100 Masa PPh Pasal untuk pembayaran pajak yang masih harus disetor yang
21 tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 21 termasuk SPT
pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan
106 Pembayaran Pajak Masa yang berasal dari untuk pembayaran pajak yang masih harus disetor
kegiatan permintaan keterangan yang sebagai akibat permintaan keterangan yang dilakukan
dilakukan terhadap pihak-pihak terkait terhadap pihak-pihak terkait yang tercantum dalam
yang tercantum dalam BAPK/BAP BAPK/BAP
199 Pembayaran Pendahuluan SKP PPh Pasal 21 untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
ketetapan pajak PPh Pasal 21.
300 STP PPh Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP) PPh
Pasal 21.
310 SKPKB PPh Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 21.
311 SKPKB PPh Final Pasal 21 Pembayaran untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Sekaligus Atas Jaminan Hari Tua, Uang yang tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 21
Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon pembayaran sekaligus atas Jaminan Hari Tua, Uang
Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon.
320 SKPKBT PPh Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 21.
321 SKPKBT PPh Final Pasal 21 Pembayaran untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Sekaligus Atas Jaminan Hari Tua, Uang yang tercantum dalam SKPKBT PPh Final Pasal 21
Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon pembayaran sekaligus atas Jaminan Hari Tua, Uang
Tebusan Pensiun dan Uang Pesangon.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali, termasuk atas pajak yang
seharusnya tidak dikembalikan.
401 PPh Final Pasal 21 Pembayaran Sekaligus untuk pembayaran PPh Final Pasal 21 pembayaran
Atas Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan sekaligus atas Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan
Pensiun, dan Uang Pesangon Pensiun, dan Uang Pesangon.
402 PPh Final Pasal 21 atas honorarium atau untuk pembayaran PPh Final Pasal 21 atas honorarium
imbalan lain yang diterima Pejabat Negara, atau imbalan lain yang diterima Pejabat Negara, PNS,
PNS, anggota TNI/POLRI dan para pensiunnya anggota TNI/POLRI dan para pensiunnya yang bersumber
dari APBN/APBD.
500 PPh Pasal 21 atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
ketidakbenaran disetor yang tercantum dalam SPT PPh Pasal 21 atas
pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.
501 PPh Pasal 21 atas penghentian penyidikan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
tindak pidana disetor yang tercantum dalam SPT PPh Pasal 21 atas
penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP
510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
perbuatan atau ketidakbenaran pengisian (3) atau pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
SPT PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.
511 Sanksi administrasi berupa denda atas untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda,
penghentian penyidikan tindak pidana di atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
bidang perpajakan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat
(2) Undang-Undang KUP.
Penghitungan Pajak
Pegawai Tetap/Penerima Pensiun
Pegawai Tidak Tetap/ Pekerja Harian Lepas
Pegawai Tidak Tetap/ Pekerja Harian Lepas
Peserta Kegiatan
Pajak penghasilan pasal 21, atau yang lebih dikenal dengan PPh 21, mungkin sering dikenal
sebagai potongan pajak yang dilakukan atas penghasilan seorang pegawai. Jika Anda seorang
pegawai HRD yang terbiasa mengurus payroll atau seorang pengusaha yang memiliki pegawai
untuk digaji, istilah PPh 21 mungkin sudah tak asing di telinga.
Menurut Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-32/PJ/2015, PPh 21 adalah
pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan
nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan
yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.
Untuk membayar pajak ini, biasanya perusahaan akan memotong penghasilan karyawan secara
langsung. Perusahaan juga wajib memberikan bukti potong PPh 21 kepada karyawannya setelah
pajak itu telah disetorkan kepada pemerintah.
Peraturan ini juga tak hanya mengikat pegawai tetap tetapi juga pegawai tidak tetap dan
pekerja lain yang menerima gaji secara berkala atau disebut subjek pajak dan memenuhi
jumlah minimum total penghasilan yang dimiliki hingga masuk kedalam kategori Penghasilan
Kena Pajak (PKP)
Menurut Peraturan Dirjen Pajak No. Per-16/PJ/2016 pekerja yang termasuk ke dalam kategori
subjek pajak:
1. Pegawai tetap
2. Penerima uang pesangon, pensiun, atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya
3. Bukan pegawai atau mereka yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pemberian jasa
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada
perusahaan yang sama,
5. Mantan pegawai yang masih menerima penghasilan berkala
6. Wajib pajak PPh 21 kategori peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan
Jumlah penghasilan yang dianggap PKP adalah hasil selisih dari jumlah penghasilan Anda per
tahun setelah dikurangi jumlah penghasilan yang masuk ke dalam syarat Penghasilan Tidak
Kena Pajak atau PTKP.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 101/PMK. 010/2016, jumlah penghasilan yang
dianggap PTKP berbeda tergantung dari banyaknya tanggungan yang dimiliki pekerja tersebut:
1. PTKP Wajib Pajak (WP) orang pribadi adalah Rp54.000.000
2. PTKP bagi WP yang sudah kawin mendapat tambahan sebesar Rp4.500.000
3. PTKP untuk seorang istri yang penghasilannya secara pajak digabung dengan penghasilan
suami adalah Rp54.000.000
4. PTKP untuk tanggungan, dengan besaran untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda yang berada dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga
mendapat tambahan sebesar Rp4.500.000
PTKP yang baru ini membuat semakin banyak tanggungan yang dimiliki sebuah keluarga, semakin
tinggi pula batas minimum kena pajak yang dibebankan. Sehingga keluarga yang memiliki
banyak tanggungan mendapatkan keringanan jika dibandingkan dengan pekerja yang tak memiliki
tanggungan sama sekali.
Jika dirinci lebih lanjut, cakupan PTKP baru menjadi seperti ini:
TK 0 Rp 54.000.000
TK 1 Rp 58.500.000
Tidak Kawin (TK)
TK 2 Rp 63.000.000
TK 3 Rp 67.500.000
Jumlah Tanggungan (0, Tarif PTKP (penghasilan
Golongan
1, 2, 3) pertahun < atau =)
K 0 Rp 58.500.000
K 1 Rp 63.000.000
Kawin (K)
K 2 Rp 67.500.000
K 3 Rp 72.000.000
K/I 0 Rp 112.500.000
K/I 1 Rp 117.000.000
Kawin Dengan Penghasilan Digabung
Dengan Istri (K/I)
K/I 2 Rp 121.500.000
K/I 3 Rp 127.000.000
Jika penghasilan Anda di bawah dari jumlah syarat PTKP seperti di atas, maka anda tidak
diwajibkan untuk membayar PPh 21. Sementara jika penghasilan Anda masih dapat dikurangi
dengan PTKP di atas sehingga masuk ke dalam kategori PKP, maka penghasilan Anda akan
dikenai PPh 21.
Di dalam pasal 1 poin 15, disebutkan bahwa THR merupakan penghasilan yang bersifat tidak teratur.
Berdasarkan hal itu, THR masuk dalam kriteria pengenaan pajak pada pasal 5. Pasal tersebut
menyebutkan bahwa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah penghasilan
yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
Meskipun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan mengenai insentif pajak bagi pekerja yang
terdampak Covid-19, sayangnya pajak untuk THR tidak termasuk di dalam kebijakan tersebut.
Berdasarkan PMK Nomor 23/PMK.03/2020, salah satu insentif pajak yang diterima oleh wajib pajak
terdampak virus corona adalah PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP). Namun, insentif ini tidak berlaku
untuk semua jenis objek PPh 21. Insentif PPh 21 DTP hanya berlaku untuk pendapatan bruto yang
bersifat tetap dan teratur.
Kemudian, karena sifatnya adalah penghasilan tidak teratur, maka THR tidak termasuk ke dalam
kriteria PPh 21 yang ditanggung pemerintah. Oleh sebab itu, THR tetap dikenai pajak.
Cara Menghitung Pajak THR yang Harus Dibayarkan
Seperti halnya PPh lainnya, penghitungan pajak THR juga akan melibatkan perhitungan penghasilan
bruto, penghasilan netto, dan penghasilan kena pajak (PKP). Mari kita lakukan simulasi agar cara
penghitungannya dapat lebih mudah dipahami.
Agar lebih jelas, penghitungannya akan kita bagi ke dalam tiga tahap, yakni (1) menghitung pajak
tahunan terutang sesuai pendapatan, (2) menghitung pajak tahunan terutang dengan THR (3) menghitung
pajak THR.
Sebagai contoh, Bapak Adam adalah seorang karyawan di PT Segar Utama dan belum menikah. Penghasilan
Bapak Adam per bulan ialah Rp6.000.000. Pada saat hari raya, Bapak Adam mendapatkan THR sebesar
gaji bulanannya. Berikut cara penghitungan pajak THR-nya.
1. Menghitung PPh Terutang Sesuai Pendapatan
Gaji = Rp 6.000.000
Biaya jabatan (gaji x
= Rp 6.000.000 x 5% = Rp300.000
5%)
Penghasilan netto per Rp 6.000.000 – Rp300.000 =
=
bulan Rp5.700.000
Penghasilan netto per
= Rp 5.700.000 x 12
tahun
= Rp 68.400.000
Maka, diketahui bahwa besaran pajak yang harus dibayarkan oleh Bapak Adam atas THR yang diterima
adalah sebesar Rp 285.000.
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
oleh Wajib Pajak dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas
negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
Petunjuk Pengisian Surat Setoran Pajak (SSP)
July 21, 2021
Sumber : http://www.pajak.go.id/content/petunjuk-pengisian-surat-setoran-pajak-ssp
Masa Pajak
Diisi dengan memberi tanda silang pada salah satu kolom bulan untuk masa pajak yang dibayar atau
disetor.
Pembayaran atau setoran untuk lebih dari satu masa pajak dilakukan dengan menggunakan satu SSP
untuk setiap masa pajak.
Tahun Pajak
Diisi tahun terutangnya pajak.
Nomor Ketetapan
Diisi nomor ketetapan yang tercantum pada surat ketetapan pajak (SKPKB, SKPKBT) atau Surat
Tagihan Pajak (STP) hanya apabila SSP digunakan untuk membayar atau menyetor pajak yang kurang
dibayar/disetor berdasarkan surat ketetapan pajak atau STP.
Jumlah Pembayaran
Diisi dengan angka jumlah pajak yang dibayar atau disetor dalam rupiah penuh. Pembayaran pajak
dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat (bagi WP yang diwajibkan melakukan
pembayaran pajak dalam mata uang Dollar Amerika Serikat), diisi secara lengkap sampai dengan
sen.
SPT Masa PPh Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26 digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan :
a. Objek PPh Pasal 21 dan/atau 26 serta PPh Pasal 21 dan atau 26 yang terutang bersifat tidak
final atas penghasilan yang diterima oleh :
1. Pegawai Tetap.
7. Tenaga Ahli.
11. Mantan Pegawai Yang Menerima Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan Lain.
15. Pegawai/Pemberi Jasa/Peserta Kegiatan/Penerima Pensiun Berkala Sebagai Wajib Pajak Luar
Negeri.
b. Objek PPh Pasal 21 dan/atau 26 serta PPh Pasal 21 dan atau 26 yang
terutang bersifat final atas penghasilan yang diterima oleh :
2. Penerima uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran
sejenis yang dibayarkan sekaligus.
3. Pejabat Negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI dan pensiunannnya yang menerima
honorarium dan imbalan lain yang dibebankan kepada keuangan Negara / daerah.
Wajib Pajak yang wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26 adalah Wajib Pajak
yang pada saat pendaftaran NPWP atau Update data memiliki kewajiban Pemotongan PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 seperti yang tertera dalam Surat Keterangan Terdaftar (SKT) yang diterima
dari Kantor Pelayanan Pajak.
Wajib Pajak yang wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26 antara lain :
4. Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai Wajib Pajak Pusat yang mempunyai kewajiban
pemotongan PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26.
5. Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai Wajib Pajak Cabang yang mempunyai kewajiban
pemotongan PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26.
6. Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai Wajib Pajak Domisili yang mempunyai
kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26.
Apabila tidak terdapat pembayaran PPh Pasal 21, maka SPT Masa PPh Pasal 21 Masa Januari sampai
dengan Nopember tidak perlu dilaporkan.
Untuk SPT Masa PPh Pasal 21 Masa Pajak Desember wajib dilaporkan walaupun tidak ada pembayaran
PPh Pasal 21.
Formulir 1721 SPT Masa PPh Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26 disebut juga dengan Formulir Induk terdiri
dari 2 (dua) halaman :
2. Jenis SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau 26 apakah berstatus Normal atau Pembetulan.
5. Jenis, Jumlah Penerima Penghasilan, Jumlah Penghasilan Bruto dan Jumlah PPh Pasal 21 dan atau
PPh Pasal 26 Terutang yang bersifat tidak final.
6. Perhitungan PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 yang kurang atau lebih bayar.
1. Jenis, Jumlah Penerima Penghasilan, Jumlah Penghasilan Bruto dan Jumlah PPh Pasal 21 dan atau
PPh Pasal 26 Terutang yang bersifat final.
2. Lampiran yang akan disertakan dalam pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26.
3. Pernyataan dan Tanda Tangan Pemotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26.