SKRIPSI
Oleh:
Fitriani
Nim:014114059
SKRIPSI
Oleh:
Fitriani
Nim:014114059
i
ii
iii
SKRIPSI INI KUPERSEMBAHKAN KEPADA:
BAPAK PAHRUL ANWAR
IBU SITI JARAH
KAKAK IIS SUGIANTO
ADIK ISNANIAH
ADIK RATNAWATI
BEST PRIEND’S:ANDIE BATAM, ECI, AYU
iv
MOTTO
v
vi
vii
ABSTRAK
Fitriani, 2001. Citra Wanita Tokoh Nisa dalam novel Perempuan Berkalung
Sorban karya Abidah El Khalieqy. (Suatu Pendekatan Sosiologi Sastra).
Skripsi S-1. Yogyakarta: Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji citra wanita tokoh Nisa dalam novel Perempuan
Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy. Tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan unsur intrinsik novel Perempuan Berkalung Sorban dan
menganalisis citra wanita tokoh Nisa.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan sosiologi sastra
yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Mula-mula dilakukan
analisis struktural terhadap novel Perempuan Berkalung Sorban untuk melihat
kebulatan makna di dalamnya. Hasil analisis struktural digunakan sebagai dasar
untuk menganalisis gejala sosial mengenai citra wanita tokoh Nisa dalam novel
Perempuan Berkalung Sorban. Adapun metode yang digunakan adalah (1)
metode analisis untuk menganalisis unsur intrinsik novel Perempuan Berkalung
Sorban, citra wanita tokoh Nisa dalam novel Perempuan Berkalung Sorban. (2)
metode klasifikasi untuk mengelompokkan perilaku tokoh Nisa dalam aspek fisik,
psikis, keluarga, dan masyarakat.
Dari hasil kajian terhadap novel Perempuan Berkalung Sorban karya
Abidah El Khalieqy ini ditemukan bahwa citra wanita tokoh Nisa terbentuk dari
citra diri wanita dan citra sosial wanita. Citra diri wanita itu ditunjukkan oleh
aspek fisik dan aspek psikis yang tergambar melalui peristiwa Nisa hamil,
melahirkan, dan berwajah cantik. Aspek psikis tergambar melalui perasaan dan
kepribadiannya yang baik. Citra sosial wanita ditunjukkan oleh aspek keluarga
dan aspek masyarakat.Aspek keluarga Nisa terganbar melalui tokoh Nisa sebagai
ibu dari anak-anaknya,sebagai istri, dan sebagai anggota keluarga. Aspek
masyarakat Nisa tergambar melalui tokoh Nisa yang mampu bersosiolisasi dengan
masyarakat.
viii
ABSTRACT
The research explore the image of the female character in the novel
Perempuan Berkalung Sorban, a novel by Abidah El Khalieqy. Its purpose was to
describe the intrinsic aspects of the novel in identifying the female image of
Nisa.
The research made use of a sociological literature approach which put a
literature work as the material under the investigation. Initially, a structural
analysis was done on the novel Perempuan Berkalung Sorban to examine the
wholeness of the meaning integrated in it. The result was then used as the base to
further analyze the social symptoms on the female image of Nisa, the character in
the novel.
The methods which were used were (1) the analytical method to analyze
the intrinsic aspects of the novel Perempuan Berkalung Sorban, the female image
of the character of Nisa in the novel Perempuan Berkalung Sorban. (2)
Classification method to classify the character’s behaviors into physical and
psychological aspects, as a member in the family, and in the community.
The result showed that the female image of the character, Nisa, was
formed of the female self-image and the female social image. The self-image was
pictured by the physical and psychological aspects: that is pictured by the tact
moment in her pregnancy, her delivering the baby, and that she was beautiful.
The Psychological aspect was shown by her feeling and her good personality. The
female social image was shown through family and social life aspect: by tact
image Nisa that is was shown as capable of socializing into the community.
ix
KATA PENGANTAR
disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra
Indonesia. Program Studi Sastra. Penulis mengucapkan terima kasih yang sangat
dalam kepada:
• Mbak Nik, Mbak Rus selaku admistrasi Fakultas Sastra Universitas Sanata
• Bapak Pahrul Anwar dan Ibu Siti Jarah yang telah membesarkan dan
mendidik penulis dengan penuh kasih sayang. Terima kasih juga untuk Mas
Iis, adik Isna dan adik Ratna, adik ipar Sony keponakan Melda, Melly,
Kesya, Intan, Ajeng, Axel mereka semua adalah penyemangat penulis untuk
penulis miliki.
x
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis bersedia menerima kritik dan saran dengan senang hati untuk
Yogyakarta,
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
MOTTO .......................................................................................................... v
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
xii
1.5.3 Citra Wanita .................................................................. 9
xiii
2.2.3 Tokoh dan Penokohan Samsudin ................................... 29
2.4 Rangkuman………………………………………………. 37
3.1.1 Citra Diri Wanita Tokoh Nisa dalam Aspek Fisik ......... 40
3.1.2 Citra Diri Wanita Tokoh Nisa dalam Aspek Psikis ....... 45
3.3 Rangkuman……………………………………………………. 58
xiv
LAMPIRAN SINOPSIS .................................................................................. 64
xv
BAB I
PENDAHULUAN
Karya sastra, termasuk novel, pada hakikatnya adalah benda mati yang dari
dirinya tidak bermakna dan tidak dapat di jadikan objek estetika selama karya sastra
itu tidak disentuh, tidak dibaca, dan tidak diberi makna oleh pembaca. Teeuw
(1984:191) menyebutnya sebagai artefak dan ia berpendapat bahwa karya sastra itu
makna pada karya sastra dikenal dengan istilah konkretisasi sastra. Pradopo
(1995:106) menyatakan bahwa, pemberian makna pada karya sastra atau proses
konkretisasi sastra itu merupakan usaha untuk menjadikan sastra sebagai sesuatu
yang berguna bagi masyarakat pembacanya. Hal ini menyebabkan peranan pembaca
Seorang pembaca dalam memaknai suatu karya sastra turut dipengaruhi oleh
berbagai situasi dan latar belakang sosial budaya masyarakat itu sebabnya karya
sastra lahir dalam konteks sejarah dan sosial budaya. Bangsa yang di dalamnya
(Pradopo, 1995:10). Hal ini berarti pengarang mencipta karya sastra selaku seorang
warga masyarakat menyapa pembaca yang sama–sama dengan dia merupakan warga
1
2
Dengan demikian, karya sastra merupakan perwujudan latar belakang sosial budaya
budaya yang ditampilkan oleh pengarang itu meliputi, tata cara kehidupan, adat
istiadat, kebiasaan, sikap, upacara adat dan agama, konvensi-konvensi lokal, sopan
santun, hubungan kekerabatan dalam masyarakat, cara berpikir, dan cara memandang
sosial budaya masyarakat tentu saja tidak boleh dipaksakan atau di reka-reka sendiri
dan apa adanya dalam menunjukan latar belakang sosial budaya, sedangkan jalan
cerita, tokoh- tokoh dan alur cerita merupakan rekaan pengarang. Pengarang harus
dokumentasi sosial budaya. Lewat karya sastra, seorang pembaca dapat memahami
Untuk itulah, pembaca yang terpelajar dan budaya dapat menghargai dan
demikian, karya sastra yang bernilai baik itu dicari dan dihargai oleh pembaca untuk
penyempurnaan dirinya sebagai manusia. Oleh karena itu, karya sastra yang baik
selalu disimpan sebagai warisan budaya manusia dan para ahli sosiologi sastra
1994:52).
3
menarik dan baik untuk dibaca. Ketertarikan penulis pada novel ini disebabkan oleh
adanya masalah sosial dan budaya. Selain itu, novel ini mempunyai ciri khas
tersendiri, yaitu adanya unsur citra wanita yang menarik untuk diteliti lebih
mendalam lagi.
peneliti akan menyoroti tokoh Nisa. Tokoh Nisa sebagai tokoh wanita banyak
sosial. Wujud citra wanita itu difokuskan pada masalah pikiran dan perasaan wanita
dalam tingkah laku kesehariannya sebagai pribadi, sebagai anggota keluarga dan
abstrakkan dengan aspek fisik, aspek psikis, dan aspek sosial budaya dalam
2000). Hal itu menjadi alasan peneliti untuk memilih novel Perempuan Berkalung
Sorban karya Abidah El Khalieqy sebagai bahan skripsi ini dengan menggunakan
Khalieqy dalam konteks seperti itu dapat dikaitkan sebagai langkah memberi makna
terhadap sebuah karya sastra. Langkah awal memahami karya sastra adalah
menganilisis unsur instrinsiknya meliputi alur, tokoh dan penokohan, serta latar.
Selanjutnya, yang dikaji dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El
Berdasarkan uraian di atas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini
1.2.1 Bagaimana unsur alur, latar, tokoh dan penokohan novel Perempuan
1.2.2 Bagaimana citra wanita tokoh Nisa dalam novel Perempuan Berkalung
1.3 1 Deskripsikan unsur intrinsik alur, latar, tokoh dan penokohan novel
1.3 2 Deskripsikan citra wanita tokoh Nisa dalam novel Perempuan Berkalung
1.4.1 Dalam bidang sastra, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
1.4.2 Dalam bidang sosial, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
Hal ini berarti karya sastra memberikan wawasan kepada pembaca mengenai
realitas dan aspek latarbelakang oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak
oleh beberapa ahli disebut sosiologi sastra istilah itu pada dasarnya tidak berbeda
Islam. Pengabdian Nisa diwujudkan dalam seorang istri yang bertanggung jawab
terhadap suami, seorang istri tidak boleh keluar rumah tanpa suami yang
mendampingi dalam agama Islam hukumnnya haram. Seorang santri dilarang untuk
orang kafir. Itu semua adalah di luar dari pedoman Al-Qura’an dan hadist Nabi
6
dipergunakan untuk memahami lebih lama dalam gejala sosial di luar sastra
(Damono, 1978:2-3).
Berdasarkan hal itu, penelitian ini menekankan pada penelaah teks sastra
sosial di luar sastra. Analisis struktur karya sastra merupakan pekerjaan pendahuluan
Sorban karya Abidah El Khalieqy akan dianalisis tiga unsur instrinsiknya, yaitu alur,
1.5.2.1 Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa dalam sutu cerita yang disajikan dengan
cerita- cerita diawali dengan peristiwa tertentu dan berakhir dengan peristiwa tertentu
lainnya, tanpa terikat pada urutan waktu (Sudjiman, 1992:31). Pada umumnya,
sekitar alur cerita terdiri atas tiga bagian, yaitu alur awal, alur tengah, alur akhir.
Alur awal cerita terdiri atas paparan, rangsangan dan penggawatan. Alur tengah
cerita terdiri atas pertikaian, permintaan, dan klimaks. Alur akhir cerita terdiri atas
7
peleraian dan penyelesaian (Waluyo, 1994:148). Selain itu, ada beberapa hal yang
berkaitan dengan alur cerita yang sering dikatakan hukum dari alur cerita, yaitu sifat
masuk akal atau logis, kejutan, tegangan, kesatuan, dan ekspresi (Kenny via Waloyo,
1994:158).
Teknik penyusunan alur cerita terdiri atas tiga jenis yaitu teknik alur linier,
teknik alur sorot balik, dan teknik alur campur. Teknik alur linier atau terusan adalah
rangkaian cerita berkesinambungan, artinya alur cerita berurutan dari awal hingga
1994:154). Teknik alur sorot balik atau flashback adalah rangkaian kronologis
yang terjadi sebelumnya. Alur sorot balik ini ditampilkan di dalam dialog, di dalam
bentuk mimpi atau sebagai lamunan tokoh yang menelusuri kembali jalan hidupnya,
atau yang teringat kembali kepada suatu peristiwa masa yang lalu (Sudjiman,
1992:33). Teknik alur campuran atau majemuk adalah alur yang mengandung alur
utama dan alur sampingan atau sub alur. Hal ini berarti terdapat perpaduan antar alur
tokoh-tokoh dalam cerita yang ditulisnya (Tjahjono, 1988:138) atau penyajian watak
atau penciptaan citra tokoh (Sudjiman, 1992:23) atau pelukisan gambaran yang
8
dijelaskan tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones via
Nurgiyantoro, 1995:165).
menjadi dua yaitu tokoh sentral atau tokoh bawahan. Pertama, tokoh sentral meliputi
tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita
kagumi dan salah satu jenisnya secara populer sering disebut hero, tokoh yang
tokoh penentang tokoh utama dari tokoh protagonis (Sudjiman,c1992:19). Selain itu,
tokoh antagonis dapat dikatakan sebagai tokoh penyebab terjadinya konflik. Tokoh
ini termasuk tokoh sentral dan mewakili pihak yang jahat atau salah
cerita lebih sedikit dan tidak dipentingkan. Namun, kehadiran tokoh bawahan ini
Berikut ini akan dipaparkan tiga metode penting yang dapat digunakan dalam
penyajian watak tokoh. Pertama, metode langsung adalah pelukisan watak tokoh
dimana pengarang memaparkan saja watak tokohnya dan dapat juga menambah
komentar tentang watak analitik (Hudson via Sudjiman, 1992) Kedua, metode tidak
langsung adalah teknik pelukisan watak tokoh pengarang tidak memaparkan watak
tokoh secara langsung, tetapi pembaca dapat menyimpulkan watak tokoh tersebut
dari pikiran, cakapan, dan lakukan yang disajikan pengarang, bahkan juga dari
penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan tempat tokoh. Jadi, pengarang
9
dapat juga melukiskan watak tokoh melalui ungkapan, reaksi atau kesan tokoh lain.
Metode ini disebut juga metode dramatik (Kenney via Sudjiman, 1992). Ketiga,
memaparkan secara langsung, tetapi pembaca dapat mengenal dan memahami watak
1.5.2.3 Latar
waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra (Sudjiman,
1992:44). Latar dapat dibedakan menjadi latar sosial dan latar fisik atau material.
sosial dan sikap, adat kebiasaan cara hidup, bahasa, dan lain-lain yang melatari
peristiwa. Adapun yang dimaksud dengan latar fisik adalah tempat di dalam wujud
fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya (Hudson via Sudjiman, 1992:44).
1.5.3Citra Wanita
Citra merupakan rupa, gambar, dapat berupa gambaran yang dimiliki orang
banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan
oleh sebuah kata, frase atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam
karya prosa dan puisi (Sugihastuti, 2000:45). Citra wanita yang dimaksud dalam hal
ini adalah semua gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian wanita
(Indonesia), yang menunjukkan “wajah” dan ciri khas wanita sebagai mahluk
individu dan sebagai mahluk sosial (Sugihastuti, 2000:7). Dengan demikian, wanita
10
dicitrakan sebagai mahluk individu yang beraspek fisik dan psikis dan sebagai
Citra diri wanita terwujud sebagai sosok individu yang mempunyai pendirian
jawab atas potensi diri sendiri sebagai mahluk individu. Citra diri wanita
memperlihatkan bahwa apa yang dipandang sebagai perilaku wanita bergantung pada
bagaimana aspek fisik dan psikis diasosiasikan dengan nilai yang berlaku dalam
Citra diri wanita itu diabstraksikan dari klasifikasi citra fisik dan citra psikis
wanita dalam aspek fisik. Citra diri wanita itu khas dilihat melalui pengalaman-
pengalaman tertentu yang hanya dialaminya dan tidak dialami oleh pria misalnya
melahirkan dan merawat anak, antara lain dapat ditunjukkan oleh fisiknya yang
lembut, lincah, dan lemah (Sugihastuti, 2000:112). Dalam hal ini, citra fisik wanita
yang tergambar adalah citra wanita dewasa, wanita yang sudah berumah tangga.
Selain itu, masa perkawinan juga mengisyaratkan bahwa secara fisik wanita
kejiwaan wanita dewasa ditandai oleh sikap pertanggung jawaban penuh terhadap
diri sendiri, nasib sendiri dan pembentukkan diri sendiri (Kartono via Sugihastuti,
2000:100).
11
Dalam batas-batas aspek fisik dan psikis di atas, wanita adalah mahluk
psikologis, yang berpikir, berperasaan dan beraspirasi. Aspek psikis wanita tidak
dapat dipisahkan dengan aspek fisiknya. Akibat dari citra wanita yang ditimbulkan
oleh aspek itu, maka psikis wanita pun sesuai dengan fisiknya. Secara psikis, wanita
dicitrakan sebagai wujud tingkah laku. Dengan demikian, aspek fisik dan aspek
psikis adalah yang membentuk citra wanita sebagai mahluk individu yang
mempunyai konsep diri. Wanita mempunyai kesadaran dalam dirinya sendiri, yang
lain dengan pria. Wanita mempunyai persepsi diri terhadap karakteristik fisik dan
2000:152).
Pada dasarnya citra sosial wanita merupakan citra wanita yang erat
hubungannya dengan norma dan sistem nilai yang berlaku dalam satu kelompok
masyarakat luas (Sugihastuti, 2000:143). Dalam aspek keluarga, citra sosial wanita
berhubungan dengan peranan sebagai istri, sebagai ibu, dan sebagai anggota
berhubungan antara satu dengan lainya. Sebagai istri misalnya, wanita mencintai
suaminya. Perasaan citra itu terwujud pula pada anak-anaknya, dalam aspek
masyarakat, citra sosial wanita dapat berupa hubungan wanita dengan wanita sendiri,
hubungan dengan pria, hubungan dengan manusia dalam masyarakat pada umumnya.
Hal ini menggambarkan peran wanita karier. Berdasarkan citra wanita dalam aspek
12
keluarga dan aspek masyarakat, maka keduanya dapat diabstraksikan ke dalam citra
1.6.1 Pendekatan
sosiologi sastra. Pendekatan ini bertolak dari asumsi sastra adalah cermin kehidupan
disebut sosiologi sastra (Damono, 1978: 2). Pendekatan sosiologi sastra yang
digunakan adalah sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan
karya Abidah El Khalieqy yang berhubungan dengan gejala sosial yang ada
kehidupan.
Metode adalah cara kerja untuk memahami suatu objek yang menjadi sasaran
demikian, metode-metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ada dua hal
Teknik yang dipergunakan dalam penalitian ini meliputi dua hal yaitu teknik
simak digunakan peneliti untuk menyimak teks sastra yang telah dipilih sebagai
bahan penelitian. Teknik catat digunakan peneliti untuk mencatat hal-hal yang sesuai
penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Bab II merupakan analisis unsur
instrinsik novel Perempuan Berkalung Sorban. Bab III merupakan analisis citra
14
wanita tokoh Nisa dalam novel Perempuan Berkalung Sorban yang meliputi: citra
diri wanita, dan citra sosial. Bab IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan
saran.
BAB II
menganalisisnya dalam menganalisis teks karya sastra itu harus diuraikan unsur-
Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy yang dianalisis adalah alur, tokoh
Abidah El Khalieqy dapat dipahami berikut ini akan dipaparkan hasil analisis
2.1 Alur
Dalam landasan teori telah disinggung bahwa alur sebuah karya sastra
dapat dibedakan menjadi alur maju dan alur sorot balik. Namun demikian
pengaluran dalam sebuah karya sastra itu dapat mengandung keduanya atau
tipe pengaluran campuran meskipun alur yang tampak dominan adalah alur maju.
Dengan teknik alur sorot balik diceritakan peristiwa. Peristiwa yang dialami tokoh
utama dan tokoh bawahan ketika para tokoh mengalami berbagai masalah .Secara
15
16
2.1.1 Bab I
Nisa bersama kedua kakaknya yang bernama Wildan dan Rizal. Mereka bermain
di kebun belakang yang cukup luas, kehidupan di pondok pesantren yang serba
berkeinginan berlatih naik kuda seperti kedua kakaknya itu. Bapak mengetahui
apa yang sedang Nisa lakukan seharian di ladang bersama Rizal. Nisa
mengabiskan jam main untuk berlatih naik kuda secara diam-diam. Nisa banyak
belajar dengan Mbak May pekerjaan yang bisa dilakukan seorang wanita seperti
2.1.2 Bab II
Bab II ini merupakan rangsangan dan kelanjutan dari peristiwa cerita bab
I. Dalam bab ini penyituasian digambarkan melalui peristiwa yang dialami Nisa.
hanya mengerti bahwa kata itu memiliki arti yang berakal, atau perempuan yang
berpandangan luas. Setelah kepergian Lek Khudhori Nisa sering mengurung diri
di dalam kamar. Rasa enggan melihat dunia luar, matahari tak lagi menyilaukan
nyaman. Hari-hari telah berlalu melebihi empat minggu surat Lek Khudhori
yang Nisa tunggu-tunggu akhirnya datang juga bersamaan sepucuk surat yang
17
teramat pendek, ia juga mengirimkan kedua kaset lagu dari penyanyi Mesir yang
Bab ini merupakan pengawatan dan mengandung sorot balik. Dalam bab
ini, penyituasian digambarkan melalui alur, peristiwa cerita yang dialami Nisa
dengan alur sorot balik. Peristiwa tentang pernikahan Nisa dengan Samsudin
yang tidak pernah harmonis selalu ada masalah dalam rumah tangga Nisa. Ia
Samsudin duduk dikursi sambil merokok asap menabrak muka Nisa dan
menyusup kedalam rambut Nisa, menuding mukanya persis di depan hidung jika
mungkin, mengapa tidak? Besok Nisa mulai kembali sekolah dan suatu saat Nisa
pun sarjana, dimana otak Nisa akan dipenuhi ilmu yang dapat menentukan, mana
sampah dan mana mutiara. ”Samsudin bukan Lek Khudhori yang bisa dapat
merasa nikmat! Samsudin hanya seorang penjagal bodoh!” Dengan ringan tangan
Samsudin menampar wajah Nisa sampai lebam (hlm.131). Hati Nisa terpukul
kedalam rumah tangga Nisa, perkawinan yang telah dijodohkan oleh kedua
2.1.4 Bab I V
Peristiwa ini merupakan penyelesaian, klimaks bergerak terus dari bab III
melalui Nisa yang hidup sebagai janda. Karena Nisa sudah tidak tahan dengan
konflik Nisa mengalami konflik batin, konflik batin itu terjadi karena Nisa masih
trauma dengan kelakuan Samsudin semasa Nisa masih jadi istri. Nisa tidak bisa
2.1.5 Bab V
bersama Samsudin. Kini Nisa telah menaiki tangga kebebasaan kembali setelah
terpuruk dalam lubang gelap gua hitam minotaurnya Samsudin. Nisa kembali
bersatu dengan bapak dan ibu serta Lek Khudhori. Nisa menghirup kembali
segarnya udara pegunungan yang bebas polusi, bersama kepodang dan kakatua
Nisa menyanyi. Nisa sudah mempunyai pengganti Samsudin, bukan lain adalah
pamanya sendiri yang bernama Lek Khudhori. Bapak dan ibu akan melihat
dengan pandangan orang tua yang arif oleh kesalahan masa lalu dan penyesalan
yang terus mengiringi. Mereka ingin menebus semua hutang keceriaan masa
remaja Nisa dan membiarkan Nisa mengungkap kesempatan itu untuk Nisa
2.1.6 Bab VI
bina. Nisa belum yakin dengan dirinya bisa mendapatkan anak dari suami
barunya ini. Perkataan yang pernah dikeluarkan dari Samsudin bahwa dirinya
mandul, tiga minggu kemudian saat Nisa rasakan perut Nisa mulai mual-mual
dan merasa masuk angin berat, setiap hari Nisa minta dibelikan apel Jepang untuk
mengatasi mual. Pada usia kandungan Nisa mencapai lima bulan ibu dan bapak
mengunjungi Nisa dan Lek Khudhori untuk melihat dengan mata kepala sendiri
cerita kehamilan Nisa yang telah Nisa kabarkan melalui surat. Tak sengaja Nisa
memperhatikan wajah Samsudin yang penuh dengan kebencian dan dendam saat
Mba Kalsum dan Samsudin berkunjung kerumah Nisa dan Lek Khudhori untuk
Peristiwa ini merupakan klimaks dan bergerak lurus dalam bab VII
Khudhori. Nisa belum bisa menerima kenyataannya kebahagian belum lama Nisa
rasakan kebersamaan suami dan anak tercinta. Hidup dan mati sepenuhnya di
tangan Allah dan Nisa harus berpisah, sebab Allah memang menghendaki yang
demikian.
20
dari tokoh bawahan. Tokoh utama atau protagonis. Protagonis selalu menjadi
tokoh yang sentral di dalam cerita. Ia bahkan menjadi pusat sorot di dalam
tokoh bawahan bukan dari frekuensi kemunculan tokoh itu dalam cerita, tetapi
(Sudjiman, 1992:19).
yang membangun cerita. Bahkan ia menjadi pusat sorotan dalam kisahan karena
dikarenakan kecelakaan mobil. Hal ini menunjukkan bahwa Nisa telah berhasil
tangga dengan suami pilihan Nisa. Nisa menjadi tokoh pemberani dengan
mantan suami dan dikagumi dengan keluarga. Hal itu menyiratkan bahwa tokoh
disebabkan oleh tokoh Samsudin memiliki istri lebih dari satu, Samsudin merasa
21
tidak puas hidup bersama Nisa. Dengan metalitas kepribadian yang tidak sehat,
Samsudin telah berbuat jahat dengan Nisa. Hal itu menyiratkan bahwa tokoh
Disisi lain keberadaan atau kehadiran tokoh Lek Khudhori, Ibu, Bapak.
diperlukan untuk mendukung tokoh Nisa sebagai tokoh sentral. Nisa sebagai
tokoh sentral memegang peran utama dalam novel Perempuan Berkalung Sorban
menunjukkan bahwa Nisa telah berhasil lari dari kehidupan Samsudin karena
terfokus pada kelima tokoh yaitu Nisa, Samsudin, Lek Khudhori, Ibu, Bapak
Bapak. analisis terhadap kelima cerita itu didasarkan pada novel Perempuan
keluarga.
menangis, meneteskan air mata rindu, mengingat peristiwa dan perhatian yang
telah diberikan pada Nisa. Menikmati kalimat seperti itu, seringkali hati Nisa
22
untuk Nisa. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan
(1) Kalau saja aku sudah dianggap dewasa olehnya, dan dia bertanya
seberapa besar aku merindukannya atau mencintainya sungguh, aku tidak
takut untuk menyatakan bahwa cintaku lebih besar lagi ukuran apapun
yang dapat di Nisa, kerinduanku padanya telah melarut menjadi darah
dalam hidupku. Sehingga juga kekhewatiran dimana gambaran keindahan
surya yang selalu membentang dalam khayalku (hlm.88-89).
anak sahabat bapak sewaktu tinggal dipesanteren waktu dulu. Alangkah mereka
semau maunya . Hal ini ditunjukkan pengarang dengan metode analitik dan
(2) ”Anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, cukup jika telah
mengaji beberapa kitab…Kami juga tidak terlalu keburu. Mengenai kapan
dilangsungkannya pernikahan, nanti bisa dirembuk lagi kita sama-sama
orang tua…”suara laki-laki itu mempengaruhi (hlm.90).
Makin hari Nisa selalu dibuat emosi yang telah dibuat oleh Samsudin
tertawa tidak menghiraukan. Nisa sedang emosi dengan kelakuan Samsudin yang
tidak ada rasa hormat kepada istri sedikit pun. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang
Setiap hari keributan selalu terjadi dalam rumah tangga Samsudin dengan
Nisa. Samsudin selalu menyiksa Nisa dengan menggunakan kekerasan, Nisa tidak
kuasa menahan rasa sakit yang Nisa rasakan. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang
(5) Aku tidak kuasa bangun dan tidak kuasa menggerakkan badanku
karena sakit dan memar di seluruh badanku (hlm.105).
ibunya, tetapi ibu tidak bisa mengerti maksud Nisa bahwa dirinya sudah tidak
menjambak rambut Nisa. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode
(6) ”Tidak ada apa-apa, Bu.Tetapi aku sudah tak tahan. Aku benar-benar
sudah tak tahan menghadapinya, hidup bersamanya. Aku tak tahan, Bu ”
(hlm.160).
apalagi ada luka bekas pukulan Samsudin yang masih tersisa di punggungku. Hal
ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan dramatik di bawah ini:
(8) Ibu menyerah dan terlihat sangat terpukul aku tak sampai hati untuk
menceritakan lebih detail kisahku, apalagi beberapa luka bekas pukulan
Samsudin yanga masih tersisa di punggungku (hlm.164).
24
bersama Samsudin, lelaki yang telah menikahi secara paksa pada dirinya. Satu-
satu cara agar aku tetap bangkit adalah terus bersekolah, paling tidak sampai
sarjana, selagi aku masih bodoh dan kurang pendidikan aku terima caci maki yang
keluar dari mulut Samsudin. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode
(9) Akan sangat berbeda jika Lek Khudhori yang terbayang dibenakku.
Seluruh dunia jadi indah dan tersenyum bersamaku. Menghayalkanya
membuat semangatku jadi bergirah. Lek Khudhori telah menjadi inspirasi
perjuanganku untuk hidup dan bangkit (hlm.113).
Nisa adalah gadis cerdas dan pintar banyak tau tentang hukum-hukum
agama Islam. Kalsum banyak belajar tentang agama dengan Nisa. Hal ini
ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dalam kutipan di bawah ini:
Terkaburlah air mata dan lukalara Nisa telah menaiki tangga kebahagianku
kembali. Setelah berjuta jam sesak napas dalam kurungan nafsu Samsudin. Hal
ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan dramatik di bawah
ini:
Nisa menghabiskan masa libur sekolah untuk mencari telur burung dan
berlatih kuda. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan
(13) Aku mengabiskan masa liburan sekolah, aku dapat mencari telur
burung emprit kesukaanku didahan pepohonan dan berkuda sampai
perbatasan desa sambil berburu burung. Tentu saja ia naik kuda lain yang
sama besar dan tinggi dengan kuda tungganganku (hlm.18).
Perasaan Nisa begitu bahagia pada akhirnya Nisa mengandung anak dari
suami tercinta yang bernama Lek Khudhori dan kedua orang tuanya datang
berkunjung ke rumah mereka berdua. Ibu dan bapak terasa tidak percaya ternyata
anak bungsunya tidak mandul. Ibu baru percaya dengan Nisa, bahwa
Samsudinlah yang mursal dan dzalim. Pada akhirnya pukul sepuluh Nisa
sampingnya. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan
(16) Pada saat usia kandunganku mencapai lima bulan, ibu dan bapak
mengunjungi kami untuk melihat dengan mata kepala sendiri serta
kehamilanku yang telah kukabarkan melalui surat. Terlihat ibu begitu haru
dan gembira dan bapak menggeleng-geleng kepala terus menerus seakan
tidak percaya dengan suaminya yang pertama (hlm.281).
(17) Pukul sepuluh malam, setelah melalui perjuangan yang luar biasa
antaraku dan janinku, bayiku lahir melengking menembus kesadaranku
akan makna seorang ibu. Mas Khudhori memeluk dan membelai-belai
kepalaku dengan tetes air mata, inilah saat dimana tak ada celah bagi
siapa pun untuk memisahkan kami berdua (hlm.288).
26
Firasat sedikitpun tidak ada dirasakan oleh Nisa tentang suaminya untuk
terakhir kali, tiba-tiba ada telephon yang datang dari rumah sakit. Petugas rumah
sakit memberi kabar bahwa suaminya telah meninggal dunia dan nyawanya tidak
(18) ”Maaf, Bu.Ini dari rumah sakit. Ingin mengabarkan bahwa polisi
mendapatkan suami anda kecelakaan sekitar satu jam lalu dan kini sedang
dirawat diruang ICU (hlm.299).
Hari-hari tanpa Lek Khudhori seperti seorang safir, tak ada dendam yang
Nisa rasakan ini semuanya adalah cobaan dan takdir yang tidak bisa dihindari
oleh umatnya. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan
rumah tangga dengan suami barunya dalam usia muda dan rasa sosialnya yang
tinggi.
aspirasi hidup bagi Nisa. Pada akhirnya Lek Khudhori menjadi suami Nisa. Lek
Khudhori adalah sosok suami yang membawa kekaguman dan perhatian banyak
terjadi suatu pelecehan bagi perempuan. Selain itu, untuk menghindari gangguan,
memang tidak ada larangan, tetapi rasa sopanan dan keindahan manusia secara
umum tidak dikehendaki itu. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dalam kutipan
di bawah ini:
menanyakan kepada Nisa. Apakah ia Sudah siap hamil, mengingat Nisa sedang
asyik dengan kuliahnya. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dalam kutipan di
bawah ini:
(23) Nisa jika suatu saat Nisa hamil dan mengandung anak kita,
apa Nisa merasa sudah siap? Apa mas sendiri belum cepat-cepat
punya anak? Bukan begitu,sayang? Tetapi semuanya harus
dipertimbangkan dulukan! Mengingat kau sekarang sedang asyik-
asyik kuliah, jika kau merasa terganggu dan masih ingin berduaan
dengan aku (hlm.212).
tentang arti sebuah anak dalam perkawinan. Tetapi itu semua bukanlah tujuan
tangga. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dalam kutipan di bawah ini:
Lek Khudhori telah memikirkan apa yang telah terjadi setelah Nisa cerai
dengan Samsudin apakah persahabatan ayahnya bisa terjalin lagi dengan baik
dengan Kiai Nasir. Karena kiai Nasir adalah orang yang baik dan tidak suka
menyakiti orang lain. Selain itu, Nisa sendiri sudah lama menanggung semua ini.
Akan lebih buruk dampaknya jika mendiamkan karena ini sudah terlambat
29
pengantin dalam waktu dekat, Nisa tidak percaya begitu seriusnya Lek Khudhori
melamar. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dalam kutipan di bawah ini:
Khudhori. Selanjutnya, hasil analisis penokohan Lek Khudhori ialah orang yang
mempunyai kuku yang tidak terawat berwarna hitam, tidak bekarja, dan seorang
pemalas. Tidak ada sosok suami yang baik dan bertanggung jawab kepada istri. Ia
suka main wanita, istrinya tidak Cukup satu, melainkan dua. Mereka semua hidup
otaknya sudah penuh dengan ilmu. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan
berbagi ilmu dengan bapak. Tokoh ayah dapat membangun jalannya cerita dalam
terlihat merah tersorot kedua matanya aku tidak banyak bicara hanya kutundukan
wajah di depan Bapak. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode
Nisa. Apa begitu yang diajarkan bapak dan ibumu selama ini? Pecicilan.
Pethakilan kau tidak sadar, kau ini anak siapa?” (hlm.32).
(31) ”Sekarang dengar! Mulai hari ini, kau tidak boleh keluar selain ke
sekoah dan ke pondok. Jika sekali ketahuan membangkang, Bapak akan
kunci kamu di dalam kamar selama seminggu paham?” (hlm.33).
Nisa tidak henti- hentinya kena marah oleh Bapak, Nisa terkenal anak
yang bandel, Nisa dan Lek Khudhori bercanda sehingga terdengar berisik dari
canda tawa mereka berdua. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode
(32) ”Nisa anak macam apa kau ini! sudah banyak orang yang datang
untuk mendengarkan pengajian, kok malah cekikikan seperti
kuntilanak.Anak tidak sopan santun! Tak tahu adab! Percuma tamat
Alquran jika tidak tahu sopan satun!” (hlm.41).
percerain Nisa dengan Samsudin. Mertua Nisa adalah orang baik, dermawan
tidak suka menyakiti orang. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode
(33) Bapak mertua kamu adalah sahabat bapak dan paling dekat dengan
bapak semasa kami sama-sama mondok di Tebuireng Beliauitu orangnya
baik, dermawan, tidak suka menyakiti hati orang (hlm. 179).
Ibu adalah sosok seorang ibu yang sabar, bijaksana dalam mendidik anak.
Ibu banyak memberi pengarahan kepada Nisa sebagai anak perempuan agar sabar
Tokoh ibu banyak membantu jalan cerita novel Perempuan Berkalung Sorban
karya Abidah El Khalieqy sebagai tokoh bawahan. Seorang istri yang sudah
bersuami tidak muhrim untuk berpergian sendiri, Nisa sudah berubah banyak
Nisa tidak seperti dulu pernikahan tidak membawa Nisa dewasa. Hal ini
(35) ”Kau ini perempuan bersuami, bagaimana bisa pergi keluar rumah
sendiri tanpa muhrim” (hlm.145).
(36) Apanya yang berubah sejak dulu kau bandel dan pernikahan tidak
membuatmu dewasa (hlm.146).
momongan tapi selalu ibu yang menjawab. Ibu tidak henti-hentinya mengatai Nisa
anak mursal. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode dramatik di
bawah ini:
(37) ”Nisa masih terlalu muda jadi ia lebih konsentrasi dengan sekolah
dulu.Nantilah kalau sudah cukup ilmunya, baru punya momongan”
(hlm.141).
(38) Nisa.Kau benar-benar telah menjadi anak mursal kini inilah yang kau
dapat setelah kunyah-kunyah dengan bangganya itu? (hlm159).
dengan titel Sarjana Hukum dan keturunan Kiai. Ibu menjelasakan bawah
(39) ”Ya. Tetapi ada apa? Apa yang membuat kamu tidak tahan anakku?
Bukankah ia laki-laki yang baik? Dari keluarga Kiai dan sarjana pula? Apa
yang kurang dari dirinya, Nisa?” (hlm.160).
33
orang yang mursal dan tidak bertanggung jawab dengan seorang istri, kekerasan
kerap di lakukan dengan Nisa. Tokoh ibu dan bapak adalah orang tua yang
yang tidak harmonis. Ini sebagai pelajaran sebagai orang tua Nisa.
antara lain: Kebun belakang, rumah, tidak semua unsur atau tempat ini dianalisis
oleh kerena itu, latar tempat yang dianalisis dalam penelitian ini terbatas pada
lokasi yang erat hubunganya dengan kehidupan para tokoh secara langsung. Hal
dilakukan secara mendetail oleh pengarang. Dengan demikian hal utama yang
diperhatikan dan dilesuri oleh peneliti dalam analisis ini adalah hubungan antara
latar tempat dengan pandangan, karakter dan perilaku para tokoh cerita
34
para tokoh cerita. Kebun yang dikelola oleh para tokoh cerita itu mendatangkan
hasil yang banyak. Sebuah latar tempat bermain Nisa untuk menghabiskan jam
bermainnya dengan berlatih kuda, selain itu kebun ini juga untuk berlatih puisi
oleh Lek Khudhori. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan (41) dan (42) di bawah
ini:
(41) “Aku habiskan seluruh jam mainku untuk latihan naik kuda bersama
Lek Khudhori dengan merujuk kisah perempuan kembang peradapan yang
selalu diceritakannya, aku berhasil naik kuda sampai ke perbatasan Desa
Kejoran” (hlm.23).
(42) Dan ketika aku bertanya tentang apa yang sedang dia teriakkan
dengan semangat ia menerangkan berbagai hal yang berkaitan dengan
sastra sehingga aku tahu bahwa Lek Khudhori suka dengan puisi (hlm.
26).
2.3.1.2 Rumah
Rumah dijadikan pengarang sebagai latar tempat utama novel ini. Dalam
tokoh dan tempat untuk menyelesaikan masalah rumah tangga Nisa dengan
Samsudin. Selain itu, rumah merupakan tempat terjadinya konflik dan kekerasan
dalam rumah tangga. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan (43), (44), (45), dan
(43) Tidak ada apa-apa, Bu. Tetapi aku sudah tidak tahan. Aku benar-
benar sudah tidak tahan manghadapinya, hidup bersamanya. Aku tak
tahan, Bu (hlm. 160).
(44) ”Nisa benar mbakyu, yang penting sekarang, kita akan bersama-sama
mencari jalan keluar terbaik dari kemelut ini’’ (hlm.163).
35
(45) Plak! Plak! Ia menampar mukaku bertubi-tubi hingga pipi dan leherku
lebam kebiru-biru untuk kali pertama, kucakar wajahnya dan ia
membanting badanku ke lantai bunyi gedebuk dan suara berisik di dalam
kamar membuat Kalsum curiga (hlm.131).
2.3.1.3 Pondok
Pondok adalah tempat mendidik santri putri agar menjadi kaum muslim
yang berguna bagi nusa dan bangsa, khususnya akhlak perempuan dalam
masyarakat dan berumah tangga. Selain itu, Nisa juga diwajibkan mengaji kitab
bersama Mba May dam para santri. Hal itu ditunjukkan oleh pengarang di bawah
ini:
(47) Aku juga diwajibkan mengaji kitab bersama Mba May dan para satri
lain yang sedang belajar di pondok kami. Meskipun ikut dengarkan aku
mulai berkenalan dengan Uqudulluqumjain, Risalatul Mahidz Akhlaqul-
banaati, yang membicarakan tetek bengeng soal perempuan, menstruasi,
hubungan suami istri, tanda-tanda perempuan sholeha dan lain sebagainya
yang akhirnya kuketahui, bahwa kitab itulah yang selalu menjadi pangan
para santri, melebihi kitab fiqih, Alquran atau hadis nabi (hlm.70).
Para santri mulai belajar kitab di serambi pondok. Hal itu ditunjukkan
oleh pengarang di bawah ini:
(48) Ketika jadwal belajar kitab harus dilaksanakan dan bintang di langit
mulai bertebaran, para santri mulai bergegas menuju serambi pondok di
sebelah kiri, duduk dengan tenangnya telah di letakkan di atas meja kecil
di hadapinya (hlm.78).
pekerjaan, moral cara berpikir, dan bersikap serta status sosial karya sastra secara
36
menyeaksikan film, membaca novel, pergi ke bioskop para Kiai menganggap itu
putri agar tidak terjerumus, agar tidak membaca buku-buku yang bukan dalil Al-
Qur’an dan hadis nabi. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan (49) dan (50) di
bawah ini:
dalam bab II. Maka hasil analisis tersebut, selanjutnya, akan digunakan untuk
membantu dalam analisis citra wanita tokoh Nisa. Analisis citra wanita yang
dimaksud dalam hal ini ialah semua gambaran spiritual dan tingkah laku ke
seharian tokoh Nisa yang menunjukkan wajah dan ciri khas wanita. Pembahasan
mengenai citra wanita tokoh Nisa ini akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu citra
diri wanita yang beraspek fisik dan psikis dan citra sosial wanita yang beraspek
keluarga dan masyarakat berikut ini akan dipaparkan hasil analisis citra wanita
mahluk individu citra diri wanita memperlihatkan bahwa apa yang dipandang
sebagai perilaku wanita tergantung pada bagaimana aspek fisik dan aspek psikis
2000:113). Berikut ini akan dipaparkan citra diri wanita tokoh Nisa dalam aspek
39
40
Citra diri wanita tokoh Nisa dalam aspek fisik merupakan hal yang akan
dikaji dalam subab ini keadaan fisik tokoh Nisa dapat mendukung kejelasan
identitas. Citra diri wanita itu dengan diketahuinya keadaan fisik tokoh Nisa itu
dapat diperoleh gambaran diri wanita yang khas dalam novel Perempuan
Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy. Berikut ini akan dipaparkan satu
Dalam aspek fisik, citra diri wanita tokoh Nisa dapat digambarkan sebagai
wanita dewasa sebelum hidup berumah tangga tokoh Nisa secara fisiknya
dewasa secara fisik. Tokoh Nisa digambarkan sebagai wanita yang berusia lima
fisik digambarkan sebagai wanita dewasa. Hal itu terlihat melalui kutipan Nisa
tersebut:
(52) “Sebenarnya, Annisa itu masih terlalu muda jika orang melihat sosok
tubuhnya memang seperti anak usia lima belas. Padahal usia sebanarnya
baru sepuluh tahun ia masih terlalu bodoh dan banyak naifnya dalam
bergaulan hidup. Bukankah begitu, Bu?” Suara Bapak terdengar agak
jelas.
41
wanita dewasa yang dicirikan oleh hal-hal yang khas dan perkawinan. Pertama
egois, Nisa pun berharap ia menceraikan Nisa secepatnya, tak lama kemudian
Nisa sudah tidak tahan hidup bersama Samsudin Nisa memutuskan untuk
bercerai, Nisa menerima lamaran Pakleknya sendiri untuk dijadikan suami. Hal-
hal yang khas itu ialah hamil, melahirkan, dan merawat anaknya. Realitas fisik itu
dialami tokoh Nisa yang melahirkan Mahbub kutipan (53) berikut menunjukkan
hal tersebut:
(53) Kini aku yang gelagapan sebenarnya aku belum siap dengan rencana
pernikahan yang kedua kali. Sekalipun mencintainya, tak berarti bahwa
aku ingin cepat-cepat menikah dengannya. Seminggu kemudian,
keputusan itu kuambil dan Lek Khudhori mengkhitbahku untuk selang
waktu seminggunya lagi kami pun menikah dengan sederhana sekali.
Tiga minggu kemudian saat kurasakan perutku mulai mual-mual dan
terasa masuk angin berat, setiap hari aku minta dibelikan apel Jepang
untuk mengatasi mual-mual dan nafsu makanku yang turun dratis. Pada
saat usia kandunganku mencapai lima bulan, ibu dan bapak mengunjungi
kami untuk melihat dengan mata kepala sendiri cerita kehamilanku yang
tepat pukul sepuluh malam, setelah melalui perjuangan yang luar biasa
antaraku dan janinku, bayiku lahir melengking menebus kasadaranku akan
makna seorang ibu. Aku menangis haru dan terlelap sesaat oleh rasa lelah
dan puas kelahiranku itu (hlm. 281-288).
42
Secara fisik pula, tokoh Nisa digambarkan sebagai seorang wanita yang
fisik, tokoh Nisa juga digambarkan sebagai individu yang secara kodrat lemah
tetapi kenyataan hidup Lek Khudhori membuat tokoh Nisa semakin teguh pada
pendiriannya. Realitas fisik tersebut dialami tokoh Nisa yang merasa rapuh akibat
ditinggal meninggal oleh Lek Khudhori yaitu suaminya. Nisa memiliki ketegaraan
(54) ”Memang Nisa itu baik, pandai dan cantik pula tidak ada yang
kurang darinya. Sejak dalu aku meliat kecerdasanmu saat kau mendebat
Kiai Ali. Seorang aktivis sebuah organisasi mati-matian mendekatiku dan
Mencoba meraih hatiku. Aku selalu terauma dengan Samsudin, tidak
sedikitpun kuhiraukan pembicaraannya. Sebab itu aku sadar, peristiwa
demi peristiwa yang kulewatidalam hidup adalah halaman demi halaman
ilmu yang tengah kubaca dan kucoba mengerti, hikma apa yang
terkandung olehnya. Hidup dan mati sepenuhnya di Tangan
Allah dan jika kami harus berpisah, sebab Allah memang
Menghendaki yang demikian” (hlm.202-305).
Kenyataan fisik dari kutipan (55) dan (56) itu telah menempatkan
tokoh Nisa sebagai individu yang lemah dan membutuhkan perlindungan dari
seseorang pria yang bertanggung jawab terhadap istri tidak melakukan kekerasan
dalam menjalankan rumah tangga. Nisa siap untuk memutuskan untuk menikah
Dalam aspek fisik pula, tokoh Nisa digambarkan sebagai wanita dewasa
yang memiliki kesadaraan tentang perubahan dirinya dari masa kanak-kanak dan
semakin dewasa akan waktu . Ia mengerti perubahan usia sebagai sesuatu yang
harus di jalani, Hal itu ditunjukan dalam kutipan (55) dan (56) di bawah ini:
43
(55) “Sejak saat ini, kau bukan lagi kanak-kanak, Nisa.Darah haid pertama
telah menandai batas masa kanak-kanakmu menuju usia dewasa sejak hari
ini, kau adalah mukallaf semua hukum agama harus dilakasanakan
sebagaimana mestinya kau sudah dewasa sekarang! jangan bertingkah
seperti kanak-kanak kau juga harus mulai mengaji kelak dengan tekun.
Jangan membikin ulah macam-macam disaat mengaji. Hormati pak Ali
dan jaga sopan santun.
Atas dukungan ibu dan Wildan juga atas pertimbangan bahwa kondisiku
kurang baik untuk tinggal terlalu lama tanpa aktivitas setelah menjadi
janda aku berangkat ke Yogyakarta untuk melanjutkan sekolah aku merasa
kemerdekaan hidup mengobsesi sekian lama dalam benakku. Toh aku
sudah dewasa kini (hlm. 92-93 ).
(56) “Nisa sekarang ini aku merasa, tak ada lagi yang mesti kita tunggu,
Kurasakan pula, kebutuhan untuk itu sampai pada tingkatan wajib.
Bagaimana menurut Nisa?”Kukatakan pertikahan ini dalah masa
kemerdekaan hidup (hlm.211).
Berdasarkan kutipan (51), (52), (53), (54), dan kutipan (55), (56) di
atas dapat disimpulkan bahwa citra diri wanita tokoh Nisa dalam aspek fisik
dan merawat anaknya. Selain itu, tokoh Nisa secara fisik digambarkan sebagai
wanita mandiri. Hal ini terwujud dari kemampuannya untuk berkembang dan
wanita itu lemah, ia digambarkan sebagai wanita yang memiliki wajah cantik.
wanita dewasa yang dicirikan secara khas. Lek Khudhori adalah segala-segalanya
bagi kehidupan Nisa, selain itu sebagai inspirasi perjuangan Nisa untuk terus
(57) Akan sangat berbeda jika Lek Khudhori yang terbayang dibenakku.
Seluruh dunia jadi indah dan tersenyum bersamaku. Mengkhayalkannya
44
Kutipan (57) itu telah menempatkan tokoh Nisa sebagai wanita dewasa
suami yang baik dan sebagai inspirasi hidupnya. Semua itu dia dapatkan dari
sosok Lek Khudhori sebagai penyemangat untuk selalu bangkit dari kekerasan
Samsudin.
Secara fisik pula tergambar sebagai seorang wanita yang dewasa memiliki
kegembiraan yang terlihat dari air mata yang keluar dan lukalara Nisa telah
menaiki tangga kebahagianku kembali. Setelah berjuta jam sesak nafas dalam
kurungan nafsu Samsudin. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan (58) dibawah ini.
(59) Aku menghabiskan masa libur sekolah, aku dapat mencari telur
burung emprit kesukaanku didahan pepohonan dan berkuda sampai
perbatasan desa sambil berburu burung. Tentu saja ia naik kuda lain yang
sama besarnya tinggi dengan kuda tungganganku (hlm.18).
Nisa mengalami kebahagiaan yang selama ini yang ingin dia rasakan, bahwa citra
diri tokoh Nisa dalam aspek fisik tergambar sebagai wanita yang dewasa, tokoh
Nisa ingin keluar dari siksaan Samsudin kini dia sudah mendapatkan tangga
kebahagiaan air mata Nisa tidak dapat di bendung lagi. Dia merasa kebebasaan ini
Citra diri wanita tokoh Nisa dalam aspek psikis merupakan hal yang akan
dikaji dalam subab ini. Keadaan psikis tokoh Nisa dapat mendukung kejelasan
identitas diri wanita itu. Dengan diketahuinya keadaan psikis tokoh Nisa itu dapat
diperoleh gambaran diri wanita yang khas dalam novel Perempuan Berkalung
Sorban karya Abidah El Khalieqy. Berikut ini akan dipaparkan satu demi satu
Dalam aspek psikis, citra diri wanita tokoh Nisa digambarkan sebagai
wanita dewasa yang memiliki perasaan dan kepribadian baik. Gambaran perasaan
dan kepribadian tokoh Nisa terlihat melalui tingkah laku dirinya terhadap Lek
Khudhori untuk menjadi istrinya. Karakteristik psikis yang dimiliki tokoh Nisa itu
telah menempatkan dirinya sebagai wanita dewasa yang stabil sifatnya. Dengan
kestabilan itu Tokoh Nisa mampu terhindar dari kekerasan Samsudin. Hal itu
(61) ”Kini aku yang gelagapan. Sebenarnya aku belum siap dengan
rencana pernikahan yang kedua kali. Sekalipun mencintainya, tak berarti
bahwa aku ingin cepat-cepat menikah dengannya, terlebih saat tengah
berada dalam puncak kegairahan untuk kuliah dan berorganisasi kurasakan
pula bahwa pengakuan itu begitu tulus dari dalam, keluar dari sekian
pertimbangan yang telah di lakukannya. ”Beri aku kesempatan satu
minggu untuk memikirkannya,seminggu kemudian, keputusan itu kuambil
dan Lek Khudhori mengkhitbahku untuk selang waktu seminggunya
kamipun menikah (hlm.209-210).
(62) Ketika perceraian itu akhirnya berlangsung juga, kutatap langit di atas
berhamburan bintang-bintang. Takkaburlah air mata dan dukalara kini aku
telah menaiki tangga kebebasanku, kembali setelah terpuruk dalam lubang
gelap gua hitam minotaurnya Samsudin (hlm.180).
46
Dalam kesadaran diri Nisa akan waktu, ia merasakan bahwa waktu dalam
dirinya saling bekejaran. Hal itu di tunjukkan ketika ia harus mengatur waktu
dalam kursus dan kuliah. Selain itu, Nisa merasakan bahwa dirinya mampu
memfokuskan pada pengalaman batin yang dialami tokoh Nisa sebagai tokoh
konflik batin tokoh Nisa itu ditunjukkan melalui kedudukannya sebagai mahluk
Citra wanita dalam aspek sosial disederhanakan ke dalam dua peran, yaitu
peran wanita dalam keluarga dan peran wanita dalam masyarakat. Peran ialah
bagian yang dimainkan seseorang pada setiap keadaan, dan cara bertingkah laku
Berikut ini akan dipaparkan citra sosial wanita tokoh Nisa dalam aspek keluarga
dan masyarakat.
Citra sosial wanita tokoh Nisa dalam keluarga merupakan aspek yang
akan dikaji dalam subab ini. Kedudukan tokoh Nisa dalam keluarga merupakan
salah satu aspek yang diteliti dengan tujuan untuk mendukung kejelasan identitas
tokoh wanita itu. Dengan diketahuinya kedudukan tokoh Nisa dalam keluarganya
dapat diperoleh gambaran tentang citra wanita yang khas dalam novel Perempuan
Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy. Berikut ini akan dipaparkan satu
Sebagai wanita dewasa, seperti tercitrakan dari aspek fisik dan psikisnya,
salah satu peran yang menonjol adalah peran wanita dalam keluarga, peran
wanita dalam keluarga berhubungan dengan peran tokoh Nisa sebagai ibu dari
Peran umum tokoh Nisa sebagai ibu rumah tangga tergambar dalam
dan memelihara anaknya sampai dewasa. Hal itu tercitrakan melalui keberhasilan
perguruan tinggi. Realita itu membuat kebanggaan dan kebahagiaan rumah tangga
Nisa. Dngan demikian, peran Nisa sebagai seorang ibu dalam pembinaan jiwa dan
berbakti kepada Nisa, ibunya. Mahbub merupakan seorang anak yang berhasil
dalam studinya. Kutipan (65) berikut juga mencitrakan tokoh Nisa sebagai ibu
(65) Nisa sadar benar akan dirinya. Bukan hanya ia harus sebagai ayah,
akan tetapi terutama ia harus mampu menempatkan dirinya sebagai
seorang ibu. Saat Mahbub masih kecil, Nisa lebih banyak menghabiskan
waktu dirumah. Ia melakukan tugas seorang istri dan seorang ibu secara
sebenarnya (hlm. 289).
Dari kutipan (65) itu, tokoh Nisa sesuai dengan perannya sebagai ibu
yang menumbuhkan kasih sayang pada anaknya menjadikan Nisa sebagai wanita
dewasa yang selalu siap untuk melindungi anaknya.Tokoh Nisa memberikan rasa
aman dan lindungan kasih sayang. Hal ini merupakan tanggung jawab seorang
secara sebenarnya, yaitu telaten dan sabar. Tanpa ketelatenan dan kesabaran serta
tanggung jawab yang penuh dari orang tua, Seorang anak berkemungkinan akan
tumbuh dan berkambang secara kurang wajar. Dalam hal ini, Mahbub tumbuh
secara wajar sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya.
kepada suami. Dalam hal ini, Peran Nisa sebagai istri adalah perannya sebagai
49
kekasih bagi suaminya. Nisa sebagai seorang kekasih mencintai suaminya. Selain
itu, Nisa menghargai suaminya dengan penuh kasih sayang. Nisa juga
mengetahui sifat-sifat pria yang menjadi suaminya. Hal tersebut tercitrakan dalam
Dari kutipan (66) dan kutipan (67) itu, tokoh Nisa sesuai perannya
sebagai seorang istri telah memperlihatkan rasa tanggung jawab dan kecintaannya
kepada suaminya. Dangan adanya sikap seperti itu, dapatlah dikatakan bahwa rasa
tanggung jawab Nisa terhadap suaminya masih ada dalam dirinya.Selain itu,
sebagai seorang istri, Nisa tidak saja menghormati harga dirinya. Dengan begitu,
ia telah ikut menjaga harga diri suaminya, meskipun dirinya mendapatkan tawaran
melakukan hal itu untuk masa depannya untuk menghilangkan status jandanya
dan menerima lamaran Lek Khudhori. Nisa menginginkan untuk berbicara dari
hati ke hati menjawab lamaran Lek Khudhori. Namun hati Nisa benar-benar
ingin memutuskan untuk bercerai. Kutipan (68), (69), berikut mencitrakan tokoh
Nisa sebagai seorang anggota keluarga yang bersifat terbuka dan demokratis.
(69) Hanya berempat mereka berbicara dari hati ke hati. Nisa bersama
Wildan, Rizal, ibu, bapak. Secara serius mereka berempat membicarakan
sikap mereka terhadap lamaran Lek Khudhori.
“Karena kau akan menjalaninya (hlm.110 ).”
Dari kutipan (68), (69), tokoh Nisa sesuai perannya sebagai seorang
Dengan adanya sikap seperti itu, Nisa berusaha mempertahankan nama baik
keluarganya dimata masyarakat. Setelah itu, ia diberi hak oleh ayahnya untuk
menjawab lamaran dari Lek Khudhori itu secara bertanggung jawab. Dalam hal
wanita tokoh Nisa dalam keluarga tergambar sebagai wanita dewasa yang
antara satu dengan lainnya. Sebagai istri misalnya, tokoh Nisa mencitai
Nisa mencoba memberi penjelasaan apa yang sedang dia lakukan dipematang
51
sawah bersama Lek Khudhori. Nisa tau betul kalau dirinya seorang janda. Dan dia
harus jaga nama baik keluarga apa yang telah dilakukan bersama Lek Khudhori
di pematang sawah.
(70) “Ibu tahu, Nisa. Khudhori tidak akan melakukan itu kepadamu, apa
lagi ditempat seperti itu. Tetapi keakrabanmu dengannya telah
menimbulkan kecurigaan masyarakat. Terlebih sekarang ini ingatlah
bahwa Nisa. Dan statusmu itulah yang membuat pikiran orang macam-
macam dalam penilaianmu sedikitpun saja kau tengah, mereka akan
berebutan menggunjingkanmu.”
“ Jangan khawatir, Bu. Aku bisa menjaga diri kok. Aku jaga tahu apa
yang harus diperbuat. Bahwa masyarakat selalu tidak adil menilai seorang
janda, itu juga sudah kuketahui. Memang serba salah jadi perempuan jika
janda dilecehkan karena telah gagal membina rumah tangga dan dianggap
macam-macam jika sedikit saja bersentuhan dengan urusan mereka”
(hlm.190).
Dari kutipan (70) itu, tokoh Nisa mempunyai peran besar dalam
keluarga. Nisa merasa merdeka dalam statusnya sebagai istri yang selalu ada
kehadiran suaminya. Sebagai seorang ibu, Nisa sebagai seorang wanita, Nisa tidak
menggantungkan diri kapada orang lain. Sebaliknya, Nisa berusaha seperti yang
dilakukan oleh kaum pria. Dengan demikian, kedudukan tokoh Nisa sebagai
Tokoh Nisa tergambar sebagai seorang wanita yang ingin memperlihatkan kepada
orang kampung yang semula menggunjingkan kami, kini diam membisu melihat
ahlaknya baik dan prestasinya. Tokoh Nisa menghirup kebahagiaan bersama Lek
Khudhori. Hal itu telah menempatkannya sebagai wanita yang menghirup udara
untuk bangkit dari siksaan Samsudin, tokoh Nisa memperlihatkan kepada orang
kampung yang semula menggunjing kami, kini diam membisu melihat kenyataan
wanita ingin membuktikan kebahagian bersama Lek Khudhori. Hal itu telah
pernikahan Nisa mempunyai alasan karena Nisa begitu sibuknya dengan kegiatan
kampusnya. Hal itu ditunjukkan oleh pengarang dalam kutipan (61) dibawah ini.
Kutipan (72) itu, tokoh Nisa tau betul kedudukannya sebagai istri dari Lek
Khudhori ingin memberi alasan kepada suaminya tentang momongan Nisa benar-
53
Sekuat tenaga tokoh Nisa membantu dan mencari akal agar kakaknya bisa
selamat. Realita itu membuat keduanya senang dan bahagia walaupun Rizal
sedikit marah karena begitu lambannya Nisa mencari pertolongan. Hal tersebut
Dari kutipan (73) itu, tokoh Nisa sebagai adik sekuat tenaga membantu
mencari akal agar terselamatkan nyawa kakaknya, sesampai di rumah Nisa hanya
diam karena dia mencoba untuk tutup mulut agar kakaknya Rizal tidak dimarahi
oleh bapak. Tetapi bapak tetap marah dengan mereka berdua, baju Rizallah yang
memberi tanda kalau Rizal telah jatuh. Tokoh Nisa nerima amarah bapak karena
Dalam acara kedatangan Lek Khudhori dari Kairo. Ibu-ibu wali murid
selalu terdengar di telinga Nisa. Tetapi Nisa adalah seorang wanita dewasa yang
54
selalu menghormati orang tuanya, dan dia harus bisa menjaga emosi. Hal ini
(74) “ Aku tak tahan dengan guncingan itu. Mulut-mulut usil itu seakan
mulut burung menco yang tengah kekenyangan menyantap bangkai dan
hendak mengurangi beban perutnya dengan guncingan dan gosip murahan.
Mereka bilang katanya Samsudin sudah tidak tahan lagi denganku sebab
itu cara yang lain. Kebandelanku ditambah kemandulanku (?) telah
mengubah Samsudin menjadi laki-laki brengsek dan tak setia, Kta mereka.
Dan kedatangan tanpa Samsudin memperkuat dengan konyol tersebut”
(hlm.152).
Berdasarkan kutipan (74) itu, tokoh Nisa sesuai peranya sebagai anggota
keluarga mencoba bersabar untuk mendengar guncingan dari mulut ibu-ibu yang
mulai diam. Tokoh Nisa sebagai wanita dewasa mencoba untuk menenangkan diri
Citra sosial wanita tokoh Nisa dalam masyarakat merupakan aspek yang
akan dikaji dalam subbab ini. Penggambaran tentang aspek ini dapat menambah
wawasan kita tentang citra wanita dalam novel Perempuan Berkalung Sorban
karya Abidah El Khalieqy. Hal itu dapat ditentukan berdasarkan keadaan sosial
ekonami tokoh, keturunan, dan tingkat pendidikan tokoh. Tiga aspek itu
masyarakat disekitarnya.
Peranan tokoh Nisa dalam masyarakat antara lain, akan terwujud dalam
pendidikan tokoh. Selain satu hal yang mempengaruhi pendidikan tokoh itu
sendiri adalah tingkat ekonomi tokoh Nisa. Tokoh utama Nisa adalah anak ketiga,
sebagai anak ketiga, Nisa mendapatkan kasih sayang kedua orang tuanya, kedua
55
kakaknya. Hal itu tidak mengherankan kalau semua keperluan Nisa mendapat
mempunyai beberapa sawah dan kolam ikan. Hal itu mengungkapkan bahwa
tokoh Nisa termasuk dalam kelompok sosial masyarakat. Pendidikan itu bukan
satu-satunya penentu bagi tokoh Nisa untuk mempunyai sebuah profesi. Dalam
hal tertentu, peranan tokoh Nisa di kampus itu ditunjukkan oleh adanya panggilan
batin hidupnya, panggilan batin itu ditunjukkan oleh tokoh Nisa yang langsung
dibicarakan tentang kekerasaan dalam rumah tangga agar wanita tidak ditindas
begitu saja oleh kaum laki-laki dengan berpandidikan lebih tinggi dari kaum laki-
laki ini adalah pengalaman pahit Nisa dari pernikahan pertamanya. Nisa mencoba
mengajak anggota seminar terutama kaum wanita yang hadir diseminar itu supaya
mendapatkan dukungan dari ibu dan kedua kakak-kakaknya yang lebih dulu
Alasannya, karena Nisa ingin menambah ilmu yang lebih tinggi lagi. Selain itu
56
Nisa ikut UKM yang ada di kampusnya atas ajakan seorang teman. Itu semua atas
Dengan kutipan (51) itu, tokoh Nisa dicitrakan sebagai wanita terpelajar
yang mempunyai cita-cita dan mempunyai semangat untuk kuliah. Selain itu
dijodahkan oleh orang tua masing-masing pihak. Namun, ia telah mengenal calon
suaminya itu sejak Samsudin datang melamar Nisa. Kutipan (75) berikut
(75) Saat itu aku coba untuk meyakin-yakinkan diri bahwa laki-laki asing
yang terlihat dimataku itu adalah seorang sopir yang mengantar salah
seorang tamu diantara banyak tamu. Tetapi ibu kembali berbisik cobalah
mulai mengaguminya dan jangan cemberut terus separti orang sakit gigi
begitu. Tenpa kuketahui apa saja yang telah dirundingkan oleh mereka,
mendadak saja aku harus membunyikan kata ‘setuju’ dan ‘ya‘ untuk
sesuatu yang sangat gelap. Kemudian aku harus menuliskan tanda
tanganku di atas kertas asing yang tak kuketahui apakah isinya (hlm.106).
Berdasarkan hal itu, citra sosial wanita tokoh Nisa tergambar sebagai
wanita yang memiliki martabat tinggi. Dalam status sosial sebagai seorang putri
Kiai pemimpin pondok pesantren Nisa mempunyai peran besar dalam memajukan
pondok pesantren. Hal itu didukung oleh Lek Khudhori sebagai suaminya yang
manusia lain. Hal itu terlihat dari sikap Nisa yang terarah dalam memihak atau
dari pria. Sebagai seorang wanita, tokoh Nisa mempunyai hubungan sosial yang
baik dengan pria. Terutama Lek Khudhori Nisa mempunyai kesan dan tanggapan
yang baik terhadap Lek Khudhori kesan dan tanggapan Nisa, yaitu sebagai
seorang pria yang jujur, sederhana, setia, dan bertanggung jawab (kutipan 71).
melengkapi tokoh Nisa adalah nilai budaya Wonosobo yang tergambar dalam
novel ini mengutamakan kesetian dan keserasian hidup berkeluarga. Hal itu
menjadi dasar berpijak dan berperilaku tokoh Nisa dalam kehidupan sehari-hari.
Dasar berpijak itu telah menjadikan tokoh Nisa sebagai wanita dewasa yang
tabah dan matang dalam menghadapi golongan hidup keluarganya. Nilai budaya
dirinya sebagai seorang wanita yang menghormati dan meluhurkan adat dan
PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari pembahasan bab-bab di atas, saran.
1.1 Kesimpulan
sebagai dasar untuk menganalisis gejala sosial mengenai citra wanita tokoh
Nisa terhadap citra diri wanita yang beraspek fisik dan psikis serta terhadap
citra sosial wanita yang beraspek keluarga dan masyarakat. Dalam penelitian
ini analisis struktural ditekankan pada tiga unsur intrinsiknya yaitu alur,
Sorban adalah sebagai berikut: pertama alur, yang digunakan dalam novel ini
adalah alur campur. Mekipun, alur maju, dengan teknik alur sorot balik,
diceritakan peristiwa yang dialami para tokoh. Kedua, tokoh yang ada dalam
novel ini adalah Nisa, Samsudin, Lek Khudhori, Bapak, Ibu. Tokoh
bapak. Ketiga, latar yang ada dalam novel ini meliputi latar tempat yaitu,
kebun belakang, rumah, pondok. Latar sosial para santri dapat membangun
60
61
deskripsikan citra wanita yang ditunjukkan oleh tokoh Nisa dalam novel
mengenai citra diri wanita tokoh Nisa ini terdiri dua hal, yaitu citra diri wanita
yang beraspek fisik dan psikis dan citra sosial yang beraspek keluarga dan
masyarakat. Dalam pelaksanaannya, kedua hal itu saling berkaitan satu sama
Selanjutnya, hal yang diperoleh dari analisis citra wanita tokoh Nisa
dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, citra diri tokoh Nisa dalam aspek
melahirkan, dan merawat anaknya. Meskipun secara kodrat wanita itu lemah,
tokoh Nisa mampu menyimbangi dirinya dengan pria. Secara fisik pula,
tokoh Nisa digambarkan sebagai wanita yang memiliki wajah cantik, kedua,
citra diri wanita tokoh Nisa dalam aspek psikis tergambarkan sebagai wanita
yang memiliki perasaan dan kepribadian baik. Selain itu, tokoh Nisa memiliki
bertanggung jawab dan bikjaksana. Ketiga, citra sosial wanita tokoh Nisa
dengan perannya sebagai ibu, sebagai istri, dan sebagai anggota keluarga.
Keempat, citra sosial wanita tokoh Nisa dalam aspek masyarakat tergambar
1.2 Saran
kesusastraan Indonesia yang telah ada. Novel ini pun cukup menarik untuk di
jadikan bahan bacaan dan pembelajaran karena isi cerita banyak mengandung
permenungan.
menyadari bahasa sebenarnya masih banyak hal yang dapat digali mendalam
Luxemburg, Jan Van, Mieke Bal, dan Wilem G. Weststeljn. 1984. Pengantar Ilmu
Sastra. Penerjemahan: Dick Hartoko. Jakarta: Gramedia.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra Metode Kritik dan
Penerapannya. Yogyakrta.
63
LAMPIRAN
64
Sinopsis
mengaji beberapa kitab, kami juga terlalu keburu, ya mungkin menunggu sampai
si Udin wisuda kelak yang penting kita sepakat untuk saling menjaga mengenai
Pak Han? Kita inikan sama-sama orang tua,” Suara laki-laki sang tamu
mempengaruhi.
“Sebenarnya Annisa itu masih terlalu muda jika orang melihat sosok
tubuhnya memang seperti anak usia lima belasan. Padahal usia sebenarnya baru
sepuluh tahun. Ia masih terlalu bodoh dan banyak naifnya dalam pergaulan hidup.
maka, sekalipun sudah hampir dua minngu akau tidak masuk sekolah, aku
bahwa segalanya akan berubah ketika lautan ilmu itu telah berkumpul disini,
64
65
bahwa kau ini laki-laki sakit penyakitmu telah membawamu untuk menukahiku
tetapi pernikahan tidak bisa didasarkan oleh satu penyakit. Sebab itu aku ingin
badanku kelantai. Bunyi kedebug dan suara berisik di dalam kamar membuat
kalsum curiga.
“ Kau ini perempuan bersuami bagaimana bisa pergi keluar rumah sendiri
tanpa mukhrim hujat ibu.” Tetapi aku sudah minta Samsudin untuk mengantar, ia
syukukuran bapak dari tanah suci. Sejak malampertama sampai sekarang tak
sederhana sekali. Statusku sebagai janda tidak memberi kekuasaan pada bapak
terasa masuk angin berat. Pada saat usia kandungan mencapai lima bulan. Ibu dan
bapak mengunjungi kami untuk melihat dengan mata kepala sendiri cerita
Mas Khudhori tak tertolong lagi , kan?” Aku mendesak dan mereka
menggaguk untuk beberapa waktu aku terpana dengan dugaanku sendiri dan
terakhir di tempuh penulis pada tahun 2001 hingga sekarang di jurusan Sastra
67