Anda di halaman 1dari 23

CRITICAL BOOK REPORT

SEJARAH INDONESIA MASA PRA AKSARA

( Drs. Hermanto, M. Pd., M. Si.)

NAMA MAHASISWA : Rayhan Iqhwadan

NIM : 3193121007

MATA KULIAH : PRA SEJARAH

KELAS A REGULER SEJARAH 2019

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


Identitas Buku

Identitas Buku yang di Review

Judul : Sejarah Indonesia Masa Pra Aksara

Edisi :I

Pengarang : Drs. Herimanto,M. Pd., M. Si.

Penerbit : Penerbit Ombak

Kota Terbit : Yogyakarta

Tahun Terbit : 2012

ISBN : 978-602-7544-60-4

Identitas Buku Pembanding

1.Judul :

Edisi :

Pengarang :

Penerbitnya :

Kota Terbit. :

Tahun Terbit :

ISBN. :

2.Judul :

Edisi :

Pengarang :
Penerbit :

Kota Terbit :

Tahun Terbit :

ISBN :

3.Judul :

Edisi :

Pengarang :

Penerbit :

Kota Terbit :

Tahun Terbit :

ISBN :

4. Judul. :

Edisi :

Pengarang :

Penerbit :

Kota Terbit :

Tahun Terbit :

ISBN :
Ringkasan Buku Utama

Bab 1

Munculnya kehidupan di bumi


A. Sekilas tentang sejarah Indonesia Masa praaksara

Berdasarkan ilmu geologi sejarah bumi atau sejarah kehidupan di bumi dibagi dalam beberapa
tahapan sebagai berikut.
1.Zaman Archaikum

Zaman ini disebut pula sebagai zaman tertua. Bumi pada saat ini masi dalam proses
pembentukan. Keadaan kulit bumi masih sangat panas. Oleh karena itu, belum ada tanda-tanda
kehidupan. Zaman Archaikum berlangsung selama 2500 juta tahun yang lalu.

2. Zaman Palaeozoikum

Zaman ini disebut sebagai zaman kehidupan tua atau zaman primer. Zaman primer berlangsung
selama 340 juta tahun yang lalu. Pada saat itu keadaan bumi masih sangat labil, iklim berubah-
ubah dan curah hujan sangat tinggi. Pada fase ini sudah ada tanda-tanda kehidupan dibumi
seperti jenis makhluk bersel satu (mikro organisme), hewan-hewan kecil yang tidak bertulang
punggung, jenis ikan, amfibi, dan reptil. Muncul juga jenis tumbuh-tumbuhan seperti ganggang
dan rerumputan.

3. Zaman mesozoikum

Periode masa zaman ini berlangsung sekitar 140 juta tahun yang lalu. Zaman ini disebut sebagai
zaman sekunder. Pada periode ini suhu masih berubah-ubah, sungai-sungai besar dan danau
banyak yang kering dan berlumpur. Mulai muncul pohon-pohon besar dan hewan yang hidup di
darat seperti dinosaurus, atlantosaurus, Brontosaurus, tryannosaurus, apatosaurus, deinonycus,
pacychepalosaurus, triceratops compsograthus, dan lain lain.

4.Zaman neozoikum

a. Masa tersier

Zaman ini berlangsung sekitar 60 juta tahun yang lalu. Ciri kehidupannya adalah berkembangnya
jenis binatang menyusui seperti kera.

b. Masa kuarter

1.Zaman pleistosen

Zaman pleistosen disebut sebagai zaman dilluvium dan berlangsung sekitar 600.000 tahun yang
lalu. Zaman ini ditandai dengan munculnya manusia purba misalnya dari jenis pithecantropus
dan homo. Zaman pleistosen disebut juga sebagai zaman es (zaman glasial).

2.Zaman holosin

Zaman ini berlangsung sekitar 25.000 tahun yang lalu dan terus berkembang hingga saat ini.
Zaman ini ditandai dengan munculnya manusia modern (homo Sapiens) yang memiliki ciri-ciri
seperti manusia sekarang sehingga di anggap sebagai nenek moyang manusia yang sebenarnya
(manusia modern).

B. Pembabakan sejarah Masa praaksara berdasarkan artefak/perkakas.


1.Kehidupan masa batu

a. Masa batu tua (palaeolithikum)

Pada masa ini telah muncul kepandaian membuat alat-alat dari batu (namun masih kasar sekali),
dan juga alat-alat dari tulang. Ada dua jenis kebudayaan yang muncul yakni Pacitan yang
didukung oleh jenis manusia purba pithecantropus erectus dan kebudayaan ngandong yang
didukung oleh manusia purba jenis homo seperti homo soloensis maupun homo wajakensis.

b. Masa batu tengah (mezolithikum)

Masa ini biasa dikatakan sebagai masa peralihan yang artinya secara evolatif mulai terjadi
peralihan dari kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan menuju ke masa bercocok tanam.
Pada masa ini ada tiga jenis kebudayaan yang muncul diantaranya adalah kebudayaan kapak
sumatra (pable Culture), kebudayaan tulang Sampung (Sampung Bone Culture), serta
kebudayaan Toala (Flake Culture).

c. Masa batu baru (neolithikum)

Kehidupan batu baru menghasilkan kebudayaan kapak persegi dan kapak lonjong yang berasal
dari daratan asia tenggara, dan masuk ke Indonesia karena dibawa oleh orang-orang Melayu
(Melayu tua/proto Melayu). Orang-orang dari ras Proto Melayu ini juga membawa tradisi
keyakinan mereka yakni animisme-dinamisme. Munculnya kepercayaan animisme-dinamisme
ini juga memunculkan berkembangnya kebudayaan batu-batu besar (megalithikum) yang
merupakan alat/sarana bagi peribadatan/pemujaan mereka. Dalam bidang sosial-ekonomi, masa
ini telah mengenal kepandaian bercocok tanam, khususnya bersawah dan bertani.

2.Kehidupan masa logam

Perkembangan zaman logam terbagi dalam tiga tahapan yakni zaman tembaga, perunggu dan
besi. Untuk membuat alat-alat dari logam diperlukan bahan-bahan dari bijih-bijih logam yang
diperoleh melalui proses pendulangan biji logam. selanjutnya, bijih-bijih logam itu harus dilebur
sampai mencapai titik panas tertentu hingga bisa dituang ke dalam cetakan-cetakan peralatan
logam. Adanya dua teknik memcetak alat-alat logam, yakni teknik bivalve (cetakan setangkap)
dan cetak lilin (a cire perdue). Ada berbagai contoh alat sebagai hasil kebudayaan logam di
Indonesia seperti kapak sepatu (kapak corong), nekara, candrassa, patung-patung perunggu, dan
lain-lain.

Kepandaian membuat alat-alat dari logam ini berasal dari daratan asia tenggara orang-orang
deutro Melayu (melayu muda). Bangsa deutro Melayu masuk ke Indonesia juga disertai
animisme-dinamisme. Deutro Melayu akan menghasilkan alat-alat pemujaan batu-batu besar
(megalithikum) yang lebih halus daripada yang dihasilkan bangsa proto Melayu. Alat-alat
pemujaan itu antara lain berupa dolmen, waruga, sarkofagus dan arca-arca yang halus.
Bab II

Penemuan manusia purba di Indonesia


Bumi Indonesia ternyata memberikan sumbangan yang begitu banyak bagi dunia ilmu
pengetahuan, khususnya dalam upaya memecahkan persoalan mengenai asal mula manusia,
karena (bumi Indonesia khususnya pulau jawa) ditemukan begitu banyak jenis-jenis fosil
manusia yang tertua. Diperkirakan berumur paling tua adalah fosil manusia purba yang
ditemukannya pada tahun 1941 oleh Von Koeningswarld. Daerah sangiran yang merupakan
lembah bengawan solo itu ia menemukan rahang bawah yang ukurannya jauh lebih besar dan
kuat dari pithecantropus erectus. Bentuk gerahamnya menunjukkan ciri manusia, tetapi juga ada
ciri-ciri keranya yakni tidak terdagu. Makhluk tersebut memiliki badan yang tegap. Jenis ini dia
beri nama meganthropus palaeojavanicus yang berarti manusia raksasa tertua dari jawa.

Meganthropus adalah jenis manusia purba yang ditemukan di daerah perning Mojokerto oleh von
koenigswald antara tahun 1936-1941. Hasil penemuannya berupa tengkorak anak-anak yang
diperkirakan dari keluarga pithecantropus (manusia kera). Fosil tersebut diberi nama
pithecantropus Mojokertensis. Ciri-ciri fisiknya: berbadan tegap (tidak seperti meganthropus),
jika dewasa tinggi badannya diperkirakan mencapai 165-180 cm, tulang rahang dan geraham
kuat serta bagian kening menonjol, tidak memiliki dagu, tulang atap tengkorak tebal serta
berbentuk lonjong, alat pengunyah dan otot tengkuk sudah mengecil, serta volume otak yang
belum sempurna seperti jenis homo, yakni hanya sekitar 750-1300 cc.

Selain dari Mojokerto, fosil yang sejenis dengan pithecantropus namun tubuhnya lebih kuat
sedikit yang ditemukan oleh weidenreich dan von koeningswarld di desa trinil (lembah
bengawan solo) pada tahun 1939 yang diberi nama pithecantropus robustus yang berarti manusia
kera yang kuat.

Pada lapisan berikutnya, yakni pleistosen tengah (lapisan trinil), eugene dubois menemukan
bagian atas fosil tengkorak , tulang rahang, dua buah geraham, serta tulang paha sebelah kiri.
Volume otaknya berada diantara volume otak kera dan manusia. Namun yang lebih menarik
adalah penemuan tulang paha pada fosil tersebut, memberikan kesan kuat bahwa makhluk
tersebut sudah dapat berjalan tegak. Eugene dubois berani menyimpulkan bahwa hasil
temuannya itu disebut pithecantropus erectus, manusia kera yang sudah dapat berjalan tegak.
Ciri-ciri fisik antara lain: berbadan tegap dengan alat pengunyah yang kuat, hidung lebar dengan
tulang pipi serta dahi yang menonjol, tinggi badan (dewasa) diperkirakan antara 165-170 cm
serta berat badan kira-kira 100 kg. Fosil pithecantropus yang ditemukan oleh sartono ini
umurnya lebih muda dari fosil-fosil pithecantropus yang ditemukan sebelumnya, yakni sekitar
900.000 sampai 200.000 tahun yang lalu. Fosil-fosil tersebut ditemukan di daerah sekitar
Surakarta atau solo (sangiran dan sambungmacan) fosil-fosil hasil temuannya itu diberi nama
pithecantropus soloensis, yang berarti manusia kera dari solo. Homo soloensis memiliki ciri-ciri
biologis antara lain berbadan tegak dengan tinggi badan kurang lebih 180 cm, tonjolan kening
agak terputus ditengah (di atas hidung), serta otak kecilnya yang lebih besar daripada otak kecil
pithecantropus.

Selain homo soloensis, jenis manusia homo yang ditemukan dalam lapisan yang sama dan
berasal dari masa yang sama dengan homo soloensis adalah manusia wajak (homo wajakensis).
Manusia wajak ini ditemukan oleh van reitschotten pada tahun 1889 di desa wajak Tulungagung.
Ciri-ciri fisik yaitu, diperkirakan memiliki tinggi badan sekitar 130-210 cm dengan berat badan
antara 30-150 kg, bentuk muka tidak terlalu menonjol ke depan, alat pengunyah, rahang, gigi dan
otot tengkuk sudah mengecil, serta sudah berdiri tegak. Volume otak homo wajakensis juga lebih
sempurna dari pithecantropus yakni berkisar antara 1000-2000 cc dengan rata-rata antara 1350-
1450 cc.

Disamping kedua jenis manusia homo tersebut, ada satu jenis lagi yang berhasil ditemukan di
Indonesia yakni di beri nama Homo floresiensis. Fosil ini baru ditemukan pada tahun 1958 pada
sebuah goa (goa liang buta) di manggarai pulau Flores nusa Tenggara timur, oleh seorang pastor
bernama verhoenven. Makhluk ini termasuk jenis kerdil karena diperkirakan ukuran tubuhnya
hanya sekitar 1 meter. Fosil manusia purba itu diperkirakan hidup antara 30.000-18.000 tahun
yang lalu.

Ada satu lagi jenis manusia purba yang sebenarnya telah memiliki bentuk tubuh yang sama
dengan manusia sekarang. Manusia ini disebut dengan nama homo Sapiens atau manusia cerdas.
Homo Sapiens telah muncul sejak zaman kala holocen atau sekitar 20.000 tahun yang lalu, dan
homo Sapiens ini yang sebenarnya menjadi nenek moyang sesungguhnya dari manusia yang
hidup pada zaman sekarang.

Menurut pada ahli, secara biologis homo Sapiens telah mengalami pengecilan baik pada bagian
kepala maupun pada bagian tubuh lainnya, sehingga bentuk dan ukurannya hampir sama dengan
manusia sekarang. Homo Sapiens ini telah berkembang ke dalam beberapa subspesies (ras),
yakni:

a.) Ras Mongoloid, dengan ciri-ciri fisik antara lain berkulit kuning serta hidung pesek dan telah
menyebar ke asia tenggara, asia timur serta asia selatan.

b.) Ras kaokasoid, dengan ciri-ciri fisik meliputi berkulit putih, hidung mancung, dan tubuh
jangkung. Mereka hidup menyebar didaratan Eropa dan Asia kecil (timur tengah)

c.) Ras negroid, yang memiliki ciri-ciri fisik seperti berkulit hitam, berbibir tebal, berambut
keriting dan saat ini hidup menyebar mendiami wilayah di afrika, Australia dan irian (Papua)

d.) Raa austro-melanesoid, yakni jenis ras yang saat ini menjadi penduduk di kepulauan Pasifik
dan pulau-pulau diantara benua Australia dan Asia.
e.) Ras kaosanoid (ras indian), merupakan jenis ras yang berkulit merah, yakni yang saat ini
menjadi penduduk asli di wilayah Amerika (suku indian).

BAB III

Jenis Manusia, Teori Evolusi, Dan Hasil-Hasil Budaya

Manusia Purba Di Indonesia

A. Jenis-Jenis Manusia Purba

Pada uraian terdahulu pernah disinggung bahwa pulau jawa menduduki tempat yang teramat
penting dalam hal penemuan fosil-fosil manusia purba. Semenjak penemuan pertama fosil
Pithecanthropus Erectus oleh Eugene Dubois, dan kemudian di susul dengan penemuan fosil-fosil
berikutnya di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo, maka nama pulau jawa pada khususnya
dan Indonesia pada umumnya menjadi terkenal, terutama di kalangan pakar kepurbakalaan
dunia. Adapun secara garis besar, jenis-jenis manusia purba yang banyak ditemukan di pulau jawa
tersebut berdasarkan lapisan ditemukannya adalah sebagai berikut.

1.Lapisan Pleistosen Bawah

a. Meganthropus (Manusia Raksasa)

Mengikuti jejak Eugene Dubois yang sukses dalam penelitiannya di pulau jawa, maka pada tahun
1936 sampai tahun 1941 seorang peneliti lainnya bernama G. H. R. Von Koeningswald juga
mengadakan penelitian yang sama di sepanjang lembah sumgai Bengawan solo.

b. Pithecanthropus

Sebagaimana juga pernah disinggung pada pelajaran sebelumnya, fosil manusia purba yang
paling banyak ditemukan di indonesia. Fosil-fosilnya banyak ditemukan di indonesia. Fosil-
fosilnya banyak ditemukan pada lapisan pleistosen bawah dan tengah. Pithecanthropus hidup
secara berkelompok dan untuk mendapatkan makanan, mereka mencarinya dengan cara
berburu dan menangkap ikan serta mengunpulkan makanan.. Beberapa fosil pithecanthropus
yang ditemukan pada lapisan pleistosen bawah antara lain adalah :

1.) Pithecanthropus Mojokertensis

Pada tahun pertama penelitiannya 1936, yakni di sebuah daerah bernama perning dekat
Mojokerto Jawa Timur, Von koenigswald berhasil menemukan An2 fosil tengkorak pada lapisan
pleistosen bawah titik namun fosil temuannya itu berupa fosil tengkorak anak-anak, seusia kira-
kira 5 sampai 6 tahunan, dan diperkirakan berasal dari keturunan pithecanthropus.
Pithecanthropus Mojokertensis ciri-cirinya Berbadan tegap, mukanya menonjol ke depan, kening
tebal, serta tulang pipi yang kuat.

2.) Pithecanthropus Robustus

dalam tahun-tahun berikutnya, Von koeningswald ternyata masih menemukan lagi


beberapa jenis fosil manusia purba, antara lain penemuannya di desa Trinil dekat Ngawi Jawa
Timur, Pada tahun 1939. Pithecanthropus robustus berarti manusia kera yang besar dan kuat
titik-titik anthropus robustus ini ditemukan pada lapisan pleistosen bawah yang berarti seusia
dengan Pithecanthropus Mojokertensis namun lebih tua dari Pithecanthropus erectus .

2. Lapisan Pleistosen Tengah

Sebagaimana telah disinggung di atas, peneliti pertama yang mengadakan penelitian manusia purba
di indonesia adalah seorang dokter militer bangsa Belanda, bernama Eugene Dubois. Penelitian pertama
sebenarnya telah dilakukan di gua-gua sumatera barat tetapi tidak berhasil menemukan satu pun
kerangka manusia purba. Baru pada penelitian berikutnya di pulau jawa(tahun 1890), ia berhasil
menemukan tengkorak manusia purba.

Fosil-fosil manusia purba tersebut antara lain ditemukan di Desa Trinil, kabupaten Ngawi, Jawa
Timur, dan berasal dari lapisan Pleistosen Tengah. berdasarkan penyelidikan serta rekonstruksi yang
dilakukannya, Dubois berkesimpulan bahwa makhluk tersebut berada di antara manusia dan kera,
sedangkan berjalannya sudah tegak titik oleh karenanya, makhluk tersebut dinamakan Pithecanthropus
erectus atau manusia kera yang sudah dapat berjalan tegak titik fosil Pithecanthropus erectus berasal dari
lapisan pleistosen Tengah, atau diperkirakan hidup sekitar satu sampai satu setengah juta tahun yang lalu
titik penemuan Pithecanthropus erectus oleh Eugene Dubois ini pernah menggegerkan kalangan dunia
ilmu pengetahuan, Dan bahkan sering dihubungkan dengan teori evolusi Darwin, karena dianggap sebagai
missing link atau sebagai makhluk peralihan dari kera ke manusia sebagaimana disebut oleh Darwin dalam
teorinya.

3. Lapisan Pleistosen Atas

Pada lapisan ini ditemukan fosil fosil kerangka manusia purba dari jenis yang lebih muda dari
jenis Pithecanthropus, Ya Ini dari jenis homo seperti Homo Soloensis, homo wajakensis dan Homo
floresiensis.

Secara fisik maupun kualitatif, manusia purba jenis Homo ini sudah lebih maju dan sempurna
jika dibandingkan dengan meganthropus maupun pithecanthropus. secara fisik, ciri-ciri manusia homo
sudah mirip dengan manusia modern sekarang ini Misalnya saja bentuk kepalanya sudah tidak lonjong.
Sementara secara kualitatif, tingkat kecerdasan mereka sudah lebih tinggi mereka juga sudah
menggunakan alat-alat dari batu maupun tulang. Disamping itu, dalam berburu mereka telah
menggunakan alat-alat perburuan City mereka juga telah mengenali api, oleh karena itu binatang hasil
buruan nya Setelah dikuliti lalu dibakar dan kemudian diberi makan Titik demikian pula jenis umbi-umbian
yang menjadi makanan mereka juga telah dimasak terlebih dahulu sebelum dimakan. Meskipun demikian,
manusia purba jenis Homo ini masih hidup secara berpindah-pindah atau nomaden titik mereka
berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, Jadi tergantung dari jumlah makanan yang ditemukan di
alam sekitarnya atau biasa disebut food gathering.

a. Homo Soloensis

Menurut para ahli, ketika berlangsung zaman es yang ketiga Pithecanthropus mulainya, dan
sebaliknya makhluk jenis baru muncul. Makhluk baru tersebut adalah Homo Soloensis. Dalam sebuah
sengked sungai dari terobosan Sungai Bengawan Solo, di dekat Desa Ngandong Blora, telah ditemukan
tidak kurang dari 11 buah tengkorak serta fragmen-fragmen nya Dari makhluk tersebut serta 2 potong
tulang kering.

b. Homo Wajakensis
Makhluk homo wajakensis diperkirakan muncul pada zaman es yang keempat atau zaman es
yang terakhir. dari jenis makhluk hidup yang telah ditemukan dua buah tengkorak yang telah membatu.
sebagaimana pernah dipelajari di depan, fosil homo wajakensis ditemukan di daerah Wajak di sebelah
selatan Gunung Wilis, Tulungagung Jawa Timur tahun 1889 oleh Seorang penggali marmer bernama Van
rietschoten titip fosil itu kemudian diteliti oleh seorang dokter militer Belanda bernama Eugene Dubois
titik temuan fosil ini merupakan temuan fosil manusia purba pertama Yang dilaporkan berasal dari
Indonesia. Jika dibandingkan dengan jenis makhluk purba sebelumnya, homo wajakensis menunjukkan
kemajuan, misalnya makanannya sudah dimasak meskipun masih dalam taraf yang sangat sederhana.

c. Homo Floresiensis

Dibandingkan jenis lainnya, Homo floresiensis ini memiliki keistimewaan karena tubuhnya
yang kerdil. sebagaimana diterangkan sebelumnya, fosil ini ditemukan oleh seorang Pastor bernama
verhoeven pada tahun 1958 di goa liang bua Manggarai Flores, Nusa Tenggara Timur namun baru
diumumkan Sebagai temuan yang menghebohkan pada tahun 2004. Homo floresiensis diperkirakan hidup
sekitar Rp30.000 sampai 18000 tahun yang lalu, telah mampu membuat peralatan dari batu, pemburu
handal dan memasak dengan api, tetapi ukuran tangannya masih panjang. manusia Kerdil ini memiliki
tinggi tubuh sekitar 1 meter, dan ukuran tengkorak seperti anak kecil. Dari cerita rakyat setempat,
masyarakat Flores menyebut manusia kerdil ini dengan nama.

4. Lapisan Holocen

setelah zaman es berakhir, maka Paparan Sunda, terbaik dibagi lagi menjadi beberapa pulau titik
makhluk Homo Soloensis lenyap dari muka bumi dan manusia baru dari Tipe homo sapiens muncul.
Manusia Jenis baru inilah yang akhirnya dapat mencapai pulau-pulau tersebut dengan menggunakan
perahu titik beberapa contoh makhluk yang termasuk kelompok homo sapiens misalnya adalah ras
mongoloid, austroloid, Negroid, Melanesoid, kaukasoid, weddoid, dan kaosanoid.

diperkirakan Homo sapiens muncul Di permukaan bumi sekitar 20000 tahun yang lalu. Meskipun
demikian cara hidup mereka masih belum ada perubahan, yakni masih hidup dengan cara berburu dan
mengumpulkan makanan seperti akar-akaran, buah dan sayur-sayuran liar, serta binatang kerang. dalam
pengembaraan, mereka diperkirakan berkelompok-kelompok yang terdiri dari 40 sampai 70 orang.

Adapun jenis makhluk Homo sapiens yang akhirnya membawa dan menyebarkan kebudayaan
kebudayaan tersebut ke kepulauan Indonesia adalah dari ras Papua Melanesoid, yakni suatu ras yang
nantinya akan menjadi nenek moyang atau menurunkan suku suku yang ada baik di Papua maupun di
Kepulauan Melanesia sekarang.

B. Sekilas Mengenai Teori Evolusi Tentang Primat dan Manusia

Dalam ilmu antropologi, agar dapat memahami perkembangan biologis manusia secara jelas
diperlukan pemahaman tentang teori evolusi primat dan manusia menurut pemahaman ini kau manusia
dianggap sebagai jenis makhluk yang tidak bercabang lewat proses evolusi dari makhluk primate titik atau
dengan kata lain, manusia merupakan cabang termuda dari makhluk primata titik oleh karena itu, untuk
mempelajari asal mula serta proses perkembangan biologis manusia menurut para ahli tidak bisa terlepas
dari pembicaraan mengenai perkembangan makhluk primata pada umumnya.

lalu yang masih menjadi pertanyaan besar adalah, Siapakah nenek moyang manusia itu? Untuk
menjawab pertanyaan ini, maka upaya pertama yang dilakukan adalah mencari makhluk penghubung
yang hilang antara kera dan Manusia titik namun dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang terus
bergerak maju, maka konsepsi para ahli mengenai masalah missing link itu pun akhirnya berubah. makhluk
itu sekarang tidak dipandang sebagai makhluk yang berada di antara kera dan manusia, akan tetapi
dipandang sebagai makhluk pendahuluan atau makhluk yang mendahului baik besar maupun manusia
yang merupakan spesialisasi dari makhluk induk tadi.

C. Identifikasi Jenis Manusia Purba, Tempat Penemuan dan Hasil-Hasil Budayanya di Indonesia

pada sub bab terdahulu telah dijelaskan bahwa Penemuan fosil manusia purba banyak terdapat
di pulau Jawa. Walaupun begitu, secara umum hasil-hasil budaya yang diperkirakan berasal dari
peninggalan manusia zaman prasejarah ditemukan hampir di seluruh wilayah kepulauan nusantara.
Selanjutnya, agar kita juga lebih memahami tentang daerah-daerah penyebaran manusia purba berikut
hasil-hasil budayanya maka akan dibuatkan peta penemuannya.

BAB IV

Perkembangan Alat-Alat (Kebudayaan)

Manusia Purba
Jika pembagian zaman dalam masa prasejarah didasarkan atas lapisan-lapisan bumi
sehingga ada masa diluvium dan masa alluvium, maka dalam bidang kebudayaan nya pembagian
tersebut didasarkan atas bukti-bukti arkeologis. Pembagian berdasarkan bukti-bukti arkeologis
yaitu pembagian yang didasarkan atas bahan-bahan yang berupa peninggalan dari kebudayaan
manusia itu sendiri titik namun tentu saja benda-benda buatan manusia pada masa silam itu tidak
seluruhnya yang sampai kepada kita, bahkan hanya sebagian kecil saja yang sampai kepada kita
terutama yang terbuat dari batu dan Logam. Sedangkan benda-benda yang terbuat dari kayu
maupun bambu, karena mudah rusak ataupun lapuk sehingga tidak tahan lama, maka bekas-
bekasnya pun tak ada yang sampai kepada kita.

Dengan demikian, berdasarkan alat-alat atau benda-benda budaya yang ditinggalkan


oleh manusia prasejarah yang sampai kepada kita, maka para ahli membagi periodisasi
perkembangan budaya pada masyarakat awal Indonesia yaitu menjadi dua zaman yaitu zaman
batu dan zaman logam. Zaman batu masih dibagi lagi menjadi zaman batu tua atau awal yang
biasa disebut paleolitikum, batu tengah atau Madya yang biasa disebut mesolitikum, batu muda
atau baru atau juga akhir yang biasa disebut neolitikum, dan batu besar atau disebut megalitikum.

A. Zaman Batu

1. Zaman Batu Tua (Paleolithikum)

zaman batu tua ini diperkirakan berlangsung selama masa kala pleistosen atau kira-
kira 600 ribu tahun yang lalu. perkembangan kebudayaan pada masa ini diperkirakan sangat
lambat, akibat keadaan alam yang masih sangat liar dan belum stabil dan masih berubah-ubah.
Pada masa ini juga berlangsung zaman es yaitu glasial dan interglasial yang datang silih berganti.

alat-alat budaya dari zaman batu ini banyak ditemukan terutama di daerah pulau
Jawa, dan berdasarkan nama tempat penemuannya itu, hasil-hasil kebudayaan zaman batu tua
dibagi menjadi dua yakni kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong .
a. Kebudayaan Pacitan

Pada tahun 1935, seorang sarjana Belanda bernama Von koenigswald mengadakan penggalian di
kali baksoko, desa Punung, kabupaten Pacitan Jawa Timur. dan menemukan alat-alat dari batu yang
berupa kapakgenggam, kapak perimbas , kapak penetak, pahat genggam. di samping itu, di Kompleks
kebudayaan Pacitan ini banyak ditemukan juga alat-alat yang ukuran lebih kecil lagi Dari keempat jenis
alat dari batu yang sudah disebutkan di atas titik oleh para ahli, alat-alat kecil tersebut dinamakan
flake(alat serpih).

b. Kebudayaan Ngandong

Peralatan budaya zaman batu tua, selain banyak ditemukan di daerah Pacitan juga banyak
ditemukan di daerah sekitar Ngandong dan Sidorejo dekat Ngawi Madiun Jawa Timur. hanya bedanya,
jika di daerah Pacitan berasal dari lapisan pleistosen Tengah koma, maka kebudayaan Ngandong berasal
dari lapisan Pleistosen atas. Sebagaimana kebudayaan Pacitan, alat-alat budaya yang ditemukan di daerah
Ngandong berupa kapak kapak genggam dari batu serta alat-alat kecil yang disebut serpih.

Selain yang sudah disebutkan di atas, alat-alat budaya yang termasuk kebudayaan Ngandong
juga ditemukan di daerah daerah lain seperti di daerah Sangiran wilayah Sragen Jawa Tengah, serta di
daerah cabenge provinsi Sulawesi Selatan titik sedangkan alat-alat yang berhasil ditemukan berupa alat-
alat kecil atau yang biasa dinamakan alat-alat serpih di samping itu sebagian dari alat-alat itu juga ada
yang dibuat dari batu indah seperti chalcedon.

2. Zaman Batu Tengah (Mesolithikum)

Zaman batu tengah atau madya (mesolithikum) berlangsung pada masa Kala Holocen.
Dibandingkan dengan zaman batu tua, perkembangan kebudayaan pada zaman ini berlangsung lebih
cepat. Pada zaman batu tengah, alat-alat batu dari zaman sebelumnya masih terus digunakan, dan telah
mendapat pengaruh dari wilayah Asia daratan sehingga memunculkan corak tersendiri. Bahkan, alat-alat
tulang dan flake dari zaman batu tua memegang peranan penting pada zaman batu madya. Manusia pada
masa ini juga telah mampu membuat gerabah, yakni benda pecah belah yang dibuat dati tanah liat yang
dibakar.

Salah satu corak istimewa kebudayaan pada masa batu tengah adalah adanya sampah dapur
(kjokkenmodinger), yang merupakan bekas-bekas tempat tinggal mereka. Sampah dapur ini banyak
ditemukan disepanjang pesisir/pinggir-pinggir pantai, khususnya diwilayah pantai timur sumatera.
Berdasarkan lokasi penyebarannya, kebudayaan batu madya meliputi 3 macam kebudayaan, yang mana
masing-masing itu memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Ketiga macam kebudayaan dari masa mesolithikum
tersebut antara lain:

1. Kebudayaan Kapak Genggam Sumatera (Pabble Culture)

2. Kebudayaan Tulang Sampung (Sampung Bone Culture)

3. Kebudayaan Toala (Flake Culture)

3. Zaman Batu Muda (Neolithikum)

Perkembangan kebudayaan pada zaman batu muda sudah sangat maju bila di bandingkan
dengan masa sebelumnya. Hal ini disebabkan adanya migrasi secara bergelombang dari bangsa proto
melayu dari wilayah Yunan di cina selatan ke wilayah Asia Tenggara, termasuk ke Indonesia. Para
pendatang baru tersebut membawa kebudayaan kapak persegi dan kapak lonjong, serta menyebarkannya
ke daerah-daerah yang di tuju. Kedua macam kebudayaan tersebut yang pada akhirnya menjadi ciri khas
kebudayaan neolithikum.

Disamping kapak persegi dan kapak lonjong, alat-alat budaya lainnya yang ditemukan pada
zaman Neolitihikum meliputi :

1. Perhiasan

Alat berupa perhiasan terutama ditemukan dipulau jawa, yang ditemukan dalam jumlah yang
cukup besar. Alat-alat perhiasan itu misalnya berupa gelang-gelang serta kalung yang terbuat dari batu-
batu indah.

2. Pakaian

Pada zaman neolithikum telah dikenal adanya pakaian dari kulit kayu serta dari bahan tekstil.
Dengan ditemukannya alat pemukul kayu yang diperkirakan berasal dari zaman tersebut, membuktikan
bahwa masyarakat pada zaman neolithikum telah mengenal pakaian meskipun terbuat dati kulit kayu.

3. Tembikar
pada zaman ini tembikar memegang peranan penting terutama sebagai alat penampung
Selain itu keperluan sehari-hari juga ada jenis tembikar yang dipergunakan untuk alat upacara, terutama
yang dibuat Indah baik bentuk maupun hiasannya. daerah penemu tembikar misalnya di lapisan teratas
dari bukit-bukit kerang Sumatera serta di bukit-bukit Pasir Pantai Selatan Jawa.

4. Zaman Batu Besar (Megalithikum)

Kebudayaan batu besar atau megalitikum adalah kebudayaan yang menghasilkan benda-
benda atau bangunan-bangunan monumental yang terbuat dari batu-batu besar dan masif. sedangkan
maksud dari pembuatan benda-benda atau pembangunan bangunan-bangunan monumental tersebut
adalah sebagai sarana pemujaan atau penghormatan terhadap roh nenek moyang.

Berkaitan dengan perkembangan zaman megalitikum tersebut, Seorang sarjana bernama


Von Heine geldern, membagi penyebaran kebudayaan megalitikum di Indonesia menjadi dua tahap yaitu:

a. Megalithik Tua

Pada tahap ini menghasilkan bangunan-bangunan seperti menhir punden berundak dan
arca-arca statis. Kebudayaan ini terutama dibawa oleh orang-orang Proto Melayu dan berkembang pada
masa Neolitikum.

b. Megalithik Muda

tahap perkembangan kebudayaan megalitikum muda menghasilkan bangunan-bangunan


berupa kubur peti batu, dolmen, waruga, sarkofagus, serta arca arca dinamis. tradisi budaya ini menyebar
ke Indonesia dibawa oleh orang-orang Deutro Melayu dan berkembang pada zaman logam sekitar tahun
1000 sampai 100 sebelum Masehi.

B. Zaman Logam

pergantian dari zaman batu dan zaman logam ternyata tidak berlangsung secara tiba-tiba
melainkan secara berangsur-angsur dan sedikit demi sedikit. Dengan demikian, meskipun waktunya sudah
menginjak zaman logam namun masih saja ada sebagian kecil masyarakat yang tetap meneruskan tradisi
kebudayaan batu. bahkan, sampai sekarang pun di di sebagian kepulauan Indonesia masih tetap ada
masyarakat yang melangsungkan tradisi zaman batu, yakni sebagaimana yang terdapat pada suku-suku
primitif di Irian, Sumatera, Nusa Tenggara dan lain-lain. ada 2 macam teknik atau cara cara membuat alat-
alat dari logam yang berkembang pada saat itu, yakni teknik bivalve dan teknik a cire perdue.

a. Teknik Bivalve (Setangkap)

Pembuatan alat dengan teknik ini menggunakan dua cetakan yang dapat ditangkap kan titik
adapun caranya mula-mula cetakan tersebut diberi lubang pada bagian atasnya, Kemudian dari lubang itu
dituangkan logam cair. Selanjutnya apabila leburan logam sudah dingin, maka cetakan dapat dibuka dan
jadilah alat yang dikehendaki. Namun apabila ingin membuat alat yang berongga, maka harus
ditambahkan tanah liat sebagai intinya, guna membentuk rongga yang dikehendaki. Penggunaan teknik
cetakan ini dapat dipergunakan berkali-kali.

b. Teknik A Cire Perdue

Cara pembuatan alat-alat dengan teknik ini diawali dengan membuat benda-benda Dari lilin
yang berisi tanah liat sebagai intinya. Selanjutnya bentuk lilin tersebut dihias dengan berbagai pola hias.
Kemudian bentuk lilin yang sudah lengkap dibungkus lagi dengan tanah liat yang agak lunak. Pada bagian
atas dan bawah diberi lubang dari lubang atas dituangkan cairan atau leburan logam, sedangkan lubang
yang bawah akan berfungsi untuk mengalirkan cairan lilin yang meleleh. Selanjutnya apabila leburan
logam sudah dingin, cetakan tersebut dipecah guna mengambil benda yang sudah jadi. Dengan demikian,
teknik cetakan semacam ini hanya dapat diperginakan sekali saja.

Hasil-hasil kebudayaan dari zaman perunggu yang cukup penting diantaranya adalah kapak
corong dan nekara. Sedangkan alat-alat budaya lainnya yang berhasil ditemukan misalnya berupa barang-
barang perhiasan seperti gelang, binggel atau gelang kaki, anting-anting, kalung, dan cincin. bejana
perunggu berbentuk bulat panjang, arca arca perunggu berupa arca manusia dan binatang dalam berbagai
bentuk, benda-benda besi atau berupa benda kubur, serta barang-barang gerabah.

BAB V
Teori Muncul Dan Berkembangnya

Manusia Purba Di Indonesia

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, awal kehidupan manusia di muka bumi ini
diperkirakan mulai ada semenjak zaman kala Pleistosen atau zaman Dilluvium. Zaman kala pleistosen atau
dilluvium berlangsung kira-kira sejak 600.000 tahun yanh lalu. Zaman ini juga disebut dengan zaman es
(zaman glasial). Disebut zaman es karena pada masa itu es dari daerah kutub utara mencair hingga
menutupi sebagian Eropa Utara, Asia Utara, dan Amerika Utara. Genangan es itu selanjutnya meluas ke
daerah-daerah di sekelilingnya.

Keadaan alam yang melatarbelakangi kehidupan masa kala Pleistosen ditandai oleh
beberapa peristiwa alam yang belum stabil, yang mana amat besar pengaruhnya terhadap kehidupan
manusia. Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain meluasnya S ke sebagian permukaan bumi, perubahan
iklim, naik turunnya air laut, munculnya daratan daratan baru dari dasar laut, letusan letusan gunung
berapi, timbul dan tenggelamnya sungai serta danau, yang langsung atau tidak langsung mempengaruhi
cara hidup manusia.

Pada masa kala pleistosen, bagian barat kepulauan Indonesia yang sudah mulai stabil
pernah berhubungan dengan daratan Asia Tenggara sebagai akibat dari turunnya permukaan air laut.
Sementara itu kepulauan Indonesia bagian timur yang belum stabil, khususnya Pulau Irian dan sekitarnya
pernah berhubungan dengan daratan Australia. daratan yang menghubungkan Indonesia bagian barat
dengan Asia Tenggara kontinental biasa disebut Paparan Sunda, sedangkan daratan yang
menghubungkan Irian dan Australia biasa disebut Paparan Sahul. seorang sarjana bangsa Belanda
bernama Eugene Dubois, berteori bahwa manusia purba itu hidupnya pasti di daerah tropis, oleh karena
iklim di daerah tropis tidak banyak macamnya dan di sini pula primata masih banyak hidup.

BAB VI

Mengenal Kehidupan
Manusia Masa PraAksara

Sebelum datangnya pengaruh kebudayaan India, praktis bangsa Indonesia belum mengenal
budaya tulis menulis. Pada saat itu bangsa Indonesia boleh dikatakan masih terbelenggu oleh kebudayaan
non aksara, yang dalam setiap penyampaian informasinya masih mengandalkan kebiasaan lesan dari
mulut ke mulut, dan dari generasi ke generasi. Kehidupan manusia pada masa Praaksara, meliputi masa
yang sangat panjang, yakni mulai dari zaman batu hingga zaman logam, yang di Indonesia baru berakhir
sekitar tahun 400-an Masehi.

A. Kehidupan Pada Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya

Kehidupan pada aspek sosial, ekonomi, dan budaya manusia purba pada umumnya di
kelompokkan ke dalam empat tahapan perkembangan, sebagai berikut:

1. Kehidupan Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan

Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, kehidupan manusia purba antara lain
ditandai dengan cara kehidupan yang masih bersifat nomaden. Ketergantungannya yang begitu besar
terhadap alam, menyebabkan mereka harus selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya,
tergantung dari sedikit banyaknya persediaan makanan yang disediakan oleh alam.

Berdasarkan penelitian alat-alat manusia prasejarah dari masa kehidupan berburu dan
mengumpulkan makanan yang dilakukan oleh Von Koeningswald di daerah punung Kabupaten Pacitan,
ditemukan berbagai alat dari batu serta tulang binatang dan ikan. Alat semacam itu, meskipun ditemukan
pada lapisan yang berbeda ditemukan pula di daerah Ngandong Blora. Berdasarkan hasil penelitian itu
disimpulkan bahwa aktivitas kehidupan manusia pada masa ini terutama banyak ditujukan kepada upaya-
upaya untuk memenuhi kebutuhan akan pangannya, yakni dengan cara berburu dan menggali umbi-
umbian dengan alat-alat yang masih sangat sederhana.

Waktu berlangsungnya kehidupan masa berburu dan mengumpulkan makanan diperkirakan


selama masa palaeolithikum (Batu Tua), di saat kala pleistosen. Oleh karena itu, para pendukungnya juga
diperkirakan berasal dari makhluk-makhluk yang hidup atau berasal dari masa Palaeolithikum, seperti
halnya Meganthropus Palaeojavanicus, Pithecanthropus Mojokertensis, Pithecanthropus Robustus,
Pithecanthropus Erectus, sampai ke jenis-jenis makhkuk homo.
2. Kehidupan Masa Bercocok Tanam Tingkat Sederhana (Masa Peralihan)

Sejalan dengan tingkat perkembangan pengetahuan manusia, maka tingkat kehidupan sosial,
ekonomi, dan kebudayaan manusia pun juga mengalami perkembangan. Jika sebelumnya, kehidupan
manusia purba masih berada pada tingkat pengembaraan dari satu tempat ke tempat lainnya untuk
mencari makan, maka pada saat ini manusia sudah mulai memikirkam untuk mencari tempat beeteduh
dari gangguan-gangguan alam yang ada disekitarnya.

3. Kehidupan Masa Bercocok Tanam Tingkat Lanjut

Ketika manusia prasejarah sudah mulai mengenal teknik bercocok tanam serta sudah mulai
hidup menetap lebih lama lagi di suatu tempat, bahkan telah menetap untuk selamanya maka lahirlah
pola kehidupan yang baru, yakni sebagaimana yang biasa disebut dengan nama masa bercocok tanam
atau bertani. Pada masa ini diperkirakan daerah-daerah yang di tempati oleh manusia sudah semakin
meluas, di samping itu dalam bidang ekonomi mereka benar-benar sudah mampu menghasilkan
makanannya sendiri. Atau dengan kata lain cara kehidupan ekonominya sudah beralih dari hunting and
food gathering ke cara hidup food producing.

4. Kehidupan Masa Perundagian (Masa Perkembangan Teknologi)

Pelan tapi pasti, perkembangan kehidupan manusia semakin lama semakin maju, tak terkecuali
dalam hal kebudayaannya. Pada masa perundagian inilah salah satu contoh bagaimana manusia purba
telah mencapai tingkat kemajuan yang cukup berarti terutama dalam bidang kebudayaannya. Bahkan
karena dianggap cukup berarti, maka adanya kemajuan teknologi uang pernah diperoleh tersebut, sering
dijuluki pula sebagai masa perundagian. Dengan demikian, pada zaman purba yang dimaksud dengan
masa perundagian adalah masa dimana telah terjadi perkembangan teknologi yang cukup berarti. Pada
masa tersebut diperkirakan telah terjadi kemahiran membuat alat-alat teeutama sebagai akibat dari
munculnya golongan-golongan dalam masyarakat yang telah memiliki keahlian khusus untuk membuat
alat-alat teraebut.
KELEBIHAN dan KEKURANGAN ISI BUKU

KELEBIHAN BUKU

buku ini cukup menarik, isinya juga cukup lengkap. Di dalam buku ini mempelajari tentang pribadi
kepemimpinan lebih mendalam agar pribadi tersebut bisa menjadi lebih baik lagi. Buku ini mempelajari
tentang emosional emosional seorang pemimpin, tentang spiritual juga tentang kecerdasan, cara
mengendalikan diri pemimpin tersebut agar jadi pemimpin yang lebih baik, dan mempelajari tentang gaya
kepemimpinan yang baik untuk pemimpin tersebut.

KEKURANGAN BUKU

kekurangan dari buku ini ialah buku ini sangat tebal banyak halamannya jadi orang pun untuk
membaca buku ini juga agak males karena terlalu tebal. lagi pun di dalamnya lebih menekankan kepada
nilai spiritual atau keagamaan lebih ke agama Islam Jadi untuk orang yang beragama lain membacanya
pun jadinya kurang enak dan kurang menarik.
KESIMPULAN dan SARAN

Kesimpulan

Dari buku tersebut pembaca lebih memahami beberapa bagian bagaimana terbentuknya
indonesia, serta memahami bagaimana Indonesia pada zaman praaksara sebelum terjadinya
berbagai revolusi dalam bentuk apapun sehingga hal tersebut menambah pengetahuan para
pembaca serta meningkatkan jiwa nasionalis serta patriotisme dan cinta tanah air.

Saran

Ada baiknya saat menuliskan sebuah buku untuk memahami kata perkata serta memahami tata
letak susunan kata perkata dari buku yang kita tulis, tidak lupa tingkatkan kemampuan kita
dalam menulis dalam bentuk apapun, baik dari segi

Anda mungkin juga menyukai