Anda di halaman 1dari 22

Kepentingan Mesir Dalam Menolak Proyek Bendungan Grand Ethiopian

Renaissance Dam Di Ethiopia Tahun 2020

Amin Saiful Islam

Program Studi Hubungan Internasional

aminsflii@gmail.com

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan respon dari Mesir terhadap Proyek
Bendungan Grand Ethiopian Renaissance Di Ethiopia Tahun (2020) Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Kepentingan Nasional dan Common Resource Pool/ Tragedy Of The
Common. Hasil dari penelitian menggambarkan alasan dibalik reaksi extrim Mesir terhadap
rencana Ethiopia yang berencana membuat bendungan listrik air. Berada di sumber air yang ber
-tenggung jawab atas 80% debit air ke saluran sungai Nil. Mesir merasa terancam jika
bendungannya sudah jadi bisa menjadi ancaman besar terhadap Mesir

Kata kunci: Reaksi Mesir, Bendungan Grand Ethiopian Renaissance

ABSTRACT
The purpose of this study is to explain the response from Egypt to the Grand Ethiopian

Renaissance Dam Project in Ethiopia in (2020). The method used in this study is a descriptive

study with a qualitative approach. The data collection technique used is a literature study. The

theory used in this study is the National Interest and the Common Resource Pool/Tragedy Of

The Common.. The results of the study describe the reasons behind Egypt's extreme reaction

to Ethiopia's plan to build a hydroelectric dam in a water source that is responsible for 80%

of the water discharge. in the channel of the Nile which if the dam is finished it could be a big

threat to Egypt

Keywords: Egyptian Reaction, Grand Ethiopian Renaissance Dam


Pendahuluan
Latar Belakang

Sungai Nil yang mengalir dari selatan ke utara melalui Afrika timur. dimulai di

sungai yang mengalir ke Danau Victoria (terletak di Uganda modern, Tanzania, dan

Kenya), dan bermuara ke Laut Mediterania lebih dari 6.600 kilometer (4.100 mil) ke utara,

hal ini menjadikan sungai Nil sebagai salah satu sungai terpanjang di Dunia dan luasnya

mencakup sekitar sepersepuluh dari luas benua nya Afrika. Sungai Nil yang menjadi

panggung evolusi serta kematiannya banyak peradaban di dunia kuno. Sisi utara sungai

Nil yang dibatasi oleh Mediterania, sisi timur yang berbatasan dengan Perbukitan Laut

Merah dan Dataran Tinggi Ethiopia, sisi selatan yang berbatasan dengan Dataran Tinggi

Afrika Timur, yang meliputi Danau Victoria sumber Sungai Nil dan di barat dengan batas

air yang kurang jelas antara lembah Nil, Chad, dan Kongo, membentang ke barat laut

hingga mencakup Pegunungan Marrah di Sudan, Dataran Tinggi Al-Jilf al-Kabīr di Mesir,

dan Gurun Libya (bagian dari Sahara).

Ketersediaan air dari Sungai Nil sepanjang tahun, ditambah dengan suhu tinggi di

kawasan itu, memungkinkan adanya budidaya cocok tanam secara intensif di sepanjang

tepiannya.

Geografis akan sungai Nil ini yang melintasi benua afrika menjadikan sungai Nil

sebagai backbone dari pertumbuhan banyak peradaban dan negara di sepanjang alurnya.

Jika di lihat dari alur akan sungai ini, maka arus yang mengalir mempunyai alur yang

bercabang seperti pohon kelapa, dari peta geografis ini bisa dilihat bahwa sebagian negara,

terlebih lagi yang terletak di daerah hilir mempunyai advantage lebih, seperti yang pernah

di katakan Norton Ginsburg (Ginsburg, 1957) bahwa salah satu advantage besar bagi

sebuah negara untuk perkembangan ekonomi negaranya yang cepat adalah posesi akan

sumber daya alam yang besar dan diversified meskipun tidak semua nya seperti itu. Akan
tetapi jika negara terlalu bergantung dengan sumber alamnya dan tidak bisa memperluas

pasar ekonomi nya, resources abudance bisa juga menjadi hal yang buruk bagi mereka

kedepannya, bisa dilihat dari contoh kasus di lapangan yang sudah terjadi, dari laporan

UN berjudul “State of Commodity Dependence 2019” (United Nations Conference On

Trade And Development, 2019) bahwa dilihat dari bagaimana struktur ekonomi global dan

komoditi market internasional berdiri membuat negara berkembang yang sangat

bergantung pada sumber daya alamnya berada dalam disadvantage yang serius.

Semakin seiring akan pertumbuhan civilization manusia, semakin meningkatnya

akan kebutuhan manusia dari sungai Nil ini, hal ini menyebabkan adanya pergantian dari

sifat sungai Nil ini yang tadi nya resource airnya sungai ini terasa infinite semakin terasa

bahwa sebenarnya realita nya air dari sungai ini sifat nya finite.

Didalam jurnal yang berjudul “The Economics of Exhaustible Resources” yang di

tulis oleh Hotelling, dia memperingatkan akan explotasi dan monopoli akan sumber daya

alam yang berlebihan tampa diimbangi effort yang sesuai dalam menjaga kelangsungan

sumber daya alam itu sendiri akan memiliki efek samping yang fatal pada generasi

kedepannya dan bisa dilihat dari tulisan ia yang merupakan karya dari 90 tahun yang lalu

bahwa peringatan nya menjadi kenyataan di berbagai sektor. (Hotelling, 1931)

Di paper yang berjudul “Water, Security and Conflict” oleh Peter Gleick and

Charles Iceland (2018) Air bersih sangat penting untuk semua ekonomi dan kegiatan

sosial, mulai dari produksi pangan dan energi untuk pemeliharaan ekosistem alam yang

memberikan pelayanan dasar bagi manusia. Namun sumber daya air bersih terbatas, tidak

merata penempatannya, semakin tercemar atau digunakan secara berlebihan, dan buruk

dikelola. Kendala ini, ditambah dengan pertumbuhan populasi dan ekonomi,

menempatkan tekanan lebih pada sumber air, bahkan di daerah di mana sumber daya air
alami berada sebelumnya dianggap melimpah. Segala tekanan ini semakin menjadikan isu

ini menjadi implikasi politik dan kemanan (Gleick & Iceland, 2018)

Faktor – faktor berikut di atas yang bisa menyebabkan sifat dari masing – masing

negara yang mempuyai kepentingan di sungai Nil ini mengambil perubahan sifat yang

defensif atau bahkan berinisiatif dan mengambil sifat offensive terhadap segala subjek

tentang sungai Nil yang akan mempengaruhi dari debit dan air bersih yang di terima

masing – masing.

Bibit perseteruan Mesir dan Ethiophia akan pembangunan Grand Ethiopian

Renaissance Dam ini bisa di tarik ke bulan November 1914. Pada saat itu Inggris

menyatakan perang terhadap Kekaisaran Ottoman dan singkat cerita kemenangan Inggris

pada bulan Desember. Inggris pun berhasil mengklaim atas Mesir serta kedaulatannya.

Meskipun akan posisi Inggris yang tidak meng-okupasi paksa secara militer, mereka tetap

menjadikan Mesir sebagai puppet state. Hal ini dilakukan karena mulai naiknya ke

khawatiran Inggris, akan mulai populernya gerakan nasionalis di Mesir pada waktu itu,

sedangkan pada waktu itu sudah terlalu banyak orang Inggris yang berinvestasi di Mesir.

Mesir pada saat itu juga mempunyai banyak pinjaman ke badan finansial di Eropa.

Okupasi Inggris terhadap Mesir ini di dorong secara garis besar sebagai upaya akan

menjaga kepentingan ekonomi mereka di teluk Suez, tempat lewat nya perdagangan dunia

yang masih relevan hingga sekarang dan juga industri produksi kapas untuk di expor ke

Inggris Mesir juga berfungsi terhadap Inggris sebagai projeksi kekuatan mereka terhadap

kekuatan kolonial lainnya saat itu seperti Ottoman, Prancis dll.

Perindustrian Mesir yang sangat bergantung akan sungai Nil, membuat Inggris

banyak membantu akan kelancaraan akses dari sungai Nil tampa interupsi dari negara –

negara riparian nya, Pertama – tama Inggris membuat perjanjian dengan negara kolonial

lainnya seperti Inggris dan Italy yaitu perjanjian protocol Rome pada tahun 1891 mengenai
isu perbatasan antara Sudan dan Eritrea, dalam perjanjian protokolnya Itali berjanji tidak

akan ada yang mengganggu arus debit banyaknya air menuju Mesir. Yang kedua

menciptakan aggrement antara kerajaan Ethiophia atas tidak adanya konstruksi di Blue

Nile, Danau Tana, dan Sungai Sobat yang mengganggu akan arus debit air ke Mesir.

Yang ketiga perjanjian dengan Belgium ( Kongo dibawah Belgium saat itu) pada

tahun 1906 yang bertujuan untuk tidak adanya konstruksi yang mengganggu akan

masuknya debit air ke Danau Albert, yang keempat adalah pengadaan perjanjian Triparte

antar para negara Kolonial yaitu Inggris, Prancis dan Italy yang juga dimana dalam

perjanjian ini menjaga akan persatuan Ethiophia dan menjaga kepentingan Inggris dan

Mesir di Basin Nil, perjanjian 1929 dan 1959 lah yang biasanya di jadikan oleh Mesir

sebagai justifikasi dalam menjalankan kepentingannya dalam politik sungai Nil di

regionnya.

Ethiophia yang terjebak dalam perang saudara lebih dari 16 tahun berusaha bangkit

dari keterpurukannya dan mereka terasa sangat tertinggal dari negara lain di regionnya,

Ethiophia merasa terugikan dengan segala perjanjian – perjanjian akan penggunaan sungai

Nil dikarenakan yang menandatangani Perjanjiannya dulu saja sudah tidak relevan,

sehingga dengan itu mereka melakukan reformasi negara dengan salah satu nya melalui

projek GERD.

The Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD) yang dahulunya bernama

Millennium Dam adalah bendungan di Sungai Nil Biru di Ethiopia yang sedang dibangun

sejak tahun 2011. Bendungan tersebut berada di Wilayah Benishangul-Gumuz di Ethiopia,

sekitar 45 km di sebelah timur perbatasan dengan Sudan.

Tujuan utama dibangun bendungan ini adalah produksi listrik untuk mengatasi

kekurangan energi yang parah di Ethiopia dan untuk ekspor listrik ke negara-negara

tetangga lebihnya. Dengan kapasitas terpasang yang direncanakan sebesar 6,45 gigawatt,
bendungan ini akan menjadi pembangkit listrik tenaga air terbesar di Afrika setelah selesai

dibangun, serta menjadi ketujuh terbesar di dunia.

Mesir yang tetap bersikeras menentang akan pembangunan bendungan ini,

dikarenakan merasa akan perjanjian dari tahun 1929 dan 1959 nya terlanggar khawatir

bahwa pembangunan GERD ini akan mempengaruhi akan arus dari sungai Nil ke wilayah

mereka, dikarenakan pasti ada periode dimana pengisian bendungan ini yang dimana

Mesir khawatir makin memperburuk kedaaan di Mesir yang meskipun dengan arus debit

seperti biasa saja tetap terjadinya kekeringan.

Kerangka Analisis

Dalam penelitian ini, penulis akan membahas akan “Kepentingan Mesir Dalam

Proyek Bendungan Besar Di Ethiopia Tahun 2021”. Pembahasan ini akan berusaha

menjelaskan kenapa Mesir begitu keras kepala akan kepentingannya mereka terhadap

sebuah projek infrastructure yang ber-sifat nya self – sufficient tampa melibatkan bantuan

finansial dari siapapun oleh sebuah negara lain yang terletak ribuan kilometer jauhnya

Hal ini dilakukan Mesir dikarenakan mereka merasa terancam akan status Ethiophia jika

bendungannya sudah jadi, karenakan akan implikasi jangkauan kemampuan Ethiopia terhadap

nasib negara – negara dibawahnya akan pasokan air dan juga Mesir khawatir dengan besarnya

bendungan maka volume air yang dibutuhkan untuk pengisiannya dengan Ethiophia yang ingin

secepat nya projek nya selesai bisa mengganggu secara massif terhadap pasokan air Mesir

dimana juga banyak infrastruktur airnya yang sudah terdegradasi serta terpolusi.

Dalam Jurnal ini penulis akan menggunakan 2 Teori yaitu Kepentingan

Nasional dalam mencoba menjawab kepentingan Mesir perihal bendungan Eropa, Burchill

menulis Kepentingan nasional yang dipengaruhi oleh kondisi anarki sistem internasional

yang menimbulkan konflik antar negara yang akan berdampak pada stabilitas negara,

kelangsungan hidup, dan keamanan negara. Selain itu, tujuan dan sarana kepentingan
nasional bersifat permanen dan tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan internal

pemerintah atau ideologi yang dapat ditempuh melalui kekuatan militer (Burchill, 2005).

dan Teori yang kedua menggunakan Common Resources Pool yang bersangkutan dengan

Tragedy Of The Common. konsep ini berasal dari sebuah esai yang ditulis pada tahun

1833 oleh ekonom Inggris William Forster Lloyd. Konsep ini dikenal luas sebagai

“Tragedy of the commons " lebih dari satu abad kemudian setelah sebuah artikel yang

ditulis oleh Garrett Hardin pada tahun 1968 (Hardin, 1968). Konsep ini menggunakan

kasus apa yang terjadi pada padang penggembala yang dibiarkan terbuka umum untuk

banyak kawanan ternak. Lloyd menunjukkan bahwa, dengan sumber daya yang tersedia

untuk semua, penggembala yang paling rakus akan memperoleh paling banyak untuk

sementara waktu. Tapi permintaan tumbuh sejalan dengan naiknya populasi (sementara

supply tetap), akan tiba saatnya ketika para penggembala, yang bertindak individual dan

egois, akan terjebak oleh dorongan kompetitif mereka antar sama lain. Teori ini dignakan

untuk menjelaskan sungai nil sebagai Common Resources Pool dan ternacam akan

terjadinya Tragedy Of Commons

Dalam operasional konsep nya yang pertama menggunakan “Kepentingan Mesir Atas

Sumber Daya” dalam menjelaskan hak Mesir dalam menjaga kepentingan negaranya tidak

terganggu oleh Ethiopia dalam pembuatan bndungan nya. Operasional konsep yang kedua

adalah “Kepentingan Industri Mesir Dalam Proyek GERD” yang adalah kelanjuta dari

menjelaskan Teori yang pertama dimana disini di jelaskan bagaimana pembangunan

bendungan ini bisa menganggu industri Mesir. Operasional Konsep yang ketiga adalah

“Kepentingan keamanan Mesir dalam projek GERD” yang dimana mengangkat kedua

operasional konsep di atas menjadi isu sekuriti bagi Mesir, yang dimana dengan adanya

pembangunan bendungan ini mengancam eksistensi Mesir sendiri.


Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian eksplanatif yang

bertujuan untuk meneliti keterkaitan antar variabel: Variabel 1 (Kepentingan Mesir) dan

Variabel 2 (Proyek GERD) dan Sistematika penelitian. Metode yang di gunakan untuk

penelitiannya sendiri ialah sebuah metode yang menekankan pada aspek pemahaman yang

mendalam terhadap suatu masalah. Penelitianya menekankan riset yang bersifat

eksplanatif. Peneliti akan menganalisis data yang sudah didapatkan dari hasil pengamatan

bersifat keperpustakaan dari berbagai sumber-sumber di internet seperti Google Schoolars

yang merupakan database lengkap untuk mahasiswa hubungan internasional. Bahan-bahan

yang dapat kemudian disesuaikan dengan konsep – konsep Kepentingan Nasional dan

Common Resources Pools /Tragedy Of The Commons sehingga bisa menjawab pertanyaan

penelitian dan menarik kesimpulan hasil penelitian.

Pembahasan

Sungai Nil dan daerah persekitaran kantong – kantong airnya terhitung sekitar

3,254,555 kilometer atau dibaca hampir 3 setengah juga kilometer yang sekitar dari 10% nya

benua afrika (Nile Basin Initiative, 2016) dan banyaknya kantong – kantong sumber air yang

ber-arti sungai Nil ini mempunyai banyak sumber yang tersebar di berbagai negara.

Daratan sungai Nil ini rumah bagi sekitar 257 juta orang yang merupakan 54% dari

total 11 negara (Nile Basin Initiative, 2016) yang berbagi sungai Nil yaitu Ethiopia, Sudan,

South Sudan, Egypt, Rwanda, Tanzania, Uganda, Burundi, the Democratic Republic of

Congo, Eritrea and Kenya. Sungai Nil bagi para negara ini memainkan peran penting dalam

pembangunan sosial-ekonomi mereka.

Pertanian yang menjadi salah satu sektor ekonomi yang dominan dengan 20% GDP dari

negara - negara Nil dihasilkan oleh pertanian. Pertanian masih mendominasi perekonomian
banyak negara di kawasan ini dikarenakan kurangnya inrastruktur yang signifikan dalam

mendorong masyarakat terjun ke pasar lain. Mesir memiliki pendapatan per kapita tertinggi

(2011 PPP$2013) sebesar US$10.733, hampir 15 kali lebih besar dari Burundi yang terendah

US$747. Ethiopia memiliki tingkat pertumbuhan PDB riil tertinggi sebesar 8,5%.

(Nile Basin Initiative, 2016)

Kemiskinan yang tersebar luas, dan kondisi sosial-ekonomi membuat sulit sebagian

besar penduduk lembah sungai Nil. Berdasarkan pendapatan saja, lebih dari 40% populasi

sebagian besar negara-negara sungai Nil hidup dengan kurang dari garis kemiskinan

internasional sebesar 1,25 Dollar/18 ribu Rupiah per hari (power parity terms /dalam

kemampuan daya beli) PPP. Di lima negara, persentase penduduk dibawah PPP 1,25

Dollar/18 ribu Rupiah per hari lebih besar dari 40 persen; lebih dari 60 persen di tiga negara.

Mengatasi tingkat kemiskinan yang ekstrem seperti ini merupakan prioritas semua negara di

Lembah Nil (Nile Basin Initiative, 2016).

Perbedaan jauhnya ekonomi negara dengan satu sama lainnya sebagian besar sungai

Nil di sebabkan negara – negaranya yang baru bangun dari derita kolonialisme bertahun –

tahun serta di hantui oleh peperangan antar negara maupun peperangan saudara seperti yang

kita tahu menghantui negara – negara ini :Ethiopia yang di hantui perang saudara, Rwanda

akan tragedi genosida nya dan Perang kedua Congo atau yang lebih dikenal sebagai Perang

Besar Afrika yang secara resmi di ikuti oleh 9 negara afrika lainnya akan tetapi ada 25

kelompok bersenjata saling melawan, terus berganti sisi masing – masing dan membunuh

mantan sekutu mereka (Grande, 2021).

Sejarah Mesir & Ethiophia Atas Sungai Nil

Berbagi sumber daya air lintas batas adalah hal yang sangat sulit.hal ini terutama berlaku

untuk Sungai Nil yang merupakan sungai terpanjang di dunia yang melewati banyak negara

dan merupakan tulang punggung dari semua negara – negara tersebut. Masalah muncul dimana
seiring perkembangan zaman dan seiring meledak nya populasi para negara-negara riparian,

menuntut jatah air melebihi persediaan yang tersedia. Negara riparian itu sendiri adalah negara

yang terletak bibir sepanjang alur sungai. Besarnya tekanan terhadap sumber air ini dari

berbagai macam akibat dari perubahan iklim dan tindakan manusia yang secara tidak langsung

mensabotase sungai ini, membuat akses terhadap air semakin sulit di wilayah yang memang

pada dasar nya akses ke air itu sudah susah. Maka topik akan akses dan penggunaan dari sungai

Nil akan menimbulkan perdebatan masalah ekonomi, lingkungan dan tantangan keamanan

yang serius. Meskipun bisa diadakan nya perjanjian akan pemanfaatannya wajar dan adil bagi

seluruh pihak yang terlibat. Kenyataannya yang terjadi adalah di kasus sungai Nil hanya

negara-negara riparian yang lebih rendah terutama Mesir dan Sudan yang mempunyai

hegemoni yang berkesan opresif kepada negara lainnya dan salah satu korban nya adalah

Ethiopia

Untuk waktu yang lama, Mesir telah menjadi hegemon utama negara Bagian di

Lembah Nil: 'Melalui segudang mekanisme dan taktik Mesir mampu mempertahankan

perannya sebagai hidro-hegemon regional dan secara efektif menghambat persaingan apapun

atas pasokan airnya. Baru-baru ini negara-negara bagian hulu, terutama Ethiopia, telah

menantang hegemoni hidro Mesir dan melakukan berbagai tindakan untuk mengubah status

quo. Peluncuran dari Nile Basin Initiative (NBI), adopsi dari Cooperative Framework

Agreement (CFA), pembangunan Bendungan Grand Ethiopian Renaissance (GERD) dan

penandatanganan Deklarasi Perjanjian Prinsip adalah beberapa tindakan yang Ethiopia

lakukan.

Mesir yang sadar akan pentingnya sungai Nil terhadap mereka, sudah sejak ber-abad

abad terus mencoba melakuan tindakan – tindakan strategis dalam mempertahankan

kepentingannya di sungai Nil dan menghalangi negara – negara yang berada di hulu sungai

Nil dalam utilisasinya dalam kepentingan negara masing – masing


Sungai Nil yang dulu pada masa kolonialisme berada dibawah pengaruh penjajah Eropa.

dikarenakan pentingnya akan Mesir dan terusan Suez kepada kontribusi keuntungan

perdagangan mereka dan apalagi kepada Inggris sebagai stake holder paling besar. Meskipun

bergesekan dengan kolonis lainnya seperti Beligia dan Italia. Inggris secara efektif berhasil

memonopoli akan Sungai Nil dari asalnya hingga ke Laut Mediterania. Menggunakan berbagai

cara untuk punya kontrol penuh dari akan Sungai Nil, penggunaaan strategi pengadaan

perjanjian yang bersifat normatif dan dengan demikian membentuk praktik yang tertanam di

institusi – institusi kolonialisme yang berada di sana. Hal ini terbukti efektif dengan adanya

perjanjian – perjanjian ini yang Inggris dan Mesir berhasil tanam, membentuk garis fudumental

yang harus di ikuti oleh para pemegang kepentingan ke depannya dalam membuat keputusan

dan mempunyai pegangan yang kuat secara legalitas dan dengan ini Inggris dan Mesir berhasil

mendifinisikan aturan main dengan bertujuan memperkuat hegemoni air Mesir.

Diawal tahun 2000 setelah partai EPRDF mengambil alih pemerintahan, situasi mulai

mereda di Ethiopia dan demokrasi direstorasikan, meskipun masih ada konflik secara flare up

seperti konflik dengan Eritrea, eleksi tahun 2005 dan pengiriman bantuan tentara ke Somalia

(Marcus, Mehretu, & Marcus, 2021), Ethiopia yang berusaha membangkitkan ekonomi nya

kembali dan mulai mencari opsi – opsi lain dalam mendiversifikasi ekonomi di negaranya yang

di dominasi oleh agrikultur dan pertanian, Ethiopia melihat mesir yang berhasil dengan

bendungan aswan nya.

Ethiopia melihat geografis negaranya yang berada di daratan tinggi. Mereka melihat

kesempatan besar dalam memanfaatkan teknologi hydro dan memutuskan untuk membuat

bendungan tertinggi di dunia pada zamannya setinggi 188 meter yang selesai dibangun pada tahun

2009 di Sungai Tekeze di utara Ethiopia (Power, 2009). Mereka juga membangun bendungan di

sungai Omo setinggi 240 meter dan mengalahkan bendungan mereka yang berada disungai

Tekeze, pembangkit listrik dari tenaga airnya pun menggandakan produksi listrik Ethiopia pada
waktu itu (Kebede, 2017). Meskipun dam ini membawa manfaat positif bagi produktifitas

Ethiopia, banyak pihak yang dirugikan oleh pembangunan dam ini, terutama para suku tribal yang

mengandalkan alur natural dari sungai Omo dan banjir tahunan dalam pensuburan tanah

dikarenakan arus sungai yang berkurang dan tidak adanya sedimen – sedimen sebelumnya yang

terbawa arus sungai lagi karena tertahan di dam nya (Parker, 2017)

Melihat suksesnya projek – projek mereka sebelumnya, Ethiopia pun berencana untuk

membangun bendungan Grand Renaissance yang akan memiliki daya tampung 67 miliar meter

kubik air, terbesar dari yang sudah ada di Etiopia dan di projeksikan untuk menghasilkan 6000

megawatt listrik. Orang Etiopia berharap semua energi yang dihasilkan oleh GERD akan masuk

ke jaringan energi nasional Ethiopia untuk pembangunan di seluruh sektor negara, baik di daerah

pedesaan maupun perkotaan. Peran GERD akan bertindak sebagai tulang punggung dari

stabilisasi jaringan listrik nasional Ethiopia yang akan mengangkat negara mereka keluar dari

kemiskinan

Situs bendungannya sendiri sudah diidentifikasi ketika Biro Reklamasi AS pertama kali

melakukan survei terhadap sungai Nil Biru antara tahun 1956 hingga 1964. Dua survei lokasi juga

dilakukan lagi pada Oktober 2009 dan antara Juli-Agustus 2010, dengan desain diserahkan pada

November 2010 dan pada 31 Maret 2011 projek ini di umumkan ke ranah publik (Mulat, A &

Moges, S, 2014).

Mesir yang merasa Ethiopia bermain curang dengan mengumumkan pembuatan

bendungan The Grand Ethiopian Renaissance pada tahun 2011 disaat terjadinya revolusi besar –

besaran di Kawasan Arab yang dikenal dengan Arab Spring yang berimbas dengan protes besar –

besaran di Mesir hingga turun nya presiden Mubārak serta reformasi yang masif di kabinet

pemerintahan juga institusi negara. Kejadian ini membuat Mesir tidak punya kapasitas dalam

men-veto Ethiopia
Dengan total biaya yang hampir menyentuh 5 miliar dolar AS yaitu angka yang sama

dengan 7% dari bruto produk nasional Ethiopia sendiri pada 2016. Kurangnya pendanaan

internasional untuk proyek-proyek di Sungai Nil ini telah lama diduga disebab oleh kampanye

gigih dari Mesir untuk mempertahankan hegemoni di bagian atas air sungai Nil. (Tekuya, 2018)

Ethiopia yang terpaksa membiayai GERD melalui crowdfunding dengan penggalangan

dana internal dalam bentuk menjual kontrak obligasi/bonds dan membujuk pemotongan gaji

pegawai sipil dan bantuan dari diaspora/imigran asal Ethiopia yang tinggal di luar negeri

berupa finansial dan tenaga keahlian. Ethiopia juga memanfaatkan upaya Tiongkok dalam

misinya untuk mendapatkan pengaruh di benua Afrika untuk mendapatkan pinjaman (Wossenu

& Simelis, 2019).

Sungai Nil Sebagai Common Resouces Pool

Sungai Nil yang merupakan common resources pool rawan terhadap dilemma Tragedy Of

The Common. Kondisi geologis akan benua Afrika juga memaksa para negara ini untuk terlalu

bergantung kepada sungai Nil. Yang dimana hal ini bisa memicu ada nya pemakaian berlebihan

tanpa memikir kan efek kedepan nya. Hal seperti pembangunan berlebihan, pembuangan

limbah dan pemakiaan berlebihan mengancam sungai Nil. Tragedies of commons ini terjadi

ketika tidak adanya empati bersama atas kelanjutan suatu sumber daya bagi semua kedepannya.

Sustainability menjadi isu kunci dalam mengelola sumber daya alam bersamaan dengan

berkembangnya kapitalisme. Menurut Willis Jenkins dalam tulisan nya: Sustainability adalah

sebuah kapasitas dalam mempertahankan entitas, hasil, dan proses akan sesuatu dari waktu ke

waktu, seperti pertanian, pengelolaan hutan, atau investasi keuangan yang berkelanjutan dan

kegiatan tersebut tidak menghabiskan sumber daya material yang digantung disertai tidak

adanya masalah terhadap lingkungan dan sumber daya tersebut (Jenkins)


Contoh exploitasi Common Recources Pool

Salah satu contoh exploitasi Common Resources Pool adalah kasus konstruksi

bendungan dan pembangkit listrik tenaga air Turki di sungai Tigris dan Efrat yang memotong

arus air dan diperkirakan telah memotong air ke Irak sebesar 80% sejak 1975 (Solomon &

Pitel, 2018)

Irak juga terkena dampak buruk oleh proyek bendungan ini (Sala & Laffert, 2021). Sebagai

akibat dari penurunan air, penggurunan dan salinasi, Irak kehilangan sekitar 25.000 hektar

lahan subur setiap tahun, yang sebagian besar di wilayah selatan negara itu (Wille, 2019).

Suriah juga terkena dampak langsung oleh proyek pembangunan bendungan Ankara, yang

telah mengurangi aliran air ke Suriah sekitar 60% (Eaudoc The International Water

Documentation Portal ). Kekeringan panjang yang dimulai pada tahun 2006 menghancurkan

pertanian Suriah dan memaksa sejumlah besar orang ke kota. Kekeringan ini juga telah

dikaitkan dengan pergolakan sosial dan kerusuhan yang menyebabkan perang saudara di

Suriah. Pada tahun 2011 (Karnieli, Shtein, Panov, Weisbrod, & Tal , 2019)

Permasalahan Mesir terkait pembangunan GERD

Mesir yang terkejut akan pengumuman pembuatan bendungan The Grand Ethiopian

Renaissance pada tahun 2011 disaat terjadinya revolusi besar – besaran sehingga Mesir tidak

mempunyai kapasitas dalam pemerintahan nya untuk men-veto keputusan Ethiopia. Mesir yang

takut akan pengurangan volume air secara besar – besaran menuntut agar Ethiopia

menghentikan pembangunan bendungan sebagai prasyarat negosiasi akan tetapi hal ini tidak di

gubris oleh Ethiopia. Dikarenakan Ethiopia ber-argumen bahwa pembangunan bendungan ini

tidak akan menggangu arus air.


Ancaman Keamanan Mesir Oleh Pembangunan GERD

Mesir yang merasa terancam oleh pembangunan Grand Ethiopian Reinassance Dam

bisa di simpulkan menjadi 2 faktor yaitu faktor pertama adalah pada saat proses pengisian

bendungan yang di targetkan oleh Ethiopia pada saat tahun penulisan dan faktor kedua

eksistensinya bendungan tersebut yang mengancam keamanan Mesir.

Pihak Ethiopia dalam waktu proses pengisisan bendungan ini, menargetkan waktu pengisian

hanya dalam dalam 5 tahun, tidak ingin mengikuti permintaannya Mesir yaitu minimal dengan

waktu pengisian 10 tahun. Infrastruktur Mesir yang sudah menyusut, dari akses lahan subur

hingga kekurangan akut dalam sumber daya strategis termasuk juga sumber energi (Nile Basin

Initiative, 2016) menjadi faktor untuk Mesir akan ke khawatirannya dalam tidak kuatnya dalam

mengahadapi penurunan debit air yang signifikan. Kekurangan air ditambah dengan perubahan

iklim (USAID, 2015) akan menyebabkan permasalahan di berbagai sektor yang bisa menjadi

ancaman yang serius terhadap keamanan Mesir, dalam tahun 2017 saja Mesir harus mengimpor

bahan makanan pokoknya yaitu gandum secara masif lebih 44% dari tahun 2016 (Pemunta, et

al., 2021).

Faktor – faktor di atas berbalik akan menyebabkan tekanan terhadap pemerinatahan

Mesir yang akan membuat kapasitasnya semakin terbatas dalam memenuhi permintaan

masyarakat yang dimana akan menjadi bibit bibit dari perpecahan negara atau bisa membuat

negaranya semakin bertindak authoritarian (Thomas & Homer-Dixon, 1994)

Jika kita melihat dalam peristiwa Arab Spring pada tahun 2011, kasus yang terjadi

dengan Suriah adalah terjadinya Turki yang membuat bendungan di sungai Tigris mengurangi

debit air yang sampai ke Suriah membuat kekeringan pada lahan – lahan pertanian Suriah dan

hal ini di tambah juga oleh bencana kekeringan yang sedang melanda Suriah pada waktu itu.

Peristiwa ini membuat banyaknya perpindahan penduduk menuju ke kota – kota besar yang

membuat kapasitas pemerintahan dan infrastrukturnya pada saat itu kewalahan akan
kebanyakan populasi bergantung pada institusi kota yang di migrasi mendadak. Para penduduk

yang pindah ini notabenya juga berlatar belakang agrikultur tidak bisa menemukan pekerjaan

dan membuat tingkat pengangguran di Suriah meroket pada saat itu. Hal – hal ini yang menjadi

faktor besar dalam revolusi Suriah pada 2011 yang ber-eskalasi menjadi salah satu konflik

perang saudara yang sangat mematikan dalam sejarah. Tragedi ini pun menjadi krisis dunia

dengan peristiwa imigrasi besar – besaran para imigran perang ini keseluruh dunia khususnya

ke Eropa di tahun 2015. Maka tidak heran presiden Mesir al-Sisi mengeluarkan pernyataan

kepada Ethiopia untuk tidak menyentuh air jatah Mesir dikarenakan semua opsi terbuka untuk

Mesir, termasuk militer (Reuter Staff, 2021)

Kerentanan Mesir akan Perubahan Sumber Air

Mengingat bahwa penduduk Mesir dalam penggunaan lahannya dari pertanian,

pertenakan, perumahaan hingga kegiatan ekonomi lain - lain terbatasi oleh koridor alami yang

sempit berbentuk T yang bercabang – cabang seperti bentuk batang pohon di sepanjang Sungai

Nil dan pantai delta nya. Semua ini sangat rentan terhadap perubahan yang bisa terjadi pada

zona pesisir nya dan ketersediaan debit air yang cukup dari Sungai Nil dan khusus nya air bersih

untuk konsumsi akan sangat terancam.

Kepadatan penduduk yang tinggi, pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan penyebaran

yang cepat menyebabkan urbanisasi yang tidak terencana memberikan tekanan yang cukup

besar pada tanah dan sumber daya air negara ini. Mesir sudah menderita karena kapasitas teknis

yang rendah dan ketahanan masyarakat yang rendah dalam menghadapi kejadian cuaca

ekstrim. Karena kombinasi faktor politik, geografis, dan sosial, Mesir yang sangat rentan

terhadap dampak perubahan debit air dan iklim, menempati peringkat 109 dari 181 negara

dalam Indeks ND-GAIN 2019. (ND-GAIN, 2019)

Kerentanan Agrikultur. Irigasi & Industri Mesir


Sektor pariwisata dan pertanian yang memberikan kontribusi signifikan terhadap

perekonomian Mesir sangat sensitif terhadap perubahan debit air dan suhu. Turunnya debit air

akan menyebabkan naiknya suhu daratan Mesir secara signifikan dikarenakan berkurangnya

level humiditas udara di daerah yang semestinya relatif subur di karenakan berdekatan dengan

sungai. Kenaikan suhu ini akan menyebabkan naiknya frekuensi peristiwa cuaca ekstrim

seperti badai pasir dan gelombang panas (Soniak, 2017). Industri seperti Pariwisata yang

mewakili 10,4 persen dari GDP Mesir dan 9.2 persen dari total sektor pekerja pada 2019

sebelum pandemic Covid (World Travel & Tourism Council , 2021) akan terganggu dengan

perubahan cuaca extrim ini.

Meskipun Mesir tidak menghasilkan produksi makanan yang cukup dalam memenuhi

kuota dalam negeri, sektor pertanian di Mesir tetap menyumbang sekitar 11.3 persen dari GDP

Mesir. Dan juga dari keseluruhan angkatan kerja Mesir, 55 persen bekerja di sektor pertanian

(USAID, 2020). Kenaikan air laut dan suhu akan mengganggu alur irigasi pertanian dengan

naik nya air laut dan berkontak dengan tanah yang akan merubah properti tanah yang tadi nya

subur menjadi kering ( Gohary, 2015)

Industrisasi yang masif di sungai Nil juga membuat menurunnya tingkat persediaan air

dan penurunan kualitas air bersih, dengan pertumbuhan penduduk dan terus berlanjut nya

urbanisasi, volume air limbah terus meningkat dan permasalahan pembuangannya menjadi

masalah serius. Pembuangan dari industri – industri ini yang mengandung berbagai macam

polutan seperti pestisida dari agrikultur, kandungan metal dan cairan kimia dari pabrik- pabrik

dan sampah serta air pembuangan dari permukiman masyarakat di karenakan urbaniasi yang

tidak terkontrol menyebabkan 95% orang tidak memiliki akses ke sistem saluran pembuangan

atau fasilitas pengolahan air limbah ( Gohary, 2015) hal ini menyebabkan level salinasi sungai

nil naik. Berkurang nya debit air di nil berarti akan menyebabkan limbah – limbah menjadi

stagnan dan tidak terbawa arus air yang dimana akan menyebabkan arus aliran air irigasi
menjadi tercemar, yang bisa menyebabkan degradasi kualitas tanah dikarenakan tanahnya yang

tercampurnya tanah dengan zat berbahaya yang hasilnya bisa membuat tanah itu sendiri mati

atau hasil produk agrikultur yang akan berpengaruh pada penghasilan agrikultur Mesir dalam

memenuhi permintaan masyarakatnya.

Simpulan

Dalam menjawab pertanyaan “Apa kepentingan Mesir Dalam Menolak Projek Bendungan

Grand Ethiopian Renaissance” Mesir yang sudah ber- abad -abad mengamankan hegemoni nya

atas pemakaian sungai nil mulai menghadapi tantangan dengan masuk nya abad 20 ini. Geografis

Mesir yang memaksa akan ketergantungan secara signifikan terhadap sungai Nil membuat semua

pergantian yang menyangkut akan air yang sampai ke Mesir menjadi permasalahan keamanan

nasional. Respon Mesir yang terkesan keras perihal konstruksi pembangunan negara lain bisa di

jelaskan oleh faktor – faktor yang sangat berpengaruh pada eksistensial Mesir, agrikultur dan

industri yang perlu di topang demi memenuhi kebutuhan populasi Mesir yang terus bertumbuh

secara cepat melewati kapsitas alam yang tersedia.

Jika kita melihat dari perspektif Ethiopia perihal yang baru bangkit di awal tahun 2000an

setelah pergantian pemerintahan menganut demokrasi, Ethiopia ingin mengejar negara –

negara lainnya dalam sisi ekonomi setelah terjebak dalam perang berdekade. Ethiopia yang

70% nya masyarakatnya masih hidup tampa kelistrikan meilhat prospek dalam pembangunan

bendungan generator listrik air di Nil biru yang bisa membawa listrik bagi semua warga

Ethiopia. Prospek hasil dari bendungan ini juga surplus, yang berarti kelebihan listrik ini bisa

di expor ke negara lain memberikan akses listrik murah di benua afrika.

Sungai nil sebagai common resources pool akan selalu mempunyai paradigma akan

konflik antara masing – masing aktor dalam mempertahankan kepentingan nya dan dalam kasus

ini paradigma ini di perbesar sgnifikasinya di karenakan kondisi kedua belah pihak yang

ketergantungan nya terhadap sungai Nil sangat signifikan hingga untuk kemungkinan konflik ini
ekslasi menjadi perang besar – besaran yang bisa menyeret satu benua di karenakan besar nya

pengaruh 2 negara ini di benua afrika sekarang

Mesir dan Ethiopia yang melihat satu sama lain sebagai hostile forces harus melepas

kacamata bias nya jika ingin melihat jalan ke depan bersama. Melepas bias antar satu sama lain

harus di mulai dari masyarakat biasa hingga pejabat paling atas masing – masing negara. Untuk

melepas ke khawatiran Mesir terkait Ethiopia dalam memegang sumber airnya. Kedua belah

pihak haru bersedia maju ke dalam perjanjian antar kedua negara yang sifatnya ter-ikat secara

fudumental dan didalam visi untuk kepentingan bersama sehingga jika kedua negara ini

terhubung dalam segi ekonomi yang kuat, tidak akan adanya insentif untuk bersebrangan

dengan satu sama lain. Akan lebih kuat lagi binding mereka jika komunitas basin sungai Nil

ini menciptakan organisasi open market seperti Uni Eropa sehingga semua negara ini terikat

secara finansial dan mempunyai insentif ekonomi untuk tetap bersatu.


DAFTAR PUSTAKA

Gohary, R. E. (2015). Agriculture, Industry, and Wastewater in the Nile Delta. International
Journal of Scientific Research in Agricultural Sciences 2, 159-164.
Burchill, S. (2005). Theories of International Relations 3rd Edition. New York: St.Martin
Press.Inc.
Clapham, C. (1968). The Ethiopian Coup d'Etat of December 1960. The Journal of Modern
African Studies, 1.
Eaudoc The International Water Documentation Portal . (t.thn.). Downstream Impacts Of
Turkish Damn Construction On Syria And Iraq. OiEau Office International de l'Eau.
Ginsburg, N. (1957). Natural Resources and Economic Development. Annals of the
Association of American Geographers.
Gleick, P., & Iceland, C. (2018). Water, Security & Conflict. World Resources institude.
Grande, S. (2021, September 3). History Of Yesteday. Diambil kembali dari
https://historyofyesterday.com: https://historyofyesterday.com/the-sinister-second-
congo-war-962a7b9e567d
Gupta, V. (1978). THE ETHIOPIAN REVOLUTION: CAUSES AND RESULTS. India
Quarterly, 158-161.
Hotelling, H. (1931). The Economics of Exhaustible Resources. Journal of Political
Economy.
Karnieli, A., Shtein, A., Panov, N., Weisbrod, N., & Tal , A. (2019, July 29). Was Drought
Really the Trigger Behind the Syrian Civil War in 2011? Diambil kembali dari MDPI:
https://doi.org/10.3390/w11081564
Kebede, T. (2017, january 7). Ethiopia: Gibe III - the One and Many. Diambil kembali dari
All Africa: https://expogr.com/detail_news.php?newsid=4403&pageid=2
Marcus, H. G., Mehretu, A., & Marcus. (2021). Federal Democratic Republic of Ethiopia.
Diambil kembali dari https://www.britannica.com/place/Ethiopia/additional-
info#history
Mulat, A, & Moges, S. (2014). Assessment of the Impact of the Grand Ethiopian Renaissance
Dam on the Performance of the High Aswan Dam. Journal of Water Resource and
Protection, 583-598.
ND-GAIN. (2019). ND-GAIN Country Index. Diambil kembali dari Notre Dam Research :
https://gain.nd.edu/our-work/country-index/rankings/
Nile Basin Initiative. (2016). Nile Basin Water Resources Atlas. Diambil kembali dari
https://atlas.nilebasin.org: https://atlas.nilebasin.org/treatise/location-of-the-nile-
basin-in-africa/
Parker, L. (2017, September 26). See a Massive Dam’s Big Impacts on Tribal Communities.
Diambil kembali dari National Geographic:
https://www.nationalgeographic.com/photography/article/omo-dam-ethiopia-kenya-
photographs
Pemunta, N. V., Ngo , V. N., Djomo, C. R., Mutola, S., Seember, J. A., Mbong, G. A., &
Forkim, E. A. (2021). The Grand Ethiopian Renaissance Dam, Egyptian National
Security, and human and food security in he Nile River Basin. Cogent Social
Sciences, 8.
Power. (2009, July 1). Ethiopia Completes Construction of Africa’s Tallest Dam. Diambil
kembali dari News & Technology for the Global Energy Industry:
https://www.powermag.com/ethiopia-completes-construction-of-africas-tallest-dam
Reuter Staff. (2021, April 7). Egypt's Sisi warns of potential for conflict over Ethiopian dam.
Diambil kembali dari Reuters: https://www.reuters.com/article/us-ethiopia-dam-
egypt-sudan-idUSKBN2BU2C3
Sala, D., & Laffert, B. V. (2021, October 16). Tensions rise as Iranian dams cut off Iraqi
water supplies. Diambil kembali dari DW Web Site: https://p.dw.com/p/3yZOD
Sbacchi, A. (1979). Haile Selassie and the Italians 1941-1943. African Studies Review Vol.
22, No. 1, 26.
Solomon, E., & Pitel, L. (2018, July 4). Why water is a growing faultline between Turkey and
Iraq. Diambil kembali dari Financial Times: https://www.ft.com/content/82ca2e3c-
6369-11e8-90c2-9563a0613e56
Soniak, M. (2017, January 13). Giant Middle East dust storm caused by a changing climate,
not human conflict. Diambil kembali dari Princeton University:
https://www.princeton.edu/news/2017/01/13/giant-middle-east-dust-storm-caused-
changing-climate-not-human-conflict
Tekuya, M. E. (2018). The Egyptian Hydro Hegemony In The Nile Basin: The Quest For
Changing The Status Quo. Journal of Water Law 26(1):10-20, 11.
Thomas, F., & Homer-Dixon. (1994). Environmental Scarcities and Violent Conflict:
Evidence from Cases. International Security, 5-40.
United Nations Conference On Trade And Development. (2019). State of Commodity
Dependence . New York: United Nations.
USAID. (2020, July). Egypt Agriculture & Food Security. Diambil kembali dari
https://www.usaid.gov: https://www.usaid.gov/egypt/agriculture-and-food-security
Wiebel, J. (2015). Let the Red Terror Intensify": Political Violence, Governance and Society
in Urban Ethiopia, 1976-78. The International Journal of African Historical Studies,
13.
Wille, B. (2019, July 22). "Basra is Thirsty' Iraq’s Failure to Manage the Water Crisis.
Diambil kembali dari Humans Right Watch Website:
https://www.hrw.org/report/2019/07/22/basra-thirsty/iraqs-failure-manage-water-
crisis
World Travel & Tourism Council . (2021). Egypt 2021 Annual Research: Key Highlight.
Diambil kembali dari wttc.org: https://wttc.org/Research/Economic-Impact
Wossenu, A., & Simelis, D. (2019). Financing the Grand Ethiopian Renaissance Dam. Dalam
W. Abtew, & S. Dessu, Financing the Grand Ethiopian Renaissance Dam.

Anda mungkin juga menyukai