Anda di halaman 1dari 5

Pada saat ini pembahasan kesejahteraan keuangan (Financial well-being) menjadi

studi yang menarik bagi para peneliti di bidang behavior finance untuk terus disempurnakan

seiring semakin kompleksnya perkembangan di dunia keuangan. Financial well-being

merupakan isu dalam perilaku keuangan yang belum banyak diteliti utamanya di Indonesia.

Financial well-being adalah suatu kondisi seseorang dimana memiliki kemampuan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya sekarang dan dimasa yang akan datang, mendapatkan rasa aman

pada masa depan, menikmati hidup, dan mengatasi kebutuhan tak terduga di masa depan

(Prendergast et al., 2018). Menurut penelitian Iramani dan Lutfi (2020) terdapat beberapa faktor

yang mempengaruhi kesejahteraan keuangan dan akan diamati dalam penelitian ini diantaranya

pengalaman keuangan, status keuangan, dan perilaku pengelolaan keuangan (financial

management behavior).

Pengalaman keuangan adalah segala hal yang terjadi dan berhubungan dengan

keuangan yang pernah dialami (dijalani, dirasakan, ditanggung dan sebagainya) baik yang sudah

lama atau baru saja terjadi (Yulianti et al,.2013). seseorang yang pernah memiliki produk produk

keuangan baik yang bersifat tabungan atau kredit maupun produk asuransi maka orang tersebut

akan lebih sejahtera karena telah memahami produk produk tersebut dan tahu bagaimana cara

menggunakannya. Hasil studi yang dilakukan oleh Iramani dan Lutfi (2020) telah membuktikan

bahwa pengalaman keuangan berpengaruh positif terhadap financial well-being.

Status keuangan adalah kondisi seseorang atas keuangan yang di tinjau dari

pendapatan rumah tangga, aset rumah tangga, dan hutang rumah tangga. (Gerrans et al,.2013)

status keuangan yang makin tinggi maka financial well-being juga semakin baik dengan kata lain

semakin besar pendapatan seseorang dan semakin besar aset rumah tangga orang tersebut serta

hutang yang semakin kecil maka kesejahteraan orang tersebut akan semakin tinggi.
Financial management behavior (perilaku pengelolaan keuangan) merupakan

perilaku manusia yang berkaitan dengan pengaturan keuangan. Hilgert et al., (2003). Dalam

penelitian terkini Brüggen et al. (2017) menjelaskan terdapat pengaruh positif perilaku

pengelolaan keuangan terhadap financial well-being. yang artinya semakin baik seseorang

mengatur keuangan maka semakin baik pula kesejahteraan orang tersebut.

Perilaku pengelolaan keuangan juga memediasi pengalaman keuangan dan status

keuangan terhadap financial well-being, hal ini di karenakan seseorang yang memiliki

pengalaman keuangan dan pernah menggunakan produk produk keuangan baik tabungan,

investasi atau asuransi lebih mampu mengelola keuangan di bandingkan dengan seseorang yang

tidak pernah memiliki pengalaman keuangan. Begitu pula dengan status keuangan yang baik

mampu memanagemen keuangan dengan baik pula, hal ini di sebabkan seseorang yang memiliki

pendapatan dan asset yang besar sedangkan hutang rumah tangga yang kecil akan lebih mampu

untuk memanajemen keuangan dengan kata lain pengelolaan keuangan mampu memediasi

pengalaman keuangan dan status keuangan terhadap financial well-being hal ini juga sejalan

dengan hasil penelitian dari Iramani dan Lutfi (2020).

Status pernikahan seseorang dapat mendorong untuk memiliki perilaku finansial yang

lebih bertanggung jawab karena adanya rasa tanggung jawab kepada pasangan. Rasa tanggung

jawab tersebut mendorong untuk mengelola keuangan dengan lebih baik.

Di sisi lain Kota Surabaya masih memiliki angka kemiskinan yang cukup tinggi

jumlah penduduk miskin pada tahun 2020 di Kota Surabaya justru meningkat menjadi 5.02% di

banding tahun 2019 yang hanya 4.51%, jumlah penduduk miskin mencapai 145.670 orang (BPS-

Surabaya , 2020) jika dilihat dari data garis kemiskinan kota surabaya berada pada level Rp
592.137,‐ per kapita per bulan. Peneliti tertarik untuk mencari konsep yang dapat di aplikasikan

oleh masyarakat Surabaya agar dapat meningkatkan status financial well-being.

Terdapat inkonsistensi hasil pada penelitian terdahulu terutama pada faktor

demografis yakni pada pengaruh status pernikahan sebagai moderasi dimana penelitian Headey

& Wooden (2004) sedangkan menurut Iramani dan Lutfi (2020) menyimpulkan bahwa status

pernikahan tidak memperkuat pengaruh pengalaman keuangan terhadap financial well-being.

Dari uraian tersebut menunjukkan fokus penelitian ini akan menjadi suatu bahasan penelitian

yang baru dan dapat memberikan manfaat dalam ilmu pengetahuan terutama di bidang keuangan.

Terdapat lima indikator untuk mengukur pengalaman keuangan (Iramani dan Lutfi,

2021) yakni : 1) dana simpanan 2) produk kredit 3) dana pension 4) asuransi 5) investasi .

Indikator pengalaman keuangan dalam penelitian ini menggunakan indikator menurut Iramani

dan Lutfi (2021).

Seseorang yang memiliki tabungan serta investasi yang tinggi dan pendapatan yang

tinggi pula akan lebih mudah untuk menghadapi tekanan keuangan dan memiliki kemampuan

untuk menyelesaikan kewajiban keuangan mereka, serta mendapatkan hal-hal yang di inginkan

di masa depan atau pun masa sekarang dengan lebih mudah. Begitu pula dengan tanggungan

hutang yang rendah maka rasa khawatir akan keuangan dan kebangkrutan akan lebih rendah.

Penjelasan diatas sesuai dengan hasil penelitian dari Iramani dan Lutfi (2021); Xiao

et al (2009) yang berhasil membuktikan bahwa status keuangan berpengaruh positif signifikan

terhadap financial well-being. Dengan kata lain semakin baik status keuangan seseorang maka

kesejahteraan keuangan orang tersebut juga semakin baik.

Menurut Parrotta (1992) financial behavior adalah proses pembelajaran dalam perencanaan,
tindakan keuangan yang sesuai dengan perencanaan, dan melakukan perbaikan perencanaan
yang telah di laksanakan oleh individu atau keluarga. Seseorang yang memiliki pengalaman
keuangan seperti memahami instrument investasi, serta memahami produk produk keuangan dan
sebagainya serta di dukung oleh pengelolaan keuangan yang baik akan memiliki kesejahteraan
dalam keuangan yang lebih baik.
Penjelasan tersebut diatas sesuai hasil penelitian dari Iramani dan Lutfi 2021 ;

Brüggen et al., 2017 ; Joo & Grable, 2004; Shim et al., 2009; Xiao et al., 2009 menjelaskan

bahwa financial management behavior berpengaruh terhadap financial well-being.

Perilaku pengelolaan keuangan juga berfungsi sebagai mediator pengaruh pengalaman keuangan
dan status keuangan terhadap financial well-being. Seseorang yang memiliki pengalaman dan
status keuangan yang baik maka akan dapat mengelola perilaku keuangan yang baik sehingga
akan terbentuk kesejahteraan keuangan yang baik pula (financial well-being).
Uraian diatas dapat di buktikan dengan hasil penelitian Gutter & Copur (2011)

menyebutkan bahwa financial management behavior memediasi pengalaman keuangan dalam

mempengaruhi financial well-being. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Iramani dan

Lutfi (2020) yang menyebutkan bahwa financial management behavior mampu memediasi

pengaruh pengalaman keuangan dan status keuangan terhadap financial well-being.

Pengalaman keuangan yang baik seseorang akan memperhitungkan kesejahteraan keuangan


dengan baik dan hal tersebut diperkuat apabila sudah memiliki pasangan karena adanya rasa
tanggung jawab untuk menyejahterakan keluarga (Delafrooz & Paim, 2011; Porter & Garman,
1993; Sahi, 2013).
Dalam penelitian yang di lakukan Headey & Wooden (2004) menyimpulkan bahwa

marital status berpengaruh terhadap financial well-being, sedangkan menurut Iramani dan Lutfi

(2020) menyimpulkan bahwa marital status tidak memperkuat pengaruh financial experience

terhadap financial well-being.

The endogenous variable of this research is financial well-being. It is a condition where a person or
family has adequate resources to live comfortably. The indicators used to measure financial well-being
in this study include financial stress, financial satisfaction, financial comfort, financial worries, and
financial confidence (Archuleta et al., 2013; Ng & Diener, 2014). This variable is measured with a Likert
scale of 1 to 5. The study's exogenous variables include financial experience and financial status. The
measurement of this variable is based on the ratio of correct answers to the total questions. Financial
experience relates to the extent to which a person has or uses financial products (Brilianti & Lutfi, 2020;
Hilgert et al., 2003). The financial experience variable indicator includes banking products, pension fund
products, insurance products, and investment products. Financial status is related to a person's financial
condition from an income and wealth perspective (Gerrans et al., 2014).
The data scale used is an interval scale with a Likert scale ranging from “1” for "never" to “5” for
"always." The mediating variable of is financial behavior. It is a person's behavior in managing and
controlling their finances. This variable's indicators include bill payments, provision of funds for savings
and investments periodically, financial control, provision for emergency funds, provision for pension
funds, and provision for insurance funds. This variable is measured using a Likert scale ranging from “1”
for "never" to “5” for "always." The moderating variable is demographic factors consisting of marital
status. Marital status is measured using a nominal data scale, namely a score of "1" for married, and "0"
for unmarried.

The indicator can be demonstrated through unidimensionality which can be expressed using the average
variance extracted (AVE). Minimum AVE value is 0.5. To describe convergent validity which is adequate
and means that one latent variable can explain more than half of the variance of the indicators on
average.
As for the reliability test, we used Cronbach's Alpha. This value reflects the reliability of all indicators in
the model. The minimum value is 0.7 and each latent variable is expected to explain the variance of each
indicator by at least 50%. Therefore, the absolute correlation between the latent variables and their
indicators must be > 0.7 (the absolute value of the outer standard loadings or called the outer loadings).
The validity and reliability tests will be carried out after the questionnaire/questionnaire is distributed to
the respondents and this validity test uses the help of the Smart PLS 3.0 application and Microsoft Office
Excel.

Anda mungkin juga menyukai