Disusun oleh:
Zahra Arinda Rachmatika 1601045014
Santi Wachyuning Lestari 1601045018
Syifa Farhana 1601045023
ANALISIS RESEPSI PEMBACA DALAM NOVEL perlu dibatasi supaya hasil penulisan
memberikan informasi dan hasil yang tepat. Masalah yang dibahas sebagai berikut :
Menganalisis yang dimaksud dengan pendekatan sosiologi dan unsur intrinsik pada novel
SANG JUARA terutama pada tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang dan amanat.
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Novel?
2. Apa yang dimaksud dengan Pendekatan Sosiologi?
3. Apa yang dimaksud dengan Teori Sosiologi Sastra?
4. Apakah tema dari novel SANG JUARA?
5. Siapakah tokoh yang berperan dalam novel SANG JUARA?
6. Bagaimanakah alur peristiwa dalam novel SANG JUARA?
7. Latar apakah yang terdapat pada novel SANG JUARA?
8. Sudut pandang apakah yang digunakan pengarang pada novel SANG JUARA?
9. Amanat apakah yang terkandung pada novel SANG JUARA?
D. Tujuan Makalah
1. Agar dapat memahami pengertian dari Novel.
2. Agar dapat memahami pengertian dari Pendekatan Sosiologi.
3. Agar dapat memahami yang di maksud dengan Teori Sosiologi Sastra
4. Agar dapat mengetahui tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang dan amanat dalam Novel
Sang Juara.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Novel
Novel berasal dari bahasa novella, yang dalam bahasa jerman disebut novelle dan novel
dalam bahasa inggris, dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia. Secara harfiah novella
berarti sebuah barang baru yang kecil, yang kemudian diartikan sebagai cerita pendek yang
berbentuk prosa.1
Novel menurut H. B. Jassin dalam bukuny Tifa Penyair dan Daerahnya adalah suatu kejadian
yang luar biasa dari kehidupan orang-orang luar biasa karena kejadian ini terlahir suatu konflik,
suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib mereka.2 Novel adalah karangan yang panjang
dan berbentuk prosa dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel adalah bentuk karya
sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya,
sosial, moral dan pendidikan.
Novel adalah media penuangan pikiran, perasaan, dan gagasan penulis dalam merespon
kehidupan di sekitarnya. Ketika di dalam kehidupan sekitar muncul permasalahan baru, nurani
penulis novel akan terpanggil untuk segera menciptakan sebuah cerita. Sebagai bentuk karya
sastra
tengah (bukan cerpen atau roman) novel sangat ideal untuk mengangkat peristiwa-peristiwa
penting dalam kehidupan manusia dalam suatu kondisi kritis yang menentukan. Berbagai
ketegangan muncul dengan bermacam persoalan yang menuntut pemecahan.
1
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), h. 9.
2
Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra INDONESIA untuk SMTA (Jakarta: Erlangga, 1989), h. 19
B. Pendekatan Sosiologi
Istilah “Pendekatan” merupakan kata terjemahan dari bahasa inggris, approach. Maksudnya
adalah sesuatu disiplin ilmu untuk dijadikan landasan kajian sebuah studi atau
penelitian. Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang
ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.3
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki
ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai kehidupan itu. Sementara itu, Soerjono Soekarno
mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan
penilaian.4 Sosiologi tidak menetapkan kearah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti
memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses
kehidupan bersama tersebut.5
Jadi kalau diambil kesimpulan arti dari pendekatan sosiologi tersebut adalah suatu landasan
kajian, Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan
menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba
untuk mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya
perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat
tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.
Sementara itu Soerjono Soekamto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan
yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian, 6 Sosiologi tidak menetapkan ke arah mana
sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut
kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut.
3
Rahmat, Jamaludin. Agama Masa Depan Perspektif Filsafat Perennial, (Jakarta:Paramimadina,1995),Cet. 1, hlm.
9-10.
4
Soekanto, Soejono. Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: CV Rajawali,1982), Cet. 1, hlm. 18 dan 53
5
Shadily, Hasan. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), Cet. IX. Hlm. 1
6
Ibid, hlm. 38-39
C. Teori Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sastra merupakan pencerminan
masyarakat. Melalui karya sastra, seorang pengarang mengungkapkan problema kehidupan.
Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh
terhadap masyarakat. Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang sistematis
tentang kehidupan berkelompok manusia dalam hubungannya dengan manusia-manusia lainnya
yang secara umum disebut masyarakat.
Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertitik tolak dengan orientasi kepada
pengarang. Abrams via internet (1981 :178) mengatakan sosiologi sastra dikenakan pada tulisan-
tulisan para kritikus dan ahli sejarah sastra yang utamanya ditujukan pada cara-cara seseorang
pengarang dipengaruhi oleh status kelasnya, ideologi masyarakat, keadaan-keadaan ekonomi
yang berhubungan dengan pekerjaannya, dan jenis pembaca yang dituju. Kesemuanya itu
terangkum dalam aspek yang membangun sebuah cipta sastra, salah satu aspek yang membangun
keutuhan sebuah cerita adalah menyangkut perwatakan tokoh-tokohnya.
Ciri-ciri perwatakan seorang tokoh selalu berkaitan dengan pengarang dan lingkungan di
mana ia hidup. Demikian juga menyangkut tipe orang atau tokohnya. Biasanya dalam setiap
cerita selalu terdapat beberapa tokoh, dalam hal inilah pengetahuan sosiologi berperan
mengungkapkan isi sebuah karya sastra.
Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis oleh seorang
pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk yang mengalami sensasi-sensasi
dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh
masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari
kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat
tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra
dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya.7
Sosiologi sastra berkembang dengan pesat sejak penelitian-penelitian dengan memanfaatkan
teori strukturalisme dianggap mengalami kemunduran, stagnasi, bahkan dianggap sebagai
involusi. Analisis strukturalisme dianggap mengabaikan relevansi masyarakat yang merupakan
asal-usulnya. Rahmat Djoko Pradopo (1993:34) menyatakan bahwa tujuan studi sosiologis dalam
7
Azis, Siti Aida. http://kajiansastra.blogspot.com/2009/04/sosiologi-sastra-sebagai-pendekatan.html
diunduh tanggal 3 Januari 2012
kesusastraan adalah untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai hubungan antara pengarang,
karya sastra, dan masyarakat. Ratna via Sutri (2006: 332-333) mengemukakan bahwa sastra
memiliki kaitan erat dengan masyarakat sebagai berikut:
1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh
penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat.
2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi
dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat.
3. Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetansi
masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah
kemasyarakatan.
4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat, dan tradisi yang lain, dalam
karya sastra terkandung estetika, etik, bahkan logika. Masyarakat jelas sangat
berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut.
5. Sama dengan masyarakat, karya sastra dalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat
menemukan citra dirinya dalam suatu karya.
Sosiologi Sastra tidak hanya membicarakan karya sastra itu sendiri melainkan hubungan
masyarakat dan lingkungannya serta kebudayaan yang menghasilkannya. Atmazaki via Sutri
(1990: 7) menyatakan bahwa pendekatan Sosiologi Sastra mempunyai tiga unsur di dalamnya.
Unsur-unsur tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Konteks sosial pengarang
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengarang dalam menciptakan karya sastra. Faktor-faktor
tersebut antara lain mata pencaharian, profesi kepegawaian, dan masyarakat lingkungan
pengarang.
2. Sastra sebagai cerminan masyarakat
Karya sastra mengungkapkan gejala sosial masyarakat dimana karya itu tercipta dalam sastra
akan terkandung nilai moral, politik, pendidikan, dan agama dalam sebuah masyarakat.
3. Fungsi sastra
Fungsi sastra dalam hal ini adalah nilai seni dengan masyarakat, apakah di antara unsur
tersebut ada keterkaitan atau saling berpengaruh.
D. Sosiologi sebagai Pendekatan Sastra
Pendekatan sosiologi sastra yang paling banyak dilakukan saat ini menaruh perhatian yang
besar terhadap aspek dokumenter sastra dan landasannya adalah gagasan bahwa sastra
merupakan cermin zamannya. Dalam hal itu tugas sosiologi sastra adalah menghubungkan
pengalaman tokoh-tokoh khayal dan situasi ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah yang
merupakan asal usulnya.
Pedekatan yang dilakukan terhadap karya sastra pada dasarnya ada dua, yaitu pendekatan
intrinsik dan pendekatan ekstrinsik. Unsur-unsur merupakan unsur-unsur dalam yang diangkat
dari isi karya sastra, seperti tema, alur atau plot, perwatakan, gaya bahasa dan penokohan.
Sedangkan unsur-unsur ekstrinsik berupa pengaruh dari luar yang terdapat dalam karya sastra itu
diantaranya sosiologi, politik, filsafat, antropologi dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini merupakan
pendukung dalam pengembangan karya sastra, dengan demikian ilmu-ilmu tersebut erat
hubungannya dengan karya sastra. Analisis aspek ekstrinsik karya sastra ialah analisis karya
sastra itu sendiri dari segi isinya, dan sepanjang mungkin melihat kaitannya dengan kenyataan-
kenyataan dari luar karya sastra itu sendiri.
Pendekatan sosiologis atau pendekatan ekstrinsik biasanya mempermasalahkan sesuatu
diseputar sastra dan masyarakat bersifat sempit dan eksternal. Yang dipersoalkan biasanya
mengenai hubungan sastra dan situasi sosial tertentu, sistem ekonomi, sosial, adat istiadat, dan
politik. Dapat dipahami bahwa bilamana seseorang ingin mengetahui keadaan sosiologis dari
suatu masa karya tertentu ditulis, kita memang belum tentu dapat mengenal tata kemasyarakatan
yang ada pada waktu itu, tetapi setidak-tidaknya kita dapat mengenal tema mana yang kira-kira
dominan pada waktu itu melalui pendekatan sosiologis.8
Novel “Sang Juara termasuk buku anak yang cukup inspiratif. Tokoh dalam buku ini bisa
menularkan semangat dan pembelajaran pada anak untuk berempati. Beberapa quote alias
nasihat bijak bertebaran. Salah satu quote favorit saya adalah: “Jemputlah takdirmu, Nak. Tapi
kalau gagal jangan berburuk sangka kepada Allah.” (Hal 182).
Selain inspiratif, salah satu kelebihan buku ini adalah mengangkat cerita yang tidak pasaran.
Yakni bercerita tentang “bulu tangkis”. Dengan demikian secara tak langsung buku tersebut
sudah memperkenalkan bulu tangkis selaku cabang olahraga andalan tanah air kepada anak-anak
Indonesia.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sinopsis
Sang juara berkisah tentang Ayung, anak dari keluarga kurang mampu, namun mempunyai
tekad kuat untuk mengubah hidup. Kepergian Bapak untuk selama-lamanya memupuskan
harapannya untuk melanjutkan sekolah. Ia nyaris tak punya masa depan.
Akan tetapi ayung memiliki sebuah mimpi besar. Ia bercita-cita ingin menjadi pemain bulu
tangkis profesional. Baginya, bulu tangkis bukan sekadar permainan melainkan harapan hidup.
Ayung adalah talenta terbaik masa depan.
Mampukah ia meraih cita-citanya menjadi Sang Juara?
B. Unsur Intrinsik
Alur : Maju
Karena dalam novel SANG JUARA jalan ceritanya menyajikan urutan yang di mulai dari
tahapan perkenalan menuju tahapan penyelesaian secara sistematis dan tidak mengacak.
“Namanya ayung. Usianya 12 tahun, telah lama menjadi yatim dan meninggalkan bangku
sekolah.” (hlm. 2)
“Om Johan terperangah. Sama sekali tak menyangka angka pertama dirorehkan bocah
ingusan itu. Ia harus berhati-hati sekarang” (hlm. 23)
“Dan berikut tampak Ayung diturunkan karena suporter melihat Bu Leha, Dokter Fitria
beserta Anggie dan Uci mendekat. Ayung langsung saja bersimpuh memeluk kaki ibunya. Ia
mencium kaki sang ibu.” (hlm. 189)
Tokoh : Ayung, Bu Leha, Uci, Buce, Cak Dur, Om Johan, Zen, Ical, Angga, Anggie, Dokter
Fitria, Bu RW, Liem Swie King
Penokohan :
Ayung : Gigih & penyayang
“ Terima kasih semuanya. Saya akan rajin berlatih Om, Buce, teman-teman semuanya”
(hlm. 113).
Om Johan : Sombong, namun di akhir cerita ia menjadi baik dan peduli
“Ayo siapa lagi yang nantangin? Maestro dilawan! Ini Johaaaaan. Biar usia 40-an,
biar perut sudah sedikit buncit, tapi masih tak terkalahkan! Siapa berani lawan?!”
(hlm. 5)
“Om Johan memampangkan sebuah poster. Maka terarah mata Buce dan Ayung ke
sana. Kompetisi Bulu tangkis Anak-anak se-DKI. Pertandingan akan diadakan dua
minggu lagi. Pesertanya anak-anak yang sudah punya prestasi tingkat kecamatan.
(hlm. 111)
Buce : Peduli dan suka menolong
“Ayung tak boleh main judi jo. Jangan taruhan! Seng ada atlet sukses karena judi. Ayo
pulang!” (hlm. 64).
“Anak ini punya bakat bagus, Om. Dia bisa jadi juara suatu saat nanti, asal rajin berlatih
dan teguh memegang cita-citanya. Jadi tidak boleh ada yang ganggu dia. Om jangan ajari
dia berjudi. Om Johan tidak boleh racuni dia.” (hlm. 64).
Cak Dur : Pantang menyerah dan peduli
“Makanya Lehaaa, tolong sampean pikirkan lagi usulan saya. Si Ayung ini jangan
jualan kue lagi, harus sekolah harus jadi orang pintar. Masak bapaknya matek, Ayung
berhenti sekolah. Sekolah itu penting. Sekolah itu salah satu syarat supaya kelak dak
hidup susah.” (hlm. 15)
“Nah, apa susahnya menikah lagi, Leha? Nikah itu sunah. Nikah menjauhkan kita dari
perbuatan tercela dan fitnah.” (hlm. 16)
Bu Leha : Pendiam
“Bu Leha-ibu Ayung, yang tengah mengadoni kue di atas dipan tertunduk
mendengarkan Cak Dur. Tak mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya tersenyum
kecut.” (hlm. 12)
Uci : Jahil
“Uci yang sudah capek mencibir mendadak mendapat ide cemerlang. Ia meletakkan sisa
permen karetnya di kursi yang baru saja diduduki Cak Dur.” (hlm. 15)
Zen : Nakal dan jahil
“Sekalian jajan! Itu yang paling penting. Uang Meenn, uanggg!” sahut Zen (hlm. 34)
Ical : Nakal dan jahil
“Zen, ical, dan Angga baru berhenti bergaya saat melihat ayung muncul di ujung peron
stasiun” (hlm. 34)
Angga : Nakal dan jahil
“Kalau begitu, kita mundur aja, yuk! Ntr ketahuan bolos malah disetrap kita,” gerutu
Angga sambil memutar balik sepedanya. (hlm. 36)
Anggie : Baik hati
“ Di rumah ada raket bagus. Dulu, semasa hidup, ayah suka main bulu tangkis.
Tapi, Bunda dan Anggie nggak bisa main, hehe. Sayang kalau raketnya nggak
dipakai. Kalau mau, untuk Ayung saja, bagaimana?” (hlm. 81)
Dokter Fitria : Peduli dan baik hati
“Saat itu juga, Dokter Fitria langsung menulis resep. Mengeluarkan beberapa
lembar uang dari dompet, lantas meminta salah seorang pengantar untuk segera
ke apotek, menebus obat.” (hlm. 79)
Bu RW : Heboh dan asik
“ woow, hadir pak.”
“ Teracung jempol Bu RW setelah mulutnya membulat bilang woow. (hlm. 77)
Liem Swie King : Baik hati
“ jadi ini jagoan kita?”
“ wow, Ayung melambung. Sang Legenda meyebutnya jagoan.” (hlm.
139)
Latar Tempat :
1. Bedeng (Hlm 11)
2. Warung ( Hlm 32)
3. Hall keluarahan (Hlm 3)
4. Stasiun lama ( Hlm 1,6)
5. Pasar (Hlm 34)
6. Rumah dokter Fitria (Hlm 152)
7. Sekolah (Hlm 33)
8. Lapangan bulutangkis (Hlm 4)
Latar Waktu :
1. Pagi (Hlm 2)
2. Siang (Hlm 43)
3. Sore (Hlm 113)
4. Malam (Hlm 12,13,19)
Sudut Pandang :
Orang Pertama sebagai Pelaku
Karena dalam sudut pandang teknik ini si pelaku mengisahkan berbagai peristiwa dan
tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri maupun fisik,
hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya, si pelaku menjadi fokus pusat kesadaran dan
pusat cerita.
C. Pendapat Pembaca
Sang Juara" bercerita tentang Ayung, seorang anak yang terpaksa putus sekolah karena
ibunya, yang kini menjanda, butuh Ayung untuk berjualan kue demi membantu biaya hidup
keluarga mereka (yang terdiri atas Ayung, ibunya, dan adiknya).
Ayung sendiri memiliki bakat yang besar di bidang bulu tangkis. Om Johan, seorang mantan
pebulu tangkis nasional, ingin menjadikan Ayung seorang atlet, tapi ibunya tidak setuju. Bukan
hanya karena dia membutuhkan Ayung untuk berjualan, ibu Ayung juga masih memiliki
'dendam' tersendiri pada olahraga satu itu.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Novel sang juara berkisah tentang ayung, anak dari keluarga yang kurang mampu, namun
mempunyai tekad kuat untuk mengubah hidup. Kepergian bapak untuk selama-lamanya
memupuskan harapannya untuk melanjutkan sekolah. Ia nyaris tak punya masa depan.
Akan tetapi, ayung memiliki sebuah mimpi besar. Ia bercita-cita ingin menjadi pemain
bulu tangkis profesional, baginya bulu tangkis bukan sekedar permainan, melainkan harapan
hidup. Ayung adalah talenta terbaik masa depan.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2010), h. 9.
Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra INDONESIA untuk SMTA (Jakarta: Erlangga,
1989), h. 19
Rahmat, Jamaludin. Agama Masa Depan Perspektif Filsafat Perennial,
(Jakarta:Paramimadina,1995),Cet. 1, hlm. 9-10.
Soekanto, Soejono. Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: CV Rajawali,1982), Cet. 1, hlm. 18 dan
53
Shadily, Hasan. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), Cet. IX.
Hlm. 1
Azis, Siti Aida. http://kajiansastra.blogspot.com/2009/04/sosiologi-sastra-sebagai-
pendekatan.html diunduh tanggal 3 Januari 2012