aminsflii@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan respon dari Mesir terhadap Proyek
Bendungan Grand Ethiopian Renaissance Di Ethiopia Tahun (2020) Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Kepentingan Nasional dan Common Resource Pool/ Tragedy Of The
Common. Hasil dari penelitian menggambarkan alasan dibalik reaksi extrim Mesir terhadap
rencana Ethiopia yang berencana membuat bendungan listrik air. Berada di sumber air yang ber
-tenggung jawab atas 80% debit air ke saluran sungai Nil. Mesir merasa terancam jika
bendungannya sudah jadi bisa menjadi ancaman besar terhadap Mesir
ABSTRACT
The purpose of this study is to explain the response from Egypt to the Grand Ethiopian
Renaissance Dam Project in Ethiopia in (2020). The method used in this study is a descriptive
study with a qualitative approach. The data collection technique used is a literature study. The
theory used in this study is the National Interest and the Common Resource Pool/Tragedy Of
The Common.. The results of the study describe the reasons behind Egypt's extreme reaction
to Ethiopia's plan to build a hydroelectric dam in a water source that is responsible for 80%
of the water discharge. in the channel of the Nile which if the dam is finished it could be a big
threat to Egypt
Sungai Nil yang mengalir dari selatan ke utara melalui Afrika timur. dimulai di
sungai yang mengalir ke Danau Victoria (terletak di Uganda modern, Tanzania, dan
Kenya), dan bermuara ke Laut Mediterania lebih dari 6.600 kilometer (4.100 mil) ke utara,
hal ini menjadikan sungai Nil sebagai salah satu sungai terpanjang di Dunia dan luasnya
mencakup sekitar sepersepuluh dari luas benua nya Afrika. Sungai Nil yang menjadi
panggung evolusi serta kematiannya banyak peradaban di dunia kuno. Sisi utara sungai
Nil yang dibatasi oleh Mediterania, sisi timur yang berbatasan dengan Perbukitan Laut
Merah dan Dataran Tinggi Ethiopia, sisi selatan yang berbatasan dengan Dataran Tinggi
Afrika Timur, yang meliputi Danau Victoria sumber Sungai Nil dan di barat dengan batas
air yang kurang jelas antara lembah Nil, Chad, dan Kongo, membentang ke barat laut
hingga mencakup Pegunungan Marrah di Sudan, Dataran Tinggi Al-Jilf al-Kabīr di Mesir,
Ketersediaan air dari Sungai Nil sepanjang tahun, ditambah dengan suhu tinggi di
kawasan itu, memungkinkan adanya budidaya cocok tanam secara intensif di sepanjang
tepiannya.
Geografis akan sungai Nil ini yang melintasi benua afrika menjadikan sungai Nil
sebagai backbone dari pertumbuhan banyak peradaban dan negara di sepanjang alurnya.
Jika di lihat dari alur akan sungai ini, maka arus yang mengalir mempunyai alur yang
bercabang seperti pohon kelapa, dari peta geografis ini bisa dilihat bahwa sebagian negara,
terlebih lagi yang terletak di daerah hilir mempunyai advantage lebih, seperti yang pernah
di katakan Norton Ginsburg (Ginsburg, 1957) bahwa salah satu advantage besar bagi
sebuah negara untuk perkembangan ekonomi negaranya yang cepat adalah posesi akan
sumber daya alam yang besar dan diversified meskipun tidak semua nya seperti itu. Akan
tetapi jika negara terlalu bergantung dengan sumber alamnya dan tidak bisa memperluas
pasar ekonomi nya, resources abudance bisa juga menjadi hal yang buruk bagi mereka
kedepannya, bisa dilihat dari contoh kasus di lapangan yang sudah terjadi, dari laporan
Trade And Development, 2019) bahwa dilihat dari bagaimana struktur ekonomi global dan
bergantung pada sumber daya alamnya berada dalam disadvantage yang serius.
akan kebutuhan manusia dari sungai Nil ini, hal ini menyebabkan adanya pergantian dari
sifat sungai Nil ini yang tadi nya resource airnya sungai ini terasa infinite semakin terasa
bahwa sebenarnya realita nya air dari sungai ini sifat nya finite.
tulis oleh Hotelling, dia memperingatkan akan explotasi dan monopoli akan sumber daya
alam yang berlebihan tampa diimbangi effort yang sesuai dalam menjaga kelangsungan
sumber daya alam itu sendiri akan memiliki efek samping yang fatal pada generasi
kedepannya dan bisa dilihat dari tulisan ia yang merupakan karya dari 90 tahun yang lalu
Di paper yang berjudul “Water, Security and Conflict” oleh Peter Gleick and
Charles Iceland (2018) Air bersih sangat penting untuk semua ekonomi dan kegiatan
sosial, mulai dari produksi pangan dan energi untuk pemeliharaan ekosistem alam yang
memberikan pelayanan dasar bagi manusia. Namun sumber daya air bersih terbatas, tidak
merata penempatannya, semakin tercemar atau digunakan secara berlebihan, dan buruk
menempatkan tekanan lebih pada sumber air, bahkan di daerah di mana sumber daya air
alami berada sebelumnya dianggap melimpah. Segala tekanan ini semakin menjadikan isu
ini menjadi implikasi politik dan kemanan (Gleick & Iceland, 2018)
Faktor – faktor berikut di atas yang bisa menyebabkan sifat dari masing – masing
negara yang mempuyai kepentingan di sungai Nil ini mengambil perubahan sifat yang
defensif atau bahkan berinisiatif dan mengambil sifat offensive terhadap segala subjek
tentang sungai Nil yang akan mempengaruhi dari debit dan air bersih yang di terima
masing – masing.
Renaissance Dam ini bisa di tarik ke bulan November 1914. Pada saat itu Inggris
menyatakan perang terhadap Kekaisaran Ottoman dan singkat cerita kemenangan Inggris
pada bulan Desember. Inggris pun berhasil mengklaim atas Mesir serta kedaulatannya.
Meskipun akan posisi Inggris yang tidak meng-okupasi paksa secara militer, mereka tetap
menjadikan Mesir sebagai puppet state. Hal ini dilakukan karena mulai naiknya ke
khawatiran Inggris, akan mulai populernya gerakan nasionalis di Mesir pada waktu itu,
sedangkan pada waktu itu sudah terlalu banyak orang Inggris yang berinvestasi di Mesir.
Mesir pada saat itu juga mempunyai banyak pinjaman ke badan finansial di Eropa.
Okupasi Inggris terhadap Mesir ini di dorong secara garis besar sebagai upaya akan
menjaga kepentingan ekonomi mereka di teluk Suez, tempat lewat nya perdagangan dunia
yang masih relevan hingga sekarang dan juga industri produksi kapas untuk di expor ke
Inggris Mesir juga berfungsi terhadap Inggris sebagai projeksi kekuatan mereka terhadap
Perindustrian Mesir yang sangat bergantung akan sungai Nil, membuat Inggris
banyak membantu akan kelancaraan akses dari sungai Nil tampa interupsi dari negara –
negara riparian nya, Pertama – tama Inggris membuat perjanjian dengan negara kolonial
lainnya seperti Inggris dan Italy yaitu perjanjian protocol Rome pada tahun 1891 mengenai
isu perbatasan antara Sudan dan Eritrea, dalam perjanjian protokolnya Itali berjanji tidak
akan ada yang mengganggu arus debit banyaknya air menuju Mesir. Yang kedua
menciptakan aggrement antara kerajaan Ethiophia atas tidak adanya konstruksi di Blue
Nile, Danau Tana, dan Sungai Sobat yang mengganggu akan arus debit air ke Mesir.
Yang ketiga perjanjian dengan Belgium ( Kongo dibawah Belgium saat itu) pada
tahun 1906 yang bertujuan untuk tidak adanya konstruksi yang mengganggu akan
masuknya debit air ke Danau Albert, yang keempat adalah pengadaan perjanjian Triparte
antar para negara Kolonial yaitu Inggris, Prancis dan Italy yang juga dimana dalam
perjanjian ini menjaga akan persatuan Ethiophia dan menjaga kepentingan Inggris dan
Mesir di Basin Nil, perjanjian 1929 dan 1959 lah yang biasanya di jadikan oleh Mesir
regionnya.
Ethiophia yang terjebak dalam perang saudara lebih dari 16 tahun berusaha bangkit
dari keterpurukannya dan mereka terasa sangat tertinggal dari negara lain di regionnya,
Ethiophia merasa terugikan dengan segala perjanjian – perjanjian akan penggunaan sungai
Nil dikarenakan yang menandatangani Perjanjiannya dulu saja sudah tidak relevan,
sehingga dengan itu mereka melakukan reformasi negara dengan salah satu nya melalui
projek GERD.
Millennium Dam adalah bendungan di Sungai Nil Biru di Ethiopia yang sedang dibangun
Tujuan utama dibangun bendungan ini adalah produksi listrik untuk mengatasi
kekurangan energi yang parah di Ethiopia dan untuk ekspor listrik ke negara-negara
tetangga lebihnya. Dengan kapasitas terpasang yang direncanakan sebesar 6,45 gigawatt,
bendungan ini akan menjadi pembangkit listrik tenaga air terbesar di Afrika setelah selesai
dikarenakan merasa akan perjanjian dari tahun 1929 dan 1959 nya terlanggar khawatir
bahwa pembangunan GERD ini akan mempengaruhi akan arus dari sungai Nil ke wilayah
mereka, dikarenakan pasti ada periode dimana pengisian bendungan ini yang dimana
Mesir khawatir makin memperburuk kedaaan di Mesir yang meskipun dengan arus debit
Kerangka Analisis
Dalam penelitian ini, penulis akan membahas akan “Kepentingan Mesir Dalam
Proyek Bendungan Besar Di Ethiopia Tahun 2021”. Pembahasan ini akan berusaha
menjelaskan kenapa Mesir begitu keras kepala akan kepentingannya mereka terhadap
sebuah projek infrastructure yang ber-sifat nya self – sufficient tampa melibatkan bantuan
finansial dari siapapun oleh sebuah negara lain yang terletak ribuan kilometer jauhnya
Hal ini dilakukan Mesir dikarenakan mereka merasa terancam akan status Ethiophia jika
bendungannya sudah jadi, karenakan akan implikasi jangkauan kemampuan Ethiopia terhadap
nasib negara – negara dibawahnya akan pasokan air dan juga Mesir khawatir dengan besarnya
bendungan maka volume air yang dibutuhkan untuk pengisiannya dengan Ethiophia yang ingin
secepat nya projek nya selesai bisa mengganggu secara massif terhadap pasokan air Mesir
dimana juga banyak infrastruktur airnya yang sudah terdegradasi serta terpolusi.
Nasional dalam mencoba menjawab kepentingan Mesir perihal bendungan Eropa, Burchill
menulis Kepentingan nasional yang dipengaruhi oleh kondisi anarki sistem internasional
yang menimbulkan konflik antar negara yang akan berdampak pada stabilitas negara,
kelangsungan hidup, dan keamanan negara. Selain itu, tujuan dan sarana kepentingan
nasional bersifat permanen dan tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan internal
pemerintah atau ideologi yang dapat ditempuh melalui kekuatan militer (Burchill, 2005).
dan Teori yang kedua menggunakan Common Resources Pool yang bersangkutan dengan
Tragedy Of The Common. konsep ini berasal dari sebuah esai yang ditulis pada tahun
1833 oleh ekonom Inggris William Forster Lloyd. Konsep ini dikenal luas sebagai
“Tragedy of the commons " lebih dari satu abad kemudian setelah sebuah artikel yang
ditulis oleh Garrett Hardin pada tahun 1968 (Hardin, 1968). Konsep ini menggunakan
kasus apa yang terjadi pada padang penggembala yang dibiarkan terbuka umum untuk
banyak kawanan ternak. Lloyd menunjukkan bahwa, dengan sumber daya yang tersedia
untuk semua, penggembala yang paling rakus akan memperoleh paling banyak untuk
sementara waktu. Tapi permintaan tumbuh sejalan dengan naiknya populasi (sementara
supply tetap), akan tiba saatnya ketika para penggembala, yang bertindak individual dan
egois, akan terjebak oleh dorongan kompetitif mereka antar sama lain. Teori ini dignakan
untuk menjelaskan sungai nil sebagai Common Resources Pool dan ternacam akan
Dalam operasional konsep nya yang pertama menggunakan “Kepentingan Mesir Atas
Sumber Daya” dalam menjelaskan hak Mesir dalam menjaga kepentingan negaranya tidak
terganggu oleh Ethiopia dalam pembuatan bndungan nya. Operasional konsep yang kedua
adalah “Kepentingan Industri Mesir Dalam Proyek GERD” yang adalah kelanjuta dari
bendungan ini bisa menganggu industri Mesir. Operasional Konsep yang ketiga adalah
“Kepentingan keamanan Mesir dalam projek GERD” yang dimana mengangkat kedua
operasional konsep di atas menjadi isu sekuriti bagi Mesir, yang dimana dengan adanya
bertujuan untuk meneliti keterkaitan antar variabel: Variabel 1 (Kepentingan Mesir) dan
Variabel 2 (Proyek GERD) dan Sistematika penelitian. Metode yang di gunakan untuk
penelitiannya sendiri ialah sebuah metode yang menekankan pada aspek pemahaman yang
eksplanatif. Peneliti akan menganalisis data yang sudah didapatkan dari hasil pengamatan
yang dapat kemudian disesuaikan dengan konsep – konsep Kepentingan Nasional dan
Common Resources Pools /Tragedy Of The Commons sehingga bisa menjawab pertanyaan
Pembahasan
Sungai Nil dan daerah persekitaran kantong – kantong airnya terhitung sekitar
3,254,555 kilometer atau dibaca hampir 3 setengah juga kilometer yang sekitar dari 10% nya
benua afrika (Nile Basin Initiative, 2016) dan banyaknya kantong – kantong sumber air yang
ber-arti sungai Nil ini mempunyai banyak sumber yang tersebar di berbagai negara.
Daratan sungai Nil ini rumah bagi sekitar 257 juta orang yang merupakan 54% dari
total 11 negara (Nile Basin Initiative, 2016) yang berbagi sungai Nil yaitu Ethiopia, Sudan,
South Sudan, Egypt, Rwanda, Tanzania, Uganda, Burundi, the Democratic Republic of
Congo, Eritrea and Kenya. Sungai Nil bagi para negara ini memainkan peran penting dalam
Pertanian yang menjadi salah satu sektor ekonomi yang dominan dengan 20% GDP dari
negara - negara Nil dihasilkan oleh pertanian. Pertanian masih mendominasi perekonomian
banyak negara di kawasan ini dikarenakan kurangnya inrastruktur yang signifikan dalam
mendorong masyarakat terjun ke pasar lain. Mesir memiliki pendapatan per kapita tertinggi
(2011 PPP$2013) sebesar US$10.733, hampir 15 kali lebih besar dari Burundi yang terendah
US$747. Ethiopia memiliki tingkat pertumbuhan PDB riil tertinggi sebesar 8,5%.
Kemiskinan yang tersebar luas, dan kondisi sosial-ekonomi membuat sulit sebagian
besar penduduk lembah sungai Nil. Berdasarkan pendapatan saja, lebih dari 40% populasi
sebagian besar negara-negara sungai Nil hidup dengan kurang dari garis kemiskinan
internasional sebesar 1,25 Dollar/18 ribu Rupiah per hari (power parity terms /dalam
kemampuan daya beli) PPP. Di lima negara, persentase penduduk dibawah PPP 1,25
Dollar/18 ribu Rupiah per hari lebih besar dari 40 persen; lebih dari 60 persen di tiga negara.
Mengatasi tingkat kemiskinan yang ekstrem seperti ini merupakan prioritas semua negara di
Perbedaan jauhnya ekonomi negara dengan satu sama lainnya sebagian besar sungai
Nil di sebabkan negara – negaranya yang baru bangun dari derita kolonialisme bertahun –
tahun serta di hantui oleh peperangan antar negara maupun peperangan saudara seperti yang
kita tahu menghantui negara – negara ini :Ethiopia yang di hantui perang saudara, Rwanda
akan tragedi genosida nya dan Perang kedua Congo atau yang lebih dikenal sebagai Perang
Besar Afrika yang secara resmi di ikuti oleh 9 negara afrika lainnya akan tetapi ada 25
kelompok bersenjata saling melawan, terus berganti sisi masing – masing dan membunuh
Berbagi sumber daya air lintas batas adalah hal yang sangat sulit.hal ini terutama berlaku
untuk Sungai Nil yang merupakan sungai terpanjang di dunia yang melewati banyak negara
dan merupakan tulang punggung dari semua negara – negara tersebut. Masalah muncul dimana
seiring perkembangan zaman dan seiring meledak nya populasi para negara-negara riparian,
menuntut jatah air melebihi persediaan yang tersedia. Negara riparian itu sendiri adalah negara
yang terletak bibir sepanjang alur sungai. Besarnya tekanan terhadap sumber air ini dari
berbagai macam akibat dari perubahan iklim dan tindakan manusia yang secara tidak langsung
mensabotase sungai ini, membuat akses terhadap air semakin sulit di wilayah yang memang
pada dasar nya akses ke air itu sudah susah. Maka topik akan akses dan penggunaan dari sungai
Nil akan menimbulkan perdebatan masalah ekonomi, lingkungan dan tantangan keamanan
yang serius. Meskipun bisa diadakan nya perjanjian akan pemanfaatannya wajar dan adil bagi
seluruh pihak yang terlibat. Kenyataannya yang terjadi adalah di kasus sungai Nil hanya
negara-negara riparian yang lebih rendah terutama Mesir dan Sudan yang mempunyai
hegemoni yang berkesan opresif kepada negara lainnya dan salah satu korban nya adalah
Ethiopia
Untuk waktu yang lama, Mesir telah menjadi hegemon utama negara Bagian di
Lembah Nil: 'Melalui segudang mekanisme dan taktik Mesir mampu mempertahankan
perannya sebagai hidro-hegemon regional dan secara efektif menghambat persaingan apapun
atas pasokan airnya. Baru-baru ini negara-negara bagian hulu, terutama Ethiopia, telah
menantang hegemoni hidro Mesir dan melakukan berbagai tindakan untuk mengubah status
quo. Peluncuran dari Nile Basin Initiative (NBI), adopsi dari Cooperative Framework
lakukan.
Mesir yang sadar akan pentingnya sungai Nil terhadap mereka, sudah sejak ber-abad
kepentingannya di sungai Nil dan menghalangi negara – negara yang berada di hulu sungai
dikarenakan pentingnya akan Mesir dan terusan Suez kepada kontribusi keuntungan
perdagangan mereka dan apalagi kepada Inggris sebagai stake holder paling besar. Meskipun
bergesekan dengan kolonis lainnya seperti Beligia dan Italia. Inggris secara efektif berhasil
memonopoli akan Sungai Nil dari asalnya hingga ke Laut Mediterania. Menggunakan berbagai
cara untuk punya kontrol penuh dari akan Sungai Nil, penggunaaan strategi pengadaan
perjanjian yang bersifat normatif dan dengan demikian membentuk praktik yang tertanam di
institusi – institusi kolonialisme yang berada di sana. Hal ini terbukti efektif dengan adanya
perjanjian – perjanjian ini yang Inggris dan Mesir berhasil tanam, membentuk garis fudumental
yang harus di ikuti oleh para pemegang kepentingan ke depannya dalam membuat keputusan
dan mempunyai pegangan yang kuat secara legalitas dan dengan ini Inggris dan Mesir berhasil
Diawal tahun 2000 setelah partai EPRDF mengambil alih pemerintahan, situasi mulai
mereda di Ethiopia dan demokrasi direstorasikan, meskipun masih ada konflik secara flare up
seperti konflik dengan Eritrea, eleksi tahun 2005 dan pengiriman bantuan tentara ke Somalia
(Marcus, Mehretu, & Marcus, 2021), Ethiopia yang berusaha membangkitkan ekonomi nya
kembali dan mulai mencari opsi – opsi lain dalam mendiversifikasi ekonomi di negaranya yang
di dominasi oleh agrikultur dan pertanian, Ethiopia melihat mesir yang berhasil dengan
Ethiopia melihat geografis negaranya yang berada di daratan tinggi. Mereka melihat
kesempatan besar dalam memanfaatkan teknologi hydro dan memutuskan untuk membuat
bendungan tertinggi di dunia pada zamannya setinggi 188 meter yang selesai dibangun pada tahun
2009 di Sungai Tekeze di utara Ethiopia (Power, 2009). Mereka juga membangun bendungan di
sungai Omo setinggi 240 meter dan mengalahkan bendungan mereka yang berada disungai
Tekeze, pembangkit listrik dari tenaga airnya pun menggandakan produksi listrik Ethiopia pada
waktu itu (Kebede, 2017). Meskipun dam ini membawa manfaat positif bagi produktifitas
Ethiopia, banyak pihak yang dirugikan oleh pembangunan dam ini, terutama para suku tribal yang
mengandalkan alur natural dari sungai Omo dan banjir tahunan dalam pensuburan tanah
dikarenakan arus sungai yang berkurang dan tidak adanya sedimen – sedimen sebelumnya yang
terbawa arus sungai lagi karena tertahan di dam nya (Parker, 2017)
Melihat suksesnya projek – projek mereka sebelumnya, Ethiopia pun berencana untuk
membangun bendungan Grand Renaissance yang akan memiliki daya tampung 67 miliar meter
kubik air, terbesar dari yang sudah ada di Etiopia dan di projeksikan untuk menghasilkan 6000
megawatt listrik. Orang Etiopia berharap semua energi yang dihasilkan oleh GERD akan masuk
ke jaringan energi nasional Ethiopia untuk pembangunan di seluruh sektor negara, baik di daerah
pedesaan maupun perkotaan. Peran GERD akan bertindak sebagai tulang punggung dari
stabilisasi jaringan listrik nasional Ethiopia yang akan mengangkat negara mereka keluar dari
kemiskinan
Situs bendungannya sendiri sudah diidentifikasi ketika Biro Reklamasi AS pertama kali
melakukan survei terhadap sungai Nil Biru antara tahun 1956 hingga 1964. Dua survei lokasi juga
dilakukan lagi pada Oktober 2009 dan antara Juli-Agustus 2010, dengan desain diserahkan pada
November 2010 dan pada 31 Maret 2011 projek ini di umumkan ke ranah publik (Mulat, A &
Moges, S, 2014).
bendungan The Grand Ethiopian Renaissance pada tahun 2011 disaat terjadinya revolusi besar –
besaran di Kawasan Arab yang dikenal dengan Arab Spring yang berimbas dengan protes besar –
besaran di Mesir hingga turun nya presiden Mubārak serta reformasi yang masif di kabinet
pemerintahan juga institusi negara. Kejadian ini membuat Mesir tidak punya kapasitas dalam
men-veto Ethiopia
Dengan total biaya yang hampir menyentuh 5 miliar dolar AS yaitu angka yang sama
dengan 7% dari bruto produk nasional Ethiopia sendiri pada 2016. Kurangnya pendanaan
internasional untuk proyek-proyek di Sungai Nil ini telah lama diduga disebab oleh kampanye
gigih dari Mesir untuk mempertahankan hegemoni di bagian atas air sungai Nil. (Tekuya, 2018)
dana internal dalam bentuk menjual kontrak obligasi/bonds dan membujuk pemotongan gaji
pegawai sipil dan bantuan dari diaspora/imigran asal Ethiopia yang tinggal di luar negeri
berupa finansial dan tenaga keahlian. Ethiopia juga memanfaatkan upaya Tiongkok dalam
misinya untuk mendapatkan pengaruh di benua Afrika untuk mendapatkan pinjaman (Wossenu
Sungai Nil yang merupakan common resources pool rawan terhadap dilemma Tragedy Of
The Common. Kondisi geologis akan benua Afrika juga memaksa para negara ini untuk terlalu
bergantung kepada sungai Nil. Yang dimana hal ini bisa memicu ada nya pemakaian berlebihan
tanpa memikir kan efek kedepan nya. Hal seperti pembangunan berlebihan, pembuangan
limbah dan pemakiaan berlebihan mengancam sungai Nil. Tragedies of commons ini terjadi
ketika tidak adanya empati bersama atas kelanjutan suatu sumber daya bagi semua kedepannya.
Sustainability menjadi isu kunci dalam mengelola sumber daya alam bersamaan dengan
berkembangnya kapitalisme. Menurut Willis Jenkins dalam tulisan nya: Sustainability adalah
sebuah kapasitas dalam mempertahankan entitas, hasil, dan proses akan sesuatu dari waktu ke
waktu, seperti pertanian, pengelolaan hutan, atau investasi keuangan yang berkelanjutan dan
kegiatan tersebut tidak menghabiskan sumber daya material yang digantung disertai tidak
Salah satu contoh exploitasi Common Resources Pool adalah kasus konstruksi
bendungan dan pembangkit listrik tenaga air Turki di sungai Tigris dan Efrat yang memotong
arus air dan diperkirakan telah memotong air ke Irak sebesar 80% sejak 1975 (Solomon &
Pitel, 2018)
Irak juga terkena dampak buruk oleh proyek bendungan ini (Sala & Laffert, 2021). Sebagai
akibat dari penurunan air, penggurunan dan salinasi, Irak kehilangan sekitar 25.000 hektar
lahan subur setiap tahun, yang sebagian besar di wilayah selatan negara itu (Wille, 2019).
Suriah juga terkena dampak langsung oleh proyek pembangunan bendungan Ankara, yang
telah mengurangi aliran air ke Suriah sekitar 60% (Eaudoc The International Water
Documentation Portal ). Kekeringan panjang yang dimulai pada tahun 2006 menghancurkan
pertanian Suriah dan memaksa sejumlah besar orang ke kota. Kekeringan ini juga telah
dikaitkan dengan pergolakan sosial dan kerusuhan yang menyebabkan perang saudara di
Suriah. Pada tahun 2011 (Karnieli, Shtein, Panov, Weisbrod, & Tal , 2019)
Mesir yang terkejut akan pengumuman pembuatan bendungan The Grand Ethiopian
Renaissance pada tahun 2011 disaat terjadinya revolusi besar – besaran sehingga Mesir tidak
mempunyai kapasitas dalam pemerintahan nya untuk men-veto keputusan Ethiopia. Mesir yang
takut akan pengurangan volume air secara besar – besaran menuntut agar Ethiopia
menghentikan pembangunan bendungan sebagai prasyarat negosiasi akan tetapi hal ini tidak di
gubris oleh Ethiopia. Dikarenakan Ethiopia ber-argumen bahwa pembangunan bendungan ini
Mesir yang merasa terancam oleh pembangunan Grand Ethiopian Reinassance Dam
bisa di simpulkan menjadi 2 faktor yaitu faktor pertama adalah pada saat proses pengisian
bendungan yang di targetkan oleh Ethiopia pada saat tahun penulisan dan faktor kedua
Pihak Ethiopia dalam waktu proses pengisisan bendungan ini, menargetkan waktu pengisian
hanya dalam dalam 5 tahun, tidak ingin mengikuti permintaannya Mesir yaitu minimal dengan
waktu pengisian 10 tahun. Infrastruktur Mesir yang sudah menyusut, dari akses lahan subur
hingga kekurangan akut dalam sumber daya strategis termasuk juga sumber energi (Nile Basin
Initiative, 2016) menjadi faktor untuk Mesir akan ke khawatirannya dalam tidak kuatnya dalam
mengahadapi penurunan debit air yang signifikan. Kekurangan air ditambah dengan perubahan
iklim (USAID, 2015) akan menyebabkan permasalahan di berbagai sektor yang bisa menjadi
ancaman yang serius terhadap keamanan Mesir, dalam tahun 2017 saja Mesir harus mengimpor
bahan makanan pokoknya yaitu gandum secara masif lebih 44% dari tahun 2016 (Pemunta, et
al., 2021).
Mesir yang akan membuat kapasitasnya semakin terbatas dalam memenuhi permintaan
masyarakat yang dimana akan menjadi bibit bibit dari perpecahan negara atau bisa membuat
Jika kita melihat dalam peristiwa Arab Spring pada tahun 2011, kasus yang terjadi
dengan Suriah adalah terjadinya Turki yang membuat bendungan di sungai Tigris mengurangi
debit air yang sampai ke Suriah membuat kekeringan pada lahan – lahan pertanian Suriah dan
hal ini di tambah juga oleh bencana kekeringan yang sedang melanda Suriah pada waktu itu.
Peristiwa ini membuat banyaknya perpindahan penduduk menuju ke kota – kota besar yang
membuat kapasitas pemerintahan dan infrastrukturnya pada saat itu kewalahan akan
kebanyakan populasi bergantung pada institusi kota yang di migrasi mendadak. Para penduduk
yang pindah ini notabenya juga berlatar belakang agrikultur tidak bisa menemukan pekerjaan
dan membuat tingkat pengangguran di Suriah meroket pada saat itu. Hal – hal ini yang menjadi
faktor besar dalam revolusi Suriah pada 2011 yang ber-eskalasi menjadi salah satu konflik
perang saudara yang sangat mematikan dalam sejarah. Tragedi ini pun menjadi krisis dunia
dengan peristiwa imigrasi besar – besaran para imigran perang ini keseluruh dunia khususnya
ke Eropa di tahun 2015. Maka tidak heran presiden Mesir al-Sisi mengeluarkan pernyataan
kepada Ethiopia untuk tidak menyentuh air jatah Mesir dikarenakan semua opsi terbuka untuk
pertenakan, perumahaan hingga kegiatan ekonomi lain - lain terbatasi oleh koridor alami yang
sempit berbentuk T yang bercabang – cabang seperti bentuk batang pohon di sepanjang Sungai
Nil dan pantai delta nya. Semua ini sangat rentan terhadap perubahan yang bisa terjadi pada
zona pesisir nya dan ketersediaan debit air yang cukup dari Sungai Nil dan khusus nya air bersih
Kepadatan penduduk yang tinggi, pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan penyebaran
yang cepat menyebabkan urbanisasi yang tidak terencana memberikan tekanan yang cukup
besar pada tanah dan sumber daya air negara ini. Mesir sudah menderita karena kapasitas teknis
yang rendah dan ketahanan masyarakat yang rendah dalam menghadapi kejadian cuaca
ekstrim. Karena kombinasi faktor politik, geografis, dan sosial, Mesir yang sangat rentan
terhadap dampak perubahan debit air dan iklim, menempati peringkat 109 dari 181 negara
perekonomian Mesir sangat sensitif terhadap perubahan debit air dan suhu. Turunnya debit air
akan menyebabkan naiknya suhu daratan Mesir secara signifikan dikarenakan berkurangnya
level humiditas udara di daerah yang semestinya relatif subur di karenakan berdekatan dengan
sungai. Kenaikan suhu ini akan menyebabkan naiknya frekuensi peristiwa cuaca ekstrim
seperti badai pasir dan gelombang panas (Soniak, 2017). Industri seperti Pariwisata yang
mewakili 10,4 persen dari GDP Mesir dan 9.2 persen dari total sektor pekerja pada 2019
sebelum pandemic Covid (World Travel & Tourism Council , 2021) akan terganggu dengan
Meskipun Mesir tidak menghasilkan produksi makanan yang cukup dalam memenuhi
kuota dalam negeri, sektor pertanian di Mesir tetap menyumbang sekitar 11.3 persen dari GDP
Mesir. Dan juga dari keseluruhan angkatan kerja Mesir, 55 persen bekerja di sektor pertanian
(USAID, 2020). Kenaikan air laut dan suhu akan mengganggu alur irigasi pertanian dengan
naik nya air laut dan berkontak dengan tanah yang akan merubah properti tanah yang tadi nya
Industrisasi yang masif di sungai Nil juga membuat menurunnya tingkat persediaan air
dan penurunan kualitas air bersih, dengan pertumbuhan penduduk dan terus berlanjut nya
urbanisasi, volume air limbah terus meningkat dan permasalahan pembuangannya menjadi
masalah serius. Pembuangan dari industri – industri ini yang mengandung berbagai macam
polutan seperti pestisida dari agrikultur, kandungan metal dan cairan kimia dari pabrik- pabrik
dan sampah serta air pembuangan dari permukiman masyarakat di karenakan urbaniasi yang
tidak terkontrol menyebabkan 95% orang tidak memiliki akses ke sistem saluran pembuangan
atau fasilitas pengolahan air limbah ( Gohary, 2015) hal ini menyebabkan level salinasi sungai
nil naik. Berkurang nya debit air di nil berarti akan menyebabkan limbah – limbah menjadi
stagnan dan tidak terbawa arus air yang dimana akan menyebabkan arus aliran air irigasi
menjadi tercemar, yang bisa menyebabkan degradasi kualitas tanah dikarenakan tanahnya yang
tercampurnya tanah dengan zat berbahaya yang hasilnya bisa membuat tanah itu sendiri mati
atau hasil produk agrikultur yang akan berpengaruh pada penghasilan agrikultur Mesir dalam
Simpulan
Dalam menjawab pertanyaan “Apa kepentingan Mesir Dalam Menolak Projek Bendungan
Grand Ethiopian Renaissance” Mesir yang sudah ber- abad -abad mengamankan hegemoni nya
atas pemakaian sungai nil mulai menghadapi tantangan dengan masuk nya abad 20 ini. Geografis
Mesir yang memaksa akan ketergantungan secara signifikan terhadap sungai Nil membuat semua
pergantian yang menyangkut akan air yang sampai ke Mesir menjadi permasalahan keamanan
nasional. Respon Mesir yang terkesan keras perihal konstruksi pembangunan negara lain bisa di
jelaskan oleh faktor – faktor yang sangat berpengaruh pada eksistensial Mesir, agrikultur dan
industri yang perlu di topang demi memenuhi kebutuhan populasi Mesir yang terus bertumbuh
Jika kita melihat dari perspektif Ethiopia perihal yang baru bangkit di awal tahun 2000an
negara lainnya dalam sisi ekonomi setelah terjebak dalam perang berdekade. Ethiopia yang
70% nya masyarakatnya masih hidup tampa kelistrikan meilhat prospek dalam pembangunan
bendungan generator listrik air di Nil biru yang bisa membawa listrik bagi semua warga
Ethiopia. Prospek hasil dari bendungan ini juga surplus, yang berarti kelebihan listrik ini bisa
Sungai nil sebagai common resources pool akan selalu mempunyai paradigma akan
konflik antara masing – masing aktor dalam mempertahankan kepentingan nya dan dalam kasus
ini paradigma ini di perbesar sgnifikasinya di karenakan kondisi kedua belah pihak yang
ketergantungan nya terhadap sungai Nil sangat signifikan hingga untuk kemungkinan konflik ini
ekslasi menjadi perang besar – besaran yang bisa menyeret satu benua di karenakan besar nya
Mesir dan Ethiopia yang melihat satu sama lain sebagai hostile forces harus melepas
kacamata bias nya jika ingin melihat jalan ke depan bersama. Melepas bias antar satu sama lain
harus di mulai dari masyarakat biasa hingga pejabat paling atas masing – masing negara. Untuk
melepas ke khawatiran Mesir terkait Ethiopia dalam memegang sumber airnya. Kedua belah
pihak haru bersedia maju ke dalam perjanjian antar kedua negara yang sifatnya ter-ikat secara
fudumental dan didalam visi untuk kepentingan bersama sehingga jika kedua negara ini
terhubung dalam segi ekonomi yang kuat, tidak akan adanya insentif untuk bersebrangan
dengan satu sama lain. Akan lebih kuat lagi binding mereka jika komunitas basin sungai Nil
ini menciptakan organisasi open market seperti Uni Eropa sehingga semua negara ini terikat
Gohary, R. E. (2015). Agriculture, Industry, and Wastewater in the Nile Delta. International
Journal of Scientific Research in Agricultural Sciences 2, 159-164.
Burchill, S. (2005). Theories of International Relations 3rd Edition. New York: St.Martin
Press.Inc.
Clapham, C. (1968). The Ethiopian Coup d'Etat of December 1960. The Journal of Modern
African Studies, 1.
Eaudoc The International Water Documentation Portal . (t.thn.). Downstream Impacts Of
Turkish Damn Construction On Syria And Iraq. OiEau Office International de l'Eau.
Ginsburg, N. (1957). Natural Resources and Economic Development. Annals of the
Association of American Geographers.
Gleick, P., & Iceland, C. (2018). Water, Security & Conflict. World Resources institude.
Grande, S. (2021, September 3). History Of Yesteday. Diambil kembali dari
https://historyofyesterday.com: https://historyofyesterday.com/the-sinister-second-
congo-war-962a7b9e567d
Gupta, V. (1978). THE ETHIOPIAN REVOLUTION: CAUSES AND RESULTS. India
Quarterly, 158-161.
Hotelling, H. (1931). The Economics of Exhaustible Resources. Journal of Political
Economy.
Karnieli, A., Shtein, A., Panov, N., Weisbrod, N., & Tal , A. (2019, July 29). Was Drought
Really the Trigger Behind the Syrian Civil War in 2011? Diambil kembali dari MDPI:
https://doi.org/10.3390/w11081564
Kebede, T. (2017, january 7). Ethiopia: Gibe III - the One and Many. Diambil kembali dari
All Africa: https://expogr.com/detail_news.php?newsid=4403&pageid=2
Marcus, H. G., Mehretu, A., & Marcus. (2021). Federal Democratic Republic of Ethiopia.
Diambil kembali dari https://www.britannica.com/place/Ethiopia/additional-
info#history
Mulat, A, & Moges, S. (2014). Assessment of the Impact of the Grand Ethiopian Renaissance
Dam on the Performance of the High Aswan Dam. Journal of Water Resource and
Protection, 583-598.
ND-GAIN. (2019). ND-GAIN Country Index. Diambil kembali dari Notre Dam Research :
https://gain.nd.edu/our-work/country-index/rankings/
Nile Basin Initiative. (2016). Nile Basin Water Resources Atlas. Diambil kembali dari
https://atlas.nilebasin.org: https://atlas.nilebasin.org/treatise/location-of-the-nile-
basin-in-africa/
Parker, L. (2017, September 26). See a Massive Dam’s Big Impacts on Tribal Communities.
Diambil kembali dari National Geographic:
https://www.nationalgeographic.com/photography/article/omo-dam-ethiopia-kenya-
photographs
Pemunta, N. V., Ngo , V. N., Djomo, C. R., Mutola, S., Seember, J. A., Mbong, G. A., &
Forkim, E. A. (2021). The Grand Ethiopian Renaissance Dam, Egyptian National
Security, and human and food security in he Nile River Basin. Cogent Social
Sciences, 8.
Power. (2009, July 1). Ethiopia Completes Construction of Africa’s Tallest Dam. Diambil
kembali dari News & Technology for the Global Energy Industry:
https://www.powermag.com/ethiopia-completes-construction-of-africas-tallest-dam
Reuter Staff. (2021, April 7). Egypt's Sisi warns of potential for conflict over Ethiopian dam.
Diambil kembali dari Reuters: https://www.reuters.com/article/us-ethiopia-dam-
egypt-sudan-idUSKBN2BU2C3
Sala, D., & Laffert, B. V. (2021, October 16). Tensions rise as Iranian dams cut off Iraqi
water supplies. Diambil kembali dari DW Web Site: https://p.dw.com/p/3yZOD
Sbacchi, A. (1979). Haile Selassie and the Italians 1941-1943. African Studies Review Vol.
22, No. 1, 26.
Solomon, E., & Pitel, L. (2018, July 4). Why water is a growing faultline between Turkey and
Iraq. Diambil kembali dari Financial Times: https://www.ft.com/content/82ca2e3c-
6369-11e8-90c2-9563a0613e56
Soniak, M. (2017, January 13). Giant Middle East dust storm caused by a changing climate,
not human conflict. Diambil kembali dari Princeton University:
https://www.princeton.edu/news/2017/01/13/giant-middle-east-dust-storm-caused-
changing-climate-not-human-conflict
Tekuya, M. E. (2018). The Egyptian Hydro Hegemony In The Nile Basin: The Quest For
Changing The Status Quo. Journal of Water Law 26(1):10-20, 11.
Thomas, F., & Homer-Dixon. (1994). Environmental Scarcities and Violent Conflict:
Evidence from Cases. International Security, 5-40.
United Nations Conference On Trade And Development. (2019). State of Commodity
Dependence . New York: United Nations.
USAID. (2020, July). Egypt Agriculture & Food Security. Diambil kembali dari
https://www.usaid.gov: https://www.usaid.gov/egypt/agriculture-and-food-security
Wiebel, J. (2015). Let the Red Terror Intensify": Political Violence, Governance and Society
in Urban Ethiopia, 1976-78. The International Journal of African Historical Studies,
13.
Wille, B. (2019, July 22). "Basra is Thirsty' Iraq’s Failure to Manage the Water Crisis.
Diambil kembali dari Humans Right Watch Website:
https://www.hrw.org/report/2019/07/22/basra-thirsty/iraqs-failure-manage-water-
crisis
World Travel & Tourism Council . (2021). Egypt 2021 Annual Research: Key Highlight.
Diambil kembali dari wttc.org: https://wttc.org/Research/Economic-Impact
Wossenu, A., & Simelis, D. (2019). Financing the Grand Ethiopian Renaissance Dam. Dalam
W. Abtew, & S. Dessu, Financing the Grand Ethiopian Renaissance Dam.