Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL PENELITIAN

PENERAPAN LAYANAN KONSELING HIV/AIDS BAGI


ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI PKBI KALTIM

Diajukan untuk Diseminarkan pada Seminar Proposal


di Depan Pembimbing Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah
Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

Disusun oleh:
Nama : DENNI SETIAWAN
NIM : 1842014010

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


JURUSAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD
IDRIS SAMARINDA
2024
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................5
C. Tujuann Penelitian............................................................................................5
D. Kajian Pustaka..................................................................................................5
E. Metode Penelitian............................................................................................10
1. Jenis Penelitian...........................................................................................10
2. Sumber Data...............................................................................................11
3. Informan Penelitian....................................................................................11
4. Teknik Pengumpulan Data........................................................................12
5. Teknik Analisis Data..................................................................................13
6. Keabsahan Data..........................................................................................14
F. Penegasan Istilah.............................................................................................15
G. Manfaat Penelitian..........................................................................................15
H. Landasan Teori................................................................................................16
1. HIV/AIDS....................................................................................................16
a. Definisi HIV/AIDS.................................................................................16
b. Penyebab dan Penularan HIV/AIDS...................................................16
c. Gejala AIDS............................................................................................17
d. Cara Pencegahan HIV/AIDS................................................................18
e. Diagnosis Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)....................................19
2. Konseling HIV/AIDS..................................................................................20
a. Pengertian Konseling HIV/AIDS.........................................................20
b. Ciri Konseling HIV/AIDS.....................................................................22
c. Tujuan Konseling HIV/AIDS...............................................................23
d. Prinsip Konseling HIV/AIDS...............................................................23
e. Penyelenggaraan Konseling dan Tes HIV...........................................25
f. Sasaran Konseling HIV/AIDS..............................................................25
g. Petugas Konseling..................................................................................26
I. Sistematika Penulisan.....................................................................................26
A. Latar Belakang
HIV/AIDS merupakan suatu fenomena besar yang melanda dunia.
Sebagai sebuah fenomena, HIV/AIDS masih belum banyak dikenal oleh setiap
lapisan masyarakat. HIV/AIDS berdampak kuat pada aspek kesehatan, sosial,
ekonomi, dan budaya di seluruh dunia. Meskipun telah ada banyak upaya
untuk mengatasi masalah HIV/AIDS, kesadaran dan pengetahuan masyarakat
tentang penyakit ini masih minim. Hal ini sangat berbahaya, karena kurangnya
kesadaran dapat mengakibatkan penyebaran virus HIV secara lebih luas dan
memperburuk kondisi pasien yang sudah terinfeksi.
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah virus
yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS singkatan dari
Acquired Immune Deficiency Syndrome. AIDS muncul setelah virus (HIV)
menyerang sistem kekebalan tubuh selama lima hingga sepuluh tahun atau
lebih. Sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, dan satu atau lebih penyakit
dapat timbul. Karena lemahnya sistem kekebalan tubuh tadi, beberapa penyakit
bisa menjadi lebih berat daripada biasanya.1
HIV merupakan suatu virus yang tidak pandang bulu dan dapat
menyerang siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, status, ras, maupun
tingkat sosial. Individu yang terinfeksi HIV/AIDS dikenal dengan sebutan
ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Berdasarkan data dari WHO Diperkirakan
39 juta orang yang hidup dengan HIV dan 630.000 orang meninggal karena
penyakit terkait HIV di seluruh dunia pada tahun 2022. 2 Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) mencatat, jumlah kasus HIV (human immunodefiency
virus) di Indonesia diproyeksikan mencapai 515.455 kasus selama Januari-
September 2023.3 Berdasarkan data PKBI Kaltim, Positive Rate Periode
januari-juni 2023 kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Timur, sebanyak 3.460

1
Yayasan Spiritia, Hidup dengan HIV, buku hiv-aids (Jakarta: Yayasan Spiritia, 2023), h.
7.
2
World Health Organization (WHO), “HIV,” diakses 12 Desember 2023,
https://www.who.int/data/gho/data/themes/hiv-aids.
3
“Persentase Jumlah Kasus HIV di Indonesia Berdasarkan Kelompok Usia (Januari-
September 2023),” diakses 12 Desember 2023,
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/12/01/penderita-hiv-indonesia-mayoritas-berusia-
25-49-tahun-per-september-2023.
orang melakukan tes diantaranya 99 orang dengan hasil reaktif, kasus lebih di
dominasi oleh lelaki seks dengan lelaki (LSL). Angka keseluruhan kasus HIV
di Kalimantan Timur Berdasarkan catatan dari Dians Kesehatan Provinsi
Kalimantan Timur 2023 ditemukan sebanyak 5.000 kasus.4
Individu yang terinfeksi HIV/AIDS dikenal dengan sebutan ODHA
(Orang Dengan HIV/AIDS). Dalam hal ini, orang yang di dalam tubuhnya
terdapat HIV (orang terinfeksi), setelah dilakukan pemeriksaan darahnya baik
dengan test elisa maupun western blot.5
Banyak perubahan yang terjadi dalam diri individu setelah terinfeksi
HIV/AIDS, penyakit yang mereka derita ini mempengaruhi kehidupan pribadi,
social, belajar, karir dan kehidupan keluarga. AIDS yang kita kenal selalu
identik dengan stigma buruk terhadap pengidapnya, terutama selalu
dihubungkan dengan perilaku seksual yang buruk ataupun karena punya
riwayat menggunakan jarum suntik. Stigma yang ada di masyarakat ini
sekarang mulai berubah, karena yang berisiko mengidap HIV/ AIDS tidak
hanya mereka yang mempunyai perilaku buruk, tidak hanya pekerja seks
komersial, pemakai narkoba suntik, namun perkembangan yang ada sekarang
adalah HIV/AIDS juga menyerang ibu rumah tangga yang aktivitasnya sering
dirumah.6
Adanya stigmatisasi yang terjadi di masyarakat, Orang dengan HIV dan
AIDS cenderung untuk memberikan stigma terhadap dirinya sendiri atau yang
disebut dengan Self Stigma. Biasanya Self-stigma juga sering dikaitkan dengan
konsep diri negatif yang memberikan label negatif pada dirinya sendiri. Label
negatif dan diskriminasi yang diterima dapat mempengaruhi cara pandang
pasien terhadap dirinya dan bentuk diskriminasi dari lingkungan yang
diterima.7

4
“5.000 Kasus HIV Ditemukan Di Kaltim Hingga 2023,” diakses 29 November 2023,
https://diskominfo.kaltimprov.go.id/kesehatan/5000-kasus-hiv-ditemukan-di-kaltim-hingga-2023.
5
Irfani Fathunaja, Ridha Ayu Wintari, dan M Wais, “Konsep diri orang dengan HIV/AIDS
(ODHA)” Vol. 1, no. 10 (2023), : https://jurnal.arkainstitute.co.id/index.php/nautical/index.
6
Sundari Mulyaningsih, “Pengetahuan Tentang HIV/AIDS Berhubungan Dengan
Konseling HIV/AIDS pada Ibu Rumah Tangga HIV/AIDS,” Jurnal Ners dan Kebidanan
Indonesia Vol. 5, no. 2 (2017): 144, http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/JNKI/article/view/522.
Perubahan yang terjadi di dalam diri dan luar diri ODHA membuat
mereka memiliki presepsi yang negatif tentang dirinya dan mempengaruhi
perkembangan konsep dirinya. ODHA cenderung menunjukan bentuk-bentuk
reaksi sikap dan tingkah laku yang salah. Hal ini disebabkan ketidakmampuan
ODHA menerima kenyataan dengan kondisi yang dialami. Keadaan ini
diperburuk dengan angapan bahwa HIV merupakan penyakit yang belum ada
obatnya.
Kurangnya pemahaman keluarga dan masyarakat mengenai HIV/AIDS
menambah buruk situasi yang dialami penderita. HIV/AIDS masih dianggap
sebagai momok menyeramkan, karena saat divonis sebagai ODHA, yang
terbayang kematian. Di masyarakat, penderita sering menerima perlakuan yang
tidak adil atau bahkan mendapatkan diskriminasi dari lingkungan keluarga dan
masyarakat. Diskriminasi yang dialami ODHA membuat mereka menarik diri
dari lingkungan sekitar, serta stigmanitsasi yang berkembang dalam
masyarakat mengenai HIV/AIDS merupakan suatu vonis mati bagi mereka
sehingga membatasi ruang gerak dalam menjalankan aktifitas mereka
sebelumnya.8
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang
terjadi pada ODHA adalah dengan Layanan Konseling HIV/AIDS, Konseling
HIV/AIDS adalah konseling yang secara khusus memberikan perhatian
terhadap permasalahan yang berkaitan dengan infeksi terhadap virus
HIV/AIDS, baik terhadap orang dengan HIV/AIDS atau ODHA, maupun
terhadap lingkungan yang terpengaruh.9
Konseling dan Tes HIV (KTHIV) merupakan pintu masuk utama pada
layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan. Dalam kebijakan
dan strategi nasional telah direncanakan konsep akses universal untuk
mengetahui status HIV, akses terhadap layanan pencegahan, perawatan,
7
Imam Ajib Ispurnawan, Noer Saudah, dan Imam Zainuri, “Pengaruh Konseling Terhadap
Self Stigma Pasien HIV/AIDS Dengan Pendekatan Teori Lawrence Green” Vol. 5, no. 2 (2021),
http://journal.unipdu.ac.id.
8
Fathunaja, Ayu Wintari, dan Wais, “Konsep diri orang dengan HIV/AIDS (ODHA).”
9
Anak Agung Ngurah Adhiputra, Wayan Maba, dan Wery Dartiningsih, “Pengembangan
Model Layanan Profesional Konseling HIV/AIDS Di Provinsi Bali Berbasis Front-End Analysis”
Vol. 1, no. 3 (2020), https://doi.org/10.5281/ZENODO.4293688.
dukungan dan pengobatan HIV dengan visi tiga zero itu meliputi, zero infeksi
baru, zero kematian terkait AIDS, serta zero stigma dan diskriminasi. Dalam
pelaksanaanya, tes HIV harus mengikuti prinsip yang telah disepakati secara
global yaitu 5 komponen dasar yang disebut 5C yaitu Consent (persetujuan
pasien), Confidentiality (kerahasiaan), Counseling (konseling), Correct test
result (hasil tes harus valid/benar), Connect to care (dihubungkan dengan
layanan Pengobatan, Perawatan dan Dukungan).10
PKBI melakukan pemberian Komunikasi Informasi dan Edukasi(KIE)
serta Komunikasi Perubahan Perilaku (Behaviour Change
Communication/BCC), penjangkauan kelompok berperilaku resiko tinggi,
diantaranya komunitas penjaja seks dan kliennya, serta pemakai narkoba suntik
(Intravenous Drug Users/IDU), memberikan layanan konseling, penapisan
(screening), dan membangun sistem rujukan. Saat ini kegiatan-kegiatan
tersebut dilaksanakan di Sumatera Selatan, Lampung, DKI, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur, NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, dan Papua. Konsep PKBI yang akan mengembangkan
pelayanan terintegrasi antara kesehatan reproduksi, keluarga berencana dan
IMS/HIV selain untuk memberikan akses bagi kelompok resiko tinggi yang
terjangkau dan telah sadar untuk mengetahui status IMS ataupun status HIV-
nya, juga dimaksudkan agar masyarakat non stigma atau labeled dapat
menggunakan klinik KB/Kespro sekaligus sebagai sarana akses pencegahan
dan pengobatan IMS/HIV.11
Untuk membantu perubahan perilaku sehingga risiko tertular HIV
menurun, PKBI Kaltim melaksanakan sebuah layanan yang disebut Voluntary
Counseling and Testing (VCT). Layanan VCT adalah gabungan dari proses
konseling dan tes HIV. Keistimewaan layanan VCT ini tidak hanya pada
proses konseling saja, melainkan sampai pada proses tes dan pos tes. Selain
bertujuan untuk membantu perubahan perilaku, juga guna mencegah penularan
10
“Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV” (MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA, 2014).
11
PKBI, “Pencegahan Dan Penanggulangan Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV, Dan
AIDS,” 28 Maret 2012, https://pkbi.or.id/hiv-aids/.
HIV, meningkatkan kualitas hidup ODHA, serta untuk sosialisasi dan
mempromosikan layanan dini. VCT menjadi salah satu upaya dalam pendeteksi
dini yang dianggap perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS.
Tes ini merupakan suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak
terputus antara konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah
penularan HIV, memberikan dukungan moral, informasi, serta dukungan
lainnya kepada ODHA, keluarga dan lingkungannya.12
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik
melakukan penelitian tentang penerapan layanan konseling HIV/AIDS bagi
orang dengan HIV (ODHA) di PKBI Kaltim.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka masalah yang
dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana penerapan layanan konseling HIV/AIDS bagi orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) di PKBI Kaltim?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat penerapan layanan konseling
HIV/AIDS bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di PKBI Kaltim?

C. Tujuann Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan penerapan layanan konseling HIV/AIDS bagi orang
dengan HIV/AIDS (ODHA) di PKBI Kaltim.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat penerapan layanan
konseling HIV/AIDS bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di PKBI
Kaltim.

D. Kajian Pustaka
Sebagai dasar untuk melihat kesamaan dan perbedaan penelitian ini
dengan penelitian terdahulu adalah sebagai berikut :
12
Anis Lud Fiana dkk., “Layanan Informasi melalui Voluntary Counseling and Testing
pada Kelompok Resiko Tinggi (Analisis Bimbingan Konseling Islam),” KONSELING EDUKASI
“Journal of Guidance and Counseling” Vol. 5, no. 1 (2021),
https://doi.org/10.21043/konseling.v5i1.9758.
1. Hieronimus Kurniawan (11109021), Program Studi Bimbingan dan
Konseling. Penerapan Konseling Oleh Para Pendamping Dalam Membantu
ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) (Studi Kasus Pada Yayasan Flobamora),
Tahun 2013. Masalah umum penelitian adalah bagaimana penerapan
konseling oleh para pendamping yang dijabarkan dalam bentuk-bentuk
konseling apa yang diberikan oleh para pendamping dalam membantu
ODHA, bagaimana tahap-tahap konseling yang dilalui dan teknik-teknik
konseling apa yang digunakan dalam membantu ODHA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan konseling oleh para
pendamping dalam membantu ODHA, mengetahui bentuk-bentuk konseling
yang diberikan oleh para pendamping, tahapan-tahapan yang dilalui dan
teknik-teknik yang digunakan oleh para pendamping dalam membantu
ODHA. Subyek dalam penelitian ini yaitu Pimpinan Yayasan Flobamora
Support Kupang, Pendamping dan ODHA.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah: metode kualitatif berupa
studi kasus. Teknik pengumpulan datanya ialah: studi dokumen, observasi
dan wawancara. Alat pengumpul data yang digunakan ialah peneliti sendiri
sebagai alat utama, lembaran studi dokumen, pedoman observasi dan
pedoman wawancara. Analisis data menggunakan teknik reduksi data,
display data, dan verifikasi data.
Hasil yang diperoleh dari analisis data: bahwa ada penerapan konseling bagi
ODHA, dengan bentuk konseling yang diberikan yaitu konseling
penerimaan status HIV/AIDS dan konseling kepatuhan berobat. Pendekatan
yang digunakan adalah konseling tatap muka (pendamping bertatap muka
dengan klien), konseling kelompok (pendamping bersama 6-8 ODHA
bersama-sama mencari solusi) dan konseling telepon (ODHA
mengungkapkan masalahnya melalui telepon dan pendamping memberikan
penguatan, motivasi, dan mencari solusi).13

13
Hieronimus Kurniawan, “Penerapan Konseling Oleh Para Pendamping Dalam Membantu
ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)” ((Studi Kasus Pada Yayasan Flobamora), Kupang,
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA, 2013).
2. Yunitasari Fachrunnisa (1301411080), Jurusan Bimbingan dan Konseling.
Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang. Dengan judul
Keefektifan Konseling dalam Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada
klien beresiko tinggi HIV/AIDS di Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI) Griya Asa Semarang, tahun 2015.
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan fenomena yang ditemukan di
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang didalamnya
terdapat program dinamakan Voluntary Counseling and Testing (VCT) yaitu
pemaduan antara konseling dan serangkaian tes sukarela pada klien/ orang
beresiko tinggi terkena HIV/AIDS. Syarat untuk menjadi seorang konselor
yang melakukan konseling dalam VCT hanya mengikuti pelatihan yang
cukup singkat selama 3-4 hari dan bersertifikasi sedangkan konselor sendiri
harus mengikuti akademik S1, S2, S3 dan sekurangnya mengikuti pelatihan
dan pendidikan konseling baru dikatakan sebagai seorang konselor.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah membahas tentang
profil kondelor, pelaksanaan VCT,dan keefektifan konseling dalam VCT itu
sendiri.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey. Populasi
penelitian ini adalah 3 orang konselor di PKBI Griya Asa Semarang. Teknik
sampling yang digunakan adalah Total Sampling yaitu dengan memngambil
keseluruhan populasi diperoleh sampel penelitian sejumlah 3 konselor.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara yang discore.
Analisis data yang digunakan melalui analisis deskriptif presentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keefektifan konseling dalam
Voluntary Counseling and Testing (VCT) oleh 3 konselor dapat dilihat dari
berbagai aspek yaitu profil konselor dalam VCT konselor A (78,80%),
konselor B (53,20%), konselor C (63,40%);selanjutnya dari aspek
pelaksanaan konseling dalam VCT konselor A (67,00%), konselor B
(63,40%), konselor C (65,48%); dan aspek keefektifan konseling dalam
VCT sendiri konselor A (67,00%), konselor B (47,00%) konselor C
(60,00%). Hal tersebut menunjukkan bahwa keefektifan konseling dalam
Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada klien beresiko tinggi
HIV/AIDS di PKBI Griya Asa Semarang memasuki criteria kurang efektif
dan belum memenuhi standart efektif.14
3. Siti Nur Aisah (1541040156), Bimbingan dan Konseling Islam. Dengan
judul Pelaksanaan Konseling Bagi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Di
Klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) Puskesmas Rawat Inap
Simpur Bandar Lampung, tahun 2020.
Layanan tersebut yang dimaksud penulis dalam penelitian ini adalah di
Klinik Voluntary Counseling And Testing (VCT) Puskesmas Rawat Inap
Simpur Bandar Lampung. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu
bagaimana pelaksanaan konseling bagi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)
dan bagaimana perubahan kondisi pasien ODHA di Klinik VCT Puskesmas
Rawat Inap Simpur Bandar Lampung. Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk menguraikan pelaksanaan konseling bagi Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA), serta untuk mendeskripsikan kondisi pasien ODHA setelah
melakukan pelayanan konseling di Klinik VCT Puskesmas Rawat Inap
Simpur Bandar Lampung.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan objek
penelitian lapangan (field research)yang bersifat deskriptif dengan jumlah
populasi keseluruhan 159 orang. Adapun sampel dipilih menggunakan non
probability sampling dengan teknik pengambilan Snowball sampling yang
berjumlah 8 orang. Sedangkan alat pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini bahwa pelaksanaan konseling yang ada di klinik
Voluntary Counseling and Testing (VCT) Puskesmas Rawat Inap Simpur
menggunakan metode konseling face to face atau metode individual, dan
pelaksanaan konseling ada 3 tahap, yakni tahap konseling pra tes, tes HIV,
dan konseling pasca tes. Kondisi ODHA setelah mengikuti pelayanan di
klinik Voluntary Counseling and Testing mengalami perubahan dari aspek
14
Yunitasari Fachrunnisa, “Keefektifan Konseling dalam Voluntary Counseling and
Testing (VCT) pada klien beresiko tinggi HIV/AIDS di Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI) Griya Asa Semarang” (Semarang, Universitas Negeri Semarang, 2015).
fisik, psikologis, maupun sosial. Meskipun belum total untuk mencapai
tujuan yang diharapkan, tetapi sudah ada perubahan yang lebih baik
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.15
TABEL 1
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PENELITIAN
NO Judul Persamaan Perbedaan
1 Pelaksanaan  Adanya kesamaan  Penilitian ini lebih
konseling khusus dalam hal ingin berfokus dalam hal
Orang Dengan meneliti tentang Penerapan Konseling
HIV/AIDS dalam Penerapan Konseling Oleh Para Pendamping.
upaya meningkatkan pada Orang Dengan
kepercayaan diri di HIV/AIDS (ODHA).
Komunitas Jaringan
ODHA Berdaya
Provinsi Lampung.
2 Keefektifan  Adanya kesamaan  Penelitian ini lebih
Konseling dalam dalam hal ingin berfokus dalam hal
Voluntary Counseling meneliti proses mengukur tinglat
and Testing (VCT) pelaksanaan keefektifan konseling
pada klien beresiko konseling HIV/AIDS dalam pelaksanaan
tinggi HIV/AIDS di  Adanya kesamaan VCT di PKBI
Perkumpulan tempaat yang akan  Adanya perbedaan
Keluarga Berencana diteliti dalam variabel yaitu
Indonesia (PKBI) pada klien beresiko
Griya Asa Semarang tinggi HIV/AIDS
3 Pelaksanaan  Adanya kesamaan  Adanya perbedaan
Konseling Bagi Orang dalam hal ingin tempat penelitian
Dengan HIV/AIDS meneliti proses  Adanya perbedaan
(ODHA) Di Klinik pelaksanaan
15
Siti Nur Aisah, “Pelaksanaan Konseling Bagi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Di
Klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) Puskesmas Rawat Inap Simpur Bandar
Lampung” (Lampung, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG, 2020).
Voluntary Counseling konseling HIV/AIDS subjek peneliatan
and Testing (VCT)  Adanya kesamaan  Adanya perbedaan hasil
Puskesmas Rawat tujuan penelitian yaitu penelitian
Inap Simpur Bandar untuk menguraikan
Lampung pelaksanaan
konseling bagi Orang
Dengan HIV/AIDS
(ODHA)
 Adanya kesamaan
metode penelitian
yaitu Penelitian
kualitatif yang
bersifat deskriptif.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian
Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan
penemuanpenemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan
prosedur-prosedur statistik atau dengan cara kuantifikasi lainnya.16
Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting
seperti: mengajukan pertanyaan, menyusun prosedur, mengumpulkan data
yang spesifik dari para informan atau partisipan. Menganalisis data secara
induktif, mereduksi, memverifikasi, dan menafsirkan atau menangkap
makna dari konteks masalah yang diteliti.17
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih mendalam tentang fenomena yang diteliti serta menggambarkan
secara lebih mendetail terkait fenomena yang sedang dalami.

16
Eko Murdiyanto, Penelitian Kualitatif (Teori dan Aplikasi disertai contoh proposal)
(Yogyakarta: (LP2M) UPN ”Veteran” Yogyakarta Press, 2020), h. 19.
17
Farida Nugrahani, Metode Penelitian Kualitatif dalam Penelitian Pendidikan Bahasa
(Cakra Books, 2014), h. 25.
2. Sumber Data
Sumber data merupakan tempat dimana data didapatkan yang
bertujuan agar peneliti dapat menggali dan memperoleh informasi dari data-
data yang didapat.18
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dihasilkan secara langsung oleh
peneliti melalui pengumpulan atau observasi langsung pada objek
penelitian. Adapun data primer dari penelitian ini adalah pekerja sebagai
konselor di PKBI KALTIM. Dari banyaknya populasi yang tersedia,
peneliti mengambil dua sampel pekerja di PKBI KALTIM yaitu petugas
lapangan (PL) sebagai konselor dan petugas di klinik PKBI KALTIM
sebagai konselor sebagai responden dengan alasan pertimbangan kedua
responden dipilih memiliki karakteristik sesuai dengan yang ingin
dicapai peneliti dengan mewakili populasi pekerja di PKBI KALTIM.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diambil dari sumber lain yang
tidak langsung dikumpulkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini, sumber
data sekunder adalah dokumentasi kegiatan wawancara pada petugas
pelayanan konseling (konselor) di PKBI KALTIM.

3. Informan Penelitian
Informan penelitian atau sumber data merupakan individidu atau
orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi mengenai situasi dan
kondisi terkait penelitian yang sedang dilakukan. Melalui subyek penelitian,
peneliti dapat mengetahui segala sumber informasi mengenai hal yang akan
diteliti.19 Untuk mendapatkan keterangan tentang masalah yang dikaji, dan

18
Sugiyono, Metode penelitian pendidikan: (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R & D),
Cet. 6 (Bandung: Alfabeta, 2008), h.85.
19
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (PT. Remaja Rosdakarya, 2009).
saran tentang sumber bukti lain yang mendukung penelitian, peneliti dapat
menentukan informant kunci.20
Untuk mendapatkan keterangan tentang masalah yang dikaji, dan
saran tentang sumber bukti lain yang mendukung penelitian, peneliti dapat
menentukan kunci.21 Dalam penelitian ini karakteristik informant penelitian
meliputi:
1. Pekerja resmi PKBI KALTIM
2. Pekerja/Konselor yang sudah mendapatkan pelatihan
3. Pekerja/Konselor yang sudah pernah atau berpengalaman dalam
menangani ODHA

4. Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa
observasi, wawancara, dan dokumentasi sebagai memperkuat data.
1. Observasi
Observasi merupakan teknik untuk menggali data dari sumber yang
berupa tempat, aktivitas, benda atau rekaman gambar. Melalui observasi
dapat dilihat dan dapat dites kebenaran terjadinya suatu peristiwa atau
aktivitas.22 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi
berpartisipan. Observasi berpartisipan merupakan observasi dimana
peneliti terlibat secara aktif dalam mengamati sumber data yang akan
diteliti dan terlibat langsung dengan kegiatan yang akan diteliti.
2. Wawancara
Wawancara Peneliti menggunakan konsep wawancara tidak terstruktur.
menurut afrizal wawancara tidak struktur adalah suatu wawancara di
mana orang yang diwawancarai (disebut informan) bebas menjawab
pertanyaan-pertanyaan peneliti sebagai pewawancara.23 Alasan peneliti
menggunakan wawancara tidak terstruktur di mana peneliti tidak

20
Nugrahani, Metode Penelitian Kualitatif dalam Penelitian Pendidikan Bahasa, h. 111.
21
Nugrahani, h. 111.
22
Nugrahani, h. 135.
23
Afrizal, Metode penelitian kualitatif: sebuah upaya mendukung penggunaan penelitian
kualitatif dalam berbagai disiplin ilmu (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), h.136.
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis
dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang
digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan.
3. Dokumentasi: Peneliti akan mengumpulkan data dari dokumen-dokumen
terkait yang ada di PKBI KALTIM, seperti pedoman pelayanan dan
catatan layanan konseling HIV/AIDS. Dokumen-dokumen tersebut akan
memberikan informasi tambahan mengenai proses dan kegiatan layanan
konseling HIV/AIDS.
Untuk mengumpulkan data dari sumber informasi (informan), peneliti
memerlukan instrument bantuan. Menurut Afrizal ada dua macam instrumen
bantuan bagi peneliti yang lazim digunakan:
1. Panduan atau pedoman wawancara. Terdiri dari tulisan singkat daftar
informasi yang dilengkapi pertanyaan-pertanyaan untuk menggali
informasi dari para informan.
2. Alat rekaman, tediri dari alat rekam seperi, tape recorder, telpon seluler,
kamera foto, dan kamera video alat-alat tersebut dipergunkan dalam
merekam hasil wawancara.24

5. Teknik Analisis Data


Analisis data bertujuan untuk menganalisis data yang diperoleh sesuai
dengan kebutuhan peneliti. Teknik analsis data yang digunakan peneliti
dalam penelitian ini adalah analisis data Miles dan Huberman.
Miles dan Huberman membagi membagi analisis data melauli tiga
tahap yaitu:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan penyederhanaan, penggolongan, dan
membuang yang tidak perlu data sedemikian rupa sehingga data tersebut
dapat menghasilkan informasi yang bermakna dan memudahkan dalam
penarikan kesimpulan.

24
Afrizal, h.135.
2. Penyajian Data
Display data atau penyajian data juga merupakan tahap dari teknik
analisis data kualitatif. Penyajian data merupakan kegiatan saat
sekumpulan data disusun secara sistematis dan mudah dipahami,
sehingga memberikan kemungkinan menghasilkan kesimpulan. Bentuk
penyajian data kualitatif bisa berupa teks naratif (berbentuk catatan
lapangan). Melalui penyajian data tersebut, maka nantinya data akan
terorganisasikan dan tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan
semakin mudah dipahami.
3. Verifikasi Data
Penarikan kesimpulan dan verifikasi data merupakan tahap akhir
dalam teknik analisis data kualitatif yang dilakukan melihat hasil reduksi
data tetap mengacu pada tujuan analisis hendak dicapai. Tahap ini
bertujuan untuk mencari makna data yang dikumpulkan dengan mencari
hubungan, persamaan, atau perbedaan untuk ditarik kesimpulan sebagai
jawaban dari permasalahan yang ada.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
memungkinan mengalami perubahan apabila tidak ditemukan bukti yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila
kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti
yang valid, maka kesimpulan yang dihasilkan merupakan kesimpulan yang
kredibel.

6. Keabsahan Data
Menurut afrizal, dalam penelitian kualitatif, bukan sedikit-banyaknya
informasi yang menentukan validitas data yang terkumpul, melaikan
salahsatunya adalah ketepatan atau kesesuaian sumber data dengan data
yang diperlukan.25
Dalam triangulasi data, data yang diperoleh dari beberapa sumber dan
sumber yang berbeda dapat saling mengisi dan memperkuat satu sama lain.

25
Afrizal, h.168.
Adapun teknik untuk memperoleh data yang valid, peneliti menggunakan
teknik trianggulasi. beberapa langkah triangulasi sumber data dan
triangulasi metode. Selain itu, peneliti juga akan melakukan member check,
yaitu memvalidasi hasil penelitian kepada informan untuk memastikan
kesesuaian hasil dengan pengalaman mereka.

F. Penegasan Istilah
1. Konseling HIV/AIDS
Konseling HIV/AIDS adalah konseling yang secara khusus
memberikan perhatian terhadap permasalahan yang berkaitan dengan infeksi
terhadap virus HIV/AIDS, baik terhadap orang dengan HIV/AIDS atau
ODHA, maupun terhadap lingkungan yang terpengaruh.26
2. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
Orang yang hidup dengan HIV dan AIDS (ODHA) adalah orang yang
telah terinfeksi HIV.27

G. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua paragraph yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini akan memberikan kontribusi pada bidang pengetahuan
mengenai penerapan layanan konseling HIV/AIDS bagi ODHA. Hasil
penelitian dapat memperkaya teori-teori yang berkaitan dengan konseling
HIV/AIDS dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang cara-cara
terbaik dalam memberikan layanan konseling yang efektif oleh pemangku
program dan kebijakan.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada pembelajaran
mahasiswa dalam tugas-tugas kuliah, Praktik Kerja Lapangan/PKL, dan
pembuatan penelitian.

26
Ngurah Adhiputra, Maba, dan Dartiningsih, “Pengembangan Model Layanan Profesional
Konseling HIV/AIDS Di Provinsi Bali Berbasis Front-End Analysis.”
27
“Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 Tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS” (MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, 2013).
b. Penelitian ini juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya layanan konseling HIV/AIDS bagi ODHA. Dengan
menyoroti peran PKBI Kaltim dalam memberikan layanan ini, penelitian
dapat memberikan informasi yang lebih luas kepada masyarakat tentang
keberadaan layanan tersebut, manfaatnya, dan bagaimana mengaksesnya.

H. Landasan Teori

1. HIV/AIDS

a. Definisi HIV/AIDS
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu
spektrum penyakit yang menyerang sel-sel kekebalan tubuh yang
meliputi infeksi primer, dengan atau tanpa sindrom akut, stadium
asimtomatik, hingga stadium lanjut. Acquired Immunodeficiency
Syndrome (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit
yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh
virus HIV, dan merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.28
Menurut MENKES RI, Human Immunodeficiency Virus yang
selanjutnya disingkat HIV adalah Virus yang menyebabkan Acquired
Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). Acquired Immuno Deficiency
Syndrome yang selanjutnya disingkat AIDS adalah suatu kumpulan
gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh
masuknya virus HIV dalam tubuh seseorang.29
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah
virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS singkatan
dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. AIDS muncul setelah virus
(HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh selama lima hingga sepuluh
tahun atau lebih. Sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, dan satu atau

28
Afif Nurul Hidayati dkk., Manajemen HIV/AIDS (Surabaya: Airlangga University Press,
2019), h. 5.
29
“Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 Tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS.”
lebih penyakit dapat timbul. Karena lemahnya sistem kekebalan tubuh
tadi, beberapa penyakit bisa menjadi lebih berat daripada biasanya.30

b. Penyebab dan Penularan HIV/AIDS


HIV hidup di semua cairan tubuh tetapi hanya bisa menular melalui
cairan tubuh tertentu, yaitu :
 Darah
 Air mani (cairan, bukan sperma)
 Cairan vagina
 Air susu ibu (ASI)31
Kegiatan yang dapat menularkan HIV adalah :
 Hubungan seks tanpa kondom
 Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
 Peralatan dokter yang tidak steril
 Mendapatkan transfusi darah yang mengandung HlV
 Ibu HIV-positif ke bayinya: waktu dalam kandungan, ketika
melahirkan atau melalui ASI
HlV tidak menular melalui :
 Bersentuhan
 Berciuman, bersalaman dan berpelukan
 Peralatan makan dan minum
 Kamar mandi
 Kolam renang
 Gigitan nyamuk
 Tinggal serumah bersama orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
 Duduk bersama dalam satu ruangan tertutup32

c. Gejala AIDS

30
Yayasan Spiritia, Hidup dengan HIV, h. 7.
31
Yayasan Spiritia, Hidup dan TB, buku hiv-aids (Jakarta: Yayasan Spiritia, 2023), h. 6.
32
Yayasan Spiritia, Pasien Berdaya, buku hiv-aids (Jakarta: Yayasan Spiritia, 2023), h. 5-6.
Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV akan tetap sehat dan
tidak menunjukkan gejala apapun, selama bertahun-tahun setelah
terinfeksi. Gejala dan tanda AIDS tidak sama pada setiap orang, dan
gejala itu tergantung dari jenis infeksi oportunistik yang dialaminya.
Menyatakan seseorang sebagai orang dengan AIDS tidak bisa hanya
dengan melihat gejalanya, akan tetapi harus dengan pemeriksaan darah.
AIDS baru muncul apabila kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV
makin lemah, yang dapat diukur dengan pengukuran kadar sel darah
putih CD4. Makin rendah kadar CD4, makin banyak dan makin berat
infeksi maupun kanker yang diderita.33
Badan Kesehatan Dunia, WHO, menggolongkan AIDS berdasarkan
gejalanya, menjadi 4 tingkatan (stadium) :
1. STADIUM 1
Tanpa gejala, atau ada pembesaran kelenjar getah bening.
2. STADIUM 2
Berat badan menurun kurang dari10%, Gejala ringan pada kulit dan
selaput lendir gatal, infeksi jamur di kuku, sariawan, infeksi saluran
napas bagian atas yang berulang.
3. STADIUM 3
Berat badan berkurang lebih dari10%, diare >1 bulan, demam >1
bulan, jamur di mulut, TB paru.
4. STADIUM 4
Berat badan sangat banyak berkurang, diare yang berat, Tb di luar
paru, infeksi berat pada otak dan organ tubuh lain, jamur di
kerongkongan, kanker kulit.34

d. Cara Pencegahan HIV/AIDS

33
BaKTI, Informasi Dasar HIV&AIDS, Buku Kader Pemberdayaan Kampung (Jayapura:
BaKTI, 2017), h. 10.
34
World Health Organization (WHO), “HIV and AIDS,” diakses 13 Desember 2023,
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hiv-aids.
Pencegahan HIV/AIDS dengan metode ABCDE adalah
Abstinence, Be Faithful, Condom, Drug No, Education. Pengertian dari
ABCDE adalah :
A. (Abstinence): Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi
yang belum menikah.
B. (Be Faithful): Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak
beganti-ganti pasangan).
C. (Condom): Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan
menggunakan kondom.
D. (Drug No): Dilarang menggunakan narkoba.
E. (Education): Pemberian edukassi dan informasi yang benar mengenai
HIV, cara penularan, pencegahan dan pengobatannya.35
Dalam pencegahan HIV/AIDS yang berdasarkan dengan upaya
penyampaian informasi, hal ini sejalan dengan pandangan agama islam
dalam mencegah HIV/AIDS. Sesuatu upaya yang dianjurkan,
Sebagaimanayang difirmankan oleh Allah SWT:
‫ٰۤل‬
‫َو ْلَتُك ْن ِّم ْنُك ْم ُاَّم ٌة َّيْدُع ْو َن ِاَلى اْلَخ ْيِر َو َيْأُم ُرْو َن ِباْلَم ْع ُرْو ِف َو َيْنَهْو َن َع ِن اْلُم ْنَك ِر ۗ َو ُاو ِٕىَك ُهُم اْلُم ْفِلُح ْو َن‬
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung” (QS Ali Imran [3]: 104).36
Seruan kepada kebaikan dan yang ma’ruf mempunyai makna
universal. Karena ma’ruf mempunyai makna segala sesuatu yang
dianggap sebagai baik secara universal. Lawan dari ma’ruf adalah
munkar. HIV/AIDS secara universal dianggap sebagai penyakit yang
membawa banyak dampak negatif. Suatu penyakit yang membahayakan
jiwa, maka ia bisa dimasukkan dalam kategori sesuatu yang harus
dicegah (munkar).

35
Tiara Nanda Puspita Tanjung dkk., “Pencegahan Penularan HIV/AIDS dengan Metode
‘ABCDE’ dI SMK Gelora Jaya Nusantara Medan Tahun 2022,” PubHealth Jurnal Kesehatan
Masyarakat Vol. 1, no. 1 (2022): 63–68, https://doi.org/10.56211/pubhealth.v1i1.38.
36
“Qur’an Kemenag,” diakses 16 November 2023, https://quran.kemenag.go.id/quran/per-
ayat/surah/3?from=3&to=104.
e. Diagnosis Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)
Human Immunodeficiency Virus (HIV) ditemukan dalam cairan
tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, dan ASI.
Penyebaran infeksi sudah bisa terjadi sejak penderita belum
menampakkan gejala klinis. Oleh karena itu, diperlukan sistem diagnosis
yang baik bagi penderita, sehingga status HIV positif bisa diketahui dan
penyebaran infeksi bisa dikendalikan.37
Tes HIV adalah pemeriksaan untuk mengetahui apakah seseorang
telah terinfeksi HIV. Yang paling umum diperiksa adalah sampel darah.
Ada 2 jenis pemeriksaan darah yaitu pemeriksaan antibodi (serologi) dan
pemeriksaan virus (virologi). Tes yang banyak digunakan saat ini adalah
tes antibodi pada darah. Sedangkan tes virologi hanya untuk keadaan-
keadaan yang khusus dan memerlukan peralatan laboratorium yang lebih
canggih.38
Syarat tes HIV :
1. Tes harus dilaksanakan sepengetahuan dan dengan izin dari klien.
2. klien juga harus paham mengenai HIV/AIDS sebelum tes
dilaksanakan. Konseling diberikan pada klien sebelum tes untuk
membantu klien membuat pertimbangan yang bijaksana sebelum
memutuskan: mau dites atau tidak.
3. Tes HlV harus dirahasiakan oleh dokter dan konselor. Hasilnya tidak
boleh dibocorkan kepada orang lain kecuali oleh klien sendiri.
4. Setelah tes, konseling harus diberikan lagi agar klien dapat memahami
hasil tes dan untuk membantu klien menyusun rencana serta langkah-
langkah selanjutnya sesuai hasil tes klien.39

2. Konseling HIV/AIDS

a. Pengertian Konseling HIV/AIDS

37
Nursalam dkk., Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS (Jakarta:
Salemba Medika, 2018), h. 60.
38
BaKTI, Informasi Dasar HIV&AIDS, h. 17.
39
Yayasan Spiritia, Pasien Berdaya, 13.
Konseling HIV/AIDS merupakan dialog antara seseorang dengan
pelayan kesehatan, bersifat rahasia, yang memungkinkan orang tersebut
menyesuaikan atau mengadaptasi diri dengan stres dan mampu membuat
keputusan bertindak berkaitan dengan HIV/AIDS.
Berbagai rumusan mengenai konseling sebagai berikut. Menurut
Lewis, konseling adalah proses di mana seseorang yang mengalami
kesulitan (klien) dibantu untuk merasakan dan selanjutnya bertindak
dengan cara yang lebih memuaskan dirinya, melalui interaksi dengan
seseorang, yakni konselor. Konselor memberikan informasi dan reaksi
untuk mendorong klien mengembangkan perilaku untuk berhubungan
secara lebih efektif dengan diri sendiri dan lingkungan. Sedangkan
menurut Elinsenberg, konseling menambah kekuatan pada klien untuk
menghadapi diri sendiri dan lingkungan, mengikuti aktivitas yang
mengarah ke kemajuan, dan membantu klien agar mampu menguasai
masalah yang segera dihadapi dan yang mungkin terjadi pada waktu yang
akan datang.40
Konseling HIV/AIDS adalah konseling yang secara khusus
memberikan perhatian terhadap permasalahan yang berkaitan dengan
infeksi terhadap virus HIV/AIDS, baik terhadap orang dengan HIV/AIDS
atau ODHA, maupun terhadap lingkungan yang terpengaruh. Tujuan dari
Konseling HIV/AIDS adalah adanya perubahan perilaku bagi orang yang
terinfeksi HIV/AIDS dan adanya dukungan sosial dan psikologis kepada
ODHA dan keluarganya sehingga dapat mencegah dan penularan infeksi
virus HIV/AIDS.41
Adler adalah orang yang pertama untuk mengenali pentingnya
hubungan antara konselor dan klien. Dalam pandangannya, terapi sangat
utama sebagai suatu hubungan sosial. Pada hakekatnya, keseluruhan
proses konseling dipandang sebagai suatu proses sosialisasi.
Permasalahan klien sebagian besar adalah hasil dari tidak adanya
40
Nursalam dkk., Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS, h. 85.
41
Ngurah Adhiputra, HIV/AIDS Model Layanan Profesional Konseling Berbasis Front-End
Analysis (Yogyakarta: Psikosain Yogyakarta, 2018), h. 97.
sosialisasi, dan proses konseling merupakan sarana dalam
mengembangkan kembali proses sosialisasi individu. Proses konseling
mempunyai potensi, karena adanya interaksi antara konselor dan klien.
Hubungan ini adalah unik sebab klien yang pertama kalinya yang
berhadapan dengan orang lain tanpa merasa takut. Dengan diberikannya
suasana yang hangat oleh konselor, maka klien akan merasa bahwa ia
diterima dan akan mampu mengimbangi perasaan rendah dirinya secara
terbuka.42
Konseling HIV berbeda dengan konseling yang lain, walaupun
keterampilan dasar yang dibutuhkan adalah sama. Konseling HIV
menjadi hal yang unik karena :
1. membutuhkan pengetahuan yang luas tentang infeksi menular seksual
(IMS) dan HIV/AIDS.
2. membutuhkan pembahasan mengenai praktik seks yang sifatnya
pribadi.
3. membutuhkan pembahasan tentang kematian atau proses kematian.
4. membutuhkan kepekaan konselor dalam menghadapi perbedaan
pendapat dan nilai yang mungkin sangat bertentangan dengan nilai
konselor itu sendiri.
5. membutuhkan keterampilan pada saat memberikan hasil HIV yang
positif.
6. membutuhkan keterampilan dalam menghadapi kebutuhan pasangan
maupun anggota keluarga klien.43

b. Ciri Konseling HIV/AIDS


1. Konseling sebagai proses membantu klien dalam :
 memperoleh akses informasi yang benar
 memahami dirinya lebih baik
 agar mampu menghadapi masalahnya
 agar mampu berkomunikasi lebih lancar
42
Budi Purwoko, Pendekatan Konseling (Purwokerto: CV. Pena Persada, 2020), h. 23-26.
43
Nursalam dkk., Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS, h. 86.
 mengantisipasi harapan-harapan, kerelaan, dan mengubah
perilakunya.
2. Konseling bukan percakapan tanpa tujuan.
3. Konseling bukan memberi nasihat atau instruksi pada orang untuk
melakukan sesuatu sesuai kehendak konselor.
4. Bersifat sangat pribadi, sehingga membutuhkan pengembangan rasa
saling percaya.
5. Bukan suatu hal yang baku, dapat bervariasi bergantung pada kondisi
daerah/wilayah latar belakang klien, dan jenis layanan medis/sosial
yang tersedia.
6. Setiap orang yang diberi pelatihan khusus dapat menjadi seorang
konselor.44

c. Tujuan Konseling HIV/AIDS


Pada dasarnya konseling HIV mempunyai dua tujuan utama
berikut.
1. Mencegah penularan HIV. Untuk mengubah perilaku, tidak hanya
membutuhkan sekadar informasi belaka, tetapi yang jauh lebih
penting adalah pemberian dukungan yang dapat menumbuhkan
motivasi mereka, misalnya dalam perilaku seks aman, tidak berganti-
ganti jarum suntik, dan lain sebagainya.
2. Meningkatkan kualitas hidup ODHA (orang dengan HIV/AIDS)
dalam segala aspek baik medis, psikologis, sosial, dan ekonomi.
Dalam hal ini konseling bertujuan untuk memberikan dukungan
kepada ODHA agar mampu hidup secara positif.
Dalam hal ini, konselor diharapkan juga dapat membantu dalam hal
mengatasi rasa putus asa, rasa duka yang berkelanjutan, kemungkinan
stigma, diskriminasi, penyampaian, sero-status pada pasangan seksual,
pemutusan hubungan kerja, dan lain sebagainya.45

44
Nursalam dkk., h. 87.
45
Nursalam dkk., h. 89.
d. Prinsip Konseling HIV/AIDS
Konseling dan Tes HIV (KTHIV) merupakan pintu masuk utama
pada layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan. Dalam
kebijakan dan strategi nasional telah dicanangkan konsep akses universal
untuk mengetahui status HIV, akses terhadap layanan pencegahan,
perawatan, dukungan dan pengobatan HIV dengan visi tiga zero itu
meliputi, zero infeksi baru, zero kematian terkait AIDS, serta zero stigma
dan diskriminasi. Dalam pelaksanaanya, tes HIV harus mengikuti prinsip
yang telah disepakati secara global yaitu 5 komponen dasar yang disebut
5C yaitu Consent (persetujuan pasien), Confidentiality (kerahasiaan),
Counseling (konseling), Correct test result (hasil tes harus valid/benar),
Connect to care (dihubungkan dengan layanan Pengobatan, Perawatan
dan Dukungan).
1. Consent (persetujuan pasien), adalah persetujuan akan suatu tindakan
pemeriksaan laboratorium HIV yang diberikan oleh pasien/klien atau
wali/pengampu setelah mendapatkan dan memahami penjelasan yang
diberikan secara lengkap oleh petugas kesehatan tentang tindakan
medis yang akan dilakukan terhadap pasien/klien tersebut.
2. Confidentiality (kerahasiaan), Confidentiality, adalah Semua isi
informasi atau konseling antara klien dan petugas pemeriksa atau
konselor dan hasil tes laboratoriumnya tidak akan diungkapkan
kepada pihak lain tanpa persetujuan pasien/klien. Konfidensialitas
dapat dibagikan kepada pemberi layanan kesehatan yang akan
menangani pasien untuk kepentingan layanan kesehatan sesuai
indikasi penyakit pasien.
3. Counseling (konseling), yaitu proses dialog antara konselor dengan
klien bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas dan dapat
dimengerti klien atau pasien. Konselor memberikan informasi, waktu,
perhatian dan keahliannya, untuk membantu klien mempelajari
keadaan dirinya, mengenali dan melakukan pemecahan masalah
terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan. Layanan konseling
HIV harus dilengkapi dengan informasi HIV dan AIDS, konseling
pra-Konseling dan Tes pascates yang berkualitas baik.
4. Correct test result (hasil tes harus valid/benar), Hasil tes harus akurat.
Layanan tes HIV harus mengikuti standar pemeriksaan HIV nasional
yang berlaku. Hasil tes harus dikomunikasikan sesegera mungkin
kepada pasien/klien secara pribadi oleh tenaga kesehatan yang
memeriksa
5. Connect to care (dihubungkan dengan layanan Pengobatan, Perawatan
dan Dukungan), Pasien/klien harus dihubungkan atau dirujuk ke
layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV yang
didukung dengan sistem rujukan yang baik dan terpantau.46

e. Penyelenggaraan Konseling dan Tes HIV


Penyelenggaraan Konseling dan Tes HIV (KTHIV) adalah suatu
layanan untuk mengetahui adanya infeksi HIV di tubuh seseorang.
Layanan ini dapat diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan.
KTHIV didahului dengan dialog antara klien/pasien dan konselor/petugas
kesehatan dengan tujuan memberikan informasi tentang HIV dan AIDS
dan meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan berkaitan dengan
tes HIV. Layanan KTHIV untuk menegakkan diagnosis HIV, dilakukan
melalui dua pendekatan, yaitu :
1) konseling dan tes HIV atas inisiatif pemberi layanan kesehatan dan
konseling yang disingkat dengan KTIP.
2) konseling dan tes HIV secara sukarela yang disingkat dengan
KTS/VCT.47

f. Sasaran Konseling HIV/AIDS


1. Orang yang sudah diketahui menderita AIDS atau terinfeksi HIV, dan
keluarganya.

46
“Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV.”
47
“Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 Tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS.”
2. Mereka yang sedang dites untuk HIV (sebelum dan sesudah testing).
3. Mereka yang mencari pertolongan diakibatkan perilaku risiko yang
lalu dan sekarang merencanakan masa depannya.
4. Mereka yang tidak mencari pertolongan tetapi yang melakukan
perilaku risiko tinggi.48

g. Petugas Konseling
Petugas konseling atau konselor adalah mereka, yaitu: Selain
dokter, perawat, psikologis, psikoterapis, dan pekerja sosial, orang lain
dapat dianjurkan dan dilatih untuk memberikan dukungan konseling.
Petugas konseling tidak perlu petugas kesehatan yang ahli. Guru,
penyuluh kesehatan, petugas laboratorium, pemuka agama dan
masyarakat, kelompok kerja muda, dukun tradisional, dan anggota
kelompok dapat menolong anggota tentang konseling pencegahan
maupun konseling dukungannya. Pada dasarnya adalah mereka yang
masih mempunyai ruang untuk orang lain dalam dirinya.49

I. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini untuk memudahkan pembaca
dalam memahami isi penelitian. Sistematika yang diberikan oleh penulis
sebagai berikut.
Bab Pertama, Pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, Manfaat penelitian, kajian pustaka, penegasan istilah dan
sistematika penulisan.
Bab Kedua, Landasan teori berisi tentang penjelasan HIV/AIDS
Penjelasan Konseling HIV/AIDS dan Pengertian Konseling HIV/AIDS
Bab Ketiga metode penelitian, berisi jenis penelitian, sumber data,
informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

48
Nursalam dkk., Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS, h. 91.
49
Nursalam dkk., h. 93.
Bab Keempat hasil penelitian, gambaran umum lokasi penelitian, hasil
penelitian, dan pembahasan.
Bab Kelima penutup, dalam penutup berisi kesimpulan dan saran dari
penelit
DAFTAR PUSTAKA
Adhiputra, Ngurah. HIV/AIDS Model Layanan Profesional Konseling Berbasis
Front-End Analysis. Yogyakarta: Psikosain Yogyakarta, 2018.
Afrizal. Metode penelitian kualitatif: sebuah upaya mendukung penggunaan
penelitian kualitatif dalam berbagai disiplin ilmu. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2014.
BaKTI. Informasi Dasar HIV&AIDS. Buku Kader Pemberdayaan Kampung.
Jayapura: BaKTI, 2017.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya,
2009.
Murdiyanto, Eko. Penelitian Kualitatif (Teori dan Aplikasi disertai contoh
proposal). Yogyakarta: (LP2M) UPN ”Veteran” Yogyakarta Press, 2020.
Nugrahani, Farida. Metode Penelitian Kualitatif dalam Penelitian Pendidikan
Bahasa. Cakra Books, 2014.
Nursalam, Ninuk Dian Kurniawat, Misutarno, dan Fitriana Kurniasari Solikhah.
Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba
Medika, 2018.
Nurul Hidayati, Afif, Alfian Nur Rosyid, Cahyo Wibisono Nugroho, Tri Pudy
Asmarawati, Azril Okta Ardhiansyah, Arief Bakhtiar, Muhammad Amin,
dan Nasronudin. Manajemen HIV/AIDS. Surabaya: Airlangga University
Press, 2019.
Yayasan Spiritia. Hidup dan TB. buku hiv-aids. Jakarta: Yayasan Spiritia, 2023.
Yayasan Spiritia. Hidup dengan HIV. buku hiv-aids. Jakarta: Yayasan Spiritia,
2023.
Yayasan Spiritia. Pasien Berdaya. buku hiv-aids. Jakarta: Yayasan Spiritia, 2023.
JURNAL
Fathunaja, Irfani, Ridha Ayu Wintari, dan M Wais. “Konsep diri orang dengan
HIV/AIDS (ODHA)” Vol. 1, no. 10 (2023). :
https://jurnal.arkainstitute.co.id/index.php/nautical/index.
Ispurnawan, Imam Ajib, Noer Saudah, dan Imam Zainuri. “Pengaruh Konseling
Terhadap Self Stigma Pasien HIV/AIDS Dengan Pendekatan Teori
Lawrence Green” Vol. 5, no. 2 (2021). http://journal.unipdu.ac.id.
Mulyaningsih, Sundari. “Pengetahuan Tentang HIV/AIDS Berhubungan Dengan
Konseling HIV/AIDS pada Ibu Rumah Tangga HIV/AIDS.” Jurnal Ners
dan Kebidanan Indonesia Vol. 5, no. 2 (2017): 144.
http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/JNKI/article/view/522.

30
Ngurah Adhiputra, Anak Agung, Wayan Maba, dan Wery Dartiningsih.
“Pengembangan Model Layanan Profesional Konseling HIV/AIDS Di
Provinsi Bali Berbasis Front-End Analysis” Vol. 1, no. 3 (2020).
https://doi.org/10.5281/ZENODO.4293688.
Purwoko, Budi. Pendekatan Konseling. Purwokerto: CV. Pena Persada, 2020.
Sugiyono. Metode penelitian pendidikan: (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R
& D). Cet. 6. Bandung: Alfabeta, 2008.
Tanjung, Tiara Nanda Puspita, Siti Nurzannah, Vivi Ridha Munawarah, Devira
Damayanti, dan Rifqy Alhafidz Sitorus. “Pencegahan Penularan
HIV/AIDS dengan Metode ‘ABCDE’ dI SMK Gelora Jaya Nusantara
Medan Tahun 2022.” PubHealth Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 1, no.
1 (2022): 63–68. https://doi.org/10.56211/pubhealth.v1i1.38.
SKRIPSI
Fachrunnisa, Yunitasari. “Keefektifan Konseling dalam Voluntary Counseling
and Testing (VCT) pada klien beresiko tinggi HIV/AIDS di Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Griya Asa Semarang.” Universitas
Negeri Semarang, 2015.
Kurniawan, Hieronimus. “Penerapan Konseling Oleh Para Pendamping Dalam
Membantu ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).” (Studi Kasus Pada
Yayasan Flobamora), Universitas Katolik Widya Mandira, 2013.
Nur Aisah, Siti. “Pelaksanaan Konseling Bagi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)
Di Klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) Puskesmas Rawat
Inap Simpur Bandar Lampung.” Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung, 2020.
DOKUMEN
“Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013
Tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.” Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2013.
“Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014
Tentang Pedoman Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV.” Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2014.
WEBSITE
“5.000 Kasus HIV Ditemukan Di Kaltim Hingga 2023.” Diakses 29 November
2023. https://diskominfo.kaltimprov.go.id/kesehatan/5000-kasus-hiv-
ditemukan-di-kaltim-hingga-2023.

“Persentase Jumlah Kasus HIV di Indonesia Berdasarkan Kelompok Usia


(Januari-September 2023).” Diakses 12 Desember 2023.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/12/01/penderita-hiv-
indonesia-mayoritas-berusia-25-49-tahun-per-september-2023.

31
PKBI. “Pencegahan Dan Penanggulangan Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV,
Dan AIDS,” 28 Maret 2012. https://pkbi.or.id/hiv-aids/.

“Qur’an Kemenag.” Diakses 16 November 2023.


https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/3?from=3&to=104.

World Health Organization (WHO). “HIV.” Diakses 12 Desember 2023.


https://www.who.int/data/gho/data/themes/hiv-aids.

World Health Organization (WHO). “HIV and AIDS.” Diakses 13 Desember


2023. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hiv-aids.

32

Anda mungkin juga menyukai