Anda di halaman 1dari 2

MUSIK tradisional Lampung sebenarnya punya warna tersendiri yang sangat khas.

Musik cetik,
misalnya. Alat musik tradisional dari pesisir barat Lampung memiliki karakter Lampung yang
sangat kuat.

Alat musik tradisional inilah yang sedang dieksplorasi dan diangkat oleh Komunitas Musik
Kontemporer Lampung (KMKL). Penggiat musik kontemporer Lampung dari KMKL, Entus
Alfari, mengatakan tahun lalu KMKL mendapatkan penghargaan sebagai penyaji terbaik di
pentas seni musik tradisional yang diadakan di Gedung Kesenian Jakarta. Saat itu, KMKL
memainkan alat musik cetik ini bersama siswa-siwa SD binaan mereka.

Menurut Entus, musik kontemporer memiliki komposisi musik yang sangat luas. Memasukkan
segala unsur bunyi-bunyian. Benda apa pun bisa menjadi alat musik, seperti panci, kaleng bekas,
ember, atau apa saja. Tentunya dengan estetika komposisi musik yang jelas dan terkonsep.

"Musik kontemporer bisa mengeksplorasikan karakter-karakter pemain musik tersebut. Mereka


bisa bebas berekspresi," ujarnya ketika ditemui Lampost saat sedang latihan di sebuah studio di
daerah Rawa Laut, seminggu lalu. Salah satu tokoh musik kontemporer dari Lampung yang juga
penggagas musik kontemporer Indonesia adalah Rusli Sukur.

Musik kontemporer bisa merangsang kreativitas anak-anak muda untuk mengeksplorasi budaya
tradisionalnya sendiri.

Menurut dia, di luar negeri, musik kontemporer ini sangat dihargai dan menjadi tontonan yang
menarik bagi masyarakat di sana. "Mereka sudah tidak apresiatif lagi untuk musik-musik umum.
Bosan mungkin," kata dia.

Konsistensi KMKL dalam jalur musik kontemporer terbukti dengan seringnya mereka pentas
dalam ajang pergelaran ataupun festival musik kontemporer di dalam negeri. Seperti pada Riau
Hitam-Putih World MusiC Festival. KMKL sudah dua kali mengikuti ajang musik kontemporer
internasional ini. Bahkan Gilang Ramadhan (penabuh drum Krakatau, red) berkaloborasi dengan
KMKL pada pentas musik kontemporer 2008 di Surabaya. Masih dalam tahun yang sama,
KMKL berkaloborasi dengan grup musik indie Lampung, 7th Sky. Sedangkan pada 2009 ini,
KMKL merangkul personel-personel dari beberapa grup musik indie Lampung, seperti Bluberry,
The Syalala, dan Reggea Mampus.

Entus menjelaskan beberapa anak muda yang memainkan alat musik modern adalah Deni
"Bluberry" (gitar), Reza "The Syalala" pada (drum), Windu "The Syalala" (bas), Deni "Reggea
Mampus" (keyboard), dan Syahri (vokal). Sedangkan untuk alat musik tradisional seperti
gendang melayu, kulintang, rebana, cetik, dan lain-lain dimainkan oleh musisi-musisi
kontemporer KMKL, seperti Nyoman, Ari, Akin, dan Entus.

Menurut dia, KMKL memiliki visi memajukan seni budaya khas Lampung. Lampung cukup
terkenal dengan Teater 1-nya, tetapi untuk seni musik tradisional belum seperti yang diharapkan.
"Kami coba dengan segala upaya agar bisa eksis," kata Entus yang juga ketua Komite Musik
DKL ini.
Berbicara tentang musik kontemporer, masyarakat internasional pasti akan menyebut Riau
dengan Hitam-Putih Contemporer Music Festival-nya. Atau, Jakarta dengan Java Jazz-nya.
"Lalu, Lampung apa? Ini yang harus menjadi perhatian kita," kata dia. MG13/M-1

Anda mungkin juga menyukai