Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN BENTUK


DISKRIMINASI GENDER DALAM NOVEL TELEMBUK

KARYA KEDUNG DARMA AJI ROMANSHA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Apresiasi Prosa Fiksi

Dosen Pengampu: Masrurih,M.Hum.

Oleh:

Kanijah 2288201080

Kelas C Semester 3

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

NAHDLATUL ULAMA INDRAMAYU

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaiakan makalah ini tepat waktu
tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Masrurih,M.Hum.


sebagai Dosen Pengampu mata kuliah Apresiasi Prosa Fiksi yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Indramayu, 12 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................i

Daftar Isi .....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Tema .....................................................................................................3

2.2 Latar atau Setting......................................................................................4

2.2.1 Latar Tempat...................................................................................5

2.2.2 Latar Waktu....................................................................................8

2.2.3 Latar Sosial.....................................................................................9

2.3 Alur/Plot...................................................................................................9

2.3.1 Tahap Penyituasian.......................................................................10

2.3.2 tahap Pemunculan Konflik...........................................................11

2.3.3 Tahap Peningkatan Konflik..........................................................11

2.3.4 Tahap Klimaks..............................................................................12

2.3.5 Tahap Penyelesaian......................................................................14

2.4 Tokoh dan Penokohan............................................................................15

2.4.1 Tokoh Utama................................................................................16

2.4.2 Tokoh Tambahan..........................................................................16

ii
2.5 Sudut Pandang........................................................................................21

2.6 Gaya Bahasa...........................................................................................23

2.7 Kajian Sastra Feminisme pada Novel Telembuk karya Kedung Darma
Romansha..............................................................................................25

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan.................................................................................................29

3.2 Saran ...................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra sangat dipengaruhi oleh latar belakang ideologis


pengarangnya. Itu sebabnya peranan pengarang menempati posisi sentral dalam
mengekspresikan cita-cita dan idealismenya dalam karya sastra. Seorang
sastrawan yang memiliki misi ideologis inilah yang menjadikan tiap karya
sastranya memiliki beragam pemikiran dan sudut pandang sesuai dengan latar
belakang kepercayaan, agama, ideologi, dan juga sosio-budaya yang dimilikinya.
Karya sastra pada dasarnya memiliki tiga jenis, yaitu puisi, prosa dan drama.

Prosa dalam kesusastraan sering disebut juga dengan istilah fiksi. Prosa
atau fiksi memiliki arti sebuah karya naratif yang menceritakan sesuatu yang
bersifat rekaan, khayalan, tidak berdasarkab kenyataan atau dapat juga berarti
suatu kenyataan yang lahir berdasarkan khayalan. Apresiasi sastra adalah kegiatan
menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan
pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang
baik terhadap karya sastra. Kegiatan apresiasi dapat tumbuh baik apabila pembaca
mampu menumbuhkan rasa akrab dengan teks sastra yang diapresiasinya
(Satinem,2019:19).

Menurut Kosasih (2012:60), novel adalah karya imajinatif yang


mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa
orang tokoh. Pokok-pokok peristiwa atau tema yang ditampilkan lebih bersifat
kompleks, terbukti dengan munculnya berbagai tema bawahan. Alur ceritanya pun
rumit dan lebih panjang dengan ditandai adanya perubahan nasib pada tokoh.
Pembentukan tokoh dan karakternya lebih banyak dibandingkan dengan cerita
pendek. Yang tidak kalah penting, latar peristiwa meliputi wilayah geografis yang
luas dan terjadi dalam waktu yang lebih lama.

1
Kekerasan gender dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk
kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikologis atau emosional,
pelecehan seksual, perkawinan paksam mutilasi genital perempuan, dan
penolakan akses terhadap layananan kesehatan dan pendidikan. Kekerasan ini
sering kali muncul sebagai hasil dari ketidaksetaraan gender yang meluas dalam
masyarakat, diskriminasi, dan norma sosial yang merugikan. Pentingnya untuk
menyadari dan memahami konsep kekerasan gender agar dapat bekerja menuju
masyarakat yang adil dan bebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi
berdasarkan jenis kelamin atau identitas gender.

Makalah ini mengulas mengenai unsur intrinsik yang ada di Novele


berjudul Telembuk karya Kedung Darma Romansha yakni: Tema, Latar, Alur
atau Plot, Tokoh atau penokohan, Sudut pandang, dan gaya bahasa. Megulas juga
mengenai Kajian Sastra Feminisme pada Novel Telembuk karya Kedung Darma
Romansha.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis menjabarkan dua
subfokus sebagai berikut:
a. Bagaimana unsur intrinsik dalam novel Telembuk karya Kedung Darma
Romansha tersebut?
b. Bagaimana kajian feminisme dalam novel Telembuk karya Kedung
Darma Romansha tersebut?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
a. Dapat mengetahui unsur intrinsik yang terdapat dalam Novel Telembuk
karya Kedung Darma Romansha.
b. Dapat mengetahui kajian feminisme yang terkandung dalam Novel
Telembuk karya Kedung Darma Romansha.

2
3
BAB II

PEMBAHASAN

Karya Fiksi merupakan sebuah kesemestaan atau keutuhan yang bersifat


artistik. Sebagai keutuhan, sebuah karya fiksi memiliki beberapa unsur yang
saling berkaitan. Widiyawati (2020:14) menjelaskan bahwa unsur intrinsik adalah
unsur faktual yang langsung daoat ditemukan pembaca dari sebuah teks sastra
yang dibacanya. Kepaduan unsur tersebut menyebabkan terwujudnya sebuah teks
sastra, terutama berupa novel. Beberapa unsur intrinsik yang dimaksud berupa
tema, latar, alur, tokoh dan penokohan, sudut pandang, dan gaya bahasa.

2.1 Tema

Untuk menentukan makna pokok sebuah novel, kita perlu memiliki


kejelasan pengertian tentang makna pokok atau tema itu sendiri. Tema merupakan
gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di
dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan
atau perbedaan-perbedaan (Hartako, dalam Burhan,2018:115). Di pihak lain,
mengemukakan bahwa tema adalah gagasan abstrak utama yang terdapat dalam
sebuah karya sastra atau yang secara berulang-ulang dimunculkan baik secara
eksplisit maupun (yang banyak ditemukan) implisit lewat pengulangan motif
(Baldic,dalam Burhan,2018:115). Walau berbeda rumusan, kedua definisi tersebut
secara makna tidak berbeda dan bahkan dapat saling melengkapi.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, tema pada hakikatnya merupakan


makna yang terkandung di dalam cerita, atau secara singkat dikatakan sebagai
makna cerita. Makna cerita dalam sebuah karya fiksi, mungkin saja lebih dari
satu, atau lebih tepatnya: lebih dari satu interpretasi. Makna pokok cerita tersirat
dalam sebagian besar, untuk tidak dikatakan dalam keseluruhan cerita, bukan
makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita dapat diidentifikasi
sebagai makna sebagian, makna tambahan. Makna-makna tambahan inilah yang
dapat disebut sebagai tema-tema tambahan, atau tema minor.

4
Tema dalam Novel Telembuk karya Kedung Darma Romansha adalah
perlawanan perempuan terhadap berbagai ketidakadilan dan kekerasan gender,
dan juga ada kekerasan gender. Sedangkan Tema tambahan dalam Novel
Telembuk lebih banyak mengangkat persoalan cinta, perebutan kekuasaan, dan
kesenjangan sosial. Novel Telembuk bercerita mengenai bagaimana memaksa
seseorang melakukan prostitusi karena tekanan finansial dan jiwa spiritual yang
buruk menjadi permasalahan dalam kehidupan masyarakat. Seperti dalam kutipan
berikut

Bagaimana rasanya jika seseorang dianggap sampah? Dianggap


sampah? Dipermalukan banyak orang. Bahkan waktu itu tidak ada satu
orang pun yang mau mengulurkan tangannya untukku. Semua orang
menyalahkanku. Aku tidak tahu siapa yang mesti aku salahkan...

Gara-gara peristiwa malam itu, separuh hidupku dihabiskan untuk


urusan panggung dan ranjang. Tidak masalah aku sangat menikmatinya.
Aku tidak menyesal sama sekali. Apa yang aku sesalkan? Aku tidak
menjual yang bukan milikku. Setidaknya masih ada yang bisa aku jual
dari diriku. Tapi mereka, lihatlah mereka! Nafsunya hanya selesai di
ranjang. Budak, benar-benar seorang budak. Merekalah salah satu sebab
mengapa aku seperti ini.... (Telembuk,2017:378-379)

2.2 Latar atau Setting

Latar atau setting yaitu tempat atau waktu terjadinya cerita. Kegunaan latar
atau setting dalam cerita, biasanya bukan hanya sekedar sebagai petunjuk kapan
dan di mana cerita itu terjadi, melainkan juga sebagai tempat pengambilan nilai-
nilai yang ingin diungkapkan pengarang melalui ceritanya tersebut
(Pujiharto,2012:27-48)

Kosasih (2008:64) unsur-unsur Latar atau setting dibedakan menjadi tiga


pokok, yaitu Latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

5
a. Latar tempat adalah latar yang menggambarkan lokasi atau tempat
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
b. Latar waktu adalah latar yang berhubungan dengan masalah “kapan”
waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
c. Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya
fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan
dalam sebuah cerita.
Menurut Yeni Hidayat (dalam Ahmad Fuad:2012), fungsi latar cerita
adalah meyakinkan pembaca terhadap jalannya cerita. Sehingga tiap peristiwa dan
tokoh yang ditampilkan dalam cerita seakan-akan ada dan benar terjadi. Latar juga
difungsikan untuk menghidupkan cerita, serta memberi koknteks terhadap
peristiwa yang sedang terjadi dan di alami oleh tokoh. Ada lima fungsi latar cerita
yaitu:
a. Meyakinkan pembaca terhadap jalannya cerita
b. Menghidupkan cerita
c. Memberi konteks terhadap peristiwa yang sedang terjadi dan dialami
tokoh
d. Pemberi informasi mengenai ruang dan tempat
e. Proyeksi keadaan batin para tokoh cerita.

2.2.1 Latar Tempat

Novel Telembuk karya Kedung Darma Romansha memuat latar


tempat utama yaitu di Rumah Diva, Cikedung, Tmaritis, Warung Remang-
remang, CI (Cilege Indah). Berikut gambaran latar yang ada dalam Novel
telembuk:

1) Rumah Diva (Safitri)


“Nok!” panggil Mang Kaslan sambil mengetuk-ngetuk pintu
rumah Diva tak ada jawaban dari dalam. Memang tidak piasanya

6
Mang Kaslan tepat waktu. Kalau bukan Diva yang di jemput, ia
tak akan tepat waktu seperti ini (Telembuk, 2017:4-5)

2) Desa Cikedung
“Minuman oplosan, pil groyok, destron, lekso, itulah
pemandangan yang akan anda temui di kampung kami. Kampung
badjingan yang tak akan pernah diimpikan setiap penduduknya.
Mungkin anda akan mencari kampung yang ideal, tapi apa yang
anda temui di kampung berikutnya barangkali akan lebih
bandjingan. Beginilah Cikedung sangat jauh dibanding 3 tahun
yang lalu. Tapi lain waktu, lain soal. Zaman terus menggelinding,
yang tak tahan akan terpelanting. Cikedung sekarang sudah
berubah titik ada minimarket wartel dan tempat billiard di
kampung tetangga, desa badakl yang sebagian atapnya terbuat
dari terpal dan sebagian yang lain dari seng”
(Telembuk,2017:10).
3) Pasar Cikedung
Lima ratus meter sebelum Pasar Cikedung, pos ronda itu berada
penduduk setempat menamainya jondol. Jondol yang hanya
terbuat dari kepingan kayu itu persis berada di pinggir jalan. Tak
ada lampu. Hanya sedikit cahaya lampu jalan menelusuk pohon
duet buahnya mirip anggur dan menjadi buah favorit di kampung
kami (Telembuk,2017:16)
“Kedatangan safitri ke Ciekdung membuat beberapa orang mulai
bertanya-tanya. Kemanakah Safitri pergi selama ini? Sebab di
antara mereka tak ada yang tahu kalau safitri adalah Diva Fiesta
yang beberapa kali namanya disebut-sebut dalam obrolan mereka.
Mungkin di antara mereka belum pernah melihat Safitri manggung
atau memang Safitri sangat berbeda di panggung. Sedikitpun
mereka tidak pernah curiga kalau Safitri adalah Diva Fiesta.
Kecuali Ghofar, kriting, dan Aan. Sejauh ini hanya mereka yang
tahu dan ketiga orang itu sepakat untuk merahasiakannya”
(Telembuk,2017:188)
4) Warung Remang-remang
“Dalam beberapa bulan saja Diva sudah memiliki banyak teman
dan kenalan, dia akan mempromosikan dirinya lewat senyuman
atau matanya yang indah itu. Kemudian transaksi pun dimulai.

7
Nego harga, lalu tancap gas. Tak terkecuali beberapa orang yang
mengaku pegawai pemerintahan”. (Telembuk,2017:56).
Suara dangdut tarling tak terdengar. Drama tarling sudah
berjalan lama. Jalanan lebih sepi. Beberaoa ada yang masih
duduk di warung remang-remang. Termasuk Mak Dayem yang
tengah menunggu Diva. Ia isap rokok kreteknya dan sesekali
membenahi beha yang seolah tak mampu menampung muatan
buah dadanya. Tak lama kemudian Mak Dayem tersenyum -
senyum melihat Diva berjalan ke arahnya (Telembuk,2017:68).
5) CI (Cilege Indah)
Aku bertemu dengan suamiku di warung cilege indah. Ketika aku
mangkal. Dia pikir aku bukan telembuk (Telembuk,2017:77).
“Kau tahu, setelah aku pulang ke kampungku, tempat yang
pertama kali aku tuju adalah Cilege Indah. Dan sejak saat itu aku
kembali maka di Cilegon Indah sampai sekarang
(Telembuk,2017:77).
Mata Kuwu Darmawan terus berkelintar di seputar warung dan
rumah-rumah itu. Sudah berapa kali dia keluar masuk rumah itu,
dan sudah berapa kali dia bolak-balik ke Cilege Indah. Kami
menyebutnya CI (Telembuk,2017:117).
Kuwu Darmawan terkena santet, kata Sondak pada istri Kuwu
Darmawan. Dia tak berani mengatakan Kuwu Darmawan terkena
oeket seorang telembuk yang biasa mangkal di CI
(Telembuk,2017:119).
Mang Alek sering mengajakku keluar malam. Jika ada tanggapan
tarling atau organ tunggal atau sandiwara, dia akan mengajakku
nongkrong berlama-lama di warug remang-remang bersma
temannya. Atau jika dia tidak mengajakku ke CI tenpat pertama
kalinya dia mengajakku. Yaitu tempat hiburan malam para telebuk
mangkal (Telembuk,2017:141).
6) Desa Tumaritis

8
Laki-laki itu dikenal royal dan baik kepada semua orang. Sering
kali dia mentraktir minum. Jika ada tanggapan tarling di Tumaritis,
dia masuk nomor urut pertama sebagai penyawer
(Telembuk,2017:78).
Sehabis malam selesai mengadakan upacara Munjung di salah
satu makan besar di Tumaritis, pagi buta warga dikejutkan dengan
kabar kematian seseorang. Kabar itu dari seorang petani yang
hendak membersihkan sumbatan air dari parit ke sawah
(Teembuk,2017:86).
Bahkan aku tak tahu dengan diriku sendiri. Tiba-tiba semua
seperti mimpi. Seperti aku yang sekarang berbeda di kampung
Tumaritis ini (Telembuk,2017:136).
Kami berdua langsung menuju Desa Tumaritis. Aku jadi teringat
waktu dulu, ketika kami bertiga: Aan, Kriting, dan aku menguntit
Safitri dari belakang (Telembuk,2017:400).
2.2.2 Latar Waktu
Latar waktu dalam Novel Telembuk karya Kedung Darma
Romansha menggunakan latar waktu pagi, sore, siang, malam hari,
dan pukul 01.00. Dalam kutipan berikut:
1) Pagi Hari
Suara kokok ayam dari kejauhan terdengar bersahut-sahutan.
Udara dingin. Pagi masih gelap. Suara kicau burung masih
belum ramai benar. Kadang terdengar suar ranitng jatuh dari
pohon di pinggir jalan, suara kodok, bangkong, terdengar lebih
berisik, lalu diam sebentar ketika terdengar suara batuk dari
seseorang yang mengayuh ontelnya (Telembuk,2017:86)
2) Siang Hari
Uadar siang itu begitu panas. Di ruang tamu itu hanya
terdengar derit kursi. Kini daster Safitri terangkat sampai
pinggang, maka tampaklah paha gempalnya yang mulus dan
kenyal (Telembuk,2017:212).

9
3) Sore Hari
Angin sore mengusao rambutnya yang tergurai. Tatapan
matanya mengabur. Seperti ada sesuatu yang terlepas dari
dirinya (Telembuk,2017:3)

4) Malam Hari
Malam yang diam. Sesosok tubuh dengan perut membuncit
keluar dari jendela. Tas cokelat sudah usang dibawanya
(Telembuk,2017:131)
Angin malam masuk dari pintu-pintu gerbong yang
terbuka. Suara peluit kereta malam itu seperti suara kesepian
yang mengantar Safitri dalam tidurnya (Telembuk,2017:132).
Sampai waktu sudah hampir tengah malam, Diva masih
belum laku. Dia merasa heran sekaligus bingugn. Kurang cantik
apa dia (Telembuk,2017:39)
Esok malamnya, selesai berdandan Diva keluar dari
kamarnya. Ia bersiap-siap untuk mangkal. Tapi sebelum
berangkat ia berencana untuk menanyakan terlebih dahulu pada
Mang Alek perihl medan dan peta pertelembukan
(Telembuk,2017:40).
5) Pukul 1.00
Jam menunjukkan pukul 1.00 dini hari. Angina kumbang
mendesis-desis keras. Tak enak di badan. Jalanan sepi. Rumah-
rumah tidur (Telembuk,2017:83).
2.2.3 Latar Sosial
Latar sosial yang terdapat dalam novel Telembuk yaitu Upacara
Munjung, Sedekah bumi, Mapag Sri, dan Ritual pengasihan.
Berikut kutipannya:
1) Upacara Munjung
Sehabis malam selesai mengadakan upacara Munjung di salah
satu makan besar di Tumaritis, pagi buta warga dikejutkan
dengan kabar kematian sesorang. Kabar itu dari seorang
petani yang hendak membersihkan sumbatan air dari parit ke
sawah. Upacara munjung dapat diartikan upacara meminta

10
berkah kepada leluhur atau nenek moyang yang telah tiada
(Telembuk,2017:86).
2) Sedekah Bumi dan Mapag Sri
Upacara munjung biasa dilakukan sebelum upacar sedekah
bumi, yakni upacara doa untuk kesuburan tanag dan berkah
bumi sebelum menanam padi. Lalu setelah itu dilanjutkan
Mapag Sri (Telembuk,2017:86).

3) Ritual Pengasihan
Di malam ketujuh, Mak Dayem memandikan Diva dengan
kembang tujuh rupa di sungai ke tujuh, sungai terakhir sebagai
syarat dari ritual pengasihan yang dijalani Diva
(Telembuk,2017:52).

2.3 Alur atau Plot


Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah
alur cerita. Dalam analisis cerita, alur sering pula disebut dengan istilah plot.
Menurut Pujihastuti (2012:27) suatu cerita terangkai dari peristiwa yang tersaji
secara berurutan sehingga membentuk sebuah cerita. Alur atau plot merupakan
cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir dan
bersikap dalam menghadapi berbagai masalah dalam suatu cerita.
Alur atau plot adalah cara pengarang menjalin kejadian-kejadian secara
beruntun dengan memperhatikan hukum sebab akibat, seingga merupakan
kesatuan yang padu, bulat dan utuh. Alur atau plot suatu cerita terdiri dari 5
bagian, yaitu:
a. Pemaparan atau pendahuluan, yakni bagian cerita tempat pengarang mulai
melukiskan suatu keadaan yang merupakan awal cerita.
b. Penggawatan, yakni bagian yang melukiskan tokoh-tokoh yang terlibat
dalam cerita mulai bergerak.
c. Penanjakan, yakni bagian cerita yang melukiskan konflik-konflik muli
memuncak.

11
d. Puncak atau klimaks, yakni bagian yang melukiskan peristiwa mencapai
puncaknya. Bagian ini dapat berupa bertemunya dua tokoh yang
sebelumnya saling mencari, atau dapat pula berupa terjadinya
“perkelahian” antara dua tokoh yang sebelumnya digambarkan saling
mengancam.
e. Peleraian, yakni bagian cerita tempat pengarang memberikan pemecahan
masalah dari semua peristiwa yang terjadi dalam cerita atau bagian-bagian
sebelumnya.
Novel Telembuk karya Kedung darma Romansha memiliki tahapan alur
yang saling berhubungan. Secara urutan waktu novel Telembuk karya Kedung
Darma Romansha ini menggunakan alur campuran, yang di awali dari kisah
Safitri sebagai Diva sebelum menjadi penyanyi dan masih menjadi Safitri,
kemudian safitri hamil serta kecewa karena Carta tidak mengakui anak yang
dikandung Safitri tersebut, setelah itu Safitri menyadari bahwa hanya menambah
masalah. Pada akhirnya Safitri menemui orang tuanya untuk meminta maaf,
Safitri menemui orang tuanya yang berada di Cikedung. Setelah Safitri bertemu
orang tuanya, Safitri hanya bertemu dengan ibunya yang sedang sakit dan ayah
Safitri meninggal.
Tahapan alur dalam Novel Telembuk karya Kedung Darma Romansha
adalah sebagai berikut:
2.3.1 Tahap Penyituasian
Awal cerita dalam Novel Telembuk langsung dimulai dengan
Diva yang dipanggil untuk tampil manggung di Organ Tunggal
Langlang Buana Mang Dasa dari Desa Haurgelis. Hal tersebut
terdapat dalam kutipan berikut ini.
“kirik! Diva terperanjat. Ia baru ingat kalau hari ini manggung
di Organ Tunggal Langlang Buana pimpinan Mang Dasa dari
Desa Haurgelis. Lima menit lagi ia akan dijemput oleh Mang
Kaslan. Seminggu rasa-rasanya sehari. Roda panggung
semakin bergerak cepat. Waktu seperti ilmu rawa rontek.
Pikirnya. Seperti dalam film layar tancap di kampungnya
(Telembuk,2017:4).
2.3.2 Tahap Pemunculan Konflik

12
Pemunculan konflik dalam Novel Telembuk yaitu
hubungan Safitri dan Mukimin yang tidak direstui oleh orang tua
mereka. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut ini
“Ini bukan zamannya Siti Nurbaya lagi,bung! Tapi kalau
kita lihat kembali mengapa haji Nasir melarang hubungan
mukimin dengan Safitri, lebih tepatnya karena Saritem dan
Haji Nasir pernah menjalin hubungan gelap sebelum ia
naik haji dan menjadi seorang kuwu di desanya. Aku kira
itulah alasan yang paling kuat. Masalah persoalan politik
yaitu ketika dia ingin mencalonkan kuwu lagi tahun 1998
itu jawabannya ada di kisah telembuk ini”.
Setelah Saritem mendapat teguran dari haji Nasir, Saritem
mengungkap dan mendatangi rumah haji Nasie dengan
kemarahan meluap-luap, ia merasa tidak terima dengan
perlakuan haji Nasir. Saritem merasa, mungkin karena ia
seorang telembuk, sehingga Safitri tidak layak menjalin
hubungan dengan Mukimin. Saritem berkoar-koar
menceritakan hubungan gelapnya dengan haji Nasir di
depan banyak orang dengan kemarahan yang membabi
buta. Saritem tidak terima dengan perlakuan haji Nasir.
Maka Saritem pun membatasi hubungan Safitri dan
Mukimin untuk menjaga gengsi dan harga dirinya
(Telembuk,2017:11-12)

2.3.3 Tahap Peningkatan Konflik


Peningkatan konflik dalam Novel Telembuk yaitu ketika
Safitri diperkosa dan kemudian Safitri diketahui hamil dan
kemudian Safitri menghilang. Berikut kutipannya
Setelah kejadian malam keparat itu. Hingga pada suatu
hari tiba-tiba Safitri nongol di tarling dangdut dengan
membawa uang saweran sambil bergoyang kesetanan.
Sampai pada akhirnya, di suatu malam yang riuh. Ketika
penyayi dangdut melempar pantatnya ke hadapan para
penonton Safitri terus bergoyang asyik masyuk di hadapan
orang-orang. Haji Caca naik ke atas panggung, menyawer,
dan meraba tubuh Safitri dengan hasrat yang naik turun.

13
Sampai pada akhirnya haji Caca merasa janggal dengan
perut Safitri. Maka ia turun dari atas panggung dan
memberitahukannya pada Sukirman yang tengah mabuk di
warung remang-remang. Mendengar apa yang diceritakan
haji Caca, Sukiran mendatangi Safitri dan menanyai apakah
benar dia hamil. Maka, dengan muka kesal, ia buka
pakainnya terlihatlah perutnya yang semakin membuncit itu
dengan berteriak: “ya, aku hamil! Lihatlah aku! Aku hamil!
Mau apa?” dan orang-orang pun menganggap Safitri gila.
Dan sejak kejadian itu sampai tidak pernah keluar rumah.
Sukirman marah karena dia mengganggap mungkinkah yang
mengahimili Safitri (Telembuk,2017:12-13).
Tak ada yang tahu, siapa yang menghamili Safitri, Safitri
sendiri hanya diam, lalu menangis. Namun ketika hendak
menuntaskan teka-teki kehamilan Safitri, Safitri menghilang.
Menghilangnya Safitri di pagi buta itu, sama dengan
menghilangnya Mukimin. Orang-orang menduga bahwa
Safitri dibawa kabur Mukimin (Telembuk,2017:12)

2.3.4 Tahap Klimaks


Klimaks yang dialami oleh tokoh utama dalam
Novel Telembuk digambarkan dengan peristiwa ketika malam keparat
yang harus terulang untuk kesekian kali, disaat Safitri sedang menaiki
kereta api yang berangkat dari Stasiun Trisi. Akibat kejadian
pemerkosaan itu akhirnya Safitri mengalami pendarahan dan janin
yang ada di dalam kandungannya tidak dapat terselamatkan, Safitri
yang malang. Hal tersebut dalam kutipan berikut.
Dan di malam kepergiannya itu, Safitri menaiki sebuah
kereta barang yang entah dari mana dan mau ke mana. Ia tak
peduli dengan jenis kereta dan nama kereta yang akan
mengantarkannya stasiun terisi begitu sepi lengang hanya

14
terdengar suara jangkrik dari sawah kereta itu akan
membawanya jauh ke arah barat. Hanya dalam waktu lima
menit dari keberangkatan kereta Safitri sudah tertidur pulas.
Kereta itu membawanya semakin menjauh dari Cikedung.
Tiba-tiba Safitri tersentak ketika mulutnya tiba-tiba
dibungkam. Dengan cepat Safitri memberontak. Ia berusaha
melepaskan bungkaman itu, lalu ia menjerit sekeras-kerasnya.
Percuma, tak ada yang mendengrnya. Sementara yang lain, ada
yang menggerayangi payudara Safitri dan meremas-remasnya
dengan penuh nafsu. Suara kereta terus berderak dan berisik.
Dengan membabi buta tangan Safitri menjambak rambut orang
yang tengah membungkamnya dari belakang. Sesaat seseorang
itu melepaskan bunganya. Safitri mendorongnya dengan kuat-
kuat, dan orang tersebut hampir saja terjatuh
(Telembuk,2017:132-133).
Di malam yang laknat itu seluruh harta Safitri hilang,
kecuali tas coklat yang sudah kusam titip benturan keras yang
terjadi pada perut Safitri itu telah mengakibatkan pendarahan
hebat di jalan lahirnya. Dikarenakan trauma yang keras
sehingga menyebabkan pembuluh darah dan rahimnya robek.
Suplai nutrisi janin terganggu, dan akhirnya terjadi gangguan
pertukaran oksigen ke bayi. Dan mengakibatkan janin dalam
rahim Safitri mati (Telembuk,2017:135).
Selain itu, klimaks yang terdapat pada novel telembuk yaitu ketika
Safitri bertemu dengan Mang Alek dan ditawari untuk menjadi telembuk.
Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut.
Esok malamnya, selesai berdandan Diva keluar dari ruahnya
ia bersiap-siap untuk mangkal. Tapi sebelum berangkat ia
berencana untuk menanyakan terlebih dahulu pada Mang Alek
perihal Medan dan peta pertemukan, apoakah ada kiat-kiat khusus

15
atau mungkin syarat-syarat khusus, sehingga bisa membantu untuk
mempermudah ronda malam Diva.
“Eh Nok Ayu sini,sini, duduk sama emal”, seorang perempuan
tua yang dulu hanya dilihatnya sedang mengobrol dengan mang
Alek. Diva senyum dengan sedikit dipaksakan untuk menutupi rasa
gugupnya, dia berangsurmendekati perempuan tua itu.
“Duh...senok wong Ayu, badan mu bagus”, “preman-preman
perempuan tua itu meraba tubuh Diva. Ia meremas pantat Diva,
pinggulnya, dan buah dadanya.
Baik susi malam ini kamu ikut Mak Dayem, kata Mak Dayem”
nanti Mak Dayem ajari cara menggaet laki-laki” lanjutnya sambil
berbisik (Telembuk,2017:41).

2.3.5 Tahap Penyelesaian


Penyelesaian pada novel telembuk yaitu ketika Safitri
kemba ke Desa Cikedung untuk melihat keadaan orang tuanya yang
dikabari oleh teman dekatnya yaitu Gova, namun saat ini
keadaannya sudah berbeda. Sukirman selaku ayah Safitri sudah
meninggal dunia dan Ibunya bernama Saritem sedang sakit-sakitan.
Dalam kutipan berikut.
Kedatangan Safitri ke Cikedung membuat beberapa
orang mulai bertanya-tanya. Kemanakah Safitri pergi
selama ini? Sebab di antara mereka tak ada yang tahu
kalau Safitri adalah Diva Fiesta yang beberapa kali
namanya disebut-sebut dalam obrolan mereka
(Telembuk,2017:188).
Dengan mata yang masih sembab, Safitri berjalan
menuju rumah yang sekian tahun menyimpan masa silam
yang lebam di hatinya. Masa kecilnya, masa remajanya,
juga ketika ia mengenal cinta dengan seorang laki-laki
(Telembuk,2017:179).

16
2.4 Tokoh dan Penokohan
Unsur intrinsik dari prosa fiksi yang lain adalah penokohan atau
perwatakan. Nurgiyantoro (2005:165) mengatakan bahwa penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas mengenai seseorang yang ditampilkan dalam
sebuah cerita. Waluyo (2002:165) menyatakan bahwa istilah penokohan berarti
cara pengarang menampilkan tokoh-tokohnya, jenis-jenis tokoh, dan bagaimana
pengarang menggambarkan watak tokoh-tokoh itu.
Tokoh cerita biasanya mengemban suatu perwatakan tertentu yang diberi
bentuk dan isi oleh pengarang. Perwatakan (karakterisasi) dapat diperoleh dengan
memberi gambaran mengenai tindak tanduk, ucapan atau sejalan tidaknya antara
yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Nurgiyantoro (2005:176) mengatakan
bahwa dalam sebuah cerita, masing-masing tokoh memiliki peranan yang berbeda.
Dilihat dari tingkat peranan atau kepentingan tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu
1) Tokoh utama, yaitu tokoh yang ditampilkan terus menerus atau palinng
sering diceritakan, dan
2) Tokoh tambahan, yaitu tokoh yang dimunculkan sekali atau beberapa kali
saja dalam sebuah cerita.
Pembangunan konflik cerita dibedakan menjadi tokoh Antagonis dan
Protagonis. Tokoh Antagonis yaitu tokoh berperan dalam watak jahat dan biasanya
tokoh antagonis selalu ingin menjadi pemenang. Tokoh Protagonis yaitu tokoh
yang mempunya sifat atau karakter baik dan selalu mengalah, oleh sebab itu tokoh
protagonis selalu mendapatkan simpatik dari pembacanya.
Tokoh-tokoh dalam Novel Telembuk karya Kedung Darma romansha
yaitu terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama dalam Novel
Telembuk adalah Safitri atau Diva Fiesta. Sedangkan, tokoh tambahan dalam
Novel Telembuk antara lain: Saritem, Sukirman, Mukimin, Haji Nasir, Ustadz
Musthafa, Haji Darmawan, Abah Somad, Kiai Sadali, Kaji Warta, Sondak, Govar,
Kriting, Casta, Carta, Mak Dayem, Mang Alek, Kartam, Beki, Mang Kaslan, Aan,
Wartiah, Suti, Surip, Bagus, Zaki, Mang Rasta, Mang Daslim, Mang Dasa, Wasta,
Umi, Sini, dan Pitri.

17
2.4.1 Tokoh Utama
Safitri yang mengubah namanya menjadi Diva Fiesta, yang
biasa dipanggil Diva fiesta artis organ dangdut pimpinan Mang
Dasa, yang memiliki perwatakan yang baik, pemberani, gigih dan
sabar, tabah meskipun terkadang suka emosional, karena keadaan
yang membuat pemikiran mang Dasa liar hingga mempunyai
perwatakan yang keras. Dalam novel Telembuk ini Safitri berperan
Protagonis.
Seperti kutipan berikut.
“Tahu apa mereka tentang aku? Kenapa semuua orang
merasa bahwa membicarakan nasibku? Merasa paling tahu
tentang nasibku. Aku beritahu, akulah yang paling tahu
tentang nasibku. Jadi siapa pun tidak berhak merasa paling
tahu tentang jalan hidupku”.
“memang kirik. Ini semua hanya karena malam keparat
itu. Dan gara-gara malam keparat itu pula orang-orang
menganggapku perempuan stres. Bagaimana seorang
perempuan yang awalnya menyanyi kasidah lalu tiba-tiba
menjadi penyanyi dangdut dengan goyangan kesetanan di atas
panggung. Ini gila. Ya, aku memang gila”
(Telembuk,2017:191)
“Aku butuh orang di sampingku. Aku memang terlihat
sebagai seorang perempuan yang tegar. Tapi sebenarnya aku
amatlah lemah. Itulah kenapa aku membutuhkan orang di
sampingku. Karena aku tidak bisa bicara dengan diri sendiri.
Mungkin bisa. Tapi itu tidak memuaskanku. Seperti ada yang
kurang dalam hatiku” (Telembuk,2017:194)

2.4.2 Tokoh Tambahan


1) Saritem (Tritagonis)
Saritem merupakan ibu Safitri yang memiliki perwatakan yang
keras, walaupun berwatak keras ibu safitri sangat sayang

18
kepada anaknya, mereka yang membela Safitri mati-matian
ketika Safitri dihujat dan tidak diterima oleh Haji Nasir
terutama masyarakat desa Cikedung karena latar belakang ia,
dan karena kejadian malam keparat itu yang mengakibatkan
Safitri hamil dan hancur, baik kehormatannya yang rusak,
nama baiknya, serta masa depannya. Dalam kutipan berikut
Menurut tetangganya, ia seringkali menceritakan
tentang Safitri. Ia merasa berdosa karena terlalu banyak
mencampuri urusan anaknya. Sebenarnya juga ia
melakukan itu untuk kebaikan Safitri. “Apa aku salah?”
tanya suatu ketika. “tidak, tidak salah,Yu” jawab
tetangganya berusaha menenangkan. Mata Saritem
menerawang jauh. Kemudian ia bercerita lagi. Saritem
tidak percaya kalau Safitri melakukan hubungan badan
dengan seorang laki-laki dengan disengaja. Ia sangat
tidak percaya.”aku kenal betul dengan sifat anakku, tidak
mungkin ia melakukan itu”. Katanya
(Telembuk,2017:185)
2) Sukirman
Sukirman merupakan ayah Safitri yang suka mabuk-mabukan, judi,
dan nelembuk. Walau begitu, Sukirman peduli kepada Safitri,
anaknya. Berikut kutipannya.
“Kirik!Bajingan tengik! Prang! Satu botol minuman
oecah. Sukirman mengamuk. Orang-orang berada di situ
terdiam Sondak dengan cepat memeluk tubuh Sukirman
dan berusaha menangkannya (Telembuk,2017:171).

3) Mukimin (Protagonis)
Perwatakan pada tokoh Mukimin ini lebih kepada sosok seorang
laki-laki yang pada dasarnya baik, setia, meski pada hakikatnya ia
suka labil dan masih bersifat ke kanak-kanakan. Namun, Mukimin
merupakan lelaki yang bertanggung jawab. Dalam kutipan berikut.
“Sejak dulu aku tak dapat melupakan Safitri, karena
bagiku dia perempuan istimewa, sangat istimewa. Tapi saat
itu orang-orang menganggap cintaku seperti anak-anak.

19
Cinta monyet. Sempat aku berpikir mungkin mereka benar,
tapi lambat lau aku meyakini bahwa rasa cintaku pada
Safitri tak main-main setelah lebih dari satu tahun aku tak
bisa melupakannya”.
“Saat itu aku tak bisa menolak keinginan bapakku lebih
tepatnya paksaan untuk pesantren di Cirebon. Orang tuaku,
terutama bapakku, saat itu seperti menyudutkanku dan
menyalahkanku mentah-entah. Sungguh bajingan! Apa ada
yang salah dengan diriku karena mencintai Safitri?”
(Telembuk,2017:299).
4) Mak Dayem (Protagonis)
Mak Dayem dan Mang Alek yang memiliki perwatakan yang baik
dan perhatian serta keibu-ibuan, meski terkadang ia bersifat arogan
namun ia juga sangat peduli antar sesama dan membela kebenaran,
apalagi Mak Dayem yang sudah menganggao Safitri atau Diva
seperti layaknya anak sendiri. Begitupun dengan Mang Alek, ia
sudah menganggap Diva seperti saudara kandungnya lebih
tepatnya seperti adiknya sendiri. Dalam kutipan berikut ini.
“Mak Dayem seperti ingin menghabiskan keluh
kesahya”. Sejak saat itu, rasanya pernikahan seperti
sesuatu yang hambar dan biasa. Maka, setahun kemudian
aku menikah kembali. Sebenarnya waktu itu aku sudah
menjadi telembuk. Aku sudah tidak peduli apa itu cinta.
Yang terpenting adalah suamiku sanggup bertahan hidup
denganku sampai matiku. Aku bertemu dengan suamiku
itu di warung Cilege Indah. Ketika aku mangkal. Dia pikir
aku bukan telembuk. Pikirnya, aku seorang janda cantik
yang membutuhkan suami seperti dirinya”
(Telembuk,2017:75).
5) Mang Alek (Protagonis)
Mang alek merupakan seorang lelaki yang cuek, namun ia lelaki
yang sabar dan bertanggung jawab serta peduli terhadap semua
orang yang ia sayangi. Seperti kutipan berikut
“ke mana?” tanya Mang Alek, kemudian ia
tersenyum kecil. “pulang”, jawabnya ketus, Diva tambah
jengkel ketika Mang Alek tersenyum melihat ketololannya.

20
Mang Alek tak mencegah kepergian Diva. Tapi
beberapa saat kemudian Diva kembali, “antar aku!”.

6) Haji Nasir (Antagonis)


Haji Nasir mempunyai watak arif, bijaksana serta tegas. Namun,
terkadang masih lemah, ia yang selalu ikhlas mengalah meski ia
mempunyai masa lalu yang kelam dan buruk, namun ia tetap
berusaha untuk memperbaikinya, seperti mencalonkan diri untuk
menjadi Kuwu di desa Cikedung. Seperti kutipan berikut
Haji Nasir mengirim suruhannya untuk menemui
Saritem agar Safitri tidak berhubungan lagi dengan
Mukimin. Tapi kalau kita lihat kembali mengapa haji
Nasir melarang hubungan ilmu kimia dengan Safitri,
lebih tepatnya karena Saritem dan haji Nasir pernah
menjalin hubungan gelap sebelum ia naik haji dan
menjadi seorang kuwu di desanya (Telembuk,2017:11).
7) Pak Darmawan
Pak Darmawan mempunyai perwatakan yang baik, namun
memiliki sifat rakus akan kekuasaan dan gila jabatan terlebih lagi
dengan dorongan teman-temannya yang menyimpang. Akhirnya
demi memenangkan pemilihan Kuwu itu ia menghalalkan semua
cara agar bisa menang dari Haji Nasir. Seperti kutipan berikut
Hampir dua tahun ini pak Darmawan menjadi
Kuwu. Sejak dua tahun belakangan pula sikap pak
Darmawan mulai berubah. Lebih banyak menahan diri
jika ada tanggapan organ tunggal. Dia hanya akan naik
sekali saja dengan membawa uang gepokan puluhan ribu
lalu membuangnya Cuma-Cuma ke tangan penyanyi
dangdut. Jogetnya tidak selepas dulu, sekali lagi, ia lebih
menahan diri untuk menjaga pamornya sebagai Kuwu.
Nongkrong di warung remang-remang sudah ia kurangi
jamnya, begitu juga kebiasaannya nelembuk
(Telembuk,2017:113).
8) Sondak
Sondak memiliki perwatakan yang licik dan tidak dapat dipercaya,
ia jahat dan mempunyai sifat busuk, dalang dari penyebab malam

21
keparat itu. Ia melakukan semua itu hanya untuk mendukung aksi
kampanye Pak Darmawan hingga mati-matian ia halalkan semua
cara. Dalam kutipan berikut
“Aku turut prihatin atas kejadian yang menimpa
anakmu. Juga atas hilangnya anak muda. Aku pikir ini
mesti gara-gara mukimin brengsek itu! Tapi kamu sendiri
aku tidak bisa berbuat apa-apa. Kasihan gadis itu.
Usianya masih terlalu muda”. Ucap Sondak
(Telembuk,2017:171).
9) Carta
Carta merupakan sosok lelaki idaman Safitri, ia baik namun dibalik
kemisterusannya, yang suka memberi harapan palsu. Sebenarnya
Diva pun belum sepenuhnya percaya kalau ia benar-benar
mencintai Diva seutuhnya atau tidak, lebih baik berkata jujur apa
adanya, meski jujur itu sakit. Berikut kutipannya
Carta diam Safitri marah besar. “Bukan itu
soalnya, coba lihat keadaannya, Div. Keadaan kamu dan
aku waktu itu. “Div, dengarkan penjelasan dari ku dulu”.
“Aku manduk,” (Telembuk,2017:221).
10) Mang Kaslan
Mang Kaslan merupakan sosok lelaki yang baik, ia sudah seperti
saudara Safitri atau Diva sendiri, karena menjadi ojeg langganan
Diva, dengan wataknya yang selalu berpikir positif ia tak pernah
memandang sesuatu dengan sebelah mata saja, meskipun terkadang
ia penakut. Seperti kutipan berikut ini
Bagi Mang Kaslan, Safitri seperti saudara sendiri.
Ia tak memandang masa lalunya yang tabu. Mang Kaslan
tahu safitri sempat menjadi slindet. Tapi itu bagi mang
Kaslan tak jadi soal. Bukan urusan pribadi Safitri. Mang
Kaslan juga tak begitu pusing-pusing berpikir penyebab
kenapa Safitri menjadi slindet. Menjadi Telembuk. Di
mata mang kaslan, Safitri adalah sosok perempuan yang
istimewa, dan yang paling membuat maka serentak cup
adalah Safitri sama sekali tak pernah mengeluh di
depannya. Sama sekali (Telembuk,2017:227).
11) Aan, Govar, dan Kriting serta dkk

22
Aan, Givarm dan kriting memounyai watak yang keras namun setia
kawan. Aan sosok remaja yang labil namun paham agama. Govar
dan Kriting yang bergajulan seperti Mukimin. Seperti kutipan
berikut
“Safitri? Maaf kalian salah orang”.
“Pulanglah!”
“Siapa Safitri?
Aku bukan Safitri dan tidak kenal Safitri”.
“Fit...”
“Aku bukan Safitri!”
“Kamu mau menghindar terus?”
Air mata Diva mengalir di pipinya yang masih lekat
dengan bedak (Telembuk,2017:93).
“Pulanglah fit...”
“Aku tidak akan pulang. Semuanya bajingan!” kamu tidak
mengerti yang sebenarnya.
“Aku tidak akan pulang. Aku bukan Safitri. Safitri sudah
mati”.
“Kamu lupa dengan orang tuamu?”
“Ibumu sangat membutuhkanmu”.
Govar berbalik diikuti Aan menuju motor kriting. Tapi
selang beberapa langkah, Govar berhenti dan menengok ke
arah Diva. “Kalau kamu butuh aku, kamu bisa datang ke
rumahku”. (Telembuk,2017:94)

2.5 Sudut Pandang


Sudut pandang atau Poin of View merupakan salah satu unsur prosa fiksi
yang digolongkan sebagai sarana cerita. Sudut pandang dalam prosa fiksi
mempersoalkan siapa yang menceritakan, atau dari posisi mana (siapa) peristiwa
dan tindakan itu dilihat. Pada cerita prosa fiksi, posisi prosa fiksi diwakili oleh
pengarang sebagai orang yang berkuasa. Pengarang bertujuan menggambarkan
tentang tokoh, tindakan, latar dan peristiwa yang berbentuk karya fiksi yang akan
disuguhkan kepada pembaca.
Menurut Nurgiyanto (2005:256-271) membagi sudut pandang cerita secara
garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam persona, pesona yang pertama
gaya “aku” dan pesona kedua gaya “dia” atau kombinasi antar keduanya, yaitu:

23
a. Sudut pandang Pesona Pertama “aku”
Penceritaan dengan mengunakan sudut pandang “aku”, berarti
pengarang terlibat dalam cerita secara langsung. Pengarang adalah
tokoh yang menceritakan peristiwa yang dialami, dirasakan, serta sikap
pengarang (tokoh) lain kepada pembaca.
b. Sudut pandang pesona Ketiga “dia”
Narator dalam sudut pandang ini adalah seorang di luar cerita yang
menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, kata
gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya tokoh
utama terus menerus disebut dan sebagai variasinya dipergunakan kata
ganti. Penggunaan kata ganti tersebut dimaksudkan untuk
mempermudah pembaca mengenali siapa tokoh yang diceritakan.
c. Sudut pandang Campuran
Jika dalam cerita digunakan model “aku” dan “dia” maka dia
menggunakan sudut pandang campuran. Hal ini tersebut bergantung
pada kreativitas pengarang bagaimana memafaatkan berbagai teknik
yang ada untuk mencapai efektivitas yang ideal.
Sudut pandang (point of view) dalam novel telembuk karya Kedung Darma
Romansha ini menggunakan sudut pandang persona pertama atau orang pertama
“aku” dalam penceritaannya. Disini aku yang menceritakan ialah tokoh utamanya
yaitu Safitri atau Diva Fiesta. Meskipun penulis ada di sudut pandang orang ke
dua ataupun ketiga, menjadi salah satu tokoh yang mendorong jalannya alur yang
ada di novel telembuk ini, penulis berlaku sebagai Aan si bovah muda yang kuliah
di Yogyakarta, namun ia diam-diam ternyata sangat gemar mencari organ dangdut
kemana pun ia berada terutama memperhatikan sang idola yaitu Safitri, yang
menyamar menjadi Diva Fiesta sang penyanyi orkes dangdut terbeken saat itu.
Sampai-sampi ia dibanjiri job dan laku keras. Hal tersebut seperti yang ada di
dalam kutipan novel telembuk berikut ini

24
Bagaimana rasanya jika seseorang dianggap sampah?
Dipermalukan banyak orang. Bahkan waktu itu tidak ada satu orangpun
yang mau mengulurkan tangannya untuk ku. Semua orang
menyalahkanku, aku tidak tahu siapa yang mesti aku salahkan.
Gara-gara peristiwa malam itu, separuh hidupku dihabiskan untuk
urusan panggung dan ranjang. Tidak masalah, aku sangat menikmatinya.
Aku tidak menyesal sama sekali. Apa yang aku sesalkan? Aku tidak
menjual yang bukan milikku. Setidaknya masih ada yang bisa aku jual
dari diriku. Tapi mereka, lihatlah mereka! Nafsu hanya selesai di ranjang.
Budak benar-benar seorang budak. Mereka salah satu sebab mengapa
aku speperti ini. Mereka menganggaoku sampah, tapi mereka memakai
sampai itu. Lalu apa bedanya dia denganku? Dan kirik! Ini semua gara-
gara malam terkutuk itu! (Telembuk,2017:278).

2.6 Gaya Bahasa


Unsur utama dalam sebuah karya sastra adalah bahasa. Pertama, bahasa
baik lisan maupun tulisan adalah alat untuk memisahkan sekaligus menunjukkan
keumuman, lepas, dari unsur-unsur yang membangunnya. Kedua, keseluruhan
kehidupan ini adalah bahasa, dapat diwujudkan dan dipahami melalui bahasa
(Ratna,2008:63-64). Bahasa dalam karya sastra akan menarik bila pengarang
dapat memainkan kata menjadi sesuatu yang indah melalui gaya bahasa. Setiap
pengarang mempunyai gaya bahasa sendiri. Hal ini sesuai dengan sifat dan
kegemaran masing-masing pengarang.
Untuk mendapatkan makna keindahan pebngarang menggunakan gaya
bahasa, menurut Pradopo (2012:62) ada beberapa jenis gaya bahasa, yaitu:
a) Gaya bahasa perbandingan
Gaya bahasa perbandingan atau simile merupakan bahasa kiasan yang
menyamakan satu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata
perbadningan, seperti: bagai, penaka, se dan kata pembanding yang lain.
Perbandingan ini dapat dikatakan bahasa kiasan yang paling sederhana dan
sering digunakan dalam sastra.
b) Gaya bahasa metafora
Gaya bahasa metafora ini bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak
menggunakan kata-kata pembanding, seperti bagai, laksana, seperti dan

25
sebagainya. Metafora ini melihat sesuatu dengan berantaraan benda yang
lain. Metafora menyatakan sesuatu sebagai hal yang sama atau seharga
dengan hal lain, yang sesungguhnya tidak sama.
c) Gaya bahasa perumpamaan
Gaya bahasa perumpamaan adalah perbandingan yang dilanjutkan, atau
diperpanjang yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat
perbandingan lebih lanjut dalam kalimat atau frasa yang berturut-turut.
d) Gaya bahasa personifikasi
Personifikasi merupakan gaya bahasa yang mempersamakan benda dengan
manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir dan sebagainya
seperti manusia. Gaya bahasa personifikasi banyak digunakan oleh penyair
lama sampai saat ini. Gaya bahasa personifiasi membuat hidup lukisan, di
samping itu, memberi kejelasan beberan (uraian) dan bayangan angan
yang konkret.
e) Gaya bahasa metomini
Metomini lebih jarang dijumpai pemakaiannya dibanding dengan gaya
bahasa metafora, perbandingan, personifikasi, dan sebagainya, menotminia
dalam bahasa Indonesia sering berupa penggunaan sebuah atribut, sebuah
objek, atau penggunaan sesuatu yang lebih dekat berhubungan dengannya
untuk mengganti objek tertentu.
f) Gaya bahasa sinekdoki
Sinekdoki adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang
penting suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri. Bentuk gaya
bahasa ini ada dua macam yaitu Pars Potato (sebagian untuk keseluruhan)
dan totem pro porte (keseluruhan untuk sebagian).
g) Gaya bahasa alegori
Merupakan cerita kiasan ataupun lukisan kiasan. Cerita kiasan itu
mengiaskan hal lain atau kejadian lain. Alegori ini banyak dijumpai pada
sajak-sajak pujangga baru.

26
Gaya bahasa yang terdapat dalam novel telembuk karya Kedung Darma
Romansha adalah menggunakan bahasa natural atau menggunakan bahasa yang
digunakan sehari-hari, dan sebagai berikut:
1) Majas Simile atau Perbandingan
Safitri membandingkannya dengan sampah, dalam kutipan berikut
Mereka menganggapku sampah tapi mereka memakai sampah
itu, memakan sampah itu. Kalau apa bedanya dia denganku? Dan
kirik! Dan ini gara-gara malam terkutuk itu...
(Telembuk,2017:379)
... mulai dari pengusaha, tuan tanah, pegawai oemerintaham,
sampai anak muda bau kencur. Semua ada yang punya
(Telembuk,2017:55).
2) Majas Metafora
Yang memiliki suatu maksud, dalam kutipan berikut
Karena keahlian Diva dan mulut Mak Dayem yang Licin
akhirnya Diva mulai dikenal oleh beberapa boskit kampung
setempat. (Telembuk,2017:56)
3) Majas Personifkasi
Dalam kutipan berikut
“Ini bukan zamannya Siti Nurbaya lagi, bung! Tapi kalau kita
lihat kembali mengapa... (Telembuk,2017:11)

2.7 Kajian Sastra Feminisme dalam Novel Telembuk karya Kedung Darma
Romansha
Sebuah kritik sastra feminis membantu membangun studi gender yang
dipresentasikan di dalam karya sastra (Goodman melalui Sofia dan
Sugihastuti,2003:32). Feminis berasal dari kata femme (woman), perempuan
(tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan
(jamak) sebagai kelas sosial. Tujuan feminis adalah keseimbangan atau interaksi
gender. Feminis dalam pengertian yang luas adalah gerakan kaum perempuan
untuk menolak segala sesuatu yang diimajinasikan, di subordinasikan, dan di
rendahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi
maupun kehidupan sosial pada umumnya (Ratna,2004:184). feminisme secara

27
umum berarti ideologi pembahasan perempuan karena ada keyakinan perempuan
mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya.
Kritik sastra feminis ini melibatkan wanita khususnya kaum feminis
sebagai pembaca. Adapun yang menjadi pusat perhatian dalam oenelitiannya
adalah citra dan stereotipe wanita dalam karya sastra. Selain itu juga, meneliti
kesalahpahaman mengenai wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering
ditiadakan bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra.
Berikut kajian feminisme yang terdapat dalam Novel Telembuk karya
Kedung Darma Romansha:
1) Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik yang dialami oleh Safitri, dalam kutipan berikut ini
Safitri, yang tiba-tiba dibungkam dari belakang oleh
segerombolan para lelaki yang berjumlah tiga orang. Iya membabi
buta tangan Safitri menjambak rambut orang yang tengah
membungkam dari belakang sesaat orang itu melepas bungkamnya
Safitri mendorongnya dengan kuat-kuat dan orang tersebut hampir
saja terjatuh. Tak lama kemudian Safitri melepaskan celana
dalamnya. “Ayo! Kalian mau ini?” Safitri duduk mengangkang,
memeperlihatkan kemaluannya. “kenapa diam? Bajingan! Kirik!”
ketiga laki-laki itu diam....
... ia tarik tas itu dengan paksa lalu didorongnya Safitri dengan
kasar. Tubuh safitri tersungkur ke depan. Safitri tak sadarkan diri
(Telembuk,2017:133).
2) Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual yang dilakukan dengan pemaksaan hubungan seksual
melalui ancaaman Intimidasi atau paksaan secara fisik, memaksa
hubungan seksual yang tidak diinginkan atau memaksa hubungan dengan
orang lain. Kekerasan seksual yang dirasakan langsung oleh tokoh utama
dalam novel telembuk yaitu Safitri yang dirampas paksa harga dirinya oleh
orang yang tidak bertanggung jawab, lantaran kejadian yang terjadi pada
malam keparat itu. Kekerasan seksual yang dialami Safitri berupa
pemerkosaan, berikut kutipannya
“Aku mencoba mengingat siapa lelaki itu. Tidak bukan dia
orangnya. Tidak mungkin. Aku berusaha lari dari kejaran sesosok

28
wajah gelap yang selama ini mengintai. Aku tutup wajahku rapat-
raoat aku mencoba mengingat-ingat tapi tak bisa malam itu aku
seperti dibius. Dengan gusar aku coba memberontak. Tanganku
terus bergerak-gerak dengan berat, berusaha meraih benda entah
apa di kanan-kiriku. Tapi tak bisa dengan cepat tangan si lelaki
mulai mencengkram kedua tanganku. Nafas lelaki itu bagai anjing
yang lapar. Bau debu basah, keringat, parfum murahan, tahi tikus,
menguar di kamar itu. Selangkanganku sakit, tubuhku ngilu, dan
nafasku sesak. .... di dalam keterberdayaan itu, aku teringat wajah
kedua orang tuaku”. (Telembuk,2017:370-380).
3) Kekerasan Psikologi
Kekerasan psikologi merupakan setiap perbuatan atau ucapan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak dan rasa tidak berdaya pada seseorang.
Kekerasan psikologi memang tidak meninggalkan bekas sebagaimana
kekerasan fisik, tetapi berkaitan dengan harga diri perempuan,
penyelewengan, kesehatan mental. Dalam novel telembuk ini adanya
penyelewengan tutur kata yang tidak menyenangkan. Dalam kutipan
berikut
“Aku buka perutku dihadapan semua orang dan aku teriak kalau
aku memang hamil. Pasti kalian ingin tahu siapa yang
menghamiliku, kenapa kalian harus tahu? Sepenting itukah aku
bagi kalian? Lalu ketika kalian tahu siapa yang menghamiliku,
kalia akan merasa puas? Hidup ini Cuma berisi celotehan orang.
Mulut-mulut genit dan cerewet akan menghiasi sepanjang hidup
kalian”.
“Dengan mulut kalian, kalian bisa mengubah nasib seseorang
jauh lebih buruk. Itulah mulut..... kalian lupa denganku? Aku
Safitri anak Telembuk dengan seorang bapak bajingan yang suka
mabuk dan doyan Telembuk. Itulah aku”. (Telembuk,2017:192-
193).

29
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Unsur intrinsik adalah unsur faktual yang langsung dapat ditemukan
pembaca dari sebuah teks sastra yang dibacanya. Unsur intrinsik yang dimaksud
berupa tema, latar, alur, tokoh dan penokohan, sudut pandang, dan gaya bahasa.
Unsur intrinsik yang terdapat dalam Novel Telembuk karya Kedung darma
Romansha sebagai berikut:
1) Tema: tema utama mengenai perlawanan perempuan terhadap
ketidakadilan dan kekerasan gender. Tema tambahan lebih banyak
mengangkat persoalan cinta, perebutan kekuasaan, dan kesenjangan sosial.
2) Latar dibagi menjadi tiga yakni latar tempat; di Rumah Diva, Desa
Cikedung, Pasar Cikedung, Warung remang-remang, Cilege Indah, Desa
Tumaritis. Latar Waktu menggunakan latar waktu Pagi, Sore, Siang,
Malam hari, dan pukul 1.00. Latar Sosial yaitu Upacara Munjung, Sedekah
bumi, Mapag sri, dan Ritual pengasihan.
3) Alur atau plot: tahap penyituasian, tahap pemunculan konflik, tahap
peningkatan konflik, tahap klimaks, tahap penyelesaian.
4) Tokoh dan Penokohan: tokoh utama yaitu Safitri atau Diva Festa,
sedangkan tokoh Tambahannya ialah Saritem, Sukirman, Mukimin, Haji
Nasir, Ustadz Musthafa, Haji Darmawan, Abah Somad, Kiai Sadali, Kaji
Warta, Sondak, Govar, Kritik, Casta, Carta, Mak Dayem, Mang Alek,
Kartam, Beki, Mang Kaslan, Aan, Wartiah, Suti, Urip, Bagus, Zaki, Mang
Rasta, Mang Daslim, Mang dasa, Wasta, Umi, Sini, dan Pitri.
5) Sudut Pandang menggunakan sudut pandang persona pertama atau orang
pertama “aku”.
6) Gaya Bahasa menggunakan majas perbandingan. Metafora, dan
personifikasi.
Kajian feminisme pada Novel Telembuk karya Kedung Darma Romansha
yaitu melibatkan kekerasan fisik yang dialami oleh Safitri; Kekerasan Seksual

30
yang dilakukan degan pemaksaan hubungan seksual melalui ancaman dan
intimidasi yang tidak diinginkan; kekerasan psikologi melalui adanya
penyelewengan tutur kata yang tidak menyenangkan.

3.2 Saran
Semoga apa yang dipaparkan dalam makalah ini dapat menjadi
pengetahuan untuk pembaca. Bagi penulis diharapkan lebih mempersiapkan diri
dalm proses pengambilan maupun penyusunan data mengenai analisis Novel
Telembuk karya Kedung Darma Romansha.

31
DAFTAR PUSTAKA

Romansha, Kedung Darma, 2017. Telembuk. Yogyakarta: Indie Book Corner.


Satinem. 2019. Apresiasi Prosa Fiksi: Teori, Metode, dan Penerapannya.
Yogyakarta: Deepublish.
Rukayah. 2023. Konsep dan Pendekatan Kajian Prosa Fiksi. Sumatera Barat: PT
Mafy Media Literasi Indonesia.
Muftihaturrahmah. 2023. Kesetaraan Gender di Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
CV Ananta Vidya.
Andri. 2017. Pengkajian Prosa Fiksi (Edisi Revisi). Yogyakarta: Penerbit
Garudhawaca.
Burhan. 2018. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Sofia. 2009. Aplikasi Kritik Sastra Feminisme Perempuan dalam Karya-karya.


Yogyakarta: Citra Pustaka.
Alfian. 2016. Pengantar Gender dan Feminisme Pemahaman Awal Kritik Sastra
Feminisme. Yogyakarta: Garudhawaca.
Munaris. 2023. Unsur Pembangun Prosa. Yogyakarta: Selat Media Patners.

32

Anda mungkin juga menyukai