Anda di halaman 1dari 10

KELOMPOK GENAP

•Patricia Karlina Dimiyati 1311900298


•M Ikhfal Khaqiqi 1311900322
•Muhammad Aufar 1312000054
•Nur Azmi Azis 1312000156
•Selma Lailatul Ulya 1312000162
•Rizki Agung S 1312000234
•Seftia Wahyu N.E 1312000250
•Muhammad ridwan 1312000258
•Muhammad raihan putra 1312000272
•Chika Erlina Sugiarto 1312000274
•Canygia Cesar P.K. 1312000276
•Rafael S. Larantukan 1312000316
•Ammalia Khartika Suryanis 1312100216
•Shella Virgina Umma 1311900058
•Dimas hasan Basri S 1311800096
Dampak Kejahatan Ekonomi di Bidang Perbankan
 Penyalahgunaan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBl);
 Pelanggaran Batas Masimum Pemberian Kredit (BMPK);
 Manipulasi data laporan;
 Terjadinya krisis ekonomi yang bermula dari pengelolaan sistem
perbankan yang kurang baik, serta berkurangnya kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga perbankan, yang mengakibalkan pula
hancumya lembaga perbankan;
 Timbuinya korban yang jauh lebih besar dibandingkan dengan
korban kejahatan biasa (konvensional).
Tindak Pidana Perbankan di tinjau dari UU
10/1998 tentang Perbankan
 Tindak Pidana Perizinan (Pasal 46 UUP)
Keterangan Pasal 46 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 46 ayat (1)
menjadi berbunyi sebagai berikut: “Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).”
 Tindak Pidana Pembukaan Rahasia Bank (Pasal 47A UUP)
“Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak
memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan
Pasal 44A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling
lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000.00 (empat miliar
rupiah)dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)."
 Tindak Pidana Pengawasan Bank (Pasal 48 UUP)
1. Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak
memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta
denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling
banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
2. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang lalai memberikan
keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan
ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana kurungan
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda
sekurang-kurangnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
 Tindak Pidana Pencatatan Palsu, Suap, Prinsip Kehati-hatian (Pasal 49 UUP)
1. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja :
a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam
laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau
rekening suatu bank;
b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak
dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen
atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam
laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan,
menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan
pembukuan tersebut,
diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan
paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
2. Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja:
a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan,
komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan
pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau
berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau
fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank
atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban
lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk
melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreaditnya pada bank;
b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank
terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya yang berlaku bagi bank,
diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8
(delapan) tahun serta denda sekurang kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
 Tindak Pidana Ketaatan Terhadap Ketentuan (Pasal 50 UUP)
“Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-Undang
ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling
banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
 Tindak Pidana Pemegang Saham (Pasal 50A UUP)
“Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau
pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan
bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan
bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan perundang-undangan
lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7
(tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00
(dua ratus miliar rupiah).
Tindak Pidana Perbankan dalam KUHP Indonesia

Tidak semua pasal-pasal dari undang-undang perbankan dapat menjerat pelaku tindak pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 49 dan Pasal 50 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, maka sepanjang tidak diatur
oleh Undang-undang ini dapat diterapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Seperti:
 Pasal 387 (Penipuan)
Penipuan kepada nasabah (phising, spam), fraud penyalahgunaan transaksi yang Sah;
 Pasal 372 (penggelapan dalam jabatan)
Penggadaan rekening bank (rekening bank rangkap juga termasuk tindak pidana penggelapan dalam
skala besar, dilakukan oleh karyawan yang mengelola suatu inventaris;
 Pasal 263 (pemalsuan dokumen)
Pemalsuan pada surat, misalkan pada pemalsuan surat untuk jaminan kredit bank;
 Pasal 362 (Pencurian)
Pencurian uang melalui transaksi perbankan dengan modus skimming, dengan membobol uang bank
nasabah.
 Berdasarkan UU 10 Tahun 1998, korporasi bukan merupakan subjek hukum pidana. Ini
berarti jika terjadi tindak pidana di bidang perbankan, bank sebagai korporasi tidak
dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Konsep Undang-Undang Perbankan
sejalan dengan konsep KUHP yang belum mengenal korporasi sebagai subjek hukum
pidana. UU Perbankan dapat digolongkan ke dalam peraturan perundang-undangan
bidang hukum administratif yang memuat sanksi pidana. Namun UU Perbankan tidak
berdiri sendiri dalam penyelesaian masalah tindak pidana perbankan, lantaran ruang
lingkup tindak pidana perbankan yang cukup luas. Tidak hanya mencakup tindak
pidana perbankan yang dilakukan oleh orang dalam bank, namun juga termasuk tindak
pidana yang dilakukan oleh orang-orang di luar bank, yang memiliki keterkaitan yang
erat dengan industri perbankan. Peraturan perundang-undangan tersebut bersifat
khusus, yang di dalam ketentuannya dapat menjadi rujukan terhadap masalah-masalah
yang berhubungan dengan tindak pidana perbankan. undang-undang yang menyokong
UU Perbankan dalam menghadapi masalah kejahatan perbankan adalah UU No 25
Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-undang ini telah
mengadopsi konsep pertanggungjawaban hukum korporasi sehingga dimungkinkan
bank dapat dipidanakan, dengan syarat suatu korporasi dapat dibebani
pertanggungjawaban pidana.
Terima Kasih....

Anda mungkin juga menyukai