Anda di halaman 1dari 24

KELOMPOK X

“STIGMA PADA ODHA”

Disusun Oleh :

1. Andi Bunga Silvia (19320005)


2. Ferli Randani (19320013)
3. Refsi Erpiyana (19320027)
4. Wiwin Mardiani (19320036)

Mata Kuliah : Keperawatan HIV-AIDS


Dosen pengampu : Usastiawaty CASI., S.Kep.,Ns.,M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR
LAMPUNG TAHUN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum wr.,wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT.Tuhan Semesta alam Atas izin dan
karunia-Nya ,kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Stigma Pada ODHA”
tepat pada waktunya .
Serta tak lupa kami haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi besar kami
Muhamad SAW, semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari kelak amin.Adapun makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah kami yaitu Keperawatan HIV-AIDS , semoga apa
yang kami tulis ini bermanfaat untuk pembaca.
Kami selaku penulis dengan kerendahan hati,menyadari bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan oleh karena itu apabila ada ketik sesuaian kalimat dan terdapat kesalahan
kata dalam makalah ini kami meminta maaf yang sebesar besarnya , Meskipun demikian ,penulis
terbuka pada kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini
Terimakasih.,
Wassalamualaikum wr.,wb.

Bandar Lampung, 27 Maret 2021

Penulis,
DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................... 4,5

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 6
2.1 Stigma Dan Diskriminasi ODHA ........................................................................... 6,7
2.2 Bentuk-Bentuk Diskriminasi Bagi ODHA ............................................................. 7
2.3 Efek Stigma Dan Diskriminasi Bagi ODHA .......................................................... 8
2.4 Solusi Permasalahan Diskriminasi Dan Stigmatisasi ODHA................................. 8-11
2.5 Hak Bagi ODHA..................................................................................................... 11,12

BAB III Analisis Jurnal.................................................................................................... 13,14


BAB Iv PENUTUP............................................................................................................ 15
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 15
3.2 Saran ....................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 16
LAMPIRAN....................................................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

AIDS ( Acquired Immunodeficiency Down Syndrome) adalah sindrom


yang disebabkan oleh virus HIV ( Human Immunodeficiency Virus). AIDS merajalela di
negara-negara berkembang, misalnya India dan Thailand. Hal ini terjadi karena
kurangnya perhatian dari masyarakat dan pemerintahnya.
Semula permasalahan AIDS tidak dibahas secara terbuka karena masyarakatnya
masih menganut norma kebudayaan dan agama. Selain itu, pemerintahnya
mengkhawatirkan bila berita tentang keberadaan AIDS di negaranya dapat mengganggu
sektor pariwisata.

AIDS memang belum ditemukan obatnya sehingga belum bisa disembuhkan. Hal
ini yang mungkin menurut anggapan masyarakat AIDS sebagai gambaran yang
menakutkan. Kesalahan dalam memahami HIV AIDS telah berdampak pada tatanan
sosial dalam masyarakat. Penderita AIDS di Indonesia masih belum mendapatkan tempat
yang tepat di masyarakat. Pandangan masyarakat mengenai penyakit AIDS masih
dipengaruhi oleh pemahaman – pemahaman takhayul dan kurafat .

Selanjutnya, penderita AIDS dipinggirkan dari kehidupan bermasyarakat,


ODHA dijauhi dan distigmatisasi sebagi makhluk-makhluk pendosa yang tidak punya
hak untuk hidup sebagaimana manusia normal. Kemudian, terjadilah pembedaan
(diskriminasi) bagi para ODHA dengan membatasi, bahkan menghilangkan
kesempatannya untuk bekerja dan hidup seperti orang lain. Padahal, AIDS bukanlah
penyakit kutukan dan penderita HIV AIDS sebenarnya masih bisa produktif dalam
masyarakat. Kesalahpahaman masyarakat dalam memahami HIV AIDS dapat
berakibat buruk bagi penderita AIDS itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian stigma dan diskriminasi ?
2. Bagaimana bentuk – bentuk stigmatisasi dan diskriminasi ODHA di masyarakat ?
3. Apa efek stigmatisasi dan diskriminasi bagi ODHA?
4. Bagaimana solusi permasalahan diskriminasi dan stigmatisasi ODHA?
5. Apa saja Hak bagi ODHA ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian stigma dan diskriminasi.
2. Mengetahui bentuk-bentuk stigmatisasi dan diskriminasi ODHA di masyarakat.
3. Mengetahui efek stigmatisasi dan diskriminasi bagi ODHA.
4. Mencari dan memahami solusi permasalahan diskriminasi dan stigmatisasi ODHA.
5. Mengetahui Hak Asasi Manusia bagi ODHA
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Stigma dan Diskriminasi Bagi ODHA

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, stigma mempunyai pengertian ciri negatif
yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. Stigma
merupakan anggapan negatif seseorang kepada orang lain. Stigmatisasi merupakan
proses bagaimana stigma berkembang dan menjadi sebuah opini umum dalam
masyarakat.

Pengertian diskriminasi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah pembedaan


perlakuan terhadap sesama warga Negara(berdasarkan warna kulit, golongan, suku,
ekonomi,agama, dsb. Bila stigma hanya merupakan ciri negatif dan belum sampai pada
tataran realita, maka diskriminasi sudah menyentuh pada pembedaan pada kenyataan,
misalnya pembedaan perlakuan dalam keluarga, pekerjaan, dan sebagainya.

Fenomena orang-orang dengan HIV/AIDS merupakan suatu fenomena yang asing


namun menarik bagi masyarakat kita. Kita sering mendengar odha menghadapi banyak
masalah sosial. Masalah sosial tersebut antara lain berupa dikucilkan dan diasingkan
oleh teman-teman, bahkan keluarganya sendiri. Ketakutan akan pembedaan perlakuan
ini membuat odha berusaha untuk menjembatani diri atau menjaga jarak dengan orang-
orang di sekitarnya. Akhirnya baik odha maupun masyarakat saling menjaga jarak, baik
dalam kelompok skala kecil maupun skala yang besar.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan stigma HIV/AIDS dalam masyarakat


adalah sebagai berikut :
1. HIV/AIDS dianggap penyakit seumur hidup
2. Masyarakat takut mengidap HIV/AIDS
3. HIV/AIDS berhubungan dengan perilaku (misalnya homoseks dan penasun) yang
telah terstigmatisasi dalam masyarakat
4. Orang yang terinfesi HIV seringkali berfikir bahwa ialah yang harus
bertanggungjawab terhadap infeksi yang menimpanya.
5. Kepercayaan agama dan moral yang membuat masyarakat percaya bahwa
HIV/AIDS merupakan hasil dari kesalahan moral (misalnya seks bebas dan
perilaku seks menyimpang) yang pantas dihukum (anonim).
Menjalani hidup sebagai odha memang kenyataannya sangat berat dan menyedihkan. Tekanan
psikologi bisa saja muncul karena menerima kenyataan mengidap suatu penyakit yang
sampaisekarang belum bisa disembuhkan. Odha seringkali menutupi identitasnya jika ingin
merasa aman, karena ada kemungkinan adanya diskriminasi di lingkungannya, baik pekerjaan,
keluarga, atau layanan kesehatan. Belum lagi pandangan dari masyarakat yang penuh
ketakutan
dan kebencian terhadap odha, dan susahnya mencari layanan kesehatan bagi odha yang
mudah diakses dan terjangkau.
Stigma khas yang masih melekat pada odha bahwa mereka adalah manusia pendosa dan tidak
bermoral. Padahal, pemaparan HIV tidak hanya diakibatkan oleh faktor perilaku yang
menyimpang (seks bebas, homoseks, penasun), namun juga karena berbagai faktor lain baik
yang sengaja maupun tidak disengaja. Permasalahan odha akhirnya semakin meluas tidak
hanya masalah medis saja, namun merambah pada masalah kultur sosial bagaimana masyarakat
menempatkan odha, termasuk stigmatisasi yang terjadi pada masyarakat.
Sikap diskriminasi dan diskriminasi terhadap odha biasainya terjadi ketika kasus AIDS baru
merebak dan masyarakat masih awam sekali dalam menghadapinya. Sikap diskriminasi dan
stigmatisasi ini sebenarnya muncul karena masyarakat belum sepenuhnya memahami
HIV/AIDS dan sikap masyarakat yang terlalu berlebihan dan tidak proporsional dalam
menghadapi masalah HIV/AIDS.

2.2 Bentuk-Bentuk Diskriminasi ODHA di masyarakat

Bentuk-bentuk diskriminasi odha di masyarakat cukup beragam, misalnya :


a) Diskriminasi di lingkungan Keluarga
Diskriminasi di lingkungan keluarga sering dialami oleh odha,. Bentuk
diskriminasi misalnya sering terjadi bahwa seorang anak yang positif
HIV dilarang untuk tetap bersekolah dan kemudian dikucilkan oleh orang
tuanya karena dihkawatirkan dapat menularkan kepada anggota keluarga
yang lainnya.
b) Diskriminasi di Lingkungan Masyarakat
Keadaan ini biasanya dialami oleh masyarkat-masyarakat yang untuk pertama
kali menghadapi HIV/AIDS. Contohnya terjadi seorang remaja yang positif HIV
dilarang untuk bergaul dengan tetangganya dan kemudian dikucilkan. Hal ini
terjadi karena orang tua anak lainnya takut anaknya akan tertular HIV. Padahal
kita tahu bahwa hal ini tidak mungkin terjadi.
c) Diskriminasi di lingkungan pendidikan
Di lingkungan pendidikan juga mungkin bisa terjadi diskriminasi odha. Murid
yang kedapatan mengidap AIDS dikeluarkan dari sekolah atau kampusnya.
d) Diskriminasi di Lingkungan Kerja
Diskriminasi di lingkungan kerja, dan sering terjadi karyawan dipecat oleh
perusahaannya ketika diketahui positif HIV. Perusahaan takut bahwa odha yang
tidak produktif lagi akan menjadi beban bagi perusahaan, dan mempunyai
anggapan yang salah bahwa odha tersebut akan menularkan HIV kepada
karyawan lainnya.
2.3 Efek Stigmatisasi dan Diskriminasi Bagi ODHA
Selain menanggung beban medis, odha juga menanggung beban psikososial yang
besar akibat stigamtisasi dan diskriminasi. Permasalahan tersebur terkait dengan
karakteristik HIV/AIDS maupun dengan sikap masyarakat terhadap dirinya.
Dalam Buku AIDS dan Penanggulangannya (Kemenkes,1997) beban psikis yang
dialami oleh odha terkait dengan diskriminasi cukup bervariasi, diantaranya :
1. Sejak mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV, pada umunya odha mengalami
syok kejiwaan yang berat dan dapat melumpuhkan kekuatan jiwanya serta
membuatnya putus asa.
2. ODHA mengetahui bahwa AIDS adalah penyakit yang mematikan.
Kekhawatiran membebani batinnya.
3. Dengan berkembangnya penyakit-penyakit yang mekin lama makin berat ODHA
makin tersiksa.
4. Penyakit-penyakit yang berlangsung berbulan-bulan membutuhkan biaya
yang besar.Bagi odha yang tidak mampu hal ini akan menambah beratnya
depresi.
5. ODHA merasa dihukum oleh masyarakat sekitarnya. Karena cara penularan AIDS
yang sangat spesifik, masyarakat mencurigai odha dan menganggap mereka sebagai
manusia yang menjijikkan, kotor dan berdosa, walaupun tidak mengetahui siapa
orangnya dan bagaimana cara menularnya. Keadaan ini menambah berat
penderitaan ODHA. Dan perlu diingat bahwa yang harus dimusnahi adalah
penyakitnya bukan orangnya.
6. ODHA merasa disisihkan oleh masyarakat sekitarnya yang takut secara
berlebihan bahwa bila bersentuhan ataupun mendekat saja dengan odha akan
tertular, padahal kita mengetahui bahwa aids tidak menular lewat kontak sosial
biasa

2.4 Solusi Permasalahan Diskriminasi dan Stigmatisasi ODHA


Diskriminasi dan stigmatisasi bagi ODHA tidak lepas dari permasalahan sosial yang
dialami oleh odha, dan mencari solusinya juga harus menyeluruh. Berdasarkan hal
tersebut, maka solusi dari permasalahan sosial yang dihadapi odha adalah sebagai berikut :
1. Mengubah Persepsi Masyarakat
Seseorang yang terkena HIV bukan berarti hak hidupnya dicabut. Mereka masih
punya hak dan kewajiban seperti masyarakat lainnya. Segala sikap diskriminatif
yang mengarah pada pengucilan dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak
asasi manusia.pada ofha, masalah yang ditimbulkan seringkali lebih banyak masalah
sosialnya daripada masalah medisnya.
Dalam hal ini harus ada perubahan persepsi dari masyarakat, agar ODHA tidak
merasa menjadi sampah masyarakat. Masyarakat dapat membantu
menghilangkan cap buruk pada ODHA dengan cara memperlihatkan perhatian
dan dukungannya.
Misalnya dengan menggelar malam renungan AIDS, yang membantu pada
ODHA untuk mengadvokasi dan meningkatkan kepedulian terhadap AIDS.

2. Pihak Pemerintah
Kebijakan perintah dan strategi politik seharusnya memperhatikan apa yang
dirasakan ODHA, apa yang dibutuhkan ODHA, apa yang tidak dibutuhkan ODHA,
suasana yang seperti apa yang dibutuhkan ODHA, untuk bisa hidup sehat secara fisik
dan secara psikologis, dan sejenisnya. Oleh karena itu segala kebijakan,
pelayanan,program, dan strategi yang efektif adalah yang client-centered,
dalam konteks ini menempatkan ODHA sebagai pusat.

3. Meningkatkan keterlibatan dan peran ODHA dalam penaggulangan HIV/AIDS


Upaya pencegahan penularan HIV tidak dapat perawatan yang baik walaupun
memakan waktu yang cukup lama, mata masyarakat mulai terbuka mengenai hal
ini. Kini disadari bahwa ODHA orang dengan HIV/AIDS sesungguhnya
mempunyai peran penting dalam upaya pencegahan penularan.

Dukungan dan perawatan sangat erat kaitannya dengan pencegahan. Melihat


pengalaman di beberapa tempat/negara, meningkatkan dukungan dan perawatan
terbukti sangat menunjang keberhasilan upaya pencegahan mereka. Dengan
memberikan perhatian yang cukup pada dukungan dan perawatan, ketakutan yang
berlebihan dapat dikikis, dalam masyarakatnya (baik yang terinfeksi maupun tidak)
rasa aman dan nyaman timbul, dan dengan demikian HIV/AIDS mulia mendapat
perhatian serius sebagaimana mestinya dari semua orang. Menghubungkan
pencegahan dengan dukungan dan perawatan adalah salah satu hal yang paling masuk
akal yang pernah tercetus dalam upaya penanggulangan upaya penaggulangan
HIV/AIDS.

ODHA menjadi bagian penting upaya penanggulangan HIV/AIDS karena mereka


adalah orang-orang yang hidupnya tersentuh dan terpengaruh secara langsung oleh
virus ini. Mereka adalah sumber pengertian yang paling tepat dan paling dalam
mengenai HIV/AIDS. Pengertian ini penting dimiliki oleh setiap orang, terutama
oleh mereka yang pekerjaannya berhubungan dengan HIV/AIDS.(Murni, 2006)

4. Dukungan dan Pelayanan untuk Orang HIV+


ODHA juga berhak atas kehidupan yang sehat. Tidak seorangpun yang
mengharapkan untuk menjadi sakit atau terinfeksi sesuatu yang belum ada obatnya.
Jika ada orang yang terkena juga penyakit ini, maka ini adalah bukti bahwa upaya
pencegahan yang dilaksanakan belum mencapai semua orang atau belum tepat
caranya. Oleh karena itu, upaya pencegahan HIV+ tidak bisa berhenti pada
pencegahan saja. Tetapi harus bahu membahu dengan upaya memberikan dukungan
dan layanan bagi yang sudah terinfeksi. Bahkan sudah juga harus dipikirkan apa yang
akan dilakukan jika dukungan dan layanan ini tidak diberikan dengan semestinya.
a) Dukungan Pertama Saat Menjalani Tes
Dukungan dan pelayanan untuk ODHA sebenarnya sudah dimulai sejak orang
tersebut mengetahui status HIVnya. Bentuknya sudah dijelaskan dalam prinsip-
prinsip tes HIV yang tercantum dalam Strategi Nasional Penanggulangan AIDS.
Disana disebutkan mengenai informed consent (dengan pengetahuan dan
kesadaran) orang yang bersangkutan, konseling yang harus diberikan sebelum dan
sesudah tes,serta kerahasiaan yang harus dijunjung tinggi. Semua itu sangat
berpengaruh pada kesehatan fisik dan mental orang itu selanjutnya. Tapi sayang
ketiga prinsip ini masih sering dilanggar di lapangan. Masih ada orang yang di tes
tanpa sepengetahuan dan seijinnya.

b) Keterbatasan Obat-obatan
Jika seseorang sakit, maka yang utama ia cari adalah obat penyembuhannya
untuk kembali sehat. Hal ini berlaku untuk semua penyakit. Tidak berbeda
dengan HIV. Namun kenyataan yang harus dihadapi orang HIV+ adalah
ketiadaan obat penyembuh tersebut. Harapan yang sangat besar lalu digantungkan
pada obat- obtatan antiretroviral. Walaupun belum sempurna, obat-obatan ini
telah terbukti dapat menurunkan kadar virus dalamdarah seseorang sampai tidak
bisa dideteksi lagi. Obat- obatan ini masih terus menerus diteliti, karena : obat-
obatan ini harganya jauh diatas jangkauan masyarakat, pengadaannya tidak
merata serta
tidak dapat dijamin ada/ tidaknya, fasilitas dan kemampuan monitoring atas
dampak obat-obatan ini masih sangat rendah, dan masih kurangnya informasi
yang baru mengenai obat-obatan.

c) Perlakuan yang Etis dan Tidak Diskriminatif


Perlakuan terhadap orang HIV+ pertama kali dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang kemudian ia akan berhubungan kembali dengan tenaga-tenaga kesehatan
tersebut. Tenaga kesehatan ini akan menjadi role model bagi masyarakat dan
penyedia layanan yang lain tentang bagaimana bersikap terhadap orang HIV+,
karena dianggap lebih tahu. Apa bila tenaga kesehatan tersebut kurang informasi
dan pemahaman bisa menimbulkan ruang untuk terjadinya ketakutan yang
berlebihan dan diskriminasi, mulai dari disepelekannya kerahasiaan sampai
menolak unuk merawat. Hal ini dapat mempengaruhi fisik dan mentalnya.

d) Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Oportunistik


Pada ODHA dimana daya tahan tubuhnya sangat rendah, sehingga penyakit-
penyakit dapat mudah masuk ke dalam tubuhnya. Pada orang yang sudah masuk
AIDS, penyakit inilah yang akan menyebabkan kematian.

e) Terapi Non Medis


Pengembangan terapi non medis ini untuk HIV/AIDS perlu didorong dan
didukung, agar bisa mengisi kekosongan obat-obatan medis. Bagi banyak

10
masyarakat Indonsia, agamapun telah menjadi semacam terapi. Hal ini perlu
dikembangkan untuk HIV/AIDS.

f) Kelompok Dukungan Sebaya


Sebenarnya Kelompok dukungan sebaya ini termasuk kedalam terapi non medis.
Kelompok dukungan sering disebut support group, self-help group, atau peer
support group, artinya kelompok dukungan yang dikelola oleh dan untuk orang-
orang HIV+.

2.5 Hak Bagi ODHA

Odha seperti manusia lainnya juga memiliki hak dalam hidupnya. Dalam buku AIDS dan
Penanggulangannga (Kemenkes, 1997) secara khusus hak-hak odha adalah sebagai
berikut :
1. Hak untuk konfidentialitas.
2. Hak untuk menginformasikan atau tidak menginformasikan statusnya kepada
orang lain.
3. Hak untuk mendapat kesempatan bekerja, berkarya dan berpartisipasi sebagai anggota
masyarakat.
4. Hak untuk mendapat dan memilih jenis layanan kesehatan yang sesuai dengan
kehendaknya.
5. Hak untuk diperlakukan manusiawi dan tidak diskriminatif dalam layanan kesehatan,
layanan sosial dan lain-lain.
6. Hak untuk mendapatkan pendidikan dan penghasilan yang sesuai dengan dengan
pekerjaannya.
7. Hak untuk mendapatkan informasi yang benar mengenai keadaan atau status
kesehatannya.
8. Hak untuk menentukan bersama tenaga kesehatan tindakan medis yang perlu
dilakukan pada dirinya.
Dalam tulisannya, murni (2006) menjalaskan hak asasi manusia dalam konteks HIV
adalah sebagai berikut :
1. Sebelum mengetahui terinfeksi atau tidak
a) Informasi dan keterampilan untuk melindungi diri dari penularan
b) Konseling sebelum menjalani tes HIV
c) Memberikan persetujuan atau tidak sebelum menjalani tes HIV
d) Tes hasilnya dirahasiakan
2. Hidup dengan HIV/AIDS :
a) Hak untuk tidak dibedakan serta persamaan di hadapan hukum
b) Hak untuk hidup
c) Hak untuk mendapatkan standar kesehatan fisik dan mental tertinggi yang bisa
dicapai
d) Hak atas privasi
e) Hak untuk bekerja
f) Hak untuk bergerak atau berpinah tempat
g) Hak untuk menikah dan membangun keluarga h. Hak untuk mengakses
pendidikan
h) Hak untuk berkumpul
i) Hak untuk mengikuti program asuransi
3. Saat dan Setelah Meninggal
a) Hak untuk jenazahnya diperlakukan dengan bermartabat
b) Hak untuk mendapatkan pelayanan dan penguburan yang layak
c) Hak untuk tiak dibocorkan identitasnya
d) Hak bagi keluarganya untuk tidak diganggu
e) Hak untuk mendapatkan santunan dan pensiun yang mejadi haknya.
Jadi tidak ada satu alasanpun yang membuat hak odha berbeda dari hak-hak orang pada
umumnya. Upaya-upaya untuk mendeskriditkan odha dengan membatasi atau menghilangkan
haknya, merupakan sebuah tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan. Selain itu, hal tersebut
juga merupakan sebuah pelanggaran hukum yang akan diberikan sanksi.
BAB III ANALISIS
JURNAL

Analisis jurnal menggunakan Format PICOT

“Stigma Masyarakat terhadap Orang dengan HIV/AIDS”


1. Populasi dan Sample
Sample 300 kepala keluarga dipilih secara propotional random sampling
Populasi 20.000 – 25.000 orang dan derajat kemaknaan sebesar 10%
2. Intervensi
Jurnal ini tidak memiliki intervensi, dalam jurnal hanya menganalisis stigma
masyarakat terhadap orang dengan HIV/AIDS
3. Comprasion
Junal ini tidak memiliki perbandingan, dalam jurnal hanya untuk mengetahui
hubungan antar variabel yang diuji dengan menggunakan uji statistik kai kuadrat
dan uji statistik multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.
4. Out Come
Penelitian ini menggunakan teori Lawrence Green sebagai referensi kerangka
konsep dengan melibatkan variabel faktor predisposing, enabling, dan reinforcing,
yang meliputi pengetahuan tentang IMS dan HIV/AIDS serta persepsi terhadap
ODHA, akses sumber informasi HIV/AIDS, persepsi responden terhadap sikap
dan perilaku tetangga, keluarga, dan tokoh masyarakat terhadap ODHA.
Stigma terhadap ODHA masih banyak terjadi di masyarakat. Hal ini terlihat dari
hasil penelitian yang menunjukkan hampir separuh dari responden (49,7%)
memiliki sikap negatif terhadap ODHA. Bentuk stigma di antaranya tidak
bersedia makan makanan yang disediakan atau dijual oleh ODHA, tidak
membolehkan anaknya bermain bersama dengan anak HIV, tidak mau
menggunakan toilet bersama dengan ODHA, bahkan menolak untuk tinggal dekat
dengan orang yang menunjukkan gejala HIV/AIDS.
Hasil distribusi frekuensi faktor determinan stigma terhadap ODHA menunjukan
bahwa mayoritas pengetahuan responden tentang IMS dan HIV/AIDS masih
kurang, namun sebagian besar responden pernah mendapat akses informasi
tentang HIV/AIDS dan memiliki persepsi positif terhadap ODHA. Tetangga
merupakan salah satu orang terdekat ODHA dalam lingkup interaksi sosial.
Hampir separuh responden berpendapat bahwa banyak tetangga mereka juga
memiliki sikap dan perilaku negatif (memberikan stigma) terhadap ODHA.
5. Time
Pengambilan data penelitian dilakukan selama satu bulan, yaitu bulan Agustus
sampai dengan September 2014.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Faktor yang memengaruhi stigma terhadap ODHA ialah kurangnya pengetahuan
tentang HIV/AIDS sehingga persepsi responden terhadap ODHA menjadi negatif.
Saran
Perlu pemberian informasi HIV/AIDS yang lengkap kepada masyarakat untuk
memberikan pemahaman yang dapat mengubah persepsi individu dan masyarakat
tentang ODHA. Selain itu, juga diperlukan upaya penurunan stigma terhadap
ODHA melalui penyuluhan oleh tenaga kesehatan, sebagai contoh untuk
meluruskan mitos dan penularan HIV/AIDS agar tidak terjadi kekhawatiran dan
ketakutan masyarakat terhadap ODHA.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Odha adalah manusia yang sama seperti kita yang memerlukan dukungan sosial dari
keluarga, masyarakat, serta pemerintah. Mereka hanya mengidap suatu penyakit yang belum
dutemukan obatnya, dan bergaul dengan odha bukanlah sesuatu yang buruk dan berbahaya.
HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang tidak hanya dikaitkan dengan aspek moral saja.
Ada aspek lain yang menyebabkan seseorang tertular HIV, antara lain penularan dari ibu ke
anaknya dan transfusi darah serta penggunaan jarum suntik yang tidak steril, dan lainnya.
Artinya, stigmatisasi dan diskriminasi terhadap odha merupakan suatu tindakan
menggeneralisir bahwa semua odha berperilaku buruk. Stigmatisasi dan diskriminasi tersebut
tentu akan sangat merugikan odha, karena dapat berakibat odha tidak bisa produktif lagi di
masyarakat. Selain itu perbuatan tersebut akan merampas hak-haknya sebagai warga negara
yang memiliki kedudukan dan peranan yang sama di hadapan hukum. Upaya-upaya untuk
membatasi hak-hak odha dalam bermasyarakat dalam bentuk diskriminasi dalam
pekerjaan,pendidikan, dan sebagainya merupakan suatu perbuatan melanggar hak asasi
manusia.

3.2 Saran
Yang perlu dilakukan oleh semua pihak adalah sebagai berikut :
1. Bagi ODHA; janganlah bersedih, tetaplah berfikir positif dalam menjalani hidup ini.
Status odha anggaplah sebagai penebus dosa-dosa di dunia yang dilakukan. Janganlah
takut bersosialisasi dengan masyarakat serta teruslah berusaha untuk tetap produktif
dalam masyarakat. Serta tingkatkanlah kualitas keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan YME.
2. Bagi keluarga; bila ada anggota keluarganya yang terkana HIV jangan malu
untuk dilaporkan dan dirawat ke rumah sakit. Berikan dukungan dan simpati
agar ODHA merasa tidak sendirian.
3. Bagi masyarakat ; buang jauh-jauh prasangka-prasangka buruk terhadap ODHA serta
berikan perlakuan kepada ODHA seperti pada masyarakat umumnya tanpa
diskriminasi.
4. Bagi pemerintah ; Perlu membuat kebijakan – kebijakan yang proporsional sesuai
dengan peran dan kemampuan ODHA dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tegakkan sanksi yang tegas bagi siapa saja yang merampas hak-hak ODHA .
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. HIV and AIDS: Stigma and Discrimination. HealthyPlace.com [Juli 2011]
Demartto, Argyo. Makalah : Odha, Masalah sosial dan pemechannya. 2005
Kemdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008
KPAN. Rencana Nasional Penanggulangan HIV/AIDS. 2007
Kemkes.Laporan Triwulan Situasi Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia Sampai dengan Maret
2011.
Murni, Suzana. Dua Sisi Dari Satu Sosok, Kumpulan Tulisan Suzzana Murni.2006.Jakarta
Artikel Penelitian

Stigma Masyarakat terhadap Orang dengan HIV/AIDS

Public Stigma to People Living with HIV/AIDS

Zahroh Shaluhiyah, Syamsulhuda Budi Musthofa, Bagoes Widjanarko

Program Studi Magister Promosi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro

Abstrak tors. This explanatory study was conducted using cross sectional design
Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten dengan peningkatan kasus worth 300 family head samples selected by using proportional random
HIV/AIDS cukup tajam dibandingkan kabupaten lain di Jawa Tengah. sam- pling on three subdistricts with highest HIV case within August -
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi stigma masyarakat September
terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan faktor yang 2014. Data collecting was conducted through face-to-face interview using
memengaruhinya. Penelitian explanatory ini dilakukan melalui structured questionnaire. Meanwhile, data analysis was conducted in uni-
pendekatan studi potong lintang dengan sampel berjumlah 300 kepala variate, bivariate using chi square and multivariate using logistic
keluarga yang dipilih menggunakan sampel acak proporsional pada tiga regression. Most respondents were men whose education level was
kelurahan dengan kasus HIV tertinggi selama Agustus - September 2014. mostly high school to the bottom level. Half of respondents were still
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara tatap muka stigmatizing PLWHA. Respondents whose families stigmatized had
menggunakan kuesioner terstruktur. Sedangkan analisis data dilakukan possibility of stigmatizing four times bigger than respondents whose
secara univariat, bivariat menggunakan kai kuadrat, dan multivariat families did not. Similarly, respon- dents holding negative perceptions
menggunakan regresi logistik. Sebagian besar responden adalah laki-laki toward PLWHA had possibility of stig- matizing twice bigger than those
dengan tingkat pendidikan terbanyak sekolah menengah atas ke bawah. holding positive perceptions. Attitude of neighbors and public figures
Separuh responden masih memberikan stigma terhadap ODHA. toward PLWHA also significantly related to res- pondent’s stigma to
Responden dengan keluarga yang memberikan stigma memiliki ke- PLWHA. To sum up, family attitude and respondent’s perception to
mungkinan memberikan stigma terhadap ODHA empat kali lebih besar PLWHA were influencing factors of emerging stigma toward PLWHA.
dibandingkan responden yang keluarganya tidak memberikan stigma. Therefore, it suggested that providing families and public any com- plete
Demikian juga responden yang berpersepsi negatif terhadap ODHA memi- information about HIV/AIDS may decrease or remove the stigma.
liki kemungkinan memberikan stigma dua kali lebih besar dibandingkan Keywords: HIV/AIDS, public stigma, people living with HIV/AIDS
yang berpersepsi positif. Faktor sikap tetangga dan tokoh masyarakat ter-
hadap ODHA juga berhubungan signifikan dengan stigma responden ter-
hadap ODHA. Kesimpulannya adalah sikap keluarga dan persepsi respon- Pendahuluan
den terhadap ODHA merupakan faktor yang berpengaruh pada Salah satu hambatan paling besar dalam pencegahan
munculnya stigma terhadap ODHA sehingga disarankan adanya dan penanggulanga n Human Imunnodeficiency
pemberian informasi tentang HIV/AIDS yang lengkap kepada keluarga Virus/Acquire d Immun e Deficiency Syndrome
dan masyarakat untuk menurunkan atau menghilangkan stigma. (HIV/AIDS) di Indonesia adalah masih tingginya stigma
Kata kunci: HIV/AIDS, stigma masyarakat, orang dengan HIV/AIDS dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS
(ODHA). Stigma berasal dari pikiran seorang individu
Abstract atau masyarakat yang memercayai bahwa penyakit AIDS
merupakan akibat dari perilaku amoral yang tidak dapat
Grobogan District is a district with a sharp increasing of HIV/AIDS case
compared to other districts over Central Java. This study aimed to identify Korespondensi: Zahroh Shaluhiyah, Prodi Magister Promosi Kesehatan FKM
Universitas Diponegoro, Gedung Pascasarja Undip Lantai 3 Jl. Imam Barjo, SH
public stigma to people living with HIV/AIDS (PLWHA) and influencing fac- No. 3 Semarang, No.Telp: 024-8417993, e-mail: shaluhiyah.zahroh@gmail.com

333
Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 9, No. 4, Mei 2015

diterima oleh masyarakat. Stigma terhadap ODHA tenaga kerja informal di luar wilayah Grobogan.
tergambar dalam sikap sinis, perasaan ketakutan yang Rendahnya pengetahuan dan keterampilan menyebabkan
berlebihan, dan pengalaman negatif terhadap ODHA. banyaknya masyarakat Grobogan yang menjadi pekerja
Banyak yang beranggapan bahwa orang yang terinfeksi migran ke kota besar seperti Jakarta, Medan, bahkan ke
HIV/AIDS layak mendapatkan hukuman akibat perbu- luar negeri. Hal ini menyebabkan mereka jauh dari kelu-
atannya sendiri. Mereka juga beranggapan bahwa ODHA arga dan memudahkan mereka melakukan perilaku sek-
adalah orang yang bertanggung jawab terhadap penu- sual berisiko, seperti ditunjukkan dengan kasus infeksi
laran HIV/AIDS.1 Hal inilah yang menyebabkan orang menular seksual (IMS) dan HIV yang semakin meningkat
dengan infeksi HIV menerima perlakuan yang tidak adil, setiap tahun.
diskriminasi, dan stigma karena penyakit yang diderita. Dengan pengetahuan dan pendidikan yang rendah,
Isolasi sosial, penyebarluasan status HIV dan penolakan stigma dan diskriminasi ODHA masih banyak terjadi di
dalam pelbagai lingkup kegiatan kemasyarakatan seperti masyarakat Kabupaten Grobogan. Sebagai contoh, apa-
dunia pendidikan, dunia kerja, dan layanan kesehatan bila diketahui terdapat ODHA yang meninggal, akan
merupakan bentuk stigma yang banyak terjadi. 1-3 sulit mencari orang yang bersedia untuk melaksanakan
Tingginya penolakan masyarakat dan lingkungan akan pemulasaran jenazah. Demikian juga banyak masyarakat
kehadiran orang yang terinfeksi HIV/AIDS menye- yang menolak bersahabat dengan ODHA. Walaupun
babkan sebagian ODHA harus hidup dengan menyem- tidak sampai terjadi pengusiran ODHA dari lingkungan,
bunyikan status.1,4,5 namun masih banyak masyarakat yang enggan meli-
Stigma terhadap ODHA memiliki dampak yang batkan ODHA dalam kegiatan masyarakat.
be- sar bagi program pencegahan dan Banyak faktor yang memengaruhi terjadinya stigma
penanggulangan HIV/AIDS termasuk kualitas hidup pada ODHA di masyarakat. Pendidikan kesehatan
ODHA. Populasi berisiko akan merasa takut untuk yang bertujuan meningkatkan pengetahuan mengenai
melakukan tes HIV karena apabila terungkap hasilnya HIV/AIDS dalam banyak penelitian dibuktikan seba-
reaktif akan menye- babkan mereka dikucilkan. Orang gai salah satu faktor yang paling memengaruhi ter-
dengan HIV positif merasa takut mengungkapkan jadinya pengurangan stigma.8,9 Orang yang memiliki
status HIV dan memu- tuskan menunda untuk pengetahuan cukup tentang faktor risiko, transmisi,
berobat apabila menderita sa- kit, yang akan pencegahan, dan pengobatan HIV/AIDS cenderung
berdampak pada semakin menurunnya tingkat tidak takut dan tidak memberikan stigma terhadap
kesehatan mereka dan penularan HIV tidak dapat ODHA.8,10,11
dikontrol. Dampak stigma dan diskriminasi pa- da Selain pengetahuan yang kurang, pengalaman atau
perempuan ODHA yang hamil akan lebih besar sikap negatif terhadap penularan HIV dianggap sebagai
ketika mereka tidak mau berobat untuk mencegah faktor yang dapat memengaruhi munculnya stigma dan
penularan ke bayinya. diskriminasi. Pendapat tentang penyakit AIDS meru-
Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi terbanyak pakan penyakit kutukan akibat perilaku amoral juga
keenam jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia. sangat memengaruhi orang bersikap dan berperilaku ter-
Sampai dengan Maret 2014, jumlah kumulatif infeksi hadap ODHA. 8,12,13
HIV sebesar 7.584, sedangkan jumlah kumulatif AIDS Stigma terhadap ODHA adalah suatu sifat yang
sebanyak 3.339 kasus dengan 978 kasus kematian menghubungkan seseorang yang terinfeksi HIV dengan
AIDS.6 Masih tingginya kematian ini kemungkinan besar nilai-nilai negatif yang diberika n oleh mereka
disebabkan karena ODHA tidak memiliki kesempatan (masyarakat). Stigma membuat ODHA diperlakukan se-
mendapatkan perawatan yang optimal akibat masih cara berbeda dengan orang lain. Diskriminasi terkait HIV
tingginya stigma di kalangan masyarakat. adalah suatu tindakan yang tidak adil pada seseorang
Kabupaten Grobogan merupakan salah satu kabu- yang secara nyata atau diduga mengidap HIV.14
paten di Jawa Tengah yang dipilih menjadi area studi Berdasarkan informasi dan data tersebut, maka
karena peningkatan kasus HIV/AIDS yang cukup tinggi penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengana-
dibandingkan kabupaten lain. Saat ini, Kabupaten lisis faktor yang memengaruhi terjadinya stigma
Grobogan menduduki peringkat keempat kota/kabupa- masyarakat terhadap ODHA di Kabupaten Grobogan.
ten dengan kumulatif kasus HIV/AIDS terbanyak di Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan
Provinsi Jawa Tengah. Sampai dengan Juni 2014, jumlah masukan kepada pembuat kebijakan untuk mendukung
kasus HIV sebesar 221 kasus, sedangkan AIDS sejumlah program pengurangan stigma kepada ODHA sehingga
288 kasus.7
memudahkan ODHA untuk mengungkapkan status dan
Kabupaten Grobogan merupakan salah satu kabupa-
memudahkan pengobatan serta pencegahan penularan
ten dengan perkembangan sosial ekonomi yang lambat
kepada masyarakat hingga pada akhirnya akan memban-
berkaitan dengan kondisi geografis berupa bukit kapur
tu meningkatkan kualitas hidup ODHA.
yang tandus. Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai

334
Shaluhiyah, Musthofa, Widjanarko, Stigma Masyarakat terhadap Orang dengan HIV/AIDS

Metode Analisis data dilakukan dengan uji statistik univariat


Jenis penelitian ini merupakan riset explanatory un- memakai distribusi frekuensi, hubungan antarvariabel
tuk menemukan penjelasan tentang suatu kejadian stig- yang diuji dengan menggunakan uji statistik kai kuadrat
ma ODHA denga n pendekata n potong lintang. dan uji statistik multivariat dengan menggunakan uji re-
Pengambilan data penelitian dilakukan selama satu bu- gresi logistik berganda.
lan, yaitu bulan Agustus sampai dengan September 2014,
sedangkan pengambilan sampel dilakukan dengan meng- Hasil
gunakan tabel Isaac and Michael dengan derajat kemak- Stigma terhadap ODHA masih banyak terjadi di
naan 10%. Dalam tabel Isaac and Michael, dengan jum- masyarakat. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang me-
lah populasi antara 20.000 – 25.000 orang dan derajat nunjukkan hampir separuh dari responden (49,7%)
kemaknaan sebesar 10%, jumlah sampel yang dapat di- memiliki sikap negatif terhadap ODHA. Bentuk stigma
ambil sebanyak 270 orang. Untuk menghindari drop out di antaranya tidak bersedia makan makanan yang
sample, maka sampel ditambah sebesar 10% sehingga disediakan atau dijual oleh ODHA, tidak membolehkan
jumlah sampel menjadi 297 dan dibulatkan menjadi 300 anaknya bermain bersama dengan anak HIV, tidak mau
sampel. Sebanyak 300 kepala keluarga dipilih secara menggunakan toilet bersama dengan ODHA, bahkan
propotional random sampling dari tiga kelurahan dengan menolak untuk tinggal dekat dengan orang yang menun-
jumlah penderita HIV tertinggi di Kabupaten Grobogan. jukkan gejala HIV/AIDS. Apabila terdapat ODHA dalam
Instrumen penelitian menggunakan kuesioner terstruktur keluarga, mereka merasa takut untuk tidur bersama de-
dengan mewawancarai responden. Kriteria inklusi dalam ngan ODHA dan tidak bersedia merawat seperti menyi-
penelitian ini adalah kepala rumah tangga yang tinggal di apkan makanan dan membersihkan peralatan makan,
salah satu dari tiga kelurahan terpilih dan bersedia men- serta duduk dekat dengan orang-orang terinfeksi HIV
jadi responden dengan menandatangani informed con- yang tidak menunjukkan gejala sakit.
sent. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini Distribusi hasil uji statistik univariat berdasarkan
adalah kepala keluarga yang tinggal di tiga kelurahan ter- karakteristik menunjukkan bahwa responden dalam
pilih, namun menolak untuk diwawancarai serta tidak penelitian ini terbagi dalam dua kelompok usia dengan
berada di tempat atau di rumah saat penelitian di- jumlah yang hampir sama, jumlah responden laki-laki
lakukan. enam kali lipat lebih banyak daripada responden perem-
Penelitian ini berlokasi di tiga kelurahan yaitu puan. Responden dengan pendidikan tinggi hanya sebe-
Kelurahan Purwodadi, Kelurahan Danyang, dan sar 11,3% dan sebagian besar responden berpendidikan
Kelurahan Kuripan yang merupakan kelurahan dengan rendah (tamat sekolah dasar). Terkait dengan tingkat
angka kejadian HIV terbanyak di antara kelurahan lain. pendapatan, sebagian besar responden memiliki penda-
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan ku- patan di atas upah minimum Kabupaten Grobogan
esioner terstruktur melalui wawancara tatap muka kepa- (Tabel 1).
da 300 kepala rumah tangga terpilih. Hasil distribusi frekuensi faktor determinan stigma
Penelitian ini menggunakan teori Lawrence Green se- terhadap ODHA menunjukan bahwa mayoritas penge-
bagai referensi kerangka konsep dengan melibatkan vari- tahuan responden tentang IMS dan HIV/AIDS masih ku-
abel faktor predisposing, enabling, dan reinforcing, yang rang, namun sebagian besar responden pernah mendap-
meliputi pengetahuan tentang IMS dan HIV/AIDS serta at akses informasi tentang HIV/AIDS dan memiliki
persepsi terhadap ODHA, akses sumber informasi persepsi positif terhadap ODHA. Tetangga merupakan
HIV/AIDS, persepsi responden terhadap sikap dan peri- salah satu orang terdekat ODHA dalam lingkup interak-
laku tetangga, keluarga, dan tokoh masyarakat terhadap si sosial. Hampir separuh responden berpendapat bahwa
ODHA. Sedangkan karakteristik responden meliputi banyak tetangga mereka juga memiliki sikap dan perilaku
usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan penda-
patan. Tabel 1. Distribusi Berdasarkan Karakteristik Responden

Stigma diukur berdasarkan beberapa pertanyaan, di Karakteristik Kategori n %


antaranya bila tinggal dekat dengan ODHA, menyentuh
tubuh ODHA, tidur dalam satu ruangan dengan ODHA, Usia < 46 tahun 149 49,7
≥ 46 tahun 151 50,3
anak bermain dengan anak ODHA, merawat ODHA Jenis kelamin Laki-laki 258 86,0
dengan pilihan jawaban takut, tidak takut. Selain itu, ju- Perempuan 42 14,0
ga ditanyakan bila keluarga, tetangga, teman, teman anak Pendidikan Tidak sekolah 24 8,0
Pendidikan dasar (SD) 139 46,3
menjadi ODHA; pendapat responden bila ODHA diku- Pendidikan menengah (SMP & SMA) 103 34,3
cilkan oleh masyarakat, didiskriminasi oleh petugas apa- Pendidikan tinggi 34 11,3
bila nama ODHA disebarluaskan agar dapat dihindari Pendapatan Kurang dari UMK (<Rp 935.000,-) 64 21,3
Lebih dari UMK (≥Rp 935.000,-) 236 78,7
dengan pilihan jawaban mendukung, tidak mendukung.

335
: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 9, No. 4, Mei 2015

Tabel 2. Distribusi Faktor Determinan Stigma Masyarakat terhadap ODHA

Stigma Masyarakat terhadap ODHA

Variabel Kategori n % Ya Tidak Nilai p

n % n %

Pengetahuan IMS dan HIV/AIDS Kurang 160 53,3 82 51,3 78 48,8 0,638
Baik 140 46,7 67 47,9 73 52,1
Persepsi tentang ODHA Negatif 129 43,0 76 58,9 53 41,1 0,008
Positif 171 57,0 73 42,7 98 57,3
Akses informasi tentang HIV/AIDS Kurang mengakses 109 36,3 53 48,6 56 51,4 0,879
Mengakses 191 63,7 96 50,3 95 49,7
Faktor sikap tetangga terhadap ODHA Negatif 148 49,3 90 60,8 58 39,2 0,001
Positif 152 50,7 59 38,8 93 61,2
Faktor sikap keluarga terhadap ODHA Negatif 138 46,0 93 67,4 45 32,6 0,001
Positif 162 54,0 56 34,6 106 65,4
Faktor sikap tokoh masyarakat terhadap Negatif 75 25,0 48 64,0 27 36,0 0,006
ODHA Positif 225 75,0 101 44,9 124 55,1

Tabel 3. Analisis Multivariat Determinan Stigma Masyarakat terhadap ODHA

95% CI for EXP(B)


Variabel Independen B SE Wald Sig. Exp (B)
Lower Upper

Persepsi responden terhadap ODHA 0,495 0,251 3,900 0,048 1,640 1,004 2,681
Faktor sikap stigma tetangga -0,120 0,367 0,107 0,744 0,887 0,432 1,820
Faktor sikap stigma keluarga 1,339 0,373 12,905 0,000 3,815 1,837 7,919
Faktor sikap stigma tokoh masyarakat 0,145 0,322 0,203 0,653 1,156 0,615 2,175

negatif (memberikan stigma) terhadap ODHA, sedang- Pembahasan


kan keluarga lebih banyak memberikan sikap positif ter- Stigma terhadap ODHA dalam penelitian ini adalah
hadap ODHA. Sejalan dengan sikap keluarga terhadap sikap dan perilaku negatif seseorang apabila berhadapan
ODHA, sebagian besar tokoh masyarakat juga memiliki dengan ODHA. Fokus penelitian ini adalah mengidenti-
sikap positif terhadap ODHA (Tabel 2). kasi bentuk stigma masyarakat terhadap ODHA dan
Hasil analisis hubungan atau bivariat menggunakan menganalisis hubungan faktor determinan yang berkon-
kai kuadrat menunjukkan terdapat empat variabel yang tribusi terhadap stigma masyarakat pada ODHA yang
memiliki hubungan bermakna dengan stigma terhadap masih banyak terjadi di masyarakat.
ODHA (nilai p < 0,05), yaitu persepsi responden tentang Stigma muncul karena tidak tahunya masyarakat ten-
ODHA, faktor sikap tetangga terhadap ODHA, faktor tang informasi HIV yang benar dan lengkap, khususnya
sikap keluarga terhadap ODHA, dan faktor sikap tokoh dalam mekanisme penularan HIV, kelompok orang
masyarakat terhadap ODHA. Sedangkan pengetahuan berisiko tertular HIV dan cara pencegahannya termasuk
tentang IMS dan HIV/AIDS dan akses informasi tentang penggunaan kondom.13,15 Stigma merupakan pengha-
HIV/AIDS tidak memiliki hubungan yang bermakna lang terbesar dalam pencegahan penularan dan pengo-
dengan stigma responden terhadap ODHA, nilai p = batan HIV. Selain itu, stigma terhadap ODHA juga
0,638 dan nilai p = 0,879 (Tabel 2). menyebabkan orang yang memiliki gejala atau diduga
Hasil uji multivariat dengan menggunakan regresi lo- menderita HIV enggan melakukan tes untuk mengetahui
gistik menunjukkan bahwa persepsi responden terhadap status HIV karena apabila hasilnya positif, mereka takut
ODHA dan faktor sikap keluarga terhadap ODHA meru- akan ditolak oleh keluarga dan khususnya oleh pasangan.
pakan variabel yang berpengaruh pada stigma terhadap Munculnya stigma di masyarakat juga merupakan salah
ODHA. Keluarga yang memiliki sikap negatif terhadap satu kendala yang dihadapi dalam penanggulangan
ODHA memiliki kemungkinan empat kali lebih besar HIV/AIDS.1,16,17
memberikan stigma dibandingkan dengan keluarga yang Dalam hidup bermasyarakat, stigma juga menghala-
memiliki sikap positif terhadap ODHA. Demikian juga ngi ODHA untuk melakukan aktivitas sosial. ODHA
responden yang memiliki persepsi negatif terhadap menutup diri dan cenderung tidak bersedia melakukan
ODHA memiliki kemungkinan dua kali lebih besar mem- interaksi dengan keluarga, teman, dan tetangga. Hal ini
berikan stigma terhadap ODHA dibandingkan dengan disebabkan karena sebagian masyarakat beranggapan
responden yang memiliki persepsi positif (Tabel 3). bahwa orang dengan HIV positif adalah orang berperi-

336
Shaluhiyah, Musthofa, Widjanarko, Stigma Masyarakat terhadap Orang dengan HIV/AIDS

laku tidak baik seperti perempuan pekerja seksual, peng- tang HIV/AIDS melalui media juga memberikan dampak
guna narkoba, dan homoseksual. Kelompok ini oleh se- dalam penurunan stigma masyarakat terhadap ODHA,
bagian masyarakat dianggap memengaruhi epidemi meskipun hal tersebut belum terjadi di semua negara dan
HIV/AIDS dan membuat masyarakat menjadi menolak semua kalangan masyarakat. Masyarakat di daerah
dan membenci kelompok tersebut.13,15,16,18 perkotaan cenderung lebih banyak memanfaatkan media
Lebih dari separuh responden dalam penelitian ini dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Kelompok
memiliki pengetahuan yang kurang tentang IMS dan masyarakat dengan akses media lebih sering memiliki
HIV/AIDS dengan adanya beberapa pemahaman yang stigma yang lebih rendah dibandingkan dengan kelom-
masih salah, seperti HIV dapat ditularkan melalui pok masyarakat dengan akses media yang kurang.2
pakaian atau benda-benda yang dipakai oleh ODHA dan Duffy,2 menyebutkan bahwa tetangga merupakan
orang yang menderita HIV dapat menunjukkan gejala seseorang yang secara hubungan sosial dekat dengan
penyakitnya. Meskipun demikian, mayoritas responden ODHA. Sikap seorang tetangga sangat penting terkait
juga memahami dengan baik bahwa HIV dapat ditu- dengan pemberian stigma terhadap ODHA, karena dapat
larkan melalui hubungan seksual dan transfusi darah. memengaruhi sikap orang lain terhadap ODHA. Stigma
Pengetahuan tentang HIV/AIDS sangat memengaruhi tersebut muncul karena tetangga beranggapan bahwa
sikap seseorang terhadap penderita HIV/AIDS. Stigma orang dengan HIV/AIDS membawa penyakit infeksi
terhadap ODHA muncul berkaitan dengan tidak yang dapat menularkan ke orang lain dan penyakit terse-
tahunya seseorang tentang mekanisme penularan HIV but tidak dapat disembuhkan.
dan sikap negatif yang dipengaruhi oleh adanya epidemi Keluarga merupakan lingkungan terdekat yang berin-
HIV/AIDS.14 Kesalahpahaman atau kurangnya penge- teraksi dengan ODHA. Menurut responden, lebih
tahuan masyarakat tentang HIV/AIDS sering kali banyak keluarga memiliki sikap yang positif terhadap
berdampak pada ketakutan masyarakat terhadap ODHA, ODHA dibandingkan dengan yang memberikan sikap
sehingga memunculkan penolakan terhadap ODHA. negatif terhadap ODHA. Adanya perilaku keluarga yang
Pemberian informasi lengkap, baik melalui penyuluhan, memberika n stigma ODHA dapat memperkuat
konseling maupun sosialisasi tentang HIV/AIDS kepada diskriminasi dan penolakan dari masyarakat. Stigma ter-
masyarakat berperan penting untuk mengurangi stig- hadap ODHA disebabkan karena keluarga merasa malu
ma.19 apabila mengetahui salah satu anggota keluarga adalah
Pemberian pengetahuan atau informasi terkait HIV seorang penderita HIV sehingga ODHA juga dikucilkan
adalah salah satu cara yang efektif untuk menjelaskan dari keluarga. Ketakutan akan diperlakukan secara
tentang pencegahan dan penularan HIV. Seseorang de- berbeda membuat ODHA sulit menjembatani diri
ngan pengetahuan yang baik dan benar terkait HIV di- dengan orang lain dan takut untuk berbagi pengalaman-
harapkan dapat menurunkan bahkan menghilangkan nya, bahkan untuk menyatakan dirinya sakit.19,23,24
stigma pada ODHA.18,20 Persepsi masyarakat terhadap Sebaliknya, dukungan atau penghapusan stigma dari
ODHA memiliki pengaruh terhadap sikap dan perilaku orang-orang di sekitar ODHA juga akan berdampak pa-
memberikan stigma. Hasil penelitian sebelumnya menye- da peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
butkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Dukungan sosial membuat penderita HIV tidak merasa
pemberian stigma HIV/AIDS dengan pengalaman sese- sendiri, merasa disayangi dan mereka lebih berpeluang
orang dalam berinteraks i denga n ODHA, juga untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pemanfaatan
berhubungan dengan pengalaman tentang adanya rasa pelayanan kesehatan oleh ODHA memungkinkan pen-
malu dan menyalahkan yang berhubungan dengan ingkatan pengetahuan, saling berbagi informasi terkait
penyakit AIDS.21,22 Demikian juga persepsi terhadap HIV/AIDS serta meningkatkan kepatuhan terapi anti-
penderita AIDS akan sangat memengaruhi cara orang retroviral (ARV). Keterbukaan dan rasa nyaman yang di-
tersebut bersikap dan berperilaku terhadap ODHA.16 rasakan ODHA membuat mereka lebih mudah untuk
Terkait dengan akses media informasi tentang menerima informasi.25
HIV/AIDS, mayoritas responden pernah mendapatkan Selain keluarga, tokoh masyarakat merupakan salah
informasi terkait HIV/AIDS. Media televisi merupakan satu faktor lingkungan sosial memiliki peranan penting
akses informasi yang dipilih sebagian besar responden terjadinya stigma terhadap ODHA. Apabila seorang
untuk mendapatkan informasi tentang HIV. Selain media tokoh masyarakat memberikan stigma terhadap ODHA,
televisi, responden juga memperoleh informasi terkait masyarakat di sekitarnya memiliki kemungkinan juga
HIV/AIDS melalui koran, radio, majalah, dan internet. akan terpengaruh untuk melakukan hal yang sama.
Media telah lama digunakan untuk memberikan in- Reaksi masyarakat terhadap ODHA memiliki efek besar
formasi terkait HIV/AIDS dengan tujuan untuk pada ODHA. Apabila reaksi masyarakat bermusuhan, se-
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku pence- orang penderita HIV dapat merasakan adanya diskrimi-
gahan penularan HIV/AIDS. Selain itu, informasi ten- nasi dan kemungkinan dapat meninggalkan rumah atau

337
Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 9, No. 4, Mei 2015

menghindari aktivitas sehari–hari seperti berbelanja, 6. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
bersekolah, dan bersosialisasi dengan masyarakat.24 Kementerian Kesehatan RI. Laporan perkembangan kasus HIV/AIDS di
Pada dasarnya, tokoh masyarakat berperan penting Indonesia sampai triwulan II tahun 2014. Jakarta: Direktorat Jenderal
dalam menurunkan terjadinya stigma dan diskriminasi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian
terhadap ODHA karena tokoh-tokoh lokal merupakan Kesehatan Republik Indonesia; 2014.
model atau contoh yang biasanya menjadi panutan 7. Komisi Penanggulan AIDS Provinsi Jawa Tengah. Laporan kondisi HIV
masyarakat, terutama pada masyarakat di daerah dan AIDS di Jawa Tengah sejak 1993 s/d Juni 2014. Semarang: Komisi
pedesaan. Tindakan dan sikap mereka dijadikan referen- Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Tengah; 2014.
si oleh masyarakat dalam mengubah perilaku sehat, ter- 8. Balfour L, Corace K, Tasca GA, Plummer WB, MacPherson PA,
masuk yang terkait dengan penularan HIV, dan menu- Cameron DW. High HIV knowledge relates to low stigma in Pharmacists
runkan stigma terhadap ODHA.24 Oleh karena itu, pem- and University Health Science Students in Guyana, South America.
berian informasi yang komprehensif tentang HIV/AIDS International Journal of Infectious Diseases. 2010; 14 (10): e881-7.
kepada tokoh masyarakat menjadi sangat penting di- 9. Li L, Wu Z, Wu S, Zhaoc Y, Jia M, Yan Z. HIV-related stigma in
lakukan oleh petugas kesehatan, agar tokoh masyarakat health care settings: a survey of service providers in China. AIDS Patient
dapat menularkan dan menyebarkan informasi yang be- Care STDS. 2007; 21 (10): 753-62.
nar kepada masyarakat, termasuk tentang menghi- 10. Bayer R. Stigma and the ethics of public health: not can we but should
langkan stigma terhadap ODHA. we. Social Science & Medicine. 2008; 67 (3): 463-72.
11. Law GU, Rostill-Brookes H, Goodman D. Public stigma in health and
Kesimpulan non-healthcare students: attributions, emotions and willingness to help
Faktor yang memengaruhi stigma terhadap ODHA di with adolescent self-harm. International Journal of Nursing Studies.
Kabupaten Grobogan adalah sikap keluarga terhadap 2009; 46 (1): 108-19.
ODHA dan persepsi responden terhadap ODHA. 12. Anderson M, Elam G, Gerver S, Solarin I, Fenton K, Easterbrook P.
Keluarga dengan sikap negatif terhadap ODHA memili- HIV/AIDS-related stigma and discrimination: Accounts of HIV-positive
ki kemungkinan empat kali lebih besar memberikan stig- Caribbean people in the United Kingdom. Social Science & Medicine.
ma terhadap ODHA, sedangkan responden dengan sikap 2008; 67 (5): 790-8.
negatif terhadap ODHA memiliki kemungkinan dua kali 13. Darmoris. Diskriminasi petugas kesehatan terhadap orang dengan HIV-
lebih besar dalam memberikan stigma terhadap ODHA. AIDS (ODHA) di Rumah Sakit Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
[tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2011.
Saran 14. Herek GM, Capitanio JP, Widaman KF. HIV related stigma and know-
Perlu pemberian informasi HIV/AIDS yang lengkap ledge in the United States: prevalence and trends, 1991-1999. American
kepada masyarakat untuk memberikan pemahaman yang Journal of Public Health. 2002; 92 (3): 371-7.
dapat mengubah persepsi individu dan masyarakat ter- 15. Guma JA. Health workers stigmatise HIV and AIDS patients. South
masuk keluarga, tetangga, dan tokoh masyarakat tentang Sudan Medical Journal. 2011; 4: 92-3.
ODHA. Selain itu, juga diperlukan upaya penurunan 16. Campbell C, Nair Y, Maimane S, Sibiya Z. Understanding and challeng-
stigma terhadap ODHA melalui penyuluhan oleh tenaga ing HIV/AIDS stigma. HIVAN Publica tion. A vailable from:
kesehatan, sebagai contoh untuk meluruskan mitos dan http://www.lse.ac.uk/collections/socialPsicology/pdf/Challenging_HIV
penularan HIV/AIDS agar tidak terjadi kekhawatiran AIDS_Stigma.pdf.
dan ketakutan masyarakat terhadap ODHA. 17. Lestari TRP. Kebijakan pengendalian HIV/AIDS di Denpasar. Kesmas:
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2013; 8 (1): 45-48.
Daftar Pustaka 18. Sohn A, Park S. HIV/AIDS knowledge, stigmatizing attitudes, and re-
1. Maman S, Abler L, Parker L, Lane T, Chirowodza A, Ntogwisangu J, et lated behaviors and factors that affect stigmatizing attitudes against
al. A comparison of HIV stigma and discrimination in five internation- HIV/AIDS among Korean adolescents. Osong Public Health and
al sites: The influence of care and treatment resources in high prevalence Research Perspectives. 2012; 3 (1): 24-30.
settings. Journal of Social Science & Medicine. 2009; 68 (12): 2271-8. 19. Djoerban Z. Membidik AIDS: ikhtiar memahami HIV dan ODHA.
2. Duffy L. Suffering, shame, and silence: the stigma of HIV/AIDS. Journal Yogyakarta: Galang Press; 1999.
of the Association of Nurses in AIDS Care. 2005; 16 (1): 13-20. 20. Voisin DR, Bird JD, Shiu CS, Krieger C. It’s crazy being a black, gay
3. Carr RL, Gramling LF. Stigma: a health barrier for women with youth. Getting information about HIV prevention: a pilot study. Journal
HIV/AIDS. Journal of the Association of Nurses in AIDS Care. 2004;15 of Adolescent. 2013; 36: 111-9.
(5): 30-9. 21. Hermawati P. Hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS
4. Foster G, Williamson J. A review of current literature of the impact of masyarakat dengan interaksi sosial pada ODH [tesis]. Jakarta:
HIV/AIDS on children in Sub-Saharan Africa. AIDS. 2000; 14: 275-84. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah; 2011.
5. Butt L, Morin J, Numbery G, Peyon I, Goo A. Stigma and HIV/AIDS in 22. Cock KMD, Mbori-Ngaca D, Marum E. Shadow on the continent:
highlands Papua. Pusat Studi Kependudukan–Universitas Cenderawasih Public health and HIV/AIDS in Africa in the 21. The Lancet. 2002; 360:
and University of Victoria. Canada: UNCEN UoV; 2010. 67–72.

338
Shaluhiyah, Musthofa, Widjanarko, Stigma Masyarakat terhadap Orang dengan HIV/AIDS

23. Demartoto A. ODHA, masalah sosial dan pemecahannya. Jurnal 25. Burhan R. Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh perempuan terinfek-
Penduduk dan Pembangunan. 2006; 6 (2): 105-15. si HIV/AIDS. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2013; 8
24. Suhendi A. Peranan tokoh masyarakat lokal dalam pembangunan kese- (1): 33-8.
jahteraan sosial. Media Informasi. 2013; 18 (02) :105 – 16.

339

Anda mungkin juga menyukai