Anda di halaman 1dari 56

GAMBARAN KONDISI FISIK DAN SANITASI DASAR

RUMAH DALAM UPAYA PENYEHATAN RUMAH DI


KELURAHAN BATANG ARAU KECAMATAN PADANG
SELATAN TAHUN 2015

Karya Tulis Ilmiah

Disusun oleh :

Moh.Haikal Majid

Nim: PO7103122021

POLITEKNIK KEMENKES KESEHATAN PALU


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI D3 SANITASI
DAFTAR ISI..........................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................4
C. Tujuan Penelitian......................................................................................4
D. Manfaat Penelitian...................................................................................6
E. Ruang Lingkup..........................................................................................6
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Rumah Sehat............................................................................................7
B. Kondisi Fisik Rumah................................................................................9
C. Fasilitas Sanitasi Dasar...........................................................................15
D. Alur Pikir Penelitian...............................................................................19
E. Defenisi Operasional...............................................................................20
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian........................................................................................22
B. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................22
C. Populasi dan Sampel...............................................................................22
D. Teknik dan Instrument Pengumpulan Data.............................................23
1. Teknik Pengumpulan Data...............................................................23
2. Instrument Pengumpulan Data.........................................................24
E. Teknik Pengolahan Data.........................................................................24
F. Analisis Data...........................................................................................25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.......................................................26
B. Hasil Penelitian.......................................................................................26
C. Pembahasan............................................................................................34
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.............................................................................................51
B. Saran........................................................................................................54
BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat, bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

diusahakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat

diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.1

Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang

saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.

Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun

kesehatan masyarakat, untuk hal ini Hendrik L. Blum merumuskan tentang empat

faktor yang mempengaruhi status kesehatan, yaitu Lingkungan, perilaku,

pelayanan kesehatan dan keturunan.2

Lingkungan memiliki pengaruh dan peranan terbesar diikuti perilaku,

pelayanan kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi, umumnya

digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik

dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik contohnya sampah,

air, udara, tanah, ilkim, perumahan, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial

merupakan hasil interaksi antar manusia seperti kebudayaan, pendidikan,

ekonomi, dan sebagainya.3

Setiap manusia dimanapun berada membutuhkan tempat untuk tinggal

yang disebut rumah. Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepaskan lelah,

tempat bergaul dan membina rasa kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat

berlindung dan menyimpan barang berharga, dan rumah juga merupakan status .
Status lambang sosial. Perumahan merupakan kebutuhan dasar dan merupakan

determinan kesehatan masyarakat. Karena itu pengadaan perumahan merupakan

tujuan fundamental yang kompleks dan tersedianya standar perumahan

merupakan isu penting dari kesehatan masyarakat. Perumahan yang layak untuk

tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan sehingga penghuninya tetap

sehat. Perumahan yang sehat tidak lepas dari ketersediaan prasarana dan sarana

yang terkait, seperti penyediaan air bersih, sanitasi pembuangan sampah,

transportasi,dan tersedianya pelayanan sosial.4

Kesehatan perumahan adalah kondisi fisik, kimia dan biologik di dalam

rumah di lingkungan rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni

atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Rumah sehat menurut World Health Organisation disingkat WHO adalah

suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung,

dimana lingkungan dari struktur tersebut termasuk juga semua fasilitas dan

pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani,

rohani dan keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu.5

Persyaratan rumah sehat berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI

No.829/Menkes/SK/VII/1999 seperti lantai dan dinding yang kuat, kedap air dan

mudah dibersihkan, pencahayaan yang cukup, baik cahaya alam maupun buatan.

Pencahayaan yang memenuhi syarat minimal 60 lux. Luas jendela yang baik

minimal 10%-20% dari luas lantai. Dan juga Perhawaan (ventilasi) yang cukup

untuk proses pergantian udara dalam ruangan. Kualitas udara dalam rumah yang

memenuhi syarat adalah bertemperatur ruangan sebesar 180-300C dengan

kelembaban udara sebesar 40%-70%, luas kamar tidur minimal 3 meter persegi,
tidak ada vektor penyakit yang bersarang di rumah, tersedianya sarana penyediaan
air bersih dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan, limbah cair yang tidak

mencemari sumber tanah, tidak berbau dan tidak mencemari permukaan tanah dan

air tanah, limbah padat dikelola dengan baik.6

Berdasarkan hasil penelitian Eka Octafiany dalam Skripsi yang berjudul

Kondisi Rumah dan Sarana Sanitasi Dasar dengan Kejadian Penyakit Infeksi

Saluran Pernafasan Akut Diare dan Tuberkulosis di Kota Sukabumi 2010-2011

menjelaskan bahwa Kondisi rumah di Kota Sukabumi tahun 2010-2011 dapat

menunjukkan bahwa kecamatan Baros Cikole dan Gunung Puyuh memiliki

kondisi rumah yang baik selama periode waktu sedangkan Kecamatan Citamiang

dan Warudoyong memiliki kondisi rumah yang buruk. Fluktuasi kondisi rumah

terjadi di Kecamatan Cibeureum sementara itu Kecamatan Lembur Situ

mengalami peningkatan kondisi rumah.

Kondisi sarana air bersih di Kota Sukabumi tahun 2010-2011 bahwa

kecamatan Baros Citamiang Gunung Puyuh dan Warudoyong memiliki kondisi

sarana air bersih yang baik sedangkan Kecamatan Lembur Situ memiliki kondisi

sarana air bersih yang buruk.

Kondisi jamban di Kota Sukabumi tahun 2010-2011 bahwa kecamatan

Baros, Cikole, Gunung Puyuh dan Lembur Situ memiliki kondisi jamban yang

baik sedangkan Kecamatan Warudoyong memiliki kondisi jamban yang buruk.

Kondisi tempat pembuangan sampah di Kota Sukabumi tahun 2010-2011

bahwa di Baros, Citamiang, Gungung Puyuh Elmbur Situ dan Warudoyong baik

sedangkan di Kecamatan Cibeureum dan Cikole buruk.


Kondisi sarana pengolahan limbah di Kota Sukabumi tahun 2010-2011

menunjukkan bahwa di Kecamatan Baros, Cikole, Citamiang, Gunung Puyuh,

Lembur Situ, dan Warudoyong baik, sedangkan di Kecamatan Cibeureun buruk.7

Kelurahan Batang Arau merupakan salah satu kelurahan yang berada di

Kecamatan Padang Selatan. Kelurahan yang mayoritas penduduknya berprofesi

sebagai nelayan ini bermukim di lereng dan kebanyakan merupakan keluarga

kurang mampu.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada rumah di

Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan didapatkan hasil observasi

seperti berikut. Kondisi ventilasi yang memenuhi syarat adalah 80,6%,

pencahayaan sebanyak 80,6%, kepadatan hunian sebanyak 22,6%, suhu sebanyak

66,1%, kelembaban sebanyak 33,9%, penyediaan air bersih sebanyak 83,9%,

pengolahan air limbah sebanyak 22,6%, pembuangan tinja sebanyak 95,2%,

pengelolaan sampah sebanyak 35,5% dan uapaya penyehatan rumah di

kategorikan baik sebanyak 62,9%.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian

tentang gambaran sanitasi rumah di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang

Selatan tahun 2015.

A. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran

kondisi fisik dan sanitasi dasar rumah dalam upaya penyehatan rumah di

Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan tahun 2015 ?

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran kondisi fisik dan sanitasi dasar rumah

dalam upaya penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang

Selatan tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya distribusi frekuensi kondisi ventilasi rumah dalam upaya

penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang

Selatan tahun 2015

b. Diketahuinya distribusi frekuensi kondisi pencahayaan ruangan rumah

dalam upaya penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau Kecamatan

Padang Selatan tahun 2015


c. Diketahuinya distribusi frekuensi kondisi kepadatan hunian rumah

dalam upaya penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau Kecamatan

Padang Selatan tahun 2015

d. Diketahuinya distribusi frekuensi kondisi suhu rumah dalam upaya

penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang

Selatan tahun 2015

e. Diketahuinya distribusi frekuensi kondisi kelembaban rumah dalam

upaya penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau Kecamatan

Padang Selatan tahun 2015

f. Diketahuinya distribusi frekuensi kondisi penyediaan air bersih pada

rumah dalam upaya penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau

Kecamatan Padang Selatan tahun 2015

g. Diketahuinya distribusi frekuensi kondisi pengelolaan limbah pada

rumah dalam upaya penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau


Kecamatan Padang Selatan tahun 2015

h. Diketahuinya distribusi frekuensi kondisi pembuangan tinja pada

rumah dalam upaya penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau

Kecamatan Padang Selatan tahun 2015

i. Diketahuinya distribusi frekuensi kondisi pengelolaan sampah pada

rumah dalam upaya penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau

Kecamatan Padang Selatan tahun 2015

j. Diketahuinya distribusi frekuensi upaya penyehatan rumah di

Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan tahun 2015

C. Manfaat Penelitian

a. Tersedianya informasi tentang gambaran kondisi fisik dan sanitasi dasar

rumah dalam upaya penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau

Kecamatan Padang Selatan tahun 2015

b. Tersedianya informasi bagi pihak Kelurahan tentang gambaran kondisi

fisik dan sanitasi dasar rumah dalam upaya penyehatan rumah di

Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan tahun 2015

c. Sebagai media penerapan ilmu kesehatan lingkungan bagi mahasiswa.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian, maka penulis hanya meneliti tentang

gambaran kondisi fisik rumah yaitu ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian,

suhu serta kelembaban dan sanitasi dasar rumah yaitu sarana air bersih,

pengelolaan limbah, pembuangan tinja dan pengelolaan sampah dalam upaya

penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan tahun

2015.
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Rumah Sehat

Menurut Persyaratan Penyehatan Rumah yang tertera Keputusan

Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 menjelaskan:

a. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian

dan sarana pembinaan keluarga.

b. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan

tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan

prasarana lingkungan.

c. Kesehatan perumahan adalah kondisi fisik, kimia dan biologi di dalam

rumah, dilingkungan rumah dan perumahan sehingga memungkinkan

penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

d. Prasarana kesehatan lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan

yang memungkinkan lingkungan pemukiman dapat berfungsi sebagaimana

mestinya.

e. Sarana kesehatan lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi

untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomis, sosial dan

budaya.
Menurut Azrul Azwar, rumah bagi manusia mempunyai arti:

a. Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat

melaksanakan kewajiban sehari-hari.

b. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa

kekeluargaan bagi segenap anggota keluarga yang ada.

c. Sebagai tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang datang mengancam.

d. Sebagai lambang status sosial yang dimiliki, yang masih dirasakan

hingga saat ini.

e. Sebagai tempat untuk meletakkan atau menyimpan barang-barang berharga

yang dimiliki, yang terutama masih ditemui pada masyarakat pedesaan

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia yaitu WHO: Sehat adalah suatu

keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial budaya, bukan hanya

keadaan yang bebas dari penyakit dan kelemahan (kecacatan). Berdasarkan pada

pengertian tersebut rumah sehat diartikan sebagai tempat berlindung/bernaung dan

tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik

fisik, rohani maupun sosial.

Menurut Ditjen Cipta Karya komponen yang harus dimiliki rumah sehat

adalah:

a. Fondasi yang kuat untuk meneruskan beban bangunan ke tanah dasar

memberi kestabilan bangunan merupakan konstruksi penghubung antara

bangunan dengan tanah.

b. Lantai kedap air dan tidak lembab, tinggi minimum 10 cm dari perkarangan

dan 25 cm dari badan jalan, bahan kedap air, untuk rumah panggung dapat

terbuat dari papan atau anyaman bambu.


c. Memiliki jendela dan pintu yang berfungsi sebagai ventilasi dan masuknya

sinar matahari dengan luas minimum 10% luas lantai.

d. Dinding rumah kedap air yang berfungsi sebagai ventilasi rumah kedap air

yang berfungsi untuk mendukung atau menyangga atap, menahan angin dan

air hujan, melindungi dari panas dan debu dari luar serta menjaga

kerahasiaan penghuninya.

e. Langit-langit untuk menahan dan menyerap panas terik matahari

f. Atap rumah yang berfungsi sebagai penahan panas sinar matahari.

Persyaratan kesehatan perumahan adalah ketetapan atau ketentuan teknis

kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni dalam rangka

melindungi penghuni rumah, masyarakat yang bermukim di perumahan dan atau

masyarakat sekitarnya dari bahaya atau gangguan.2

Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah


sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan kesehatan perumahan. meliputi 3
lingkup kelompok komponen penilaian, yaitu :

a. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai, ventilasi,


sarana pembuangan asap dapur dan pencahayaan.
b. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, pembuangan kotoran,
pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah.
c. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela ruangan dirumah,
membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja ke jamban, membuang
sampah pada tempat sampah.
B. Kondisi Fisik Rumah

1. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah

untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap

terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah

yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi

meningkat. Disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan

kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan

cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang

baik untuk bakteri-bakteri salah satunya bakteri patogen.

Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan

dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran

udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu

mengalir. Fungsi tetap dalam kelembapan yang optimum.2

Berdasarkan penelitian Melinda Syandi (2011) dalam penelitiannya

yaitu Hubungan kondisi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja puskesmas kajai kabupaten

pasaman barat tahun 2011 menggambarkan bahwa

dari 176 rumah yang diteliti ventilasi yang memenuhi syarat adanya 70

rumah (39,8%) dan yang tidak memenuhi syarat adalah 106 rumah

(60,2%). 13

Juslan (2010) dalam penelitiannya yaitu hubungan kepadatan

hunian, ventilasi rumah dan pengetahuan dengan kejadian penyakit

tuberculosis paru di wilayah kerja puskesmas poasia kota kendari

menggambarkan bahwa dari 88 rumah yang diteliti 36 rumah (40,91%)

memenuhi syarat dan 52 rumah (59,09%) yang tidak memenuhi syarat.14

2. Pencahayaan

Cahaya mempunyai sifat dapat membunuh bakteri. Selain itu perlu

mendapat perhatian tingkat terangnya cahaya itu. Kurangnya pencahayaan akan


menimbulkan beberapa akibat pada mata, kenyamanan dan sekaligus

produktifitas seseorang. Kecelakaan-kecelakaan di rumah sering disebabkan

oleh pencahayaan/penerangan yang kurang. Cahaya dianggap sebagai suatu

alat perantara, dengan mana benda-benda dapat terlihat oleh mata.

Cahaya yang cukup untuk penerangan ruang di dalam rumah

merupakan kebutuhan kesehatan manusia. Penerangan ini dapat diperoleh

dengan pengaturan cahaya buatan dan cahaya alam.

Pencahayaan alam diperoleh dengan masuknya sinar matahari kedalam

ruangan melalui jendela, celah-celah dan bagian-bagian bangunan yang

terbuka. Sinar ini sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan, pohon-pohon

maupun tembok pagar yang tinggi. Cahaya matahari ini berguna selain untuk

penerangan juga dapat mengurangi kelembaban ruang, mengusir nyamuk,

membunuh kuman-kuman penyebab penyakit tertentu seperti TBC, influenza,

penyakit mata dan lain-lain.

Jendela yang kecil dan ditempatkan salah, mengurangi jumah cahaya

yang masuk, terutama ke sudut ruangan, sehingga kotoran-kotoran di tempat

itu sulit terlihat. Jendela yang diletakkan tinggi lebih baik daripada yang

letaknya rendah, karena lebih mudah mendapat cahaya.

Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung

dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan

minimal 60

lux dan tidak menyilaukan mata.8

Berdasarkan penelitian Vita Ayu Oktaviani (2009) dalam

penelitiannya tentang hubungan antara sanitasi fisik rumah dengan kejadian

infeksi saluran pernafasan atas (ispa) pada balita di Desa Cepogo Kecamatan

Cepogo Kabupaten Boyolali menggambarkan bahwa dari 62 rumah ditemukan


27 rumah (43,5%) dengan pencahayaan yang memenuhi syarat dan 35 rumah
(56,5%) dengan pencahayaan tidak memenuhi syarat.15

3. Kepadatan Hunian

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasa dinyatakan

dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relative tergantung dari

kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana

minimum 10m2/orang, jadi untuk satu keluarga yang terdiri 5 orang minimum

50m2.

Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3m2/orang dan

untuk mencegah penularan penyakit pernafasan jarak antara tepi tempat tidur

yang satu dengan yang lain minimum 90 cm. sebaiknya jangan digunakan

tempat tidur bertingkat, karena tempat tidur semacam ini juga mempermudah

penularan penyakit pernafasan.

Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari 2 orang, kecuali untuk

suami isteri dan anak dibawah 2 tahun yang biasanya masih sangat

memerlukan kehadiran orang tuanya.

Apabila ada anggota keluarga yang menderita penyakit pernafasan

sebaiknya tidak tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain. Untuk

menjamin volume udara yang cukup, disyaratkan juga tinggi langit-langit

minimum 2,75 m.9

Berdasarkan penelitian Juslan (2010) dalam penelitiannya yaitu

hubungan kepadatan hunian, ventilasi rumah dan pengetahuan dengan

kejadian penyakit tuberculosis paru di wilayah kerja puskesmas poasia kota

kendari menggambarkan bahwa dari 88 rumah yang diteliti 54 rumah

(61,36%) memenuhi persyaratan dan 34 rumah (38,64%) tidak memenuhi


syarat.14

4. Suhu

Rumah atau bangunan yang sehat haruslah mempunyai suhu yang

diatur sedemikian rupa sehingga suhu badan dapat dipertahankan. Jadi suhu

dalam ruangan harus dapat diciptakan sedemikian rupa sehingga tubuh tidak

terlalu banyak kehilangan panas atau sebaliknya tubuh tidak sampai

kepanasan. 10

Suhu yang optimum adalah 18 – 300C berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan

Udara Dalam Ruangan Rumah.

Suhu dalam ruangan rumah yang terlalu rendah dapat menyebabkan

gangguan kesehatan hingga hypothermia, sedangkan suhu yang terlalu tinggi

dapat menyebabkan dehidrasi sampai dengan heat stroke.

Perubahan suhu udara dalam ruangan rumah dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti penggunaan bahan bakar biomassa, ventilasi yang tidak

memenuhi syarat, kepadatan hunian, bahan dan struktur bangunan, kondisi

geografis dan kondisi topografi.

Bila suhu udara di atas 300C diturunkan dengan cara meningkatkan

sirkulasi udara dengan menambahkan ventilasi mekanik/buatan. Dan jika suhu

kurang dari 180C, maka perlu menggunakan pemanas ruangan dengan

menggunakan sumber energy yang aman bagi lingkungan dan kesehatan.8


Berdasarkan penelitian Tulus Aji Yuwono (2008) dalam penelitiannya

faktor-faktor lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian

pneumonia pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Kawunganten

Kabupaten Cilacap menggambarkan bahwa dari 66 rumah didapatkan 37

rumah (56,06%) memenuhi syarat dan 29 rumah (43,94%) tidak memenuhi

syarat.16

5. Kelembaban

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1077/Menkes/Per/

V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruangan Rumah

kelembaban yang memenuhi persyaratan adalah 40 – 60 %. Kelembaban yang

terlalu tinggi maupun rendah dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan

mikroorganisme.

Faktor yang mempengaruhi kelembababn adalah konstruksi rumah

yang tidak baik seperti atap yang bocor, lantai, dan dinding rumah yang tidak

kedap air, serta kurangnya pencahayaan baik buatan maupun alami.8

Ventilasi juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

kelembaban. Ventilasi yang kurang dapat menyebabkan kelembaban

bertambah. Kelembaban di luar rumah secara alami dapat mempengaruhi

kelembaban di dalam rumah. Ruang yang lembab memungkinkan tumbuhnya

mikroorganisme patogen. Untuk mendapatkan tingkat kelembaban yang baik

hendaknya mengatur agar pertukaran udara selalu lancar serta sinar matahari

dapat masuk yaitu dengan perbaikan ventilasi karena ventilasi berkaitan erat

dengan kelembaban.9
Bila kelembaban udara kurang dari 40%, maka dapat dilakukan upaya

penyehatan seperti membuka jendela rumah, menambah jumlah dan luas

jendela rumah, dan memodifikasi fisik bangunan. Dan jika kelembaban udara

lebih dari 60%, maka dapat dilakukan upaya penyehatan seperti memasang

genteng kaca, dan menggunakan alat untuk menurunkan kelembaban.8

Berdasarkan penelitian Vita Ayu Oktaviani (2009) dalam

penelitiannya tentang hubungan antara sanitasi fisik rumah dengan kejadian

infeksi saluran pernafasan atas (ispa) pada balita di Desa Cepogo Kecamatan

Cepogo Kabupaten Boyolali menggambarkan bahwa dari 62 rumah ditemukan

44 rumah (71%) memenuhi syarat dan 18 rumah (29%) tidak memenuhi

syarat.15

C. Sanitasi Dasar Rumah

1. Air Bersih

Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih cepat

meninggal karena kekurangan air dari pada kekurangan makanan. Di dalam

tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa,

sekitar 55 – 60 % berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan

untuk bayi sekitar 80%.

Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk

minum, masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainua.

Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju tiap orang memerlukan air

antara 60-120 liter perhari. Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk

Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30 – 60 liter per hari.


Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah

kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum (termasuk

untuk masak) air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak

menimbulkan penyakit bagi manusia.

Syarat-syarat air minum yang sehat diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Syarat fisik: Tidak bewarna, tidak berasa, dan tidak berbau.

b. Syarat kimia: kadar Cl 250 mg/liter, As 0.05 mg/liter, Cu 1 mg/liter, Fe 0.3

mg/liter, Zat Organik 10 mg/liter, pH 6.5 – 9.0, CO2 0.

c. Syarat Bakteriologis: harus bebas dari segala bakteri.

Berdasarkan penelitian Wirdana F (2006) dalam penetiannya tentang kapasitas

masyarakat Kelurahan Sungai Jang Kota Tanjungpinang dalam alternatif

penyediaan air menggambarkan bahwa dari 136 rumah didapatkan bahwa 76

rumah (55,88%) memenuhi syarat dan 60 rumah (44,12%) tidak memenuhi

syarat.17

2. Limbah

Air limbah atau air buangan adalah air yang tersisa dari kegiatan

manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti industri.

Meskipun merupakan air sisa, namun volumenya besar, karena lebih kurang

80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari

tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor. Selanjutnya air limbah

ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan digunakan lagi oleh manusia yang

menggunakan air sungai tersebut. Oleh sebab itu, air buangan harus dikelola

dan atau diolah secara baik.

Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes

water), yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada
umumnya air limbah ini terdiri dari tinja dan air seni, air bekas cucian, dapur

dan kamar mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.10

Berdasarkan penelitian Lucy Marthia (2010) dalam penelitiannya

tentang pengaruh limbah rumah tangga terhadap kualitas air di Menteng Kecil

menggambarkan bahwa dari 157 rumah didapatkan kondisi saluran

pembuangan air limbah 62 rumah (39,5%) memenuhi syarat dan 95 rumah

(60,5%) tidak memenuhi syarat.18

3. Tinja Dan Cara Pembuangannya

Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran

manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi.

Karena kotoran (tinja) manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang

multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada tinja dapat melalui

berbagai macam jalan atau cara.

Peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar. Di samping

dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, dan

sebagainya, juga air, tanah, serangga dan bagian-bagian tubuh kita dapat

terkontaminasi oleh tinja tersebut.

Ada 4 cara pembuangan tinja:

a) Pembuangan di atas tanah, pada cara ini tinja dibuang begitu saja di atas

permukaan tanah, halaman rumah, di kebun, di tepi sungai dan sebagainya.

b) Kakus lubang gali, cara ini merupakan salah satu yang paling mendekati

persyaratan yang harus dipenuhi. Tinja dikumpulkan di dalam tanah dan

lubang di bawah tanah.

c) Kakus air, cara ini hampir mirip dengan kaskus lubang galai, hanya lubang

kaskus dibuat dari tangki yang kedap air yang berisi air, terletak langsung

di
bawah tempat jongkok. Cara kerjanya merupakan peralihan antara lubang

kakus dengan septictank. Fungsi dari tank adalah untuk menerima,

menyimpan, mencernakan tinja serta melindunginya dari lalat dan

serangga lainnya. Bentuk bulat, bujur sangkar atau empat persegi panang

diletakkan vertikal dengan diameter antara 90 – 120 cm.

d) Septic tank, merupakan cara yang paling memuaskan dan dianjurkan

diantara pembuangan tinja dari buangan rumah tangga. Terdiri dari tangki

sedimentasi yang kedap air dimana tinja dan air ruangan masuk dan

mengalami proses dekomposisi. Di dalam tangki, tinja akan berada selama

1-3 minggu tergantung kapasitas tangki.

Berdasarkan penelitian Indah Musfiana (2011) dalam penelitiannya tentang

faktor-faktor yang berhubungan dengan kepemilikan jamban di Kelurahan

Koto Panjang dalam Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh

tahun 2011 menggambarkan bahwa dari 180 sampel di dapatkan 115 rumah

(63,9%) memiliki jamban dan 65 (36,1%) tidak memiliki jamban.19

4. Pengelolaan Sampah

Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak

dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan

manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.

Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian

dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak

disenangi, atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai

mengganggu kelangsungan hidup. Dari segi ini dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan sampah ialah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai,

disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari

kegiatan
yang dilakukan oleh manusia, tetapi yang bukan biologis dan umumnya

bersifat padat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alex Alfiandri (2011)

dalam penelitiannya tentang gambaran pengelolaan sampah rumah tangga di

RT 03 RW 01 lingkungan Panji Kelurahan Tegal Gede Kabupaten Jember

menggambarkan bahwa dari 83 rumah 69 rumah (83,14 %) memenuhi syarat

dan 14 rumah (16,86%) tidak memenuhi syarat.20

D. Alur Pikir Penelitian


Kondisi Fisik Rumah

Ventilasi
Pencahayaan
Kepadatan hunian
Suhu
Kelembaban Upaya Penyehatan
Rumah
Kondisi Sanitasi Dasar

Air Bersih
Limbah
Tinja
4. Sampah

E. Definisi Operational
N Variabel Sub- Definisi Alat Cara Hasil Ukur Skala
o Variabel Operational Ukur Ukur
1 Kondisi Ventilasi Hasil pengukuran Meteran Pengukuran a. MS= Luas Ordinal
Fisik luas lubang angin ventilasi
dan luas jendela >10% luas
terhadap rasio lantai
luas ventilasi b. TMS=
dengan luas lantai Luas
diukur pada ventilasi
<10% luas
rumah
lantai
Pencahayaan Hasil pengukuran Luxmeter Pengukuran a.MS= >60 Ordinal
menggunakan alat Lux
Lux Meter b. TMS= <60
terhadap Lux
intensitas cahaya
pada rumah
Kepadatan Hasil perhitungan Meteran Pengukuran a.MS= >8m2/ Ordinal
Hunian terhadap rasio orang
luas ruangan b.TMS=
dalam rumah <8m2/ orang
dengan jumlah
penghuni diukur
pada rumah
Suhu Hasil pengukuran Thermo Pengukuran a.MS= 180C- Interval
terhadap panas higro 300C
atau dinginnya meter b.TMS=
udara dalam <180C dan
rumah >300C

Kelembaban Hasil pengukuran Thermo Pengukuran a.MS= 40%- Interval


menggunakan alat higro 60%
thermohigrometer meter b. TMS=
terhadap <40% dan
banyaknya uap air >60%
yang terkandung
dalam rumah
2 Sanitasi Penyediaan Ketersediaan Formulir Observasi a.Cukup= Ordinal
Dasar Air kapasitas minimal Checklist Min 60 liter/
volume air yang orang/ hari
terdapat pada b.Tidak
sarana penyediaan Cukup= < 60
air liter/ orang/
hari)
Pengelolaan Tempat Formulir Observasi a.Baik= Ordinal
Limbah pembuangan Checklist kedap air
limbah domestik dan tertutup
yang dihasilkan b.Tidak
rumah Baik=tidak
kedap air
dan tidak
tertutup
Pembuangan Jenis sarana Formulir Observasi a.Baik= Ordinal
Tinja pembuang an Checklist Jamban
tinja yang leher angsa
digunakan dan ada
septic tank
b.Tidak
Baik=
bukan
jamban
leher angsa
dan tidak
memiliki
septictank
Pengelolaan Jenis pewadahan Formulir Observasi a.Baik= Ordinal
Sampah sampah dari Checklist kedap dan
rumah dan tertutup
lingkungan pada b.Tidak
rumah Baik=tidak
kedap dan
tidak
tertutup
3 Upaya Segala upaya atau Formulir Observasi a.Baik Ordinal
penyehatan usaha untuk Checklist (apabila
umah mencapai ≥ Mean)
terwujudnya b.Tidak Baik
penyehatan (apabila <
kondisi fisik mean)
rumah yang sehata
dan kondisi
sanitasi dasar
yang memenuhi
syarat kesehatan
berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan RI
No.829 tahun
1999
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu melihat gambaran kondisi

fisik dan sanitasi dasar rumah dalam upaya penyehatan rumah di Kelurahan

Batang Arau Kecamatan Padang Selatan tahun 2015.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang

Selatan, waktu penelitian dimulai pada bulan November 2014 sampai bulan

Juni 2015.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah yang terdapat

di Kelurahan Batang Arau yaitu sebanyak 790 rumah.

2. Sampel

Sampel pada penelitian ini berdasarkan rumus sebanyak 62 rumah

yang diperoleh dari teknik pengambilan sampel secara probability dengan

metode random sampling yaitu :


7,89𝑛 = 531,196 − 0,6724𝑛

7,89𝑛 + 0,6724𝑛 = 531,196

8,5624𝑛 = 531,196

𝑛 = 62,03 ≈ 62

Keterangan:

n: Jumlah sampel

N: Jumlah Populasi

Zc: Tingkat kepercayaan (90%=1,64)

P: Proporsi kejadian populasi (0,5)

Q: Proporsi kejadianpopulasi yang gagal (1-P) d:

Presisi mutlak (10%)

D. Teknik dan Instrument Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Data primer dalam penelitian ini didapatkan dari observasi

langsung ke lokasi penelitian dengan melakukan pengukuran

menggunakan Luxmeter, meteran dan Thermohygrometer terhadap kondisi

fisik rumah dan formulir checklist untuk observasi fasilitas sanitasi rumah

.
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data Kelurahan

Batang Arau tentang jumlah rumah yang terdapat di kelurahan Batang

Arau dan tentang geografis Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang

Selatan.
2. Instrument Pengumpulan Data

Instrument dalam penelitian ini adalah Luxmeter, meteran dan

Thermohygrometer untuk mengukur kondisi fisik rumah dan formulir

checklist untuk observasi fasilitas sanitasi rumah.

E. Teknik Pengolahan

1. Editing
Melakukan pemeriksaan data tentang kondisi fisik dan sanitasi

dasar rumah dalam upaya penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau

Kecamatan Padang Selatan yang telah terkumpul agar diperiksa

kelengkapan dan kesinambungannya.

2. Coding
Melakukan penyederhanaan data tentang kondisi fisik dan sanitasi

dasar rumah dalam upaya penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau

Kecamatan Padang Selatan dengan menggunakan kode-kode tertentu.

3. Processing
Memasukkan kode ke dalam master tabel (manual) dan program

computer tentang kondisi fisik dan sanitasi dasar rumah dalam upaya

penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan.

4. Cleaning
Mencek kembali apakah data tentang kondisi fisik dan sanitasi

dasar rumah dalam upaya penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau

Kecamatan Padang Selatan yang dimasukkan sudah benar.


F. Analisis Data

Data tentang kondisi fisik dan sanitasi dasar rumah dalam upaya

penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan yang

telah dikumpulkan diolah dengan system komputerisasi kemudian disajikan

dalam tebel distribusi frekuensi dengan analisis univarit, dan dibandingkan

dengan referensi yang ada.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Batang Arau merupakan salah satu Kelurahan yang terletak di Kecamatan

Padang Selatan dengan batas wilayah:

a. Sebelah Utara dengan Sungai Batang Arau dan Berok Nipah

b. Sebelah Selatan dengan Kelurahan Bukit Gado-Gado

c. Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

d. Sebelah Timur dengan sebelah palinggam


Wilayah Kelurahan Batang Arau merupakan salah satu wilayah yang

berada di lereng bukit. Kelurahan Batang Arau ini terdiri dari atas 4 RW dan 19

RT dengan jumlah penduduk yang ada di Kelurahan Batang Arau sebanyak 4.590

penduduk.

Kelurahan Batang Arau termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas

Pemancungan. Kelurahan Batang Arau ini memiliki luas wilayah ±60.52 Ha.

Penduduk di wilayah Kelurahan Batang Arau 70% menempati rumah yang berada

di lereng bukit. Di kelurahan ini memiliki komposisi penduduk yang terdiri dari

beberapa etnis seperti China, Nias, Jawa, India dan suku minangkabau sendiri.

Batang Arau merupakan pusat peradaban Kota Padang tertua.21

B. Hasil Penelitian

Hasil penelitian tentang kondisi fisik dan sarana sanitasi rumah di

pemukiman Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan yang dilakukan

pada bulan April-Juni adalah sebagai berikut:

1. Kondisi Fisik Rumah

a. Kondisi Ventilasi

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kondisi Ventilasi Rumah di


Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun
2015

No Kondisi Ventilasi Jumlah Persentase (%)


1 Memenuhi Syarat 50 80,6
2 Tidak Memenuhi Syarat 12 19,4
Total 62 100,0
Dari tabel 1 diketahui bahwa kondisi ventilasi yang memenuhi syarat

adalah 80,6%.

b. Intensitas Pencahayaan
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kondisi Intensitas Pencahayaan
Rumah di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan
Tahun 2015

No Intensitas Pencahayaan Jumlah Persentase (%)


1 Memenuhi Syarat 50 80,6
2 Tidak Memenuhi Syarat 12 19,4
Total 62 100,0
Dari tabel 2 diketahui bahwa intensitas pencahayaan yang memenuhi syarat

adalah 80,6%.

c. Kepadatan Hunian

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kondisi Kepadatan Hunian


Rumah di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan
Tahun 2015

No Kepadatan Hunian Jumlah Persentase (%)


1 Memenuhi Syarat 14 22,6
2 Tidak Memenuhi Syarat 48 77,4
Total 62 100,0
Dari tabel 3 diketahui bahwa kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat

adalah 77,4%.

d. Suhu

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Suhu Rumah di Kelurahan


Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

No Suhu Jumlah Persentase (%)


1 Memenuhi Syarat 41 66,1
2 Tidak Memenuhi Syarat 21 33,9
Total 62 100,0
Dari tabel 4 diketahui bahwa suhu pada rumah yang memenuhi syarat

adalah 66,1%.

e. Kelembaban

Tabel 5
Distribusi Frekuensi Kelembaban Rumah di Kelurahan Batang
Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

No Kelembaban Jumlah Persentase (%)


1 Memenuhi Syarat 21 33,9
2 Tidak Memenuhi Syarat 41 66,1
Total 62 100,0
Dari tabel 5 diketahui bahwa kelembaban pada rumah yang tidak

memenuhi syarat adalah 66,1%.

2. Sanitasi Dasar Rumah

a. Penyediaan Air Bersih

Tabel 6
Distribusi Frekuensi Penyediaan Air Bersih Rumah di Kelurahan
Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

No Penyediaan Air Jumlah Persentase (%)


1 Memenuhi Syarat 50 80,6
2 Tidak Memenuhi Syarat 12 19,4
Total 62 100,0
Dari tabel 6 diketahui bahwa penyediaan air yang memenuhi syarat

adalah 80,6%.

b. Pengelolaan Air Limbah

Tabel 7
Distribusi Frekuensi Pengelolaan Air Limbah Kelurahan Batang
Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

No Pengelolaan Air Limbah Jumlah Persentase (%)


1 Memenuhi Syarat 14 22,6
2 Tidak Memenuhi Syarat 48 77,4
Total 62 100,0
Dari tabel 7 diketahui bahwa kondisi saluran pembuangan air limbah

yang tidak memenuhi syarat adalah 77,4%.

c. Pembuangan Tinja
Tabel 8 Distribusi Frekuensi Pembuangan Tinja pada Rumah di
Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

No Pembuangan Tinja Jumlah Persentase (%)


1 Memenuhi Syarat 59 95.2
2 Tidak Memenuhi Syarat 3 4.8
Total 62 100.0
Dari tabel 8 diketahui bahwa kondisi jamban yang memenuhi syarat

adalah 95,2%.

d. Pengelolaan Sampah

Tabel 9 Distribusi Frekuensi Pengelolaan Sampah pada Rumah di


Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

No Pengelolaan Limbah Jumlah Persentase (%)


1 Memenuhi Syarat 22 35,5
2 Tidak Memenuhi Syarat 40 64,5
Total 62 100,0
Dari tabel 9 diketahui bahwa kondisi tempat pembuangan sampah yang

tidak memenuhi syarat adalah 64,5%.

3. Upaya Penyehatan Kondisi Fisik Rumah

a. Upaya Perbaikan Luas Ventilasi

Tabel 10
Distribusi Frekuensi Upaya Perbaikan Luas Ventilasi Rumah di
Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun
2015

No Upaya Perbaikan Luas Jumlah Persentase (%)


Ventilasi
1 Ada 12 19,4

2 Tidak Ada 50 80,6

Total 62 100,0
Dari tabel 10 diketahui bahwa responden tidak ada upaya perbaikan

luas ventilasi sebanyak 80,6%.


b. Upaya Penambahan Atap Kaca

Tabel 11 Distribusi Frekuensi Upaya Penambahan Atap Kaca


pada Rumah di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang
Selatan Tahun 2015

No Upaya Penambahan Atap Jumlah Persentase (%)


Kaca
1 Ada 36 58,1
2 Tidak Ada 26 41,9
Total 62 100,0
Dari tabel 11 diketahui bahwa responden yang ada upaya untuk

penambahan atap kaca agar sinar matahari masuk ke rumah sebanyak

58,1%.

c. Upaya Memperlebar Luas Rumah

Tabel 12 Distribusi Frekuensi Upaya Memperlebar Luas Rumah


di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun
2015

No Upaya memperlebar luas Jumlah Persentase (%)


rumah
1 Ada 25 40,3
2 Tidak Ada 37 59,7
Total 62 100,0
Dari tabel 12 diketahui bahwa responden yang tidak ada sebanyak

59,7%.

d. Upaya Perbaikan Sirkulasi Udara

Tabel 13 Distribusi Frekuensi Upaya Perbaikan Sirkulasi Udara


pada Rumah di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang
Selatan Tahun 2015

No Upaya Perbaikan sirkulasi Jumlah Persentase (%)


udara
1 Ada 42 67,7
2 Tidak Ada 20 32,3
Total 62 100,0
Dari tabel 13 diketahui bahwa responden yang ada upaya untuk

perbaikan sirkulasi udara agar suhu optimal sebanyak 67,7%.

e. Upaya Membuka Jendela

Tabel 14 Distribusi Frekuensi Upaya Membuka Jendela Rumah di


Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

No Upaya Perbaikan Luas Jumlah Persentase (%)


Ventilasi
1 Ada 55 88,7

2 Tidak Ada 7 11,3

Total 62 100,0
Dari tabel 14 diketahui bahwa responden yang ada upaya untuk

membuka jendela agar kelembaban optimal sebanyak 88,7%.

4. Upaya Penyehatan Sanitasi Dasar Rumah

a. Upaya Memiliki Sarana Air Bersih Yang Cukup

Tabel 15 Distribusi Frekuensi Upaya Memiliki Sarana Air Bersih


yang Cukup pada Rumah di Kelurahan Batang Arau
Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

No Upaya memiliki kecukupan Jumlah Persentase (%)


air
1 Ada 47 75,8
2 Tidak Ada 15 24,2
Total 62 100,0
Dari tabel 15 diketahui bahwa responden yang ada upaya untuk

memiliki sarana air bersih yang cukup sebanyak 75,8%.


b. Upaya Perbaikan Sarana Pengelolaan Air Limbah

Tabel 16 Distribusi Frekuensi Upaya Perbaikan Sarana


Pengelolaan Limbah pada Rumah di Kelurahan Batang Arau
Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

No Upaya Perbaikan Sarana Jumlah Persentase (%)


Pengelolaan Air Limbah
1 Ada 15 24,2
2 Tidak Ada 47 75,8
Total 62 100,0
Dari tabel 16 diketahui bahwa responden yang tidak ada sebanyak

75,8%.

c. Upaya Untuk Membuat Jamban Yang Memenuhi Syarat

Tabel 17 Distribusi Frekuensi Upaya Membuat Jamban yang


Memenuhi Syarat di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang
Selatan Tahun 2015

No Upaya Membuat Jamban Jumlah Persentase (%)


Yang Memenuhi Syarat
1 Ada 59 95,2
2 Tidak Ada 3 4,8
Total 62 100,0
Dari tabel 17 diketahui bahwa responden yang ada upaya untuk

membuat jamban yang memenuhi syarat sebanyak 95,2%.

d. Upaya Pembuangan Sampah Menggunakan Bahan Yang Kedap

dan Tertutup

Tabel 18
Distribusi Frekuensi Upaya Pembuangan Sampah Menggunakan
Bahan yang Kedap dan Tertutup pada Rumah di
Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan
Tahun 2015

No Upaya pembuangan sampah Jumlah Persentase (%)


menggunakan bahan yang
kedap dan tertutup
1 Ada 22 35,5
2 Tidak Ada 40 64,5
Total 62 100,0
Dari tabel 18 diketahui bahwa responden yang tidak ada upaya untuk

pembuangan sampah menggunakan bahan yang kedap dan tertutup

sebanyak 64,5%.

5. Upaya Penyehatan Rumah

Tabel 19
Distribusi Frekuensi Upaya Penyehatan Rumah di Kelurahan Batang
Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

No Upaya penyehatan rumah Jumlah Persentase (%)


1 Baik 39 62,9
2 Tidak Baik 23 37,1
Total 62 100,0
Dari tabel 19 diketahui bahwa responden yang upaya penyehatan

rumahnya baik sebanyak 62.9%.

C. Pembahasan

1. Kondisi Fisik Rumah

a. Kondisi Ventilasi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Batang

Arau dapat dilihat bahawa dari 62 rumah kondisi ventilasi yang memenuhi

syarat adalah 50 rumah (80,6%) dan yang tidak memenuhi syarat adalah

12 rumah (19,4%).

Melinda Syandi (2011) dalam penelitiannya yaitu Hubungan

kondisi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Kajai
Kabupaten Pasaman Barat tahun 2011 menggambarkan bahwa dari 176

rumah yang diteliti ventilasi yang memenuhi syarat adanya

70 rumah (39,8%) dan yang tidak memenuhi syarat adalah 106 rumah

(60,2%).

Juslan (2010) dalam penelitiannya yaitu hubungan kepadatan

hunian, ventilasi rumah dan pengetahuan dengan kejadian penyakit

tuberculosis paru di wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari

menggambarkan bahwa dari 88 rumah yang diteliti 36 rumah (40,91%)

memenuhi syarat dan 52 rumah (59,09%) yang tidak memenuhi syarat.

Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar kedalam suatu

ruangan dan pengeluaran udara kotoran suatu ruangan tertutup baik

alamiah maupun secara buatan. Ventilasi harus lancar diperlukan untuk

menghindari pengaruh buruk yang dapat merugikan kesehatan manusia

pada suatu ruangan kediaman yang tertutup atau kurang ventilasi.

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah

untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal

ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut

tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di

dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya

menjadi meningkat. Disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan

menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya

proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan

merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri salah satunya bakteri

patogen.
Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara

ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu

terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara

akan selalu mengalir. Fungsi tetap dalam kelembapan yang optimum.

Jika ventilasi alamiah untuk pertukaran udara dalam ruangan

kurang memenuhi syarat, sehingga udara dalam ruangan akan berbau

pengap, maka diperlukan suatu system pembaharuan mekanis. Untuk

memperbaiki keadaan ruang dalam ruangan, system mekanis ini harus

bekerja terus menerus selama ruangan yang dimaksud digunakan. Alat

mekanis yang biasa digunakan atau dipakai untuk system pembaharuan

udara mekanis adalah kipas angin (ventilating, fan atau exhauster), atau air

conditioning.

Berdasarkan hasil survei pada kondisi ventilasi rumah di

Kelurahan Batang Arau pada umumnya menggunakan ventilasi non

permanen dengan ukuran yang tidak begitu besar.

Agar ventilasi memenuhi syarat kesehatan makan harusnya luas

ventilasi di tambah hingga lebih dari 10% dari luas lantai. Ventilasi dapat

mempengaruhi pencahayaan, suhu dan kelembaban, oleh sebab itu penting

suatu rumah memiliki ventilasi yang memenuhi syarat.

Upaya yang dapat dilakukan oleh pemilik rumah adalah dengan

memperlebar luas ventilasi. Dan untuk puskesmas dapat bekerja sama

dengan kader yang ada diwilayah kerja puskesmas Pemancungan seperti

memberikan penyuluhan tentang pentingnya meningkatkan penyehatan

rumah.
b. Pencahayaan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahawa dari 62 rumah

dengan intensitas pencahayaan yang memenuhi syarat adalah 50 rumah

(80,6%) dan yang tidak memenuhi syarat adalah 12 rumah (19,4%).

Vita Ayu Oktaviani (2009) dalam penelitiannya tentang hubungan

antara sanitasi fisik rumah dengan kejadian infeksi saluran pernafasan atas

(ispa) pada balita di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali

menggambarkan bahwa dari 62 rumah ditemukan 27 rumah (43,5%)

dengan pencahayaan yang memenuhi syarat dan 35 rumah (56,5%) dengan

pencahayaan tidak memenuhi syarat.

Cahaya mempunyai sifat dapat membunuh bakteri. Selain itu perlu

mendapat perhatian tingkat terangnya cahaya itu. Kurangnya pencahayaan

akan menimbulkan beberapa akibat pada mata, kenyamanan dan sekaligus

produktifitas seseorang. Kecelakaan-kecelakaan di rumah sering disebabkan

oleh pencahayaan atau penerangan yang kurang. Cahaya dianggap sebagai

suatu alat perantara, dengan mana benda-benda dapat terlihat oleh mata.

Cahaya yang cukup untuk penerangan ruang di dalam rumah

merupakan kebutuhan kesehatan manusia. Penerangan ini dapat diperoleh

dengan pengaturan cahaya buatan dan cahaya alam.

Pencahayaan alam diperoleh dengan masuknya sinar matahari

kedalam ruangan melalui jendela, celah-celah dan bagian-bagian bangunan

yang terbuka. Sinar ini sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan,

pohonpohon maupun tembok pagar yang tinggi. Cahaya matahari ini

berguna selain untuk penerangan juga dapat mengurangi kelembaban

ruang,
mengusir nyamuk, membunuh kuman-kuman penyebab penyakit tertentu

seperti TBC, influenza, penyakit mata dan lain-lain.

Menurut Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral PPM & PL

Tahun 2002, penerangan dapat diperoleh dengan pengaturan cahaya

buatan dan cahaya alami.

1) Pencahayaan alami

Pencahayaan alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke

dalam ruangan melalui jendela celah-celah atau bagian ruangan yang

terbuka. Sinar sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan, pohon-pohon

maupun tembok pagar yang tinggi.

2) Pencahayaan Buatan

Untuk penerangan pada rumah tinggal dapat diatur dengan memilih

sistem penerangan dengan suatu pertimbangan hendaknya penerangan

tersebut dapat menumbuhkan suasana rumah yang lebih menyenangkan.

Berdasarkan hasil survei pada pencahayaan rumah di Kelurahan

Batang Arau pada umumnya rumah banyak mendapatkan cahaya alami

dari pancaran sinar matahari dari jendela. Untuk rumah yang berada di

kompleks yang padat ditemukan rumah yang tidak mendapatkan

pencahayaan yang cukup.

Agar pencahayaan memenuhi persyaratan, maka salah satu caranya

adalah menambahkan atap kaca. Karena dengan pencahayaan yang alami

dapat membunuh mikroorganisme yang terdapat pada rumah. Dan untuk

puskesmas dapat bekerja sama dengan kader yang ada diwilayah kerja

puskesmas Pemancungan seperti memberikan penyuluhan tentang

pentingnya meningkatkan penyehatan rumah.


c. Kepadatan Hunian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Batang

Arau dapat dilihat bahawa dari 62 rumah dengan kepadatan hunian yang

memenuhi syarat adalah 14 rumah (22,6%) dan yang tidak memenuhi

syarat adalah 48 rumah (77,4%).

Juslan (2010) dalam penelitiannya yaitu hubungan kepadatan

hunian, ventilasi rumah dan pengetahuan dengan kejadian penyakit

tuberculosis paru di wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari

menggambarkan bahwa dari 88 rumah yang diteliti 54 rumah (61,36%)

memenuhi persyaratan dan 34 rumah (38,64%) tidak memenuhi syarat.

Luas rumah yang cukup memberikan ruang gerak bagi

penghuninya sehingga terasa bebas dari resiko benturan dengan yang ada

dalam rumah. Kenyamanan dapat terjamin, karena sirkulasi udara berjalan

baik tanpa menimbulkan kejenuhan udara dalam ruangan yang di dalam

ruangan yang di dalam terkandung zat-zat buangan dari sesama penghuni

misalnya CO2 dan kuman-kuman pathogen.

Kepadatan hunian untuk seluruh rumah bisa dinyatakan dalam

m2/orang. Penggunaan luas lantai ini dimaksudkan untuk menghindari

penularan penyakit pernafasan.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di Kelurahan Batang Arau

ditemukan lebih dari 50% rumah memiliki kepadatan yang tinggi yaitu

melebihi 8m2/orang.

Agar kepadatan hunian memenuhi syarat jumlah penghuni dan luas

rumah harus sesuai yaitu minimal 8m2/orang, jadi jika kurang dari
8m2/orang alangkah baiknya rumah diperlebar hingga jumlah penghuni dan

luas rumah sesuai sehingga memenuhi persyaratan keadatan hunian.

d. Suhu

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahawa dari 62 rumah

dengan suhu yang memenuhi syarat adalah 41 rumah (66,1%) dan yang

tidak memenuhi syarat adalah 21 rumah (33,9%).

Tulus Aji Yuwono (2008) dalam penelitiannya faktor-faktor

lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian pneumonia

pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Kawunganten Kabupaten

Cilacap menggambarkan bahwa dari 66 rumah didapatkan 37 rumah

(56,06%) memenuhi syarat dan 29 rumah (43,94%) tidak memenuhi

syarat.

Rumah atau bangunan yang sehat haruslah mempunyai suhu yang

diatur sedemikian rupa sehingga suhu badan dapat dipertahankan. Jadi

suhu dalam ruangan harus dapat diciptakan sedemikian rupa sehingga

tubuh tidak terlalu banyak kehilangan panas atau sebaliknya tubuh tidak

sampai kepanasan.

Suhu yang optimum adalah 18 – 300C berdasarkan Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman

Penyehatan Udara Dalam Ruangan Rumah.

Suhu dalam ruangan rumah yang terlalu rendah dapat

menyebabkan gangguan kesehatan hingga hypothermia, sedangkan suhu

yang terlalu tinggi dapat menyebabkan dehidrasi sampai dengan heat

stroke.
Perubahan suhu udara dalam ruangan rumah dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti penggunaan bahan bakar biomassa, ventilasi yang

tidak memenuhi syarat, kepadatan hunian, bahan dan struktur bangunan,

kondisi geografis dan kondisi topografi.

Bila suhu udara di atas 300C diturunkan dengan cara meningkatkan

sirkulasi udara dengan menambahkan ventilasi mekanik/buatan. Dan jika

suhu kurang dari 180C, maka perlu menggunakan pemanas ruangan

dengan menggunakan sumber energy yang aman bagi lingkungan dan

kesehatan.

Agar suhu dalam ruangan memenuhi syarat juga didukung dengan

adanya ventilasi yang memadai, dan untuk mendapatkan suhu yang

optimal bisa digunakan kipas angin atau AC.

e. Kelembaban

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahawa dari 62 rumah

dengan kelembaban yang memenuhi syarat adalah 21 rumah (33,9%) dan

yang tidak memenuhi syarat adalah 41 rumah (66,1%).

Vita Ayu Oktaviani (2009) dalam penelitiannya tentang hubungan

antara sanitasi fisik rumah dengan kejadian infeksi saluran pernafasan atas

(ispa) pada balita di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali

menggambarkan bahwa dari 62 rumah ditemukan 44 rumah (71%)

memenuhi syarat dan 18 rumah (29%) tidak memenuhi syarat.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1077/Menkes/Per/

V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruangan Rumah

kelembaban yang memenuhi persyaratan adalah 40 – 60 %. Kelembaban

yang terlalu tinggi maupun rendah dapat menyebabkan suburnya

pertumbuhan mikroorganisme.
Faktor yang mempengaruhi kelembababn adalah konstruksi rumah

yang tidak baik seperti atap yang bocor, lantai, dan dinding rumah yang

tidak kedap air, serta kurangnya pencahayaan baik buatan maupun alami.

Ventilasi juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

tingkat kelembaban. Ventilasi yang kurang dapat menyebabkan

kelembaban bertambah. Kelembaban di luar rumah secara alami dapat

mempengaruhi kelembaban di dalam rumah. Ruang yang lembab

memungkinkan tumbuhnya mikroorganisme patogen. Untuk mendapatkan

tingkat kelembaban yang baik hendaknya mengatur agar pertukaran udara

selalu lancar serta sinar matahari dapat masuk yaitu dengan perbaikan

ventilasi karena ventilasi berkaitan erat dengan kelembaban.

Bila kelembaban udara kurang dari 40%, maka dapat dilakukan

upaya penyehatan seperti membuka jendela rumah, menambah jumlah dan

luas jendela rumah, dan memodifikasi fisik bangunan. Dan jika

kelembaban udara lebih dari 60%, maka dapat dilakukan upaya

penyehatan seperti memasang genteng kaca, dan menggunakan alat untuk

menurunkan kelembaban.

Berdasarkan survei yang dilakukan di Kelurahan Batang Arau

lebih dari 50% rumah memiliki kelembaban yang tinggi. Kelembaban juga

dipengaruhi oleh ventilasi atau jendela. Dengan sering membuka jendela

rumah setiap hari akan membuat kelembaban pada rumah jadi optimal.

Selain membuka jendela, peran puskesmas dan kader juga sangat

penting disini untuk memberika penyuluhan pentingnya rumah sehat

terutama kelembaban yang optimal agar tidak mudahnya mikroorganisme

patogen penyebab penyakit berkembangbiak di dalam rumah.


2. Sanitasi Dasar Rumah

a. Penyediaan Air Bersih

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Batang

Arau dapat dilihat bahawa dari 62 rumah dengan penyediaan air bersih yang

memenuhi syarat adalah 50 rumah (80,6%) dan yang tidak memenuhi syarat

adalah 12 rumah (19,6%).

Wirdana F (2006) dalam penetiannya tentang kapasitas masyarakat

Kelurahan Sungai Jang Kota Tanjungpinang dalam alternatif penyediaan

air menggambarkan bahwa dari 136 rumah didapatkan bahwa 76 rumah

(55,88%) memenuhi syarat dan 60 rumah (44,12%) tidak memenuhi

syarat.

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari

yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila

telah dimasak.

Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber

air bagi penghuni rumah yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari.

Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk

minum, masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan

sebagainya. Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju tiap orang

memerlukan air antara 60-120 liter perhari. Sedangkan di negara-negara

berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30 – 60

liter per hari.

Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting

adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum
(termasuk untuk masak) air harus mempunyai persyaratan khusus agar air

tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di Kelurahan Batang Arau

Kecamatan Padang Selatan, rumah-rumah pada kelurahan ini memperoleh

air bersih dari perlindungan mata air yang di alirkan kerumah-rumah, dan

ada juga yang menggunakan sumur gali. Pada musim kemarau daerah ini

akan kekurangan air bersih baik yang memperoleh air dari perlindungan

mata air maupun sumur gali.

Upaya yang dapat dilakukan oleh pemilik rumah agar ketersediaan

air bersih tercukupi adalah menggunakan air secukupnya, yaitu minimal

60 liter per orang. Untuk yang memperoleh air dari perlindungan mata air

maka tempat penampungan air lebih baik di tambah, sehingga persediaan

air tercukupi.

b. Kondisi Saluran Pembuangan Air Limbah

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahawa dari 62 rumah

dengan kondisi saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat

adalah 14 rumah (22,6%) dan yang tidak memenuhi syarat adalah 48

rumah (77,4%).

Lucy Marthia (2010) dalam penelitiannya tentang pengaruh limbah

rumah tangga terhadap kualitas air di Menteng Kecil menggambarkan

bahwa dari 157 rumah didapatkan kondisi saluran pembuangan air limbah

62 rumah (39,5%) memenuhi syarat dan 95 rumah (60,5%) tidak

memenuhi syarat
Air limbah atau air kotor atau air bekas adalah air yang tidak bersih

dan mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan

manusia hewan dan lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia.

Pada dasarnya pengelolaan limbah bertujuan untuk:


1) Melindungi kesehatan anggota masyarakat dari ancaman berbagai

penyakit. Ini disebabkan karena limbah sering dipakai sebagai tempat

berkembangbiaknya berbagai macam bibit penyakit.

2) Melindungi timbulnya kerusakan tanaman terutama jika air limbah

tersebut mengandung zat organik yang membahayakan kelangsungan

hidup.

3) Menyediakan air bersih yang dapat dipakai untuk keperluan hidup

sehari-hari terutama jika sulit ditemukan air bersih.

Berdasarkan survei yang dilakukan di Kelurahan Batang Arau

Kecamatan Padang Selatan ini, saluran pembuangan air limbah ada yang

terbuka dan yang tertutup, di alirkan ke selokan-selokan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk saluran pembuangan air limbah

ini adalah membuat atau memperbaiki saluran pembuangan air limbah

menjadi tertutup sehingga tidak mencemari lingkungan sekitarnya.

c. Kondisi Jamban

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Batang

Arau dapat dilihat bahawa dari 62 rumah dengan kondisi jamban yang

memenuhi syarat adalah 59 rumah (95,2%) dan yang tidak memenuhi

syarat adalah 3 rumah (4,8%).

Indah Musfiana (2011) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor

yang berhubungan dengan kepemilikan jamban di Kelurahan Koto

Panjang dalam Kecamatan Lampasi Tigo Nagori Kota Payakumbuh tahun


2011 menggambarkan bahwa dari 180 sampel di dapatkan 115 rumah

(63,9%) memiliki jamban dan 65 (36,1%) tidak memiliki jamban.


Yang dimaksud kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang

tidak dipakai lagi oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh.

Halhal yang harus dikeluarkan dari tubuh ini terbentuk tinja (fecces), air

seni (urine) dan CO2 sebagai hasil dari proses pernapasan. Untuk

mencegah sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap

lingkungan, maka pembuangan kotoran harus dikelola dengan baik,

maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat yang tertentu atau

jamban yang sehat.

Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan

kotoran manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin

diatasi. Karena kotoran (tinja) manusia adalah sumber penyebaran

penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada

tinja dapat melalui berbagai macam jalan atau cara.

Peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar. Di samping

dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, dan

sebagainya, juga air, tanah, serangga dan bagian-bagian tubuh kita dapat

terkontaminasi oleh tinja tersebut.

Ada 4 cara pembuangan tinja:

a) Pembuangan di atas tanah, pada cara ini tinja dibuang begitu saja di

atas permukaan tanah, halaman rumah, di kebun, di tepi sungai dan

sebagainya.

b) Kakus lubang gali, cara ini merupakan salah satu yang paling

mendekati persyaratan yang harus dipenuhi. Tinja dikumpulkan di

dalam tanah dan lubang di bawah tanah.


c) Kakus air, cara ini hampir mirip dengan kaskus lubang galai, hanya

lubang kaskus dibuat dari tangki yang kedap air yang berisi air,

terletak langsung di bawah tempat jongkok. Cara kerjanya merupakan

peralihan antara lubang kakus dengan septictank. Fungsi dari tank

adalah untuk menerima, menyimpan, mencernakan tinja serta

melindunginya dari lalat dan serangga lainnya. Bentuk bulat, bujur

sangkar atau empat persegi panang diletakkan vertikal dengan

diameter antara 90 – 120 cm.

d) Septik tank, merupakan cara yang paling memuaskan dan dianjurkan

diantara pembuangan tinja dari buangan rumah tangga. Terdiri dari

tangki sedimentasi yang kedap air dimana tinja dan air ruangan masuk

dan mengalami proses dekomposisi. Di dalam tangki, tinja akan berada

selama 1-3 minggu tergantung kapasitas tangki.

Berdasarkan hasil survei di Kelurahan Batang Arau Kecamatan

Padang Selatan didapatkan bahwa sudah banyak rumah-rumah yang

memiliki jamban dengan septiktank, sedangkan yang tidak memiliki masih

buang air besar sembarangan seperti di sungai.

Upaya yang dapat dilakukan adalah untuk membuat jamban jenis

leher angsa dengan septiktank, dan jika tidak mampu membuat jamban per

rumah, bisa di buat kakus umum yang mana bisa berkerja sama pihak

puskesmas atau pemerintah kelurahan.

d. Kondisi Tempat Pembuangan Sampah

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahawa dari 62 rumah

dengan kondisi tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat adalah

22 rumah (35,5%) dan yang tidak memenuhi syarat adalah 40 rumah

(64,5%).
Alex Alfiandri (2011) dalam penelitiannya tentang gambaran

pengelolaan sampah rumah tangga di RT 03 RW 01 lingkungan Panji

Kelurahan Tegal Gede Kabupaten Jember menggambarkan bahwa dari 83

rumah 69 rumah (83,14 %) memenuhi syarat dan 14 rumah (16,86%) tidak

memenuhi syarat.

Sampah adalah suatu bahan atau bahan yang sudah tidak dipakai

lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi

dalam suatu kegiatan manusia dan di buang.

Dalam ilmu kesehatan lingkungan pengelolaan sampah tersebut

meliputi 3 hal pokok yaitu: penimbulan sampah, pemilahan sampah,

pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemilihan sampah, pewadahan

sampah, pengumpulan sampah dan pembuangan sampah. Adapun tempat

penyimpanan sampah sementara (tempat sampah) yang digunakan harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut: konstruksi harus kuat dan tidak

mudah bocor, memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan,

ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh satu orang.

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Kelurahan Batang

Arau Kecamatan Padang Selatan didapatkan bahwa masih banyak rumah

dengan tempat pembuangan sampah yang masih terbuka, dan ada juga

hanya dengan plastik yang digantung disamping rumah.

Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengganti tempat

pembuangan sampah dengan bahan yang kedap dan tertutup.


3. Upaya Penyehatan Rumah

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa dari 62 rumah ada 39

rumah (62,9%) upaya penyehatan rumah baik dan ada 23 rumah (37,1%)

upaya penyehatan rumah tidak baik.

Upaya penyehatan rumah adalah segala upaya atau usaha untuk

mencapai terwujudnya penyehatan kondisi fisik rumah yang sehat dan kondisi

sanitasi dasar yang memenuhi syarat kesehatan berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan RI No.829 tahun 1999.

Hasil upaya penyehatan rumah diperoleh dari upaya yang telah

dilakukan untuk penyehatan kondisi fisik rumah dan sarana sanitasi dasar

rumah.

Upaya penyehatan kondisi fisik rumah yang dapat dilakukan adalah

memperbaiki luas ventilasi agar ukuran ventilasi lebih dari 10% dari luas

lantai, luas ventilasi sangat penting untuk rumah yang sehat, karena dengan

adanya ventilasi akan menjaga suhu dan kelembaban udara dalam rumah

menjadi optimum dan juga pencahayaan yang baik. Untuk pencahayaan juga

bisa menambahkan atap dari bahan kaca agar cahaya alami dapat memasuki

rumah. Kepadatan hunian juga seharusnya diperhatikan, minimal 8m2/orang.

Jika kurang lebih baik memperlebar rumah sehingga memebuhi persyaratan,

untuk suhu dan kelembaban bisa menggunakan kipas angin agar suhu

optimum dan membuka jendela rumah setiap hari agar kelembaban optimum.

Upaya penyehatan sanitasi dasar seperti penyediaan air bersih dengan

menambahkan tempat penampungan air untuk air yang di tampung dari

perlindungan mata air, menggunakan air secukupnya minimal 60 liter per

orang. Saluran pembuangan air limbah yang kedap dan tertutup lebih di

anjurkan agar
tidak mencemari lingkungan sekitar. Upaya yang dapat dilakukan untuk

jamban adalah dengan membuat jamban jenis leher angsa dengan septiktank.

Untuk upaya pengelolaan sampah harus menggunakan tempat pembuangan

sampah dari bahan yang kedap dan tertutup.

Tidak adanya upaya untuk penyehatan rumah yang dilakukan oleh

masyarakat Kelurahan Batang Arau dikarenakan masyarakat kurang

mengetahui pentingnya kesehatan perumahan bagi kesehatan penghuni rumah,

karena tidak pernah dilakukannya penyuluhan dari pihak puskesmas sehingga

menyebabkan masyarakat tidak mengetahui pentingnya penyehatan rumah.

Kepada petugas puskesmas sebaiknya memberikan penyuluhan tentang

rumah sehat dan pentingnya upaya penyehatan rumah agar masyarakat peduli

terhadap penyehatan rumah mereka.


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian tentang kondisi fisik dan sanitasi dasar rumah

dalam upaya penyehatan rumah di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang

Selatan tahun 2015, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil penelitian (80,6%) luas ventilasi rumah yang memenuhi syarat

di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

2. Dari hasil penelitian (80,6%) pencahayaan rumah yang memenuhi syarat

di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

3. Dari hasil penelitian (22,6%) kepadatan hunian rumah yang memenuhi

syarat di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

4. Dari hasil penelitian (66,1%)suhu rumah yang memenuhi syarat di

Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

5. Dari hasil penelitian (33,9%) kelembaban rumah yang memenuhi syarat di

Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

6. Dari hasil penelitian (83,9%) penyediaan air bersih yang memenuhi syarat

di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

7. Dari hasil penelitian (22,6%) pengolahan air limbah yang memenuhi syarat

di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

8. Dari hasil penelitian (95,2%) pembuangan tinja yang memenuhi syarat di

Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

9. Dari hasil penelitian (35,5%) pengelolaan sampah yang memenuhi syarat

di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015

10. Dari hasil penelitian (62,9%) upaya penyehatan rumah dikategorikan baik

di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015.


B. SARAN

1. Kepada pemilik rumah untuk memperbaiki kondisi fisik seperti

memperlebar luas ventilasi jika luas ventilasi tidak memenuhi syarat,

menambahkan atap kaca jika pencahayaan pada rumah tidak mencukupi,

memperlebar luas rumah jika kepadatan hunian rumah tinggi, memperbaiki

sirkulasi udara jika suhu tidak optimal, membuka jendela jika kelembaban

tidak optimal dan sarana sanitasi dasar rumah seperti sarana air bersih

tidak mencukupi maka harus menghemat minimal 60 liter perorang,

memperbaiki saluran pembuangan limbah jika saluran tidak tertutup,

membuat jamban dengan septiktank jika jamban belum memenuhi syarat

dan mengganti tempat sampah dengan bahan yang kedap dan tertutup agar

memenuhi syarat dan meningkatkan pengetahuan akan pentingnya rumah

sehat.

2. Kepada petugas kesehatan setempat terutama pihak Puskesmas

Pemancungan untuk mengadakan penyuluhan tentang pentingnya upaya

penyehatan rumah.

3. Kepada pihak kelurahan untuk melakukan kerjasama dengan pihak

puskesmas dalam perbaikan dan peningkatan kesehatan lingkungan

masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sari, Afrina. Strategi dan Inovasi Pencapaian MDGs 2015 Di Indonesia.
(Jurnal Universitas Islam ‘45’ Bekasi), Bekasi.

2. Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip


Dasar). Jakarta;2003.

3. Suharmadi. Perumahan Sehat. Proyek Pengembangan dan Pendidikan


Tenaga Sanitasi Pusat, Pusdiknakes. Depkes RI. Jakarta;1985

4. Keman, Soedjajadi. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Perumahan.


(Jurnal Kesehatan Lingkungan Universitas Airlangga). Surabaya; 2005.

5. Dinas Pekerjaan Umum. Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat.


Departemen Pekerjaan Umum RI. Jakarta. 2006.

6. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang


Persyaratan Kesehatan Perumahan

7. Octafiany, Eka. Skripsi. Kondisi Rumah Dan Sarana Sanitasi Dasar


Dengan Kejadian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut, Diare dan
Tuberculosis Di Kota Sukabumi 2010-2011.Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. 2011.

8. Kasjono, Heru Subaris. Penyehatan Pemukiman. Yogyakarta;2011.

9. Soesanto, Sri Soewasti. Agustina Lubis. Kusnidar Atmosukarto. Hubungan


Kondisi Perumahan Dengan Penularan Penyakit ISPA Dan TB Paru.
[Sumber Online: Artikel Media Litbang Kesehatan Volume X Nomor 2 Tahun
2000] diakses pada 25 November 2014 (ejournal.litbang.depkes.go.id)

10. Permenkes No. 1077 Tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruangan
Rumah Tahun 2011.

11. Pramudiyani, Novita Aris. Galuh Nita Prameswari. Hubungan Antara


Sanitasi Rumah Dan Perilaku Dengan Kejadian Pneumonia Balita.
[Sumber Online: Jurnal Kesehatan Masyarakat Unnes 2011] diakses pada 25
November 2014 (http://journal.unnes.ac.id/index.php/kesmas)

12. Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Ilmu &


Seni).Jakarta;2007.

13. Syandi, Melinda. Hubungan Kondisi Rumah dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kajai Kabupaten Pasaman Barat.
Padang:2011.

14. Juslan. Hubungan Kepadatan Hunian, Ventilasi Rumah dan Pengetahuan


dengan Kejadian Penyakit Tuberculosis Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Poasia Kota Kendari. Kendari: 2010.

15. Oktaviani, Vita Ayu. Hubungan Antara Sanitasi Fisik Rumah dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada Balita di Desa
Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Surabaya:2009.

Anda mungkin juga menyukai