Bapak Sari sebagai seorang dukun suwuk membantu
mengobati orang-orang hingga dituduh dukun santet, dan rusaknya persahabatan
Sari, Rama, dan Ahmad karena Rama yang enggan membantu Sari melakukan
penyelidikan tentang nama-nama yang ada pada daftar.
3) Tahap Peningkatan Konflik (Tahap Rising Action)
Pada tahap peningkatan konflik ini, konflik yang mulai muncul pada tahap
sebelumya mulai mengalami peningkatan. Desas-desus mengenai dukun santet
mulai memunculkan korban. Salah satu dukun suwuk tewas akibat dihajar masa.
Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Sebab bukan kematian biasa, Pak Muhidin terkapar di rumahnya bersama


anak istrinya. Mereka mati meninggalkan tanda tanya.” (59

Dari kutipan di atas, disebutkan mulai adanya korban atas berita dukun
suwuk. Para dukun suwuk mulai menjadi korban. Salah satunya Pak Muhidin,
teman Bapak Sari yang juga merupakan dukun suwuk. Pak Muhidin meninggal
tidak wajar karena terdapat banyak luka pada tubuhnya, seperti luka tubuh yang
diseret pada jalan raya. Hal tersebut menimbulkan ketakutan pada keluarga Sari
yang mana Bapak Sari merupakan seorang dukun suwuk juga. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Suruhlah kakangmu pergi dari kampung. Kemarin Pak Muhidin dibunuh.


Kalau seorang dukun suwuk sepertinya dianggap dukun santet, bisa jadi
kakangmu kayak gitu juga.” (61)

Kutipan di atas menjelaskan bagaimana kekhawatiran keluarga Sari akan


nasib Bapak Sari. Mereka takut jika Bapak Sari bernasib sama seperti Pak
Muhdidin.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tahap peingkatan konflik
terjadi ketika terjadinya peristiwa pembunuhan Pak Muhidin. Dukun suwuk

47
yang ada, seperti Bapak Sari tentunya menyimpan rasa khawatir akan bernasib
sama dengan Pak Muhidin.
4) Tahap Klimaks (Tahap Climax)
Tahap klimaks pada novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan
Andaru adalah ketika terjadi tragedi pembunuhan Bapak Sari. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Malam itu, kulihat dengan mata kepalaku sendiri, mereka menyeret


Bapak—mengambil Bapak dari kami. Bapak yang melolong meminta
tolongtak digubris sama sekali. Bahkan para tetangga dekatku yang
terbangun karena keramaian malam itu tak dapat melakukan apa-apa
selain memandangi kami sambal menutup mulutnya.” (65)

Dari kutipan di atas, dijelaskan adegan yang menjadi puncak konflik.


Banyak warga yang datang ke rumah Sari dan membawa paksa Bapak Sari.
Bapak Sari yang meminta pertolongan pun tak dihiraukan oleh warga. Mereka
terus memaksa menyeret Bapak, dan membawanya pergi. Setelah diseret, Bapak
kembali dengan keadaan tak bernyawa yang sangat mengenaskan. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Dibalik selendang yang terbentang, gentong tanah liat yang berisi air,
samar-samar aku memandangi Bapak yang telentang di atas meja. Jenazah
Bapak kaku, kulitnya membiru, mulutnya tidak terkatup dan kedua
kelopak matanya setengah terpejam. Ada guratan di lehernya yang terlihat
mengerikan. Darah-darah membeku, melekat di badannya yang pucat.”
(68)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bagaimana keadaan Bapak Sari setelah


diseret oleh warga. Tubuhnya penuh dengan luka akibat perbuatan warga yang
menyiksa dan mengaiaya Bapak Sari hingga tewas.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa klimaks pada novel ini
adalah ketika peristiwa pembunuhan Bapak Sari terjadi dan bagaimana keadaan
jenazah Bapak Sari.
5) Tahap Penyelesaian (Tahap Denoument)
Tahap penyelesaian dari novel Perempuan Bersampur Merah adalah saat
akhirnya semua pertanyaan Sari mengenai siapa yang menjadi dalang dibalik

48
tewasnya Bapak terungkap. Hal tersebut dijelaskan dalam kutipan sebagai
berikut.

“Aku tahu Bapak yang dulu sering menghasut orang-orang untuk


membunuh Bapak Sari.” (199)

Dari kutipan di atas, disebutkan bahwa Bapak Rama lah yang menjadi
dalang dibalik kematian Bapak Sari. Ia melakukan itu karena menganggap
Bapak Sari yang mengirim santet kepada anaknya, Bima, hingga meninggal.
Oleh karena itu, Bapak Rama menghasut warga untuk membunuh Bapak Sari.
Setelah mengetahui hal tersebut, Sari pun pergi meninggalkan kampung. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Melalui kaca buram jendela, kuucapkan selamat tinggal pada kampung


halamanku, pada masa kecilku, pada kenangan pahit-manisku yang
mengendap disana, juga pada Mak Rebyak yang pasti akan kurindukan
nanti.” (205)

Dari kutipan di atas, dipaparkan Sari yang meninggalkan kampung setelah


semua yang ia lalui. Setelah ia dan ibunya dulu menolak untuk meninggalkan
kampung, akhirnya sekarang mereka memberanikan diri meninggalkan
kehidupan mereka di kampung yang banyak memberi mereka rasa sakit.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tahap penyelesaian pada
novel ini terjadi ketika akhirnya semua pertanyaan Sari tentang siapa yang
menjadi dalang pembunuhan Bapaknya terjawab. Sari pun akhirnya pergi
meninggalkan kampungnya tersebut.
d. Latar/Setting
Latar merupakan tempat atau waktu atau peristiwa dalam sebuah cerita. Latar
yang terdapat dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru adalah
latar tempat, latar waktu, dan latar suasana.
1) Latar Tempat
Latar tempat dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan
Andaru berada di sekolah, rumah Sari, dan Rumah atau sanggar tari Mak
Rebyak.

49
a) Sekolah
Sekolah yang dimaksud dalam novel ini adalah sekolah tempat Sari,
Rama, dan Ahmad belajar yang merupakan sekolah dasar. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Kami bertiga duduk di depan kelas menunggu bel masuk. Ketika


itu, guru kami datang dengan rambut basah.” (17)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Sari, Ahmad, dan Rama


duduk di kelas dan sekolah yang sama. Mereka bertiga menjadi teman
sekelas. Namun, setelah Rama menjauh, Sari lebih sering diam-diam
mencuri pandang ke Rama saat di sekolah. Hal tersebut dibuktikan dengan
kutipan sebagai berikut.

“Di halaman sekolah, beberapa Langkah dari sumur tua yang


digantungi sebuah timba hitam, kulihat Rama berdiri menghadap ke
seak-semak. Air kencing mengucur di celah kakinya. Di sebelahnya
ada Gilang, teman kami yang dikenal sebagai anak ternakal di
kelas.” (20)

Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa saat di sekolah pun Rama
jarang bahkan hamper tidak pernah berinteraksi dengan Sari. Sari hanya
dapat melihat Rama dari jauh. Bahkan, kini Rama berteman dengan
Gilang, anak ternakal di kelas. Meskipun muncul kabar ninja di kampung,
kegiatan belajar mengajar di sekolah tetap dilaksanakan. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Setelah menjelaskan sedikit tentang pelajaran, Pak Guru


menuliskan banyak soal di papan tulis lalu duduk melipat kaki dan
mulai membuka koran yang dibawanya. Sejak kampung kami
dilanda kabar ninja, koran selalu menjadi yang pertama dicari oleh
guru.” (78)

Dari kutipan di atas, dapat dilihat jika sekolah tetap berjalan seperti
biasa walaupun ada kabar ninja yang menghebohkan kampung mereka.

50
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sekolah
merupakan salah satu tempat yang sering muncul karena dalam cerita Sari
masihlah siswa sekolah dasar.
b) Rumah Sari
Rumah Sari merupakan tempat terjadinya peristiwa klimaks pada
novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Namun sebelum Bapak membuka pintu yang terus digedor, daun


pintu kami telah rubuh lebih dulu. Kudapati rumah terkepung oleh
orang-orang yang entah berapa jumlahnya.” (65)

Dari kutipan di atas, dapat diliha bahwa malam itu, banyak warga
yang datang mengerubungi Rumah Sari. Mereka hendak membawa Bapak
Sari, yang kemudian dianiaya hingga meninggal dunia. Rumah Sari jua
merupakan tempat bagi orang-orang yang hendak berobat ke Bapak Sari.
Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Di tengah malam yang gigil, sewaktu angin menyelinap masuk


lewat celah dinding bambu rumah kami, aku tenggelam di balik
selimut. Seseorang membangunkan kami dengan ketokan yang
memburu. Ada tetangga jauh, yang tergopoh-gopoh mmencari
Bapak—sepasang suami-istri dan seorang anak yang sepertinya baru
berusia satu tahun. Tangis anak kecil itu enggan berhenti.” (49)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa banyak orang yang


membutuhkan pertolongan Bapak Sari akan langsung datang ke rumah
Sari.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa rumah Sari
menjadi tempat paling penting dalam novel. Hal itu karena klimaks dalam
cerita terjadi di rumah Sari.
c) Rumah atau Sanggar Tari Mak Rebyak
Rumah dari Mak Rebyak memiliki fungsi ganda. Selain sebagai
rumah, juga berfungsi sebagai sanggar tari. Sari mengunjungi rumah Mak

51
Rebyak awalnya untuk mencari tahu tentang Pak Sotar. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Akhirnya, aku menemukan rumah Mak Rebyak. Sebuah rumah tua


di pinggir jalan. Salah satu tempat yang selalu kucari setelah
kudapati kabar dari Ahmad bahwa disanalah aku bisa mendapatkan
informasi tentang Pak Sotar—salah satu nama di catatanku.” (103)

Dari kutipan di atas, dijelaskan tujuan awal Sari mengunjungi rumah


Mak Rebyak, yaitu untuk mencari tahu tentang Pak Sotar, yang mana
merupakan mantan suami dari Mak Rebyak. Di rumah Mak Rebyak, Sari
sering membantu Mak Rebyak membersihkan halaman. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Sewaktu aku tiba, rumah Mak Rebyak sangat sepi. Hanya ada
kucing yang mengendap-endap mengamati capung yang sesekali
hinggap di rerumputan. Sebuah motor laki-laki terjagang di bawah
pohon rambutan. Aku mengabaikannya dan segera mengambil sapu
lalu bersih-bersih seblum teman-teman dan Mak Rebyak datang.”
(115-116)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bagaimana Sari telah menganggap


rumah Mak Rebyak selayaknya rumah sendiri. Saat datang, ia langsung
mengambil sapu dan membersihkan rumah Mak Rebyak tanpa diperintah.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa rumah Mak
Rebyak merupakan tempat yang sering dikunjungi Sari. Sebagai murid les
tari Mak Rebyak, tentu Sari akan sering datang ke rumah Mak Rebyak
yang juga berfungsi sebagai sanggar.
2) Latar Waktu
Latar waktu dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan
Andaru adalah pagi, siang, sore, dan malam hari.
a) Pagi Hari
Latar waktu pagi hari dalam novel terjadi saat Sari bangun dari
tidurnya. Setelah tragedi, Mbak Rohayah tak lagi ada di sampingnya ketika
Sari membuka mata. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.

52
“Cahaya matahari mulai menembus celah gedek kemudian
merambat malalui angin-angin jendela—menyilaukan mataku yang
mulai keriyipan. Ketika kubuka mata pelan-pelan, Mbak Rohayah
taka da se sebelahku.” (72)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa ketika bangun tidu, Sari sudah
tak mendapati Mbak Rohayah di sampingnya. Setelah meninggalnya
Bapak Sari, Paman Sari membawa Bibi dan Mbak Rohayah ke luar kota.
Pagi hari pun menjadi waktu anak-anak pergi ke sekolah. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Pagi hari, para murid bersiap untuk sekolah dengan mata yang berat
sebab tak dapat tidur tenang sebagaimana orangtua kami.” (78)

Dari kutipan di atas, dapat dilihat aktivitas yang terjadi saat pagi hari,
yaitu anak-anak yang pergi ke sekolah untuk belajar.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pagi hari
merupakan waktu bagi orang-orang mulai melakukan aktivitas mereka.
b) Siang Hari
Pada siang hari, biasanya anak sekolah pulang dari sekolah.
Begitupun Sari dan Ahmad. Namun, mereka kembali melanjutkan
kegiatan mereka untuk melakukan penyelidikan. Hal tersebut dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.

“Setelah menanggalkan seragam dan makan siang cepat-cepat, aku


segera naik ke boncengan Ahmad. Tak mau mengulur waktu, Ahmad
mengayuh sepeda dengan lekas melewati gang-gang kampung.
Siang terik itu, kami menyalip sepeda-sepeda lain yang melaju pelan
dan mengabaikan pertanyaan mau ke mana dari beberapa teman
yang melihat kami terburu-buru.” (82)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa setelah pulang sekolah Sari


dan Ahmad langsung menuju rumah tahanan untuk bertemu Pak Muis.
Selain itu, siang hari merupakan waktu bagi Sari di rumah Mak Rebyak.
Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Siang itu, kami duduk di depan rumah pagar Mak Rebyak.” (118)

53
Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa Sari berada di rumah Mak
Rebyak saat siang hari. Sari sedang berbincang dengan Mbak Nena.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa siang hari, Sari
melakukan aktivitas-aktivitas di luar sekolah.
3) Sore Hari
Sore hari merupakan waktu bagi orang-orang bersantai setelah
melakukan kegiatan. Anak-anak banyak yang bermain saat sore. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Selepas asar, anak-anak seusia kami akan berdatangan untuk


menerbangkan laying-layang di lapangan ini.” (23)

Dari kutipan di atas, disebutkan banyak anak yang bermain layangan


di lapangan. Waktu sore memang menjadi waktu paling cocok untuk
bermain layangan. Sore hari merupakan waktunya Ibu Sari pulang dari
pasar. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Sore-sore, Ibu pulang dari pasar. Setelah menaruh dunak di dapur,


Ibu meneguk segelas air kendi.” (172)

Dari kutipan di atas, disebutkan bahwa Ibu Sari pulang dari pasar
saat sore hari. Di pasar, Ibu Sari mencari nafkah dengan berjualan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa saat sore hari
banyak anak yang masih bermain di lapangan, dan banyak orang dewasa
yang pulang dari tempat kerja mereka.
4) Malam Hari
Pada malam hari, biasanya digunakan oleh Sari untuk belajar
bersama Mbak Rohayah. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.

“Selepas maghrib, Mbak Rohayah ke rumahku untuk mengerjakan


PR bersama. Ia selalu tak percaya diri dengan jawabannya. Kami
belajar di ruang tamu.” (45)

54
Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Sari dan Mbak Rohayah
belajar bersama selepas maghrib di ruang tamu. Saat malam juga sering
orang datang untuk menemui Bapak Sari dan memintanya menyuwuk. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Di tengah malam yang gigil, sewaktu angin menyelinap masuk


lewat celah dinding bambu rumah kami, aku tenggelam di balik
selimut. Seseorang membangunkan kami dengan ketokan yang
memburu. Ada tetangga jauh, yang tergopoh-gopoh mmencari
Bapak—sepasang suami-istri dan seorang anak yang sepertinya baru
berusia satu tahun. Tangis anak kecil itu enggan berhenti.” (49)

Dari kutipan di atas, disebutkan bahwa ada sepasang suami-istri


beserta anaknya yang sedang menangis datang mencari Bapak Sari.
Mereka meminta Bapak Sari mengobati anak kecil tersebut. Saat malam
juga Sari sering mencari kodok bersama Bapak di sawah. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Suara kodok bersahutan di gelap malam. Beberapa orang memang


senang mencari kodok di malam hari seperti Bapak.” (53)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Sari dan Bapaknya sering


mencari kodok pada malam jari. Mereka mencari kodok untuk kemudian
di jual. Selain itu, tragedi yang menewaskan Bapak Sari terjadi pada
malam hari. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Malam itu, kulihat dengan mata kepalaku sendiri, mereka menyeret


Bapak—mengambil Bapak dari kami. Bapak yang melolong
meminta tolongtak digubris sama sekali. Bahkan para tetangga
dekatku yang terbangun karena keramaian malam itu tak dapat
melakukan apa-apa selain memandangi kami sambal menutup
mulutnya.” (65)

Dari kutipan di atas, dijelaskan peristiwa yang menghilangkan


nyawa Bapak Sari terjadi pada malam hari. Malam itu, tiba-tiba banyak
orang datang ke rumah Sari dan membawa pergi Bapak Sari.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa banyak kejadian
yang terjadi pada malam hari. Seperti, Sari yang belajar bersama Mbak

55
Rohayah, orang datang ke rumah Sari untuk meminta bantuan Bapak,
hingga peristiwa terbunuhnya Bapak Sari.
3) Latar Suasana
Latar suasana pada novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan
Andaru adalah sedih, senang, dan tegang.
a) Sedih
Suasana sedih dalam novel ini terlihat ketika Bapak Sari meninggal.
Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Isakku dan Ibu timbul tenggelam mengikuti napas kami yang


memburu. Ternyata kondisi Bapak tak jauh berbeda dengan kondisi
jenazah Pak Muhidin.” (68)

Dari kutipan di atas, disebutkan bahwa Sari sangat sedih saat


mengetahui Bapaknya meninggal dan kondisi jenazahnya tak jauh berbeda
dengan jenazah Pak Muhidin. Suasana sedih juga terlihat ketika Sari
mengetahui siapa dalang dibalik kematian Bapaknya. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Apa yang aku dengar telah memporak-porandakan kesadaran dan


sikap manisku hari ini. Entah datang dari mana rasa sakit itu sebab
tiba-tiba begitu kuat muncul dari diriku.” (200)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bagaimana perasaan sedih Sari saat


mengetahui bahwa Bapak Rama lah yang menjadi dalang pembunuhan
bapaknya.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesedihan dalam
novel ini bersumber dari tragedi yang menewaskan Bapak Sari.
b) Senang
Dibalik kesedihan, pasti aka nada rasa senang. Rasa senang tersebut
muncul ketika Sari dan teman-teman dari sanggar tari Mak Rebyak meraih
juara 2 lomba menari. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.

56
“Ketika pengumuman pemenang dibacakan di hari terakhir, kami
semua berhambur ke pelukan Mak Rebyak. Piala juara II berhasil
kami bawa pulang.” (129)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bagaimana Sari dan teman-temannya


sangat senang saat mendapat juara II dalam lomba menari. Rasa senang
juga Sari rasakan saat Rama mengajaknya menikah. Hal tersebut
dijelaskan dengan kutipan sebagai berikut.

“Aku sungguh berbinar-binar seperti tertimpa ratusan bintang.


Menikah dengan Rama adalah mimpiku sejak dulu.” (157)

Dari kutipan di atas, dijelaskan rasa senang Sari saat Rama


mengajaknya menikah, yang mana menikah dengan Sari adalah keinginan
Sari sejak dulu.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa dibalik
kesedihan yang menimpa Sari, ada rasa senang yang menyelinap. Seperti
memenangkan juara II dalam lomba tari, hingga ajakan menikah dari
Rama.
c) Tegang
Selain rasa sedih dan senang, ada situasi tegang yang terjadi dalam
novel. Peristiwa pengeroyokan rumah Sari salah satunya. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Suara langkah kaki yang berderap keras membangunkan rumah


kami. Suara gaduh. Teriakan tanpa jeda membuat mataku terbelalak.
Dadaku terasa bergemuruh.” (64)

Kutipan di atas menjelaskan bagaimana ketegangan saat warga tiba-


tiba datang ke rumah Sari. Kabar penangkapan ninja pun membuat suasana
kampung menjadi tegang. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.

“Teriakan itu bergantian melesat bersamaan dengan ramai langkah


kaki orang-orang yang berlari penuh kebencian. Gaduh kampungku
tiba-tiba.” (77)

57
Dari kutipan di atas, dijelaskan bagaimana suasan gaduh dan tegang
saat adanya ninja yang tertangkap oleh warga.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ketegangan dalam
novel ini berasal dari ninja yang sering mengganggu warga kampung.
e. Sudut Pandang/Poin of View
Sudut pandang merupakan sudut pengarang dalam menceritakan tokoh di dalam
sebuah cerita. Novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru menggunakan
sudut pandang orang pertama. Dalam cerita, pengarang berperan sebagai “aku” yang
mengisahkan beberapa peristiwa. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.

“Sewaktu aku tiba, rumah Mak Rebyak sangat sepi. Hanya ada kucing yang
mengendap-endap mengamati capung yang sesekali hinggap di rerumputan.
Sebuah motor laki-laki terjagang di bawah pohon rambutan. Aku
mengabaikannya dan segera mengambil sapu lalu bersih-bersih seblum teman-
teman dan Mak Rebyak datang.” (115-116)

Dari kutipan di atas, bisa dilihat jika pengarang menggunakan kata “aku” untuk
menyebut Sari, bukan dengan Sari ataupun “dia”. Penggunaan sudut pandang orang
pertama di pertegas dengan kutipan sebagai berikut.

“Aku sungguh berbinar-binar seperti tertimpa ratusan bintang. Menikah dengan


Rama adalah mimpiku sejak dulu.” (157)

Kutipan di atas menjelaskan bagaimana pengarang menyebutkan bagaimana rasa


yang dirasakan dalam hati tokoh utama.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa novel ini menggunakan sudut
pandang orang pertama, dengan penggunaan kata “aku” bukan Sari.
f. Amanat
Amanat merupakan pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca
melalui sebuah karya sastra. Amanant dari novel Perempuan Bersampur Merah karya
Intan Andaru adalah ikhlaskan peristiwa yang sudah terjadi dan lupakan untuk bisa
berdamai dengan masa lalu. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

58
“Paman hadir sebagai penenang atas kekalutan kami. Paman bilang kami harus
ikhlas dan bersyukur karena tak terjadi apa-apa pada kami.” (71-72)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bagaimana Paman Sari memberikan wejangan


kepada Sari dan Ibunya untuk mengikhlaskan peristiwa yang telah terjadi. Sembari
mencoba mengikhlaskan, Sari juga mencoba melupakan kejadian tersebut. Hal itu
dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Barang kali masih sulit bagiku untuk seperti Ibu yang mengikhlaskan, tapi
setidaknya aku masih bisa menjadi seperti Paman yang memilih melupakan—
pergi dari kampung dan meninggalkan ingatan kelam mengenai orang yang
dikasihinya.” (203)

Dari kutipan di atas, dijelaskan bagaimana Sari yang mencoba berdamai dengan
masa lalunya yang kelam dengan berusaha melupakan kejadian yang membuat
hidupnya hancur itu.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa novel ini mengandung
pesan untuk kita supaya dapat mrngikhlaskan kepergian orang terdekta kita, dan
berdamai dengan masa lalu denga cara melupakannya.

3. Nilai Moral Novel Perempuan Bersampur Merah Karya Intan Andaru


Wujud nilai moral yang terdapat dalam novel Perempuan Bersampur Merah
karya Intan Andaru , yaitu hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia
dengan manusia lain, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Di bawah ini penulis
paparkan pembahasan tentang nilai moral dalam novel Perempuan Bersampur Merah
karya Intan Andaru.
a. Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri
Di bawah ini disajikan bentuk nilai moral hubungan manusia dengan diri
sendiri yang terdapat dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan
Andaru.
1) Menghadapi Rasa Takut
Bentuk nilai moral hubungan manusia dengan diri sendiri salah
satunya yaitu adanya perasaan takut dalam diri. Bentuk nilai moral
perasaan takut tersebut dapat dilihat ketika Ahmad menghadapi ketakutan

59
saat ia akan disunat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.

“Ahmad berbaring setengah duduk di kamarnya. Wajahnya terlihat


lebih tegar disbanding tadi pagi ketika ia menjalani tradisi koloan.”
(38)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Ahmad dapat


mengurangi sedikit rasa takut terhadap sunat. Ahmad merasa takut
terhadap sunat dikarenakan dulu Ahmad pernah mengalami yang
membuatnya trauma, yaitu kemaluannya terjepit resleting celana. Perasaan
takut juga muncul ketika ada peristiwa terbunuhnya Pak Muhidin. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Kakang ndak mau pergi karena bukan dukun santet. Misal kakang
pergi, kakang malah takut dianggap seperti itu.” (62)

Dari kutipan di atas, dapat dilihat jika jika Bapak Sari pergi dari
kampung, ia takut ia akan dianggap sebagai dukun santet, seperti apa yang
orang-orang pikirkan. Oleh sebab itu, Bapak Sari tetap bertahan di
kampung. Namun, ketakutan itu tetap terjadi. Bapak Sari tetap dianggap
sebagai dukun santet. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.

“Yang dapat kutangkap dari Bapak adalah tatapan mata


terakhirnya—seperti penuh ketakutan, penuh kesedihan, dan penuh
ketidakberdayaan.” (66)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui perasaan takut yang dirasakan


Bapak Sari saat ia dituduh sebagai dukun santet dan dibawa paksa oleh
warga. Penangkapan tersebut membuat Bapak Sari takut jika ia akan
bernasib sama seperti Pak Mujahidin yang tewas mengenaskan di tangan
warga. Walaupun merasa ketakutan, Bapak Sari tetap diam. Ketakutan
juga dialami Sari. Ia mengalami trauma setelah peristiwa yang
menewaskan Bapaknya itu. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan
sebagai berikut.

60
“Aku tak dapat berpikir tenang. Aku jadi takut keluar rumah. Aku
jadi takut gelap. Aku jadi takut bila malam mulai datang.” (71)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui trauma yang diderita oleh Sari
setelah kematian Bapaknya. Sari jadi takut untuk keluar rumah, takut
dengan gelap, hingga takut jika malam mulai datang.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk nilai moral
tentang melawan rasa takut dialami oleh banyak tokoh. Ketakutan
dirasakan oleh Ahmad terhadap sunat, Bapak Sari yang merasa takut jika
ia akan bernasib seperti Pak Muhidin, namun ia tetap bertahan di kampung,
hingga Sari yang merasakan takut jika terkait dengan hal-hal berhubungan
dengan peristiwa kematian Bapaknya.
2) Memiliki Penasaran Tahu yang Tinggi
Bentuk nilai moral hubungan manusia dengan diri sendiri yang
selanjtunya adalah memiliki rasa penasaran yang tinggi. Bentuk nilai
moral ini terlihat ketika Sari bertekad akan tetap menghilangkan rasa
penasarannya terhadap tragedi kematian Bapaknya dengan terus berusaha
mencari tahu tentang nama-nama yang ada dalam daftarnya. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Aku tak peduli akan rencana masa depan Ahmad. Aku masih iingin
mencari tahu tentang Pak Sotar. Rasa penasaranku terhadap mereka
bagai dahaga yang harus segera dituntaskan dengan air segar.
Celakanya, air itu hanya bisa kudapatkan setelah aku mencari tahu
berita akan nama-nama di kertasku itu.” (41)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa rasa penasaran Sari


tentang nama-nama yang ada di daftarnya sangatlah tinggi. Sari tak peduli
tentang rencana masa depan dari sahabatnya, Ahmad. Ia hanya ingin
mengetahui tentang nama-nama orang yang ada pada daftarnya. Selain itu,
bentuk nilai moral ini juga terlihat saat Sari akhirnya datang ke rumah Mak
Rebyak demi mengobati rasa penasarannya terhadap Pak Sotar, salah satu
nama yang tertulis dalam daftarnya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
kutipan sebagai berikut.

61
“Akhirnya, aku menemukan rumah Mak Rebyak. Sebuah rumah tua
di pinggir jalan. Satu tempat yang selalu kucari telah kudapati kabar
dari Ahmad bahwa di sanalah aku bisa mendapatkan informasi
tentang Pak Sotar—salah satu nama di catatanku.” (103)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Sari sampai mencari dan
mendatangi rumah Mak Rebyak untuk menghilangkan rasa penasarannya
terhadap Pak Sotar, salah satu nama yang ada di daftarnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Sari sangat
memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap nama-nama yang tertulis di
daftarnya, salah satunya adalah Pak Sotar. Untuk mencari tahu tentang Pak
Sotar, Sari sampai mencari dan mendatangi rumah Mak Rebyak, yang Sari
ketahui sebagai istri dari Pak Sotar.
b. Hubungan Manusia dengan Manusia Lain
Di bawah ini disajikan wujud nilai moral hubungan manusia dengan
manusia lain yang terdapat dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya
Intan Andaru.
1) Saling Memberi Pujian
Bentuk nilai moral hubungan manusia dengan manusia lain salah
satunya yaitu saling memberikan pujian. Bentuk nilai moral saling
memberikan pujian terlihat ketika Sari mendeskripsikan sosok Rama yang
ia anggap sempurna. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.

“Rama adalah anak lelaki paling baik, setidaknya di kelasku. Ia


dermawan, pandai, dan paling tenang di sekolah. Ia mengingatkanku
pada sosok Rama dalam tokoh pewayangan yang amat dekat dengan
simbol kebaikan. Pokoknya, bagiku Rama mendekati sempurna.”
(15)

Dari kutipan di atas, dapat dijelaskan bagaimana Sari sangat


mengagumi sosok Rama, dilihat bagaimana ia memuji Rama dalam
mendeskripsikan dirinya. Dalam pandangan Sari, Rama adalah sosok yang
mendekati sempurna. Hingga Sari menyamakan Rama dengan salah satu
tokoh dalam cerita pewayangan. Selain itu, Ahmada juga secara terang-

62
terangan memuji jika Sari merupakan wanita yang cantik. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Kamu itu baik, Sar. Kamu cantik. Kamu punya rasa welas asih yang
tak banyak dimiliki perempuan masa kini. Jangan minder begitu.
Kalau sudah menikah dengan Rama dan ia sudah punya penghasilan,
kamu bisa kuliah kayak aku.” (193)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Ahmad secara terang-


terangan memuji sosok Sari. Ahmad mengatakan bahwa Sari adalah
perempuan cantik dan baik hati. Ahmad memberikan pujian kepada Sari
untuk mengembalikan rasa percaya diri Sari ketika ia merasa tak pantas
bersanding dengan Rama. Sari berpikir bahwa Rama, seorang
berpendidikan tinggi tak pantas bersama Sari yang hanya gadis kampung
lulusan SMA.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bentuk
nilai moral saling memberi pujian terlihat ketika bagaimana Sari sangat
mengagumi sosok Rama, hingga ia menyebut Rama sebagai laki-laki yang
mendekati sempurna. Selain itu, Ahmad juga memberikan pujian untuk
Sari. Hal tersebut dilakukan untuk mengembalikan rasa percaya diri Sari
yang hilang akan kepantasannya bersanding dengan Rama.
2) Saling Memberi
Bentuk nilai moral hubungan manusia dengan manusia lain yang
selanjutnya adalah saling memberi. Bentuk nilai moral saling memberi
terlihat ketika Sari, Rama, dan Ahmad akan saling berbagi makanan ketika
di sekolah. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut:

“Bila jajan pasar jualan Ibu ada yang sisa, Ibu menyisihkannya untuk
kami bertiga. Pun dengan Ahmad, kalau ada kerabatnya dari luar
kota pulang membawa oleh-oleh, ia akan membagi untukku dan
Rama. Hal yang sama terjadi ketika keluarga Rama panen cokelat
atau buah-buahan lain, Rama selalu membawakannya untukku dan
Ahmad.”(15)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Sari, Rama, dan Ahmad
akan saling berbagi makanan ketika mereka memilikinya di rumah. Sari

63
sering memberikan jajanan pasar kepada Ahmad dan Rama. Begitu pun
dengan Rama dan Ahmad. Rama akan memberikan buah hasil panen di
kebun Bapaknya. Sedangkan Ahmad, ia akan memberi oleh-oleh yang
diberikan oleh kerabatnya yang datang dari luar kota. Selain itu, bentuk
nilai moral saling memberi juga terlihat ketika Paman Sari selalu
menyisipkan uang pada surat yang ia kirimkan. Hal tersebut dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.

“Dalam suratnya kutemukan uang yang diselipkan pada lipatan


kertas karbon supaya tak ketahuan petugas pos. Uang berjumlah
lumayan. Tiap habis dapat kiriman, kami makan dengan beberapa
lauk—tak seperti biasanya.” (91-92)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa setelah kematian Bapak


Sari dan Paman Sari merantau ke luar kota, Paman Sari sering kali
menyelipkan uang di dalam amplop yang berisikan surat. Hal tersebut
dilakukan Paman Sari sebagai bentuk tanggungjawabnya sebagai adik
laki-laki dari Ibu Sari.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bentuk nilai
moral saling memberi terlihat ketika Sari, Rama, dan Ahmad akan saling
berbagi makanan yang mereka punya. Selain itu, Paman Sari juga sering
memberikan uang kepada Sari dan Ibunya di kampung.
3) Menolong Teman
Bentuk nilai moral hubungan manusia dengan manusia lain yang
selanjutnya yaitu menolong teman. Bentuk nilai moral menolong teman
terlihat ketika Ahmad membantu Sari mencari tahu tentang nama-nama
yang ada dalam daftarnya. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai
berikut.

“Tanpa Rama, aku dan Ahmad tetap mencari tahu tentang nama-
nama yang kutulis di kertas itu.”(30)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Ahmad membantu Sari


untuk menyelidiki atau mencari tahu tentang nama-nama orang yang Sari

64
catat dalam daftarnya. Nama-nama tersebut merupakan nama orang yang
turut hadir dalam peristiwa yang menewaskan Bapak Sari. Selain itu,
bentuk nilai moral menolong teman juga terlihat ketika Ahmad
memberitahu Sari perihal pelajaran yang Sari tinggalkan. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Ahmad main ke rumahku dengan membawa tas sekolahnya lagi.


Sudah beberapa hari aku tidak masuk sekolah dan ini kali kedua
Ahmad memberitahuku mengenai pelajaran yang
kutinggalkan.”(69)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa setelah kematian


Bapaknya, Sari tak berangkat ke sekolah. Untuk itu, Ahmad datang ke
rumah Sari untuk memberitahukan perihal pelajaran yang ditinggalkan
Sari, supaya Sari dapat mengejar ketertinggalannya.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk nilai moral
menolong teman terlihat ketika Ahmad membantu Sari mencari tahu
tentang nama-nama yang ada dalam daftar Sari dan saat Ahmad
memberitahu Sari mengenai pelajaran yang Sari tinggalkan karena tak
berangkat sekolah.
4) Membantu Orang Lain
Bentuk nilai moral hubungan manusia dengan manusia lain yang
selanjutnya yaitu membantu orang lain. bentuk nilai moral ini terlihat
ketika Bapak Sari membantu seorang anak kecil yang diikuti sawan. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Bapak kemudian bergegas ke belakang, mengambil garam dan air


putih. Bapak berjongkok di dapur cukup lama sambil komat-kamit.
Lalu keluar dan menyuruh si Ibu untuk meminumnya setengah gelas.
Sisanya Bapak oleskan air yang sudah didoakannya itu ke dahi,
telinga, telapak tangan, pusar, dan telapak kaki si anak yang terus
menangis.” (50-51)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Bapak Sari sering


membantu orang lain yang berhubungan dengan hal gaib. Sebagai seorang
dukun suwuk, Bapak Sari sudah sering membantu orang yang diikuti oleh

65
sawan atau makhluk halus (lelembut). Selain itu, bentuk nilai moral ini
juga terlihat ketika Sari dan Ibunya mengizinkan Mbak Nena untuk tinggal
di rumah mereka. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Setelah mendengar penjelasanku mengenai Mbak Nena, Ibu tak


keberatan dengan keputusanku membawa Mbak Nena ke rumah.
Bahkan ketika aku bertanya bagaimana bila utang Ibu pada Bu Dhe
Jumi bertambah karena kebutuhan kami semakin banyak, Ibu bilang
tidak apa-apa. Tidak ada alas an untuk menolak membantu
perempuan hamil yang sedang kesusahan.” (121)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Sari dan Ibunya


membantu Mbak Nena dengan mmbiarkan Mbak Nena tinggal di rumah
mereka. Saat itu, Mbak Nena dalam keadaan hamil dan ia diusir dari
rumahnya. Walaupun utang nantinya akan bertambah karena kebutuhan
semakin banyak, Ibu Sari tak keberatan dengan keberadaan Mbak Nena.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk
nilai moral membantu orang lain terlihat ketika Bapak Sari membantu
mengobati seorang anak kecil yang diikuti oleh sawan. Selain itu, Ibu Sari
pun tak segan menolong Mbak Nena yang kala itu sedang kesusahan.
5) Membantu Orang Tua
Bentuk nilai moral hubungan manusia dengan manusia lain yang
selanjtunya yaitu membantu orang tua. Bentuk nilai moral membantu
orang tua terlihat ketika Sari selalu membantu Bapak mencari kodok di
sawah. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Kuikuti Bapak yang mulai menginjakkan kaki di pematang. Kami


berjalan terus ke timur. Mencari kodok di sawah tetangga hingga
sawah luas milik Rama di ujung sana. Sambil membawa karung
beras bekas sebagai tempat kodok tangkapan kami, aku terus saja
menoleh ke kanan-kiri, mencari kodok-kodok yang mendekam di
kubangan sawah.” (54-55)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Sari sering membantu


Bapaknya mencari kodok di sawah. Kodok tersebut nantinya akan dijual
ke pengepul. Sari tanpa takut membantu Bapaknya turun ke sawah malam

66
hari dan dengan teliti mencari kodok. Selain mencari kodok, Sari pun
membantu Ibunya mencari uang dengan berbagai cara. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Saat anak-anak seumuranku banyak bermain, aku menghabiskan


keseharianku untuk mencari cara mendapatkan uang. Tak dapat uang
dari hasil karangan mimpi-mimpiku, aku membantu mengangkat
sayur-mayur milik pedagang di pasar. Aku pernah pergi ke toko Koh
Tjian dan bertanya apakah punya pekerjaan untukku. Lalu, seminggu
kemudian, ia menyuruhku mencuci timbangan duduk atau pun
dinding tokonya yang dilengketi gula merah. Kadang aku juga
bermain ke toko Bu Dhe Jumi untuk menanyakan hal yang sama. Ia
menyuruhku membantu membungkus tepung kanji dan tepung
terigu ke dalam kantong plastic setengah kiloan.” (111)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa walaupun usia Sari


masih anak-anak, ia sudah terbiasa membantu Ibunya mencari uang. Sari
mendapatkan uang dengan berbagai cara. Mulai dari menceritakan
mimpinya kepada orang yang mempercayai togel, mengangkat sayuran
milik pedagang, membersihkan timbangan dan toko Koh Tjian, hingga
membungkus tepung kanji dan terigu di toko Bu Dhe Jumi.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk nilai moral
membantu orang tua terlihat saat Sari membantu Bapaknya mencari kodok
di sawah dan Sari yang melakukan berbagai cara untuk mendapatkan uang
guna membantu Ibunya.
6) Kerja Sama saat Ada Kematian
Bentuk nilai moral hubungan manusia dengan manusia lain yang
selanjutnya adalah bekerja sama saat ada kematian. Bentuk nilai moral ini
terlihat ketika Bapak Sari meninggal dunia. Hal tersebut dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.

“Di depan rumah, jenazah Bapak hanya dimandikan oleh Paman,


kerabat, dan beberapa tetangga dekat kami.” (68)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui ketika Bapak Sari meninggal,


tak hanya keluarga yang mengurus jenazahnya. Tetangga Sari pun ikut

67
memandikan serta mengurus jenazah Bapak Sari. Selain itu, kerja sama ini
juga terlihat setelah kematian Bapak Sari. Warga bersama-sama membantu
Ibu Sari menyiapkan selamatan untuk mendoakan Bapak Sari. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Beberapa tetangga dekat dan kerabat kami datang membawa


sembako dan membantu Ibu menyiapkan selamatan kecil-kecilan
untuk mendoakan almarhum Bapak.” (69-70)

Dari kutipan di atas, diketahui bahwa tetangga dan kerabat Sari


datang dengan membawa sembako serta bersama-sama membantu Ibu Sari
menyiapkan selamatan untuk mendoakan Bapak Sari. Dengan itu, Sari dan
Ibunya tak perlu terlalu memikirkan acara selamatan untuk Bapak Sari.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk nilai moral
kerja sama saat ada kematian terlihat saat Bapak Sari meninggal dan
jenazahnya diurus oleh kerabat dan tetangga Sari. Selain itu, saat acara
selamatan untuk mendoakan almarhum Bapak Sari, tetangga dan kerabat
Sari datang dengan membawa sembako serta membantu Ibu Sari
menyiapkan acara.
c. Hubungan Manusia dengan Tuhan
Di bawah ini disajikan bentuk nilai moral hubungan manusia dengan
Tuhan yang terdapat dalam novel Perempuan Bersampur Merah karya Intan
Andaru.
1) Berdoa
Bentuk nilai moral hubungan manusia dengan Tuhan salah satunya
yaitu berdoa. Bentuk nilai moral berdoa terlihat ketika Bapak Sari
mengobati seorang anak kecil yang diikuti sawan dengan doa-doa yang ia
rapalkan. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Bapak kemudian bergegas ke belakang, mengambil garam dan air


putih. Bapak berjongkok di dapur cukup lama sambil komat-kamit.
Lalu keluar dan menyuruh si Ibu untuk meminumnya setengah gelas.
Sisanya Bapak oleskan air yang sudah didoakannya itu ke dahi,
telinga, telapak tangan, pusar, dan telapak kaki si anak yang terus
menangis.” (50-51)

68
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Bapak Sari membacakan
air yang sudah disiapkan sebelumnya. Air tersebut kemudian diberikan
kepada anak kecil yang diikuti sawan. Air yang sudah didoakan itu
selanjutnya diminumkan kepada Ibu sang anak lalu dioleskan pada
beberapa anggota tubuh si anak. Selain itu, berdoa juga dilakukan oleh
Mak Rebyak yang sedang mendampingi murid-murid sanggar tarinya
mengikuti lomba. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Ketika nama kelompok tari kami disebut, Mak Rebyak berdiri


sambil komat-kamit mengucap doa.” (128)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa saat kelompok tari Sari
dan teman-temannya akan tampil, Mak Rebyak memanjatkan doa. Mak
Rebyak berdoa supaya kelompok tari tersebut dapat mementaskan tarian
dengan lancar dan tanpa gangguan. Selain itu, dengan doa tersebut, Mak
Rebyak berharap sanggar tarinya dapat memperoleh kemenangan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk nilai moral
berdoa terlihat ketika Bapak Sari menggunakan doa sebagai cara untuk
melawan gangguan dari makhluk halus dan saat Mak Rebyak berdoa untuk
keberhasilan kelompok tari dari sanggarnya yang sedang berjuang di
perlombaan.
2) Bersyukur Atas Apa yang Terjadi
Bentuk nilai moral hubungan manusia dengan Tuhan yang
selanjutnya adalah selalu bersyukur atas apa saja yang terjadi. Bentuk nilai
moral bersyukur terlihat ketika Bapak Sari merasa enggan diperintah untuk
melakukan ritual untuk memberhentikan hujan. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Barulah suatu hari, dari Paman, aku mengetahui alasan mengapa


Bapak tidak mau menjadi pawang hujan. Bapak bilang hujan itu
berkah, bukan musibah. Bila hujan tak juga turun, akan ada musim
paceklik.” (48)

69
Dari kutipan di atas, dapat dijelaskan bahwa rasa syukur muncul
ketika Bapak Sari enggan menjadi pawang hujan dan memberhentikan
hujan yang merupakan takdir dari Tuhan. Bapak Sari beranggapan jika ia
menjadi seorang pawang hujan, ia merasa bahwa akan menghilangkan
berkah dari Tuhan. Dengan itu, Bapak Sari akan tetap bersyukur dengan
turunnya hujan. Selain itu, bersyukur juga diterapkan oleh Paman Sari
ketika Sari dan Ibunya tidak mengalami hal seperti Bapak Sari. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Paman hadir sebagai penenang atas kekalutan kami. Paman bilang


kami harus ikhlas dan bersyukur karena tak terjadi apa-apa pada
kami” (71-72)

Dari kutipan di atas, dapat dijelaskan bahwa walaupun tragedi pada


malam itu merenggut Bapak Sari, tetapi Paman Sari tetap bersyukur,
setidaknya anggota keluarga yang lain tak mendapat nasib yang sama.
Pama bersyukur karena mereka tak bernasib sama seperti keluarga Pak
Muhidin, dimana anak dan istrinya pun ikut menjadi korban pembunuhan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk nilai moral
bersyukur atas apa yang terjadi yaitu ketika Bapak Sari menolak menjadi
pawang hujan karena rasa syukurnya terhadap hujan dan Paman Sari yang
merasa bersyukur bahwa ia dan anggota keluarga yang lain tak bernasib
sama seperti Bapak Sari.
3) Mengikhlaskan Sesuatu yang Sudah Menjadi Kehendak Tuhan
Bentuk nilai moral hubungan manusia dengan Tuhan yang
selanjtunya yaitu mengikhlaskan sesuatu yang sudah menjadi kehendak
Tuhan. Rasa ikhlas tersebut terlihat ketika Paman Sari memerintahkan
keluarganya untuk mengikhlaskan kepergian Bapak Sari. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Paman hadir sebagai penenang atas kekalutan kami. Paman bilang


kami harus ikhlas dan bersyukur karena tak terjadi apa-apa pada
kami” (71-72)

70
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa di tengah kesedihan yang
mendera keluarganya, Paman Sari tetap tegar dan memerintahkan semua
anggota keluarganya untuk mengikhlaskan kepergian Bapak Sari. Paman
Sari beranggapan mereka harus bersyukur karena hanya Bapak Sari lah
yang menjadi korban. Sementara itu Sari, Ibu Sari, Paman Sari, Bibi Sari,
dan Mbak Rokhayah dan mengalami gangguan apapun. Selain itu, bentuk
nilai moral dari bersyukur juga terlihat ketika Ibu Sari sudah
mengikhlaskan kepergian suaminya dan enggan mengingat kejadian itu
lagi. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Ndak mau. Pokoknya Ibu ndak mau. Ibu sudah ikhlas kok. Ndak
mau berurusan lagi sama beginian.” (181)

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Ibu Sari sudah dapat
ikhlas menerima kepergian suaminya. Ia juga sudah enggan mengingat dan
berurusan lagi dengan tragedi yang telah merenggut nyawa suaminya.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk nilai moral
mengikhlaskan sesuatu yang menjadi kehendak Tuhan terlihat saat Paman
dengan sabar memberi tahu keluarganya untuk ikhlas akan kepergian
Bapak Sari dan juga Ibu Sari yang sudah mengikhlaskan kepergian
suaminya serta enggan untuk mengingat tragedi itu kembali.

71
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad Daud. 2018. Pendidikan Agama Islam. Depok: Rajawali Pers.
Aminuddin. 2010. Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Andaru, Intan. 2019. Perempuan Bersampur Merah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.
Purwanto, Joko. 2016. Drama Seni Sastra dan Seni Pementasan. Yogyakarta: Magnum Pustaka
Utama.
Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal terhadap Ilmu
Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suciyana, Eva, Sukirno, dan Bagiya. 2018. “Analisis Nilai Moral Novel Bidadari Bermata Bening
Karya Habiburrahman El Shirazy dan Rencana Pelaksanaannya dengan Metode Kuantum
di SMA”. Jurnal Surya Bahtera. Vol.6, No. 56, hlm, 924-932. Universitas Muhammadiyah
Purworejo.
Sulistyana, Diyah, Bagiya, dan Umi. 2017. “Nilai Moral Novel Ayah Karya Andrea Hirata dan
Skenario Pembelajaran di Kelas XII SMA”. Jurnal Surya Bahtera Vol. 5, No. 44, hlm, 48-
52. Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Waluyo, Herman J. 2017. Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Zuriah, Nurul. 2015. Pendidikan Moral Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi
Aksara.

72

Anda mungkin juga menyukai