Anda di halaman 1dari 2

Nama: Reski Argita

Nim: 1905905030041
Mata Kuliah: Komunikasi Kontemporer
Dosen Pengampu: Fiandy Muliansyah,,S.I.Kom,MA
Hari/Jam: Selasa/ 09.40 s/d 11.20 Wib

Tugas Final

1. Gempar! 12 Makam di Solo dirusak, pelakunya bikin miris.


Pertanyaan: coba anda jelaskan kasus diatas dalam perspektif komunikasi kontemporer?
Bagaimana teori komunikasi bisa menjelaskan hal tersebut? Berikan pendapat anda.
Jawab: Melihat kasus yang terjadi diatas, perusakan 12 makam yang dilakukan oleh anak-anak
pengajian yang berada di sekitar pemakaman tersebut memang pada dasar bisa saja ditindak
lanjuti ke yang lebih atas. Namun mengingat para pelaku merupakan anak-anak pengejian maka
kasus tersebut di selesai dengan cara kekeluargaan, guna diberikan nasehat yang lebih baik lagi
agar tidak mengulangi hal tersebut. Anak –anak memang seharusnya di beri pemahaman dan
juga bimbimgan yang lebih agar tidak melakukan kesalahan seperti itu apalagi dalam ruamg
lingkup pengajian. Jika kita kaitkan dengan perspektif komunikasi kontemporer yaitu sebagai
suatu perkembangan komunikasi yang terpengaruh oleh dampak modernsasi, jadi pasti ada saja
orang yang menjadi biang kerok/dalangnya, lalu kemudoan mereka diajak untuk merusak makam
tersebut dalam arti kata mereka terpengaruh dan akhirnya mengikuti ajakan tersebut.
Untung saja kejdian tersebut bisa dilkaukan dengan secara kekeluargaan jadi tidak membawa
permasalahan itu sampai kepihak yang berwajib dikarenakan pelaku nya masih dibawah umur
dan masih perlu bimbingan yang lebih dari pihak terdekat baik dalam lingkup keluarga, sekolah,
dan bahkan pengajian. Anak –anak memang terkadang masih kurang bisa membedakan mana
yang baik dan mana yang tidak, jadi wajar saja apa yang terkadang dianggap candaan bagi
mereka ternyata dianggap salah oleh orang yang lebih tua sehingga bagi mereka itu adalah
perbuatan yang yang tidak baik. Lagipula pihak lembaga belajar pun sudah sanggup untuk
melakukan perbaikan terhadap 12 makam yang dirusak oleh anak-anak tersebut.
2. Koster di tegur menteri gegara ada upara adat di Bali tanpa prokes.
Pertanyaan: Bagaimana anda menjelaskan hal dalam perspektif komunikasi kesehatan? Di satu
sisi adat merupakan hal yang harus dilakukan oleh masyarakat. Akan tetapi di satu sisi yang lain
berkerumun adalah faktor dalam menyebabkan penyebaran virus corona menjadi besar.
Bagaimana mendamaikan sebuah konflik antara kegiatan adat dengan isu Covid sekarang ini
dalam pandangan komunikasi? Berikan pendapat anda.
Jawab: Menurut saya, adat merupakan tradisi yang sudah ada sejak dulu dan diturunkan dari
generasi kegenerasi seperti sekarang ini. Termasuk kepada upacara adat yang ada di Bali. Bisa
kita lihat Bali merupakan salah satu daerah dengan aneka ragam budaya dan adatnya, jika
dilakukan upacara adat maka seluruh masyarakat Bali juga akan turut serta dalam memeriahkan
acara tersebut dan itu berlaku sebelim adanya Covid-19 ini. Walaupun status indonesia masih
pandemi dan harus mematuhi prokes (protokol kesehatan) tapi adat merupakan hal yang harus
dilakukan oleh masyarakat, namun akan sangat berisiko apabila melakukan upacara adat dalam
situasi pandemi di karenakan berkerumun merupakan salah satu cara tersebarnya wabah virus
covid-19 menjadi akan sangat besar dan bisa jadi akan sulit untuk kita kendalikan. Ritual adat
dan budaya Bali yang hampir setiap saat digelar, selalu melibatkan banyak orang karena
keterikatan adata/gotong royong yang snagat kuat. Namun keramian seperti itu bisa menjadi
pemicu kekhawatiran akan menjadi salah satu tempat potensial klaster baru Covid-19.
Menurut saya, melakukan upacara adat boleh-boleh saja apalagi itu memang sudah menjadi
tradisi turun temurun, namun yang namanya prokes harus tetap kita taati ditambah lagi kita
masih dalam masa pandemi, jika tidak diiringi oleh prokes yang ketat oleh sejumlah desa maka
kemungkinan besar penyebaran covid-19 di Bali bisa semakin melunjak.
3. Kisah tragis pemuda yang dipenggal keluarga sendiri karena Gay.
Pertanyaan: Bagaimana teori komunikasi bisa membantu dalam menjelaskan kasus semacam ini?
Berikan pendapat anda.
Jawab: Menurut saya, dengan melalui teori imitasi (imatation theory) kita dapat membaca
realitas tersebut lebih krtitis. Berdasarkan teori imitasi, lahirnya kaum homo sebagai penomena
peniruan atas realitas menyimpang yang terjadi sebelumnya mesikupun semua ajaran agama di
dunia sangat melarang perbuatan seks bebas bagi yang sesama jenis. Dengan demikian, didalam
konteks teori ini manusia secara alamiah melakukan perilaku berdasarkan realitas yang
disaksikan, dipikirkan, dan juga ditirukan setiap harinya. Realitas kejahatan seksual yang
mendominasi pikirannya dapat membengkitkan ekpresi dirinya untuk berbuat serupa dalam saat
dan kondisi tertentu. Tidak hanya realitas kehidupan nyata, realitas tampilan media dapat juga
menjadi inspirasi seseorang untuk meniru (imitasi) apa yang diserap dalam benaknya. Apalagi
jika Gay ini terjadi dalam ruang lingkup keluarga pasti akan sangat mengejutkan bahkan seolah
tak percaya, hal itulah yang telah dialami oleh Alireza yang harus dipenggal oleh keluarganya
sendiri akibat dirinya mnegakui adalah seorang Gay.
Maraknya perilaku seks menyimpang yang dilakukan oleh kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan
Transgender (LGBT) berdasarkan teori imitasi tersebut tidak serta merta terjadi dengan
sendirinya. Itu terjadinya karena adanya realitas ideologi kebebasan seksual yang terlahir dari
paradigma sukalerisme (pemisahan kegamaan dari kehidupan) di sekitar mereka yang setiap hari
dicermati, dirasakan, pasa perkembangannya dapat ditiru sebagai sebuah pilihan tindakan.

Anda mungkin juga menyukai