Anda di halaman 1dari 3

ASAL USUL MUSIK BAMBU

Pada awalnya musik bambu tiup dikenal warga masyarakat di sulawesi Utara sekitar abad 18 melalui
adanya sekolah-sekolah Zending yang didirikan oleh bangsa barat. Di sekolah-sekolah ini diajarkan seni
suara yang kemudian diiringi dengan musik terutama suling dan musik tiup lainnya. Kesenian ini dapat
berkembang di Minahasa karena ditunjang dengan tersedianya atau mudah diperolehnya bahan baku
bambu, juga didukung oleh minat dan bakat serta perhatian warga masyarakat terhadap seni musik
tersebut. Terutama mereka yang memiliki keahlian khusus di bidang seni ini yang mampu merancang
bentuk dan bunyi yang khas. Dalam perkembangannya di daerah Minahasa sejak tahun 1925 musik
bambu mulai diikutsertakan dalam lomba. Ketika itu sudah terbentuk beberapa kelompok musik yang
memiliki pelatih dan konduktornya di beberapa wilayah daerah Minahasa antara lain Bpk. Wellem
Ransum (di Maumbi), Bpk. Najoan (di Kawangkoan), Bpk. Kapel Makalew (di Talawaan Airmadidi), Bpk.
Tidajoh (di Tatelu), Bpk. Lensun (di Tomohon) dan Bpk. Sanger ( di Kakas). Sejak itu kesenian musik
bambu di tanah Minahasa semakin populer dan digemari oleh karena bunyi dan perpaduan iramanya
yang khas. Keberadaan kesenian musik bambu bila dibandingkan dengfan daerah lainnya di Sulawesi
Utara, maka keberadaannya di Minahasa berkembang cukup baik. Hal ini terbukti dengan adanya
kelompok-kelompok musik di wilayah ratahan, Tomohon, Amurang, Tanawangko, Pineleng dan daerah
lainnnya yang memiliki beberapa kelompok musik dalam satu wilayah. Sebagai contoh di wilayah
Tanawangko Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa memiliki 7 kelompok musik khusus di Desa
Lemoh yang merupakan salah satu desa di Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa memiliki 4
kelompok musik, sekaligus sebagai daerah penghasil alat musik bambu.

Pertunjukan atau atraksi kelompok musik bambu biasanya ditampilkan pada acara-acara atau hajatan
masyarakat seperti pada pesta perkawinan, upacara kematian (pemakaman jenazah), penjemputan
tamu (para pejabat pemerintah dan lainnya) dan pada peringatan hari-hri raya nasional juga dalam
kegiatan masyarakat yaitu perayaan hari ulang tahun, syukuran baptisan dan lainnya. Teristimewa pada
pertunjukan yang paling bergengsi yaitu dalam perlombaan antar kelompok musik itu sendiri, baik di
tingkat kecamatan maupun di tingkat kabupaten dan provinsi.

Kebanggaan masyarakat pendukung kesenian tradisional musik bambu di Minahasa terlihat melalui
keterlibatan masyarakat dan dukungan generasi muda dalam perannya ikut memainkan musik ini.
Demikian pula banyak warga dan kaum muda yang gemar mendengar musik ini, bahkan ada yang telah
merekamnya atau memiliki kaset rekamannya sehingga dapat didengar dimana saja baik di rumah,
mobil dan di tempat lainnya. Sehubungan dengan itu, maka antisipasi para pelaku seni dalam
mempertahankan kesenian khas musik bambu Minahasa ini adalah berupaya terus untuk meningkatkan
mutu/kualitas bunyi irama yang harmonis melalui penyajian lagu-lagu yang tidak terbatas pada lagu
daerah saja melainkan dapat tampil dengan lagu-lagu yang digemari masyarakat umum sebagai
konsumen. Juga melakukan regenerasi pelaku seni oleh para pelaku seni senior agar dapat dilestarikan
oleh generasi selanjutnya.
Demikian sekilas tentang keberadaan musik tradisional di Minahasa yaknPada awalnya musik bambu
tiup dikenal warga masyarakat di sulawesi Utara sekitar abad 18 melalui adanya sekolah-sekolah
Zending yang didirikan oleh bangsa barat. Di sekolah-sekolah ini diajarkan seni suara yang kemudian
diiringi dengan musik terutama suling dan musik tiup lainnya. Kesenian ini dapat berkembang di
Minahasa karena ditunjang dengan tersedianya atau mudah diperolehnya bahan baku bambu, juga
didukung oleh minat dan bakat serta perhatian warga masyarakat terhadap seni musik tersebut.
Terutama mereka yang memiliki keahlian khusus di bidang seni ini yang mampu merancang bentuk dan
bunyi yang khas. Dalam perkembangannya di daerah Minahasa sejak tahun 1925 musik bambu mulai
diikutsertakan dalam lomba. Ketika itu sudah terbentuk beberapa kelompok musik yang memiliki pelatih
dan konduktornya di beberapa wilayah daerah Minahasa antara lain Bpk. Wellem Ransum (di Maumbi),
Bpk. Najoan (di Kawangkoan), Bpk. Kapel Makalew (di Talawaan Airmadidi), Bpk. Tidajoh (di Tatelu), Bpk.
Lensun (di Tomohon) dan Bpk. Sanger ( di Kakas). Sejak itu kesenian musik bambu di tanah Minahasa
semakin populer dan digemari oleh karena bunyi dan perpaduan iramanya yang khas. Keberadaan
kesenian musik bambu bila dibandingkan dengfan daerah lainnya di Sulawesi Utara, maka
keberadaannya di Minahasa berkembang cukup baik. Hal ini terbukti dengan adanya kelompok-
kelompok musik di wilayah ratahan, Tomohon, Amurang, Tanawangko, Pineleng dan daerah lainnnya
yang memiliki beberapa kelompok musik dalam satu wilayah. Sebagai contoh di wilayah Tanawangko
Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa memiliki 7 kelompok musik khusus di Desa Lemoh yang
merupakan salah satu desa di Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa memiliki 4 kelompok musik,
sekaligus sebagai daerah penghasil alat musik bambu.

pertunjukan atau atraksi kelompok musik bambu biasanya ditampilkan pada acara-acara atau hajatan
masyarakat seperti pada pesta perkawinan, upacara kematian (pemakaman jenazah), penjemputan
tamu (para pejabat pemerintah dan lainnya) dan pada peringatan hari-hri raya nasional juga dalam
kegiatan masyarakat yaitu perayaan hari ulang tahun, syukuran baptisan dan lainnya. Teristimewa pada
pertunjukan yang paling bergengsi yaitu dalam perlombaan antar kelompok musik itu sendiri, baik di
tingkat kecamatan maupun di tingkat kabupaten dan provinsi.

Kebanggaan masyarakat pendukung kesenian tradisional musik bambu di Minahasa terlihat melalui
keterlibatan masyarakat dan dukungan generasi muda dalam perannya ikut memainkan musik ini.
Demikian pula banyak warga dan kaum muda yang gemar mendengar musik ini, bahkan ada yang telah
merekamnya atau memiliki kaset rekamannya sehingga dapat didengar dimana saja baik di rumah,
mobil dan di tempat lainnya. Sehubungan dengan itu, maka antisipasi para pelaku seni dalam
mempertahankan kesenian khas musik bambu Minahasa ini adalah berupaya terus untuk meningkatkan
mutu/kualitas bunyi irama yang harmonis melalui penyajian lagu-lagu yang tidak terbatas pada lagu
daerah saja melainkan dapat tampil dengan lagu-lagu yang digemari masyarakat umum sebagai
konsumen. Juga melakukan regenerasi pelaku seni oleh para pelaku seni senior agar dapat dilestarikan
oleh generasi selanjutnya.

Demikian sekilas tentang keberadaan musik tradisional di Minahasa yakni “Musik Bambu”
 KLASIFIKASI MUSIK BAMBU

Minahasa adalah salah satu wilayah yang ada di Provinsi Sulawesi Utara yang memiliki jenis kesenian
tradisional “Musik Bambu”. Klasifikasi kesenian tradisional musik bambu ini termasuk dalam kategori
musik orkestra instrumental dengan cara memainkannya adalah ditiup. Keberadaannya di tanah Toar-
Lumimuut 9cikal bakal etnis Minahasa) diawali dengan satu jenis alat musik tiup yaitu suling (seruling)
atau yang disebut juga “bangsing”. Kemudian dalam perkembangannya dilengkapi dengan jenis musik
tiup lainnya seperti korno, klarinet, sxsofon dan bas (overton, cello dan tuba), juga jenis alat musik
tambahan lainnya yang tidak ditiup antara lain bas drum (tambur besar), snar drum (tambur kecil),
symbal dan kapuraca sebagai pelengkap bunyi dan harmonisasi musik instrumentalia. Satu kelompok
musik bambu biasanya beranggotakan sekitar 20-50 orang, yang masing-masing memiliki alat musik
untuk ditiup atau ditabuh dan lainnya.

 DAMPAK POSITIF DAN NEGAATIF

-Positif di masyarakat dan anak sekolah

1. Membangun rasa solidaritas saling membantu satu sama lain

2. Saling melengkapi

3. menambah ilmu tentang kesenian

4. membangun karakter yang lebih baik

5.

-Negatif

1. kurangnya upah yg diterima(Masyarakat)

Anda mungkin juga menyukai