Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENDEKATAN HISTORIS

CERITA PENDEK “CLARA” KARYA SENO GUMIRA AJI DARMA

Diajukan untuk tugas mata kuliah Apresiasi Prosa Fiksi

Dosen Pengampu : Masrurih,M.Hum.

Oleh :

Kanijah 2288201080

Semester 3 Kelas C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

NAHDLATUL ULAMA INDRAMAYU

2023
KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa, tanpa Rahmat dan Ridho-Nya penulis tidak bisa menyelesaikan
Makalah ini dengan tepat waktu. Tujuan penulisan Makalah ini untuk
memberikan wawasan mengenai Analisis Cerita pendek berjudul “Clara” Karya
Seno Gumira Aji dengan Pendekatan Historis.

Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Masrurih,M.Hum.


selalu Dosen Pengampu mata kuliah Apresiasi Puisi yang telah membimbing
dalam pengerjaan tugas makalah ini. Penulis harap pembaca mendapatkan
wawasan mengenai Analisis Cerita pendek berjudul “Clara” Karya Seno Gumira
Aji dengan Pendekatan Historis.

Penulis sadar di dalam pembuatan makalah ini terdapat beberapa


kesalahan maupun kekurangan, untuk itu penulis harap adanya kritik dan saran
yang membangun dari pembaca, teman, maupun Dosen, demi tercapainya
makalah yang baik dan benar. Penulis harap makalah ini dapat memberi informasi
yang berguna bagi pembaca.

Indramayu, 30 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................i

Daftar isi .....................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan..........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................1

1.3 Tujuan................................................................................................1

Bab II Pembahasan.........................................................................................2

2.1 Definisi Cerita Pendek.......................................................................2

2.2 Pendekatan Historis Cerpen “Clara”.................................................3

Bab III Penutup.............................................................................................11

3.1 Simpulan..........................................................................................11

3.2 Saran................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karya sastra tidak dapat dilihat hanya sebagai suatu sitem norma saja,
karena karya sastra merupakan suatu sitem yang terdiri dari struktur, seperti tema,
tokoh, alur, latar, amanat, sudut pandang, dan gaya bahasa yang saling
berhubungan. Dengan demikian, menganalisis karya sastra secara mendetail
haruslah melihat struktur dari karya tersebut (Teeuw.1984:135).
Karya sastra tidak dilahirkan dalam kekosongan. Adanya realitas sosial
yang berada di sekitar pengarang menjadi bahan dalam menciptakan karya sastra
sehingga memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan pengarang maupun
dengan masyarakat yang ada di sekitar pengarang (Endraswara.2011:77).
Sementara itu Lukaes menambahkan bahwa, sebuah cerita pendek dan Novel
tidak hanya mencerminkan realitas melainkan lebih dari itu memberikan kepada
kita sebuah refleksi realitas yang lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih
dinamik yang melampaui pemahaman umum (dalam Endraswara.2011:89).
Dalam makalah ini, penulis mengambil analisis cerita pendek berjudul
“Clara” Karya Seno Gumira Aji Darma dengan pendekatan Historis dan struktur
cerita pendek yang terkandung dalam cerita pendek “Clara” Karya Seno Gumira
Aji Darma.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Jelaskan Definisi Cerita pendek ?
1.2.2 Jelaskan Pendekatan Historis pada Cerpen “Clara” Karya Seno Gumira
Aji Darma!
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui Pengertian Cerita Pendek.
1.3.2 Mengetahui Pendekatan historis yang terdapat dalam cerpen “clara”
karya Seno Gumira Aji Darma.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Cerita Pendek

Cerita pendek adalah karangan sastra pendek yang berbentuk prosa. dalam
cerita pendek dipisahkan dengan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh
pertikaian, konflik, ataupun peristiwa yang mengharukan maupun menyenangkan,
dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cerita pendek merupakan suatu


bentuk karya prosa naratif fiksi. Cerita pendek cenderung padat dan langsung
pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novelet
yang lebih panjang dari novel dan novel. Cerita-cerita pendek yang sukses
mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokh, plot, tema, bahasa, dan
pengalaman bagi pembaca secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih
panjang dan ceritanya bisa dalam berbagai hal.

Cerita pendek apabila diuraikan menurut kata yang membentuknya


berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cerita yang diartikan sebagai
tuturan yang membentang bagaimana terjadinya suatu hal, sedangkan pendek
berarti kisah pendek atau kurang dari 10.000 kata dan memberikan kesan tunggal
yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam situasi atau suatu
ketika.

Menurut Naning Pranoto (2015:4), cerita pendek atau cerpen adalah cerita
yang ditulis pendek. Seberapa pendekkah ? Panjang atau pendek itu relatif.
Selanjutnya, dikatakan bahwa patokan yang dipakai untuk panjang atau pendek
sebuah cerpen adalah yang sudah umum berlaku. Sebagai patokan atau pedoman
umum, Pranoto mengatakan 2000 kata sampai dengan 10.000 kata.

Dari definisi beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa cerita


pendek atau cerpen adalah karya fiksi pendek yang hanya menceritakan suatu sisi
kehidupan tokoh cerita yang dikemas dengan plot atau alur cerita yang menarik.
2.2 Pendekatan Historis Cerpen “Clara” Karya Seno Gumira Aji Darma

Istilah sastra, yakni historisme, historis, dan historiografi sekilas memiliki


makna yang sama. Namun, ketiga istilah sastra tersebut sebenarnya berbeda.
Istilah historisme mengacu pada teori yang menyatakan bahwa ide, norma,
maupun perkembangan peristiwa dapat diterangkan dengan hukum perkembangan
historis. Teori tersebut berkembang pada abad ke-19 dan memengaruhi sastra
maupun kajian sastra. Aliran romantik sangat berkepentingan dengan kajian ini
karena sebuah karya sastra dari masa lampau hendaknya dinilai menurut norma-
norma yang berlaku pada masa itu.

Istilah historis mengacu pada cerita pendek yang mengambil bahan-bahan


dari sejarah, baik tokoh maupun masa kejadian serta bahan lainnya. Pengambilan
suasana dan tokoh-tokoh masa silam bertujuan untuk menampilkan kenyataan
pada waktu itu dan membawanya kepada pembaca pada masa kini. Bahan karya
historis ini diambil dari penelitian sejarah, kemudian diolah dengan analisis sesuai
dengan zaman dan masa waktunya, dan ditafsirkan menurut daya imajinasi sang
pengarang. Karya historis ini meliputi tiga tipe, yaitu (1) pengarang hanya
mengolah data yang sudah pasti, (2) pengarang menafsirkan data itu, dan (3) fakta
sejarah hanya berfungsi sebagai kerangka atau latar belakang.

Istilah historiografi merupakan penulisan sejarah umat manusia dari segi


politik, ekonomi, adat istiadat, kehidupan rohani, sosial, dan lain sebagainya.
Awalnya historiografi ini merupakan cabang ilmu sejarah. Namun, pengarang
dapat menjadikan pelukisannya itu menjadi suatu karya sastra yang sangat hidup
sehingga dapat dibaca sebagai sebuah roman. Pada zaman klasik Yunani dan
Romawi historiografi dianggap sebagai seni prosa.

Link membaca Cerpen Clara : https://pdfcoffee.com/cerpen-clara-atawa-wanita-yang-pdf-free.html

Cerpen Clara atawa Wanita Yang Diperkosa, penulis Seno Gumira Aji
Darma memadukan pengalamannya dan imajinasinya yang dituangkan kedalam
sebuah cerpen dengan bahasa yang sederhana. Dalam cerita tersebut tergambar
bagaimana orang-orang “pribumi” memperlakukan orang keturunan china.
Bagaimana dengan sadis dan biadabnya orang pribumi mendzolimi orang lain,
padahal mereka berpijak di atas wilayah dan daerah yang sama. Salah satunya
pada kutipan :

Api sudah berkobar di mana-mana ketika mobil BMW saya melaju di


jalan tol. Saya menerima telepon dari rumah. “Jangan Pulang”, kata
Mama. Dia bilang kompleks perumahan sudah dikepung, rumah-rumah
tetangga sudah dijarah dan dibakar.

Saya mengambil HP saya, dan saya dengar pesan Papa “kalau kamu
dengar pesan ini, mudah-mudahan kamu sudah sampai di Hong Kong,
Sydney, atau paling tidak Songapore. Tabahkanlah hatimu Clara. Kedua
adikmu, Monica dan Shinta, telah dilempar ke dalam api setelah
diperkosa. Mama juga diperkosa, lantas bunuh diri, melompat dari lantai
empat. Barangkali Papa akan Menyusul juga. Papa tidak tahu apakah
hidup ini masih berguna. Rasanya Papa ingin mati saja.

Cerita ini seolah mengingatkan kita pada tragedi yang telah berlalu.
Bagaimana orang-orang pribumi selalu mempermasalahkan kehadiran keturunan
china. Sejarah etnis china di indonesia selalu diwarnai peristiwa kekerasa,
diskriminasi sampai kekerasan fisik. Hampir setiap pergantian periode di
Indonesia etnis China menjadi korban kekerasan dalam sentimen anti-China.
Misal peristiwa pembantaian di Muara Angke masa VOC yang menelan korban
lebih dari 10.000 orang China yang dibantai atas perintah pemerintah VOC.
Kerusuhan Maret 1942, peristiwa September 1965, dan terutama kerusuhan 13-15
Mei 1998 di Jakarta dan beberapa kota lainnya. Peristiwa-peristiwa itu merupakan
contoh malapetaka terbesar yang dialami oleh keturunan China di Indonesia
setelah kemerdekaan.

Sebenarnya, jika kita cermati, kerusuhan Mei 1998 telah dimulai sejak 2
Mei 1998 di Medan, Sumatera Utara. Saat itu, terjadi demonstrasi mahasiswa
yang berakhir bentrokan. Peristiwa ini kemudian berlanjut hingga tanggal 4,
sekelompok pemuda melakukan pembakaran di beberapa titik atau daerah di
Medan. Massa yang berada di sekitarnya terpancing untuk melakukan perusakan
beberapa bangunan dan menyerang aparat keamanan. Saat itu, sentimen anti polisi
berkembang sehingga beberapa kantor dan pos polisi menjadi sasaran amuk
massa. Mahasiswa berusaha mengendalikan situasi namun gagal karena telah
diamuk massa yang telah meluas.

Setelah peristiwa Trisakti terjadi, Jakarta menjadi kota yang mencekam.


Jauh hari sebelumnya, isu bahwa akan terjadi kerusuhan besar sudah santer di
kampung-kampung. Demikian halnya dengan isu yang berbau anti china mulai
terdengar beberapa minggu sebelumnya, walaupun hanya dari mulut ke mulut.
Isu-isu tersebut disebarkan oleh orang yang tidak dikenal dan bukan berasal dari
kampung tersebut.

Keesokan hari setelah terjadinya penembakan terhadap mahsiswa di


Trisakti, bilangan Slipi mulai “panas” dengan aksi yang dilakukan oleh massa
yang tidak dikenal. Mereka mulai melakukan pelemparan dan pembakaran ban di
jalan. Aksi yang serupa terjadi dibeberapa daerah dalam waktu yang serempak.
Cipulir, Salemba, Jatinegara, Klender, Tangerang, Cikini, Slipi, Pasar Minggu dan
Tanah Abang mulai terjadi pelemparan yang dilakukan oleh sekelmpok remaja
berpakaian sekolah.

Menurut data dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK) dan diperkuat
hasil penyelidikan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), kelompok tersebut
sangat sulit diidentifikasi namun mempunyai banyak kesamaan, yaitu: a)
Berpakaian seragam sekolah, b) berbadan tegap, rambut cepak, memakai sepatu
boot (militer) dengan wajah sangar, c) mempersiapkan berbagai perlengkapan
kerusuhan seperti; batu, cairan pembakar dan alat pembakar, mereka di tempatkan
dengan menggunakan alat transportasi seperti truk dan kendaraan bermotor
lainnya.

Pola kerusuhan yang terjadi adalah setelah melakukan pelemparan, mereka


kemudian melakukan perusakan beberapa toko yang dilanjutkan dengan
melakukan penjarahan sambil berteriak mengajak massa lainnya untuk masuk.
Massa kemudian ikut melakukan penjarahan. Beberapa barang yang dikeluarkan
kemudian dibakar oleh sekelompok orang. Setelah massa tersebut mulai masuk,
kelompok yang tadi memulai kemudian mundur dan menghilang. Di beberapa
daerah seperti pasar Minggu dan Klender, pembakaran yang dilakukan oleh
kelompok yang tidak dikenal tersebut dengan menyiramkan bensin dan kemudian
membakarnya.

Aparat keamanan yang sebelumnya “tegas” menindak setiap aksi yang


terjadi, seperti menghilang saat terjadinya peristiwa ini. Konsentrasi aparat
keamanan terlihat di daerah Menteng, Cilangkap dan beberapa wilayah Sudirman.
Terdapat bebrapa fakta yang membuktikkan bahwa terjadinya penarikan pasukan
ke Mabes TNI dan pasukan bantuan dari luar Jakarta tidak langsung diturunkan
untuk mengamankan kota. Kerusuhan ini tampak seperti dibiarkan terjadi tanpa
ada usaha untuk mencegahnya.

Peristiwa ini terus berlangsung hingga tanggal 15, dimana terjadi juga
peristiwa perkosaan dan pelecehan seksual terhadap perempuan yang mayoritas
berasal dari etnis China. Pada Kerusuhan Mei, Tim Relawan untuk Kemanusiaan
(TRK) mencatat korban yang jatuh berjumlah 1.190 orang akibat ter atau dibakar,
27 orang akibat senjata atau dan lainnya, 91 luka-luka. Angka di atas belum
termasuk korban kekerasan seksual di beberapa kota.

Kerusuhan masa yang menyertai jatuhnya rezim Soeharto Mei 1998


membawa akibat buruk tidak hanya pada etnis China, tetapi juga pribumi.
Sentimen anti-china yang bermuara pada kekerasan terhadap etnis China di
Indonesia tidak terlepas dari sentimen sosial dan kesenjangan ekonomi.
Prasangka-prasangka muncul akibat keunggulan kalangan China memberikan
dampak munculnya kecemburuan dan kebencian etnis lain yang pada akhirnya
melahirkan prasangka-prasangka. Gambaran umum mengenai etnis china di
Indonesia yang ada selama ini adalah stigma bahwa golongan china merupakan
ekonomic animal yang bersifat oportunis, tidak memiliki loyalitas politikm dan
hanya memikirkan kepentingan pribadi.
Mitos tentang karakter-karakter orang Indonesia keturunan China sampai
saat ini masih tertanam kuat dalam masyarakat, bahkan mungkin dalam kesadaran
bangsa Indonesia keturunan China itu sendiri. Banyak tekanan terhadap warga
negara etnis China berasal dari prasangka bahwa secara ekonomi mereka kuat,
tidak loyal kepada Indonesia dan bersiap berimigrasi ke Negara manapun yang
menawarkan keuntungan ekonomi kepada mereka.

Lagi pula peristiwa seperti ini dapat mendorong warga non-pribumi untuk
melarikan modalnya ke luar negeri dan lebih parah lagi kalau terjadi eksodus
warga non-pribumi keluar Indonesia. Resikonya, situasi ekonomi makin kacau,
karena sebagian besar kekuatan-kekuatan ekonomi efektif dipegang oleh China.
Kita tidak bisa membayangkan, bagaimana kalau para konglomerat itu dengan
tiba-tiba menghentikan produksi dan melarikan modalnya. Ekonomi makin
ambruk, jika ditinjau dari keadaan Indonesia kala itu

Bagi non-pribumi terutama yang kaya, saya yakin mereka tidak bisa tidur
nyenyak menikmati kekayaanya kalau tetangga sekitarnya miskin. Kemiskinan itu
dengab mudah menyulut isu rasial dan yang menjadi korban terlbih dahulu adalah
warga Non-pribui (kalau ini terjadi biasanya sudah todak pandang bulu apakah
China tersebut kaya atau miskin, Islam atau tidak).
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Cerita pendek atau cerpen adalah karya fiksi pendek yang hanya
menceritakan suatu sisi kehidupan tokoh cerita yang dikemas dengan plot atau
alur cerita yang menarik. Historis mengacu pada cerita pendek yang mengambil
bahan-bahan dari sejarah, baik tokoh maupun masa kejadian serta bahan lainnya.
Pengambilan suasana dan tokoh-tokoh masa silam bertujuan untuk menampilkan
kenyataan pada waktu itu dan membawanya kepada pembaca pada masa kini.
Bahan karya historis ini diambil dari penelitian sejarah, kemudian diolah dengan
analisis sesuai dengan zaman dan masa waktunya, dan ditafsirkan menurut daya
imajinasi sang pengarang. Karya historis ini meliputi tiga tipe, yaitu (1) pengarang
hanya mengolah data yang sudah pasti, (2) pengarang menafsirkan data itu, dan
(3) fakta sejarah hanya berfungsi sebagai kerangka atau latar belakang.

3.2 Saran

Semoga apa yang telah penulis paparkan di atas bermanfaat. Penulis


mengharap kritik dan saran demi memberbaiki makalah ini. Penulis masih dalam
taraf belajar, mohon dimaklumi jika terdapat banyak kesalahan dalam penulisan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Edlwin. Saya dan Saksi Sejarah (Kerusuhan Mei 1998). 10% future, 90% history,
diakses dari http://sebelasipadualabsky.blogspot.com/2011/05/ pada 30
Oktober pukul 22:10

Wayan. 2020. Mengenali dan Menuliskan Ide menjadi Cerpen. Indonesia : Surya
Dewata.

https://balaibahasajateng.kemdikbud.go.id/2014/02/historisme-historis-dan-
historiografi-dalam-cerpen/ pada 30 Oktober pukul 21.39

Anda mungkin juga menyukai