Anda di halaman 1dari 34

CRITICAL BOOK

REVIEW
MK. GENRE SASTRA
PRODI S1 PEND.BHS
INDONESIA

SKOR NILAI:

GENRE SASTRA : DRAMA

Oleh:

Dina Srinitami

Siti Aulia

Fahrun Ardila

Fakhurrozy Kudadiri

Hendy

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
NOVEMBER 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan Critical Book Report untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Genre Sastra”dengan dosen pengampu Fitriani Lubis, S.Pd., M.Pd

Saya menyadari tugas ini masih banyak kekurangan oleh karena itu saya mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk kesempurnaan tugas ini.

Akhir kata saya ucapkan terimakasih, semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan
bagi para pembaca.

           

Medan, November 2018

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar......................................................................................................... 2

Daftar Isi................................................................................................................... 3

BAB I

Pendahuluan

A.Rasioanalisasi pentingnya CBR.......................................................................... 4

B.Tujuan penulisan CBR......................................................................................... 4

C.Manfaat CBR........................................................................................................ 4

D.Identitas Buku...................................................................................................... 5

BAB 2

Ringkasan Isi Buku..................................................................................................6-22

BAB 3

Pembahasan

A. Kelebihan isi buku............................................................................................... 23

B.Kelemahan isi buku.............................................................................................. 23

BAB 4

Penutup

Kesimpulan............................................................................................................... 24

Daftar Pustaka.......................................................................................................... 25

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. RASIONALISASI PENTINGNYA CBR

Sering kali kita bingung memilih buku referensi untuk kita baca dan pahami.Terkadang kita
memilih satu buku,namun kurang memuaskan hati kita.Misalnya dari segi analisis bahasa
,maupun pembahasan yang terdapat didalam buku tersebut. Oleh karena itu, penulis membuat
Critical Book Report ini untuk mempermudah pembaca dalam memilih buku referensi, terkhusus
pada pokok bahasan tentang Pendidikan Kewarganegaraan.

B. TUJUAN PENULISAN CBR

 Penyelesaian tugas : Critical Book Review yang membandingkan beberapa buku


yang akan kita baca.
 Menambah : Pengetahuan dan wawasan mengenai buku yang akan dikritik.
 Meningkatkan : Ketelitian dan pemahaman dari buku yang kita kritik dengan
cara meneliti isi buku lalu meringkas pembahasan buku tersebut.
 Menguatkan : Potensi ataupun keahlian dalam mengkritik isi buku yang kita
baca dan melakukan perbandingan dengan buku lainnya.

C. MANFAAT CBR

Manfaat Critical Book Report yang paling utama adalah mengasah intelektual, Sehingga kita
dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan Buku tersebut. Selain Untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan Membantu mahasiswa/i untuk kritis dan menalar dalam
menganalisis Buku.

4
D. IDENTITAS BUKU YANG DIREVIEW

Buku Utama

1. Judul : Drama: Teori dan Pengajarannya

2. Penulis : Prof. Dr. Herman J. Waluyo

3. Penerbit : PT. Hanindita Graha Widya

4. Kota Terbit : Yogyakarta

5. Tahun Terbit: 2002

6. Tebal : vii + 208 halaman.

Buku Pembanding

1. Judul : Drama: Teori dan Pengajarannya

2. Penulis : Soederi Satoto

3. Penerbit : Ombak

4. Ukuran : 14,5 x 21

5. Halaman : 268

6. Berat : 420 gram

5
BAB III

RINGKASAN ISI BUKU

Drama dan Permasalahannya

Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Drama
berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi.
Drama naskah merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa.
Drama pentas adalah jenis kesenian mandiri, yang merupakan integrasi antara berbagai jenis
kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis, seni kostum, seni rias, dan sebagainya.
Moulton memberikan definisi drama (pentas) sebagai hidup manusia yang dilukiskan
dengan action.

1. Lakon dan Konflik Manusia

Dasar lakon drama adalah konflik manusia. Konflik itu lebih bersifat batin daripada fisik.
Konflik manusia itu sering juga dilukiskan secara fisik. Dalam wayang akan kita saksikan bahwa
klimaks dari konflik batin adalah bentrokan fisik yang diwujudkan dalam perang.
Konflik yang dipaparkan dalam lakon harus mempunyai motif. Motif dari konflik yang
dibangun itu akan mewujudkan kejadian-kejadian. Motif dan kejadian haruslah wajar dan
realistis, artinya benar-benar diambil dari kehidupan manusia.
Motif dalam penulisan lakon merupakan dasar laku dan merupakan keseluruhan rangsang
dinamis yang menjadi lantaran seseorang mengadakan respons. Motif dapat ditimbulkan
berdasarkan hal-hal berikut:

1. Kecenderungan dasar manusia untuk dikenal, untuk memperoleh pengalaman,


ketenangna, kedudukan.
2. Situasi yang melingkupi manusia yang berupa keadaan fisik dan sosialnya.
3. Interaksi sosial yang ditimbulkan akibat hubungan dengan sesama manusia.
4. Watak manusia itu sendiri yang ditentukan oleh keadaan intelektual, emosional,
ekspresif, dan sosiokultural.

6
Motif yang dipilih bergantung pada selera penulis. Penulis menentukan motif itu dari
sumber mana. Lakon, baik sebagai peniru kehidupan, ilusi kehidupan, atau penggambaran
tentang konflik dan masalah kehidupan, selalu dikendalikan dan diatur oleh proses tingkah laku
manusia.

2. Struktur Drama Naskah

1. Plot atau Kerangka Cerita

Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal sampai akhir yang merupakan
jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Konflik itu berkembang karena kontradiksi
pelaku.
Jalinan konflik dalam plot itu biasanya meliputi hal-hal berikut:

1. Protasis atau jalinan awal


2. Epitasio
3. Catarsis
4. Catastrophe (Aristoteles)

2. Penokohan dan Perwatakan

Penokohan erat hubungannyadengan perwatakan. Susunan tokoh (drama personae) adalah


daftar tokoh-tokoh yang berperan dalam drama itu. Watak tokoh akan menjadi nyata terbaca
dalam dialog dan catatan sanping. Jenis dan warna dialog akan menggambarkan watak tokoh itu.
Klasifikasi tokoh :

1. Berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita:

a. Tokoh Protagonis: Tokoh yang mendukung cerita.


b. Tokoh Antagonis: Tokoh penentang cerita.
c. Tokoh Tritagonis: Tokoh pembantu.

2. Berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya:

7
a. Tokoh Sentral: Tokoh-tokoh yang peling menentukan gerak lakon.
b. Tokoh Utama: Tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral.
c. Tokoh Pembantu: Tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam
mata rangkai cerita.

3. Dialog atau Percakapan

Ciri khas suatu drama adalah naskah itu berbentuk percakapan atau dialog. Dalam
menyusun dialog ini pengarang harus benar-benar memperhatikan pembicaraan tokoh-tokoh
dalam kehidupan sehari-hari. Pembicaraan yang ditulis oleh pengarang naskah drama adalah
pembicaraan yang akan diucapkan dan harus pantas untuk diucapkan di atas panggug. Ragam
bahasa dalam dialog tokoh-tokoh drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam
tulis

4. Setting/Landasan/Tempat Kejadian

Setting atau tempat kejadian cerita sering pula disebut latar cerita. Penentuan ini harus
secara cermat, sebab drama naskah harus juga memberikan kemungkinan untuk dipentaskan.
Setting biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu: tempat, ruang, dan waktu.

5. Tema/Nada Dasar Cerita

Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema berhubungan
dengan premis dari drama tersebut yang berhubungan pula dengan nada dasar dari sebuah drama
dan sudut pandang yang dikemukakan oleh pengarangnya. Tema merupakan “struktur dalam”
dari sebuah karya sastra. Tema juga berhubungan sudut pandang pengarang yang memendang
dunia ini, apakah dari segi bahagia, duka, mengejek, mencemooh, harapan, ataukah kehidupan
ini sama sekali tidak bermakna.

6. Amanat/Pesan Pengarang

Amanat yang hendak disampaikan pengarang melalui dramanya harus dicari oleh pembaca
atau penonton. Seorang pengarang drama sadar atau tidak sadar pasti menyampaikan amanat
dalam karyanya itu. Pembaca yang cukup teliti akan dapat menangkap apa yang tersirat dibalik

8
yang tersurat. Amanat sebuah drama akan lebih mudah dihayati penikmat, jika drama itu
dipentaskan. Amanat itu biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan secara praktis.

7. Petunjuk Teknis

Dalam naskah drama diperlukan juga petunjuk teknis, yang sering pula disebut teks
samping. Teks samping ini memberikan petunjuk teknis tentang tokoh, waktu, suasana pentas,
suara, musik, keluar masuknya aktor atau aktis, keras lemahnya dialog, warna suara, perasaan
yang mendasari dialog. Teks samping ini biasanya ditulis dengan tulisan berbeda dari dialog
(misalnya dengan huruf miring atau huruf besar semua).

8. Drama Sebagai Interpretasi Kehidupan

Ulasan tentang drama sebagai interpretasi kehidupan erat hubungannya dengan nada dasar
atau pandangan dasar penulis drama itu. Sebagai interpretasi terhadap kehidupan, drama
mempunyai kekayaan batin yang tiada tara. Kehidupan yang ditiru oleh penulis drama lakon
diberi aksentuasi-aksentuasi sesuai dengan sisi kehidupan mana yang akan ditonjolkan oleh
penulis.

3. Naskah – Pengarang – Pementasan – Penonton

Keunggulan naskah drama adalah pada konflik yang dibangun. Di sisi lain yang harus
diperhatikan yaitu penonton. Meskipun pementasan bermutu, tetapi tidak ada daya apresiasi
penonton tidak sesuai dengan jenis tontonan itu, maka pertunjukan ada kemungkinan gagal
karena penonton tidak mampu menghayati tontonannya sesuai dengan tuntutan tontonan itu.
Ada hubungan timbal balik dan saling menentukan antara pengarang, naskah, pementasan,
dan penonton drama. Dalam drama, M-1 diartikan menghayalkan, M-2 berarti menuliskan, M-3
berarti memainkan, dan M-4 berarti menonton. Dalam hal ini, naskah drama sebenarnya
merupakan model paling utama untuk suatu pementasan drama yang baik, jika dipentaskan oleh
sutradara dan aktor yang baik.

4. Pementasan Drama

9
Pementasan drama merupakan karya kolektif yang dikoordinasikan oleh sutradara, yaitu
pekerja teater yang dengan kecakapan dan keahliannya memimpin aktor-aktris dan pekerja teknis
dalam pementasan. Selain itu ada pula produser yang memberikan biaya pementasan dan
manager yang mengatur pelaksanaan pementasan.
Adapun unsur-unsur pementasan drama adalah sebagai berikut :

1. Aktor dan Casting

Aktor-aktris merupakan pelaksana pementasan yang membawakan ide cerita langsung di


depan publik. Aktor-aktris merupakan tulang punggung pementasan. pemilihan aktor-aktris
biasanya disebut casting.
Ada lima macam casting :

1. Casting By Ability: Adalah pemilihan peran berdasarkan kecakapan atau kemahiran yang
sama atau mendekati peran yang dibawakan.
2. Casting To Type: Adalah pemilihan peran berdasarkan atas kecocokan fisik si pemain.
3. Anti Type Casting: Adalah pemilihan peran berdasarkan watak dan ciri fisik yang
dibawakan
4. Casting To Emotional: Adalah pemilihan peran berdasarkan observasi atau penelitian
kehidupan pribadi calon pemeran.

2. Sutradara

Tugas sutradara yaitu mengkoordinasi segala macam urusan pementasan, sejak latihan
dimulai sampai dengan pementasan selesai. Ada beberapa tipe sutradara, yaitu sebagai berikut :

1. Berdasarkan mempengaruhi jiwa pemain, ada dua macam sutradara:

a. Sutradara Teknikus adalah sutradara yang lebih mementingkan seni luar yang gemerlap.
b. Sutradara Psikolog dramatik adalah sutradara yang lebih mementingkan watak secara
psikologis dan tidakan begitu mementingkan faktor teknis.

2. Berdasarkan cara melatih pemain, ada tiga tipe sutradara:

10
a. Sutradara Interpretator adalah sutradara yang berpegang teguh pada naskah secara kaku.
b. Sutradara Kreator adalah sutradara yang menciptakan variasi baru
c. Gabungan keduanya dipandang paling baik.

3. Berdasarkan cara penyutradaraan, terdapat dua macam cara, yaitu:

a. Cara Diktator adalah seluruh langkah pemain ditentukan sutradara.


b. Cara Laissez Faire adalah aktor dan aktris menjadi pencipta permainan dan peranan
sutradara sebagai supervisor yang membiarkan pemain melakukan proses kreatif.

3. Penata Pentas

Adalah orang yang bertugas untuk menghidupkan peran di atas pentas. Peralatan teknis
tentunya akan sangat membantu. Peralatan-peralatan tersebut nantinya akan meliputi hal-hal
seperti pengaturan pentas, dekorasi, tata lampu, tata busana, dan lain sebagainya.

4. Penata Artistik

Adalah orang yang bertugas untuk mengatur secara artistik yaitu segala hal-hal yang
berkaitan atau berhubungan dengan pementasan drama secara langsung. Berhubugan dengan tata
rias (make up), tata busana (costum), tata lampu (lighting), tata musik dan efek suara (sound and
system).

5. Klasifikasi Drama

1. Tragedi (Drama Duka atau Duka Cerita)

Tragedi atau drama duka adalah drama yang melukiskan kisah sedih uang besar dan agung.
Dengan kisah tentang bencana ini, penulis naskah mengharap agar penontonnya memandang
kehidupan secara optimis. Pengarang secara bervariasi ingin melukiskan keyakinan tentang
ketidaksempurnaan manusia.

11
2. Melodrama

Melodrama adalah lakon yang sangat sentimental, dengan tokoh dan cerita yang
mendebarkan hati dan mengharukan. Tokoh dalam melodrama adalah tokoh yang tidak ternama.
Dalam kehidupan sehari-hari, sebutan melodramatik kepada seseorang seringkali merendahkan
martabat orang tersebut, karena dianggap berperilaku yang melebih-lebihkan perasaannya.

3. Komedi (Drama Ria)

Komedi adalah drama ringan yang sifatnya menghibur dan di dalamnya terdapat dialog
kocak yang bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Drama komedi
ditampilkan tokoh yang tolol, konyol, atau tokoh bijaksana tetapi lucu.

4. Dagelan (farce)

Dagelan disebut juga banyolan. Sering kali jenis drama ini disebut dengan komedi
murahan atau komedi picisan atau komedi ketengan. Dagelan adalah drama kocak dan ringan,
alurnya tersusun berdasarkan arus situasi dan tidak berdasarkan arus situasi, tidak berdasarkan
perkembangan struktur dramatik dan perkembangan cerita sang tokoh.

6. Lebih Lanjut Tentang Jenis dan Konsepsi Tentang Drama/Teater

1. Jenis-jenis Drama

a. Drama Pendidikan
b. Drama Duka (tragedy)
c. Drama Ria (comedy)
d. Drama untuk dibaca (closed drama)
e. Drama Teatrikal (drama untuk dipentaskan)
f. Drama Romatik
g. Drama Adat
h. Drama Liturgi
i. Drama Simbolis
j. Monolog

12
k. Drama Lingkungan
l. Komedi Intrik (intrique comedy)
m. Drama Mini Kata (teater mini kata)
n. Drama Radio
o. Drama Televisi
p. Drama Eksperimental
q. Sosio Drama
r. Melodrama
s. Drama Absurd
t. Drama Improvisasi
u. Drama Sejarah

2. Klasifikasi Drama Berdasarkan Aliran

a. Aliran Klasik
b. Aliran Romantik
c. Aliran Realisme
d. Aliran Ekspresionisme
e. Aliran Naturalisme
f. Aliran Eksistensialisme

BAB II

Penyutradaraan dan Teknik Berperan

1. Penyutradaraan

Penyutradaraan berhubungan dengan kerja sejak perencanaan pementasan sampai


pementasan berakhir. Peranan sutradara teater tradisional tidak sepenting dan sebesar peranan
sutradara dalam teater modern. Seluruh pementasan drama modern adalah tanggung jawab
sutradara. Harymawan menyatakan bahwa sutradara adalah karyawan teater yang bertugas
mengkoordinasikan segala kebutuhan teater, dengan faham, kecakapan, serta daya imajinasi
yang intelegen guna menghasilkan pertunjukan yang berhasil.

13
1. Sejarah Timbulnya Sutradara

Pada tahun 1923, sutradara terkenal dari Rusia, Constantin Stanislavsky menciptakan
metode acting dan menggunakan kehidupan wajar sebagai model seni pentas. Melaui Princetown
Players dan Group Theater Stanislavsky mempengaruhi Broadway, sehingga teater profesional
menerima teori-teori acting dan penyutradaraan yang diberikan. Sejak saat itu, sutradara
berkedudukan penting dalam drama.

2. Tugas Sutradara

1. Merencanakan Produksi

Untuk menjadi sutradara, seorang harus mempersiapkan diri memulai latihan yang cukup
serius, memahami segala aspek pentas, memahami acting, dan memahami cara melatih acting
dan memahami seluk beluk perwatakan sebagai dimensi dalam diri seorang peran.

2. Memimpin Latihan

Periode latihan dapat dibagi menjadi empat periode besar, yaitu:

a. Latihan pembacaan teks


b. Latihan blocking (pengelompokan)
c. Latihan action atau latihan kerja teater
d. Pengulangan dan pelancaran terhadap semua yang telah dilatih

2. Teknik Berperan

Berperan adalah menjadi orang lain sesuai tuntutan lakon drama. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam berperan:

a. Kreasi yang dilakukan oleh aktor atau aktris.


b. Peran yang dibawakan harus bersifat alamiah dan wajar.
c. Peran yang dibawakan harus disesuaikan dengan tipe, gaya, jiwa, dan tujuan dari
pementasan.

14
d. Peran yang dibawakan harus disesuaikan dengan periode tertentu dan watak yang harus

BAB III

Perlengkapan Pementasan

1. Perlengkapan Pementasan Untuk Aktor Dan Aktris

Tata Rias

Tata rias adalah seni menggunakan bahan kosmetika untuk menciptakan wajah peran sesuai
dengan tuntutan lakon.
Fungsi tata rias adalah:

1. Mengubah watak seseorang, baik dari segi fisik, psikis, dan sosial.
2. Membeikan tekanan terhadap peranannya.

Berdasarkan jenisnya, tata rias diklasifikasikan menjadi 8, yaitu:

1. Rias Jenis: Rias yang mengubah peran.


2. Rias Bangsa: Rias yang mengubah bangsa seseorang.
3. Rias Usia: Rias yang mengubah usia seseorang.
4. Rias Tokoh: Rias yang membentuk tokoh tertentu yang sudah memiliki ciri fisik yang
harus ditiru.
5. Rias Watak: Rias sesuai dengan waak peran.
6. Rias Temporal: Rias yang dibedakan karena waktu atau saat tertentu.
7. Rias Aksen: Rias yang hanya memberikan tekanan kepada pelaku yang mempunyai ciri
sama dengan tokoh yang dibawakan.
8. Rias Lokal: Rias yang ditentukan oleh tempat atau hal yang menimpa peran saat itu.

Berdasarkan sifatnya, tata rias diklasifikasikan menjadi 5, yaitu:

1. Base (dasar)
2. Foundation

15
3. Lines
4. Rounge
5. Cleansing (cream)

Tata Pakaian

Tujuan pemberian kostum pada aktor dan aktris adalah:

1. Membantu mengidentifikasi periode saat lakon itu dilaksanakan.


2. Membantu mengindividualisasikan pemain.
3. Menunjukkan asal-usul dan status sosial orang tersebut.
4. Menunjukkan waktu peristiwa itu terjadi.
5. Mengekspresikan usia orang itu.
6. Mengekspresikan gaya permainan.
7. Mambantu aktor dan aktris mengekspresikan wataknya.

Perlengkapan di Pentas

1. Tata Lampu

Tujuan tata lampu adalah:

1. Penernerangan terhadap pentas dan aktor.

1. Memberikan efek alamiah dari waktu.

2. Membantu melukis dekor (scenery) dalam menambah nilai warna hingga terdapat efek
sinar dan bayangan.
3. Melambangkan maksud dengan memperkuat kejiwaannya.
4. Mengekspresikan mood dan atmosphere dari lakon.
5. Mamberikan variasi-variasi

Berdasarkan fungsinya, lampu diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:

1. Lampu Primer

16
2. Lampu Sekunder
3. Lampu untuk latar belakang.

Tata Pentas dan Dekorasi

Macam-macam Pentas:

1. Pentas Konvensional: Bentuk pentas yang masih menggunakan proscenium (tirai depan)
2. Pentas Arena: Bentuk pentas tidak di panggung, tetapi sejajar dan dekat dengan
penonton.
3. Revolving: Panggung yang dapat diputar.
4. Elevator Lift: Tiga pentas berupa panggung atau lebih disusun secara vertikal dan
digunakan silih berganti dengan menaikkan atau menurunkan panggung.

Fungsi dekorasi: Untuk memberikan latar belakang.


Berdasarkan tempat mewujudkannya, ada 2 macam dekor, yaitu:

1. Interior Setting: Jika lakon dipentaskan di dalam rumah.


2. Eksterior Setting: Jika lakon dipentaskan terjadi di alam terbuka.

Komposisi pentas harus memberikan pandangan yang indah, hangat, dan menarik. Adapun aspek
motif meliputi hal-hal berikut:

1. Kewajaran
2. Menceritakan kisah
3. Menggambarkan emosi
4. Mengidentifikasi perwatakan

Berdasarkan aspek teknis, maka harus diperhatikan hal-hal berikut:

1. Penyusunan komposisi pentas dengan daerah permainan hendaknya benar-benar dijaga.


2. Wujudkanlah komposisi pentas yang menghasilkan gambar yang baik.
3. Susunlah komposisi pentas yang mengontrol dan memimpin perhatian penonton
kepadanya.

17
Ilustrasi Musik dan Tata Suara

a. Tata Musik

Fungsi tata musik adalah:

1. Memberikan ilustrasi yang memperindah.


2. Memberikan latar belakang.
3. Memberikan warna psikologis.
4. Memberi tekanan kepada nada dasar drama.
5. Membantu dalam penanjakan lakon, penonjolan, dan progresi.
6. Memberi tekanan pada keadaan yang mendesak.
7. Memberi selingan.

b. Tata Suara

Peran suara memberikan pelengkap adegan yang diucapkan pelaku dalam dialognya. Suara akan
meyakinkan penonton terhadap adegan yang sedang ditonton.
BAB IV
Pengajaran Drama

Pengajaran drama di sekolah

Pengajaran drama diklasifikasikan menjadi:

1. Pengajaran teks drama yang termasuk drama


2. Pementasan drama yang termasuk bidang teater

Peranan drama sebagai penunjang pemahaman dan penggunaan bahasa

Pengajaran drama sebagai penunjang pemahaman bahasa berarti untuk melatih


keterampilan membaca (teks drama) dan menyimak atau mendengarkan (dialog pertunjukan
drama, mendengarkan drama radio dan televisi). Sementara penunjang latihan penggunaan

18
bahasa artinya melatih keterampilan menulis (teks drama sederhana, resensi drama dan resensi
pementasan) dan wicara (melakukan pentas drama).

Tujuan Pengajaran (Instructional Objectives)

1. Taksonomi Bloom

Tujuan pengajaran dibagi menjadi:

1. Kognitif: Pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.


2. Afektif: Menerima (receiving), menjawab atau mereaksi (responding), menaruh
penghargaan (valuing), mengorganisasikan sistem nilai, dan mengadakan karakterisasi
nilai.
3. Psikomotorik: Persepsi, kesiapan, respons terpimpin, mekanisme, respons yang
kompleks.

19
Buku Pembanding

BAB I
DRAMA DAN TEATER SEBAGAI BENTUK SENI

A. Pengertian Drama

Kata ‘drama’ berasal dari kata Greek (bahasa Yunani)’draien’, yang diturunkan dari kata
‘draomai’, yang semula berarti berbuat, bertindak, dan beraksi. Selanjutnya kata drama
mengandung arti kejadian, risalah, dan karangan. Panuti Sujiman (editor), dalam “Kamus istilah
Sastra” (1984: 20) memberi batasan ‘drama’ adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan
kehidupan dengan mengemukakan tikaian atau konflik dan emosi lewat lakuan dan dialog, dan
lazimnya dirancang untuk pementasan di panggung.
Herymawan RMA dalam “Dramaturgi” Bagian Ke I merumuskan pengertian drama
berdasarkan beberapa pendapat, yaitu: (1) drama adalah kualitas komunikasi, situasi, aksi, yang
menimbulkan perhatian, kehebatan, dan tegangan pada pendengar atau penonton, (2) menurut
Moultan “Drama” adalah kehidupan yang dilukiskan dengan gerak, (3) drama adalah ceritera
konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan pada pentas, yang menggunakan
bentuk cakapan dan gerak atau penokohan perwatakan di hadapan penonton.

B. Pengertian Teater

Kata ‘teater’ juga berasal dari bahasa Yunani, Teatron yang diturunkan dari kata ‘theomai’,
yang berarti takjub melihat, memandang. Jadi jelas, jika kita berbicara tentang ‘teater’,
sebanarnya kita bicarakan soal proses kegiatan dari lahirnya, penggarapan, penyajian, atau
pementasan smpai dengan timbulnya tanggapan atau reaksi penonton atau public. Dengan kata
lain, teater memiliki arti yang lebih luas, sekaligus menyangkut seluruh kegiatan dan proses
penjadian dari proses penciptaan, penggarapan, penyajian atau pementasan, dan penikmatan.

C. Pengertian Seni Drama dan Teater

Drama adalah jenis sastra di samping jenis puisi dan prosa. Hakikat drama adalah konflik
atau tikalan. Karena sastra termasuk cabang kesenian, maka drama merupakan bentuk kesenian
juga. Drama sering disebut seni pertunjukan. Teater adalah istila lain dari drama, tetapi dalam

20
arti yang lebih luas; yakni meliputi; proses pemilihan naskah, penafsiran, penggarapan,
penyajian/pementasan, dan proses pemahaman atau penikmatan dari publik.
Perbedaan seni drama dan teater dapat dilihat pada ciri-ciri sebagai berikut:

Drama Teater

Lakon (play) Pertunjukan (performance)

Naskah (script) produksi (production)

Teks (text) pemanggungan (staging)

Pengarang pemain, pelaku, pemeran (actor/aktris)

Kreasi (creation) penafsiran (interpretation)

Teori (theory) praktek (practice)


Bisa dikatakan perbedaan seni drama dan teater adalah; merupakan lakon yang belum
dipentaskan.

 skripsi yang belum diproduksi


 teks yang belum dipanggungkan
 hasil kresi pengarang yang masih harus ditafsirkan untuk merebut makna.
 teori yang harus dipraktekkan/dipentaskan. naskah yang telah dipanggungkan untuk
dinikmati.

D. Hakikat, Fungsi, dan Sifat Seni Drama dan Teater

1. Hakikat Seni Drama dan Teater.

Yang dimaksud ‘hakikat’ di sini juga sesuatu yang ‘esensial’ (yang hakiki, yang harus ada).
Hakikat drama adalah ‘tikaian’ atau ‘konflik’. Perwujudannya dalam teater dapat berupa gerak,
cakapan (baik dialog maupun monolog) atau penokohan. Tikaian ini dapat berupa; tikaian yang
terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan binatang, yang terjadi antra individu
dengan individu lain, dlll.

2. Fungsi Seni Drama dan Teater.

21
Fungsi drama dan teater pada umumnya dan khusunya adalah harus berguna dan menyenangkan.
Maksudnya, disamping berfungsi sebagai penghibur, seni ini juga bermanfaat, artinya dapat
member ‘sesuatu’ kepada penikmatnya. ‘Sesuatu’ itu dapat berupa pengetahuan, pendidikan,
pengajaran, penerangan, dll.

3. Sifat Seni Drama dan Teatar.

Berdasarkan kurikulum 1975 dan 1984, seni drama dan teater merupanakan subbidang kesenian.
Penempatan, Pengkajian Puisi, Pengkajian Cerkam Pengkajian Drama, serta Seminar Puisi
memberi indikasi bahwa puisi, ragam sastra, tetapi bidang studi sastra yang berdiri sendiri.
Sebagai salah satu jenis sastra dan salah satu bdiang kajian sastra, drama memiliki kelebihan jika
dibandingkan dengan dua jenis atau bidang studi sastra lainnya yaitu puisi dan prosa. Kelebihan
terletak pada sifatnya yang lebih objektif, kolektif, kompleks dan multikontekstual. Itulah
sebabnya seni drama dan teater juga ‘seni objektif’, ‘seni kolektif’, ‘seni ansambel’, ‘seni
kompleks’, dan ‘seni multikontekstual’.
BAB II
STUKTUR LAKON

1. Pengertian Lakon

Lakon adalah kisah yang didramatisasi dan ditulis untuk dipertunjukkan di atas pentas oleh
sejumlah pemain (Riris K. Sarumpaet). Lakon adalah karangan berbentuk drama yang ditulis
dengan maksud untuk dipentaskan (Panuti Sudjiman).
Ki Hajar Dewantara member arti ‘sandiwara ialah pengajaran jenis sastra yang dilakukan
dengan perlambangan. Hakikat lakon adalah tikaian (konflik), hakikat cerkam adalah cerita.
Hakikat puisi adalah kata, diksi, konsentrasi dan imajinasi. Jenis cerkam menekankan pada tiga
variable yaitu:

 Tema dan amanat.


 Penulis.
 Pembaca

22
A. Unsur-unsur Drama

1. Tema dan Amanat

Penulis naskah lakon bukanlah mencipta untuk semata-mata, tetapi juga untuk
menyampaikan sesuatu (pesan, amanat, message) kepada publik, masyarakat. Penulis naskah
lakon menciptakan untuk menyuguhkan persoalan kehidupan manusia, baik kehidupan lahiriah
maupun kehidupan batiniah, yaitu pikiran, perasaan, dan kehendak.

2. Penokohan

Yang dimaksud penokohan di sini adalah proses penampilan ‘tokoh’ sebagai pembawa
peran watak tokoh dalam suatu pementasan lakon, penokohan harus mampu menciptakan citra
tokoh. Karenanya, tokoh-tokoh harus dihidupkan.
Penokohan menggunakan berbagai cara, watak tokoh dapat terungkap lewat:

a. Tindakan atau lakuan


b. Ujaran atau ucapan
c. Pikiran, perasaan, dan kehendak
d. Penampilan fisiknya
e. Apa yang dipikirkan, dirasakan atau dikehendaki tentang dirinya, atau tentang diri orang
lain.

Tokoh atau karakter adalah bahan baku yang paling aktif sebagi penggerak jalan cerita.
Karakter yang dimaksud adalah tokoh-tokoh yang hidup—bukan mati. Dia adalah boneka-
boneka di tangan kita. Karena tokoh ini berpribadian dan berwatak, maka memiliki sifat-sifat
karakteristik yang dapt dirumuskan ke dalam tiga dimensional:

1. Dimensi Fisiologis (ciri-ciri badan)


2. Dimensi Sosiologis (ciri kehidupan masyarakat)
3. Dimensi Psikologis (latar belakang kejiwaan)

Ada empat jenis tokoh peran watak yang merupakan anasir keharusan kejiwaan, yaitu:

23
a. Tokoh Protagonis (peran utama, pusat sentral)
b. Tokoh Antagonis (peran lawan)
c. Tokoh Tritagonis ( peran penengah)
d. Tokoh Peran Pembantu (peran yang tidak secara langsung terlibat dalam konflik).

Dilihat dari segi perkembangan watak tokoh, dapat kita lihat jenis-jenis tokoh:

1. Tokoh Andalan: tokoh yang tidak menjadi peran utama, tetapi menjadi kepercayaan dari
protagonis.
2. Tokoh Bulat: tokoh dalam karya sastr, baik jenis lakon maupun roman/novel, yang
diporikan segi-segi wataknya,hingga dapat dibedakan dari tokoh-tokoh lain.
3. Tokoh datar atau tokoh pipih: tokoh dalam karya sastra, baik lakon maupun roman/novel,
yang hanya diungkapkan dari satu segi wataknya.
4. Tokoh durjana: tokoh jahat dalam cerita.
5. Tokoh Lawak
6. Tokoh Statis: tokoh dalam roman/novel atau lakon yang dalam perkembangan lakunya
sedikit sekali, atau bahkan sama sekali tidak berubah.
7. Tokoh Tambahan: tokoh dalam lakon yang tidak mengucapkan sepatah kata pun. Mereka
tidak memegang peranan, bahkan tidak penting sebagai individu.
8. Tokoh Utama: atau disebut juga tokoh protagonis.

3. Alur

Alur adalah konstruksi, bagan/skema atau pola dari peristiwa-peristiwa dalam lakon, puisi
atau prosa; bentuk peristiwa dan perwatakan itu menyebabkan pembaca atau penonton tegang
dan ingin tahu (J.A. Cuddon). Alur adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk
mencapai efek tertentu (Panuti Sudjiman).
Macam-macam alur, diliahat dari sisi lain:

a. Alur menanjak: jalinan peristiwa dalam suatu karya sastra yang semakin menanjak
sifatnya.
b. Alur menurun: jalinan peristiwa dalam sastra yang semakin menurun sifatnya.

24
c. Alur maju: jalinan peristiwa dalam suatu sastra yang berurutan dan berkesinambungan
secara kronologis dari tahap awal sampai tahap akhir cerita.
d. Alur Mundur: jalinan peristiwa dalam suatu karya sastra yang urutan atau penahapannya
bermula dari tahap akhir atau tahap penyelesaian, baru tahap-tahap peleraian, perumitan
dan perkenalan.

Bermacam jenis alur yang lain dapat dikemukakan dibawah ini:

a. Diliaat dari segi mutunya (kualitatif):

1. Alur erat: jalinan peristiwa yang sangat padu di dalam karya sastra.
2. Alur longgar: jalinan peristiwa yang tidak padu, menidakan salah satu peristiwa.

b. Dilihat dari segi jumlahnya: (1) alur tunggal, (2) alur ganda.

William Hendry Hudson membagi struktur drama dalam enam tahap yaitu: eksposisi, konflik,
komplikasi, krisis, resolusi, keputusan. Jika kita hendak menyederhanakan struktur alur dalam
drama, paling tidak struktur itu harus mempu mempunyai tiga komponen yaitu: intoduksi,
situasi, dan resolusi. Adapun dua jenis teknis penyaluran yang biasa dipergunakan yaitu: (1)
sorot balik, (2) tarik balik.

4. Setting (aspek ruang, aspek waktu)


5. Tikaian atau konflik
6. Cakapan (dialog, monolog)

B. Unsur-unsur Teater

Teater merupakan proses penyajian yang bertolak dan berangkat dari peristiwa ke
peristiwa. Formulasi dramaturgi:

1. M.I. : menghayalkan: pengarang mencipta, mempunyai gagasan atau ide berdasarkan


pengalaman subyektif.
2. M.II. : menulis: pengarang mencipta dan diungkapkan dalam teks/naskah.
3. M.III : memainkan: para kerabat kerja teater menafsirkan naskah lakon.

25
4. M.IV : publik menyaksikan/memahami pementasan drama.

Teks adalah peristiwa kesenian (DR.SO Robson). Unsur-unsru yang membangun kesatuan
dan keutuhan formula dramaturgi:

a. Naskah lakon
b. Produser.
c. Sutradara
d. Pemain
e. Para pekerja/kerabat panggung.
f. Penonton.

BAB III

JENIS DRAMA DAN TEATER

A. Jenis-jenis Drama

1. Drama ajaran: lakon-lakon abad pertengahan dengan tokoh yang melambangkan


kebaikan dak keburukan, kegembiraan, persahabatan dan sejenisnya.
2. Drama Baca: drama yang dimaksudkan hanya untuk dibaca, tidak untuk dipentaskan.
3. Drama Pentas: drama ini memang diciptakan untuk dipentaskan.
4. Drama busana: drama dengan latar masa yang berbeda dengan masa kini, sehingga untuk
pementasannya memerlukan tata busana khusus.
5. Drama masa: lakon yang ditulis pada akhir abad XIX.
6. Drama Duka: drama yang akhirnya dengan menyedihkan.
7. Drama dukaria: drama yang berisi tragedy-komedi.
8. Drama riadi: drama ria mencapai efeknya melalui tokoh dan watak, alur, bahasa dan
satire. Drama ini terutama menghimbau akal budi penonoton, dan bahkan seringkali
mengandung amanat yang serius.
9. Drama riantik: pada mulanya istilah ini menunjuk pada irama ria yang secara romantic
menyajikan kembalik kehidupan sebagaimana diangan-angankan penulisnya, dan tidak
sebagaimana nyatanya.

26
10. Drama romantik:
11. Drama santun
12. Drama sebabak
13. Drama wiraan
14. Drama puitik
15. Drama liris
16. Drama simbolis
17. Drama monolog
18. Drama rakyat
19. Dram tradisional , dll.

BAB IV
TEATER TRADISIONAL JENIS WAYANG

A. Wayang

1. Pengertian Wayang

Kata ‘wayang’ berasal dari akar kata ‘yang’. Kira-kira berarti gerakan yang berulang-ulang
tidak tetap. Bervariasi dengan akar kata ‘yong’, ‘yung’, rayong, sempoyongan, Poyang-
panyingan, dapat disimpulkan ‘wayang’ berarti bayangan yang bergoyang, bolak-balik, atau
mondar-mandir. Menurut Nederlans Indie Volk Geschiedenis ‘wayang’ adalah suatu permainan
bayangan kelir (layar) yang dibentangkan.

Karakteristik jenis-jenis wayang

a. Wayang Beber.

Wayang ini merupakan pembesaran wayang purwa atas perintah Prabu Mahesa
Tandreman, raja Pejajaran. Wayang ini dimainkan oleh seoran gdalam ang bernama
‘Widdhucaka’. Ia memegang sebialh kayu utnuk menunjukkan gambar-gambar pada rahwana.
Lakon yang apling popular adalah Joko Kembang Kuning.

b. Wayang Gedhog

27
Wayang Gedhog reportoirnya menisahkan R.Panji dan Condro Kirana. W.G menceritakan
empat raja bersaudar; Kediri, Jenggala, Singasari, dan Urawan/Ngurawan. Ciri-ciri wayang
gedhog ialah memakai keris, kelat bahu, anting-anting dan lain-lain. Tidak ada kera dan raksasa.
Raja Sabrang ialah Prabu kelana, memiliki bala tentara Bugis yang memakai iakt kepala yang
panjang. Repertoire disusun cukup untuk pementasan satu malam suntuk. Slah satu sumber cerita
ialah Smaradahana. Music yang digunakan dalam wayang ini adalah gamelan ‘Pelog’.

c. Wayang Kidang Kencana.

Disebut wayang Kidang Kencana sebab semua pakaian yang sebaiknya terdiri dri emas
dilapis emas. WKK digubah oleh Sunan Gunung Giri bersama Pengeran Trenggorno pada tahun
1477 dengan jalan memperkecil ukuran wayang.

d. Wayang golek.

Wayang golek merupakan kombinasi bentuk wayang kulit dan arca yang berbentuk seperti
boneka atau golek. Tokoh dalam wayang golek: Wong Agung Menak, Umar Maya, tokoh-tokoh
terdapat dalam cerita Amir Hamzah antara lain: Buzur, Alkas menteri, dll. 8 s.d 9. Seperti halnya
wayang kulit tiap-tiap pelaku dalam Wayang Orang memiliki kekhasan ontowanconnya sendiri-
sendiri. Cakapan anatar tokohk dilakukan oleh para pemain yang bersangkutan. Tetapi suluk dan
pengarah laku dilakukan oleh dalang.

e. Wayang Sunggingan.

Raja Brawijaya mempunyai seorang anak putera bernama SUnnging Prabangkara. Istilah
‘sungging’ berasal dari nama desa Sungginpan tempat Kyai Telingung yang erkenal pandai
memahat dari aliran Sungging.

f. Wayang Krucil.

Wayang krucil ini dibuat dari kayu tipis bentuknya mirip wayang Beber. Dibuat zaman
Raja brawijaya. Ceriteranya mengisahkan hubungan kerajaan jenggala, Kendari, Ngurawan, dan
Singosari, samapi dengan kerjaan Majalengaka. Gemelan pengiriangnya adalah gamelan Sledro.
Cara mempergelarkannya menggunakana’plangkan’seperti Wayang Golek dan Wayang beber

28
atau Wayang Sunggiyan. Kemudian Wka ini diperbaiki oleh Sunan Bonang untk memperingati
R. Damarwulan dan Ratu Ayu dari Majapahit.

g. Wayang Wong (Wayang orang).

Berdasarkan para pengmat, wayang Wong telah ada sejak tahun 1910, sumber ceritanya
sama dengan wayang kulit. Para pelakunya bukan boneka-boneka yang dibuat dari kulit atau
kayu, tetapi orang yang hidup. Masa putar wayang orang 2 s.d 4 jam, sedang wayang kulit
semalam suntuk. Di dlam wayang wong ini terlihat usaha yang berasal dari kalangan keratin,
untuk memeberikan bentuk baru kepada tonil bayangan yang klasikitu, dengan pertunjukan yang
lebih modern dengna manusia hidup, sehingga Dr. Hazeu menyatakan : Mungkin adanya wayang
wonag ini di ilhami pada pertunjukakn orang Eropa, jadi nama diberikan Karen
boneka/wayangnya.

h. Wayang Keling Pekalongan

Wayang keeling Pekalongan berkaitan erat dengan masuk dan perkembngannya agama
islam yang disebarkan oleh para Wali sanga ke Jawa menjelang runtuhnya kerajaan majapahit.
Pada peristiwa perang Paregreg di Majapahit mengakibatkan orang –orang Majapahit lari
berpencaran menghindari pengaruh agama islam. Mereka itu yang ke timur menuju Bali yang ke
teggara mempertahankan kepercayaan aslinya. Tiap tahun mengadakan upacara keagamaan yang
disebut Kasodo. Yang ke Jawa Tengah ke daerah Borobudur-Magelang mempertahankan
kepercayaan lelururnya-agama budha.

i. Wayang Dakwah.

Sesuai dengna namanya, Wayang Dakwah dipakai utnuk dakwah agama dan ajaran Islam.
Jadi, fungsi dan peran Wayang Dakwah adalah sebagai sarana dakwah, pendidikan, komunikasi,
di samping hiburan. Karena wayang pada umumnya bersifat mistik dan penuh dengna
kemusrikan, maka Wayang dakwah memasukkan ajaran Islam untuk menghindari dan mencegah
hal-hal dan praktek-praktek kemusrikan tersebut.

j. Wayang Kulit Betawi

29
Wayang Kulit Betawi tidak mengenal unggah-ungguh atau tatakrama seperti halnya
wayang Kulit Surakarta atau Yogyakarta di Jawa Tengah. Konvensi atau pakem yang digunakan
dalam WKB ialah seperti apa adanya yang telah diajarkan atau diturunkan secarat turun-temurun
oleh guru-guru pendahulu mereka. WKB betul-betul seni pertunjukan rakyat yang unik dan
menarik. Tiak terlalu terikat ole pakekm-pekem yang ketat. Unsure improvisasi dan spntaistas
lebih iutamakan seperti halnya pada drama kkontemporal

k. Wayang Kulit Bali

Lakon yang dipergelarkan dalam Wayang KUlit Bali tidak berbeda dengan Wayang Kulit
di jawa Tengah. Khususnya , Wayang Kulita bali ditanggap dalam rangka upacara keagamaan
Hindu pada hari-hari besar gama Hindu. Repertoirenya juga kmengambil dari Kitab Ramayana
dan Mahabharata. Ada beberapa jenis Wayang Kulit Bali misalnya: Wayang Sapu Leger,
digunakan utnk upacara ritus kehiduapan manusia. Wayang Sidamal, untuk keperluan ruwatan
dan upacara Ngaben, Wayang Lemah untuk upacara Dewa Yadnya. Lakon yang diambilnya dari
cerita yang dikeramatkan, misalnya Dewa Ruci.

BAB V
PENGKAJIAN, PENDEKATAN, GARAPAN, GAYA,
DAN TEKNIK PENGKAJIAN SENI DRAMA, TEATER, DAN FILM
Istilah ‘pengkajian’merupakan padanan dari istilah ‘telaan’ atau ‘study’ dalam bahasa
inggris.

a. Kehidupan telaah sastra adalah kehidupan meneliti, menelaah kehidupan, mencipta, cipta
sastra dan peminat sastra dalam rangka menyusun teori sastra; dan pada gilirannya teori
sastra dipergunakan penelaah untuk gilirannya teori sastra dipergunakan menelaah untuk
menjelaskan dan meramalkan realitas suatu gejal atau peristiwa dalam rangka mencari
kebenaran ilmiah.
b. Jenis drama dibangun oleh dua aspek:

1. Aspek literer, dikaji berdasarkan konvensi literer (biasanya lebih tanpak pada struktur
naskah lakon).
2. Aspek teateral, dikaji berdasarkan konvensi teater, (Biasanya lebih tanpak pada tekstur).

30
c. Pengkajian drama yang utuh adalah pengkajian seluruh aspek atau komponen yang
membangun seluruh drama sebagai seni kompleks, kolektif, dan ansambel.
d. Pengkajian teater adalah pengkajian seluruh unsure teater secara herarhis, keseluruhan,
utuh dan padu.
e. Pengkajian drama film lebih kompleks daripada dram teve, drama radio, atau drama
penggung; karena berbeda media, sifat dan motivasi keberadaan film itu sendiri jika
disbanding dengna bentuk dram yang lain.
f. Sebagai teater, baik dram panggung, dram radio, drama teve, maupun drama film
memiliki hakikat yang sama yaitu tikaian (konflik). Perbedaan terletak pada teknik
garapan karena berbeda medianya.

31
BAB III

PEMBAHASAN

A.KELEBIHAN BUKU

1. Dilihat dari aspek isi

Pada Buku 1 dan 2, Pembahasan pada isinya lebih mudah dimengerti dan masuk akal, dan jelas
diterangkan maksud dari segala pembahasan-nya.

2. Dilihat dari aspek bahasa

Pada Buku 1 dan 2, Bahasa dalam penyampaian Bahasa menggunakan bahasa sehari – hari dan
jauh dari kesulitan memahami.

3. Dilihat dari aspek cara penyampaian

Pada Buku 1 dan 2, Dalam penyampaian hasil penelitiannya, penulis telah menyampaikan
dengan inspiratif dan sesuai dengan keadaan sebenarnya dilengkapi dengan tokoh – tokoh
penggagasnya.

4. Dilihat dari aspek keterangan Buku

Pada Buku 1 dan 2, telah jelas dipaparkan keterangan dari Buku pada sisi paling atasnya.
Keterangan yang dimaksud seperti kota terbit, tahun terbit, pengarang, nama Buku, dan
penerbitnya.

5. Dilihat dari aspek cara pembuatan Buku

Pada Buku 1 dan 2, Sudah menerapkan cara pembuatan Buku dengan baik dan sesuai dengan
kriteria.

B. KEKURANGAN ISI BUKU

Pada Buku 1 dan 2 Masih ada kata – kata yang sulit dimengerti dan menggunakan bahasa yang
sulit dimengerti di kalangan pelajar.

32
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kedua Buku tentang drama ini mempunyai tujuan yang bagus dan sangat membangun untuk para
pembaca. Setelah membaca buku ini maka para pembaca akan mendapat ilmu pengetahuan dan
informasi yang penting dan sangat bermanfaat bagi dirinya yang belum diketahui sebelumnya.

Hanya saja masih ada kekurangan dalam buku ini seperti penggunaan bahasa yang sukar untuk
dipahami dan tidak adanya indeks pada buku ini. Begitu pula dengan peletakan tanda bacanya
juga masih banyak yang kurang tepat lagi. Buku ini juga tidak mempunyai rangkuman dan juga
latihan sehingga pembaca tidak bisa mengukur sejauh mana ini telah memahami materi yang
telah ia kuasai.

B. SARAN

Kedua Buku ini memiliki keunggulan dan kelemahan dari berbagai macam segi, baik dari segi
format dan penulisan struktur buku, penggunaan bahasa, penggunaan tanda baca, kualitas isi
buku dan sebagainya. Jadi, apa yang menjadi keunggulan ini maka hendaknya di tingkatkan lagi
agar kualisas buku ini semakin peningkat dan para pembaca semakin semangat untuk
membacanya beberapa tahun kedepannya. Dan apa yang menjadi kelemahan dari buku ini
hendaknya diperbaiki agar kesempurnaan buku ini tercapai.

33
DAFTAR PUSTAKA

Satoto, Soederi._____. Drama Teori dan Pengajarannya.______:Ombak

Waluyo,Herman. 2002. Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta : PT. Hanindita Graha Widya

34

Anda mungkin juga menyukai