Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH INFEKSI SALURAN REPRODUKSI

“Isu Sosial Terkait dengan Infeksi Saluran Reproduksi”

Kelompok 7

Friska Meilany 1611211026


Syarevi Mizani Aulia 1611211041

Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Andalas
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena


dengan rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Isu
Sosial Terkait dengan Infeksi Saluran Reproduksi”. Shalawat dan salam kami
ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kami kepada
zaman yang penuh dengan ilmu. Terima kasih kami ucapkan kepada dosen mata
kuliah Infeksi Saluran Reproduksi yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan
datang.

Penyusun

Padang, Oktober 2018

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3

2.1 Isu-Isu Terkini HIV/AIDS........................................................................ 3

2.2 Isu-Isu Terkini Seks Remaja .................................................................... 9

2.3 Isu-Isu Terkini Kanker Serviks .............................................................. 12

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 15

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 15

3.2 Saran ....................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang artinya makhluk yang tidak mampu

hidup sendiri atau selalu membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Dalam

kehidupan sosial masyarakat dikenal berbagai gejal-gejala sosial seperti norma-

norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, proses sosial, perubahan sosial dan

kebudayaan. Tidak semua gejala sosial tersebut berjalan secara normal, kadang-

kadang-kadang timbul gejala sosial yang tidak dikehendaki yang kemudian sering

disebut masalah sosial.


Masalah sosial merupakan persoalan, karena menyangkut tata kelakuan

immoral, berlawanan dengan hukum serta bersifat merusak. Sebab itu masalah-

masalah sosial tidak akan mungkin ditelaah tanpa mempertimbangkan ukuran-

ukuran masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap

buruk (Soerjono Soekamto.1990). Masalah tersebut bersifat sosial karena

bersangkut paut dengan hubungan antar manusia dan di dalam kerangka bagian-

bagian kebudayaan yang normatif. Hal ini dinamakan masalah sosial karena

bersangkut paut dengan dengan gejala-gejala yang mengganggu kelanggengan

dalam masyarakat.

Masalah-masalah sosial umum yang terjadi di masyarakat misalnya

kemiskinan, kejahatan, disorganisasi keluarga, masalah generasi muda dalam

masyarakat modern, kenakalan remaja, pelacuran, homoseksualitas dan masalah

lingkungan hidup. Masalah sosial-masalah sosial yang sedang marak terjadi saat

ini adalah pergaulan bebas remaja dan pelacuran yang berujung pada terinfeksinya

seseorang terserang penyakit seksul. Kasus-kasus penyakit seksual tidak hanya

terjadi di kota-kota besar tetapi di desa-desa juga sudah ditemukan.

1
2

Kasus HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit seksual yang termasuk

masalah sosial karena adanya perlakuan di skriminasi terhadap ODHA (Orang

Dengan HIV/AIDS). ODHA dianggap orang-orang yang patut dikucilkan karena

telah menyalahi norma-norma yang berlaku di masyarakat, padahal mereka adalah

orang-orang yang seharusnya mendapatkan motivasi dan semangat hidup dari

orang-orang di sekitarnya. Anggapan orang tentang penyakit reproduksi yang

dapat menular dengan mudah adalah salah karena sesungguhnya penularan

penyakit tersebut dapat dicegah. Hal inilah yang mendasari penulis dalam

menyusun makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah isu-isu mengenai HIV/AIDS dalam masyarakat saat
sekarang ini?
2. Bagaimanakah isu-isu mengenai seks remaja dalam masyarakat saat
sekarang ini?
3. Bagaimanakah isu-isu mengenai kanker serviks dalam masyarakat saat
sekarang ini?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui isu-isu HIV/AIDS terkini
2. Untuk mengetahui isu-isu seks remaja terkini
3. Untuk mengetahui isu-isu kanker serviks terkini
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Isu-Isu Terkini HIV/AIDS

Bagi masyarakat awam keberadaan penyakit HIV dan AIDS dianggap


sebagai sesuatu yang berbahaya. Bagi masyarakat istilah HIV dan AIDS biasanya
tergambar sebagai masalah medis yang timbul akibat suatu perilaku negative
dalam pergaulannya. Penderitanya yang di sebut ODHA (Orang Dengan
HIV/AIDS) sering dijauhi dalam pergaulan karena dianggap perilaku negatifnya
dapat menimbulkan HIV dan AIDS.
Banyak masyarakat menganggap penularan HIV dapat terjadi dengan
mudah. Isu yang berkembang di masyarakat mengenai penularan HIV adalah
sebagai berikut:
1. Penularan HIV dapat terjadi karena bersalaman, berpelukan, atau berciuman
dengan penderita HIV dan AIDS
2. Kontak langsung seperti terpapar batuk atau bersin oleh penderita HIV dan
AIDS
3. Memakai fasilitas umum bersama-sama dengan penderita HIV dan AIDS
misalnya toilet
4. HIV dan AIDS dapat menular pada tempat pemandian umum misalnya
memakai kolam renang bersama-sama
5. Hidup bersama, berbagi makanan atau menggunakan alat makan secara
bersama dengan ODHA
6. HIV dan AIDS dapat menular akibat gigitan serangga misalnya nyamuk
7. Berdasarkan isu yang berkembang pada masyarat mengenai penularan HIV
kita akan cenderung mengganggap bahwa HIV itu adalah virus mematikan
yang dapat menular dengan mudahnya kapanpun, dimanapun, dan kepada
siapapun. Padahal dalam kenyataannya tidak seperti yang masyarakat
bayangkan.

HIV/AIDS dalam masyarakat :

3
4

1. Cara pencegahan HIV/AIDS di Masyarakat melalui Konseling dan


bimbingan
2. Sikap masyarakat terhadap penyakit HIV/AIDS : Hukuman sosial berupa
diskriminasi oleh masyarakat, penderita HIV/AIDS diasingkan dari
keluarga, teman atau warga dimana di lingkungan tempat tinggalnya
3. Pandangan masyarakat yang salah terhadap HIV/AIDS :
a. Masyarakat masih menganggap bahwa HIV/AIDS adalah penyakit
pada mereka yang kurang moral karena tertular melalui hubungan
seks, dan para pecandu narkoba. Akibatnya mereka dijauhin dan
penyebarannya makin tidak terkontrol. Mitos yang beredar di
masyarakat bahwa berhubungan sosial dengan penderita HIV/AIDS
akan membuat kita tertular, seperti bersalaman, menggunakan WC
yang sama, tinggal serumah atau menggunakan sprei yang sama
dengan penderita HIV/AIDS. Angggapan bahwa HIV juga tinggal
menunggu waktu “mati”
b. HIV adalah penyakit yang mengancam hidup.
c. Ketakutan untuk kontak langsung dengan penderita HIV/AIDS.
d. Penderita HIV/AIDS dihubungkan dengan perilaku seperti
homoseksual, pekerja sekskomersial (PSK).
e. Penderita HIV/AIDS dinilai sebagai penyakit yang dibuat sendiri.
f. Masyarakat menganggap HIV/AIDS adalah kesalahan moral, seperti
penyimpangan seks yang pantas mendapatkan hukuman.
g. Kurangnya pengetahuan yang benar mengenai HIV/AIDS
h. HIV/AIDS menular melalui hubungan kontak sosial biasa dari satu
orang ke orang lain dirumah, tempat kerja tau tempat umum.
i. HIV/AIDS menular melalui makanan, udara dan air (kolam renang,
toilet).
j. HIV/AIDS menular melalui serangga/nyamuk.k)HIV/AIDS melalui
batuk, bersin dan meludah.
k. HIV/AIDS menular melalui bersalaman, menyentuh, berpelukan atau
cium pipi
5

Stigma terhadap ODHA telah melekat sejak pertama kali virus ini ditemukan
dan menyebar luas. Penyakit ini sering dikaitkan dengan penggunaan obat-obatan
terlarang, perilaku seks bebas, serta hubungan seksual sesama jenis
(homoseksual). Karena kaitan tersebut, ODHA pun mendapat cap yang negatif
dalam masyarakat.

Padahal, HIV/AIDS bisa ditularkan pada siapa saja. Termasuk orang yang
tidak pernah menggunakan narkoba, tidak pernah menggunakan jasa pekerja seks
komersial (PSK), dan tidak pernah berhubungan seks sesama jenis. Meski
demikian, alasan-alasan di bawah ini membuat stigma terhadap ODHA masih sulit
diberantas dan diluruskan.
1. Kurangnya pengetahuan dan kesalahan informasi tentang HIV/AIDS
Di kalangan masyarakat, masih banyak yang beranggapan bahwa
ODHA identik dengan seseorang yang sering menggunakan obat terlarang,
berhubungan seks dengan pekerja seks komersial, dan lain sebagainya.
Selain itu, masih ada masyarakat yang beranggapan bahwa HIV bisa
ditularkan hanya dengan kontak fisik atau berdekatan dengan ODHA.
Pemberian informasi tentang HIV/AIDS yang benar di kalangan
masyarakat bisa membantu upaya pemerintah dalam mengurangi stigma
dan diskriminasi pada ODHA.
2. Takut bersentuhan dengan ODHA
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS dan
kesalahan informasi tentang HIV/AIDS akan berdampak pada munculnya
ketakutan masyarakat untuk melakukan kontak fisik dengan ODHA. Mulai
dari berjabat tangan, duduk berdekatan, makan bersama, dan lainnya.
Padahal, HIV hanya bisa ditularkan melalui hubungan seksual yang
berisiko, penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi virus HIV, dan
melalui ibu yang positif HIV ke bayi yang dilahirkannya.
Bersentuhan kulit, berjabat tangan, berpelukan, atau makan
bersama seorang ODHA tidak akan menularkan penyakit ini. Berada di
dekat ODHA juga tidak akan membuat Anda tertular karena virus ini tak
bisa berpindah lewat udara.
6

3. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang dampak buruk dari


stigma pada ODHA
Hal ini disebutkan dalam buku UNAIDS (2007) yang berjudul
“Reducing HIV Stigma and Discrimination”. Banyak orang dengan mudah
melakukan diskriminasi pada ODHA karena mereka tidak berpikir lebih
jauh, seperti apa dampak diskriminasi yang dilakukannya terhadap
kehidupan ODHA.
Sebenarnya mudah saja untuk bisa hidup berdampingan dengan
ODHA dalam masyarakat atau dalam hubungan pribadi setiap orang.
Posisikan diri Anda sebagai ODHA, yang dimana mendapat perlakuan
diskriminatif orang-orang di sekitar.

Stigma pada ODHA tidak hanya berakibat buruk pada ODHA, tapi juga
pada upaya pemerintah dalam menanggulangi HIV/AIDS di Indonesia. Ini dia
beberapa dampak negatif pemberian stigma terhadap ODHA.
a. Melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)
Perlakuan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA melanggar hak-hak dasar
ODHA. Di antaranya adalah hak untuk hidup, mendapatkan perawatan,
memiliki pekerjaan, dan lain-lain. Tidak ada seorang pun yang berhak
merenggut hak-hak mendasar ini dari hidup ODHA.
b. Menutup kesempatan bagi ODHA untuk mengembangkan diri
Stigma bisa membuat ODHA kehilangan pekerjaan, pasangan, dan keluarga.
Banyak juga anak-anak dengan HIV/AIDS yang terpaksa putus sekolah
karena mendapatkan perlakuan yang tidak adil di sekolah.
Padahal, seperti orang-orang pada umumnya, ODHA bisa memberikan
kontribusi bagi lingkungan di sekitarnya. Baik itu untuk keluarganya,
lingkungan kerjanya, bahkan masyarakat secara umum.
c. Membuat ODHA mengasingkan diri
Diskriminasi terhadap ODHA bisa membuat mereka menutupi identitasnya,
menarik diri, atau mengasingkan diri dari masyarakat. Hal tersebut dapat
berakibat buruk terhadap kesehatan ODHA. Mereka bisa jadi malu untuk
7

periksa ke dokter atau mendapatkan perawatan di rumah sakit. Akibatnya


jelas bisa fatal, yaitu kematian.
Stigma terhadap ODHA juga bisa membuat mereka depresi, menjauhkan diri
dari keluarga dan lingkungan sekitar, atau yang lebih ekstrem adalah bunuh
diri.
d. Menghambat program pemerintah dalam upaya penanggulangan
HIV/AIDS di masyarakat
Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA juga akan berdampak pada
terbukanya penyebaran penyakit HIV/AIDS. Stigma dan diskriminasi akan
mematahkan semangat seseorang untuk melakukan Voluntary Counseling and
Testing (VCT) atau tes HIV/AIDS. Stigma bahkan bisa membuat orang-orang
merasa enggan untuk mencari informasi dan cara perlindungan terhadap
penyakit HIV/AIDS.
Oleh karena itu, hentikan stigma dan diskriminasi pada ODHA. Bukan stigma
dan diskriminasi yang bisa menghentikan persebaran virus HIV dalam
masyarakat, melainkan kepedulian dan pemahaman setiap orang tentang
HIV/AIDS.

 Penyebaran Penyakit HIV/AIDS di Sumbar Mengkhawatirkan

Ada tiga penyebab utama penyebaran HIV/AIDS di Sumbar, yakni dari


pasangan, jarum suntik dan homoseksual. Yang paling banyak terkena adalah
kalangan wiraswasta dan ibu rumah tangga.
Untuk penyebarannya, hampir di seluruh kabupaten dan kota di Sumbar.
Lima besarnya, kata Rosnini, yakni Kota Padang, Bukittinggi, Agam, Padang
Pariaman dan Pesisir Selatan. Saat ini tercatat 1692 kasus HIV dan 1346 kasus
AIDS di Sumbar.

Penyebaran AIDS di Sumbar: Populasi Kunci LSL (Ada) di Kota Padang,


Bukittinggi dan Solok

Laporan Ditjen PP&P, Kemenkes RI (26/2-2016), menunjukkan kasus


kumulatif HIV/AIDS di Sumatera Barat (Sumbar) per 31 Desember 2015
8

berjumlah 7.747 yang terdiri atas 5.290 HIV dan 2.457 AIDS. Jumlah ini
menempatkan Sumbar pada peringkat 8 secara nasional dalam jumlah kasus
kumulatif HIV/AIDS.
Perlu dipertegas bahwa yang meningkat bukan penderita AIDS, tapi
jumlah kasus HIV/AIDS yang baru terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi
yang mereka lahirkan. Suami ibu-ibu rumah tangga itu tertular HIV: (1) melalui
hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan
perempuan yang berganti-ganti di Sumbar dan di luar Sumbar, (2) melalui
hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang sering
berganti-ganti pasangan seperti pekerja seks komersial (PSK) di Sumbar dan di
luar Sumbar.
Ada dua tipe atau kriteria PSK, yaitu: (a) PSK langsung yaitu PSK yang
kasat mata, seperti PSK di lokasi atau lokalisasi pelacuran, di jalanan, dan tempat
lain. (b) PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek
pemijat di panti pijat plus-plus, karyawati salon kecantikan di salon plus-plus,
cewek kafe, cewek pub, cewek disko, cewek kafe remang-remang, ABG, ‘cewek
kampus’, ‘ayam kampus’, ibu-ibu, cewek panggilan, cewek gratifikasi seks, dll.
Berdasarkan pemetaan perilaku berisiko di Sumbar di Padang ada 861
LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki), 133 waria, dan 389 PSK yang tersebar di 203
hotspot (tempat-tempat yang dijadikan ajang transaksi seks). Di Kota Bukittiggi
ada 432 LSL di 51 hotspot, dan di Kota Solok 522 LSL di 19 hotspot. Sayang,
dalam berita tidak dijelaskan kriteria 389 PSK itu, apakah mereka PSK langsung
atau PSK tidak langsung. Kalau mereka PSK tidak langsung itu artinya ada
persoalan besar yang menjadi faktor utama pendorong penyebaran HIV/AIDS di
tiga kota itu khususnya dan di Sumbar umumnya.
Masalahnya adalah pemerintah tidak bisa melakukan intervensi terhadap
laki-laki agar memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan
PSK karena PSK tidak langsung ‘praktek’ di sembarang tempat dan sembarang
waktu. Kalau 389 itu PSK langsung maka di Sumbar ada lokasi atau lokalisasi
pelacuran. Jika ini yang terjadi patut dipertanyakan mengapa pemerintah daerah di
sana tidak menjalankan intervensi berupa mewajibkan laki-laki memakai kondom
setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK.
9

LSL itu merupakan masalah yang juga besar karena tidak bisa diintervensi
dan ‘praktek’ mereka pun tidak terjadi di tempat-tempat yang bisa diamati. LSL
ini melakukan hubungan seksual dengan seks anal sehingga tingkat risiko tertular
HIV sangat tinggi. Begitu juga waria yang melayani laki-laki melakukan seks oral
dan seks anal merupakan bagian dari penyebaran HIV/AIDS di Sumber. Yang jadi
masalah besar adalah laki-laki dewasa yang melakukan seks anal dengan waria
umumnya laki-laki beristri. Dan, studi di Jawa Timur menunjukkan laki-laki
beristri memilih jadi ‘perempuan’ (dianal oleh waria yang mereka sebut
ditempong dan waria yang menganal atau menempong). Itu artinya laki-laki jadi
jembatan penyebaran HIV/AIDS dari kalangan waria ke masyarakat, dalam hal ini
istri-istri mereka.
Sampai saat ini belum ada kasus kematian pengidap HIV/AIDS karena
HIV atau AIDS. Kematian pada pengidap HIV/AIDS terjadi karena penyakit-
penyakit lain pada masa AIDS (secara statistik terjadi setelah tertular HIV antara
5-15 tahun), seperti diare, TBC, dll. Dalam berita yang dipersoalkan hanya
pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). Pertanyaannya adalah:
Apakah di kabupaten dan kota yang sudah ada KPA ada langkah-langkah yang
konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru? Tidak ada! Maka, yang
diperlukan bukan KPA, tapi program pemerintah lokal untuk menurunkan insiden
infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK.
Program untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru hanya bisa
dijalankan kalau praktek PSK dilokalisir sehingga intervensi bisa dijalankan
dengan efektif. Celakanya, di Sumbar praktek PSK tidak dilokalisir sehingga
terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu. Tanpa langkah yang konkret,
maka insiden infeksi HIV baru akan terjadi terjadi yang pada gilirannya akan
mendorong penyebaran HIV, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di
dalam dan di luar nikah, yang kelak akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’.

2.2 Isu-Isu Terkini Seks Remaja

Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut


sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat
10

disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun
juga sehat secara mental serta sosial kultural
Program kesehatan reproduksi remaja mulai menjadi perhatian pada
beberapa tahun terakhir ini karena beberapa alasan:
1. Ancaman HIV/AIDS menyebabkan perilaku seksual dan kesehatan
reproduksi remaja muncul ke permukaan. Diperkirakan 20-25% dari semua
infeksi HIV di dunia terjadi pada remaja. Demikian pula halnya dengan
kejadian IMS yang tertinggi di remaja, khususnya remaja perempuan, pada
kelompok usia 15-29.3
2. Walaupun angka kelahiran pada perempuan berusia di bawah 20 tahun
menurun, jumlah kelahiran pada remaja meningkat karena pendidikan seksual
atau kesehatan reproduksi serta pelayanan yang dibutuhkan.
3. Bila pengetahuan mengenai KB dan metode kontrasepsi meningkat pada
pasangan usia subur yang sudah menikah, tidak ada bukti yang menyatakan
hal serupa terjadi pada populasi remaja.
4. Pengetahuan dan praktik pada tahap remaja akan menjadi dasar perilaku yang
sehat pada tahapan selanjutnya dalam kehidupan. Sehingga, investasi pada
program kesehatan reproduksi remaja akan bermanfaat selama hidupnya.
5. Kelompok populasi remaja sangat besar; saat ini lebih dari separuh populasi
dunia berusia di bawah 25 tahun dan 29% berusia antara 10-25 tahun.
6. Menanggapi hal itu, maka Konferensi Internasinal Kependudukan dan
Pembangunan di Kairo tahun 1994 menyarankan bahwa respon masyarakat
terhadap kebutuhan kesehatan reproduksi remaja haruslah berdasarkan
informasi yang membantu mereka menjadi dewasa yang dibutuhkan untuk
membuat keputusan yang bertanggung jawab.

 Aborsi, kehamilan dan kontrasepsi pada remaja


Aborsi diartikan sebagai tindakan menghentikan kehamilan dengan
sengaja sebelum janin dapat hidup diluar kandungan (sebelum kehamilan 20
minggu atau berat janin masih kurang dari 500 gram) tanpa indikasi medis
yang jelas.
11

Pada remaja dikota besar yang mempunyai tipe ”Early sexual experience,
late marriage”, maka hal inilah yang menunjang tejadinya masalah aborsi
biasanya terjadi di kota besar. Disinyalir bahwa saat ini di Indonesia terjadi 2,6
juta aborsi setiap tahunnya. Sebanyak 700.000 diantaranya pelakunya adalah
remaja. Data mengenai aborsi di Indonesia seringkali tidak begitu pasti karena
dalam pelaksanaan kasus aborsi baik si pelaku yang diaborsi maupun yang
melakukan indakan aborsi tidak pernah melaporkan kejadian tersebut, bahkan
seringkali dilakukan secara sembunyi sembunyi.
Pada pertemuan Konferensi Internasional Kependudukan dan
Pembangunan (ICPD) di Kairo tahun 1994, telah dikemukakan mengenai hak
hak wanita dalam mendapatkan pelayanan Kesehatan Reproduksi yang baik,
diantaranya bahwa mereka mempunyai hak mendapatkan pelayanan Aborsi
yang aman (safe abortion), hal ini dimaksudkan untuk menurunkan angka
kematian maternal yang hal inilah yang mungkin merupakan salah satu
“hambatan” dalam upaya menyelenggarakan pelayanan aborsi yang aman.
Keadaan yang secara umum dapat terjadi pada proses seksual yang tidak
aman adalah: kehamilan yang tidak diinginkan yang akan menjurus ke aborsi
atau kehamilan remaja yang beresiko, terinfeksi penyakit menular
seksual,termasuk didalamnya HIV/AIDS. Upaya pencegahan yang dianjurkan
adalah: tidak melakukan hubungan seksual. Jika sudah berhubungan dianjurkan
untuk memakai alat kontrasepsi terutama kondom (pencegahan Infeksi
Menular Seksual) atau alat kontrasepsi lain untuk mencegah kehamilan yang
tidak diinginkan, dan dianjurkan untuk mempunyai pasangan yang sehat.

 Seks Saat Remaja, Awas Infeksi Menular Seksual Mengintai

Melakukan hubungan seksual baiknya dilakukan sesudah usia matang dan


menikah. Namun bagi remaja yang berencana melakukan hal ini sebaiknya
pikirkan dampak jangka panjangnya. Sebuah riset terbaru menemukan fakta
terlalu muda melakukan hubungan seksual berisiko tingkatkan risiko infeksi
menular seksual (IMS).
Studi yang dilakukan peneliti asal Yonsei University, Seoul, Korea Selatan
menggunakan data perilaku berisiko anak muda dari Pusat Pengendalian dan
12

Pencegahan Penyakit Korea. Terdapat 22.381 remaja dianalisis kehidupan


seksualnya.
Sekitar 7,4 persen remaja laki-laki yang sudah melakukan hubungan
seksual dilaporkan mendapatkan infeksi menular seksual. Sementara, sekitar
7,5 persen remaja wanita melaporkan mengalami kondisi tak menyenangkan
ini seperti dikutip laman Times of India, Rabu (6/1/2015).
Semakin muda melakukan hubungan seks, semakin tinggi risiko terkena
infeksi menular seksual. Anak kelas 7 yang sudah melakukan hubungan
seksual, risiko terkena IMS meningkat hingga tiga kali lipat dibandingkan yang
melakukan saat kelas 12 seperti ditulis dalam studi yang diterbitkan
dalam Journal of Sexual Medicine ini.

2.3 Isu-Isu Terkini Kanker Serviks

a. Virus Kanker Serviks Tak Cuma Menular Lewat Hubungan Seks


Ternyata, tak peduli apakah Anda aktif secara seksual atau tidak, Anda
tetap bisa tertular HPV. Hal ini karena, human papillomavirus (HPV) tak
hanya menular melalui hubungan intim. Walaupun HPV adalah salah satu
penyakit menular seksual (PMS) yang paling sering terjadi, HPV seringnya
tidaklah membahayakan. Namun, di beberapa kasus, penyakit ini bisa
memiliki efek serius seperti kutil kelamin atau kanker serviks. Sehingga,
HPV bukanlah virus yang bisa Anda remehkan.
Para dokter selalu menyarankan agar kita mempraktekkan seks aman
sekaligus selalu melalui pemeriksaan rutin ke dokter ahli kandungan untuk
mencegah PMS. Namun, berdasarkan penelitian terbaru yang diterbitkan
dalam Sexual Health,HPV bisa menular tak hanya melalui hubungan intim
atauintercourse, tapi juga dari tempat yang terlihat aman, seperti ruang
pemeriksaan dokter.
Para peneliti menganalisis 51 penelitian tentang penularan HPV. Mereka
lalu menemukan bahwa virus ini juga ditemukan pada 51 persen wanita yang
masih perawan. Hal ini jelas membuat mereka bertanya-tanya: Jika tidak
melalui seks, bagaimana virus ini bisa menulari orang lain?
13

Seperti dilansir dari Women's Health, Minggu (21/2/2015), ada dua


kemungkinan hal ini terjadi. Pertama adalah melalui kontak vagina dengan
tipe yang berbeda. Jadi, walaupun Anda dan melakukan hubungan seks
vaginal, Anda bisa terlalu jika melakukan kontak seksual jenis lain. Seperti
menyentuh alat kelamin pasangan (beberapa penelitian menemukan penularan
HPV dari tangan ke kelamin) atau bermain menggunakan mainan seks.
Para peneliti mengatakan, para wanita HPV-positif yang mereka periksa,
DNA HPV mereka juga ditemukan pada vibrator yang digunakan 24 jam
sejak mereka dibersihkan. Kemungkinan kedua menjadikan virus ini lebih
berisiko. Anda bisa tertular HPV jika Anda bersentuhan dengan permukaan
yang terinfeksi virus ini. Seperti misalnya meja periksa dokter atau tempat
umum seperti pusat kebugaran. Jika meja periksa dokter tempat Anda duduk,
atau bahkan bangku sepeda yang Anda gunakan tidak benar-benar
dibersihkan, Anda bisa berisiko tertular virus ini.
Tentunya para dokter harus rajin membersihkan peralatan dan fasilitas
mereka, jadi Anda tidak perlu terlalu khawatir akan risiko HPV dari tempat
ini. Namun, pusat kebugaran atau kamar ganti tidak selalu sebersih yang
Anda harapkan. Pastikan Anda mengelap atau membersihkan setiap
peralatan, sebelum dan sesudah, yang Anda gunakan di pusat kebugaran.
Hindari celana yang terlalu pendek yang memungkinkan daerah kewanitaan
Anda menyentuh peralatan tadi. Dan pastikan selalu duduk di atas handuk
setiap kali Anda memasuki sauna.
2. Sekadar Ciuman Ternyata Sudah Mampu Tularkan PMS
Seorang ahli mikrobiologi justru berpikir ciuman saat natal menyehatkan.
Penyakit menular seksual ternyata tak hanya ditularkan melalui hubungan
seks atau kontak kelamin semata. Penyakit kelamin yang satu ini misalnya,
merupakan penyakit umum yang dinilai penyakit memalukan dan banyak
orang yang belum benar-benar mengetahui kebenaran jenis penyakit ini.
Waspadalah terhadap penyakit herpes, karena penyakit ini tak hanya
ditularkan melalui kontak seksual.
Dr. Sherry Ross dari HelloFlo.com, sekaligus dokter obstetri dan
ginekologi di Los Angeles Women’s Obstetrics & Gynecology, menekankan
14

untuk memastikan seseorang menderita herpes atau tidak dengan meilhat


apakah terdapat cold sore (lepuhan kecil yang menyakitkan) di area mulut,
muka, atau hidung.
"Hal ini memang membingungkan karena perbedaan antara jerawat di
sekitar bibir menyerupai herpes tipe 1. Cold sore dan sariawan pada mulut
pun merupakan jenis herpes tipe 1. Bahkan stres, demam, pilek, atau
sunburnsmerupakan pemicu herpes tipe 1," jelas Ross. Dikutip dari laman
Gurl, Senin (15/02/2016).
Ross mengatakan jika rasa gatal atau seperti rasa kesemutan menjalar pada
bibir, hal tersebut juga menjadi salah satu tanda seseorang dengan cold sore.
Namun jika cold sore tidak nampak di permukaan mulut kondisi tersebut
memungkinkan orang lain akan tertular jika melakukan kontak langsung.
Pada salah satu dari pasangan dengan cold sore yang melakukan ciuman
dan seks oral akan menyebarkan herpes tipe 1 ke daerah genital. Hal ini
benar-benar penting untuk diingat bahwa herpes dapat ditularkan melalui seks
oral. Namun beberapa orang berpikir bahwa kontak mulut tidak akan
menularkan herpes kepada orang lain. "Jika Anda telah terkena herpes tipe 1
dari pasangan Anda, diperlukan waktu hingga 20 hari untuk melihat cold sore
benar-benar muncul. Walau bisa diobati herpes tipe 1 tidak sepenuhnya dapat
disembuhkan," jelas Dr Ross.
Ross menyarankan untuk saling jujur terhadap pasangan jika pernah
terkena infeksi atau penyakit seksual menular sebelum melakukan kontak
seksual dengan mereka, bahkan berciuman sekalipun.
15

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Masih banyak isu-isu serta pandangan-pandangan masyarakat terhadap


infeksi menular seksual, khususnya pada penyakit HIV-AIDS, seks pada remaja,
kanker serviks, serta penyakit lainnya. Penyakit HIV-AIDS yang masih banyak
pandangan buruk bagi penderitanya, serta isu-isu lainnya di mana semakin banyak
penyebaran penyakit HIV-AIDS.
Lalu dari segi seks pada remaja, masih banyak kasus-kasus infeksi menular
seksual yang dimulai dari kebiasaan seks yang dini pada remaja karena pergaulan,
lingkungan, dan lainnya. Hal ini menjadi isu yang tidak dapat habis dalam
masyarakat.
Perkembangan penyakit kanker serviks juga menjadi isu yang hangat di
dalam masyarakat khususnya pada wanita, karena angka kejadian penyakit ini
semakin meningkat tiap tahunnya dan mengancam nyawa penderitanya.

3.2 Saran

Dengan adanya isu-isu penyakit infeksi saluran reproduksi di dalam


masyarakat, harusnya menjadi hal yang dapat menghindari masyarakat dari
penyakit-penyakit tersebut. Serta harus adanya pengenalan dan tidak
mendiskriminasi pasien penyakit tertentu sehingga ia menjadi tertekan dan tidak
memiliki semangat dalam mengobati penyakitnya. Serta tenaga kesehatan harus
senantiasa aktif dalam upaya pencegahan infeksi menular seksual dalam
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Haberland, Nicole dkk. "Case Finding and Case Management of Chlamydia and
Gonorrhea Infections Among Women: What We Do and Do Not Know"
dalam the Robert H. Ebert Program on Critical Issues in Reproductive
Health. New York: Population Council, 1999.
Buzsa, Joanna. Reproductive Tract Infections: A Set of Factsheet. Bangkok:
Population Council, 1999.
Tsui, Amy. O., Judith N. Wasserheit, dan John G. Hagaa (eds). Reproductive
Health in Developing Countries: Expanding Dimensions, Building
Solutions. Washington, D.C.: National Academy Press, 1997
United Nations. Summary of the Programme of Action of the International
Conference on Population and Development. New York: United Nations,
1995.
http://www.kesrepro.info/?q=node/299
http://grey.litbang.depkes.go.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jkpkbppk--
familyheal-4430

Anda mungkin juga menyukai