Anda di halaman 1dari 31

Pajak Penghasilan Pasal 21

PPh pasal 21 adalah Pemotongan atas penghasilan


yg dibayarkan kepada orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan,
jabatan, jasa, dan kegiatan.
Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana terakhir telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas UU No. 7 tentang Pajak Penghasilan
2. Peraturan Pemerintah No. 68/2009 tentang Tarif Pajak
Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon,
Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari
Tua yang Dibayarkan Sekaligus.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan
Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang
Pribadi.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tentang
Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas
Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan
Sekaligus.
5. Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman
Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26
sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang
Pribadi.
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tentang
Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.010/2016 tentang
Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan
dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap
lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Menimbang Pajak
Penghasilan.
8. Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Pemotongan
dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Bagi
Instansi Pemerintah
Objek Pajak
1. Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima
oleh Pegawai, seperti gaji dan tunjangan
2. Penghasilan tidak tetap dan tidak teratur yang diterima
oleh Pegawai, Bukan Pegawai, dan Peserta Kegiatan, seperti:
honor kegiatan, honor narasumber, dan sebagainya
Tarif
a. Tarif Pasal 17 UU PPh x Dasar Pengenaan PPh (untuk PPh tidak
bersifat final)
b. Tarif Final x Jumlah Bruto (untuk PPh bersifat final)
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK TARIF
Sampai dengan Rp50.000.000 5%
Di atas Rp50.000.000 sampai dengan
15%
Rp250.000.000
Di atas Rp250.000.000 sampai dengan
25%
Rp500.000.000
Di atas Rp500.000.000 30%
Jika penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, maka
dikenakan tarif lebih tinggi 20% dari tarif normal
PTKP
STATUS PTKP PTKP TAHUNAN PTKP BULANAN PTKP HARIAN
TK/0 54.000.000 4.500.000 150.009
TK/1 58.500.000 4.875.000 162.500
TK/2 63.000.000 5.250.000 176.388
TK/3 67.500.000 5.625.000 187.500
K/0 58.500.000 4.875.000 162.500
K/1 63.000.000 5.250.000 176.388
K/2 67.500.000 5.625.000 187.500
K/3 72.000.000 6.000.000 200.000
Kode Akun dan Kode Jenis Setoran
Kode Akun Pajak 411121
Kode Akun Pajak 411121 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 21

KJS JENIS SETORAN KETERANGAN

100 Masa PPh Pasal untuk pembayaran pajak yang masih harus disetor yang
21 tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 21 termasuk SPT
pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan

106 Pembayaran Pajak Masa yang berasal dari untuk pembayaran pajak yang masih harus disetor
kegiatan permintaan keterangan yang sebagai akibat permintaan keterangan yang dilakukan
dilakukan terhadap pihak-pihak terkait terhadap pihak-pihak terkait yang tercantum dalam
yang tercantum dalam BAPK/BAP BAPK/BAP

199 Pembayaran Pendahuluan SKP PPh Pasal 21 untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat
ketetapan pajak PPh Pasal 21.

300 STP PPh Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP) PPh
Pasal 21.
310 SKPKB PPh Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 21.

311 SKPKB PPh Final Pasal 21 Pembayaran untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Sekaligus Atas Jaminan Hari Tua, Uang yang tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 21
Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon pembayaran sekaligus atas Jaminan Hari Tua, Uang
Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon.

320 SKPKBT PPh Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 21.

321 SKPKBT PPh Final Pasal 21 Pembayaran untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Sekaligus Atas Jaminan Hari Tua, Uang yang tercantum dalam SKPKBT PPh Final Pasal 21
Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon pembayaran sekaligus atas Jaminan Hari Tua, Uang
Tebusan Pensiun dan Uang Pesangon.

390 Pembayaran atas Surat Keputusan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Kembali Putusan Peninjauan Kembali, termasuk atas pajak yang
seharusnya tidak dikembalikan.
401 PPh Final Pasal 21 Pembayaran Sekaligus untuk pembayaran PPh Final Pasal 21 pembayaran
Atas Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan sekaligus atas Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan
Pensiun, dan Uang Pesangon Pensiun, dan Uang Pesangon.

402 PPh Final Pasal 21 atas honorarium atau untuk pembayaran PPh Final Pasal 21 atas honorarium
imbalan lain yang diterima Pejabat Negara, atau imbalan lain yang diterima Pejabat Negara, PNS,
PNS, anggota TNI/POLRI dan para pensiunnya anggota TNI/POLRI dan para pensiunnya yang bersumber
dari APBN/APBD.

500 PPh Pasal 21 atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
ketidakbenaran disetor yang tercantum dalam SPT PPh Pasal 21 atas
pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.

501 PPh Pasal 21 atas penghentian penyidikan untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus
tindak pidana disetor yang tercantum dalam SPT PPh Pasal 21 atas
penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP

510 Sanksi administrasi berupa denda atau untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda
kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
perbuatan atau ketidakbenaran pengisian (3) atau pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
SPT PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) Undang-
Undang KUP.

511 Sanksi administrasi berupa denda atas untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda,
penghentian penyidikan tindak pidana di atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
bidang perpajakan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat
(2) Undang-Undang KUP.
Penghitungan Pajak
Pegawai Tetap/Penerima Pensiun
Pegawai Tidak Tetap/ Pekerja Harian Lepas
Pegawai Tidak Tetap/ Pekerja Harian Lepas
Peserta Kegiatan

Pajak penghasilan pasal 21, atau yang lebih dikenal dengan PPh 21, mungkin sering dikenal
sebagai potongan pajak yang dilakukan atas penghasilan seorang pegawai. Jika Anda seorang
pegawai HRD yang terbiasa mengurus payroll atau seorang pengusaha yang memiliki pegawai
untuk digaji, istilah PPh 21 mungkin sudah tak asing di telinga.

Menurut Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-32/PJ/2015, PPh 21 adalah
pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan
nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan
yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.

Untuk membayar pajak ini, biasanya perusahaan akan memotong penghasilan karyawan secara
langsung. Perusahaan juga wajib memberikan bukti potong PPh 21 kepada karyawannya setelah
pajak itu telah disetorkan kepada pemerintah.

Peraturan ini juga tak hanya mengikat pegawai tetap tetapi juga pegawai tidak tetap dan
pekerja lain yang menerima gaji secara berkala atau disebut subjek pajak dan memenuhi
jumlah minimum total penghasilan yang dimiliki hingga masuk kedalam kategori Penghasilan
Kena Pajak (PKP)

Menurut Peraturan Dirjen Pajak No. Per-16/PJ/2016 pekerja yang termasuk ke dalam kategori
subjek pajak:
1. Pegawai tetap
2. Penerima uang pesangon, pensiun, atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya
3. Bukan pegawai atau mereka yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pemberian jasa
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada
perusahaan yang sama,
5. Mantan pegawai yang masih menerima penghasilan berkala
6. Wajib pajak PPh 21 kategori peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan

Jenis Penghasilan yang Termasuk PKP dan PTKP


Selain termasuk dalam kategori subjek pajak, pekerja yang penghasilannya wajib dikenai PPh
21 juga harus memenuhi jumlah minimum penghasilan per tahun hingga termasuk kedalam
kategori Penghasilan Kena Pajak atau PKP.

Jumlah penghasilan yang dianggap PKP adalah hasil selisih dari jumlah penghasilan Anda per
tahun setelah dikurangi jumlah penghasilan yang masuk ke dalam syarat Penghasilan Tidak
Kena Pajak atau PTKP.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 101/PMK. 010/2016, jumlah penghasilan yang
dianggap PTKP berbeda tergantung dari banyaknya tanggungan yang dimiliki pekerja tersebut:
1. PTKP Wajib Pajak (WP) orang pribadi adalah Rp54.000.000
2. PTKP bagi WP yang sudah kawin mendapat tambahan sebesar Rp4.500.000
3. PTKP untuk seorang istri yang penghasilannya secara pajak digabung dengan penghasilan
suami adalah Rp54.000.000
4. PTKP untuk tanggungan, dengan besaran untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda yang berada dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga
mendapat tambahan sebesar Rp4.500.000

PTKP yang baru ini membuat semakin banyak tanggungan yang dimiliki sebuah keluarga, semakin
tinggi pula batas minimum kena pajak yang dibebankan. Sehingga keluarga yang memiliki
banyak tanggungan mendapatkan keringanan jika dibandingkan dengan pekerja yang tak memiliki
tanggungan sama sekali.

Jika dirinci lebih lanjut, cakupan PTKP baru menjadi seperti ini:

Jumlah Tanggungan (0, Tarif PTKP (penghasilan


Golongan
1, 2, 3) pertahun < atau =)

TK 0 Rp 54.000.000

TK 1 Rp 58.500.000
Tidak Kawin (TK)
TK 2 Rp 63.000.000

TK 3 Rp 67.500.000
Jumlah Tanggungan (0, Tarif PTKP (penghasilan
Golongan
1, 2, 3) pertahun < atau =)

K 0 Rp 58.500.000

K 1 Rp 63.000.000
Kawin (K)
K 2 Rp 67.500.000

K 3 Rp 72.000.000

K/I 0 Rp 112.500.000

K/I 1 Rp 117.000.000
Kawin Dengan Penghasilan Digabung
Dengan Istri (K/I)
K/I 2 Rp 121.500.000

K/I 3 Rp 127.000.000

Jika penghasilan Anda di bawah dari jumlah syarat PTKP seperti di atas, maka anda tidak
diwajibkan untuk membayar PPh 21. Sementara jika penghasilan Anda masih dapat dikurangi
dengan PTKP di atas sehingga masuk ke dalam kategori PKP, maka penghasilan Anda akan
dikenai PPh 21.
Di dalam pasal 1 poin 15, disebutkan bahwa THR merupakan penghasilan yang bersifat tidak teratur.
Berdasarkan hal itu, THR masuk dalam kriteria pengenaan pajak pada pasal 5. Pasal tersebut
menyebutkan bahwa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah penghasilan
yang bersifat teratur maupun tidak teratur.

Meskipun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan mengenai insentif pajak bagi pekerja yang
terdampak Covid-19, sayangnya pajak untuk THR tidak termasuk di dalam kebijakan tersebut.

Berdasarkan PMK Nomor 23/PMK.03/2020, salah satu insentif pajak yang diterima oleh wajib pajak
terdampak virus corona adalah PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP). Namun, insentif ini tidak berlaku
untuk semua jenis objek PPh 21. Insentif PPh 21 DTP hanya berlaku untuk pendapatan bruto yang
bersifat tetap dan teratur.

Kemudian, karena sifatnya adalah penghasilan tidak teratur, maka THR tidak termasuk ke dalam
kriteria PPh 21 yang ditanggung pemerintah. Oleh sebab itu, THR tetap dikenai pajak.
Cara Menghitung Pajak THR yang Harus Dibayarkan
Seperti halnya PPh lainnya, penghitungan pajak THR juga akan melibatkan perhitungan penghasilan
bruto, penghasilan netto, dan penghasilan kena pajak (PKP). Mari kita lakukan simulasi agar cara
penghitungannya dapat lebih mudah dipahami.

Agar lebih jelas, penghitungannya akan kita bagi ke dalam tiga tahap, yakni (1) menghitung pajak
tahunan terutang sesuai pendapatan, (2) menghitung pajak tahunan terutang dengan THR (3) menghitung
pajak THR.

Sebagai contoh, Bapak Adam adalah seorang karyawan di PT Segar Utama dan belum menikah. Penghasilan
Bapak Adam per bulan ialah Rp6.000.000. Pada saat hari raya, Bapak Adam mendapatkan THR sebesar
gaji bulanannya. Berikut cara penghitungan pajak THR-nya.
1. Menghitung PPh Terutang Sesuai Pendapatan
Gaji = Rp 6.000.000
Biaya jabatan (gaji x
= Rp 6.000.000 x 5% = Rp300.000
5%)
Penghasilan netto per Rp 6.000.000 – Rp300.000 =
=
bulan Rp5.700.000
Penghasilan netto per
= Rp 5.700.000 x 12
tahun
= Rp 68.400.000

Penghasilan Kena Pajak (PKP)


= Penghasilan netto per Penghasilan Tidak Kena Pajak
-
tahun (PTKP)
= Rp 68.400.000 - Rp 54.000.000
= Rp 14.400.000
Pajak PPh 21 terutang = (PKP x tarif PPh 21)
= Rp 14.400.000 x 5%= Rp 720.000
*Untuk PKP di bawah Rp 50.000.000, tarif PPh 21-nya adalah sebesar 5%
Maka, diketahui bahwa PPh 21 terutang sesuai penghasilan adalah Rp 720.000.

2. Menghitung PPh Terutang dengan THR


Penghasilan bruto (gaji
= Rp 6.000.000 x 12
setahun)
= Rp 72.000.000
Besaran THR = Rp 6.000.000
Penghasilan bruto = Gaji + THR
= Rp 72.000.000 + Rp6.000.000
= Rp78.000.000
= (penghasilan bruto x 5%)
= Rp 78.000.000 x 5%
= Rp 3.900.000
Penghasilan netto per
= Rp 78.000.000 – Rp 3.900.000
tahun
= Rp 74.100.000
Penghasilan kena pajak
(PKP)
= Rp 74.100.000 - Rp 54.000.000
= Rp 20.100.000
PPh 21 terutang dengan
= Rp 20.100.000 x 5%
THR
= Rp 1.005.000
Maka, diketahui bahwa PPh 21 terutang dengan THR adalah Rp 1.005.000

3. Menghitung Pajak THR


Pajak atas THR yang didapatkan adalah

= PPh Terutang dengan THR – PPh Terutang Sesuai Penghasilan


= Rp 1.005.000 - Rp 720.000
= Rp 285.000

Maka, diketahui bahwa besaran pajak yang harus dibayarkan oleh Bapak Adam atas THR yang diterima
adalah sebesar Rp 285.000.

Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
oleh Wajib Pajak dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas
negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
Petunjuk Pengisian Surat Setoran Pajak (SSP)
July 21, 2021
Sumber : http://www.pajak.go.id/content/petunjuk-pengisian-surat-setoran-pajak-ssp

NPWP, Nama WP dan Alamat


Diisi sesuai dengan:
1. NPWP diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP yang dimiliki Wajib Pajak.
2. Nama WP diisi dengan Nama Wajib Pajak.
3. Alamat diisi sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Surat Keterangan Terdaftar (SKT).
Catatan : Bagi WP yang belum memiliki NPWP
1. NPWP diisi:
Untuk WP berbentuk Badan Usaha diisi dengan 01.000.000.0-XXX.000
a. Untuk WP Orang Pribadi diisi dengan 04.000.000.0-XXX.000
2. XXX diisi dengan Nomor Kode KPP Domisili pembayar pajak.
3. Nama dan Alamat diisi dengan lengkap sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau
identitas lainnya yang sah.
Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran
1. Kode Akun Pajak diisi dengan angka Kode Akun Pajak yang tertera di atas tabel-tabel
berikut untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor.
2. Kode Jenis Setoran (KJS) diisi dengan angka dalam kolom “Kode Jenis Setoran” untuk setiap
jenis pajak yang akan dibayar atau disetor pada tabel berikut sesuai dengan penjelasan
dalam kolom “Keterangan”.
Catatan : Kedua kode tersebut harus diisi dengan benar dan lengkap agar kewajiban perpajakan
yang telah dibayar dapat diadministrasikan dengan tepat.

Uraian Pembayaran (untuk SSP Standar)


Diisi sesuai dengan uraian dalam kolom “Jenis Setoran” yang berkenaan dengan Kode MAP dan Kode
Jenis Setoran pada tabel berikut.
Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan,
dilengkapi dengan nama pembeli dan lokasi objek pajak.
Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan Bangunan yang disetor oleh yang
menyewakan, dilengkapi dengan nama penyewa dan lokasi objek sewa.

Masa Pajak
Diisi dengan memberi tanda silang pada salah satu kolom bulan untuk masa pajak yang dibayar atau
disetor.
Pembayaran atau setoran untuk lebih dari satu masa pajak dilakukan dengan menggunakan satu SSP
untuk setiap masa pajak.

Tahun Pajak
Diisi tahun terutangnya pajak.

Nomor Ketetapan
Diisi nomor ketetapan yang tercantum pada surat ketetapan pajak (SKPKB, SKPKBT) atau Surat
Tagihan Pajak (STP) hanya apabila SSP digunakan untuk membayar atau menyetor pajak yang kurang
dibayar/disetor berdasarkan surat ketetapan pajak atau STP.

Jumlah Pembayaran
Diisi dengan angka jumlah pajak yang dibayar atau disetor dalam rupiah penuh. Pembayaran pajak
dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat (bagi WP yang diwajibkan melakukan
pembayaran pajak dalam mata uang Dollar Amerika Serikat), diisi secara lengkap sampai dengan
sen.

Terbilang (untuk SSP Standar)


Diisi jumlah pajak yang dibayar atau disetor dengan huruf latin dan menggunakan bahasa
Indonesia.
Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran (untuk SSP Standar)
Diisi tanggal penerimaan pembayaran atau setoran oleh Kantor Penerima Pembayaran (Bank
Persepsi/Devisa Persepsi atau PT. Pos Indonesia), tanda tangan, dan nama jelas petugas penerima
pembayaran atau setoran, serta cap/stempel Kantor Penerima Pembayaran.

Wajib Pajak/Penyetor (untuk SSP Standar)


Diisi tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, dan nama jelas Wajib
Pajak/Penyetor serta stempel usaha.

Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran (untuk SSP Standar)


Diisi Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor
Transaksi Pos (NTP) hanya oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerja sama Modul
Penerimaan Negara (MPN) dengan Direktorat Jenderal Pajak.

Pemberlakuan SSP Baru


SSP dan kode akun pajak sebagaimana terlampir ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2009
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009.

SPT Masa PPh Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26 digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan :

a. Objek PPh Pasal 21 dan/atau 26 serta PPh Pasal 21 dan atau 26 yang terutang bersifat tidak
final atas penghasilan yang diterima oleh :

1. Pegawai Tetap.

2. Penerima Pensiun Berkala.

3. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas.

4. Distributor Multi Level Marketing (MLM).

5. Petugas Dinas Luar Asuransi.


6. Penjaja Barang Dagangan.

7. Tenaga Ahli.

8. Bukan Pegawai Yang Menerima Imbalan Yang Bersifat Berkesinambungan.

9. Bukan Pegawai Yang Menerima Imbalan Yang Tidak Bersifat Berkesinambungan.


10. Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas Yang Tidak Merangkap Sebagai Pegawai Tetap.

11. Mantan Pegawai Yang Menerima Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan Lain.

12. Pegawai Yang Melakukan Penarikan Dana Pensiun.

13. Peserta Kegiatan.

14. Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21 Tidak Lainnya.

15. Pegawai/Pemberi Jasa/Peserta Kegiatan/Penerima Pensiun Berkala Sebagai Wajib Pajak Luar
Negeri.
b. Objek PPh Pasal 21 dan/atau 26 serta PPh Pasal 21 dan atau 26 yang
terutang bersifat final atas penghasilan yang diterima oleh :

1. Penerima uang pesangon yang dibayarkan sekaligus.

2. Penerima uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran
sejenis yang dibayarkan sekaligus.

3. Pejabat Negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI dan pensiunannnya yang menerima
honorarium dan imbalan lain yang dibebankan kepada keuangan Negara / daerah.

4. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 Final Lainnya.

Wajib Pajak yang wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26 adalah Wajib Pajak
yang pada saat pendaftaran NPWP atau Update data memiliki kewajiban Pemotongan PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 seperti yang tertera dalam Surat Keterangan Terdaftar (SKT) yang diterima
dari Kantor Pelayanan Pajak.

Wajib Pajak yang wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26 antara lain :

1. Wajib Pajak Badan yang berstatus sebagai Wajib Pajak Pusat.


2. Wajib Pajak Badan yang berstatus sebagai Wajib Pajak Cabang.

3. Wajib Pajak Badan yang berstatus sebagai Wajib Pajak Domisili.

4. Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai Wajib Pajak Pusat yang mempunyai kewajiban
pemotongan PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26.

5. Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai Wajib Pajak Cabang yang mempunyai kewajiban
pemotongan PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26.

6. Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai Wajib Pajak Domisili yang mempunyai
kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26.

7. Wajib Pajak Instansi atau Bendahara Pemerintah Pusat.

8. Wajib Pajak Instansi atau Bendahara Pemerintah Daerah.

9. Wajib Pajak Inatansi atau Bendahara Pemerintah Desa.


SPT Masa PPh Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26 harus dilaporkan setiap bulan atau masa pajak oleh Wajib
Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya.

Apabila tidak terdapat pembayaran PPh Pasal 21, maka SPT Masa PPh Pasal 21 Masa Januari sampai
dengan Nopember tidak perlu dilaporkan.

Untuk SPT Masa PPh Pasal 21 Masa Pajak Desember wajib dilaporkan walaupun tidak ada pembayaran
PPh Pasal 21.

Formulir 1721 SPT Masa PPh Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26 disebut juga dengan Formulir Induk terdiri
dari 2 (dua) halaman :

a. Halaman 1 (satu) memuat data :

1. Masa Pajak yang dilaporkan.

2. Jenis SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau 26 apakah berstatus Normal atau Pembetulan.

3. Jumlah lembar SPT Masa termasuk lampiran.


4. Identitas Pemotong Pajak.

5. Jenis, Jumlah Penerima Penghasilan, Jumlah Penghasilan Bruto dan Jumlah PPh Pasal 21 dan atau
PPh Pasal 26 Terutang yang bersifat tidak final.

6. Perhitungan PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 yang kurang atau lebih bayar.

b. Halaman 2 (dua) memuat data :

1. Jenis, Jumlah Penerima Penghasilan, Jumlah Penghasilan Bruto dan Jumlah PPh Pasal 21 dan atau
PPh Pasal 26 Terutang yang bersifat final.

2. Lampiran yang akan disertakan dalam pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26.

3. Pernyataan dan Tanda Tangan Pemotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26.

Anda mungkin juga menyukai