Anda di halaman 1dari 20

PERATURAN

ASISTEN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


BIDANG SUMBER DAYA MANUSIA
NOMOR 2 TAHUN 2018
TENTANG
PELAYANAN KONSELING
PEGAWAI NEGERI PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ASISTEN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


BIDANG SUMBER DAYA MANUSIA,

Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan Kepolisian Negara Republik


Indonesia yang profesional, modern dan terpercaya,
diperlukan sumber daya manusia Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang unggul dan berkualitas,
dengan melakukan pengembangan potensi setiap
pegawai negeri pada Polri secara terprogram, terpadu
dan berkesinambungan, serta dilakukan pembinaan
mental pegawai negeri pada Kepolisian Negara
Republik Indonesia melalui konseling;
b. bahwa Peraturan Asisten Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia bidang Sumber Daya Manusia
Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pelayanan Konseling
Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik
Indonesia, perlu disesuaikan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, sehingga perlu
dicabut;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Asisten Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia bidang Sumber Daya
-2-

Manusia tentang Pelayanan Konseling Pegawai Negeri


pada Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Mengingat : Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian


Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4168);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN ASISTEN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA BIDANG SUMBER DAYA MANUSIA
TENTANG PELAYANAN KONSELING PEGAWAI NEGERI
PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Asisten Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia bidang Sumber Daya Manusia ini yang
dimaksud dengan:
1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya
disebut Polri adalah alat negara yang berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2. Kepala Polri yang selanjutnya disebut Kapolri adalah
pimpinan Polri dan penanggung jawab penyelenggaraan
fungsi kepolisian.
3. Konseling adalah serangkaian kegiatan bimbingan dalam
usaha untuk membantu Konseli mengatasi masalah
psikologisnya yang meliputi aktivitas pengembangan
potensi, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dengan
menggunakan prosedur yang relevan.
4. Pegawai Negeri pada Polri adalah anggota Polri dan
Pegawai Negeri Sipil pada Polri.
-3-

5. Psikolog Polri adalah pegawai negeri pada Polri yang


memiliki kualifikasi sebagai Psikolog.
6. Konselor Psikologi Polri adalah Pegawai Negeri pada
Polri yang memiliki latar belakang strata satu
Psikologi, telah mengikuti pendidikan pengembangan
spesialisasi atau pelatihan Konselor Psikologi yang
ditugaskan untuk memberikan pelayanan konseling.
7. Psikolog Mitra Polri adalah Psikolog di luar Polri yang
bekerja sama dengan Polri.
8. Konseli adalah Pegawai Negeri pada Polri yang perlu
mendapatkan pelayanan konseling.

Pasal 2
Pelayanan Konseling Pegawai Negeri pada Polri bertujuan:
a. terselenggaranya sistem pelayanan konseling
di lingkungan Polri secara terprogram, terpadu dan
berkesinambungan;
b. meningkatkan upaya pencegahan, pemulihan dan
rehabilitasi masalah psikologis serta untuk
pengembangan potensi diri Pegawai Negeri pada
Polri; dan
c. terpenuhinya hak Pegawai Negeri pada Polri untuk
mendapatkan pembinaan mental.

Pasal 3
Pelayanan Konseling Pegawai Negeri pada Polri
dilaksanakan dengan prinsip:
a. kemanfaatan, yaitu pelayanan konseling memiliki
kegunaan untuk membantu orang lain dalam
menyelesaikan masalahnya;
b. legalitas, yaitu pelayanan konseling didasarkan pada
aturan, nilai dan norma yang ada;
c. keterpaduan, yaitu pelayanan konseling yang
dilakukan oleh para konselor harus saling melengkapi,
menunjang, dan terintegrasi; dan
d. akuntabilitas, yaitu pelayanan konseling dapat
dipertanggungjawabkan.
-4-

Pasal 4
(1) Setiap Pegawai Negeri pada Polri berhak memperoleh
pelayanan konseling, baik yang datang langsung
kepada petugas konseling dengan kesadaran sendiri,
hasil pengamatan atau deteksi dini dari atasan
maupun rujukan.
(2) Pelayanan konseling sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. pengembangan potensi;
b. preventif;
c. kuratif; dan
d. rehabilitatif.
(3) Pelayanan konseling dilaksanakan oleh petugas
konseling yang terdiri atas:
a. atasan Pegawai Negeri pada Polri;
b. pejabat pengemban fungsi Sumber Daya Manusia
(SDM);
c. Konselor Psikologi Polri;
d. Psikolog Polri; dan
e. Psikolog Mitra Polri.

BAB II
PELAYANAN KONSELING PENGEMBANGAN POTENSI

Pasal 5
(1) Pelayanan konseling pengembangan potensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a merupakan
kegiatan untuk membantu Konseli dalam mengenali
potensi diri, menetapkan tujuan, memotivasi dan
mencapai tujuan hidup untuk kepentingan Konseli
maupun organisasi.
(2) Pelaksanaan pelayanan konseling pengembangan
potensi dilaksanakan dengan kegiatan:
a. pemetaan psikologi;
b. pemberian umpan balik; dan
c. intervensi psikologi.
-5-

Pasal 6
(1) Pemetaan psikologi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) huruf a merupakan upaya untuk
menggolongkan kelebihan dan kekurangan Konseli
sebagai acuan untuk pengembangan selanjutnya.
(2) Pemetaan psikologi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan melalui:
a. klasifikasi psikologi merupakan serangkaian
kegiatan pemeriksaan psikologi yang bertujuan
untuk mengidentifikasi potensi dalam diri Konseli
meliputi aspek kognitif, kepribadian, dan sikap
kerja;
b. profil klinis psikologi merupakan serangkaian
kegiatan pemeriksaan psikologis yang bertujuan
untuk mengidentifikasi indikasi gangguan mental
Konseli; atau
c. analisa dokumen psikologi lainnya merupakan
proses pengolahan data yang diperoleh dari
berbagai sumber untuk mendapatkan informasi
psikologi diri Konseli.
(3) Penyelenggaraan pemetaan psikologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
a. psikolog pada bagian Psikologi Biro SDM
Kepolisian Daerah (Polda), untuk tingkat
kewilayahan; dan
b. psikolog pada Biro Psikologi Staf Sumber Daya
Manusia (SSDM) Polri, untuk tingkat Markas
Besar (Mabes) Polri.

Pasal 7
(1) Pemberian umpan balik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) huruf b merupakan penyampaian hasil
pemetaan potensi psikologi Konseli dan pemberian
saran-saran pengembanganya.
(2) Pemberian umpan balik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk lisan atau tertulis.
-6-

(3) Pemberian umpan balik dilaksanakan oleh atasan


Pegawai Negeri pada Polri, pejabat pengemban fungsi
SDM, Konselor Psikologi Polri atau Psikolog Polri.

Pasal 8
(1) Intervensi psikologi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) huruf c merupakan kegiatan untuk
memberikan suatu perlakuan dalam rangka
mengembangkan potensi guna meraih prestasi.
(2) Intervensi psikologi dilaksanakan melalui:
a. pengarahan merupakan suatu tindakan
pemberian informasi mengenai profil psikologi
Konseli;
b. pembimbingan merupakan suatu tindakan
pemberian informasi profil Psikologi disertai
dengan saran pengembangan potensi; atau
c. pendampingan merupakan suatu tindakan
pemberian informasi profil Psikologi, pemberian
saran pengembangan potensi dan pemantauan
secara langsung pada setiap kemajuan yang
dicapai Konseli.
(3) Penyelenggaraan intervensi psikologi dilaksanakan
oleh atasan Pegawai Negeri pada Polri, pejabat
pengemban fungsi SDM, Konselor Psikologi Polri,
Psikolog Polri atau Psikolog Mitra Polri.

Pasal 9
Pelayanan konseling pengembangan potensi meliputi:
a. tahap awal;
b. tahap lanjutan; dan
c. tahap akhir.

Pasal 10
Pelayanan konseling pengembangan potensi tahap awal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dilaksanakan
melalui:
-7-

a. membuat kesepakatan antara konselor dan konseli


untuk melaksanakan proses konseling sesuai tahapan;
b. melaksanakan pengumpulan data psikologi;
c. melakukan analisa terhadap kelebihan dan
kekurangan yang menyebabkan potensi Konseli belum
optimal; dan
d. membuat kesimpulan dari hasil analisa.

Pasal 11
Pelayanan konseling pengembangan potensi tahap lanjutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dilaksanakan
melalui:
a. menjelaskan potensi yang dimiliki oleh konseli dengan
memberikan saran psikologis agar mampu melakukan
penguatan terhadap kelebihan yang dimiliki; dan
b. menjelaskan kelemahan diri konseli dan
meminimalisir dengan memberikan motivasi, serta
menambahkan alternatif tindakan yang harus
dilakukan.

Pasal 12
Pelayanan konseling pengembangan potensi tahap akhir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c
dilaksanakan melalui:
a. evaluasi yaitu proses analisa dan penilaian terhadap
tindakan yang telah dilakukan;
b. pemberian rekomendasi yaitu saran tindak lanjut
yang diberikan berdasarkan hasil evaluasi;
c. melakukan pengakhiran kegiatan konseling; dan
d. pembuatan laporan hasil pelaksanaan konseling.
-8-

BAB III
PELAYANAN KONSELING PREVENTIF

Pasal 13
(1) Pelayanan konseling preventif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b merupakan kegiatan
konseling untuk mencegah timbulnya suatu
permasalahan mental atau perilaku menyimpang
Pegawai Negeri pada Polri.
(2) Pelayanan konseling preventif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. deteksi dini;
b. sosialisasi atau penyuluhan tentang kesehatan
mental;
c. pemberian motivasi;
d. pembekalan psikologi; dan
e. pendampingan psikologi.

Pasal 14
(1) Deteksi dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (2) huruf a merupakan kegiatan awal untuk
mengetahui ada tidaknya gejala gangguan psikologis
pada Pegawai Negeri pada Polri.
(2) Deteksi dini diperoleh dengan cara:
a. observasi terhadap perilaku Pegawai Negeri pada
Polri;
b. inisiatif Konseli;
c. pelaporan dari lingkungan Konseli; atau
d. data psikologi Pegawai Negeri pada Polri yang
diperoleh Konselor.
(3) Penyelenggaraan deteksi dini dilaksanakan oleh
atasan Pegawai Negeri pada Polri, pejabat pengemban
fungsi SDM, Konselor Psikologi Polri atau Psikolog
Polri.
-9-

Pasal 15
(1) Sosialisasi atau penyuluhan tentang kesehatan mental
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
huruf b merupakan kegiatan penyampaian informasi
psikologi untuk mempertahankan stabilitas kondisi
psikologis dan mencegah timbulnya penyimpangan
perilaku.
(2) Sosialisasi atau penyuluhan tentang kesehatan mental
dilaksanakan melalui:
a. pembagian brosur tentang kesehatan mental;
b. ceramah interaktif tentang kesehatan mental;
atau
c. pemberian petunjuk arahan.
(3) Penyelenggaraan sosialisasi atau penyuluhan tentang
kesehatan mental dilaksanakan oleh atasan Pegawai
Negeri pada Polri, pejabat pengemban fungsi SDM,
Konselor Psikologi Polri atau Psikolog Polri.

Pasal 16
(1) Pemberian motivasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2) huruf c merupakan usaha untuk
mendorong Konseli agar mampu meningkatkan
semangat dalam rangka mencapai tujuan dan
pengembangan prestasi.
(2) Pemberian motivasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan melalui:
a. ceramah;
b. pemberian brosur atau leaflet;
c. pemberian buku saku;
d. penerangan satuan;
e. pemutaran audio visual; atau
f. testimoni figur inspiratif.
(3) Penyelenggaraan pemberian motivasi dilaksanakan
oleh atasan Pegawai Negeri pada Polri, pejabat
pengemban fungsi SDM, Konselor Psikologi Polri atau
Psikolog Polri.
- 10 -

Pasal 17
(1) Pembekalan psikologi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2) huruf d merupakan usaha untuk
meningkatkan keterampilan psikologis agar Konseli
lebih mampu mencapai tujuan dan mengembangkan
potensi.
(2) Pembekalan psikologi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. ceramah;
b. pelatihan;
c. pemberian buku saku;
d. simulasi; atau
e. pemutaran audio visual.
(3) Penyelenggaraan pembekalan psikologi dilaksanakan
oleh atasan Pegawai Negeri pada Polri, pejabat
pengemban fungsi SDM, Konselor Psikologi Polri atau
Psikolog Polri.

Pasal 18
(1) Pendampingan psikologi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (2) huruf e merupakan suatu
upaya untuk membantu meningkatkan kondisi
psikologis Konseli yang dilakukan secara melekat.
(2) Pendampingan psikologi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. kunjungan langsung Konselor untuk bertemu
Konseli secara terencana guna meningkatkan
kondisi psikologis; dan
b. mentoring terhadap Konseli untuk membantu
meningkatkan kondisi psikologisnya.
(3) Penyelenggaraan pendampingan psikologi dilaksanakan
oleh Konselor Psikologi Polri atau Psikolog Polri.
- 11 -

Pasal 19
Pelayanan konseling preventif meliputi:
a. tahap awal;
b. tahap lanjutan; dan
c. tahap akhir.

Pasal 20
Pelayanan konseling preventif tahap awal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 huruf a dilaksanakan melalui:
a. melaksanakan pengumpulan data awal tentang
potensi terjadinya permasalahan psikologis pegawai
negeri pada polri;
b. melakukan analisa potensi terjadinya permasalahan
psikologis pegawai negeri pada polri; dan
c. membuat kesimpulan dari hasil analisa.

Pasal 21
Pelayanan konseling preventif tahap lanjutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 huruf b dilaksanakan melalui:
a. inventarisir alternatif tindakan yang dapat dilaksanakan;
b. menentukan alternatif tindakan yang akan dilaksanakan;
dan
c. melaksanakan kegiatan sesuai dengan alternatif
tindakan yang telah ditentukan.

Pasal 22
Pelayanan konseling preventif tahap akhir sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dilaksanakan melalui:
a. evaluasi, yaitu proses analisa dan penilaian terhadap
tindakan yang telah dilakukan;
b. pemberian rekomendasi, yaitu saran tindak lanjut
yang diberikan berdasarkan hasil evaluasi;
c. melakukan pengakhiran kegiatan konseling; dan
d. pembuatan laporan hasil pelaksanaan konseling.
- 12 -

BAB IV
PELAYANAN KONSELING KURATIF

Pasal 23
(1) Pelayanan konseling kuratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c merupakan kegiatan
konseling yang ditujukan untuk memulihkan atau
menyelesaikan permasalahan yang dialami Pegawai
Negeri pada Polri.
(2) Pelayanan konseling kuratif dilaksanakan melalui:
a. psikoterapi; dan/atau
b. coaching.

Pasal 24
(1) Psikoterapi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
ayat (2) huruf a merupakan serangkaian metode
berdasarkan ilmu psikologi yang digunakan untuk
mengatasi gangguan psikologis Konseli.
(2) Pelayanan psikoterapi dilaksanakan melalui:
a. terapi kognitif, yaitu terapi yang bertujuan untuk
mengubah pola pikir Konseli;
b. terapi perilaku, yaitu terapi yang bertujuan untuk
mengubah pola tindak Konseli yang menyimpang;
atau
c. terapi afektif, yaitu terapi yang bertujuan untuk
mengelola emosi Konseli.
(3) Penyelenggaraan psikoterapi dilaksanakan oleh Psikolog.

Pasal 25
(1) Coaching sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(2) huruf b adalah suatu usaha untuk membangun
diri konseli yang berorientasi pada masa depan dan
diberdayakan untuk menciptakan solusinya sendiri.
- 13 -

(2) Pelayanan coaching dilaksanakan melalui:


a. pemberdayaan konseli meliputi:
1) memastikan hasil akhir yang ingin dicapai
konseli;
2) menetapkan tujuan konseli;
3) membuat peta strategi untuk mencapai hasil
akhir konseli;
4) memberikan tanggapan/reward kepada
konseli berupa pujian;
5) maupun dukungan moril lainnya; dan
6) memastikan konseli selalu bersikap
kolaboratif.
b. pelibatan Personal yang meliputi:
1) memberikan apresiasi berupa ucapan terima
kasih atas usaha yang dilakukan konseli;
2) selalu memperhatikan kesuksesan langkah
yang telah diambil konseli;
3) melakukan pendekatan personal;
4) menyebarkan motivasi dan semangat; dan
5) menegur konseli secara personal.
(3) Penyelenggaraan coaching dilaksanakan oleh Psikolog.

Pasal 26
Tahapan pelayanan konseling kuratif meliputi:
a. tahap awal;
b. tahap lanjutan; dan
c. tahap akhir.

Pasal 27
Pelayanan konseling kuratif tahap awal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dilaksanakan melalui:
a. penerimaan laporan atau aduan dari atasan Konseli
maupun rujukan hasil konseling preventif yang sudah
dilakukan;
b. pengumpulan data informasi Konseli dari hasil
klasifikasi, profil klinis psikologi, pengembangan
- 14 -

potensi, konseling preventif, dan lingkungan kerja


Konseli;
c. identifikasi masalah secara mendalam dengan cara
wawancara langsung mengenai permasalahan yang
dialami serta melakukan penilaian dari aspek kognitif,
perilaku dan afeksi; dan
d. kesimpulan hasil identifikasi dari hasil data informasi
dan identifikasi masalah secara mendalam.

Pasal 28
Pelayanan konseling kuratif tahap lanjutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 huruf b dilaksanakan melalui:
a. penentuan tindakan konseling kuratif;
b. penyusunan rencana kegiatan tindakan penyembuhan;
c. penyembuhan kondisi psikologis Konseli sesuai
dengan tahapan yang telah ditentukan bersama
Psikolog sebagai pendamping; dan
d. pengawasan secara berkala oleh Psikolog terhadap
perkembangan psikologis Konseli.

Pasal 29
(1) Pelayanan konseling kuratif tahap akhir sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 huruf c dilaksanakan
melalui:
a. evaluasi yaitu proses analisa dan penilaian
terhadap tindakan yang telah dilakukan;
b. pemberian rekomendasi yaitu saran tindak lanjut
yang diberikan berdasarkan hasil evaluasi;
c. melakukan pengakhiran kegiatan konseling; dan
d. pembuatan laporan hasil pelaksanaan konseling.
(2) Apabila Konseli masih mengalami gangguan klinis
yang belum bisa diatasi, dapat dirujuk ke Psikolog
mitra Polri yang memiliki kompetensi khusus atau
ke Psikiater.
- 15 -

BAB V
PELAYANAN KONSELING REHABILITATIF

Pasal 30
(1) Pelayanan konseling rehabilitatif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d merupakan
kegiatan untuk memulihkan kondisi psikis Konseli
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
(2) Pelayanan konseling rehabilitatif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. penguatan individu; dan
b. penguatan psikososial.

Pasal 31
(1) Penguatan individu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (2) huruf a merupakan serangkaian
kegiatan yang bertujuan memberikan pendampingan
psikologi secara langsung kepada Konseli.
(2) Penguatan individu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan melalui:
a. pemberian motivasi, yaitu upaya mendorong
Konseli agar mampu menjalankan kembali
rutinitas kerja; dan/atau
b. pemberian umpan balik, yaitu tanggapan
langsung dari Konselor mengenai perkembangan
perilaku Konseli.
(3) Penyelenggaraan penguatan individu dilaksanakan
oleh atasan Pegawai Negeri pada Polri, pejabat
pengemban fungsi SDM, Konselor Psikologi Polri atau
Psikolog.

Pasal 32
(1) Penguatan psikososial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (2) huruf b merupakan serangkaian
kegiatan yang bertujuan memberikan pendampingan
psikologi dengan melibatkan lingkungan sosial.
- 16 -

(2) Penguatan psikososial sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. pendampingan psikososial, yaitu penanganan
psikologis Konseli melalui kegiatan yang
bertujuan untuk membantu Konseli beradaptasi
dan berinteraksi kembali di lingkungan sosial;
dan/atau
b. pemberdayaan psikososial, yaitu upaya
pengkondisian lingkungan melalui kegiatan yang
bertujuan untuk membantu Konseli beradaptasi
dan berinteraksi kembali di lingkungan sosial.
(3) Penyelenggaraan konseling rehabilitatif psikososial
dilaksanakan oleh atasan Pegawai Negeri pada Polri,
pejabat pengemban fungsi SDM, Konselor Psikologi
Polri atau Psikolog.

Pasal 33
Tahapan pelayanan konseling rehabilitatif meliputi:
a. tahap awal;
b. tahap lanjutan; dan
c. tahap akhir.

Pasal 34
Pelayanan konseling rehabilitatif tahap awal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 huruf a dilaksanakan melalui:
a. penerimaan rujukan dari pelayanan konseling kuratif;
b. pengkajian perlakuan dari pelayanan konseling
kuratif;
c. penentuan program rehabilitasi yang tepat; dan
d. kerja sama dengan atasan Pegawai Negeri pada Polri,
pengemban fungsi SDM, Konselor Psikologi Polri dan
Psikolog Polri untuk mendukung pemulihan kondisi
psikologis Konseli.
- 17 -

Pasal 35
Pelayanan konseling rehabilitatif tahap lanjutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b
dilaksanakan melalui:
a. pemberian motivasi kepada Konseli untuk
mempertahankan kondisi mentalnya yang sudah
pulih;
b. pemberian umpan balik atas perubahan perilaku yang
sudah dicapai Konseli;
c. pendampingan psikososial oleh Konselor kepada
Konseli untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungannya;
d. pemberdayaan lingkungan sosial konseli; dan
e. evaluasi berkala terhadap program yang dilaksanakan
terkait dengan perkembangan psikologis Konseli.

Pasal 36
Pelayanan konseling rehabilitatif tahap akhir sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 huruf c dilaksanakan melalui:
a. evaluasi, yaitu proses analisa dan penilaian terhadap
tindakan yang telah dilakukan;
b. pemberian rekomendasi, yaitu saran tindak lanjut
yang diberikan berdasarkan hasil evaluasi;
c. melakukan pengakhiran kegiatan konseling; dan
d. pembuatan laporan hasil pelaksanaan konseling.

BAB VI
PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN KONSELING

Pasal 37
Pejabat yang bertanggung jawab dalam pelayanan
konseling:
a. Kepala Biro Psikologi Staf Sumber Daya Manusia Polri
dibantu oleh pejabat pengemban fungsi Sumber Daya
Manusia Polri bertanggung jawab menyelenggarakan
pelayanan konseling di Satuan Kerja Mabes Polri; dan
- 18 -

b. Kepala Biro Sumber Daya Manusia Polda dibantu oleh


Kepala Satuan Kewilayahan dan pejabat pengemban
fungsi Sumber Daya Manusia bertanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan konseling di Satuan
Kewilayahan.

BAB VII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 38
Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan pelayanan
konseling bagi Pegawai Negeri pada Polri meliputi:
a. pelaporan;
b. asistensi;
c. monitoring dan evaluasi; dan
d. supervisi.

Pasal 39
(1) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
huruf a dibuat secara berkala.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
oleh:
a. atasan Pegawai Negeri pada Polri kepada Kepala
Satuan Kerjanya dengan tembusan pengemban
fungsi SDM pada Satuan Kerjanya;
b. pengemban fungsi SDM kepada Kepala Satuan
Kerjanya;
c. Konselor Psikologi Polri kepada Kepala Satuan
Kerjanya dengan tembusan pengemban fungsi
SDM; dan
d. Psikolog Polri dan Psikolog Mitra Polri kepada
Karo SDM Polda untuk tingkat Polda dan Karo
Psikologi SSDM Polri untuk tingkat Mabes Polri
dengan tembusan Kepala Satuan Kerja Konseli.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan analisa dan evaluasi oleh Biro Psikologi
SSDM Polri.
- 19 -

Pasal 40
Asistensi, monitoring dan evaluasi, serta supervisi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf b sampai
dengan huruf d dilaksanakan oleh Biro Psikologi SSDM
Polri terhadap:
a. satuan kewilayahan; dan
b. satuan kerja tingkat Mabes Polri.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 41
Pada saat Peraturan Asisten Kapolri bidang Sumber Daya
Manusia ini mulai berlaku, Peraturan Asisten Kapolri
bidang Sumber Daya Manusia Nomor 2 Tahun 2016
tentang Pelayanan Konseling Pegawai Negeri pada
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Registrasi Setum
Polri Tahun 2016 Nomor 14), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
- 20 -

Pasal 42
Peraturan Asisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia ini
mulai berlaku pada tanggal disahkan.

1.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 November 2018

ASISTEN KAPOLRI BIDANG SUMBER


DAYA MANUSIA,

Ttd.

EKO INDRA HERI S.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 13 November 2018

REGISTRASI SETUM POLRI TAHUN 2018 NOMOR 17

Anda mungkin juga menyukai