Ul daul merupakan jenis musik tradisional Madura yang akhir-akhir ini mulai menjadi sorotan,
bukan hanya oleh masyarakat Madura melainkan juga oleh mata nasional dan internasional. Ul
daul pada awalnya hanya seabatas tongtong (gentongan) yang di pukul mengelilingi desa oleh
sekelompok warga untuk membangunkan masyarakat desa pada waktu sahur. Namun lama
kelamaan semakin berkembang dengan ditambahnya alat musik baru seperti gong, kenong,
gendang, rebana, kereta dorong sebagai alat penggeraknya, dll. Ul daul diminati oleh
masyarakat selain karena kekhasan dalam perpaduan instrumennya, juga karena dekorasi kereta
dorongnya yang indah dan artistik.
Meskipun Ul daul tergolong alat musik tradisional yang baru, namun dengan kekhasan dan
keistimewaannya Ul daul tidak hanya menjadi musik tradisional yang di minati di daerahnya
sendiri, melainkan juga di minati di luar daerah seperti Surabaya, Jogja, Solo, hingga Jakarta.
Ul daul banyak juga yang mengatakan sebagai musik perkusi berlatar etnik. Musik tradisional
yang bermula dari Kabupaten Pamekasan ini sekarang seakan menjadi icon penting di setiap
acara-acara besar khususnya di wilayah Madura, seperti peringatan hari-hari besar Nasional,
tutup ajaran sekolah (imtihan), maupun peringatan hari besar keagamaan. Sebab Ul daul dapat
menyesuaikan konten-konten lagunya sesuai kebutuhan. Mulai dari lagu tradisional Madura,
lagu dangdut, sampai lagu-lagu islami yang di kemas dalam musik qasidah. Bahkan, dari
keunikan musik inilah mahasiswa manc negara tergugah untuk melakukan studi banding.
Seperti halnya yang di lakukan oleh sejumlah peserta didik dari Austria, Afrika Selatan,
Suriname, Jepang, Hongkong, Timor Leste, Itali, Solomon Island, Nauru Pasifik, Samoa, serta
Tonga
Eksotika musik Ul daul antara lain terletak pada alat-alat yang dimainkan karena memanfaatkan
benda-benda yang berada di sekitar kehidupan warga. Bas misalnya, dihasilkan dari bunyi
silinder plastik besar. Selain itu, komposisi musik ini dipadu dengan kelenengan yang kerap
dipakai saat pementasan saronen. Keunikan lainnya, musik ini melibatkan beberapa orang yang
masing-masing mempunyai tugas sendiri, seperti tugas mengoprasikan alat-alat musik,
menggerek kereta dorong, dll. Hingga tidak jarang grup musik Ul daul memiliki personel 20-30
orang. Penyelenggaraan event-event musik Ul daul biasa diselenggarakan dengan dua metode
yakni kirap dan manggung.
Dalam membentuk grup musik tradisional Ul daul memanglah sedikit menguras finansial yang
tidak sedikit, yakni berkisaran antara 30-50 juta rupiah, melingkupi pembelian alat-alat musik,
pembuatan kereta dorong, seragam, dll. Sehingga wajar saja harga sewa grup Ul daul berkisaran
antara 1-2 juta rupiah setiap tampil.
Ul Daul Pertunjukan Musik Unik
Dari Pulau Madura
ayie77 (45)in #indonesia • 5 years ago (edited)
Ul-Daul secara umum adalah musik perkusi yang merupakan pengembangan musik Tong-tong, yakni
semacam kentongan dari batang bambu yang bisa dibawa kemana-mana, secara umum panjangnya
sekitar se-lengan orang dewasa. Musik yang berciri khas Madura yang dimainkan dengan pukulan
monoton namun melahirkan irama dinamis sebagaimana musik-musik perkusi umumnya.
Sebagai musik. Tong-tong, membuhkan alat-alat sederhana yang didapat disekitar masyarakat yang
semuanya terbuat dari bambu. Ada beberapa jenis ukuran yang terbuat dari potongan bambu; dari
mulai ukuran besar panjang sekitar setengah sampai satu meter dengan diameter 40 – 50 cm, yang akan
melahirnya bunyi besar. Sedangkan ukuran berikutnya, makin mengecil sesuai dengan kebutuhan irama.
Ketika ditabuh (dipukul dengan potongan kayu), masing-masing penabuh memiliki pukul
statis/monoton, namun keberagaman jenis dan ukuran yang beda akhirnya menjadi irama harmonis dan
indah. Musik Tong-tong, (kerap disebu untuk wilayah Kabupaten Sumenep, pernah dikembangkan
menjadi musik “Ghursah”, yaitu musik ini dikembangkan sebagai bentuk pengiring lagu-lagu, yang
umumnya lagu-lagu Madura oleh penyanyinya, dengan tetap mepertahankan musik perkusi. Namun
dalam musik Ghursah dibengkan dengan alat-alat musik lebih besar, bukan saja terbuat dari bambu, tapi
juga terbuat dari balok kayu. Tong-tong atau ghursah kerap disebut, dhung-dhung, bung-bung, dan
sebutan lainnya.
Musik Ghursah ini, spesifikasinya ditampilkan dalam penampilan terbuka sebagai tontonan umum.
Bahkan untuk acara hajat perkawinan, maupun acara-acara penyambutan tamu; tamu kunjungan
maupun tamu wisata. Tapi disayangkan, musik Ghursah ini hilang begitu saja
Sebagaimana musik Tong-tong, Ul-daulpun awal pengembangannya diperagakan sebagai musik patrol
sahur, namun dalam perkembangannya musik Tong-tong kurang diminati, lantaran – barangkali – alat-
alat musik lain mulai dipegunakan para patroli sahur. Bahkan bukan alat-alat musik yang mulai terjadi
perubahan, alat suara (sound system) jauh lebuih praktis dan nyaring dimanfaatkan kelompok patrol ini
berkeling kampung. Dari sinilah tradisi patrol sahur dalam bulan Ramadlan semakin langka.
Entah bagaimana awalnya, tampaknya ada kesepakatan tidak tertulis dari pelaku patrol sahur.
Barangkali mereka (patroli sahur) termotivasi fenomena musik di Indonesia, sehingga musik Tong-tong
dikembangkan lagi menjadi lebih proporsional. Alat-alat musik tidak ada bedanya dengan alat musik
sebelumnya, namun disini dilengkapi intrumen baru, meski sangat sederhana. Contoh misal, untuk
melahirkan irama melodi mereka gunakan alat musik gamelan peking, atau untuk tambur, mereka galon
minuman mineral untuk melahirkan bunyi bas, dan lainnya.