Anda di halaman 1dari 6

Rista Agustina

1906384794
No. Absen 184

Tugas Hukum Perbankan XI :


Jawaban Soal Perbankan Perkreditan
Rista Agustina (1906384794) – Kelas Hukum Perbankan Reguler
1. Jelaskan Apa yang dimaksud dengan Tindak Pidana Perbankan dan Tindak Pidana di
Bidang Perbankan? Jelaskan pula 4-5 bentuk tindak pidana Perbankan disertai dengan
contohnya ?
Meskipun memiliki kemiripan dalam bidangnya namun ternyata Tindak Pidana
Perbankan dan Tindak Pidana di Bidang Perbankan memiliki perbedaan yang signifikan. Tindak
Pidana Perbankan adalah Tindak Pidana dalam Undang-Undang yang memakai Bank sebagai
usaha kejahatannya. Sedangkan Tindak Pidana di Bidang Perbankan tidak diatur secara jelas
dalam Hukum Positif Indonesia. Tindak Pidana di Bidang Perbankan ialah seluruh jenis tindak
pidana yang memakai Bank sebagai alat kejahatannya (Crime through the Bank). Dari definisi-
definisi ini, Tindak Pidana di Bidang Perbankan lebih luas cakupannya daripada Tindak Pidana
Perbankan karena termasuk juga tindak kejahatan melalui Bank yang tidak diatur dalam Hukum
Positif Indonesia.
Diatur dalam Undang-Undang, maka contoh-contoh Tindak Pidana Perbankan terdapat
dalam beberapa ketentuan hukum positif yaitu :
Dalam Bab VII UU Perbankan tentang Rahasia Bank apabila terdapat peretasan terhadap data
nasabah, Pasal Pasal 47A UU Perbankan apabila Pihak Bank tidak memberikan keterangan
kepada Pihak yang Berhak seperti dalam Perkara Pidana ialah Jaksa yang meminta informasi
rekening seseorang yang diduga melakukan tindak pidana dan pada bidang Perdata ialah seorang
ahli waris yang berhak atas suatu warisan., Pasal 49 Ayat (1) mengenai Pembuatan Catatan Palsu
, dan Pasal 49 Ayat (2) UU Perbankan Tindak Pidana Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
2. Bandingkan ada berapa tindak pidana perbankan pada Undang-Undang Perbankan dan
undang-undang perbankan Syariah?
Pengaturan Tindak Pidana Perbankan terdapat pada Pasal 46 sampai Pasal 50A Undang-
Undang Perbankan. Lebih lanjut, Pasal 51 UU Perbankan mengatur tentang klasifikasi hal-hal
yang termasuk tindak pidana perbankan. Secara umum, tidak terdapat perbedaan antara
kejahatan perbankan menurut UU Perbankan dan UU Perbankan Syariah. Berikut persamaan
tindak pidana menurut UU Perbankan dan UU Perbankan Syariah.

Tindak Pidana UU Perbankan UU Perbankan Syariah


Bank Gelap Pasal 46 Pasal 59
Peretasan/Kebocoran Rahasia Pasal 47 Pasal 60
Rista Agustina
1906384794
No. Absen 184

Bank
Tidak memberi informasi Pasal 47A Pasal 61
rekening kepada Pihak yang
berhak
Tidak diberikannya informasi Pasal 62
wajib dalam rangka pemeriksaan
bank
Pembuatan catatan palsu, Pasal 48 Pasal 63 ayat (1)
menghilangkan/tidak mencatat,
mengubah, mengaburkan,
menyembunyikan, menghapus,
atau menghilangkan pencatatan
Tidak dilaksanakannya langkah Pasal 49 Ayat (2) Pasal 63 Ayat (2)
yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan bank
terhadap undang-undang dalam
menjalankan kegiatan usahanya
terhadap Korupsi, Kolusi,
Nepotisme
Tindak pidana yang berkaitan Pasal 50 Pasal 64
dengan tidak dilaksanakannya
langkah-langkah yang diperlukan
dalam rangka memastikan
ketaatan bank terhadap ketentuan
UU Perbankan atau UU
Perbankan Syariah oleh Pihak
Terafiliasi oleh pemegang saham
Tindak pidana yang berkaitan Pasal 50 Pasal 65
dengan tidak dilaksanakannya
langkah-langkah yang diperlukan
dalam rangka memastikan
ketaatan bank terhadap ketentuan
UU Perbankan atau UU
Rista Agustina
1906384794
No. Absen 184

Perbankan Syariah oleh Pihak


Terafiliasi oleh pemegang saham

Selain itu, UU Perbankan Syariah mengatur cakupan tindak pidana yang lebih luas.
Tertulis di Pasal 66 UU Perbankan Syariah diatur bentuk-bentuk tindak pidana yang tidak
diatur dalam UU Perbankan. Berikut isi Pasal 66 UU Perbankan Syariah,

(1) Anggota direksi atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang
memiliki UUS yang dengan sengaja:
a. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan
perbuatan tersebut telah mengakibatkan kerugian bagi Bank Syariah atau UUS
atau menyebabkan keadaan keuangan Bank Syariah atau UUS tidak sehat;
b. menghalangi pemeriksaan atau tidak membantu pemeriksaan yang dilakukan
oleh dewan komisaris atau kantor akuntan publik yang ditugasi oleh dewan
komisaris;
c. memberikan penyaluran dana atau fasilitas penjaminan dengan melanggar
ketentuan yang berlaku yang diwajibkan pada Bank Syariah atau UUS, yang
mengakibatkan kerugian sehingga membahayakan kelangsungan usaha Bank
Syariah atau UUS; dan/atau
d. tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan
Bank Syariah atau UUS terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian
Penyaluran Dana sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau
ketentuan yang berlaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Anggota direksi dan pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang
memiliki UUS yang dengan sengaja melakukan penyalahgunaan dana Nasabah, Bank
Syariah atau UUS dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Rista Agustina
1906384794
No. Absen 184

Berdasarkan Pasal 66 UU Perbankan Syariah, dapat disimpulkan terdapat lima tindak pidana
yang diatur dalam UU Perbankan Syariah. Seperti harafiahnya, Pasal tersebut mengatur
mengenai Tindakan Anggota Direksi dan Jabatan lainnyaa yang dapat dikategorikan sebagai
tindak pidana.

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Promisory Note (Pronote)? Dimanakah diaturnya?
Apakah suatu perusahaan (non bank) dapat menerbitkan Pronote? Apakah
penghimpunan dana masyarakat yang dilakukan perusahaan tersebut melalui penerbitan
Pronote memerlukan izin OJK?
Promissory Note atau dikenal juga Surat Sanggup termasuk bentuk surat berharga yang
merupakan suatu janji tidak bersyarat berasal dari seorang drawer kepada payee untuk
pembayaran suatu jumlah tertentu yang disepakati dalam surat berharga tersebut. Promissory
Note diatur dalam 174 KUHD yang sebagian besar mengatur mengenai ketentuan tentang Wesel.
Selain KUHD, mengenai Promissory Note juga diatur dalam Pasal 1 sampai Pasal 5 PBI No.
19/9/PBI/2017 tentang Penerbitan dan Transaksi Surat Berharga Komersial di Pasar Uang, Surat
Berharga Komersial didefinisikan sebagai surat berharga yang diterbitkan oleh Korporasi Non-
Bank berbentuk surat sanggup (promissory note) dan berjangka waktu sampai dengan 1 (satu)
tahun yang terdaftar di Bank Indonesia.

Berdasarkan Pasal 1 Angka (5) PBI Nomor 19/9/PBI/2017 diketahui bahwa suatu
Perusahaan dapat menerbitkan surat sanggup. Namun, terdapat syarat agar surat sanggup
tersebut dapat diterbitkan, sebagaimana diatur di dalam Pasal 3 ayat (1) PBI Nomor
19/9/PBI/2017, yakni sebagai berikut.

1. tercatat sebagai emiten saham pada Bursa Efek Indonesia atau pernah menerbitkan
obligasi dan/atau sukuk yang dicatat di Bursa Efek Indonesia dalam 5 (lima) tahun
terakhir sampai dengan tanggal pengajuan permohonan pendaftaran penerbitan Surat
Berharga Komersial, atau
2. tidak tercatat sebagai emiten atau perusahaan publik namun memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. telah beroperasi paling singkat 3 (tiga) tahun atau kurang dari 3 (tiga) tahun
sepanjang memiliki penjaminan atau penanggungan;
b. memiliki ekuitas paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah); dan
c. menghasilkan laba bersih untuk 1 (satu) tahun terakhir.
Rista Agustina
1906384794
No. Absen 184

Tindakan perusahaan untuk menghimpun dana melalui surat sanggup tidak perlu izin OJK.
Berdasarkan Pasal 8 PBI No. 19/9/PBI/2017, ditetapkan bahwa penerbitan surat sanggup
harus berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. Namun, tidak ada aturan khusus yang
menjelaskan bahwa izin OJK diperlukan untuk mengumpulkan uang dengan surat sanggup,
sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan non-bank dapat bertindak sebagaimana
dimaksud untuk "mengumpulkan" dana.

4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan money laundering? Bagaimanakah mekanisme


pencucian uang?
Dunia Internasional mulai menyayangkan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang
sangat longgar terhadap Money Laundring. Keputusan Finantial Action Task Force (FATF) yang
menganggap Indonesia salah satu dari lima belas negara yang tidak kooperatif dalam
memberantas Money Laundring. Menurut Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang, Tindak
Pidana Pencucian Uang ialah
“Setiap orang yang dengan sengaja:
a. menempatkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama
pihak lain;
b. mentransfer Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana dari suatu Penyedia Jasa Keuangan ke Penyedia Jasa Keuangan yang lain, baik
atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain;
c. membayarkan atau membelanjakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama
pihak lain;
d. menghibahkan atau menyumbangkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama
pihak lain;
e. menitipkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;
f. membawa ke luar negeri Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana
g. menukarkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya; atau
Rista Agustina
1906384794
No. Absen 184

h. menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul Harta Kekayaan yang diketahuinya atau


patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana

Money Laundering dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut terbagi atas tiga tahap:1
1. Placement dianggap sebagai tahap pertama dimana keuntungan dari hasil kejahatan
yang masuk ke dalam sistem keuangan dapat dilakukan dengan memecah aset
(seperti uang) ke dalam bentuk yang lebih kecil untuk menghindari kecurigaan, atau
dengan membeli instrumen keuangan..
2. Layering, merupakan Tahap menjaga uang tetap berjarak jauh dari terduga pelaku
tindak pidana dengan mengkonversi aset. Misalnya, dengan membeli aset atau
kendaraan investasi, atau sekadar mentransfer uang ke beberapa rekening. Di sinilah
peran tax havens yang pada hakikatnya adalah tempat yang tidak memajaki investasi
asing dan menjadi tempat untuk memfasilitasi pencucian uang.2
3. Integration, Aset yang dikonversi kemudian dibawa kembali ke tahap ekonomi yang
sah dengan berinvestasi di bisnis real estat, barang mewah atau bisnis lainnya .
SURAT PERNYATAAN

Saya yang membuat surat pernyataan :


Nama : Rista Agustina
NPM : 1906384794

Menyatakan, adalah benar tulisan yang saya sampaikan untuk tugas hukum perbankan
merupakan tulisan saya sendiri, memenuhi persyaratan anti Plagiarisme dan dapat
dipertanggung jawabkan apabila terdapat kesamaan tulisan dengan tulisan orang lain.
Jakarta, 20 Mei 2022

( Rista Agustina )
NPM. 1906384794

1 FATF, “How is money laundered,” https://www.fatf-gafi.org/faq/moneylaundering/, diakses 20 Mei


2022
2 OJK, “PELAJARI DAN HINDARI KEJAHATAN PENCUCIAN UANG,”
https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/10470, diakses 20 Mei 2022.

Anda mungkin juga menyukai